analisis rasio keuangan dalam memprediksi peringkat obligasi

advertisement
ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI
PERINGKAT OBLIGASI
Skripsi
Oleh :
SUSANA APRILIA
NIM: 107081003275
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI
PERINGKAT OBLIGASI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Susana
Aprilia
NIM: 10708rc8275
Di Bawah Bimbingan
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
NIP: 196902A3 200112
1 003
NIDN: 4422125902
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNTVI,RSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATIiLLAH
JAKARTA
1432Hl2011 M
LEMBAR PENGESAHAI{ UJIAN KOMPREHEI{SIF
Hari ini Senin, 25 April
20Il
1. Nama'
:
Susana
2. NIM
:
107081003275
3. Jurusan
: Manajemen
4.
Judul
Skripsi :
telah dilakukan ujian komprehensif atas mahasiswa:
Aprilia
Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Peringkat
Obligasi
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutan ke tahap
Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Flidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 25
1.
Aprll20Il
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
NIP: 19690203 200112
2.
Suhendra, S. Ag.,
| 003
Ketua
h4?sL
MM
NIP: 19711206 2003121 001
3.
Titi Dewi Waminda
SE,
M.Si
NIP: 19731221 200501 2 002
Sekretaris
(
Penguji Ahli
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari iniJumat, 17 Juni 2011 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
l.
2.
3.
4.
Aprilia
Nama
Susana
NIM
107081 003275
Jurusan
Manajemen
Judul Skripsi
Analisis Rasio Keungan Dalam Memprediksi Peringkat
Obligasi.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,
l.
l7 Juni 201 I
Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB
NIP. I 9741127 200112 1 002
2.
Suhendra, S.Ag,
MM
NIP. 19711206 200312 1001
3.
M. Arief Mufraini, Lc, M.si
NrP. r9770122200312
4.
Sekretaris
1 001
Pengu.iiAhli
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
NIP. 19690203200112 r 003
5.
HerniAli, HT, SE, MM
NIDN. 042212s092
Pembimbing 2
LEMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini
:
Nama
: Susana Aprilia
No. Induk Mahasiswa
: 107081003275
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: Manajemen
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1.
Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
2.
Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3.
Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa ijin dari pemilik karya.
4.
Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5.
Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggung – jawabkan, ternyata memang
ditemukan bahwa saya telah melanggar pernyatan diatas, maka saya siap untuk
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 13 Juni 2011
Yang menyatakan,
Susana Aprilia
NIM: 107081003275
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama
: Susana Aprilia
Tempat / Tanggal Lahir
: Cirebon, 5 April 1988
Tinggi/Berat
: 170 cm / 44 Kg
Agama
: Islam
Alamat Asal
: Desa Sidamulya, Rt.01/03 Kec. Astanajapura Kab.
Cirebon
Alamat
: Jl. Rajawali Raya Rt.03/05 Pisangan Tangerang
Telp / Hp
: 021 95988809
E-mail
: [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2007-2011
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2003-2006
: SMKN 1 Lemahabang Cirebon
2000-2003
: SMPN 1 Lemahabang Cirebon
1994-2000
: SDN Sidamulya
PENDIDIKAN NON FORMAL
1.
Peserta Seminar “Demokrasi Versus Kesejahteraan Rakyat” dalam Rangka
Evaluasi 10 Tahun Reformasi
2.
Peserta Simposium “Trend Bisnis 2008”
3.
Peserta Pelatihan Manajemen Organisasi PMII (Tahun 2008).
i
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini ialah untuk
memprediksi peringkat obligasi
perusahaan melalui rasio-rasio keuangan. Dengan menggunakan Purposive
Sampling, didapat sebanyak 107 obligasi yang dijadikan sampel. Data yang
digunakan meliputi laporan keuangan tahun 2007-2010 yang telah diaudit dan
peringkat obligasi yang dikeluarkan pada tahun 2008-2011. Uji statistik yang
digunakan ialah Mann-Whitney, Analisis Faktor dan Regresi Logistik Binari.
Hasil Mann-Whitney diketahui bahwa rasio keuangan CACL, CAICL,
LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA secara signifikan dapat membedakan
kinerja keuangan berupa rasio keuangan pada perusahaan yang obligasinya masuk
investment grade dan non-investment grade. Dengan menggunakan analisis
faktor, 8 variabel rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini terbentuk
menjadi 2 faktor yang kemudian akan diolah dengan menggunakan regresi
logistik. Hasil analisis regresi logitik menyimpulkan bahwa kedua faktor tersebut
secara signifikan mampu memprediksi peringkat obligasi. Tingkat ketepatan
prediksi klasifikasi untuk obligasi yang masuk non-investment grade sebesar
56,7% sedangkan untuk obligasi yang masuk investment grade sebesar 94,8%.
Secara keseluruhan, tingkat ketepatan prediksi ialah sebesar 84,1%.
Kata Kunci: Rasio Keuangan, Peringkat Obligasi, Analisis Faktor.
ii
ABSTRACT
The purpose of this study is to predict bond rating firms through financial
ratios. Using purposive sampling, obtained were 107 bond sampled. Data used
include the financial year 2007-2010 which were audited and issued the bonds in
years 2008-2011. The test statistic used is the Mann-Whitney, Factor Analysis and
Logistic Regression Binary.
The result of Mann-Whitney is know that the financial ratios of CACL,
CAICL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA and NITA can significantly differentiate a
company that bonds into investment grade and non-investment grade. By using
factor analysis, 8 variables of financial ratios used in this study formed into 2
factors that later will be processed by using logistic regression. Results Logistic
regression analysis concluded that two factors are significantly able to predict the
bond ratings. Level of prediction accuracy for bonds that enter non-investment
grade 56,7% while for incoming investment grade bonds amounted to 94,8%.
Overall, the level of prediction accuracy is at 84,1%.
Keywords: Financial ratios, Bond Rating, Factor Analysis.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang dilimpahkan kepada dapat menyelesaikan ini dengan judul
“Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Peringkat Obligasi”, sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Banyak kendala dan hambatan yang dihadapi penulis dalam penyusunan
skripsi ini, hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Selesainya penulisan
skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karenanya penulis ingin mengucapkan terimakasih yang yang sebesar-besarnya
kepada kepada:
1.
Ayah dan Ibu atas segala kasih sayang, doa, kesabaran dan pengorbanan yang
begitu besar dalam setiap langkah hidup penulis.
2.
Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni. Selaku Pudek Bidang Akademik dan selaku
dosen pembimbing I, terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk
mengarahkan, membimbing serta memotivasi. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4.
Bapak Herni Ali, HT. Selaku pembimbing II, terima kasih sudah meluangkan
waktunya untuk mengarahkan, membimbing serta memotivasi. Sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5.
Bapak Suhendra, S.Ag., MM. Selaku Kepala Jurusan Prodi Manajemen
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
6.
Seganap dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas ilmu atas ilmu yang
diberikan. Serta seluruh staf akademik, jurusan, kasubag keuangan dan
perpustakaan.
iv
7.
Adik-adikku. Maulana Wahyudi, Kiki Rizky dan Diana Sari. Tanpa katapun
kalian sudah mampu menyemangati. Syahrul (Alul) Bassam Yusuf, Si Bocah
insomnia, yang suka ngerecokin dan menghibur. Dengan celoteh-celotehnya
selalu terhibur, tertawa dan tersemangati. Dan kakakku Sayiful Arifin,
walupun nun jauh di negeri orang, tetap terus menyemangati.
8.
Para liliput (asyiah, olish, aya & ajul), celoteh dan wajah kalian membuat
semua serasa tanpa beban. Para emak liliput, nenek, kakek dan uwa’. Terima
kasih atas perhatian dan nasehat-nasehatnya.
9.
Semua teman-teman Manajemen D angkatan 2007. Hmm, 5 semester. Bukan
waktu yang sebentar ya. Terima kasih sudah mau menjadi temanku. Sangat
berarti melawati waktu-waktu bersama kalian. Begitu jauh dari kata menyesal
telah mengenal kalian. Semoga silaturahmi pertemanan kita tetap terus
berjalan.
10. Semua teman-teman Manajemen Keuangan B angkatan 2007. Terima kasih
atas sudah mau menjadi temaku. Walaupun hanya 2 semester, terasa lama dan
penuh kesan. Semoga silaturahmi pertemanan kita tetap terus berjalan.
11. Sahabat-sahabatku. Istianah yang penyang, Rima Indriasari yang penyabar,
Liawati yang lemah lembut, Sartika Sari yang religius dan ekspresif dan
Safitri Setyo Utami yang humble. Selalu merasa nyaman bersama kalian.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih.
Menyadari keterbatasan penulis, maka skripsi ini juga tidak luput dari
kesalahan. Oleh karenanya, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak. Meskipun demikian, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya,
dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 13 Juni 2011
Penulis
Susana Aprilia
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
i
ABSTRAK
ii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
10
C. Tujuan Penelitian
11
D. Manfaat Penelitian
11
BAB II. TNJAUAN PUSTAKA
A. Pasar Modal
13
B. Obligasi
15
1. Pengertian Obligasi
15
2. Karakteristik Obligasi
17
3. Klasifikasi Obligasi
19
4. Risiko Investasi Obligasi
25
C. Rating Obligasi
29
1. Fungsi Rating Obligasi
33
2. Tujuan dan Manfaat Rating Obligasi
35
D. Laporan Keuangan
37
1. Pengertian Laporan Keuangan
37
2. Tujuan Laporan Keuangan
38
3. Jenis Laporan Keuangan
40
vi
E. Analisis Laporan keuangan
43
1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan
43
2. Tujuan dan Manfaat
43
3. Bentuk-bentuk dan Teknik
45
F. Analisis Rasio Keuangan
47
1. Pengertian Rasio Keuangan
47
2. Macam-macam Rasio Keuangan
49
G. Penelitian Terdahulu
58
H. Keterkaitan Antar Variabel
64
I. Kerangka Pemikiran
66
J. Hipotesis
70
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
71
B. Metode Penentuan Sampel
71
C. Metode Pengumpulan Data
73
D. Metode Analisis Data
74
E. Operasional Variabel Penelitian
86
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Perkembangan Pasar Modal
89
B. Sejarah PT PEFINDO
92
C. Deskripsi Variabel Penelitian
93
D. Analisis Data
95
E. Hasil Pengujian Hipotesis
99
F. Interpretasi
116
BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
122
B. Implikasi
123
DAFTAR PUSTAKA
125
LAMPIRAN
129
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1
Arti Peringkat Obligasi Menurut PT PEFINDO
32
Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu
62
Tabel 3.1
Proses Pemilihan Sampel
72
Tabel 3.2
Sampel Penelitian
73
Tabel 3.3
Model Fungsi Regresi Logistik.
85
Tabel 3.4
Kategori Peringkat Obligasi
86
Tabel 4.1
Deskripsi Sampel Penelitian
94
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel Independen
96
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas
100
Tabel 4.4
Hasil Uji Mann-Whitney
101
Tabel 4.5
KMO and Bartlett’s Test Pengujian (1)
102
Tabel 4.6
Anti Image Matrices pengujian (1)
103
Tabel 4.7
KMO and Bartlett’s Test Pengujian (2)
104
Tabel 4.8
Anti Image Matrices pengujian (2)
105
Tabel 4.9
Component Matrix
106
Tabel 4.10
Rotated Component Matrix
109
Tabel 4.11
Pengelompokan Faktor
111
Tabel 4.12
Component Transformation Matrix
111
Tabel 4.13
Model Fit
113
Tabel 4.14
Tabel Klasifikasi
114
Tabel 4.15
Koefisien Regresi
115
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Keterkaitan Variabel
64
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Daftar Sampel Obligasi Beserta Peringkatnya
130
Lampiran 2
Data Rasio Keuangan Perusahaan yang Dijadikan Sampel
131
Lampiran 3
Output SPSS
133
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasar modal sebagai pasar dari berbagai instrumen keuangan
(sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, menjalankan
fungsi ekonomi dan keuangan yang dapat menunjang perkembangan
ekonomi dan keuangan dalam suatu negara. Oleh karena itu, pasar modal
juga merupakan indikator kemajuan perekonomian negara tersebut. Dalam
melaksanakan fungsinya, pasar modal menjadi penghubung bagi pihak
yang mempunyai kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan
dana (emiten) dalam tranksaksi pemindahan dana. Bagi investor, pasar
modal dapat memberikan alternatif investasi yang lebih variatif sehingga
memberikan peluang untuk meraih keuntungan yang lebih besar. Bagi
emiten, pasar modal dapat memberikan sumber pendanaan lain untuk
melakukan kegiatan operasional termasuk ekspansi usaha selain kredit
perbankan. Modal yang diperjualbelikan dalam pasar modal terbagi
menjadi dua, yaitu Debt Capital (modal hutang) dan Equity Capital
(modal ekuitas) (Linandarini, 2010).
Salah satu jenis modal hutang yang diperjual-belikan di pasar
modal ialah obligasi. Bursa Efek Indonesia (BEI) mendefinisikan obligasi
sebagai
surat
utang
jangka
menengah-panjang
yang
dapat
dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk
1
membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi
pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli
obligasi tersebut. Jadi surat obligasi merupakan selembar kertas yang
menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut memberikan pinjaman kepada
perusahaan yang menerbitkan surat obligasi.
Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh emiten (dapat
berupa badan hukum/perusahaan/pemerintah) yang memerlukan dana
untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka. Secara umum dapat
juga diartikan obligasi adalah surat utang jangka panjang yang diterbitkan
oleh suatu lembaga, dengan nilai nominal (nilai pari/par value) dan waktu
jatuh tempo tertentu. Penerbit obligasi bisa perusahaan swasta, BUMN
atau pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah (Huda &
Nasustion, 2008:83).
Obligasi menarik bagi investor karena obligasi memiliki beberapa
kelebihan yang berkaitan dengan keamanan dibandingkan saham, yaitu (1)
volatilitas saham lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi sehingga daya
tarik saham berkurang, dan (2) obligasi menawarkan tingkat return yang
positif dan memberikan income yang tetap. Pada investasi saham, tidak
ada jaminan adanya pembagian deviden bagi para shareholder (Faeber,
2001 dalam Kesumawati, 2003). Obligasi akan memberikan income yang
tetap kepada investor berupa pembayaran bunga pada waktu yang sudah
terjadwal dan investor akan mendapatkan pokok utang pada saat jatuh
tempo sesuai dengan umur obligasi. Dalam kepemilikan saham, tidak ada
2
jaminan shareholder akan menerima deviden setiap tahun karena
pembagian deviden tergantung pada besarnya laba yang diperoleh
perusahaan dan hasil RUPS (Purwaningsih, 2008).
Terdapat beberapa pilihan utama obligasi, diantaranya Obligasi
pemerintah federal (Treasure Bonds) obligasi yang diterbitkan oleh
pemerintah guna membiayai pembangunan ekonomi, Obligasi perusahaan
(Corporate Bonds) obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dalam
rangka memenuhi struktur permodalan perusahaan, Obligasi pemerintah
daerah (Municipal Bonds) obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah
daerah dan Obligasi luar negeri. Masing-masing obligasi memiliki
kelebihan dan kekurangannya.
Seperti halnya investasi pada saham maupun efek lainnya, obligasi
juga memiliki peluang
risiko, slah satunya ialah
default risk, yaitu
peluang dimana emiten akan mengalami kondisi tidak mampu memenuhi
kewajiban keuangannya (gagal bayar) atau dengan kata lain risiko tidak
terbayarnya bunga dan pokok utang . Menurut Manurung dkk. (2008),
obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah, biasanya mendapatkan
peringkat obligasi investment grade (level A), dikarenakan pemerintah
dianggap akan mampu untuk melunasi kupon dan pokok hutang saat
obligasi jatuh tempo. Namun obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan
(corporate bonds), terdapat default risk, yang bergantung pada kesehatan
keuangan perusahaan emiten. Untuk menghindari risiko tersebut, investor
3
harus memperhatikan beberapa hal, salah satunya adalah peringkat
obligasi perusahaan emiten.
Obligasi harus diperingkatkan terlebih dahulu oleh suatu lembaga
atau agen pemeringkat obligasi (Rating Agency) sebelum ditawarkan.
Agen pemeringkat obligasi tersebut adalah lembaga independen yang
memberikan informasi pemeringkatan skala risiko, dimana salah satunya
adalah sekuritas obligasi sebagai petunjuk sejauh mana keamanan suatu
obligasi bagi investor. Keamanan tersebut ditunjukkan oleh kemampuan
suatu perusahaan dalam membayar kewajiban atau pinjamannya.
Peringkat obligasi merupakan sumber legal insurance bagi investor
dalam mengurangi kemungkinan terjadinya default risk dengan cara
melakukan investasi hanya pada obligasi yang memiliki peringkat tinggi,
seperti peringkat BBB ke atas (Foster, 1986: 501) dalam Anna
Purwaningsih (2008).
Rating merupakan salah satu variabel yang diperhatikan oleh
investor ketika memutuskan untuk melakukan investasi pada suatu
perusahaan. Informasi yang terkandung dalam rating akan menunjukkan
sejauh mana kemampuan suatu perusahaan untuk membayar kewajibannya
atas dana yang diinvestasikan oleh investor. Perusahaan yang memiliki
rating yang tinggi, biasanya lebih disukai oleh investor dibandingkan
dengan perusahaan yang perusahaan yang memiliki rating yang sangat
rendah. Oleh sebab itu, agar obligasi suatu perusahaan yang memiliki
rating yang cukup rendah dapat dijual di pasar, maka biasaya investor akan
4
menentut suatu premi yang lebih tinggi, sebagai suatu kompensasi atas
resiko yang ditanggung oleh investor (Manurung dkk, 2008).
Peringkat obligasi diberikan oleh agen pemeringkat yang
independen, obyektif, dan dapat dipercaya. Investor dapat menilai tingkat
keamanan suatu obligasi dan kredibilitas obligasi berdasar informasi yang
diperoleh dari agen pemeringkat. Agen pemeringkat yang terbesar dan
terkenal di dunia adalah Moody‟s dan Standard & Poor‟s. Sedangkan di
Indonesia terdapat agen pemeringkat sekuritas hutang yaitu PT. PEFINDO
(Pemeringkat Efek Indonesia). Pemeringkatan rating tersebut dilakukan
untuk memperkirakan kemampuan dari penerbit obligasi untuk membayar
bunga dan pokok utang berdasarkan analisis keuangan dan kemampuan
membayar kredit. Semakin tinggi tingkat rating, maka hal tersebut
menunjukkan tingginya kemampuan penerbit obligasi untuk membayar
utangnya (Manurung dkk, 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi agen
pemeringkat dalam melakukan pemeringkatan obligasi, salah satunya
adalah dengan rasio keuangan.
Namun, beberapa literatur menyatakan pemeringkatan obligasi
yang dilakukan oleh agen pemeringkatan obligasi yang dilakukan oleh
agen pemeringkat tidak selalu akurat. Menurut Chan dan Jegadeesh (1999
dalam Sari 2004: 3 dalam Amrullah 2008), salah satu alasan mengapa
pemeringkat obligasi yang dikeluarkan oleh agen pemeringkat tersebut
bias karena agen Moody‟s dan S&P‟s tidak melakukan monitor terhadap
kinerja perusahaan dari hari ke hari. Sedangkan menurut Kerwer (1999
5
dalam Sari 2003: 3 dalam Amrullah), setelah proses penetapan peringkat
yang dilakukan oleh agen dan ternyata hasilnya tersebut tidak disetujui
oleh pihak eksekutif perusahaan, maka pihak eksekutif perusahaan
tersebut menyediakan informasi tambahan untuk dapat meminta agen agar
merevisi kembali keputusan pemeringkatan semula.
Beberapa pernyataan tersebut di atas memunculkan pertanyaan
apakah pemeringkatan obligasi yang dilakukan oleh agen pemeringkatan
obligasi di Indonesia sudah tepat dan akurat. Menurut Bringham dan
Davies (2002 dalam Purnomo 2003: 2 dalam Amrullah, 2007) agen
pemeringkat dalam menentukan pemeringkat suatu obligasi dipengaruhi
oleh beberapa kriteria diantaranya berbagai rasio keuangan, mortgage
provision, sinkin fund, maturity. Agen pemeringkatan tidak menyebutkan
lebih lanjut bagaimana laporan keuangan dapat digunakan dalam
menentukan peringkat obligasi. Hal ini yang memotivasi peneliti untuk
melakukan penelitian mengenai pemeringkatan obligasi dan sukuk dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan yang didasarkan pada laporan
keuangan perusahaan, dengan anggapan bahwa laporan keuangan
perusahaan lebih menggambarkan kondisi perusahaan. Analisis laporan
keuangan yang berupa analisa rasio keuangan dan perhitungan statistik
dapat dipergunakan untuk mendeteksi under or overvalued suatu sekuritas
(Kaplan dan Urwitz, 1979 dalam Purnomo 2003: 3 dalam Amrullah,
2007).
6
Terdapat
beberapa
penelitian
mengenai
kemampuan
rasio
keuangan dalam memprediksi peringkat obligasi. Diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh
Sari (2004), Aryanindita (2005), hasilnya
menunjukkan signifikan menggunakan MDA dengan tingkat ketepatan
sebesar 80%. Amrullah (2007), hasil penelitian dengan menggunakan uji
Independent Sample t Test menunjukan dari kelima rasio keuangan, kelima
rasio keuangan tersebut berbeda secara signifikan antara perusahaan yang
peringkatnya masuk invesment grade dan non-invesment grade. MDA
(Multiple Diskriminan Analysis) secara statistik menunjukan bukti bahwa
rasio keuangan yang diajukan yaitu: leverage dengan proxy Long Term
Liabilities/ Total Asset, likuiditas (Current Asset/ Current Liabilities),
solvabilitas (Cash Flow from Operating/ Total Liabilities), profitailitas
(Operating Income/ Sales), dan produktivitas (Sales/ Total Asset). Dari
kelima rasio keuangan tersebut 4 diantaranya, yaitu leverage, solvabilitas,
profitailitas, dan produktivitas mempunyai kemampuan dalam membentuk
model prediksi peringkat obligasi. Model prediksi yang terbentuk
mempunyai tingkat ketepatan mencapai 96,2 % dalam memprediksi
peringkat obligasi.
Purwaningsih (2008) menganalisis sebanyak 9 rasio keuangan
dalam memprediksi peringakat obligasi dengan menggunakan analisis
faktor dan regresi backward. Analisis faktor digunakan untuk mencari
rasio terbaik untuk memprediksi peringkat obligasi. Sedangkan regresi
backward untuk mengetahui rasio keuangan apa saja yang dapat
7
digunakan untuk memprediksi peringakat obligasi. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa rasio CACL merupakan rasio keuangan terbaik
untuk memprediksi peringkat obligasi. Sedangkan rasio yang dapat
digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi ialah rasio LTLTA,
NWTA, CFOTL dan SFA.
Rodoni et al. (2009) menguji sebanyak 18 rasio keuangan untuk
memprediksi kemungkinan terjadinya obligasi default. Penelitiannya
menyimpulkan bahwa berdasarkan hasiluji beda Independent Sample Ttest dan Mann-Whitney, hanya 7 rasio saja yang dapat membedakan secara
signifikan antara obligasi yang default dan yang non-default. Daya
ketepatan prediksi klasifikasi secara keseluruhan sebesar 88,5%.
Dari uraian di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian yang
sama, yaitu mengenai kemampuan rasio keuangan dalam memprediksi
peringkat obligasi. Beberapa rasio yang umum digunakan dalam penelitian
ialah rasio leverage, likuiditas, aktivitas dan profitabilitas.
Likuiditas menunjukkan sejauh mana kemempuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Burton et al (2000) dalam
Magreta & Nurmayanti (2009) menyatakan bahwa tingkat likuiditas yang
tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan sehingga
secara keuangan akan mempengaruhi prediksi peringkat obligasi.
Penelitian Raharja dan Sari (2008) menyatakan bahwa rasio CACL dan
CAICL secara signifikan dapat membedakan antara perusahaan yang
obligasinya masuk invetment grade dengan yang non-investment grade.
8
Rasio leverage menunjukkan proporsi penggunaan hutang untuk
membiayai investasi terhadap modal sendiri (baik itu ekuitas maupun
aktiva). Semakin rendah leverage perusahaan semakin baik peringkat
perusahaan tersebut (Burton, Adam & Hardwick, 1998) dalam Raharja &
Sari (2008). Kasmir dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan (2009)
leverage dapat diukur dengan rasio LTDTE, TLTA, TLTE.
Rasio aktivitas merupakan rasio yang menggambarkan aktivitas
yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam
kegiatan penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya. (Harahap, 2007:308).
Rasio aktivitas dalam penelitian ini diproxykan dengan rasio STA dan
SFA. Penelitian Raharja & Sari (2008) dan Rodoni et al (2009) kedua
rasio tersebut dapat membedakan secara signifikan antara perusahaan yang
termasuk dalam investment grade dan non-investment grade. Selain itu,
hasil kedua penelitian tersebut juga menyatakan bahwa rasio STA secara
signifikan mampu untuk memprediksi peringkat obligasi.
Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam mendapatkan laba. Apabila laba perusahaan tinggi,
maka akan memberikan peringkat yang naik pula Magreta dan Nurmayati
(2009). Menurut penalitian Meythi (2005) dalam Purwaningsih (2008),
rasio ROA atau NIAT merupakan rasio terbaik untuk untuk menjelaskan
pertumbuhan laba.
Penelitian ini hendak mereplikasi penelitian Purwaningsih (2008),
namun terdapat beberapa perbedaan dari penelitian tersebut. Pertama,
9
sampel dalam penelitian Purwaningsih hanya pada obligasi perusahaan
manufaktur, sedangkan penelitian ini menggunakan sample obligasi
perusahaan yang listed di BEI kecuali perusahaan sektor keuangan (bank,
finance atau asuransi). Kedua, penelitian Purwaningsih menggunakan
analisis faktor dan regresi backward, sedangkan dalam penelitian ini
menggunakan analisis faktor dan regresi logistik binary. Selain itu,
penelitian ini juga mencoba mengembangkan penelitian Purwaningsih
dengan menambahkan uji beda untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan rasio keuangan antara perusahaan yang obligasinya masuk
investment grade dengan yang masuk non-investment grade. Dengan
demikian judul dalam penelitian ini adalah “Analisis Faktor Dalam
Memprediksi Peringkat Obligasi”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dipaparkan diatas, dapat dirumuskan
permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan berupa rasio
keuangan (CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan
NITA) antara perusahaan yang obligasinya masuk investment
grade (AAA, AA, A, dan BBB) dengan perusahaan yang obligasi
masuk non-investmen grade (BB, B, CCC, dan D).
10
2.
Apakah variabel rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA,
TLTE, SFA dan NITA mampu membentuk faktor
yang dapat
memprediksi peringkat obligasi.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskin di atas, tujuan
yang ingin dicapai oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah:
1.
Untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan rasio CACL,
CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA perusahaan
yang obligasinya masuk investmen grade dan yang masuk noninvestment grade.
2.
Untuk menganalisis apakah rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE,
TLTA, TLTE, SFA dan NITA mampu membentuk faktor yang
dapat memprediksi peringkat obligasi.
D. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat dari penelitian ini diantaranya:
a. Bagi Peneliti / Akademisi
Diharapkan penelitian dapat menjadi referansi dan memberikan
landasan pijak untuk penelitian selanjutnya.
b. Bagi Perusahaan
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan mengenai
faktor-faktor
keuangan
(khususnya
rasio
keuangan)
yang
11
berpotensi mempengaruhi peringkat obligasi yang dijualnya di
pasar modal.
c. Bagi Investor dan calon investor
Hasil analisis ini dapat menjadi masukan untuk pengambil
keputusan dalam melakukan investasi di obligasi sehubungan
dengan peringkat dari obligasi itu sendiri dalam rangka
menghindari default risk.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pasar Modal
Pasar modal adalah pasar keuangan untuk dana-dana jangka
panjang. Dana jangka panjang adalah dana yang jatuh temponya lebih dari
satu tahun.dalam arti sempit pasar modal adalah sutu tempat yang
terorganisir di mana efek-efek diperdagangkan yang disebut bursa efek.
Bursa efek atau stock exchange adalah suatu sistem yang terorganisisr
yang mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan secara
langsung maupun dengan melalui wakil-wakilnya. (Astuti, 2004:48)
Pasar modal dalam arti luas adalah keseluruhan sistem keuangan
yang terorganisasi termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di
bidang keuangan serta surat-surat berjangka panjang dan pendek
(Sjahria..l, 2006:15). Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk
berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan,
baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. (Darmadji & Hendi,
2001:1). Pasar modal (capital market) adalah lembaga keuangan bukan
bank yang mempunyai kegiatan berupa penawaran dan perdagangan efek.
Selain itu, pasar modal juga memberikan lembaga profesi yang berkaitan
dengan transaksi jual beli efek dan perusahaan publik yang berkaitan
dengan efek. Dengan demikian, pasar modal dikenal sebagai tempat
13
13
bertemunya penjual dan pembeli modal/dana (Arthesa & Handiman,
2006:215).
Pasar modal berbeda dengan pasar uang, di mana perbedaannya
terletak pada jangka waktu atau jatuh tempo produknya. Pasar uang
dikenal sebagai pasar yang menyediakan sarana peminjaman dana dalam
jangka pendek (jatuh tempo kurang atau sama dengan satu tahun),
sedangkan pasar modal mempunyai jangka waktu panjang atau lebih dari
satu tahun (Arthesa & Handiman, 2006:215).
Pasar
modal
adalah
pasar
dalam
artian
abstrak
yang
mempertemukan pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak
yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang. Dengan
demikian di satu pihak merupakan salah satu alternatif sumber
pembelanjaan bagi perusahaan yang membutuhkan dana jangka panjang
atau jangka menengah, di pihak lain pasar modal sebagai alternatif
investasi smasyarakat (individu maupun lembaga) yang mempunyai
kelebihan dana. Melalui mekanisme kegiatan pasar modal dapat
diharapkan dana yang ada di masyarakat dapat disalurkan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif yang dilaksanakan
oleh dunia usaha. (Siamat, 2001:249).

