III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENElITIAN

advertisement
III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENElITIAN
3.1 Kondisi Geografi, Demografi, dan Sosial
Pelabuhanratu merupakan daerah pesisir di Selatan Kabupaten Sukabumi
dan sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Pelabuhanratu terkenal dengan penghasil utama perikanan laut di
Kabupaten Sukabumi.
Wilayah Kabupaten Sukabumi di sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Cianjur, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak
sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia (Gambar 3.1)
Gambar 3.1 Batasan Wilayah Kabupaten Sukabumi
Kabupaten Sukabumi mempunyai luas sekitar 3.934,47 km2. Topografi
daerah perairan dengan kedalaman sekitar 200 m, pada jarak sekitar 300 m dari
garis pantai, di luar itu kedalaman sekitar 600 m.
Banyaknya sungai yang
bermuara di Teluk Palabuhanratu menyebabkan potensi sedimentasi besar.
Tinggi pasang surut sekitar 2,1 m dengan kecepatan arus 0.75 m/detik (PT
Perencana Jaya, 2004). Kondisi ini menjadi ciri khas Pelabuhanratu dan daerah
sekitarya yang mengandung potensi alam yang khas baik laut maupun darat.
34
Selain sumber daya alam, Pelabuhanratu dan Kabupaten Sukabumi
secara umum juga merupakan daerah strategis pada sisi industri barang dan jasa.
Oleh karena letaknya hanya berkisar 130 km dari Jakarta, maka banyak industri
yang bermarkas di Jakarta, membangun beberapa pabriknya di Sukabumi. Bila
dibandingkan dengan kabupaten lainya, maka Kabupaten Sukabumi merupakan
kabupaten terluas wilayahnya di Jawa Barat.
Secara administratif, wilayah
Kabupaten Sukabumi terbagi menjadi 45 wilayah kecamatan, 335 wilayah desa
dan 3 wilayah kelurahan.
Teluk Pelabuhanratu merupakan teluk terbesar di pantai Selatan Pulau
Jawa yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Secara geografis,
Teluk Pelabuhan Ratu terletak pada posisi 6° 57’ sampai 7° 07’ LS dan 106° 22’
sampai 106° 33’ BT dengan panjang garis pantai 105 km. Perairan Teluk
Pelabuhanratu merupakan tempat bermuaranya empat sungai, yakni Sungai
Cimandiri, Sungai Cibareno, Sungai Cilentuk, dan Sungai Cikanteh. Kecamatan
Pelabuhanratu berbatasan dengan Kecamatan Ciladang disebelah Utara,
Kecamatan Ciemas disebelah Selatan, Kecamatan Cisolok disebelah Barat,
Kecamatan Wanasciara disebelah Timur, dan Samudera Hindia di sebelah Barat
Daya. Dasar perairan di Pelabuhanratu cukup curam dengan kedalaman antara 3
sampai 200 m. Pelabuahan Ratu juga termasuk salah satu daerah tempat
pelelangan ikan di Jawa Barat. Selain di Teluk Pelabuhanratu, lokasi rumpon
yang diteliti saat ini adalah di Barat Daya perairan Pelabuhanratu yang secara
langsung berhubungan dengan Samudera Hindia.
Berdasarkan data statistik tahun 2007, penduduk Kabupaten Sukabumi
berjumlah 2.240.901 jiwa yang terdiri dari pria sekitar 1.151.103 jiwa dan
wanita sekitar 1.089.798 jiwa, dan Pelabuhanratu termasuk lokasi yang snagat
pesat
penduduknya di
Kabupaten
penduduknya mencapai 709,03 km2.
Sukabumi.
Sedangkan
kepadatan
Mengacu data ini, maka kepadatan
penduduk di Kabupaten Sukabumi termasuk padat di Indonesia. Sedangkan
untuk penyebaran penduduk, sebagian besar pendukung Kabupaten Sukabumi
bermukim di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan disebelah
Selatan (kota Pelabuhanratu).
35
Untuk penyediaan air bersih, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kabupaten Sukabumi dapat mensuplai dengan baik kebutuhan air bersih
masyarakat yaitu dengan kapasitas produksi mencapai 204,00 liter/detik,
sedangkan kapasitas terpasangnya mencapai 241,00 liter/detik.
Selama ini,
PDAM dapat mendistribusikan air bersih kepada seluruh masyarakat di lokasi
dengan kaasitas 6.186.087,00 m3/tahun.
Terkait dengan ini, maka penyediaan
air bersih dirasakan cukup di Pelabuhanratu dan Kabupaten Sukabumi pada
umumnya termasuk untuk mendukung pengembangan industri perikanan.
Pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2001 sekitar 15,4 milyar. Mata pencaharian
penduduk Sukabumi sebagian besar dalam bidang pertanian.
Palabuhanratu
sebagai pusat pemerintahan, diarahkan untuk mengakomodir perkembangan
perdagangan, jasa, perikanan laut serta pariwisata.
3.2 Karakteristik Lingkungan Sekitar Lokasi Penelitian
Karakteristik lingkungan perairan penting bagi organisme perairan untuk
mendukung proses kehidupannya. Karakterikstik lingkungan perairan ini dapat
diketahui dari parameter fisika, kimia, maupun biologinya. Parameter tersebut
sangat menentukan bagaimana bentuk pantai, sedimen, permukaan dasar laut,
dan bagaimana biota hidup didalamnya.
Suhu permukaan di laut antara
22,2_22,7 oC dengan salinitas air sekitar 29,34 0/00.
Kondisi perairan jernih
dengan ombak yang relatih lebih tinggi dari pada perairan lainnya. Arus di
Selatan berasal dari Selatan dan Barat (Samudera Hindia) bergerak menuju
Timur dan sebagian dibelokan ke Utara, dengan kecepatan mencapai 0,75
m/detik.