Lembaga Penunjang Pasar Modal
Lembaga penunjang pasar modal dapat dipisahkan antara
lembaga yang menyediakan jasanya pada pasar perdana / Primary
14
Market dan lembaga penunjang yang memberikan jasanya kepada
pasar sekunder / Secondary Market. (Astuti, 2004:48).
Pasar perdana atau pasar primer adalah penawaran langsung
sekuritas dari emiten atau peminta dana kepada pemodal atau
penyedia dana tanpa melalui bursa efek. Harga efek yang ditawarkan
ke pasar perdana disebut harga perdana. Masa penawaran efek pada
pasar perdana ini ada jangka waktunya. Setelah selesai masa waktu
penawaran, maka efek tersebut dicatatkan di bursa efek. Begitu efek
tersebut sudah dicatatkan di bursa efek maka efek tersebut secara terus
menerus diperdagangkan di bursa efek. Transaksi jual beli efek di
bursa efek ini disebut pasar sekunder atau secondari market dan harga
jualnya ditentukan oleh kekuatan demand and supply masing-masing
efek yang ada di pasar sekunder.
Dengan demikian, pasar modal ialah suatu tempat atau sistem
di mana orang dapat membeli maupun menjual efek (sekuritas) baik
itu dalam bentuk utang maupun modal saham. Dan juga tempat
dimana kebutuhan perusahaan akan dana dapat terpenuhi.
B. Obligasi
1. Pengertian Obligasi
Bursa Efek Indonesia (2010) mengartikan obligasi sebagai
surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan
yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar
15
imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang
pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi
tersebut. Jadi surat obligasi merupakan selembar kertas yang
menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut memberikan pinjaman
kepada perusahaan yang menerbitkan surat obligasi.
Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi
kontrak antara pemberi pinjaman (investor) dengan yang di beri
pinjaman (issuer) atau pihak yang disebut emiten. Jadi surat obligasi
merupakan selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas
tersebut memberikan pinjaman kepada perusahaan yang menerbitkan
surat oblogasi (Karim Amrullah, 2007).
Bond atau obligasi adalah suatu kontrak jangka panjang, dimana
peminjam dana setuju untuk membayar bunga dan pokok pinjaman,
pada tanggal tertentu, kepada pemegang obligasi (Rodoni & Ali,
2010).
Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh emiten
9dapat
berupa
badan
hukum/perusahaan/pemerintah)
yang
memerlukan dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi
mereka.secara umum dapat juga diartikan obligasi adalah surat utang
jangka panjang yang diterbitkan oleh suatu lembaga, dengan nilai
nominal (nilai pari/par value) dan waktu jatuh tempo tertentu. Penerbit
obligasi bisa perusahaan swasta, BUMN atau pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu jenis obligasi yang
16
diperdagangkan di pasar modal kita saat ini adalah obligasi kupan
(coupon bond) dengan tingkat bunga tetap (fixed) selama masa berlaku
obligasi (Huda & Nasution, 2008:83).
Empat ketentuan yang menjadi daya tarik obligasi, (PT BEJ,
1996 dalam Nurkhasanah 2003: 9):
a. Emiten membayar bunga dalam jumlah tertentu yang dibayar
secara reguler
b. Emiten akan membayar kembali pinjaman tersebut dengan
tepat waktu.
c. Obligasi mempunyai jatuh tempo yang telah ditentukan ketika
obligasi habis
masanya dan pinjaman harus dibayar penuh
pada nilai normal.
d. Tingkat
bunga
kompetitif,
dapat
dibandingkan
dengan
keuntungan yang didapat investor dari tempat lain.
2. Karakteristik Obligasi
Rahardjo (2004:8) Adapun karakteristik umum yang tercantum
pada sebuah obligasi hampir mirip dengan karakteristik pinjaman
utang pada umumnya yaitu meliputi:
a. Nilai Penerbitan Obligasi (jumalh pinjaman dana)
Dalam penerbitan obligasi pihak emiten akan dengan jelas
menyatakan berapa jumlah dana yang dibutuhkan melalui
penjualan obligasi. Istilah yang ada yaitu dikenal dengan “jumlah
emisi obligasi”. Apabila perusahaan membutuhkan dana Rp 400
17
Milyar maka dengan jumlah yang sama akan diterbitkan obligasi
senilai dana tersebut. Penentuan besar kecilnya jumlah penerbitan
obligasi berdasarkan kemampuan aliran kas perusahaan serta
kinerja bisnisnya.
b. Jangka Waktu Obligasi
Setiap obligasi mempunyai jangka waktu jatuh tempo
(maturity). Masa jatuh tempo obligasi kebanyakan berjangka waktu
5 tahun. Untuk obligasi pemerintah bisa berjangka waktu lebih dari
5 tahun sampai 10 tahun. Semakin pendek jangka waktu obligasi
maka akan semakin diminati oleh investor karena dianggap
risikonya semakin kecil. Pada saat jatuh tempo pihak penerbit
obligasi berkewajiban melunasi pembayaran pokok obligasi
tersebut.
c. Tingkat Suku Bunga
Untuk menarik investor membeli obligasi tersebut maka
diberikan intensif berbentuk tingkat suku bunga yang menarik
misalnya 17%, 18% per tahunnya. Penentuan tingkat suku bunga
biasanya ditentukan dengan membandingkan tingkat suku bunga
perbankan pada umumnya. Istilah tingkat suku bunga obligasi
biasanya dikenal dengan nama kupon obligasi. Jenis kupon bisa
berbentuk fixed rate dan variable rate untuk alternatif pilihan bagi
investor. Ukuran terhadap tingkat suku bunga sangat dipengaruhi
oleh tingkat risikonya. Obligasi dengan tingkat risiko yang lebih
18
tinggi, tentunya akan menawarkan tentunya akan menawarkan
tingkat suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi
yang memiliki risiko yang lebih rendah. Hal ini biasanya dapat
dianalisis berdasarkan peringkat obligasi yang dikeluarkan oleh
sebuah perusahaan independen yang di Indonesia dikenal dengan
nama PEFINDO (Huda & Nasution, 2008:39).
d. Jadwal Pembayaran Suku Bunga
Kegiatan pembayaran kuponn(tingkat suku bunga obligasi)
dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan sebellumnya, bisa
dilakukan
triwulanan,
atau
semesteran.
Ketepatan
waktu
pembayaran kupon merupakan aspek penting dalam menjaga
reputasi penerbit obligasi.
e. Jaminan
Obligasi yang memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan
akan lebih mempunyai daya tarik bagi calon pembeli obligasi
tersebut.
Di dalam
penerbitan obligasi
sendiri
kewajiban
penyediaan tidak harus mutlak. Apabila memberikan jaminan
berbentuk aset perusahaan ataupun tagihan piutang perusahaan
dapat menjadi alternatif yang menarik investor.
3. Klasifikasi Obligasi
Berdasarkan penerbitnya, obligasi diklasifikasi menjadi
empat jenis utama. Menurut (Rodoni & Ali, 2010):
19
a.
Obligasi pemerintah federal (Treasure Bonds)
Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah federal. Dimana
obligasi ini tidak memiliki risiko gagal bayar. Tetapi, harga
obligasi pemerintah mengalami penurunan jika tingkat suku
bunga menungkat, sehingga dapat dikatakan obligasi ini tidak
benar-benar bebasa dari segala risiko.
b.
Obligasi perusahaan (Corporate Bonds)
Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, tidak seperti
obligasi pemerintah, obligasi perusahaan memiliki risiko gagal
bayar. Risiko gagal bayar disebut sebagai risiko kredit. Semakin
tinggi risiko gagal bayar atau kredit suatu obligasi semakin
tinggi pula tingkat bunga yang harus dibayar oleh perusahaan
yang menerbitkannya.
c.
Obligasi pemerintah daerah (Municipal Bonds)
Obligasi yang diterbitkan olehpemerintah negara bagian
atau pemerintah lokal. Obligasi ini memiliki risiko gagal bayar.
Tetapi obligasi ini menawarkan satu keunggulan utama
dibandingkan dengan jenis-jenis obligasi lainnya, yaitu bahwa
bunga yang diperoleh atas kebanyaka obligasi pemerintah
daerah bersifat bebas pajak.
d.
Obligasi luar negeri (Foreign Bonds)
Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah luar negeri atau
perusahaan asing dan memiliki risiko gagal bayar. Risiko
20
tambahan muncul jika obligasi tersebut adalah dalam mata uang
selain mata uang dari negara investor.
Obligasi Berdasarkan Masa Jatuh Temponya, terbagi
menjadi:
a. Obligasi Berjangka (Term Bond)
Obligasi berjangka yaitu obligasi yang memiliki satu
tanggal jatuh tempo yang cukup panjang.
b. Obligasi Serial (Serial Bond)
Obligasi serial yaitu obligasi yang memiliki serangkaian
tanggal jatuh tempo.
Obligasi Berdasarkan Kupon Pembayaran, terbagi menjadi:
a. Obligasi Diskon (Discount Bond)
Obligasi diskon yaitu obligasi yang diperdagangkan dengan
harga pasar lebih rendah dari nilai par dan memberi kupon yang
lebih rendah dari obligasi keluaran baru.
b. Obligasi Premium (Premium Bond)
Obligasi premium yaitu obligasi dengan harga pasar lebih
tinggi dari nilai par dan memberi kupon yang lebih tinggi dari
obligasi keluaran baru.
Obligasi Berdasarkan Call Feature, terbagi menjadi:
a. Freely Callable
Freely callable artinya penerbit obligasi dapat menariknya
tiap waktu sebelum jatuh tempo. Jenis obligasi ini memberikan
21
keuntungan kepada issuer bila dikaitkan dengan suku bunga. Jika
suku bunga obligasi jauh lebih tinggi dari suku bunga pinjaman,
maka issuer akan membeli kembali obligasi dana pinjaman. Dan
pemegang obligasi tidak dapat menolak pembelian kembali
tersebut.
b. Non Callable
Non callable artinya penerbit tidak dapat menariknya
sebelum jatuh tempo, kecuali issuer melalui mekanisme pasar.
c. Deferred Call
Deferred call artinya penerbit obligasi dapat menariknya
hanya setelah jangka waktu tertentu (umumnya 5 samapai 10
tahun). Deferred Call merupakan kombinasi antara Freely
callable bond dan Noncallable bond.
Obligasi Berdasarkan Jenis Jaminan (collateral) yang
Mendukung
a. Secured Bond
Secured bond yaitu obligasi yang sepenuhnya terjamin
karena didukung oleh tuntutan atau hak legal atas kekayaan
tertentu milik penerbit obligasi, seperti: (i) Obligasi hipotik
(mortgage bond), obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan
dengan menggunakan jaminan suatu aktiva riil, misalnya yang
dijamin oleh real estate; (ii) Sertifikat trust peralatan (equipment
trust certificate), jaminan peralatan, misal: perusahaan kereta api.
22
b. Unsecured Bond
Unsecured bond yakni obligasi yang hanya dijamin dengan
janji penerbit untuk membayar bunga dan prinsipal berdasarkan:

Tanda Hutang (debenture), yaitu tuntutan atau hak atas
penghasilan penerbit setelah hak dari obligasi lain;

Obligasi Penghasilan (income bond), yaitu hutang yang
bunganya dibayar hanya setelah penghasilan penerbit
mencapai jumlah tertentu.
Obligasi Berdasarkan Pemegangnya, terbagi menjadi:
a. Obligasi Atas Nama (Register Bond)
Obligasi ini merupakan obligasi yang dikeluarkan kepada
pemilik tertentu, dan nama dari pemegang obligasi secara formal
terdaftar pada penerbit dan bunga dibayar otomatis kepada
pemilik.
b. Obligasi Atas Unjuk (Bearer Bond)
Obligasi yang ini merupakan obligasi yang pemeganganya
dianggap sebagai pemilik obligasi tersebut, dan penerbit tidak
mendaftar nama pemilik dan bunga dibayar berdasarkan kupon.
Obligasi Berdasarkan Sistem Pembayaran Bunga, terbagi
menjadi:
a. Coupon Bond
Coupon Bond yaitu obligasi yang bunganya dibayarkan
secara periodik, ada yang setiap triwulan, semesteran, atau
23
tahunan. Pada surat berharga obligasi yang diterima oleh investor
terdapat bagian yang dapat dirobek untuk mengambil bunga dari
obligasi tersebut yang disebut kupon obligasi.
b. Zero Coupon Bond
Zero Coupon Bond merupakan obligasi yang tidak
mempunyai kupon, sehingga investor tidak menerima bunga
secara periodik. Namun bunga langsung dibayarkan sekaligus
pada saat pembelian.
Obligasi Berdasarkan Tingkat Bunga, terbagi menjadi:
a. Obligasi dengan Bunga Tetap (Fixed Rate Bond)
Obligasi dimana bunga pada obligasi tersebut ditetapkan
pada awal penjualan obligasi dan tidak berubah sampai masa
jatuh tempo.
b. Obligasi dengan Bunga Mengambang (Floating Rate Bond)
Obligasi dimana bunga pada obligasi ini ditetapkan pada
waktu pertama kali untuk kupon pertama, sedangkan pada waktu
jatuh tempo kupon pertama maka ditentukan tingkat bunga untuk
kupon berikutnya, demikian pula seterusnya.
c. Obligasi dengan Bunga Campuran (Mixed Rate Bond)
Obligasi dengan bunga campuran yaitu obligasi yang
merupakan gabungan dari obligasi dengan bunga tetap dan
dengan bunga mangambang. Bunga tetap ini ditetapkan untuk
24
periode tertentu biasanya pada periode awal dan selanjutnya
bunganya mengambang.
Obligasi berdasarkan Hak penukaran/Opsi, terbagi menjadi
(Arthesa & Handiman, 2006:227):
a. Convertible Bonds
Obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi
untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke dalam sejumlah
saham milik penerbitnya.
b. Exchangable Bond
Obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi
untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah saham
perusahaan afiliasi milik penerbitnya.
c. Callable Bonds
Obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk
membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur
obligasi tersebut.
d. Putable Bonds
Obligasi yang memberikan hak kepada investor yang
mengharuskan emiten membeli kembali obligasipada harga
tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.
4. Risiko Investasi Obligasi
Dalam setiap investasi untuk mendapatkan keuntungan selalu
muncul potensi adanya risiko kerugian yang akan timbul apabila target
25
keuntungan investasi tersebut tidak sesuai dengan yang direncanakan
dan diinginkan. Seorang investor di pasar saham atau di pasar obligasi
menyadari sepenuhnya potensi risiko yang muncul dari tujuan
investasi yang dilakukannya (Rahardjo, 2004:47).
Berikut ini beberapa risiko yang dihadapi oleh investor dalam
investasi obligasi (Fabozzi,2000: 135) dalam Amrullah (2007), yaitu:
a. Risiko suku bunga atau Risiko tingkat bunga
Pada umumnya harga obligasi bergerak berlawanan arah
terhadap perubahan suku bunga. Apabila suku bunga naik,
harga obligasi akan turun, dan sebaliknya. Bagi investor yang
merencanakan untuk menyimpan obligasi sampai jatuh tempo,
perubahan harga obligasi sebelum maturity tidak menarik
perhatiannya akan tetapi bagi investor yang ingin menjual
obligasi sebelum tanggal jatuh tempo, suatu kenaikan suku
bunga setelah membeli obligasi berarti adanya capital loss yang
direalisasikan. Risiko tersebut disebut interest rate risk atau
disebut juga price risk. Kenaikan tingkat bunga pasar
menyebabkan menurunnya harga obligasi karena sebesar
apapun tingkat bunga pasar mengalami peningkatan, pemegang
obligasi tetap hanya akan menerima tingkat bunga yang sudah
ditetapkan.
26
b. Reinvestment risk (Risiko reinvestasi)
Pendapatan obligasi berasal dari: (a) pembayaran suku
bunga dari coupon; (b) setiap capital gain atau capital loss bila
obligasi itu dicairkan, dijual atau jatuh tempo; (c) bunga yang
diperoleh dari reinvestasi interim cash flow. Agar seorang
investor merealisasikan suatu yield sama dengan yield pada saat
obligasi dibeli, interim cash flow tersebut harus diinvestasikan
pada suku bunga sama dengan yield yang ditentukan pada saat
obligasi dibeli. Risiko bahwa interim cash flow akan
diinvestasikan dengan suku bunga yang lebih rendah dan
investor akan menerima yield yang lebih rendah daripada yield
pada saat obligasi dibeli disebut reinvestment risk.
c. Default risk (Risiko bangkrut atau Risiko kredit)
Risiko kredit, yaitu risiko bahwa emiten akan tidak
mampu memenuhi pembayaran bunga dan pokok hutang, sesuai
dengan kontrak. Obligasi perusahaan mempunyai default risk
yang lebih besar daripada obligasi pemerintah. Tidak bagi
masyarakat umum untuk melihat besar kecilnya risiko ini. Cara
terbaik untuk melihat risiko ini adalah dengan terus memonitor
peringkat yang diberikan oleh perusahaan efek. Di Indonesia
badan tersebut dikenal dengan Pemeringkat Efek Indonesia
(PEFINDO). Obligasi yang paling aman diberi peringkat AAA
27
dan yang paling tidak aman atau paling banyak risikonya diberi
peringkat D.
d. Call Risk (Risiko waktu)
Risiko ini melekat pada callable bonds, yakni obligasi
yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh emitennya dengan harga
yang telah ditetapkan. Risiko waktu terjadi jika: (a) pola aliran
kas emiten tidak pasti; (b) penarikan dilakukan pada saat suku
bunga rendah dan (c) potensi kenaikan harga obligasi lebih
tinggi dari harga call-nya.
e. Risiko Inflasi
Risiko inflasi disebut pula risiko terhadap daya beli.
Risiko
inflasi
merupakan
risiko
bahwa
return
yang
direalisasikan dalam investasi obligasi tidak akan cukup untuk
menutupi kerugian menurunnya daya beli yang disebabkan
inflasi. Bila inflasi meningkat dan tingkat bunga obligasi tetap,
maka terjadi penurunan daya beli yang harus ditanggung
investor.
f. Risiko Kurs Valuta Asing
Orang Indonesia yang membeli obligasi perusahaan di
negara lain dapat mengalami kerugian perbedaan kurs valuta
asing (foreignexcange risk).
28
g. Marketability risk (Risiko likuiditas)
Yakni risiko yang mengacu pada seberapa mudah
investor dapat menjual obligasinya, sedekat mungkin dengan
nilai dari obligasi tersebut. Cara untuk mengukur likuiditas
adalah dengan melihat besarnya spead (selisih) antara harga
permintaan dan harga penawaranya yang dipasang oleh
perantara pedagang efek. Semakin besar spead tersebut, makin
besar risiko likuiditas yang dihadapi.
h. Event risk
Seringkali kemampuan emiten untuk membayar bunga
dan pokok hutang tanpa terduga berubah karena, bencana alam
dan pengambilalihan.
C. Rating Obligasi
Seorang pemodal yang tertarik untuk membeli obligasi tentunya
harus memperhatikan rating obligasi (credit ratings). Credit ratings
merupakan skala resiko dari semua obligasi yang diperdagangkan. Skala
ini menunjukkan seberapa aman suatu obligasi bagi pemodal. Keamanan
ini ditunjukkan dari kemampuannya dalam membayar bunga dan
pelunasan
pokok
pinjaman.
Penentuan
tingkat
skala
tersebut
memperhitungkan beberapa variabel yang mempengaruhi rating obligasi.
Pemodal bisa menggunakan jasa credit rating agency yang memberikan
29
jasa penilaian terhadap obligasi yang beredar untuk mendapatkan
informasi mengenai rating obligasi.
Peringkat obligasi perusahaan diharapkan dapat memberikan
informasi dan petunjuk bagi investor mengenai kualitas investasi terhadap
obligasi yang mereka minati, sehingga dapat memberikan sinyal bagi
investor untuk menentukan pilihannya dalam berinvestasi di obligasi itu
sendiri agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan seperti default risk.
Seperti halnya Standard & Poor’s Rating Service (S&P‟s) dan
Moody’s di Amerika, di Indonesia juga ada lembaga pemeringkat obligasi.
Pemeringkatan obligasi di Indonesia dilakukan oleh dua lembaga, yaitu PT
PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia) dan PT Kasnic Credit Rating.
Namun, PT Kasnic Credit Rating Indonesia sudah tidak lagi melakukan
pemeringkatan terhadap obligasi maupun sukuk. PEFINDO mempublikasi
peringkat obligasi setiap bulan, sedangkan Kasnic tidak. Selain itu,jumlah
perusahaan yang menggunakan jasa pemeringkatan obligasi PEFINDO
jauh lebih banyak dibandingkan yang menggunakan jasa pemeringkatan
Kasnic. PT Kasnic Credit Rating Indonesia telah berganti nama menjadi
Moody‟s Indonesia pada tahun 2007. Moody's beroperasi di Indonesia
sejak Januari 2007
PEFINDO menyediakan dua jenis dasar pemberian peringkat, yaitu
peringkat
perusahaan
dan
peringkat
instrument
utang.
Peringkat
perusahaan, juga disebut Nilai General Obligation (GO) atau Emiten
Rating, adalah suatu penilaian kelayakan kredit secara keseluruhan dari
30
sebuah perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban keuangan. Peringkat
perusahaan tidak dapat secara otomatis diterapkan pada sekuritas utang
tertentu, karena mereka tidak memperhitungkan sifat dan ketentuan
keamanan utang, yang berada dalam proses kepailitan atau likuidasi,
preferensi
perundang-undangan,
atau
legalitas
dan
enforceability
keamanan utang itu sendiri. Selain itu, peringkat perusahaan atau emiten
tinjauan tidak memperhitungkan kelayakan kredit dari penjamin, asuransi,
atau bentuk lain dari peningkatan kredit yang mendukung kualitas kredit
perusahaan. Jenis penilaian ini dapat digunakan oleh perusahaan atau
emiten untuk memberikan penilaian terlihat ukuran kelayakan kredit relatif
terhadap orang lain. Selanjutnya, peringkat perusahaan atau emiten
tinjauan dapat digunakan sebagai alat pemasaran untuk mempromosikan
perusahaan.
Peringkat instrumen utang adalah pendapat mengenai kelayakan
kredit seorang obligor terhadap kewajiban keuangan tertentu, tingkat
tertentu kewajiban keuangan, atau program keuangan tertentu. Ini
didasarkan pada pertimbangan dari penjamin kredit, asuransi, atau bentuk
lain dari peningkatan kredit pada kewajiban. Pendapat ini mengevaluasi
kemampuan dan kemauan obligor untuk memenuhi komitmen keuangan
saat mereka datang jatuh tempo. Jenis penilaian ini dapat membantu
penerbit dalam menentukan struktur utang penerbitan (tingkat bunga,
jangka waktu, peningkatan kredit). Di sisi lain, peringkat instrumen utang
berguna bagi investor untuk membandingkan berbagai penerbit dan
31
masalah utang ketika membuat keputusan investasi dan mengelola
portofolio mereka.
Simbol peringkat yang digunakan PEFINDO sama dengan yang
digunakan oleh S&P‟s, yaitu peringkat tertinggi disimbolkan dengan
AAA, yang menggambarkan risiko obligasi yang terendah. Kesamaan
tersebut ada karena PEFINDO memang berafiliasi dengan S&P‟s,
sehingga
S&P‟s
mendorong
PEFINDO
dalam
hal
metodologi
pemeringkatan, kriteria, maupun proses pemeringkatan. Simbol dan makna
peringkat obligasi yang digunakan PT PEFINDO dapat dilihat pada Tabel
di bawah ini.
Tabel 2.1
Arti Peringkat Obligasi menurut PT.PEFINDO
Peringkat
AAA
AA
A
Arti
Efek hutang dengan peringkat AAA merupakan
Efek Utang dengan peringkat tertinggi dari Pefindo
yang didukung oleh kemampuan Obligor yang
superior relatif dibanding entitas Indonesia lainnya
untuk memenuhi kewajiban finansial jangka
panjang sesuai dengan yang diperjanjikan
Efek utang dengan peringkat AA memiliki kualitas
kredit sedikit di bawah peringkat tertinggi,
didukung oleh kemampuan Obligor yang sangat
kuat untuk memenuhi kewajibn finasial jangka
panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan relatif
dibandingkan dengan entitas Indonesia lainnya
Efek utang dengan peringkat A memiliki dukungan
kemampuan Obligor yang kuat dibandingkan
dengan entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi
kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai
dengan yang diperjanjikan, namun cukup peka
terhadap perubahan yang merugikan
32
Lanjutan Tabel 2.1
Peringkat
Arti
BBB
Efek utang dengan BBB didukung oleh
kemampanan obligor yang memadai relatif
dibandingkan dengan entitas Indonesia lainnya
untuk memenuhi kewajiban finansial, namun
kemampuan tersebut dapat diperlemah oleh
perubahan keadaan bisnis dan perekonomian yang
merugikan
Efek utang dengan peringkat BB menunjukan
dukungan kemampuan Obligor yang agak lemah
relatif dibandingkan dengan entitas lainnya
untukmemenuhi kewajiban finansial jangka
panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, serta
peka terhadap keadaan bisnis dan perekonomian
yang keadaan bisnis dan perekonomian yang tidak
menentu
Efek utang dengan peringkat B menunjukan
parameter perlindungan yang sangat lemah.
Walapun Obligor masih memiliki kemampuan
untuk memenuhi kewajiban finansial jangka
panjangnya, namun adanya perubahan keadaan
bisnis dan perekonomian yang merugikan akan
memperburuk kemampuan obligor utuk memenuhi
kewajiban finansialnya.
Efek utang dengan peringkat CCC menunjukan
Efek hutang yang tidak mampu lagi memenuhi
kewajiban finansialnya, serta hanya tergantung
kepada perbaikan keadaan eksternal.
Efek utang dengan peringkat D menandakan Efek
hutang yang macet. Perusahaan penerbit sudah
berhenti berusaha.
BB
B
CCC
D
Sumber: PEFINDO
1.
Fungsi Rating Obligasi
Foster (1986:501-502) dalam penelitian Purwaningsih (2008)
mengemukakan ada beberapa fungsi peringkat obligasi, yaitu sebagai:
(1)
Sumber informasi atas kemampuan perusahaan, pemerintah
daerah atau pemerintah dalam menaati ketepatan waktu
pembayaran kembali pokok utang dan tingkat bunga yang
33
dipinjam. Superioritas ini muncul dari kemampuan untuk
menganalisis informasi umum atau mengakses informasi
rahasia.
(2) Sumber informasi dengan biaya rendah bagi keluasan informasi
kredit yang terkait dengan cross section antar perusahaan,
pemerintah daerah, dan pemerintah. Biaya yang dibutuhkan
untuk mengumpulkan informasi sejumlah perusahaan swasta,
perusahaan pemerintah daerah, dan perusahaan pemerintah,
sangat mahal. Bagi investor, akan sangat efektif jika ada agen
yang mengumpulkan, memproses, dan meringkas informasi
tersebut dalam suatu format yang dapat diinterpretasikan
dengan mudah (misalnya dalam bentuk skala peringkat).
(3)
Sumber legal insurance untuk pengawas investasi. Membatasi
investasi pada sekuritas utang yang memiliki peringkat tinggi
(misalnya peringkat BBB ke atas).
(4)
Sumber
informasi
tambahan
terhadap
keuangan
dan
representasi manajemen lainnya. Ketika peringkat utang
perusahaan ditetapkan, hal itu merupakan reputasi perusahaan
yang berupa risiko. Peringkat merupakan insentif bagi
perusahaan yang bersangkutan, mengenai kelengkapan dan
ketepatan waktu laporan keuangan dan data lain yang
mendasari penentuan peringkat.
34
(5) Sarana pengawasan terhadap aktivitas manajemen.
(6)
Sarana untuk memfasilitasi kebijakan umum yang melarang
investasi spekulatif oleh institusi seperti bank, perusahaan
asuransi, dan dana pensiun.
2.
Tujuan dan Manfaat Rating Obligasi
Tujuan utama proses rating adalah memberikan informasi
akurat mengenai kinerja keuangan, posisi bisnis industri perseroan
yang menerbitkan surat utang (obligasi) dalam bentuk peringkat
kepada calon investor. (Rahardjo, 2004:100).
Selain itu, manfaat umum dari proses pemeringkatan adalah:
1) Sistem informasi keterbukaan pasar yang transparan yang
menyangkut berbagai produk obligasi akan menciptakan pasar
obligasi yang sehat dan transparan juga.
2) Efisiensi biaya. Hasil rating yang bagus biasanya memberi
keuntungan, yaitu menghindari kewajiban persyaratan keuangan
yang biasanya memberatkan perusahaan seperti penyediaan
singking fund, ataupun jaminan aset.
3) Menentukan besarnya coupon, semakin bagus rating cenderung
semakin rendah nilai kupon begitu pula sebaliknya.
4)
Memberikan informasi yang obyektif dan
independen
menyangkut kemampuan pembayaran utang, tingkat risiko
investasi yang mungkin timbul, serta jenis dan tingkatan utang
tersebut.
35
5) Mampu menggambarkan kondisi pasar obligasi dan kondisi
ekonomi pada umumnya.
Manfaat Rating bagi Investor, beberapa manfaat rating bagi
investor adalah sebagai berikut:
a.
Informasi risiko investasi. Tujuan utama investasi adalah untuk
meminimalkan risiko serta mendapatkanckeuntungan yang
maksimal. Oleh karena itu, dengan adanya „peringkat obligasi”
diharapkan informasi risiko dapat diketahui lebih jelas
posisinya.
b.
Rekomendasi investasi. Investor akan dengan mudah mengambil
keputusan investasi berdasarkan hasil peringkat kinerja emiten
obligasi tersebut. Dengan demikian investor dapat melakukan
stategi
investasi
akan
membeli
atau
menjual
sesuai
perencanaannya.
c.
Perbandingan. Hasil rating akan dijadikan patokan dalam
membandingkan obligasi yang satu dengan yang lain, serta
membandingkan struktur yang lain seperti suku bunga dan
metode penjaminannya.
Manfaat Rating bagi Perusahaan, beberapa manfaat yang
didapat dari emiten diantaranya adalah:
a.
Informasi posisi bisnis. Dengan melakukan rating, pihak
perseroan akan dapat mengetahiu posisi bisnis dan kinerja
usahanya dibandingakn dengan perusahaan sejenis lainnya.
36
b.
Menentukan struktur obligasi. Setelah diketahui keunggulan dan
kelemahan, bisa ditentukan beberapa syarat atau struktur
obligasi yang meliputi tingkat suku bunga, jenis obligasi, jangka
waktu jatuh tempo,
jumlah emisi obligasi serta berbagai
struktur pendukung lainnya.
c.
Mendukung kinerja. Apabila manajemen mendapatkan rating
yang cukup bagus maka kewajiban menyediakan singking fund
atau jaminan kredit bisa dijadikan pilihan pilihan alternatif.
d.
Alat pemasaran. Dengan mendapatkan rating yang bagus, daya
tarik perusahaan di mata investor semakin meningkat. Dengan
demikian, adanya rating bisa membantu sistem pemasaran
obligasi tersebut supaya lebih menarik.
e.
Manjaga kepercayaan investor. Hasil rating yang independen
akan membuat investor merasa aman, sehingga kepercayaan
investor bisa terjaga.
D. Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Dalam pengertian sederhana, laporan keuangan adalah laporan
yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau
dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2009:7).
Yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah suatu proses
dari suatu transaksi yang dimulai dari pencatatan, penggolongan dan
37
yang terakhir adalah interpretasi dari keadaan dan perkembangan
keuangan perusahaan dari waktu ke waktu yang pada dasarnya
laporan keuangan terseut berisi neraca dan laporan laba rugi yang
dilakukan pada akhir periode atau tahun buku yang bersangkutan.
(Savitri, 2010).
Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input
(informasi) yang bisa dipakai untuk mengambil keputusan. Banyak
pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan,
mulai dari investor dan calon investor sampai dengan manajemen
perusahaan itu sendiri. Laporan keuangan akan memberikan informasi
mengenai profitabilitas, risiko, timing aliran kas, yang kesemuanya
akan mempengaruhi harapan pihak-pihak yang berkepentingan.
(Hanafi & Halim, 2009:69).
2. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. (SAK, 2007:3)
dalam Savitri (2010).
(Kasmir, 2009:10) berikut ini beberapa tujuan pembuatan atau
penyusunan laporan keuanga, yaitu:
a. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang
dimiliki perusahaan pada saat ini;
38
b. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan
modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini;
c. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang
diperoleh pada suatu periode tertentu;
d. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu;
e. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi
terhadap aktiva, pasiva dan modal perusahaan;
f. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan
dalam suatu periode;
g. Memberikan
informasitentang
catatan-catatan
atas
laporan
keuangan;
h. Informasi keuangan lainnya.
Statement of Financial Accounting Concept No. 1 Objective of
Financial
Reporting
by
Business
Enterprises
(FASB,
1978)
menjelaskan bahwa tujuan pertama laporan keuangan adalah
menyediakan informasi yang bermanfaat bagi investor, kreditur dan
pemakai lainnya, baik yang sekarang maupun pemakai potensial dalam
pembuatan keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis lainnya
secara rasional. Tujuan kedua adalah menyediakan informasi untuk
membantu investor, kreditur dan pemakai lainnya, baik pemakai saat
ini maupun pemakai potensial dalam menilai jumlah, waktu,
ketidakpastian penerimaan kas dari dividen dan bunga di masa yang
39
akan datang. Tujuan kedua ini mengandung makna bahwa investor
menginginkan informasi tentang return dan risiko atas investasi yang
dilakukan. (Meythi, 2007:1) dalam Savitri (2010).
Laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh perusahaan
pada organisasinya yang berkepentingan pada hakekatnya merupakan
alat komunikasi. Artinya laporan keuangan digunakan untuk
mengkomunikasikan informasi keuangan itu dan bagi mereka yang
berkepentingan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan (Savitri, 2010).
3. Jenis Laporan Keuangan
Kasmir (2009:28) Laporan keuangan yang dibuat oleh
perusahaan terdiri dari beberapa jenis, tergantung dari maksud dan
tujuan pembuatan laporan keuangan tersebut. Dalam prsktiknya,
secara umum ada lima macam jenis laporan keuangan yang biasa
disusun, yaitu:
a)
Neraca
Neraca
(balance
sheet)
merupakan
laporan
yang
menunjukkan posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu.
Arti dari posisi keuangan dimaksudkan adalah posisi jumlah dan
jenis aktiva (harta) dan pasiva (kewajiban dan ekuitas) suatu
perusahaan.
Neraca adalah dokumen dasar dari akun-akun. Secara
tradisional, neraca selalu memiliki bentuk yang terdiri dari dua
40
kolom yang masing-masing berjudul “kewajiban (liabilities)” dan
“Aktiva (asset).” Kata ekuitas (fund) seringkali digunakan secara
bersamaan dengan atau pada tempat “kewajiban”. (Walsh,
2004:12).
b) Laporan Laba rugi
Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan
keuangan yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam
suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini tergambar
jumlah
pendapatan
dan
sumber-sumber
pendapatan
yang
diperoleh.
Laporan laba/rugi adalah laporan yang mengikhtisarkan
pendapatan dan beban perusahaan selama periode akuntansi
tertentu, yang umumnya setiap kuartal atau setiap tahun. Jadi,
laporan laba rugi melaporkan operasi perusahaan selama periode
tertentu, dan untuk tujuan perencanaan dan pengendalian. (Astuti,
2004:17).
c)
Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi
jumlah dan jenis modal yang dimiliki pada saat ini. Kemudian,
laporan ini juga menjelaskan perubahan modal dan sebab-sebab
terjadinya perubahan modal diperusahaan. Laporan perubahan
modal jarang dibuat bila tidak terjadi perubahan modal. artinya
laporan ini baru dibuat bila memang ada perubahan modal.
41
d) Laporan Arus Kas
Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukkan
semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan, baik
yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap kas.
Laporan arus kas harus disusun berdasarkan konsep kas selama
periode laporan. Laporan kas terdiri arus kas masuk (cash in) dan
arus kkas keluar (cash out) selama periode tertentu. Kas masuk
terdiri atas uang yang masuk ke perusahaan seperti hasil
penjualan atau penerimaan lainnya, sedangkan kas keluar
merupakan
sejumlah
pengeluarannya,
jumlah
seperti
pengeluaran
pembayaran
dan
biaya
jenis-jenis
operasional
perusahaan.
e)
Laporan Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan catatan atas laporan keuangan merupakan laporan
yang memberikan informasi apabila ada laporan keuangan
memerlukan
penjelasan
tertentu.
Artinya
terkadang
ada
komponen atau nilai dalam laporan keuangan yang perlu diberi
penjelasan terlebih dulu sehingga jelas. Hal ini perlu dilakukan
agar pihak-pihak yang berkepentingan tidak salah dalam
menafsirkannya.
42
E. Analisis Laporan Keuangan
1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan terdiri dari dua kata yaitu analisis
dan laporan keuangan. Untuk menjelaskan pengertian kata ini, kita
dapat menjelaskannya dari arti masing-masing kata. Kata analisis
adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu untuk menjadi berbagai
unit terkecil. Sedangkan laporan keuangan adalah Neraca, Laba/Rugi,
dan Arus Kas (Dana) jika dua pengertian tersebut digabungkan, maka
akan menjadi:
“menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi
yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat
signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang
lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif
dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam
yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang
tepat” (Harahap, 2007:190).
2. Tujuan dan Manfaat
(Kasmir, 2009:68) ada beberapa tujuan dan manfaat bagi
berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan. Secara
umum dikatakan bahwa tujuan dan manfaat analisis laporan keuangan
adalah:
a. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu
periode tertentu, baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil
usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode;
b. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi
kekurangan perusahaan;
43
c. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki;
d. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikanapa saja yang perlu
dilakukan ke depan yang berkaitan dengan posisi keuangan
perusahaan saat ini;
e. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah
perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau
gagal;
f. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan
sejenistentang hasil yang mereka capai.
Fahmi (2011:109) manfaat yang bisa diambil dengan
dipergunakannya rasio keuangan, yaitu:
a. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan
sebagai alat menilai kinerja dan prestasi perusahaan.
b. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen
sebagai rujukan untuk membuat perencanaan.
c. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk
mengevaluasi kondisi suatu perusahaan dari prospektif keuangan.
d. Analisis rasio keuangan juga bermanfaat bagi para kreditor dapat
digunakan untuk memperkirakan potensi risiko yang akan
dihadapi dikaitkan dengan adanya jaminan kelangsungan
pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjaman.
e. Analsis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi
pihak stakeholder organisasi.
44
3. Bentuk-bentuk dan Teknik
Untuk melakukan analisis laporan keuangan diperlukan metode
dan teknik analisis yang tepat. Tujuan penentuan metode dan teknik
analisis yang tepat adalah agar laporan keuangan tersebut dapat
memberikan hasil yang maksimal. Selain itu, para pengguna hasil
analisis tersebut dapat dengan mudah untuk menginterpretasikannya
(Kasmir, 2009:68).
Kasmir (2009:69) dalam praktiknya, terdapat dua macam
metode analisis laporan keuangan yang bisa dipakai, yaitu sebagai
berikut.
a)
Analisis Vertikal (Statis)
Analisis vertikal merupakan analisis yang dilakukan
terhadap hanya satu periode laporan keuangan saja. Analisis
dilakukan antara pos-pos yang ada, dalam satu periode. Informasi
yang diperoleh hanya untuk satu periode saja dan tidak diketahui
perkembangan dari periode ke periode.
b) Analisis Horizontal (Dinamis)
Analisis horizontal merupakan analisis yang dilakukan
dengan membandingkan laporan keuangan untuk beberapa
periode. Dari hasil analisis ini dapat terlihat perkembangan
perusahaan dari periodeyang satu ke periode yang lain.
Kemudian, di samping metode yang digunakan untuk
menganalisis laporan keuangan, terdapat beberapa jenis-jenis teknik
45
analisis laporan keuangan yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
a)
Analisis perbandingan antara laporan keuangan
Analisis yang dilakukan dengan membandingkan laporan
keuangan lebih dari satu periode, minimal dua periode atau lebih.
Dari analisis ini akan diketahui perubahan-perubahan yang
terjadi.
b) Analisis trend
Analisis laporan keuangan yang biasanya dinyatakan dalam
persentase tertentu. Analisis ini dilakukan dari periode ke periode
sehingga akan terlihat apakah perusahaan mengalami perubahan
yaitu naik, turun, atau tetap, serta seberapa besar perubahan
tersebut yang dihitung dalam persentase.
c)
Analisis persentase per komponen
Analisis yang dilakukan untuk membandingkan antara
komponen yang ada dalam suatu laporan keuangan, baik yang ada
di neraca maupun laporan laba rugi.
d) Analisis sumber dan penggunaan dana
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui sumber-sumber
dana perusahaan dan penggunaan dana dalam satu periode.
e)
Analisis sumber dan penggunaan kas
Analisis yang digunakan untuk mengetahui sumber-sumber
kas perusahaan dan penggunaan uang kas dalam satu periode.
46
f)
Analisis rasio
Analisis yang digunakan untuk mengetahhui hubungan pospos yang ada dalam satu laporan keuangan atau pos-pos antara
laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi.
g) Analisis kredit
Analisis yang digunakan untuk menilai layak tidaknya
suatu kredit dikucurkan oleh lembaga keuangan sperti bank.
h) Analisis laba kotor
Analisis yang digunakan untuk mengetahui jumlah laba
kotor dari periode ke satu periode.
i)
Analisis titik pulang pokok atau titik impas (break event point)
Tujuan analisis ini untuk mengetahui pada kondisi berapa
penjualan produk dilakukan dan perusahaan tidak mengalami
kerugian. Kegunaan analisis ini adalah untuk menentukan jumlah
keuntungan pada berbagai tingkat penjualan.
F. Analisis Rasio Keuangan
1. Pengertian Rasio Keuangan
Rasio dalam analisa laporan keuangan adalah suatu angka yang
menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya
dalam laporan keuangan.
Pengertian rasio keuangan menurut James C Van Horne
merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan
47
diperoleh denngan membagi satu angka dengan angka lainnya. Rasio
keuangan digunakan untuk menngevaluasi kondisi keuangan dan
kinerja perusahaan. Dari hasil rasio keuangan ini akan terlihat kondisi
kesehatan perusahaan yang bersangkutan.
Rasio keuangan merupakan kegiatan membagikan angka-angka
yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka
dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu
komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau
antarkomponen yang ada di antara laporan keuangan. Kemudian
anngka yang dibandingkan dapat berupa angka-angka dalam satu
periode maupun beberapa periode (Kasmir, 2009:104).
Analisis rasio sangat bermanfaat untuk perencanaan dan
pengevaluasian prestasi atau kinerja (performance) bagi perusahannya
bila dibandingkan dengan rata-rata industri, sedangkan bagi para