Gelombang yang terjadi di perairan Pelabuhanratu ini termasuk
golongan transisi dan memiliki panjang gelombang yang besar dalam
hubungannya dengan frekuensi yang kecil. Salah satu penyebabnya adalah
adanya gaya gesek yang terjadi pada dasar perairan. Hal tersebut dapat
mengakibatkan proses abrasi dan sedimentasi. Di pantai ini telah terbukti bahwa
terjadi dua fenomena sekaligus, yaitu proses abrasi dan proses sedimentasi
karena terjadinya pemusatan energi dan penyebaran energi oleh gelombang.
Fenomena abrasi dan sedimentasi ini disebabkan oleh energi yang lebih besar
daripada arus dalam dan secara umum kecenderungan abrasi lebih besar dari
sedimentasi. Gelombang di Samudera Hindia cukup besar bahkan sampai
36
ketinggian 3 meter. Parameter fisika perairan Barat Daya Pelabuhanratu yaitu
sebagai berikut : total suspended solid (TSS) berkisar 13,20 – 13,48 mg/l,
turbidity berkisar 0,15 – 0,42 NTU. Sedangkan kondisi kimia perairan lainnya
sebagai berikut : pH 7,6, BOD5 12,5 mg/l COD 24,60 mg/l dan amonia 0,21
mg/l.
Berdasarkan hasil kajian ini, maka sifat fisika dan kimia perairan di
kawasan ini masih cukup baik dan mendukung perkembangan habitat dan
ekosistem di perairan Pelabuhanratu dan sekitarnya. Tabel 3.1 memperlihatkan
karakterisktik detail lingkungan perairan Selatan, Barad Daya Pelabuhanratu.
Tabel 3.1 Karakteristik lingkungan Lokasi Penelitian
No.
Parameter
Nilai Parameter
1.
Kecepatan arus
0,75 m/detik
2.
Tinggi dan periode gelombang
141,61 cm dengan periode 5,46
detik
3.
Warna
< 5 unit
4.
Temperatur
22,2 -22,7 oC
5.
Salinitas
29,34 0/00
6.
pH
7,6
BOD5
12,65 mg/l
7.
COD
24,60 mg/l
8.
Amonia
0,21 mg/l
9.
TSS
13,20 – 13,48 mg/l
10.
Turbidity
0,15 – 0,42 NTU
Sumber : Hasil analisis data lapang (2008)
Bila melihat hasil analisis paremeter biologis, hampir perairan
Pelabuhanratu dan ZEEI Samudera Hindia tempat pemasangan rumpon
mempunyai ekosistem terumbu karang yang tidak terlalu baik.
Ekosistem
terumbu karang terbaik yang ada di perairan Ujung Genteng pada kedalaman 3
meter hingga 9 meter yang masing-masing memiliki persentase penutupan 62 %
37
- 79,4 %. Pertumbuhan karang di wilayah perairan tersebut lebih didominasi
oleh coral massive dan Acropora digtata. Sedangkan di sekitar perairan Teluk
Pelabuhanratu, umunya dari jenis Acropora branching dan coral branching
memiliki pertumbuhan yang lebih dominan dibandingkan dengan jenis karang
lainnya. Di perairan Pelabuhanratu ditemukan penyu dan ikan Napoleon
(Cheilinus undulatus) yang termasuk ikan yang dilindungi.
Selain itu juga
ditemukan jenis-jenis ikan lain seperti ikan ekor kuning (Caesio sp), kepe-kepe
(Chaetodon sp), ikan biji nangka (Upeneus sp), dan lain-lain. Di samping ikan,
juga ditemukan ekosistem padang lamun.
3.3 Kondisi Klimatologi Perairan di Sekitar Lokasi Penelitian
Seperti umumnya iklim wilayah kepulauan di Indonesia, Pelabuhanratu
dan lokasi pemasangan rumpon mempunyai iklim yang tropis. Kondisi suhu
harian di sekitar pantai Pelabuhanratu berkisar
antara 21,1
- 31,2 °C.
Sedangkan kecepatan angin mencapai 13,4 knot dengan arah angin terbanyak
menuju arah barat. Curah hujan cukup tinggi, yaitu mencapai 2.787 mm/tahun.
Keadaan curah ini ditentukan oleh fluktuasi musim hujan dan kemarau,
dimana musim barat/hujan berlangsung sejak bulan Juli sampai dengan
Desember dan musim timur/kemarau berlangsung antara bulan Januari sampai
dengan Juni setiap tahunnya. Suhu udara maksimum di Pelabuhanratu berkisar
26,2 – 36,5 oC dan suhu udara minimum berkisar 16,7 – 23,2 oC. Kelembaban
nisbi berkisar 70 - 77 % sepanjang tahun.
Karakteristik klimatologi seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2, sangat
penting dalam mendukung berbagai kegiatan pengelolaan di Pelabuhanratu
seperti kegiatan usaha perikanan laut, penelitian, wisata bahari dan lainnya.
Data musim, suhu, curah hujan, temperatur, dan kecepatan arus diperlukan untuk
mengukur kesesuaian kawasan perairan untuk pengembangan kegiatan yang
mendukung usaha perikanan, penelitian, dan pelestarian habitat sangat
diperlukan sehingga terjadi keberlanjutan dalam pemanfaatan.
38
Tabel 3.2 Karakteristik iklim di perairan Pelabuhanratu
No.
Parameter Iklim
Nilai Parameter
1.
Suhu/temperatur harian
21,1 - 31,2 °C
2.
Kecepatan angin
mencapai 13,4 knot
3.
Curah hujan
2.787 mm/tahun
4.
Musim barat
Juli – Desember
5.
Musim timur
Januari – Juni,
6.
Suhu udara maksimum
26,2 – 36,5 oC
7.
Suhu udara minimum
16,7 – 23,2 oC
8.