kreditor analisis rasio dapat digunakan untuk memperkirakan potensi
resiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya jaminan
kelangsungan
pembayaran
bunga
dan
pengembalian
pokok
pinjamannya. Analisis rasio juga bermanfaat bagi para investor dalam
mengevaluasi nilai saham dan adanya jaminan atas keamanan dana
yang akan ditanamkan pada suatu perusahaan. Dengan demikian
analisis laporan keuangan dapat diterapkan dalam setiap model
analisis, baik yang dipergunakan oleh manajemen untuk pengambilan
keputusan jangka pendek maupun jangka panjang, peningkatan
48
efisiensi dan efektivitas operasi, serta untuk mengevaluasi dan
meningkatkan kinerja. Selain itu juga dapat diterapkan bagi model
analisis yang digunakan oleh para bankir dalam membuat keputusan
memberi atau menolak kredit, maupun model yang dipergunakan oleh
para investor dalam rangka pengambilan keputusan investasi pada
sekuritas (Amrullah, 2007).
(Brigham & Houston, 2009: 119) Analisis rasio digunakan
oleh tiga kelompok utama:
1. Manajer, yang menerapkan rasio untuk membantu menganalisis,
mengendalikan dan kemudian mengendalikan operasi perusahaan
2. Analis kredit, termasuk petugas pinjaman bank dan analis
peringkat obligasi yang menganalisis rasio-rasio untuk membantu
memutuskan kemampuan perusahaan untuk membayar utangutangnya.
3. Analis saham, yang tertarik pada efisiensi, risiko dan prospek
pertumbuhan perusahaan.
2. Macam-Macam Rasio Keuangan
a. Rasio Likuiditas
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajibannya terhadap utang jangka pendek. Makin
tinggi tingkat rasio perusahaan tersebut, maka makin tinggi tingkat
likuiditas perusahaan tersebut.
49
Rasio likuiditas (liquidity ratio) adalah kemampuan suatu
perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat
waktu. (Fahmi, 2011:121).
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan
hubungan antara kas dan aktiva lancar lainnya dari sebuah dengan
kewajiban lancarnya. (Brigham & Houston, 2009:95).
Fred Weston dalam (Kasmir, 2009:129) menyebutkan
bahwa rasio likuiditas (liquidity ratio) merupakan rasio yang
menggambarkan
kemampuan
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajiban (uatang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan
ditagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang tersebut
terutama utang yang sudah jatuh tempo.
Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi menunjukkan
atau
mengukur
kemampuan
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajiban yang sudah jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak
luar perusahaan (likuiditas badan usaha) maupun di dalam
perusahaan (likuiditas perusahaan). Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa kegunaan rasio ini adalah untuk mengetahui
kemampuan
perusahaan
dalam
membiayai
dan
memenuhi
kewajiban (utang) pada saat ditagih (Kasmir, 2009:130).
Likuiditas ditekankan pada kemampuan membayar, bukan
kekuatan membayar. Perusahaan yang likuid adalah perusahaan
yang mempunyai kekuatan besar untuk membayar, sehingga
50
mampu memenuhi kewajiban finansialnya yang segera jatuh
tempo. Meskipun perusahaanmempunyai kekuatan membayar yang
besar, namun jika pada saat harus memenuhi kewajibanyang segera
jatuh tempo ternyata tidak mampu memenuhinya, maka perusahaan
tersebut
dikatakan
tidak
likuid
(illikuid).
Likuiditas
bisa
dihubungkan dengan kemampuan membayar kepada pihak luar
(kreditor) atau disebut likuiditas badan usaha. Sedangkan jika
kemampuan membayar tersebut dihubungkan dengan kewajiban
finansial untuk menyelenggarakan proses produksi, disebut
likuiditas perusahaan (Moeljadi, 2006:68).
Hanafi & Halim (2009:77) rasio likuiditas dapat diukur
dengan rasio lancar dan rasio quick.
a) Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar (current ratio) merupakan rasio untuk
mengukur
kemampuan
perusahaan
dalam
membayar
kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo
pada saaat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain,
seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. (Kasmir,
2009: 134).
Rumus untuk mencari rasio lancar atau current ratio adalah
sebagai berikut (Kasmir, 2009: 135).
𝑪𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑨𝑪𝑳) =
Aktiva Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
Utang Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
51
b) Rasio Cepat (Quick Ratio )
Rasio cepat (quick ratio) atau rasio sangat lancar atau atau
acid test ratio merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi tau membayar kewajiban atau
utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa
memperhitungkan nilai sediaan (inventory). Artinya nilai
sediaan diabaikan, dengan cara dikurangi dari nilai total aktiva
lancar. Hal ini dilakukan karena sediaan dianggap memerlukan
waktu relatif lebih lama untuk diuangkan, apabila perusahaan
membutuhkan dana cepat untuk membayar kewajibannya
dibanding aktiva lancar lainnya. (kasmir, 2009: 136).
Alasan untuk mengeluarkan angka persediaan adalah
karena tingkat likuiditasnya dapat menimbulkan masalah.
Anda akan ingat kembali bahwa istilah “likuiditas” digunakan
untuk
mengekspresikan
seberapa
cepat,
dan
seberapa
persentase dari nilai bukunya, suatu aktiva dapat dikonversi
menjadi kas saat dibutuhkan (Walsh, 2004:106).
Menurut Kamir (2009:137) Quick ratio dapat diukur dengan:
𝑸𝒖𝒊𝒄𝒌 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑨𝑰𝑪𝑳) =
Aktiva Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 − 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦
Utang Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
c) Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio kas atau cash ratio merupakan alat yang digunakan
untuk mengukur seberapa pas uang kas yang tersedia untuk
membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan
52
dari tersedianya dana kas atau setara dengan kas seperti
rekening giro atau tabungan di bank. (yang dapat ditarik setiap
saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan
sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang
jangka pendeknya. (Kasmir, 2009:139)
Kasmir (2009:139) rumus untuk mencari rasio kas atau
cash ratio:
𝑪𝒂𝒔𝒉𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑪𝑳) =
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑜𝑟 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑝𝑚𝑒𝑛𝑡
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜
b. Rasio Solvabilitas (Leverage)
Rasio solvabilitas atau leverage ratio
merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan
dibiayai dengan utang. Artinya. Berapa besar beban utang yang
ditanggung perusahaan dibandingakan dengan aktivanya (Kasmir‟
2009:151)
Rasio-rasio leverage mengukur sebatas mana total aktiva
dibiayai oleh pemilik dibandingakan dengan pembiayaan yang
disediakan oleh para kreditur. (Weston & Copeland, 1995:252)
Dalam hal ini, rasio leverage (rasio solvabilitas) merupaka
rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva
perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya besarnya jumlah utang
yang digunakan perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya
jika dibandingakan dengan menggunakan modala sendiri. (Kasmir,
2009:112).
53
Rasio-rasio leverage memiliki sejumlah implikasi (weston
& Copeland, 1995:252):
1. Para kreditur memandang ekuitas, atau dana yang dipasok
pemilik, sebagai suatu pelindung atau basis penggunaan
hutang. Jika pemilik hanya menyediakan sebagian kecil dari
pembiayaan total, risiko perusahaan sebagian besar ditanggung
oleh kreditur.
2. Dengan
mengumpulkan
dana
melalui
hutang,
pemilik
memperoleh manfaat dari memegang kendali atas perusahaan
dengan komitmen yang terbatas.
3. Penggunaan hutang dengan tingkat bunga yang tetap
memperbesar baik keuntungan maupun kerugian bagi pemilik.
4. Penggunaan hutang dengan biaya bunga yang tetap dan dengan
saat jatuh tempo yang tertentu memperbesar risiko bahwa
perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajibankewajibannya.
Kasmir (2009) Rasio leverage dapat diukur dengan:
a) Debt to Asset Ratio (Debt Ratio)
Rasio ini merupakan rasio utang yang digunakan untuk
mengukur perbandingan antara total utang dengan dengan total
aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan
dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan
berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. (Kasmir, 2009:156).
54
Dari hasil pengukuran, apabila rasionya tinggi, artinya
pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit
bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena
dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utangutangnya dengan aktiva yang dimilikinya. (Kasmir, 2009:156).
Rumusan untuk mencarai debt ratio adalah:
𝑫𝒆𝒃𝒕 𝒕𝒐 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 𝑻𝑳𝑻𝑨 =
Total Utang (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠)
Total Aktiva (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 )
b) Debt to Equity Ratio
Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk
menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini berguna untuk
mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor)
dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini
berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang
dijadikan untuk jaminan utang. (Kasmir, 2009:157).
Bagi kreditor, semakin besar rasio ini, akan semakin tidak
menguntungkan karena akan semakin besar risiko yang
ditanggung
atas
kegagalan
yang
mungkin
terjadi
di
perusahaan. Rasio ini juga memberikan petunjuk umum
tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan (Kasmir,
2009:158).
Rumus yang dapat digunakan untuk mencari debt to equity
ratio adalah:
55
𝑫𝒆𝒃𝒕 𝒕𝒐 𝑬𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 𝑻𝑳𝑻𝑬 =
Total Utang (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠)
Total Ekuitas (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 )
c) Long Term Debt to Equity Ratio (LTDE)
LTDtER merupakan rasio antara utang jangka panjang
dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur
berapa bagian dari setiap rupiah
modal yang dijadikan
jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingakan
antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang
disediakan oleh perusahaan (Kasmir, 2009:159).
Kasmir (2009:159)
untuk mengukur rasio ini, dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑳𝑻𝑫𝒕𝑬𝑹 𝑻𝑳𝑫𝑬 =
𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡
Total Ekuitas (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 )
c. Rasio Aktivitas (Turnover)
Rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan
perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan
penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya. (Harahap, 2007:308)
Rasio aktivitas (activity ratio) merupakan rasio yang
digunakan
untuk
mengukur
efektifitas
perusahaan
dalam
menggunakan aktiva yang dimilikinya. Penggunaan rasio aktivitas
adalah dengan cara membandingkan antara tingkat penjualan
dengan investasi dalam aktiva untuk satu periode. Kemampuan
manajemen untuk menggunakan dan mengoptimalkan aktiva yang
dimiliki merupakan tujuan utama rasio ini. (Kasmir, 2009:173)
56
Rasio aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
fixed assets turn over.
a) Fixed Assets Turn Over
Fixed assets turn over merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam
aktiva tetap berputar dalam satu periode. Atau dengan kata lain,
untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan
kapasitas aktiva tetap sepenuhnya atau belum. (Kasmir,
2009:184).
Rasio ini menunjukkan berapa kali nilai aktiva berputar bila
diukur dari volume penjualan. Semakin tinggi rasio ini
semakin baik. Artinya kemampuan aktiva tetap menciptakan
penjualan tinggi. (Harahap, 2007:309).
Kasmir (2009:184) Untuk menghitung Fixed assets turn
over, rumus yang dapat digunakan adalah:
𝑭𝒊𝒙𝒆𝒅 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔 𝑻𝒖𝒓𝒏 𝑶𝒗𝒆𝒓 𝑺𝑭𝑨 =
Penjualan (𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠)
Total Aktiva Tetap (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)
d. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam
menghasilkan
keuantungan
atau
laba.
Profitabilitas
diekspektasikan secara signifikan barkaitan dengan rating obligasi.
Profitabilitas memberikan indikasi kemampuan perusahaan untuk
going
concern.
Profitabilitas
menggambarkan
kemampuan
manajemen untuk mengontrol efektifitas pengelauaran.
57
Meythi (2005) dalam Purwaningsih (2008) rasio ROA
merupakan rasio terbaik untuk menjelaskan pertumbuhan laba
(unsur utama rasio profitabilitas).
Rasio
ROA
atau
NIAT
merupakan
rasio
yang
menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila
diukur dari nilai aktiva. ROA dapat dihitung dengan rumus:
𝑹𝒆𝒕𝒖𝒓𝒏 𝑶𝒏 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑵𝑰𝑻𝑨 =
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
Total Aktiva (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)
G. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian mengenai kemampuan rasio keuangan dalam
memprediksi peringkat obligasi ditemukan, diantaranya:
Pinches dan Mingo (1973) dalam Linandarini (2010) menggunakan
48 sampel dari 132 obligasi yang diestimasi pada tahun 1967-1968.
Kategori yang dipilih adalah peringkat AA hingga B dari sampel peingkat
obligasi Moody‟s. Ada tujuh faktor yang diidentifikasi, yaitu size,
leverage, long-term and short-term capital intensity, return on investment,
earning stability, dan debt coverage. Dengan menggunakan MDA untuk
menguji hipotesis, peneliti menemukan bahwa ada dua faktor yang tidak
penting dalam memprediksi peringkat obligasi, yaitu, long-term capital
intensity dan short-term capital intensity. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa 70% prediksi mendekati peringkat Moody‟s. Pada tahun 1975,
Pinches dan Mingo melakukan penelitian yang sama dengan menambah
satu tahun observasi, yaitu tahun 1969. Mereka mengembangkan model
58
baru dengan memisahkan subordinated dan non-subordinated. Dalam
penelitian ini, ketepatan prediksi dapat meningkat 60-75% mendekati
peringkat Moody‟s.
Aryanindita (2005) dalam Linandarini (2010) melakukan penelitian
dengan menggunakan data sampel sebanyak 270 emisi dari 26 emiten.
Rasio keuangan yang digunakan adalah sebanyak 41 rasio keuangan,
kemudian dengan menggunakan analisis faktor untuk memperoleh
kejelasan mengenai proses yang tepat dan rasio yang memberikan
kontribusi, didapat 21 rasio keuangan. Hasil yang menunjukkan signifikan
menggunakan MDA adalah sebanyak 112 sampel dari PEFINDO
diperoleh CACL, COIN, CATA, SLTA, NWTA, NWTL; dan 95 sampel
dari Kasnic diperoleh CACL, COIN, SLAR, CLIN, SLCL, NITL. Tingkat
ketepatan klasifikasi adalah sebesar 80% untuk agen PEFINDO dan 95%
untuk agen Kasnic.
Manurung, Silitonga & Tobing (2008) dengan judul “Hubungan
Rasio-rasio Keuangan dengan Rating Obligasi”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui rasio keuangan apa saja yang mempengaruhi rating
obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat obligasi. Variabel
independen yang digunakan tentunya ialah rasio keuangan yang meliputi
Current Ratio (CR), Total Aset Turn Over (TAT), Return On Asset (ROA),
Net Profit Margin (NPM), Debt to Equity Ratio (DER) dan Risiko
Sistematis (Beta). Sedangkan variabel dependennya ialah rating obligasi.
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 108 perusahaan dan
59
menyimpulkan bahwa rasio-rasio yang secara signifikan berpengaruh
terhadap rating obligasi ialah Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over
(TAT) dan Return On Asset (ROA).
Purwaningsih (2008) dengan judul “Pemilihan Rasio Keuangan
Terbaik Untuk Memprediksi Peringkat Obligasi: Studi Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di BEJ”. Penelitian ini menggunakan sampel
sebanyak 95 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ, dan
menggunakan sebanyak 9 rasio keuangan. Penelitian ini menggunakan 2
teknik analisis, analisis pertama yaitu regresi backward digunakan untuk
megetahui rasio-rasio apa saja yang dapat digunakan untuk memprediksi
peringkat obligasi, sedangkan analisis faktor digunakan untuk mengetahui
rasio keuangan terbaik untuk memprediksi peringkat obligasi. Hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa rasio yang dapat digunakan untuk
memprediksi peringkat obligasi adalah rasio LTLTA, NWTA, CFOTL dan
SFA. Sedangkan rasio terbaik untuk memprediksi peringkat obligasi yaitu
rasio CACL.
Raharja & Sari (2008) dengan judul “Perbandingan Alat Analisis
(Diskriminan & Regresi Logistik) Terhadap Peringkat Obligasi”
melakukan penelitian mengenai kemampuan rasio keuangan (leverage,
likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan aktivitas) untuk memprediksi
peringkat obligasi dengan menggunakan 160 observasi yang dihasilkan
dari 38 sampel penerbitan obligasi perusahaan manufaktur periode 19992004. Penelitian ini menghasilkan bukti empiris bahwa dari 22 rasio
60
keuangan yang digunakan, terdapat 20 rasio keungan yang berbeda secara
signifikan antara perusahaan yang peringkat obligasinya masuk investment
grade dan non-investment grade. Sedangkan 2 lainnya tidak. Selain itu,
penelitian ini juga menggunakan analisis diskriminan dan regresi logistik
untuk mengetahui ketepatan prediksinya. Dengan menggunakan analisis
diskriminan diperoleh tingkat kebenaran sebesar 96,9%, sedangkan
dengan menggunakan regresi logistik tingkat kebenarannya sebesar
91,3%.
Rodoni, Warninda & Sumiati (2009) malakukan penelitian dengan
judul “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kemungkinan
Terjadinya Obligasi Default”. Penelitian ini menggunakan sampel
sebanyak 26 sampel, 13 diantaranya adalah obligasi yang mengalami
default, 13 lainnya yang tidak mengalami default. Menggunakan analisis
uji beda dan regresi logistik. Penelitian ini menyimpulkan, dari 18 rasio
keuangan, hanya 7 rasio saja yang dapat membedakan secara signifikan
rata-rata rasio keuangan perusahaan penerbit obligasi yang dinyatakan
default dan yang tidak default. Daya ketepatan prediksi secara keseluruhan
sebesar 88,5%.
61
Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Peneliti
1.
Metode
Analisis
Pinces and Mingo Multiple
(1973)
Discriminant
Analysis
(MDA)
2.
Aryanindita
(2005)
3.
Manurung,
Silitonga &
Tobing (2008)
MDA
Regression
Kesimpulan
Penelitian ini menggunakan sampel
peringkat obligasi Moody‟s. Ada 7
faktor yang diidentifikasi, yaitu size,
leverage, long-term and short-term
capital intensity, return on investment,
earning stability dan debt coverage.
Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa 2 dari 7 faktor tersebut yang
tidak dalam memprediksi peringkat
obligasi, yaitu long-term capital
intensity dan short-term capital
intensity. 70% prediksi mendekati
peringkat Moody‟s.
Penelitian ini menggunkana sebanyak
41 rasio keuangan. Hasil yang
menunjukkan signifikan menggunakan
MDA adalah sebanyak 112 sampel dari
PEFINDO diperoleh CACL, COIN,
CATA, SLTA, NWTA, NWTL; dan 95
sampel dari Kasnic diperoleh CACL,
COIN, SLAR, CLIN, SLCL, NITL.
Tingkat ketepatan klasifikasi adalah
sebesar 80% untuk agen PEFINDO dan
95% untuk agen Kasnic.
Variabel independen yang digunakan
tentunya ialah rasio keuangan yang
meliputi Current Ratio (CR), Total Aset
Turn Over (TAT), Return On Asset
(ROA), Net Profit Margin (NPM), Debt
to Equity Ratio (DER) dan Risiko
Sistematis (Beta). Penelitian ini
menggunakan sampel sebanyak 108
perusahaan dan menyimpulkan bahwa
rasio-rasio yang secara signifikan
berpengaruh terhadap rating obligasi
ialah Current Ratio (CR), Total Asset
Turn Over (TAT) dan Return On Asset
(ROA).
62
Lanjutan Tabel 2.2
Peneliti
4. Purwaningsih
(2008)
Metode
Analisis
Analisis
Faktor dan
Regresi
Backward
5.
Raharja & Sari
(2008)
MDA dan
Logistic
Regression
6.
Rodoni,
Warninda &
Sumiati
Logistic
Regression
Kesimpulan
Penelitian ini menggunakan sampel
sebanyak 95 perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEJ, dan
menggunakan sebanyak 9 rasio
keuangan. Hasil penelitiannya
menyebutkan bahwa rasio yang dapat
digunakan untuk memprediksi
peringkat obligasi adalah rasio LTLTA,
NWTA, CFOTL dan SFA. Sedangkan
rasio terbaik untuk memprediksi
peringkat obligasi yaitu rasio CACL.
Penelitian ini menghasilkan bukti
empiris bahwa dari 22 rasio keuangan
yang digunakan, terdapat 20 rasio
keungan yang berbeda secara
signifikan antara perusahaan yang
peringkat obligasinya masuk
investment grade dan non-investment
grade. Dengan menggunakan analisis
diskriminan diperoleh tingkat
kebenaran sebesar 96,9%, sedangkan
dengan menggunakan regresi logistik
tingkat kebenarannya sebesar 91,3%.
Menggunakan analisis uji beda dan
regresi logistik. Penelitian ini
menyimpulkan, dari 18 rasio keuangan,
hanya 7 rasio saja yang dapat
membedakan secara signifikan rata-rata
rasio keuangan perusahaan penerbit
obligasi yang dinyatakan default dan
yang tidak default. Daya ketepatan
prediksi secara keseluruhan sebesar
88,5%.
63
H. Keterkaitan Antar Variabel
Gambar 2.1
Keterkaitan Antar Variabel
Likuiditas
CACL
CAICL
CCL
Leverage
LTDTE
TLTA
TLTE
Peringkat Obligasi
Aktivitas
SFA
Profitabilitas
NITA
Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar utang jangka pendeknya. Tingkat likuiditas
dapat menjadi faktor penting dalam peringkat obligasi. Penelitian Carson
dan Scott (1997); Bouzoita & Young (1998); Burton, Adam & Hardwick
(1998) dalam Raharja & Sari (2008) menemukan hubungan antara
likuiditas dengan kredit rating. Sehingga semakin tinggi likuiditas
perusahaan semakin baik kemungkinan peringkat perusahaan tersebut.
Sehingga dapat dikatakan bahwa apabila perusahaan memiliki rasio
likuiditas yang tinggi, maka kemungkinan peringkat obligasinya akan
64
masuk dalam investment grade. Rasio likuiditas dalam penelitian ini
menggunakan proxy CACL, CAICL dan CCL.
Leverage merupakan rasio yang menunjukkan proporsi utang
dalam mendanai aktiva perusahaan. Tingginya rasio ini mengandung arti
bahwa sebaian besar aset didanai dengan hutang, dan ini menyebabkan
perusahaan dihadapkan pada default risk atau peringkat rating yang kurang
baik. Semakin besar rasio leverage perusahaan, semakin besar risiko
kegagalan perusahaan. Sehingga semakin rendah leverage perusahaan,
semakin besar peringkat yang diberikan terhadap perusahaan (Burton,
Adam & Hardwick, 1998) dalam Nurhasanah dalam Savany (2008). Maka,
semakin tinggi rasio ini, peringkat obligasinya akan semakin turun atau
masuk dalam non-investment grade. Rasio leverage dalam penelitian ini
menggunakan proxy rasio LTDTE, TLTA dan TLTE.
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
efektifitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya.
Penggunaan rasio aktivitas adalah dengan cara membandingkan antara
tingkat penjualan dengan investasi dalam aktiva untuk satu periode. Proxy
yang digunakan adalah rasio SFA. Dalam penelitian Purwaningsih (2008),
SFA mampu membentuk signifikan dapat
memprediksi peringkat
obligasi.
Rasio profitabilitas, rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba. Menurut Brotman (1989) dalam Nurhasanah
(2003) dalam semakin tinggi tingkat profitabilitas, semakin rendah risiko
65
ketidakmampuan membayar atau default, dan semakin baik peringkat yang
diberikan terhadap perusahaan tersebut Savandy (2008). Proxy yang
digunakan dalam penilitian ini adalah rasio ROA atau NITA. karena
menurut Meythi (2005) dalam Purwaningsih (2008) rasio ini merupakan
rasio terbaik untuk menjelaskan pertumbuhan laba.
I. Kerangka Pemikiran
Obligasi merupakan salah satu jenis modal hutang yang
diperjualbelikan di pasar modal. Seorang investor yang hendak membeli
obligasi hendaknya tetap memperhatikan risiko yang mungkin terjadi,
salah satunya ialah default risk, yaitu peluang dimana emiten akan
mengalami kondisi tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya
(gagal bayar) atau dengan kata lain risiko tidak terbayarnya bunga dan
pokok utang .
Sebelum di tawarkan, obligasi harus diperingkatkan oleh suatu
lembaga atau agen pemeringkat obligasi (Rating Agency). Agen
pemeringkat obligasi adalah lembaga independen yang memberikan
informasi pemeringkatan skala risiko , dimana salah satunya
adalah
sekuritas obligasi sebagai petunjuk sejauh mana keamanan suatu obligasi
bagi investor. Keamanan tersebut ditunjukkan oleh kemampuan suatu
perusahaan dalam membayar bunga dan melunasi pokok pinjaman.
Sehingga pemodal bisa menggunakan jasa agen pemeringkat obligasi
tersebut untuk mendapatkan informasi mengenai peringkat obligasi. Proses
66
peringkatan ini dilakukan untuk menilai kinerja perusahaan, sehingga
rating agency dapat menyatakan layak atau tidaknya obligasi tersebut
diinvestasikan.
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi
terhadap peringkat obligasi ialah rasio-rasio keuangan yang terdapat dalam
laporan keuangan.
Penelitian ini hendak menganalisis apakah rasio-rasio yang
digunakan (CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, STA, SFA dan
NITA) dapat membedakan kinerja keuangan perusahaan yang masuk
investmen grade dan non-investment grade, dan apakah rasio-rasio
tersebut mampu untuk membentuk faktor yang secara signifikan dapat
digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi atau tidak.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
beda yang sebelumnya dilakukan pengujian normalitas dengan uji One
Sample Kolmogorov-Smirnov, uji ini dilakukan untuk untuk kemudian
dilakukan uji beda statistik para metrik atau non parametrik. Apabila data
berdistribusi normal, maka dilakukan uji beda parametrik dengan
menggunakan Independent Sample Test. Sebaliknya, apabila data tidak
terdistribusi dengan normal, maka dilakukan uji non parametrik dengan
menggunakan Mann-Whitney Test.
Selain melakukan uji beda, penelitian ini juga menggunakan
analisis faktor dan regresi logistik. Analisis faktor digunakan untuk
mendapatkan faktor yang kemudian akan dianalisis lebih lanjut.
67
Sedangkan regresi logistik digunakan untuk mengetahui apakah faktorfaktor yang terbentuk melalui analisis faktor tadi mampu untuk
membentuk model dan dapat digunakan untuk memprediksi peringkat
obligasi.
68
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
BEI
Laporan Keuangan
Rasio Keuangan
Likuiditas
Leverage
Aktivitas
Profitabilitas
CACL
CAICL
LTDTE
TLTE
TLTA
STA
SFA
NITA
Uji Normalitas
Kolmogorov Smirnov
Mann-Whitney Test
Analisis Faktor
Independent Sample Test
Interpretasi
Analisis Regresi Logistik
Interpretasi
Kesimpulan
69
J. Hipotesis
Dari kerangka di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Hipotesis Pertama:
H0 =
Tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan berupa rasio keuangan
(CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan SFA) antara
perusahaan yang obligasinya masuk investment grade dan noninvestment grade.
Ha =
Terdapat perbedaan yang signifikan rasio keuangan (CACL, CAICL,
LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA) antara perusahaan yang
obligasinya masuk investment grade dan non-investmen grade.
Hipotesis Kedua:
H0 =
Seperangkat rasio keuangan (CACL, CAICL, LTDTE, TLTA, TLTE,
SFA dan NITA) tidak mampu membentuk faktor yang dapat
memprediksi peringkat obligasi.
Ha =
Seperangkat rasio keuangan (CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA,
TLTE, SFA dan NITA) mampu membentuk faktor yang dapat
memprediksi peringkat obligasi.
70
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganalisis rasio-rasio
keuangan dalam memprediksi peringkat obligasi perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam kurun waktu tahun 2007-2009
dengan menggunakan uji beda, analisis faktor, dan regresi logistik.
Rasio yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 8 rasio, yaitu
CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA. Sampel
obligasinya sebanyak 107. Periode penelitian ini yaitu selama 4 tahun,
tahun 2007 hingga 2010.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan nonkeuangan yang obligasinya terdaftar pada agen pemeringkat PT PEFINDO
dan perusahaan tersebut terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun
2007-2009. Data yang digunakan berupa rasio keuangan dari neraca,
laporan laba rugi dan laporan arus kas. Sedangkan sampel dalam
penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode penyampelan
berdasarkan (purposive sampling) sehingga diperoleh sampel yang
representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
71
71
Adapun kriteria yang digunakan ádalah sebagai berikut:
1. Obligasi yang diterbitkan dan beredar selama periode pengamatan
(2007-2010) dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang tidak termasuk dalam
industri perbankan, keuangan dan asuransi.
3. Obligasi yang perusahaannya terdaftar di PT PEFINDO selama kurun
waktu periode pengamatan
4. Memiliki laporan keuangan pada periode 1 Januari 2007 sampai 31
Desember 2010 dan semua data yang diperlukan.
Tabel 3.1
Proses Pemilihan Sampel
Keterangan
Obligasi yang diterbitkan dan beredar selama periode
pengamatan (2007-2010) dan terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
2.
Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang
termasuk dalam industri perbankan, keuangan dan
asuransi.
3.
Obligasi yang perusahaannya tidak terdaftar di PT
PEFINDO selama kurun waktu periode pengamatan
4.
Tidak memiliki laporan keuangan pada periode 1
Januari 2007 sampai 31 Desember 2010 dan semua data
yang diperlukan.
Sampel Final
Sumber: data diolah
Jumlah
Sampel
1.
479
138
6
138
107
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 479 obligasi yang terdaftar
di Indonesia Bond Market Directory yang diterbitkan oleh Bursa Efek
Indonesia (BEI)
tahun 2007-2010, namun hanya terdapat 107 yang
memenuhi karakteristik penyampelan yang telah ditentukan. Daftar nama
72
perusahaan beserta banyaknya sampel obligasi dapat dilihat pada tabel 3.2.
berikut ini:
Tabel 3.2
Sampel Penelitian
No.
Nama Perusahaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Arpeni Pratama Ocean Line Tbk
Ciliandra Perkasa
Excelcomindo Pratama Tbk
Mobile-8 Telecom Tbk
Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
Indosat
Indofood Sukses Makmur Tbk
Japfa Comfeed Indonesia Tbk
Lautan Luas Tbk
Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry
Malindo Feedmill Tbk
Matahari Putra Prima Tbk
Mayora Indah Tbk
Pembangunan Jaya Ancol Tbk
PAM Lyonnaise Jaya
Pindo Deli Pulp & Paper Mills
Bentoel Internasional Investama Tbk
Surya Citra Televisi
Jumlah Sampel
Sumber: data diolah
Kode
APOL
CLPK
EXCL
FREN
INKP
ISAT
INDF
JPFA
LTLS
LPPI
MAIN
MPPA
MYOR
PJAA
PLJA
PIDL
RMBA
SCTV
Jumlah Obligasi yang
terbit dan beredar
2007-2010
6
4
4
4
8
26
6
4
3
8
3
4
3
4
4
8
4
4
107
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam variabel ini merupakan data sekunder.
Data sekunder merupakan data yang telah diolah sebelumnya. Dalam
proses pengumpulannya, data yang digunakan didapat dari berbagai
sumber, seperti:
73

Pengumunan peringkat obligasi yang diterbitkan oleh PT.
PEFINDO

Indonesia Bond Market Directory (IBMD)

Financial Data Ratio yang diterbitkan oleh BEI

www.idx.co.id

Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA)

Google Finance

Dan lain sebagainya.
D. Metode Analisis Data
1) Deskriptif
Statistik dengan analisis deskriptif, sebenarnya hampir sama
dengan dengan statistik menggunakan prosedur frekuensi, yaitu
menghasilkan
analisis
dispersi
(standard
deviasi,
minimum,
maksimum) (Wahyono, 2009:17).
Prosedur Deskriptives
juga memiliki
kegunaan pokok untuk
melakukan pengecekan terhadap input data, mengingat bahwa analisis
ini akan menghasilkan resume data secara umum. Seperti berapa
jumlah responden laki-laki, berapa jumlah responden perempuan dan
sebagainya. Disamping itu, analisis ini juga memiliki kegunaan untuk
menyediakan informasi deskripsi data dan demografic sample yang
diambil. (Wahyono, 2009:18).

Standard Deviasi, menunjukkan dispersi rata-rata dari sampel.
74

Maximum, menunjukkan nilai tertinggi dari suatu deretan data.

Minimum, menunjukkan nilai terendah dari suatu deretan data.

Mean, menunjukkan nilai rata-rata dari dari sampel.
2) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data model
variabel bebas (independen) mempunyai distribusi normal atau tidak.
Uji ini dilakukan dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov
Smirnov Test. Data yang berdistribusi normal ditandai dengan Asymp.
Sig. (2 –tailed) > 0,05. Hasil dari uji normalitas dengan menggunakan
one-sample Kolmogorov Smirnov dapat dijadikan pedoman untuk
melakukan pengujian hipotesis pertama..
Ghazali & Kastelan (2002) dalam Rodoni et al (2009).

Data
yang
berdistribusi
normal
akan
diuji
dengan
menggunakan uji Independent sample t Test (uji beda
parametrik), dan

menggunakan uji Mann Whitney Test
(uji beda non
parametrik) apabila datanya memiliki distribusi tidak normal.
3) Analisis Faktor
Salah satu metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
ialah analisis faktor. Analisis faktor adalah suatu teknik untuk
menganalisis tentang saling ketergantungan (interdependence) dari
beberapa
variabel
secara
simultan
dengan
tujuan
untuk
menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang
75
diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel
yang diteliti, yang berarti dapat juga menggambarkan tentang struktur
data dari suatu penelitian. Jadi, pada prinsipnya analisis faktor
digunakan untuk mengelompokkan beberapa variabel yang memiliki
kemiripan untuk dijadikan satu faktor, sehingga dimungkinkan dari
beberapa atribut yang mempengaruhi suatu komponen variabel dapat
diringkas menjadi beberapa faktor utama yang jumlahnya lebih sedikit
(Suliyanto, 2005:114).
Proses
analisis
faktor
mencoba
menemukan
hubungan
(interrelationship) antara sejumlah variabel-variabel yang saling
independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau
beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel
awal. Sebagai contoh, jika ada 10 variabel yang independen satu
dengan yang lain, dengan analisis faktor mungkin bisa diringkas hanya
menjadi 3 kumpulan variabel baru (new set of variables). Kumpulan
variabel tersebut disebut faktor, di mana faktor tersebut tetap
mencerminkan variabel-variabel aslinya. (Santoso, 2010:57).
Perbedaan analisis faktor dengan analisis regresi berganda dan
analisis diskriminan adalah dalam analisis regresi berganda dan
analisis diskriminan, salah satu variabel menjadi menjadi variabel
tergantung dan lainnya menjadi variabel bebas. Sedangkan dalam
analisis faktor tidak ada pembagian variabel menjadi variabel bebas
76
dan variabel tergantung. Dengan demikian, analisis faktor termasuk
dalam analisis interdependence technique (Suliyanto, 2005:114) .
Tujuan analisis faktor, Singgih Santoso (2010:58) pada
dasarnya tujuan analisis faktor adalah:
a. Data summarization, yakni mengidentifikasi adanya hubungan
antar variabel dengan menggunakan uji korelasi. Jika korelasi
dilakukan antar variabel (dalam pengertian SPSS adalah „kolom‟),
analisis tersebut dinamakan R Factor Analysis. Namun, jika
korelasi dilakukan antar responden atau sampel (dalam pengertian
SPSS adalah „baris‟), analisis disebut Q Factor Analysis, yang
juga populer disebut CLUSTER ANALYSIS.
b. Data reduction, yakni setelah melakukan korelasi, dilakukan
proses membuat sebuah variabel set baru yang dinamakan faktor
untuk menggantikan sejumlah variabel tertentu.
Dalam analisis faktor juga dihasilkan factor score. Factor
score tersebut dapat digunakan untuk kegunaan analisis lanjutan.
Santoso (2010:58) SPSS membuat satu atau beberapa factor score
sebagai hasil analisis faktor, di mana variabel factor score tersebut
bisa digunakan untuk analisis lanjutan, seperti t test, ANOVA dan
sebagainya.
Prosedur analisis faktor, widarjono (2010:240) prosedur
analisis faktor meliputi langkah-langkah menghitung korelasi antara
indikator yang diobservasi, ekstraksi faktor dan rotasi faktor.
77
a. Menghitung Korelasi Indikator
Metode yang pertama adalah memeriksa korelasi matriks.
Tingginya korelasi antara indikator mengindikasikan bahwa
indikator-indikator tersebut dapat dikelompokkan ke dalam
sebuah indikator yang homogen sehingga setiap indikator mampu
mampu membentuk faktor umum atau faktor konstruk. Metode
kedua memeriksa korelsi parsial yaitu mencari korelasi satu
indikator dengan indikator lain (Widarjono, 2010:241). Korelasi
parsial ini disebut dengan negative anti-image correlation. Dalam
tahap ini juga ditentukan indikator mana saja yang layak untuk
dianalisis lebih lanjut. Untuk menguji apakah suatu suatu variabel
layak untuk dianalisis lebih lanjut dapat menggunakan metode
Kaiser-Meyer Olkin (KMO).
Singgih Santoso (2010:66) Alat uji KMO and Barlett’s test
of sphericity dan Anti-Image digunakan untuk uji awal apakah
data yang ada dapat di‟urai‟ menjadi sejumlah faktor.
Hipotesis untuk signifikansi adalah:
Ho = sampel (variabel) belum memadai untuk dianalisis lebih
lanjut.
Hi = sampel (variabel) sudah memadai untuk dianalisis lebih
lanjut.
78
Kriteria dengan melihat probabililitas (signifikan):
-
Angka Sig. > 0,05 maka Ho diterima
-
Angka Sig. > 0,05 maka Hi ditolak
Angka MSA (Measure of Smpling Adequacy) berkisar 0 sampai 1,
dengan kriteria:
-
MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan
oleh variabel yang lain.
-
MSA > 0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis
lebih lanjut.
-
MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa
dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.
b. Ekstraksi Faktor
Langkah kedua di dalam analisis faktor adalah ektraksi
faktor (extraction). Ekstraksi faktor adalah suatu metode yang
digunakan untuk mereduksi data dari beberapa indikator untuk
menghasilkan faktor lebih sedikit yang mampu menjelaskan
korelasi antara indikator yang diobservasi.
Menurut Darmawan Wibisono (2008:245) dalam penelitian
Savitri (2010) Untuk mengekstraksi faktor dikenal dua metode
rotasi, yaitu:
a) Orthogonal factors: ekstraksi faktor dengan cara merotasikan
sumbu faktor yang kedudukannya saling tegak lurus satu
sama lainnya. Dengan melakukan rotasi ini maka setiap
79
faktor bersifat independen terhadap faktor lain karena
sumbunya saling tegak lurus. Orthogonal factors solution
digunakan bila analisis bertujuan untuk mereduksi jumlah
variabel tanpa mempertimbangkan seberapa berartinya faktor
yang diekstraksi.
b) Oblique
factors:
ekstraksi
faktor
dilakukan
dengan
merotasikan sumbu faktor yang kedudukannya saling
membentuk sudut dengan besar sudut tertentu. Dengan rotasi
ini maka korelasi antar setiap faktor masih diperhitungkan
karena sumbu faktor tidak saling tegak lurus satu dengan
lainnya.
Oblique
factor
solution
digunakan
untuk
memperoleh jumlah faktor yang ssecara teoritis cukup
berarti.
Ekstraksi faktor digunakan untuk menentukan jenis-jenis
faktor yang akan dipakai. Estimasi faktor dapat menggunakan
metode Principal Component Analysis (selain itu terdapat metode
common factor analysis) (Savitri, 2010). Analisis komponen
utama (principal components Analysis) merupakan metode paling
sederhana di dalam melakukan rotasi faktor. Metode ini
membentuk kombinasi linier dari indikator yang diobservasi.
Komponen utama yang pertama adalah kombinasi yang
menjelaskan varian paling besar dari sampel. Selanjutnya,
komponnen utama yang kedua adalah menjelaskan jumlah varian
80
yang paling besar kedua dan tidak berhubungan dengan
komponen utama yang pertama. Komponen utama berikutnya
menjelaskan porsi yang lebih kesil dari varian sampel total dan
tidak berhubungan dengan yang lainnya (Widarjono, 2010:243).
c. Rotasi Faktor
Rotasi faktor ini diperlukan jika metode ekstraksi faktor
belum menghasilkan komponen faktor utama yang jelas. Tujuan
dari rotasi faktor ini agar dapat memperoleh struktur faktor yang
lebih sederhana agar mudah diinterpretasikan. Ada beberapa
metode rotasi faktor yang bisa digunakan, yaitu:
 Varimax
Method,
metode
rotasi
orthogonal
untuk
meminimalisisi jumlah indikator yang mempunyai factor
loading tinggi pada tiap faktor.
 Quartimax Method, metode rotasi untuk meminimalisasi
jumlah faktor yang digunakan untuk menjelaskan indikator.
 Equamax Method, metode gabungan antara varimax method
yang meminimalkan indikator dan quartimax method yang
meminimalkan faktor.
Selain ketiga langkah tersebut, masih terdapat langkah lain
yang dapat dilakukan, yaitu membuat factor score.
d. (Membuat Factor Scores)
Factor Scores pada dasarnya adalah upaya untuk membuat
satu atau beberapa variabel yang lebih sedikit dan berfungsi
81
menggantikan variabel asli yang sudah ada. Pembuatan akan
berguna jika akan dilakukan analisis lanjutan, seperti analisis
regresi atau analisis diskriminan (Santoso, 2010:105).
4) Regresi Logistik
Analisis regresi logistik digunakan untuk melihat pengaruh
sejumlah variabel independen X1, X1,...Xk terhadap variabel
dependen y yang berupa variabel kategorikn(binominal, multinominal
atau ordinal) atau juga untuk memprediksi nilai suatu variabel
dependen y (yang berupa variabel kategorik) berdasarkan nilai
variabel-variabel independen X1, X2,....Xk.
Stanislaus (2006:225) SPSS menyediakan tiga prosedur regresi
logistik yaitu:
a) Regresi Logistik Biner (binary logistic regression), adalah
regresi logistik dimana variabel dependennya berupa variabel
dikotomi atau variabel biner. Contoh variabel dikotomi atau
variabel biner adalah: sukses-gagal, ya-tidak, benar-salah,
hudup-mati, hadir-bolos, pria-perempuan dan seterusnya.
b) Regresi
Logistik
regression),
adalah
Multinominal
regresi
(miltinominal
logistik
dimana
logistic
variabel
dependennya berupa variabel kategorik yang terdiri lebih dari
dua nilai seperti: merah, biru, kuning, hitam atau Islam,
Kristen, Hindu, Budha, dan seterusnya.
82
c) Regresi Logistik Ordinal (ordinal logistic regression), adalah
regresi logistik di mana variabel dependennya berupa variabel
dengan skala ordinal seperti: sangat setuju, setuju, netral, tak
setuju, sangat tidak setuju atau halus, sedang, kasar.
Penelitian ini menggunakan menggunakan regresi logistik biner
karena variabel dependennya yaitu peringkat obligasi berupa variabel
dikotomi yang terbagi menjadi kategori investment grade dan noninvestmnet grade.
Ghazali
(2009)
menyatakan
bahwa
analisis
ini
tidak
memerlukan asumsi normalitas pada variabel bebasnya.
Tahapan dalam melakukan analisis regresi logistik:
a. Menilai Model Fit

-2 Log likehood
Menilai angka -2 log likelihood pada awal (blok
number = 0) dan angka -2 log likelihood pada blok number = 1,
jika terjadi penurunan angka -2 log likelihood maka
menunjukkan model regresi yang baik. Log likelihood pada
regresi logistik mirip dengan pengertian “sum of squared
error” pada model regresi, sehingga penurunan log likelihood
menunjukkan model regresi yang baik.