Kelembaban nisbi
70 – 77 % sepanjang tahun
Sumber : Hasil analisis data lapang (2008)
3.4 Potensi Wisata Bahari dan Daerah konservasi
Di kawasan Pelabuhanratu, terdapat sembilan titik lokasi untuk berselancar,
yaitu di Batu Guram, Karang Sari, Samudra Beach, Cimaja, Karang Haji,
Indicator, Sunset Beach, Ombak Tujuh sampai Ujung Genteng. Masing-masing
pantainya mempunyai ombak dengan karakteristik sendiri. Kegiatan olahraga
lainnya, yang unik dan terbilang langka ada di sini, yakni Arung Gelombang.
Keberadaan olahraga air yang satu ini di Pantai Pelabuhan Ratu terbilang sangat
baru, dan mungkin satu-satunya di Indonesia, bahkan di dunia. Pemerintah
Daerah setempat dalam dua tahun terakhir telah mencoba melaksanakan event
Arung Gelombang dengan mengundang peserta dari daerah lain, bahkan pernah
juga diikuti oleh peserta dari luar negeri.
Pantai Pelabuhanratu yang berupa teluk menyebabkan bentangan garis
pantai yang cukup panjang menghadap laut selatan Pulau Jawa. Di beberapa
bagian pantai kita bisa menemukan persawahan penduduk yang langsung
berbatasan dengan laut, sebuah pemandangan yang unik dan menarik. Deburan
ombak memecah di pantai menambah semarak suasana alam sekitar, ditambah
rimbunnya hutan cagar alam di beberapa bagian di pinggiran pantai memberi
39
keteduhan dan segarnya suasana pinggiran perairan ini. Selain untuk menikmati
pemandangan alam pantai, banyak pengunjung ke sini khusus untuk mencicipi
makanan khas lautnya yang bahan-bahannya merupakan hasil tangkapan para
nelayan di pantai tersebut. Secara keseluruhan, sajian keindahan pantai mampu
menghapus segala kepenatan yang melanda perjalanan ke Pelabuhanratu.
Dalam kaitan dengan konservasi, Pelabuhanratu juga terkenal sebagai
tempat bertelur dan berbiaknya penyu. Sebagaimana diketahui bersama, penyu
adalah salah satu jenis hewan laut yang mulai terancam punah, dan karenanya
termasuk salah satu binatang yang dilindungi di dunia. Habitat alami penyu di
Pelabuhanratu ini perlu idukung oleh semua pihak terutama masyarakat sekitar
pantai supaya terus menjaga dan melindungi ekosistem penyu-penyu agar tidak
punah di pantai Pelabuhanratu. Selain itu, bagi pemerintah setempat diharapkan
agar terus memantau keadaan hewan langka ini dari tangan-tangan jahil yang
mencoba menangkap untuk dikonsumsi daging dan telurnya. Rumah (kulit)
penyu sering dijadikan hiasan yang mahal harganya, sehingga banyak diburu
manusia.
Habitat penyu berkembang di pantai Pelabuhanratu tersebut lebih
didukung oleh morfologi pantai yang landai, berpasir putih, halus dan luas,
meskipun pada beberapa bagian terdapat pantai bebatuan, curam, dengan karangkarang terjal. Disamping itu, kondisi pantai-pantai tersebut juga cukup alami
dan tenang untuk perkembangbiakan.
Penyu yang bertelur di pantai
Pelabuhanratu tersebut jenis penyu hijau (Chelonia mydas) yang berusia antara
20-100 tahun bertelur. Satwa laut dengan ukuran panjang 70-140 cm dan berat
antara 50-150 kg ini tidak bisa bertelur di sembarang pantai. Musim bertelurnya
antara bulan Juli sampai Oktober. Setiap kali bertelur seekor penyu hijau
menghasilkan 100-250 butir. Telur-telur penyu mendatangkan pemasukan juga
bagi wilayah ini, sehingga hewan purba yang dilindungi ini digunakan sebagai
logo Kabupaten Sukabumi.
3.5 Kegiatan Perikanan di Pelabuhanratu
Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu berfluktuasi. Pada
tahun 1993 nelayan berjumlah 3.028 orang, menurun menjadi 2.608 orang pada
40
tahun 1994. Penurunan jumlah nelayan relatif besar terjadi tahun 2000, yaitu
menjadi 2.354 orang. Jumlah nelayan kembali meningkat pada tahun 2003 yaitu
berjumlah 3.340 orang, dan terus meningkat menjadi 4.573 orang pada tahun
2007.
Peningkatan jumlah nelayan ini dominan didorong oleh peningkatan
jumlah perahu/armada dengan basis penangkapan ikan di sekitar rumpon.
5,000
4,500
Nelayan (orang)
4,000
3,500
3,000
2,500
2,000
1,500
1,000
500
0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Gambar 3.2 Perkembangan jumlah nelayan di Pelabuhanratu
Perahu/armada perikanan yang beroperasi di Pelabuhan Perikanan Nasional
(PPN) Palabuhanratu, terdiri atas perahu motor tempel dan kapal
motor.
Jumlah kapal motor dan motor tempel berfluktuasi. Armada penangkapan
periode 1993-2007 didominasi jenis perahu motor tempel, yaitu sekitar 60%.
Kapal purse seine yang yang beroperasi di perairan Pelabuhanratu kebanyakan
berasal dari Pantai Utara Jawa. Kapal longline tahun 2003 mulai mendaratkan
ikannya di PPN Palabuhanratu berjumlah 29 unit. Seiring dengan peningkatan
fasilitas yang ada di PPN Palabuhanratu, pada tahun 2007 kapal longline di
PPN Palabuhanratu berjumlah 45 unit.
Komposisi perahu/armada berpengaruh pada daya tampung kolam
pelabuhan.
Pada awalnya
kolam pelabuhan di PPN Pelabuhanratu tidak
mampu lagi menampung seluruh jumlah kapal yang ada apabila sedang tambat.