Nagel Karke (R²)
Nagel Karke R Square pada tabel Model Summary
merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell’s R Square
83
agar nilai maksimumnya bisa mencapai satu dan mempunyai
kisaran nilai antara 0 sampai 1, sama seperti koefisien
determinasi R2 pad regresi linear berganda. Nilai Nagel Karke
R Square umumnya lebih besar dari nilai Cox dan Snell’s R
Square tapi cenderung lebih kecil dibandingkan dengan nilai
determinasi R2 pada regresi linear berganda.
 Hosmer dan Lemeshow
Model fit dapat juga diuji dengan Hosmer and
Lemeshow‟s Goodness of Fit dengan hipotesis:
Ho : Model yang dihipotesiskan fit dengan data
Ha : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
Nilai goodness of fit test yang diukur dengan nilai chisquare pada bagian bawah uji Hosmer dan Lemeshow.
- Jika probabilitas >0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak
- Jika Probabilitas <0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima
b. Menilai Ketepatan Prediksi
Salah satu cara untuk menilai ketepatan prediksi adalah
dengan melihat tabel tabel Calssification 2 x 2 yang
menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan salah
(incorrect). Classification table, menunjukkan tabel 2x2 dengan
kolom berupa predict values dari variabel dependen dan baris
berupa nilai data aktual yang diamati (Stanislaus, 2006:234).
84
c. Menguji Koefisien Regresi
Uji Wald pad tabel Variables In The Equation digunakan
untuk menguji apakah masing-masing koefisien regresi logistik
signifikan (Stanislaus, 2006:235).
Singgih Santoso (2010:213), hipotesis dan pengambilan
keputusan:
Hipotesis
Ho = Koefisien regresi tidak signifikan
Ha = Koefisien regresi signifikan
Pengambilan Keputusan
Berdasarkan probabilitas.
o
Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima
o
Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak
Raharja & Sari (2008) adapun model prediksi yang
dibentuk dari regresi logistik disajikan pada tabel 3.3 berikut
ini.
Tabel 3.3
Model Fungsi Regresi Logistik
Model Persamaan Regresi Logistik:
Y= α0 +β1X1+β2X2+β3X3+…+βnXn+ε
Notasi:
Y
α0
ε
βn
X1,X2,X3,...Xn
= 0 jika non investmen grade; 1 jika investment grade
= Konstanta
= Error Term
= Koefisien regresi 1,2,3,n
= Rasio-rasio keuangan
85
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini ialah
peringkat obligasi dan rasio-rasio keuangan. Skala peringkat mulai dari
AAA sampai dengan D yang secara umum terbagi menjadi dua
kategori, yaitu investment grade (AAA, AA, A, BB) dan noninvestment grade (BB, B, CCC, D). Pengukuran variabel dilakukan
dengan memberi nilai pada masing-masing peringkat sesuai dengan
peringkat yang dikeluarkan oleh PEFINDO. Pemberian nilai peringkat
obligasi adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4
Kategori Peringkat Obligasi
Nilai Peringkat
0
0
0
0
1
1
1
1
Peringkat
D
CCC
B
BB
BBB
A
AA
AAA
Kategori
Non- Investment Grade
Non- Investment Grade
Non- Investment Grade
Non- Investment Grade
Investment Grade
Investment Grade
Investment Grade
Investment Grade
2. Variabel Independen
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini ialah rasiorasio keuangan, meliputi rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA,
TLTE, STA, SFA dan NITA.
 CACL : Rasio lancar (current ratio) merupakan rasio untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
86
jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saaat
ditagih secara keseluruhan.
𝑪𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑨𝑪𝑳) =
Aktiva Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
Utang Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
 CAICL : Rasio cepat (quick ratio) atau rasio sangat lancar atau
atau acid test ratio merupakan rasio
yang menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi tau membayar kewajiban
atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa
memperhitungkan nilai sediaan (inventory).
𝑸𝒖𝒊𝒄𝒌 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑨𝑰𝑪𝑳) =
Aktiva Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 − 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦
Utang Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
 CCL : Rasio kas atau cash ratio merupakan alat yang digunakan
untuk mengukur seberapa pas uang kas yang tersedia untuk
membayar utang.
𝑪𝒂𝒔𝒉𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑪𝑳) =
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑜𝑟 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑝𝑚𝑒𝑛𝑡
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜
 LTDTE : LTDtER merupakan rasio antara utang jangka panjang
dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa
bagian dari setiap rupiah modal yang dijadikan jaminan utang
jangka panjang dengan cara membandingakan antara utang jangka
panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan
𝑳𝑻𝑫𝒕𝑬𝑹 𝑻𝑳𝑫𝑬 =
𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡
Total Ekuitas (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 )
 TLTA : Rasio ini merupakan rasio utang yang digunakan untuk
mengukur perbandingan antara total utang dengan dengan total
87
aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai
oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh
terhadap pengelolaan aktiva.
𝑫𝒆𝒃𝒕 𝒕𝒐 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 𝑻𝑳𝑻𝑨 =
Total Utang (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠)
Total Aktiva (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 )
 TLTE : Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk
menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui
jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik
perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui
setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang.
𝑫𝒆𝒃𝒕 𝒕𝒐 𝑬𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 𝑻𝑳𝑻𝑬 =
Total Utang (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠)
Total Ekuitas (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 )
 SFA : Fixed assets turn over merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva
tetap berputar dalam satu periode.
𝑭𝒊𝒙𝒆𝒅 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔 𝑻𝒖𝒓𝒏 𝑶𝒗𝒆𝒓 𝑺𝑭𝑨 =
Penjualan (𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠)
Total Aktiva Tetap (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)
 NITA : Rasio ROA atau NIAT
merupakan rasio yang
menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila
diukur dari nilai aktiva. ROA dapat dihitung dengan rumus:
𝑹𝒆𝒕𝒖𝒓𝒏 𝑶𝒏 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑵𝑰𝑻𝑨 =
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
Total Aktiva (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)
88
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Perkembangan Pasar Modal
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia
merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial
Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu
didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah
kolonial atau VOC. (BEI,2011).
Dalam perjalanannya, pasar modal Indonesia mengalami pasang
surut. Bahkan pemerintah indonesia sempat membekukan kegiatan pasar
modal, karena perang dunia I dan II, kebijakan nasionalisasi Pemerintah
Indonesia pada tahun 1956.pasar modal baru dibuka kembali pada tahun
1977 setelah pencanangan orde pembangunan. Seiring dengan kian
gencarnya pemerintah melakukan pembangunan, keberadaan pasar modal
kian dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Pertumbuhan yang diperkirakan
akan terus meningkat dianggap sebagai momentum yang tepat untuk
mengaktifkan kembali pasar modal. dengan mengaktifkan kembali pasar
modal diharapkan mampu menggerakkan potensi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pembangunan sekaligus menciptakan pemerataan
pendapatan
dan
demokratisasi
ekonomi.
Pasar
modal
mencapai
perkembangan puncaknya pada tahun awal 1990-an, tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi membuka peluang bagi perusahaan untuk
89
89
mendapatkan dana selain melalui kredit perbankan (Nasarudin et al,
2008:2).
Bursa
Efek
Indonesia
(BEI)
terus
berkembang
seiring
bertambahnya usia, dan keadaan pun semakin menunjukkan bahwa efek/
saham semakin banyak peminatnya, dilihat dari kapitalisasinya yang terus
bertambah dari tahun-tahun sebelumnya. Investasi di pasar modal
diharapkan bisa menjadi alternatif penghimpunan dana selain sistem
perbankan. Pasar modal memungkinkan perusahaan menerbitkan sekuritas
yang berupa surat tanda hutang (obligasi) ataupun surat tanda kepemilikan
(saham). Dengan menjual saham kepada publik, perusahaan dapat
memperoleh dana dari pasar modal, adapun tujuan penggunaan dananya
yaitu untuk: ekspansi, memperbaiki struktur permodalan, pengalihan
pemegang saham (divestasi) dan lain-lainnya. Investasi di pasar modal
memungkinkan para pemodal mempunyai berbagai pilihan investasi yang
sesuai dengan preferensi risiko mereka. Seandainya tidak ada pasar modal,
maka para pemodal mungkin hanya bisa menginvestasikan dana mereka
dalam sistem perbankan (selain alternatif investasi pada real assets seperti
properti dan emas). Di samping itu, investasi pada sekuritas/saham
mempunyai daya tarik lain yaitu pada likuiditasnya. Sehubungan dengan
itu maka pasar modal memungkinkan terjadinya alokasi dana yang efisien.
Hanya kesempatan-kesempatan investasi yang menjanjikan keuntungan
yang tertinggi (sesuai dengan risikonya) yang mungkin memperoleh
dana.(wordpress.com).
90
Dalam rangka pengembangan pasar, Bursa Efek Indonesia (BEI)
melakukan pendekatan langsung kepada calon pelaku pasar melalui
beberapa jalur. Salah satunya adalah dengan pendirian Pusat Informasi
Pasar Modal (PIPM) di daerah-daerah yang potensial.
Pada awalnya pendirian PIPM dimaksudkan sebagai perintis /
pembuka jalan bagi Anggota Bursa untuk beroperasi di suatu daerah yang
potensial. PIPM dapat pula didirikan pada kota-kota yang telah terdapat
perusahaan sekuritas, namun dipandang masih memiliki potensi besar
untuk lebih dikembangkan lagi. Kegiatan-kegiatan di PIPM meliputi
berbagai usaha untuk meningkatkan jumlah pemodal lokal dan perusahaan
tercatat dari daerah dimana PIPM berada dan sekitarnya. Jangkauan
kegiatan sosialisasi dan edukasi PIPM tidak hanya di kota tempat PIPM
berada, namun juga di daerah-daerah sekitarnya.
Pendirian PIPM di suatu daerah sifatnya tidak permanen karena
jika perkembangan pasar modal di daerah tersebut sudah baik maka Bursa
Efek Indonesia akan merelokasi PIPM tersebut ke daerah potensial yang
baru. PIPM yang pernah direlokasi adalah PIPM Denpasar, PIPM Medan,
PIPM Semarang dan PIPM Palembang.
Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki 13 PIPM yaitu di
Balikpapan, Makassar, Manado, Pekalongan, Pekanbaru, Padang, Jember,
Pontianak, Yogyakarta, Cirebon, Lampung, Surabaya, dan Banjarmasin.
(Blog Komunitas Pasar Modal Gunadarma).
91
B. Sejarah dan Perkembangan PT PEFINDO
PT PEFINDO didirikan pada 1993 melalui usulan dari BAPEPAM,
Bank Indonesia dan pada 1994 mendapatkan lisensi No.39/PM/-PI/1994
dari BAPEPAM sebagai institusiresmi di bidang pemeringkatan efek
Indonesia. Pemegang sahamnya terdiri dari 104 lembaga keuangan,
sekuritas, asuransi dan dana pensiun. Pefindo mempunyai afiliasi dengan
lembaga pemeringkat internasional, yaitu S&P (Standard & Poor) serta
aktif dalam kegiatan ASEAN Forum of Credit Rating Agencies (AFCRA)
untuk meningkatkan jaringan dan kualitas produk pemeringkatan.
(Rahardjo, 2004:104)
PT PEFINDO menawarkan pelayanan pemeringkatan pada seluruh
efek utang baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang yang
dikeluarkan suatu perusahaan bank dan perusahaan non bank., perusahaan
asuransi dan proyek pembayaran. Fungsi utama PT PEFINDO adalah
memberikan rating yang obyektif, independen dan dapat dipercaya
terhadap risiko kredit (credit risk) sekuritas utang (debt securities) secara
publik. Badan ini juga menghasilkan dan mempublikasikan informasi
kredit berkaitan dengan pasar modal pinjaman. Publikasi ini meliputi opini
kredit terhadap emiten obligasi dan sektor-sektor yang berkaitan.
Menurut Nurfauziah & Adistin Fatma Setyarini (2004) dalam
Trisnawati (2010) menyatakan bahwa PT PEFINDO memiliki persyaratan
umum dalam pemeringkatan obligasi. Beberapa persyaratan umum
peringkat obligasi PT PEFINDO diantaranya:
92
1.
Secara umum, perusahaan beroperasi lebih dari 5 tahun, meskipun
PT PEFINDO juga memberikan peringkat kinerja terhadap
peusahaan yang beroperasi kurang dari 5 tahun.
2.
Laporan keuangan telah diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di
BAPEPAM dengan pendapat wajar tanpa syarat atau unqualified
opinion.
3.
Laporan keuangan yang telah diaudit terakhir tidak melampaui 180
hari dari tanggal penutupan pelaporan keuangan. Jika melebihi batas,
maka harus disertai dengan pernyataan direktur, komisaris dan
akuntan publik bahwa laporan terseut benar-benar merefleksikan
kondisi keuangan perusahaan.
4.
Memberi informasi dasar dan data pendukung lainnya yang
dibutuhkan oleh PT PEFINDO untuk melengkapi penetapan rating.
5.
Membayar atas biaya rating
C. Deskripsi Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode
purposive sampling yang mensyaratkan kriteria-kriterian tertentu, berapa
diantaranya ialah obligasi yang terbit dan masih beredar dari tahun 2007
hingga 2010, memiliki laporan keuangan per 1 Januari 2007 hingga 31
Desember 2010 dan menyediakan data-data lain yang diperlukan dalam
penelitian ini.
93
Dari beberapa kriteria tersebut, didapat sebanyak 107 sample
obligasi yang dapat digunakan. Daftar obligasi tersebut dapat dilihat dalam
tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1
Deskripsi Sampel Penelitian
Emiten
Arpeni Pratama Ocean
Line Tbk (APOL)
Ciliandra Perkasa (CLPK)
Excelcomindo Pratama
Tbk (EXCL)
Mobile-8 Telecom Tbk
(FREN)
Indofood Sukses
Makmur Tbk (INDF)
Indah Kiat Pulp & Paper
Tbk (INKP)
Indosat (ISAT)
Japfa Comfeed
Indonesia Tbk (JPFA)
Lautan Luas Tbk (LTLS)
Lontar Papyrus Pulp &
Paper Industry (LPPI)
Malindo Feedmill Tbk
(MAIN)
Obligasi
II Tahun 2008 Seri A
Banyaknya
Sampel
3
Tgl. Terbit
19-Mar-08
Tgl. Jatuh
Tempo
18-Mar-13
II Tahun 2008 Seri B
II Tahun 2007
3
4
19-Mar-08
28-Nov-07
18-Mar-15
27-Nov-12
II Tahun 2007
4
27-Apr-07
26-Apr-12
I Tahun 2007
4
16-Mar-07
15-Jun-17
IV Tahun 2007
V Tahun 2009
4
2
16-May-07
19-Jun-09
15-May-12
18-Jun-14
I Tahun 1999 Seri A
I Tahun 1999 Seri B
II Tahun 2002 Seri B
IV Tahun 2005
V Tahun 2007 Seri A
V Tahun 2007 Seri B
VI Tahun 2008 Seri A
VI Tahun 2008 Seri B
VII Tahun 2009 Seri A
VII Tahun 2009 Seri B
4
4
4
4
4
4
3
3
2
2
01-Oct-04
01-Oct-04
08-Nov-02
22-Jun-05
30-May-07
30-May-07
10-Apr-08
10-Apr-08
09-Dec-09
09-Dec-09
01-Oct-14
01-Oct-17
06-Nov-32
21-Jun-11
29-May-14
29-May-17
09-Apr-13
09-Apr-15
08-Dec-14
08-Dec-16
I Tahun 2007
III Tahun 2008
4
3
12-Jul-07
27-Mar-08
11-Jul-12
26-Mar-13
I Tahun 2000 Seri A
I Tahun 2000 Seri B
4
4
01-Oct-04
01-Oct-04
01-Oct-14
01-Oct-17
I Tahun 2008
3
10-Mar-08
06-Mar-13
94
Lanjutan Tabel 4.1
Emiten
Matahari Putra Prima
Tbk (MPPA)
Mayora Indah Tbk
(MYOR)
Pembangunan Jaya
Ancol Tbk (PJAA)
Pindo Deli Pulp & Paper
Mills (PIDL)
PAM Lyonnaise Jaya
(PLJA)
Bentoel Internasional
Investama Tbk (RMBA)
Surya Citra Televisi
(SCTV)
Obligasi
Banyaknya
Sampel
III Tahun 2009 Seri A
III Tahun 2009 Seri B
2
2
15-Apr-09
15-Apr-09
14-Apr-12
14-Apr-14
III Tahun 2008
3
06-Jun-08
05-Jun-13
I Tahun 2007 Seri B
4
28-Jun-07
27-Jun-12
I Tahun 1997 Seri A
I Tahun 1997 Seri B
4
4
25-Oct-04
25-Oct-04
01-Oct-14
01-Oct-17
I Tahun 2005 Seri D
4
12-Jul-05
12-Jul-12
I Tahun 2007
4
28-Nov-07
27-Nov-12
II Tahun 2007
4
11-Jul-07
10-Jul-12
Tgl. Terbit
Tgl. Jatuh
Tempo
Sumber: data diolah
D. Analisis Data
1. Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui gambaran
dari masing-masing variabel dalam penelitian. Dari analisis tersebut,
dapat diketahui nilai minimum, maksimum, mean dan standar deviasi
atau tingkat penyimpangan dari masing-masing variabel.
Dalam
melakukan
pengolahan
data,
penelitian
ini
menggunakan fasilitas elektronik yaitu dengan program Ms.Excel dan
SPSS 17.0 untuk mempermudah perolehan data sehingga dapat
menjelaskan variabel-variabel yang diteliti. Sebelumnya, penelitian ini
melakukan penentuan sampel dengan metode purposive sampling atau
penentuan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Dengan menggunakan
95
metode tersebut, didapat sebanyak 107 sampel yang memenuhi kriteria
yang ditentukan.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel Independen
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
CACL
107
.0802
4.2684
1.258822
.9399117
CAICL
107
-3.0832
4.2192
.772760
1.1309441
CCL
107
.0028
2.4680
.400886
.4834823
LTDTE
107
.1628
7.6641
1.515264
1.1571374
TLTA
107
.3358
1.1528
.657305
.1429880
TLTE
107
.4743
7.6566
2.494440
1.6509655
SFA
107
.1053
7.9249
2.075097
2.1411474
NITA
107
-.2228
.5079
.055265
.1005009
Valid N (listwise)
107
Sumber: Output SPSS, 2011
Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0, output SPSS ini menunjukkan bahwa
CACL dari 107 observasi atas sampel memiliki nilai terendah dari
sebesar 0,0802 dan nilai tertingginya sebesar 4.2684. Mean atau ratarata variabel CACL menunjukkan nilai 1,25882. Standar Deviation
atau standar deviasi yang digunakan untuk mengukur tingkat
penyimpangan suatu data, pada variabel CACL menunjukkan nilai
sebesar
0,9399117.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
terdapat
penyimpangan dari variabel CACL sebesar 0,9399117 di atas rata-rata
hitungnya.
96
Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio CAICL
menunjukkan nilai terendah sebesar -3,0832 dan nilai tertingginya
sebesar 4,2192. Mean atau rata-rata variabel CAICL menunjukkan
nilai 0,772760. Standar Deviation atau standar deviasi yang
digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada
variabel CAICL menunjukkan nilai sebesar 1,1309441. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan dari variabel CAICL
sebesar 1,1309441 di atas rata-rata hitungnya.
Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio CCL
menunjukkan nilai terendah sebesar 0,0028 dan nilai tertingginya
sebesar 2,4680. Mean atau rata-rata variabel CCL menunjukkan nilai
0,400886. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan
untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel CCL
menunjukkan nilai sebesar 0,4834823. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat penyimpangan dari variabel CCL sebesar 0,4834823 di atas
rata-rata hitungnya.
Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio LTDTE
menunjukkan nilai terendah sebesar 0,1628 dan nilai tertingginya
sebesar 7,6641. Mean atau rata-rata variabel LTDTE menunjukkan
nilai 1,515264. Standar Deviation atau standar deviasi yang
digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada
variabel LTDTE menunjukkan nilai sebesar 1,1571374. Hal ini
97
menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan dari variabel LTDTE
sebesar 1,1571374 di atas rata-rata hitungnya.
Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio TLTA
menunjukkan nilai terendah sebesar 0,3358 dan nilai tertingginya
sebesar 1,1528. Mean atau rata-rata variabel TLTA menunjukkan nilai
0,657305. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan
untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel
TLTA menunjukkan nilai sebesar 0,1429880. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat penyimpangan dari variabel TLTA sebesar 0,1429880
di atas rata-rata hitungnya.
Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio TLTE
menunjukkan nilai terendah sebesar 0,4743 dan nilai tertingginya
sebesar 7,6566. Mean atau rata-rata variabel TLTE menunjukkan nilai
2,494440. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan
untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel
TLTE menunjukkan nilai sebesar 1,6509655. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat penyimpangan dari variabel TLTE sebesar 1,6509655
di atas rata-rata hitungnya.
Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio SFA
menunjukkan nilai terendah sebesar 0,1053 dan nilai tertingginya
sebesar 7,9249. Mean atau rata-rata variabel SFA menunjukkan nilai
2,075097. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan
untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel SFA
98
menunjukkan nilai sebesar 2,1411474. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat penyimpangan dari variabel SFA sebesar 2,1411474 di atas
rata-rata hitungnya.
Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio NITA
menunjukkan nilai terendah sebesar -0,2228 dan nilai tertingginya
sebesar 0,5079. Mean atau rata-rata variabel NITA menunjukkan
nilai 0,055265. Standar Deviation atau standar deviasi yang
digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada
variabel NITA menunjukkan nilai sebesar 0,1005009. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan dari variabel NITA
sebesar 0,1005009 di atas rata-rata hitungnya.
E. Hasil Pengujian Hipotesis
1.
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data model
variabel bebas (independen) mempunyai distribusi normal atau tidak.
Uji ini dilakukan dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov
Smirnov Test.
99
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Variabel
CACL
CAICL
CCL
LTDTE
TLTA
TLTE
SFA
NITA
Nilai
Asymp. Sig. (2-tailed)
0,002
0,000
0,000
0,000
0,007
0,000
0,000
0,000
Sumber: Output SPSS, 2011
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa semua variabel baik
itu CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA
tidak terdistribusi dengan normal. Hal tersebut didasarkan pada nilai
Aasymp. Sig. (2-tailed), jika nilainya >0,05 maka data variabel
tersebut dapat dinyatakan berdistribusi normal. Sebaliknya apabila