41
Hal
ini
diperparah
dengan
pendangkalan
kolam
pelabuhan
yang
mengakibatkan terganggunya olah gerak kapal yang beroperasional di PPN
Pelabuhanratu.
Namun kondisi ini semakin diperbaiki seiring dengan
peningkatan jumlah perahu/armada perikanan di Pelabuhanratu.
Pada periode 1993-2007 jumlah alat tangkap di perairan Pelabuhanratu
cukup berfluktuatif. Jenis alat tangkap di PPN Palabuhanratu terdiri atas rampus,
rawai, bagan, payang, pancing (tonda), purse seine, gillnet, trammel net, dan
longline. Alat tangkap dominan adalah pancing, gillnet, bagan dan payang.
Gillnet berjumlah 295 unit pada tahun 1993, menurun menjadi 135 unit pada
tahun 2007. Bagan berjumlah 34 unit pada tahun 1993, meningkat menjadi 274
unit pada tahun 2007. Jumlah alat tangkap longline 29 unit pada tahun 1993,
meningkat menjadi 45 unit pada tahun 2007. Jaring angkat meningkat tajam
pada tahun 2001 yang mencapai jumlah 1.500 unit.
Ikan yang didaratkan di PPN Pelabuhanratu berasal dari hasil
tangkapan kapal perikanan domisili (Pelabuhanratu) dan kapal perikanan
pendatang yaitu diantaranya dari Cilacap, Jakarta, Binuangeun. Daerah
penangkapan ikan bagi nelayan yang menggunakan base fishing port-nya PPN
Pelabuhanratu adalah di antaranya di perairan Pelabuhanratu, Cisolok, Ujung
Genteng, perairan sebelah Selatan pulau Jawa dan perairan sebelah Barat pulau
Sumatera. Dari segi produksi, sebagian besar hasil tangkapan ikan tersebut terdiri
dari kelompok ikan pelagis dan ikan demersal. Kelompok pelagis meliputi jenis
tuna (Thunnus spp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Euthynnus sp.
dan Auxis sp.), tenggiri (Scomberomorus commersoni), kembung (Rastrelliger
spp.) dan tembang (Sardinella fimbriata). Ikan demersal meliputi ikan cucut
(Charcarinus sp.), layur (Trichiurus spp.), pari (Dasyatis sp.) dan pepetek
(Leiognathus sp.). Produksi ikan periode 1994-2007 juga cukup berfluktuatif
seiring dengan perkembangan armada dan alat tangkap. Jumlah produksi relatif
tetap yaitu berjumlah 3.425 tahun 1994, dan jumlahnya tidak jauh berbeda pada
tahun 2004 yaitu 3.368 ton. Produksi meningkat cukup signifikan tahun 2005
berjumlah 6.600 ton. Pada tahun 2006 sedikit menurun lalu kemudian meningkat
pada tahun 2007 menjadi 6.832 ton.
42
Produksi perikanan PPN Palabuhanratu tersebut merupakan 40-50% dari
total produksi perikanan Kabupaten Sukabumi. Meskipun produksi perikanan di
Kabupaten Sukabumi dan PPN Palabuhanratu cukup selama periode 1994-2007
cukup berfluktuatif, tetapi nilai produksinya tidak demikian. Nilai produksi ikan
di Kabupaten Sukabumi periode 1994-2007 cenderung meningkat. Pada tahun
1994 berjumlah Rp 8.444.153.000,00 dan pada tahun 2007 menjadi Rp
83.785.200.000,00. Nilai produksi memang pernah menurun pada tahun 2000
(Rp21.437.100,00) dibandingkan tahun 1999 (Rp41.122.725,00).
kemudian meningkat terus hingga tahun 2007.
Namun
Untuk PPN Pelabuhanratu,
selama periode 1994-2007, nilai produksi ikannya cenderung meningkat yaitu
dari
Rp3.617.532.450,00
pada
tahun
1994
meningkat
menjadi
Rp15.273.292.570,00 pada tahun 2003. Peningkatan nilai produksi cukup tajam
terjadi pada periode 2005-2007, yaitu menjadi Rp 34.569.421.000,00 pada tahun
2007. Peningkatan nilai produksi tersebut lebih disebabkan oleh harga ikan yang
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan dominan produksi
disebabkan oleh keberadaan rumpon yang bersifat mengumpulkan ikan di lokasi
seperti terlihat pada pada Gambar 3.3
8,000
Produksi Ikan (ton)
7,000
6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Gambar 3.3 Perkembangan jumlah produksi perikanan laut di Pelabuhanratu
3.6 Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon
Perairan Pelabuhanratu
merupakan perairan yang mempunyai ciri khas
dibandingkan dengan perairan pantai lainnya yaitu lebih kurang 1-2 mil dari
43
garis pantai, perairannya sudah mempunyai kedalaman yang dalam yaitu besar
dari 200 meter. Sesuai
karateristik perairan ini mempunyai kesesuaian dalam
usaha penangkapan ikan di laut.
Sebelum tahun 2000, nelayan yang
berpangkalan di PPPN Pelabuhanratu menangkap ikan di sekitar Teluk perairan
Pelabuhanratu tersebut.
Dengan berfluktuasinya harga BBM bahkan sampai
mencapai peningkatan harga yang cukup tinggi banyak para nelayan yang tidak
beroperasional ke laut karena BBM merupakan salah satu komponen biaya
operasional melaut yang berkontribusi sebesar 60-70% dari biaya operasional
seluruhnya. Oleh karena itu pemerintah mencanangkan program rumponisasi
sebagai alternative usaha penangkapan ikan di laut.
Sejalan dengan upaya pemerintah untuk peningkatan produksi
perikanan laut, pengelolaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan
memang sangat terandalkan. Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan
yang dipasang dilaut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut
dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul di sekitar rumpon,
sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Dengan pemasangan rumpon maka
kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak
lagi berburu ikan (dengan mengikuti ruayanya), tetapi cukup melakukan kegiatan
penangkapan ikan disekitar rumpon tersebut.
Alat penangkap ikan yang dominan di lakukan di rumpon adalah jenis
pancing yang diusahakan oleh nelayan kecil sampai menengah. Dari analisis
ekonomi bahwa pendapatan nelayan dengan menggunakan pancing relatif lebih
rendah dibandingkan dengan rawai dan payang, karena rawai, longline dan
payang serta purse seine merupakan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan
skala besar (industri) di Pelabuhanratu. Namun, biaya operasional pancing
justru paling rendah dibandingkan dengan jenis alat penangkap ikan lainnya di
perairan Pelabuhanratu. Selain itu, alat penangkap ikan dengan pancing lebih
ramah lingkungan serta hampir tidak mempengaruhi produktivitas hasil
tangkapan alat penangkap lainnya. Pancing merupakan alat tangkap yang
sederhana terdiri atas mata pancing berkait, tali pancing dan umpan. Mata
pancing yang dipakai memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Penentuan
ukuran mata pancing menentukan ukuran ikan sasaran. Selain mata pancing,
44
umpan merupakan komponen lain yang menentukan keberhasilan dari operasi
penangkapan ikan dengan menggunakan pancing.
Umpan terdiri dari dua
macam yaitu umpan alami (natural bait) dan umpan buatan (artificial bait).
Guna mendukung penangkapan ikan di sekitar rumpon, saat ini banyak
berkembang penggunaan perahu motor dengan kapal motor, sedangkan perahu
tanpa motor cenderung menurun.
Jumlah perahu/armada perikanan selama
periode tahun 1993-2007 cukup fluktuatif namun dengan kecenderungan
meningkat. Peningkatan jumlah terbanyak terjadi pada tahun 2000 sebesar 1.441
unit, pada tahun berikutnya jumlah kapal/perahu terus menurun hingga
berjumlah 1.323 unit pada tahun 2006. Perahu tanpa motor cenderung menurun,
yaitu dari 630 unit pada tahun 1994, menjadi 10 unit tahun 2003, dan tidak
digunakan lagi tahun 2004. Penurunan jumlah perahu tanpa motor, diimbangi
dengan keberadaan perahu motor tempel yang terus meningkat, yaitu dari 527
unit tahun 1994 menjadi 966 unit tahun 2006.
Perahu motor tempel banyak beroperasi untuk menangkap ikan di
perairan terdekat yang sebelumnya menjadi fishing ground untuk kapal motor
sedang dan besar. Seiring dengan perkembangan pengelolaan rumpon sebagai
alat bantu penangkapan, pengusaha perikanan dan nelayan telah melakukan
perbaikan dan pengembangan yang cukup berarti pada armada penangkapan
yang digunakannya. Sekitar 50% dari kapal motor di Sukabumi adalah kapal
yang beroperasi dengan basis di PPN Palabuhanratu. Alat penangkap ikan yang
digunakan pada kapal motor adalah bagan, gill net, pancing ulur, rawai, purse
seine, tuna long line dan tonda.
Sejak tahun 2004 alat tangkap pancing dengan alat bantu rumpon laut
dalam mulai beroperasi di perairan sebelah Selatan Palabuhanratu, yang
merupakan salah satu upaya nelayan untuk mencari jenis alat penangkap ikan
yang nilai produktifitasnya cukup baik dan dapat memberikan jawaban selama
ini atas penurunan hasil tangkapan akibat biaya operasional yang kurang
proporsional kepada nilai produksi hasil tangkapan. Model rumpon laut dalam
yang berkembang di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu
adalah model rumpon yang telah diterapkan oleh Yayasan Anak Nelayan
45
Indonesia (YANI – berkedudukan di PPN Palabuhanratu). Semula hanya
dipasang dua unit rumpon laut dalam yang terletak di luar Teluk Palabuhanratu.
Ternyata usaha pemasangan rumpon dengan alat penangkap ikan pancing cukup
berhasil. Menurut YANI bahwa nilai jual ikan hasil tangkapan berkisar Rp. 8 s/d
12 juta per trip, pendapatan bersih per perahu per trip rata-rata sebesar Rp. 2,5
juta, biaya operasional per trip sebesar Rp. 2 juta. Penggunaan rumpon laut
dalam telah mampu meningkatkan laju penangkapan, mengingat biaya
operasional dapat dikurangi 50 – 60% (untuk ukuran kapal yang sama) karena
waktu yang diperlukan dalam mencari gerombolan ikan relatif singkat, sehingga
frekuensi operasi penangkapan lebih banyak. Melihat keberhasilan YANI dan
adanya dugaan sebagian nelayan lokal bahwa pemasangan rumpon menyebabkan
hasil tangkapan non rumponisasi mengalami penurunan hasil.
nelayan lokal tersebut memicu terjadi konflik.
Dugaan para
Konflik tersebut telah
menimbulkan hilang dan rusaknya rumpon dan alat tangkap baik nelayan yang
memanfaatkan rumpon maupun yang tidak. Pemerintah Daerah dan Pelabuhan
Perikanan Nusantara Palabuhanratu telah berhasil mengatasi konflik tersebut
dengan cara musyawarah yakni melibatkan nelayan non rumponisasi untuk
bergabung memanfaatkan rumpon. Namun biaya investasi rumpon yang cukup
besar sehingga rumpon hanya dapat dilakukan dengan kerjasama dengan pemilik
modal sehingga tidak semua nelayan juga yang tertampung untuk memanfaatkan
rumpon, sehingga pemasangan rumpon dialihkan
ke perairan Barat Daya
perairan Pelabuhanratu, ZEE Samudera Hindia.