nilainya <0,05 maka dikatakan tidak berdistribusi normal. Pengujian
berikutnya adalah untuk menguji hipotesis pertama. Karena semua
data tidak terdistribusi dengan normal, maka akan hipotesis pertama
dilakukan dengan uji beda non parametrik Mann-Whitney Test.
2.
Uji Perbedaan
a) Uji Mann-Whitney
Setelah dilakukan uji normalitas dengan menggunakan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test, diketahui bahwa semua
variabel tidak berdistribusi normal. Sehingga kesemua variabel
100
akan diuji beda dengan menggunakan uji beda non-parametrik,
yaitu dengan uji Mann-Whitney.
Tabel 4.4
Ringkasan Hasil Uji Mann-Whitney
Rasio
Proksi
Asymp. Sig Keterangan Kesimpulan
(2-tailed)
Likuiditas
(H0)
CACL
0,000
Berbeda
Ditolak
CAICL
0,000
Berbeda
Ditolak
CCL
0,000
Berbeda
Ditolak
LTDTE
0,004
Berbeda
Ditolak
TLTA
0,000
Berbeda
Ditolak
TLTE
0,000
Berbeda
Ditolak
Aktivitas
SFA
0,000
Berbeda
Ditolak
Profitabilitas
NITA
0,000
Berbeda
Ditolak
Leverage
S
Sumber: Data diolah
Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CACL, CAICL,
CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA antara perusahaan
yang obligasinya masuk dalam investmen grade dengan
perusahaan yang obligasinya masuk dalam non-investment grade.
Pengambilan keputusan didasarkan dengan melihat nilai asymp.
Sig (2- tailed). Jika nilai asymp. Sig (2-tailed) < 0,05 berarti
terdapat perbedaan.
Dari hasil uji perbedaan yang dilakukan, dengan
menggunakan 8 rasio, semua rasio tersebut secara signifikan
berbeda antara perusahaan yang obligasinya masuk investment
101
grade dan non-investment grade. Dengan melihat hasil
pengujian secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa
Hipotesis Pertama (H0) ditolak.
3.
Analisis Faktor
a) Menghitung Korelasi Indikator
Analisis korelasi matrik antar indikator yang ada untuk
mengetahui apakah indikator –indikator tersebut layak dianalisis
dengan analisis faktor. Syarat kecukupan yang pertama adalah dari
KMO MSA (Kaiser-Meyer-Olkin Measure Of
Sampling
adequacy) dan Barlett‟s Test. jika KMO MSA lebih besar dari 0,5
maka memenuhi syarat kecukupan untuk analisisi faktor.
Pengujian (1)
Tabel 4.5
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square
df
Sig.
.747
544.933
28
.000
Sumber: Output SPSS, 2011
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai KMO and Barlett’s
adalah 0,747 dengan signifikansi 0,000. Oleh karena angka
tersebut sudah di atas 0,5 dan memiliki nilai signifikansi jauh di
bawah 0,05 (0,000 < 0,05), maka variabel dan sampel sudah bisa
dianalisis lebih lanjut.
102
Tabel 4.6
Anti-image Matrices
CACL
Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
CAICL
CCL
LTDTE
TLTA
TLTE
SFA
NITA
CACL
.317
-.143
-.141
-.029
.010
.026
-.210
.021
CAICL
-.143
.426
-.116
.034
.013
-.024
.013
-.001
CCL
-.141
-.116
.361
-.010
.091
-.012
.163
-.136
LTDTE
-.029
.034
-.010
.159
-.038
-.118
.027
.063
TLTA
.010
.013
.091
-.038
.274
-.068
.086
-.057
TLTE
.026
-.024
-.012
-.118
-.068
.148
-.066
-.022
SFA
-.210
.013
.163
.027
.086
-.066
.585
-.191
NITA
.021
-.001
-.136
.063
-.057
-.022
-.191
.749
a
-.391
-.416
-.129
.035
.122
-.489
.044
a
-.297
.130
.038
-.094
.025
-.002
a
-.040
.289
-.053
.355
-.261
a
-.182
-.766
.089
.183
a
-.338
.216
-.126
a
-.225
-.065
a
-.288
CACL
.740
CAICL
-.391
.853
CCL
-.416
-.297
.749
LTDTE
-.129
.130
-.040
.725
TLTA
.035
.038
.289
-.182
.874
TLTE
.122
-.094
-.053
-.766
-.338
.696
SFA
-.489
.025
.355
.089
.216
-.225
.475
NITA
.044
-.002
-.261
.183
-.126
-.065
-.288
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
Sumber: Output SPSS, 2011
Angka MSA yang terdapat dalam tabel Anti-Image Matrice
pada Anti-Image Correlation, pada angka korelasi yang bertanda
“a” (dari arah kiri atas ke kanan bawah). Nilai MSA yang didapat
dari masing-masing variabel ialah:
1)
MSA rasio CACL sebesar 0,740 > 0,5
2)
MSA rasio CAICL sebesar 0,853 > 0,5
3)
MSA rasio CCL sebesar 0,749 > 0,5
103
.736
a
4)
MSA rasio LTDTE sebesar 0,725 > 0,5
5)
MSA rasio TLTA sebesar 0,874 > 0,5
6)
MSA rasio TLTE sebesar 0,696 > 0,5
7)
MSA rasio SFA sebesar 0, 475< 0,5
8)
MSA rasio NITA sebesar 0,735 > 0,5
Dari 8 variabel, 7 variabel memiliki MSA di atas 0,5. Namun
masih terdapat variabel yang memiliki nilai MSA di bawah 0,5 yaitu
SFA, sehingga variabel tersebut harus dihilangkan karena tidak dapat
dianalisis lebih lanjut.
Pengujian (2)
Tabel 4.7
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square
Df
Sig.
.797
491.603
21
.000
Sumber: Output SPSS, 2011
Seperti halnya pada pengujian pertama, tabel di atas
menunjukkan bahwa nilai KMO and Barlett’s adalah 0,797 dengan
signifikansi 0,000. Oleh karena angka tersebut sudah di atas 0,5
dan memiliki nilai signifikansi jauh di bawah 0,05 (0,000 < 0,05),
maka variabel dan sampel sudah bisa dianalisis lebih lanjut.
104
Tabel 4.8
Anti-image Matrices
CACL
Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
CAICL
CCL
LTDTE
TLTA
TLTE
NITA
CACL
.416
-.183
-.124
-.025
.057
.004
-.068
CAICL
-.183
.426
-.137
.033
.012
-.023
.003
CCL
-.124
-.137
.413
-.020
.080
.008
-.103
LTDTE
-.025
.033
-.020
.160
-.044
-.122
.079
TLTA
.057
.012
.080
-.044
.288
-.065
-.033
TLTE
.004
-.023
.008
-.122
-.065
.156
-.050
NITA
-.068
.003
-.103
.079
-.033
-.050
.817
CACL
.817
a
-.434
-.298
-.098
.165
.014
-.116
CAICL
-.434
.822
a
-.327
.128
.034
-.091
.005
CCL
-.298
-.327
.848
a
-.077
.233
.030
-.178
LTDTE
-.098
.128
-.077
a
-.207
-.769
.219
a
-.305
-.069
a
-.139
.719
TLTA
.165
.034
.233
-.207
.900
TLTE
.014
-.091
.030
-.769
-.305
.715
NITA
-.116
.005
-.178
.219
-.069
-.139
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
Sumber: Output SPSS, 2011
Angka MSA yang terdapat dalam tabel Anti-Image Matrice
pada Anti-Image Correlation, pada angka korelasi yang bertanda
“a” (dari arah kiri atas ke kanan bawah). Nilai MSA yang didapat
dari masing-masing variabel ialah:
1) MSA rasio CACL sebesar 0,817 > 0,5
2) MSA rasio CAICL sebesar 0,822 > 0,5
3) MSA rasio CCL sebesar 0,848 > 0,5
4) MSA rasio LTDTE sebesar 0,719 > 0,5
5) MSA rasio TLTA sebesar 0,900 > 0,5
105
.799
a
6) MSA rasio TLTE sebesar 0,715 > 0,5
7) MSA rasio NITA sebesar 0,799 > 0,5
Karena sudah tidak terdapat variabel yang memiliki nilai MSA
dibawah 0,5, maka semua variabel sudah bisa dianalisis lebih lanjut.
b) Ekstraksi Faktor
Tabel 4.9
Component Matrix
a
Component
1
2
CACL
.728
.493
CAICL
.740
.444
CCL
.774
.400
LTDTE
-.790
.539
TLTA
-.859
.304
TLTE
-.777
.573
NITA
.444
.306
Extraction Method: Principal
Component Analysis.
a. 2 components extracted.
Sumber: Output SPSS, 2011
Pada tampilan component matrix
menyediakan informasi
indikator mana yang masuk pada faktor pertama atau faktor kedua dan
seterusnya. Dari component matrix di atas, dapat diketahui bahwa
dari 7 variabel, terbentuk sebanyak 2 faktor. Tabel tersebut dapat
menunjukkan distribusi kedelapan variabel tersebut pada tiga faktor
yang terbentuk. Proses penentuan variabel mana akan masuk ke faktor
106
yang mana akan dilakukan dengan melakukan perbandingan besar
korelasi pada setiap baris.
1.
Variabel CACL
 Korelasi antara variabel CACL dengan faktor 1 adalah
+0,728 (kuat karena di atas 0,5)
 Korelasi antara variabel CACL dengan faktor 2 adalah
+0,493 (lemah karena di bawah 0,5)
Karena angka factor loading terbesar ada pada component
nomor 1, maka variabel CACL bisa dimasukkan sebagai
komponen faktor 1.
2.
Variabel CAICL
 Korelasi antara variabel CAICL dengan faktor 1 adalah
+0,740 (kuat karena di atas 0,5)
 Korelasi antara variabel CAICL dengan faktor 2 adalah
+0,444 (lemah karena di bawah 0,5)
3.
Variabel CCL
 Korelasi antara variabel CCL dengan faktor 1 adalah -0,774
(kuat karena di atas dari 0,5)
 Korelasi antara variabel CCL dengan faktor 2 adalah +0,400
(lemah karena di atas 0,5)
4.
Variabel LTDTE
 Korelasi antara variabel LTDTE dengan faktor 1 adalah
-0,790 (kuat karena di atas 0,5)
107
 Korelasi antara variabel LTDTE dengan faktor 2 adalah
+0,539 (kuat karena di atas 0,5)
5.
Variabel TLTA
 Korelasi antara variabel TLTA dengan faktor 1 adalah -0,859
(kuat karena di atas 0,5).
 Korelasi antara variabel TLTA dengan faktor 2 adalah
+0,304 (lemah karena di bawah 0,5).
Karena angka factor loading terbesar ada pada component
nomor 1, maka variabel TLTA bisa dimasukkan sebagai
komponen faktor 1.
6.
Variabel TLTE
 Korelasi antara variabel TLTE dengan faktor 1 adalah 0,777(kuat karena di atas 0,5)
 Korelasi antara variabel TLTE dengan faktor 2 adalah +0,573
(kuat karena diatas 0,5)
7.
Variabel NITA
 Korelasi antara variabel NITA dengan faktor 1 adalah +0,444
(lemah karena di bawah 0,5)
 Korelasi antara variabel NITA dengan faktor 2 adalah +0,309
(lemah karena di bawah 0,5)
Pada variabel LTDTE, korelasi antara variabel tersebut dengan
faktor 1 adalah 0,790 (cukup kuat), sedangkan korelasinya dengan
faktor 2 juga cukup kuat (0,539). Begitu juga dengan variabel TLTE,
108
dan NITA. Karena tidak ada korelasi yang berbeda dengan jelas,
seperti pada variabel LTDTE, TLTE, dan NITA, maka sulit untuk
memutuskan akan dimasukkan ke faktor mana variabel-variabel
terebut. Oleh karena itu, diperlukan proses rotasi, agar variabel dapat
terdistribusi lebih jelas.
c) Rotasi Faktor
Tabel 4.10
Rotated Component Matrix
a
Component
1
2
CACL
-.169
.863
CAICL
-.212
.837
CCL
-.266
.829
LTDTE
.941
-.175
TLTA
.823
-.390
TLTE
.955
-.142
NITA
-.099
.530
Extraction Method: Principal
Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with
Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3
iterations.
Sumber: Output SPSS, 2011
Component Matrix hasil proses rotasi (Rotated Component
Matrix) memperlihatkan distribusi variabel yang lebih jelas dan nyata.
109
Terlihat bahwa sekarang factor loading yang dulunya kecil semakin
diperkecil, dan faktor yang besar semakin diperbesar.
1.
Variabel CACL : variabel ini masuk faktor 2, karena factor
loading dengan faktor 2 paling besar (0,863)
2.
Variabel CAICL : variabel ini masuk faktor 2, karena factor
loading dengan faktor 2 terbesar (0,837)
3.
Variabel CCL : variabel ini masuk faktor 2, karena factor
loading dengan faktor 2 terbesar (0,7829)
4.
Variabel LTDTE : variabel ini masuk faktor 1, karena factor
loading dengan faktor 1 terbesar (0,941)
5.
Variabel TLTA : variabel ini masuk faktor 1, karena factor
loading dengan faktor 1 terbesar (0,823)
6.
Variabel TLTE : variabel ini masuk faktor 1, karena factor
loading dengan faktor 1 terbesar (0,955)
7.
Variabel NITA : variabel ini masuk faktor 2, karena factor
loading dengan faktor 2 terbesar (0,530)
Dengan demikian, ketujuh variabel telah direduksi menjadi
hanya terdiri atas dua faktor. Dari tabel 4.10 juga dapat diketahui
bahwa rasio TLTE memiliki factor loading tertinggi
110
Tabel 4.11
Pengelompokan Faktor
Faktor 1
LTDTE
TLTA
TLTE
CACL
CAICL
CCL
NITA
Faktor 2
Sumber: Data diolah
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa:
1) Faktor 1 (F1) atau Kelompok 1, terdiri dari rasio LTDTE,
TLTA dan TLTE. Kelompok ini merupakan cerminan dari
rasio utang atau leverage
2) Faktor 2 (F2) kelompok 2, terdiri dari rasio CACL, CAICL,
CCL dan NITA. kelompok ini mencerminkan rasio likuiditas
dan profitabilitas.
Tabel 4.12
Component Transformation Matrix
Componen
t
1
2
1
-.709
.705
2
.705
.709
Extraction Method: Principal
Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser
Normalization.
Pada tabel Component Transformation Matrix di atas,
angka-angka yang ada pada diagonal antara Component 1 dengan
111
1, Component 2 dengan 2. Terlihat bahwa angka keduanya berada
di atas 0,5. Tanda “-“ hanya menunjukkan arah korelasi. Hal
tersebut cukup membuktikan bahwa kedua faktor yang terbentuk
cukup tepat, karena memiliki korelasi yang cukup tinggi.
4.
Analisis Regresi Logistik
Analisis regresi logistik dilakukan karena setelah dilakukan
pengujian normalitas dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test,
diketahui bahwa semua data tidak terdistribusi dengan normal
sehingga penulis lebih memilih untuk menggunakan regresi logistik
daripada diskriminan. Proses analisis regresi logistik dalam penelitian
ini ialah dengan melanjutkan proses analisis faktor yang telah
dilakukan. Variabel independen yang digunakan ialah variabel yang
telah dihasilkan pada analisis sebelumnya, yaitu F1 (Kelompok Rasio
Leverage) dan F2 (Kelompok Rasio Likuiditas dan Profitabilitas).
Dengan metode regresi logistik, akan diuji apakah kedua faktor
tersebut mampu membentuk model dan dapat digunakan untuk
memprediksi obligasi atau tidak.
a) Menilai Model Fit
Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan nilai kecocokan
model (model fit):
112
-2 LL Block Number
Pseudo R-Square
Hosmer and Lemeshow
Test
Tabel 4.13
Model Fit
-2 LogL block 0
-2 LogL block 1
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
Chi-Square
Sig.
126.967
66.240
.432
.622
5.311
0.622
Sumber: Output SPSS, 2011
Untuk menilai model fit atau ketepatan prediksi dapat
dilihat dari nilai -2 LogL, nialainya yang semula sebesar 126,967
mengalami penurunan menjadi 66,420. dari hasil ini, dapat
disimpulkan bahwa model regresi kedua lebih baik untuk
memprediksi peringkat obligasi.
Nilai Cox & Snell R Square sebesar 0,432 dan nilai
Nagelkerke R Square sebesar 0,622 mengartikan bahwa
variabilitas yang terjadi pada variabel terikat, yaitu peringkat
obligasi baik itu yang masuk dalam investment grade maupun
non-investmen grade dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya
yaitu Kelompok 1 dan Kelompok 2 sebesar 62,2%. Sisanya,
yaitu sebesar 37,8% dijelaskan oleh variasi variabel lain.
Model fit dapat juga diuji dengan Hosmer and Lemeshow
Test. Nilai Ch-squre sebesar 5,311 dan signifikansi pada 0,622.
Oleh karena nilai ini di atas 0,05 maka model dikatakan fit dan
dapat diterima atau hal ini berarti model regresi binary layak
dipakai untuk analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan
113
yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klsifikasi
yang diamati.
b) Menilai Ketepatan Prediksi
a
b
e
l
Tabel 4.14
Classification Tablea
Predicted
Peringkat
4
.
1
Observed
3
Step 1
Peringkat
Non-Investment Grade
Investment Grade
Non-Investment
Investment
Percentage
Grade
Grade
Correct
17
13
56.7
4
73
94.8
Overall Percentage
84.1
a. The cut value is ,500
Sumber: Output SPSS, 2011
Tabel klasifikasi diatas digunakan untuk menghitung nilai
estimasi yang benar (correct) dan yang salah (incorrect). Menurut
prediksi, obligasi yang peringkat masuk dalam kategori noninvestment grade adalah sebanyak 30. Namun dalam
hasil
observasi hanya terdapat 17 obligasi saja, sehingga ketepatan
klasifikasinya ialah sebesar 56,7% (17/30). Sedangkan prediksi
obligasi yang peringkat masuk dalam investment grade adalah
sebanyak 77 obligasi. Namun hasil observasi menunjukkan bahwa
hanya terdapat 73 obligasi saja, jadi ketepatan klasifikasinya
114
sebesar 94,8% (73/77). Secara keseluruhan, ketepatan klasifikasi
ialah sebesar 84,1%.
c)
Menguji Koefisien Regresi
Tabel 4.15
Hasil Uji Koefisien Regresi
Variables in the Equation
95% C.I.for
EXP(B)
B
Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
.241
Lower
Upper
FAC1_1
-1.422
.404 12.362
1
.000
.109
.533
FAC2_1
4.559
1.085 17.652
1
.000 95.499 11.385 801.07
4
Constant
3.076
.693 19.699
1
.000 21.670
a. Variable(s) entered on step 1: FAC1_1, FAC2_1.
Sumber: Output SPSS, 2011
Dari tabel diatas, dapat diketahui koefisien yang signifikan
untuk memprediksi peringkat obligasi. Diketahui bahwa baik itu
F1 maupun F2 mampu memprediksi peringkat obligasi karena
memiliki nilai signifikansi di bawah 0,05 (5%). Dengan demikian,
model regresi layak digunakan untuk memprediksi peringkat
obligasi.
Model Persamaan Regresi Logistik yang didapat ialah:
Rating = 3,076 – 1,422 Faktor 1 + 4,559 Faktor 2
115
Dengan melihat tabel klasifikasi, uji koefisien dan model
regresi logistik yang didapat, dapat dinyatakan bahwa kedua
faktor tersebut dapat digunakan untuk memprediksi peringkat
obligasi.
Dengan demikian, berdasarkan hasil analisi faktor dan
regresi logistik, yang menunjukkan bahwa rasio CACL, CAICL,
CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, dan NITA yang mempu
membentuk sebanyak 2 faktor, dan keduanya dapat memprediksi
peringkat obligasi,
maka dapat dinyatakan bahwa Hipotesis
Kedua (H0) ditolak.
F. Interpretasi
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis yang
dilakukan
dalam
penelitian
ini,
melalui
uji
normalitas
dengan
menggunakan One-Sampel Kolmogorov-Smirnov Test diketahui bahwa
kesemua variabel independen yaitu rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE,
TLTA, TLTE, SFA dan NITA tidak berdistribusi normal sehingga uji beda
yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji beda non parametrik
melalui uji Mann-Whitney Test. Berdasarkan uji tersebut, dihasilkan bahwa
rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA
kesemuanya secara signifikan berbeda antara perusahaan yang peringkat
obligasinya masuk kategori investment grade dan non-investment grade.
116
Rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTE, SFA dan NITA
menunjukkan terdapat perbedaan antara perusahaan yang peringakat
obligasinya masuk kategori invetment grade dan non-investment grade.
Hasil ini konsisten dengan penelitian Raharja & Sari (2008) yang
menyatakan bahwa terdapat perbedaan rasio CACL, CAICL, TLTE, SFA
dan NITA pada perusahaan yang obligasinya masuk kategori invetment
grade dengan yang non-investment grade. Rasio CCL dan LTDTE juga
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan, hasil ini sesuai dengan penelitian
Rodoni et al. (2009).
CACL, CAICL dan CCL merupakan jenis-jenis rasio likuiditas.
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek.
Burton et al (2000 dalam Magreta & Nurmayati 2009) menyatakan
bahwa tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi
keuangan perusahaan sehingga seccara keuangan akan mempengaruhi
prediksi peringkat obligasi.
Penelitian Carson & Scott (1997) dan Bouzoita & Young (1998)
dalam Burton, Adam & Hardwick (1998) dalam Raharja dan Sari (2006)
menemukan hubungan antara likuiditas dengan peringkat utang. Semakin
tinggi likuiditas perusahaan semakin baik kemungkinan peringkat
perusahaan tersebut. Hal tersebut mengindikasikan bahwa apabila suatu
perusahaan memiliki rasio likuiditas yang tinggi, kemungkinan peringkat
obligasi perusahaan tersebut akan masuk investment grade. Begitupula
117
sebaliknya, apabila rasio likuiditasnya tinggi, maka peringkatnya akan
masuk non investment grade.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil uji koefisien dalam
analisis regresi logistik. Faktor 2 (kelompok rasio likuiditas dan
profitabilitas) yang merupakan cerminan dari rasio likuiditas dan
profitabilitas menunjukkan nilai koefisien yang
positif
(4,559) dan
signifikan (0,000) antara rasio ini dengan peringkat obligasi.
LTDTE, TLTA dan TLTE merupakan jenis-jenis rasio leverag.
Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh
mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang (Kamir, 2009:151).
Dalam praktiknya, apabila dari hasil perhitungan, perusahaan
ternyata memiliki rasio solvabilitas yang tinggi, hal ini akan berdampak
timbulnya risiko kerugian yang besar. Sebaliknya, apabila perusahaan
memiliki rasio solvabilitas lebih rendah tentu mempunyai risiko yang lebih
kecil pula (Kamir, 2009:151).
Untuk obligasi perusahaan, peringkat yang lebih baik biasanya
terkait dengan financial leverage (rasio total utang terhadap aset) yang
lebih rendah. Contohnya, memiliki lebih rendah debt-to-total-assets (atau
debt-to-equity) ratio dan lebih tinggi current (quick) ratio (Sharpe et al.,
2005:360).
Hal tersebut mengindikasikan bahwa apabila suatu perusahaan
memiliki rasio solvabilitas yang tinggi, maka peringkat obligasinya akan
rendah atau masuk dalam kategori non-investment grade. Begitupula
118
sebaliknya, apabila rasio ini rendah, maka peringkatnya akan masuk
investment grade.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil uji koefisien regresi
dalam analisis regresi logistik. Faktor 1 (kelompok rasio leverage) yang
merupakan cerminan dari rasio leverage menunjukkan nilai koefisien yang
negatif (-1,442) dan signifikan (0,000) antara rasio ini dengan peringkat
obligasi.
SFA, merupakan jenis rasio aktivitas. Rasio aktivitas merupakan
rasio yang digunakan untuk efektivitas perusahaan dalam menggunakan
aktiva yang dimilikinya.
Menurut Horrigen (1966 dalam Purnomo 2005:29 dalam Magerta
& Nurmayati 2009) rasio aktivitas secara signifikan berpengaruh positif
terhadap credit rating. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin baik
peringkat obligasi.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa apabila suatu perusahaan
memiliki rasio aktivitas yang tinggi, maka obligasinya akan masuk dalam
kategori investment grade, begitupula sebaliknya.
NITA, rasio likuiditas. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau
keuntungan. Menurut Brotman (1989) dalam Raharja
semakin
tinggi
tingkat
profitabilitas,
semakin
Sari
(2008)
rendah
risiko
ketidakmampuan membayar atau default, dan semakin baik peringkat yang
diberikan terhadap perusahaan tersebut.
119
Hal tersebut berarti bahwa apabila suatu perusahaan memiliki rasio
profitabilitas yang tinggi, maka peringkat obligasinya akan masuk
investment grade, begitupula sebaliknya.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil uji koefisien dalam
analisis regresi logistik. Faktor 2 yang merupakan cerminan dari rasio
likuiditas dan profitabilitas menunjukkan nilai koefisien yang
positif
(4,559) dan signifikan (0,000) antara rasio ini dengan peringkat obligasi.
Melalui analisis faktor diperoleh bahwa , dari 8 rasio yang
digunakan dalam penelitian ini, hanya 7 rasio saja yang mampu
membentuk faktor. Rasio SFA memiliki nilai MSA dibawah 0,5 (0,475)