Saat ini jumlah rumpon yang dipasang sebanyak 22 unit dengan ukuran
kapal yang digunakan untuk alat tangkap pancing dengan alat bantu rumpon
adalah kapal motor yang berukuran < 10 GT. Pada tahun 2007 jumlah kapal
motor yang menggunakan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu sebagai
fishing base sebanyak 160 unit kapal dengan jumlah rumpon yang terpasang
sebanyak 22 unit di
kedalaman 400 – 2.000 meter. Koordinat penempatan
rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu seperti terlihat pada Lampiran 3,
dan bentuk rumpon yang digunakan di barat Daya perairan Pelabuhanratu dapat
dilihat pada Lampiran 5. Sejak tahun 2000- 2004 produktivitas alat penangkap
46
ikan (sebelum adanya rumpon) di PPN Pelabuhanratu berfluktuasi, seperti
terlihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Produktivitas (Kg/trip) Alat Penangkap Ikan Periode Tahun
2000-2004 di Pelabuhanratu
(Kg/trip)
Jenis Alat
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Penangkap
2000
2001
2002
2003
2004
Ikan
Payang
628
688
312
425
328
Rampus
200
242
93
162
75
Trammel 0
4
0
9
10
net
Bagan
69
87
97
482
404
Gill net
746
338
599
886
249
Pancing
165
222
21
77
172
ulur
Rawai
892
26
27
1.613
1.494
Purse seine 0
0
172
781
153
Tuna Long 0
0
0
2.675
2199
line
Sumber; DKP (2007)
Pada periode tahun 200-2004 tersebut di perairan Pelabuhan
Pelabuhanratu
belum berkembang rumponisasi. Pada tahun 2005- 2007, alat bantu penangkap
ikan rumpon telah berkembang sehingga produktivitas alat penangkap ikan di
perairan Pelabuhanratu mempunyai kecenderungan seperti pada Tabel 3.4
Tabel 3.4 Produktivitas (Kg/trip) Alat Penangkap Ikan Periode Tahun 20052007 di Pelabuhanratu.
(Kg/trip)
Jenis Alat Penangkap Ikan
Tahun 2005
Tahun 2007
Payang
Rampus
Trammel net
Bagan
Gill net
Pancing ulur
Rawai
Purse seine
Tuna Long line
Tonda
454
45
28
374
464
211
880
1.219
5.095
984
210
67
6
363
881
258
1.345
14.049
4.119
1.172
Sumber; DKP (2007)
47
System pengelolaan rumpon saat ini modal awal rumpon adalah
bantuan dari pemerintah dalam operasionalnya sebagian besar dibiayai oleh
pengusaha perikanan. Hasil penjualan tangkapan akan dibagi sebanyak 60%
untuk pengusaha dan 40 % untuk nelayan dan kemudian dikurangi 5% untuk
biaya pemeliharaan rumpon kelompok. Ikan hasil tangkapan alat tangkap
pancing (rumpon) dipasarkan dalam bentuk segar dan hasil olahan pindang, mutu
ikan hasil tangkapan berkualitas ikan ekspor karena ikan-ikan tuna langsung
ditangani mutunya diatas kapal, kapalnya memiliki palkah berinsulasi baik dan
menggunakan es yang cukup. Harga ikan jauh lebih baik biasanya harga tuna
hanya Rp. 5.000 – Rp. 6.000 per kg dengan hsil rumpon harga tuna berkualitas
ekspor menjadi Rp. 15.000 – Rp. 20.000 pe kg.
Terlepas dari jumlah dan nilai produksi perikanan yang cenderung
meningkat, komposisi armada perikanan perlu diatur tidak hanya sesuai dengan
daya dukung pelabuhan tetapi juga sesuai dengan daya dukung sumberdaya
perikanan di kawasan. Di samping itu, juga perlu diperhatikan jenis-jenis alat
tangkap yang digunakan dan diharapkan yang mempunyai selektivitas tinggi dan
ramah lingkungan. Hal ini disebabkan daya jangkau penangkapan ikan untuk
jenis kapal tersebut relatif jauh dan secara alamiah akan terjadi pergeseran
fishing ground ke arah luar Teluk Pelabuhanratu (perairan ZEEI) dengan
sumberdaya perikanannya yang masih melimpah, apalagi bila pengelolaan
rumpon berkembang baik dan berkelanjutan.
Dalam kaitan dengan bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan 60 –
70 % dari komponen biaya operasional penangkapan ikan di Pelabuhanratu,
keberadaan rumpon sangat membantu nelayan untuk menghemat BBM tersebut
dalam melaut. Kenaikan harga BBM yang pernah terjadi pada beberapa tahun
terakhir ini, menambah beban kehidupan bagi masyarakat nelayan terutama
nelayan kecil, di Pelabuhanratu.
Yang jelas dirasakan adalah sebagian besar
penghasilan nelayan menurun. Untuk mensiasati penghematan penggunaan BBM
yang merupakan komponen dominan komponen biaya operasional penangkapan
ikan, maka pengusaha perikanan dan nelayan di Pelabuhanratu dapat telah
mencoba mengusahakan rumpon secara tepat guna.
48
Tabel 3.5 Penggunaan BBM untuk beberapa unit penangkapan ikan di
Pelabuhanratu
Rasio
Biaya Operasional (Rp/trip)
Jenis Unit
BBM dari
No.