sehingga variabel tersebut tidak dapat dianalisis lebih lanjut dan harus
hilangkan atau direduksi. Hasil ini berbeda dengan Purwaningsih (2008)
yang menyatakan bahwa rasio ini mampu membentuk faktor dan dapat
memprediksi peringkat obligasi. Hal ini mungkin karena perbedaan sektor
dan periode penelitian. Periode penelitian purwaningsih pada tahun 19992005 dan hanya pada perusahaan sektor manufaktur saja. Sedangkan
periode penelitian ini tahun 2007-2010 dan tidak hanya pada perusahaan
manufaktur saja. Dari 7 variabel rasio, terbentuk sebanyak 2 faktor. Faktor
1, mencerminkan rasio leverage yang terdiri dari LTDTE, TLTA dan
TLTE. Faktor 2 (Kelompok Rasio Likuiditas dan Profitabilitas),
mencerminkan likuiditas dan profitabilitas yang terdiri dari CACL,
CAICL,CCL dan NITA. Kedua faktor tersebut kemudian akan dianalisis
lebih lanjut dengan menggunakan regresi logistik.
120
Melalui regresi logistik, kedua faktor tersebut secara signifikan
mampu membentuk model yang dapat digunakan untuk memprediksi
peringkat obligasi.
Tingkat ketepatan prediksi klasifikasi untuk peringkat obligasi
yang masuk non-investment grade sebesar 56,7% sedangkan untuk
peringkat obligasi yang masuk investment grade sebesar 94,8%. Secara
keseluruhan, tingkat ketepatan prediksi ialah sebesar 84,1%.
Berdasarkan tabel 4.10 (Rotated Component Matrix), rasio TLTE
(leverage) memiliki factor loading tertinggi (0,955). Sehingga dapat
dinyatakan bahwa rasio tersebut merupakan rasio keuangan terbaik untuk
memprediksi peringkat obligasi. Hasil ini berbeda dengan penelitian
Purwaningsih yang menyatakan bahwa rasio terbaik untuk memprediksi
peringkat obligasi ialah CACL (likuiditas).
Sesuai dengan penelitian Beaver dalam (Sutanti, 2008) yang
menyebutkan bahwa rasio leverage dianggap rasio yang dengan baik
memprediksi kegagalan, yang berarti dapat pula memprediksi peringkat
obligasi.
121
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKAS
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis mengenai kemampuan rasio keuangan
dalam memprediksi peringkat obligasi perusahaan yang terdaftar di BEI
tahun 2007-2010 dengan menggunakan uji beda, analisis faktor dan regresi
logistik, maka dapat disimpulkan:
1.
Hasil pengujian beda independen dengan menggunakan uji MannWhitney menunjukkan bahwa secara statistik terbukti terdapat
perbedaan anatara rasio keuangan perusahaan yang peringkat obligasi
termasuk ke dalam investment grade dan non-investment grade selama
empat tahun pengamatan (2007-2010). Kesemua rasio yang digunakan
dalam penelitian ini (CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTE, TLTA,
SFA dan NITA) secara signifikan dapat membedakan antara
perusahaan yang peringkat obligasinya masuk ke dlam investment
grade dan non-investment grade.
2.
Dari 8 rasio yang digunakan dalam penelitian ini, hanya 7 rasio yang
mampu membentuk faktor. Terbentuk sebanyak 2 faktor. Faktor 1
mencerminkan rasio leverage yang terbentuk dari rasio LTDTE,
TLTA dan TLTE. Faktor 2 mencerminkan rasio likuiditas dan
profitabilitas yang terdiri dari rasio CACL,CAICL, CCL dan NITA.
Kedua faktor tersebut mampu untuk membentuk model regresi yang
dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi.
122
122
B. Implikasi
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis rasio keuangan
dalam memprediksi peringkat obligasi. Sampel obligasi dalam penelitian
ini sebanyak 107 obligasi, diantaranya ada yang termasuk dalam
investment grade dan non-investment grade. Data yang digunakan ialah
laporan keuangan 2007-2010 dan peringkat obligasi tahun 2008-2011.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, didapat bahwa rasio-rasio
keuangan yang digunakan dalam penelitian ini (CACL, CAICL,CCL,
LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dann NITA) secara signifikan mampu
membedakan perusahaan yang termasuk dalam investment grade dan non
investment grade. Selain itu, rasio-rasio tersebut mampu membentuk
faktor yang dapat memprediksi peringkat obligasi.
Tingkat ketepatan prediksi klasifikasi secara keseluruhan sebesar
84,1%
dengan ketepatan prediksi untuk kelompok perusahaan yang
peringkat obligasinya masuk investment grade sebesar 94,8% sedangkan
untuk kelompok yang non-investment grade sebesar 56,7%.
Bagi pihak manajemen perusahaan, tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa rasio keuangan merupakan faktor penting dalam menentukan
peringkat obligasi. oleh karena itu, pihak manajemen harus senantiasa
mampu mengontrol kinerja keuangan perusahaannya dengan baik,
terutama dalam menentukan proporsi utang. Karena utang erat kaitannya
dengan risiko kegagalan yang berarti juga sangat berkaitan peringkat
obligasi.
123
Bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan atau mengkaji
ulang penelitian ini dapat malakukan beberapa perbedaan seperti dengan
memilih objek penelitian yang lebih luas dan menambahkan indikator,
baik itu faktor keuangan maupun non keuangan seperti maturity, reputasi
auditor jaminan dan lainnya dengan menggunakan nalisis yang berbeda
pula seperti Multiple Discriminant Analysis (MDA) atau model Probit.
124
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica dan Vieka, Devi. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Prediksi Peringkat Obligasi pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar Bursa Efek Jakarta”. Jurnal: STIE Perbanas Surabaya. 2007.
Amrullah, Karim. “Kemampuan Rasio Keuangan Sebagai Alat Untuk
Memprediksi Peringkat Obligasi Perusahaan Manufaktur. Skripsi:
Universitas Negeri Semarang (UNNES). 2007.
Arthesa, Ade & Handiman, Edia. Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank. PT
INDEKS Kelompok Gramedia.2006.
Astuti, Dewi. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2004
Brigham, Eugene F & Houston, Joel F. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi
10. Jakarta: Salemba Empat. 2009.
Chaveesuk. R, Chat Srivaree-ratana and Smith Alice E. “Alternative Neural
Network Approaches to Corporate Bond Rating”. University of
Pittsburgh.1997.
Darmadji , Tjiptono & Fakhruddin, Hendy M. Pasar Modal di Indonesia:
Pendekatan Tanya Jawab. 2001. Jakarta; Salemba Empat.
Fahmi, Irham. Analisis Lporan Keuangan. Bandung; Alfabeta.2011.
Fred, J Weston & Eugene F Brigham. Manajemen Keuangan. Jakarta: Erlangga.
1993.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2009.
Halim, Abdul. Analisis Investasi. Salemba Empat. Jakarta. 2005
Harahap, Sofyan Syafri. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT.
Grafindo Persada. 2007
125
Huda, Nurul & Nasution, Mustafa Edwin. Investasi pada Pasar Modal Syariah.
Jakarta: Kencana. 2008.
Husnan, Suad dan Pudjiastuti, Enny. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.
Yogyakarta: Unit Penerbit & Percetakan Akademi Manajemen
Perusahaan YKPN. 2002
Linandarini, Ermi. “Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Peringkat
Obligasi Perusahaan di Indonesia”. Skripsi: Universitas Diponegoro.
Semarang. 2010
Magreta & Nurmayanti. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prediksi Peringkat
Obligasi Ditinjau Dari Faktor Akuntansi dan Non Akuntansi. Jurnal
Bisnis dan Akuntansi Vol.11 No.3 Desember 2009 Hal.143-154.
Manurung, Silitonga & Tobing. “Hubungan Rasio-rasio Keuangan Dengan
Rating Obligasi”. Jurnal. 2008
Moeljadi. Manajemen Keuangan: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Jilid 1.
Bayumedia Publishing. Malang. 2006
Nasarudin, Irsan. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Kencana. 2008
Palumbo G, Shick R, Zaporowski M. “Factors Affecting A Municipality‟s Bond
Rating: An Empirical Study”. Canisius College. Journal of Business &
Economics Research – November 2006 Volume 4, Number 11
Purwaningsih, Anna. “Pemilihan Rasio keuangan Terbaik Untuk Memprediksi
Peringkat Obligasi: Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di BEJ”. Jurnal: KINERJA, Volume 12, No.1, Th. 2008: Hal. 85-99
Raharja & Sari. “Perbandingan Alat Analisis (Diskriminan & Regresi Logistik)
Terhadap Peringkat Obligasi (PT PEFINDO). Jurnal MAKSI hal 87103. 2008
Rodoni, Ahmad & Herni Ali. Manajemen Keuangan. Jakarta: Mitra Wacana
Media.2010
126
Rodoni, Warninda & Sumiati. “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi
Peringkat Kemungkinan Terjadinya Obligasi Default”. Jurnal
ETIKONOMI hal 237-251. 2009.
Santoso, Singgih. Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
2010.
Savandy, Rachmat. “Analisis Peranan Kinerja Keuangan Dalam Memprediksi
Peringkat Obligasi Korporasi”. Skripsi UIN
Syarifhidayatullah
Jakarta.2008.
Savitri, Dhania. “Analisis Faktor Dalam Memprediksi Peringkat Obligasi”.
Skripsi: UIN Syarifhidayatullah Jakarta.2010.
Sharpe, William et al. Investasi. Jakarta: Indeks, 2005
Suharli, Michell. Pengaruh Rasio Keuangan dan Konservatisme Akuntansi
Terhadap Pemeringkatan Obligasi. Vol. 13 No.2, November 2008.
Suliyanto. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Purwokerto: Ghalia
Indonesia. 2005.
Suharli, Michell. “Pengaruh Rasio Keuangan dan Konservatisme Akuntansi
Terhadap Pemeringkatan Obligasi”. Jurnal Vol.13 No.2, November 2008.
Sutanti, Wanda. Pengaruh Faktor Akuntansi dan Faktor Non Akuntansi Terhadap
Prediksi Peringkat Obligasi. Skripsi. Universitas Indonesia. 2008
Uyanto, Stanislaus . Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Yogyakarta: Garaha
Ilmu.2006
Wahyono, Teguh. 25 Model Analisis Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2009.
Walsh, Ciaran. Key Management Ratios. Edisi 3. Jakarta: Erlangga. 2004
Widarjono, Agus.. Analisis Statistik Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN. 2010
127
Weston, J Fred & Copeland, Thomas E. Manajamen Keuangan. Jakarta: Binarupa
Aksara, 1995
128
LAMPIRAN
129
Lampiran 1
Daftar Sampel Obligasi Beserta Peringkatnya
No.
Emiten
Kode
Rating
Obligasi
2008
1.
Arpeni Pratama Ocean Line Tbk
APOL
2009
2010
2011
II Tahun 2008 Seri A
-
A
CCC
CCC
II Tahun 2008 Seri B
-
A
CCC
CCC
2.
Ciliandra Perkasa
CLPK
II Tahun 2007
A-
A-
A
A+
3.
Excelcomindo Pratama Tbk
EXCL
II Tahun 2007
AA-
AA-
A-
AA+
4.
Mobile-8 Telecom Tbk
FREN
I Tahun 2007
BBB+
BBB+
D
D
5.
Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF
IV Tahun 2007
AA+
AA
AA
AA-
V Tahun 2009
-
-
AA
AA-
6.
7.
Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
Indosat Tbk
INKP
ISAT
I Tahun 1999 Seri A
D
D
D
D
I Tahun 1999 Seri B
D
D
D
D
II Tahun 2002 Seri B
AA+
AA+
AA+
AA+
IV Tahun 2005
AA+
AA+
AA+
AA+
V Tahun 2007 Seri A
AA+
AA+
AA+
AA+
V Tahun 2007 Seri B
AA+
AA+
AA+
AA+
VI Tahun 2008 Seri A
-
AA+
AA+
AA+
VI Tahun 2008 Seri B
-
AA+
AA+
AA+
VII Tahun 2009 Seri A
-
-
AA+
AA+
VII Tahun 2009 Seri B
-
-
AA+
AA+
BBB+
BBB+
BBB+
BB+
A-
A-
A-
8.
Japfa Comfeed Indonesia Tbk
JPFA
I Tahun 2007
9.
Lautan Luas Tbk
TLTS
III Tahun 2008
10.
Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry
LPPI
11.
Malindo Feedmill Tbk
MAIN
12.
Matahari Putra Prima Tbk
MPPA
13.
Mayora Indah Tbk
MYOR
14.
Pembangunan Jaya Ancol Tbk
PJAA
15.
Pindo Deli Pulp & Paper Mills
PIDL
-
I Tahun 2000 Seri A
D
D
D
D
I Tahun 2000 Seri B
D
D
D
D
A+
A+
AA+
-
A+
A+
-
I Tahun 2008
-
III Tahun 2009 Seri A
-
III Tahun 2009 Seri B
-
A+
A+
III Tahun 2008
-
A+
A+
AA-
I Tahun 2007 Seri B
A+
A+
A+
A+
I Tahun 1997 Seri A
D
D
D
D
I Tahun 1997 Seri B
D
D
D
D
I Tahun 2005 Seri D
A-
A-
A-
A
16.
PAM Lyonnaise Jaya
PLJA
17.
Bentoel Internasional Investama Tbk
RMBA
I Tahun 2007
A-
A-
AAA
AA
18.
Surya Citra Televisi
SCTV
II Tahun 2007
A
A
A
A+
130
Lampiran 2
Data Rasio Keuangan Perusahaan yang Dijadikan Sampel
No.
Emiten
APOL
1.
CLPK
2.
EXCL
3.
FREN
4.
ISAT
5.
INDF
6.
JPFA
7.
LTLS
8.
MAIN
9.
Tahun
CACL
CAICL
CCL
LTDTE
TLT
TLTE
SFA
NITA
2007
1,73
1,67
0,48
1,68
0,69
2,28
0,63
0,05
2008
1,28
1,26
0,28
2,20
0,78
3,52
0,78
0,00
2009
0,62
0,61
0,05
4,54
0,88
7,70
0,45
-0,10
2010
0,20
0,19
0,03
3,27
1,15
7,20
0,31
0,30
2007
2,73
2,37
1,79
2,32
0,66
2,76
1,42
0,09
2008
1,90
1,47
1,23
0,17
0,61
2,39
1,50
0,10
2009
1,97
1,55
1,38
1,13
0,50
1,37
1,10
0,13
2010
2,30
1,97
1,65
0,78
0,44
1,02
1,39
0,13
2007
0,23
0,22
0,11
1,56
0,76
3,22
0,51
0,01
2008
0,60
0,58
0,19
4,27
0,85
5,71
0,52
0,00
2009
4,22
4,22
0,12
1,43
0,68
2,11
0,58
0,06
2010
0,08
0,07
0,08
0,94
0,57
1,33
0,76
0,11
2007
4,27
3,77
2,47
1,33
0,60
1,53
0,33
0,01
2008
0,66
0,59
0,02
4,05
0,85
5,60
0,20
-0,22
2009
0,42
0,40
0,02
3,40
0,83
5,00
0,11
-0,15
2010
0,22
0,11
0,01
3,40
1,03
5,99
0,11
0,31
2007
0,93
0,91
0,69
1,02
0,63
1,72
0,54
0,05
2008
0,91
0,88
0,54
1,34
0,66
1,95
0,49
0,04
2009
0,55
0,54
0,22
1,32
0,67
2,05
0,41
0,03
2010
0,52
0,51
0,17
1,94
0,65
1,94
3,05
0,01
2007
0,92
0,59
0,36
0,83
0,63
2,62
3,45
0,03
2008
0,90
0,52
0,26
1,20
0,67
3,11
4,05
0,03
2009
1,16
0,70
0,40
1,35
0,62
2,45
3,44
0,05
2010
2,04
1,46
1,06
0,27
0,47
0,47
3,27
0,06
2007
2,45
1,08
0,25
2,61
0,76
3,90
5,64
0,04
2008
1,73
0,73
0,19
2,10
0,77
4,00
7,23
0,05
2009
2,21
1,03
0,29
0,90
0,61
1,76
7,92
0,13
2010
2,63
1,33
0,45
0,59
0,50
1,14
6,27
0,14
2007
0,83
0,54
0,08
0,14
0,68
2,42
4,04
0,03
2008
1,12
0,57
0,09
0,83
0,73
3,18
4,81
0,04
2009
1,12
0,78
0,23
1,06
0,69
2,78
3,95
0,03
2010
1,10
0,73
0,14
1,11
0,72
3,14
3,81
0,02
2007
0,98
0,65
0,03
0,12
0,63
1,69
5,56
0,06
2008
1,17
0,83
0,04
7,66
0,95
7,66
6,53
0,00
2009
1,32
1,03
0,17
2,91
0,87
6,35
6,40
0,09
2010
1,42
1,10
0,33
2,75
0,74
2,75
4,85
0,19
131
Lanjutan Lampiran 2
No.
Emiten
Tahun
CACL
CAICL
MPPA
2007
2,25
1,79
1,40
0,96
0,61
1,57
5,76
0,06
2008
1,12
0,90
0,38
0,66
0,68
2,12
6,29
0,00
2009
1,61
1,24
0,72
1,11
0,66
2,02
6,33
0,03
2010
1,76
1,44
0,84
0,16
0,37
0,60
5,68
0,51
2007
0,29
0,22
0,03
0,40
0,42
0,73
3,65
0,07
2008
2,19
1,49
0,41
0,70
0,56
1,32
3,79
0,07
2009
2,29
1,69
0,46
0,54
0,50
1,03
3,72
0,11
2010
2,58
2,10
0,45
0,66
0,54
1,18
4,85
0,11
2007
2,65
2,60
1,32
0,31
0,36
0,57
2,06
0,11
2008
3,17
3,12
1,62
0,29
0,34
0,51
2,13
0,10
2009
1,97
1,94
1,27
0,23
0,37
0,58
2,14
0,09
2010
2,46
2,37
1,58
0,19
0,41
0,71
1,22
0,08
2007
3,72
1,22
0,70
0,96
0,60
1,50
7,43
0,06
2008
2,48
0,33
0,06
0,86
0,61
1,58
5,74
0,05
2009
2,66
0,37
0,08
0,85
0,59
1,45
5,01
0,01
2010
2,50
0,47
0,07
0,73
0,57
1,30
5,20
0,04
2007
1,92
1,64
0,93
1,22
0,73
2,71
0,41
0,09
2008
2,96
2,48
0,81
0,90
0,60
1,48
4,40
0,16
2009
3,28
2,72
1,14
0,82
0,57
1,32
4,40
0,20
2010
3,34
2,87
1,44
0,74
0,56
1,25
5,93
0,31
2007
0,90
0,88
0,26
0,58
0,54
1,19
1,12
0,09
2008
1,38
1,32
0,29
0,64
0,48
0,93
1,13
0,10
2009
0,90
0,86
0,36
0,30
0,44
0,77
1,17
0,14
2010
2,46
2,37
1,21
0,50
0,41
0,71
1,22
0,13
2007
1,32
0,60
0,04
1,52
0,65
1,82
0,47
0,02
2008
1,20
0,59
0,05
1,42
0,64
1,78
0,51
0,03
2009
0,88
0,46
0,04
1,42
0,56
1,92
0,42
-0,02
2010
1,01
0,48
0,04
1,41
0,57
1,95
0,60
0,00
2007
0,63
-2,86
0,02
3,30
0,81
4,84
0,29
0,02
2008
0,60
-3,08
0,02
2,85
0,80
4,49
0,30
0,02
2009
0,71
-1,60
0,03
2,35
0,79
3,86
0,62
0,01
2010
0,80
0,55
0,05
2,07
0,79
3,77
0,78
0,03
2007
0,24
0,11
0,01
0,52
0,64
1,75
0,53
0,00
2008
0,26
0,12
0,00
0,41
0,65
1,85
0,49
0,02
2009
0,19
0,06
0,00
0,53
0,69
2,28
0,46
-0,08
2010
0,26
0,12
0,05
0,59
0,73
2,70
0,65
-0,01
10.
MYOR
11.
PJAA
12.
RMBA
13.
SCTV
14.
PLJA
15.
INKP
16.
PIDL
17.
LPPI
18.
CCL
LTDTE
TLT
TLTE
SFA
NITA
132
Lampiran 3
Output SPSS
Descriptives
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
CACL
107
.0802
4.2684
1.258822
.9399117
CAICL
107
-3.0832
4.2192
.772760
1.1309441
CCL
107
.0028
2.4680
.400886
.4834823
LTDTE
107
.1628
7.6641
1.515264
1.1571374
TLTA
107
.3358
1.1528
.657305
.1429880
TLTE
107
.4743
7.6566
2.494440
1.6509655
SFA
107
.1053
7.9249
2.075097
2.1411474
NITA
107
-.2228
.5079
.055265
.1005009
Valid N (listwise)
107
133
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
CACL
N
Normal Parameters
a,,b
Most Extreme Differences
CAICL
CCL
LTDTE
TLTA
TLTE
NITA
107
107
107
107
107
107
107
107
Mean
1.258822
.772760
.400886
1.515264
.657305
2.588016
2.075097
.055265
Std. Deviation
.9399117
1.1309441
.4834823
1.1571374
.1429880
2.1530133
2.1411474
.1005009
Absolute
.180
.209
.216
.203
.163
.235
.260
.199
Positive
.180
.143
.216
.203
.163
.235
.260
.199
Negative
-.119
-.209
-.205
-.121
-.092
-.163
-.179
-.196
1.867
2.162
2.234
2.100
1.681
2.429
2.691
2.053
.002
.000
.000
.000
.007
.000
.000
.000
TLTA
TLTE
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Mann-Whitney Test
a
Test Statistics
CACL
CAICL
CCL
LTDTE
SFA
NITA
Mann-Whitney U
485.000
227.000
26.000
742.000
646.000
648.000
400.000
482.000
Wilcoxon W
950.000
692.000
491.000
3745.000
3649.000
3651.000
865.000
947.000
-4.649
-6.440
-7.835
-2.866
-3.532
-3.518
-5.239
-4.670
.000
.000
.000
.004
.000
.000
.000
.000
Z
SFA
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping Variable: Peringkat
134
Factor Analysis
Pengujian (1)
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
Bartlett's Test of Sphericity
.747
Approx. Chi-Square
544.933
df
28
Sig.
.000
Anti-image Matrices
CACL
Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
CAICL
CCL
LTDTE
TLTA
TLTE
SFA
NITA
CACL
.317
-.143
-.141
-.029
.010
.026
-.210
.021
CAICL
-.143
.426
-.116
.034
.013
-.024
.013
-.001
CCL
-.141
-.116
.361
-.010
.091
-.012
.163
-.136
LTDTE
-.029
.034
-.010
.159
-.038
-.118
.027
.063
TLTA
.010
.013
.091
-.038
.274
-.068
.086
-.057
TLTE
.026
-.024
-.012
-.118
-.068
.148
-.066
-.022
SFA
-.210
.013
.163
.027
.086
-.066
.585
-.191
NITA
.021
-.001
-.136
.063
-.057
-.022
-.191
.749
a
-.391
-.416
-.129
.035
.122
-.489
.044
a
-.297
.130
.038
-.094
.025
-.002
a
-.040
.289
-.053
.355
-.261
a
-.182
-.766
.089
.183
a
-.338
.216
-.126
a
-.225
-.065
a
-.288
CACL
.740
CAICL
-.391
.853
CCL
-.416
-.297
.749
LTDTE
-.129
.130
-.040
.725
TLTA
.035
.038
.289
-.182
.874
TLTE
.122
-.094
-.053
-.766
-.338
.696
SFA
-.489
.025
.355
.089
.216
-.225
.475
NITA
.044
-.002
-.261
.183
-.126
-.065
-.288
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
135
.736
a
Pengujian (2)
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
Bartlett's Test of Sphericity
.797
Approx. Chi-Square
491.603
df
21
Sig.
.000
Anti-image Matrices
CACL
Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
CAICL
CCL
LTDTE
TLTA
TLTE
NITA
CACL
.416
-.183
-.124
-.025
.057
.004
-.068
CAICL
-.183
.426
-.137
.033
.012
-.023
.003
CCL
-.124
-.137
.413
-.020
.080
.008
-.103
LTDTE
-.025
.033
-.020
.160
-.044
-.122
.079
TLTA
.057
.012
.080
-.044
.288
-.065
-.033
TLTE
.004
-.023
.008
-.122
-.065
.156
-.050
NITA
-.068
.003
-.103
.079
-.033
-.050
.817
CACL
.817
a
-.434
-.298
-.098
.165
.014
-.116
CAICL
-.434
.822
a
-.327
.128
.034
-.091
.005
CCL
-.298
-.327
.848
a
-.077
.233
.030
-.178
LTDTE
-.098
.128
-.077
.719
a
-.207
-.769
.219
TLTA
.165
.034
.233
-.207
.900
a
-.305
-.069
TLTE
.014
-.091
.030
-.769
-.305
.715
a
-.139
NITA
-.116
.005
-.178
.219
-.069
-.139
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
136
.799
a
Total Variance Explained
Extraction Sums of Squared
Rotation Sums of Squared
Loadings
Loadings
Initial Eigenvalues
Component Total
% of
Cumulative
Variance
%
Total
% of
Cumulati
Variance
ve %
% of
Total Variance
Cumulative
%
1
3.840
54.852
54.852
3.840
54.852
54.852 2.629
37.553
37.553
2
1.405
20.068
74.920
1.405
20.068
74.920 2.616
37.367
74.920
3
.815
11.641
86.560
4
.338
4.824
91.384
5
.304
4.350
95.734
6
.210
3.005
98.739
7
.088
1.261
100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component Matrix
a
Component
1
2
CACL
.728
.493
CAICL
.740
.444
CCL
.774
.400
LTDTE
-.790
.539
TLTA
-.859
.304
TLTE
-.777
.573
NITA
.444
.306
Extraction Method: Principal
Component Analysis.
a. 2 components extracted.
137
Rotated Component Matrix
a
Component
1
2
CACL
-.169
.863
CAICL
-.212
.837
CCL
-.266
.829
LTDTE
.941
-.175
TLTA
.823
-.390
TLTE
.955
-.142
NITA
-.099
.530
Extraction Method: Principal
Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with
Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3
iterations.
Component Transformation
Matrix
Compo
nent
1
2
1
-.709
.705
2
.705
.709
Extraction Method: Principal
Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with
Kaiser Normalization.
138
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Cases
Selected Cases
a
N
Included in Analysis
Missing Cases
Total
Unselected Cases
Total
Percent
107
100.0
0
.0
107
100.0
0
.0
107
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Block 0: Beginning Block
a,b,c
Iteration History
Coefficients
Iteration
Step 0
-2 Log likelihood
Constant
1
127.057
.879
2
126.968
.942
3
126.967
.943
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 126,967
c. Estimation terminated at iteration number 3
because parameter estimates changed by less than
,001.
139
Block 1: Method = Enter
a,b,c,d
Iteration History
Coefficients
Iteration
Step 1
-2 Log likelihood
Constant
FAC1_1
FAC2_1
1
93.232
.879
-.387
.918
2
76.713
1.467
-.630
1.925
3
68.728
2.200
-.973
3.130
4
66.610
2.802
-1.279
4.111
5
66.422
3.047
-1.407
4.512
6
66.420
3.076
-1.422
4.559
7
66.420
3.076
-1.422
4.559
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 126,967
d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter
estimates changed by less than ,001.
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square
Step 1
df
Sig.
Step
60.547
2
.000
Block
60.547
2
.000
Model
60.547
2
.000
140
Model Summary
Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood
1
66.420
a
.432
.622
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step
Chi-square
1
df
5.311
Sig.
7
.622
Classification Table
a
Predicted
Peringkat
Non-Investment
Investment
Percentage
Grade
Grade
Correct
Observed
Step 1
Peringkat
Non-Investment Grade
Investment Grade
17
13
56.7
4
73
94.8
Overall Percentage
84.1
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
95% C.I.for EXP(B)
B
Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
FAC1_1
-1.422
.404
12.362
1
.000
.241
.109
.533
FAC2_1
4.559
1.085
17.652
1
.000 95.499
11.385
801.074
Constant
3.076
.693
19.699
1
.000 21.670
a. Variable(s) entered on step 1: FAC1_1, FAC2_1.
141
Download