Penangkapan
Biaya
(%)
Biaya Total
Biaya BBM
1 Pancing
1,951,667
1,266,667
64.90
2 Rawai
17,300,000
11,616,667
67.15
3 Payang
14,741,667
9,566,667
64.90
4 Purse Seine
15,363,333
9,333,333
60.75
Sumber : Hasil analisis data lapang (2008)
Akan tetapi dalam perkembangannya, pemasangan rumpon selain
menimbulkan efek positif juga menimbulkan beberapa masalah, antara lain
akibat pemasangan rumpon yang tidak teratur dan lokasi yang berdekatan dapat
merusak pola ruaya ikan yang berimigrasi jauh sehingga mengganggu
keseimbangan dan konflik antar nelayan, kemudahan penangkapan ikan dengan
menggunakan rumpon dapat menimbulkan overfishing, dan lain-lain. Terlepas
dari itu, semua pengelolaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan di
Pelabuhanratu telah berkembang dengan baik dan hasil nyatanya untuk
membantu nelayan kecil dan menengah dalam penangkapan ikan cukup jelas dan
memuaskan. Saat ini, tinggal diupayakan bagaimana pengelolaan rumpon di
perairan Pelabuhanratu dapat berkelanjutan dan apakah semua dimensi
pengelolaan yang ada di Pelabuhanratu mendukung keberlanjutan pengelolaan
rupon di kawasan.
3.7 Fasilitas Pendukung Kegiatan Perikanan di Pelabuhanratu
Fasilitas pendukung kegiatan perikanan yang berbasis di PPN
Pelabuhanratu ada tiga jenis yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan
fasilitas peninjag. Fasilitas pokok berfungsi untuk melindungi pelabuhan ini
dari gangguan alam, tempat membongkar ikan hasil tangkapan dan memuat
perbekalan, dan tempat tambat labuh kapal-kapal penangkap ikan Fasilitas
pokok yang dimiliki oleh PPN Pelabuhanratu terdiri dari : (a)
dermaga
sepanjang 500 m, (b) kolam 3 Ha dengan variasi kedalaman -3 m, -2,5 m dan 2m. (c) penahan gelombang bagian barat 294 m dan bagian utara 125 m, (d)
49
jaringan drainase, dan (e) rambu navigasi. Khusus untuk dermaga dibagi lagi
menjadi beberapa bagian, yaitu dermaga tambat kapal-kapal 5-20 GT
sepanjang 120 m, kapal 20-30 GT sepanjang 90 m dan kapal 30 -100 GT
sepanjang 100 m. Dermaga bongkar ikan sepanjang 93 m dan dermaga
servicing 106 m. .
Fasilitas fungsional berfungsi untuk memberikan pelayanan dan manfaat
langsung yang diperlukan untuk kegiatan operasional di PPN Pelabuhanratu.
Fasilitas fungsional di PPN Pelabuhanratu terdiri dari : (a) fasilitas pemasaran
dan distribusi hasil perikanan berupa tempat pelelangan ikan, pasar ikan, dan
gudang keranjang, (b) fasilitas perbekalan berupa tangki BBM dan dispenser
dan tangki air, (c) fasilitas pemeliharaan/perbaikan berupa
gedung utility,
tempat perbaikan jaring, dok/galangan kapal, (d) fasilitas pengolahan berupa
cold storage, dan (e) fasilitas pelayanan berupa kantor, balai pertemuan
nelayan, instalasi listrik, sarana komunikasi radio SSB/all band, telepon, fax
dan internet, gardu jaga WC umum. Sedangkan fasilitas penunjang merupakan
fasilitas tambahan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan pelabuhan
perikanan. Fasilitas penunjang terdiri dari perumahan, wisma tamu, tempat
ibadah, kantin, pertokoan, sarana kebersihan.
Kegiatan jenis fasilitas yang ada diharapkan daat mendukung kegiatan
penangkapan ikan oleh perahu/armada perikanan yang berbasis di PPN
Pelabuhanratu. Dari semua itu, kebutuhan tiga jenis logistik seperti air bersih,
es balok dan solar merupakan al yang utama yang perlu didukung oleh PPN
Pelabuhanratu. Tabel 3.6 memperlihatkan perkembangan kebutuhan logistik
utama di Pelabuhanratu.
Penyaluran kebutuhan air bersih untuk kapal
perikanan di PPN Palabuhanratu dipenuhi oleh PPN Palabuhanratu. Air yang
disalurkan berasal dari Air PDAM dan dialirkan ke perahu/armada perikanan
biasanya melalui slang plastik dengan ukuran penjualan dalam bentuk "Blong"
(drum plastik) yang berkapasitas 250 liter dan 120 liter serta dalam bentuk
jerigen plastik ( 30 liter ).
50
Tabel 3.6. Kebutuhan logistik untuk penangkapan ikan di Pelabuhanratu
Kebutuhan logistik
No
Tahun
Air (lt)
Es (balok)
Solar (lt)
Jumlah
Fluk
Jumlah
Fluk
Jumlah
Fluk
1
1993/1994
934,610
-
174,003
-
1,521,000
-
2
1994/1995
1,159,020
24.01%
136,418
-21.60%
2,698,740
77.43%
3
1995/1996
1,806,850
55.89%
114,185
-16.30%
1,671,379
38.07%
4
1996/1997
1,330,835
26.35%
123,025
7.74%
1,801,185
7.77%
5
1997/1998
1,516,600
13.96%
148,335
20.57%
2,016,796
11.97%
6
1998/1999
1,594,000
5.10%
125,720
-15.25%
1,568,409
22.23%
7
1999/2000
1,146,000
28.11%
86,320
-31.34%
1,624,928
3.60%
8
2000/2001
862,000
24.78%
41,440
-51.99%
934,372
42.50%
9
2002/2003
1,234,200
43.18%
87,582
111.35%
1,340,276
43.44%
10
2003/2004
1,342,400
8.77%
127,960
46.10%
1,675,487
25.01%
11
2004/2005
1,439,520
7.23%
176,500
37.93%
1,856,458
10.80%
12
2005/2006
1,830,200
27.14%
201,039
13.90%
2,012,379
8.40%
13
2006/2007
2,010,250
9.84%
243,590
21.17%
2,345,821
16.57%
Rata-rata
1,400,499
8.91%
137,394
9.41%
1,774,402
7.86%
Sumber : Hasil analisis data lapang (2008) dan berbagai sumber
Sedangkan kebutuhan perbekalan es balok di PPN Palabuhanratu
disuplai oleh Swasta yaitu Pabrik Es Ratu Tirto dan Pabrik Es Tirta Jaya.
Jumlah pemakaian es balok sampai tahun 2000 mengalami fluktuasi
tergantung jauh dekatnya fishing gound yang secara umum kecenderungannya
menurun sebesar 15,45%, sedangkan mulai tahun 2002 cenderung meningkat.
Kebutuhan solar ketika PPN baru dioperasionalkan disuplai oleh SPBU
terdekat, tetapi sejak tahun 1998 kebutuhan solar juga disuplai oleh KUD Mina
Sinar Laut yang mengelola Tangki BBM yang berada di Pelabuhan. Namun
51
suplai solar tersebut terkadang tidak lancar.
Hal ini sering dialami oleh
nelayan yang akan berangkat melakukan penangkapan ikan di sekitar rumpon.
3.8 Peran Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pelabuhanratu
Pelabuhan
Perikanan
Nusantara
(PPN) Pelabuhanratu
merupakan
pelabuhan perikanan yang diperuntukkan untuk melayani kapal-kapal perikanan
yang berukuran lebih dari 60 GT yang beroperasi di perairan Nusantara dan
Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Disamping dermaga dan kolam
pelabuhan yang luas, PPN Pelabuhanratu cukup dikenal melalui sarana
pemasaran dan distribusi ikannya berupa TPI dan pasar ikan, serta areal industri
perikanan untuk menampung kegiatan pengepakan dan pengolahan ikan, dan
lain-lain.
Sedangkan jenis-jenis kegiatan yang terdapat di PPN Pelabuhanratu yang
merupakan perannya di lokasi terdiri dari kegiatan operasional di laut dan
kegiatan operasional di darat.
Kegiatan operasional di laut di PPN
Pelabuhanratu dapat mencakup :
a. Kegiatan penangkapan ikan di laut (fishing ground),
b. Kegiatan pendaratan di dermaga bongkar (landing),
c. Kegiatan pelayanan di dermaga muat (servicing),
d. Kegiatan perawatan dan perbaikan (maintenance and repairs),
e. Kegiatan tambat labuh dan istirahat (berthing).
Sedangkan kegiatan operasional di darat yang dilakukan di PPN Pelabuhanratu
dapat berupa :
a. Kegiatan pelelangan (auctioning),
b. Kegiatan penyortiran dan pengepakan (sorting & packing),
c. Kegiatan pengolahan (processing),
d. Pengangkutan (transportation),
52
e. Pemasaran (marketing)
Dalam upaya mendukung peningkatan perekonomian masyarakat
sekitar, maka berdasarkan Undang-undang Nomor: 31 Tahun 2004 tentang
perikanan, PPN Pelabuhanratu mempunyai fungsi dan peran sebagai berikut :
a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan;
Sebagai sentra kegiatan masyarakat nelayan Pelabuhan Perikanan
diarahkan dapat mengakomodir kegiatan nelayan baik nelayan berdomisili
maupun nelayan pendatang.
b. Tempat berlabuh kapal perikanan;
Pelabuhan Perikanan yang dibangun sebagai tempat berlabuh (landing) dan
tambat/merapat (mouring) kapal-kapal perikanan, berlabuh/merapatnya
kapal perikanan tersebut dapat melakukan berbagai kegiatan misalnya untuk
mendaratkan ikan (unloading), memuat perbekalan (loading), istirahat
(berthing), perbaikan apung (floating repair) dan naik dock (docking).
Sehingga sarana atau fasilitas pokok pelabuhan perikanan seperti dermaga
bongkar, dermaga muat, dock/slipway menjadi kebutuhan utama untuk
mendukung aktivitas berlabuhnya kapal perikanan tersebut.
c. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan;
Sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkap (unloading activities)
Pelabuhan Perikanan selain memiliki fasilitas dermaga bongkar dan lantai
dermaga (apron ) yang cukup memadai, untuk menjamin penanganan ikan
(fish handling) yang baik dan bersih didukung pula oleh sarana/fasilitas
sanitasi dan wadah pengangkat ikan.
d. Tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan;
Pelabuhan Perikanan dipersiapkan untuk mengakomodir kegiatan kapal
perikanan, baik kapal perikanan tradisional maupun kapal motor besar
untuk kepentingan pengurusan administrasi persiapan ke laut dan bongkar
ikan, pemasaran/-pelelangan dan pengolahan ikan hasil tangkap.
e. Pusat penanganan dan pengolahan mutu hasil perikanan;
53
Prinsip penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan adalah bersih,
cepat dan dingin (clean, quick and cold). Untuk memenuhi prinsip tersebut
setiap Pelabuhan Perikanan harus melengkapi fasilitas–fasilitasnya seperti
fasilitas penyimpanan (cold storage) dan sarana/fasilitas sanitasi dan
hygene, yang berada di kawasan Industri dalam lingkungan kerja Pelabuhan
Perikanan.
f. Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan;
Dalam menjalankan fungsi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu
dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI), pasar ikan (Fish Market)
untuk menampung dan mendistribusikan hasil penangkapan baik yang
dibawa melalui laut maupun jalan darat.
g. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan;
pengendalian mutu hasil perikanan dimulai pada saat penangkapan sampai
kedatangan konsumen. Pelabuhan Perikanan sebagai pusat kegiatan
perikanan tangkap selayaknya dilengkapai unit pengawasan mutu hasil
perikanan seperti laboratorium pembinaan dan pengujian mutu hasil
perikanan (LPPMHP) dan perangkat pendukungnya, agar nelayan dalam
melaksanakan kegiatannya lebih terarah dan terkontrol mutu produk yang
dihasilkan.
h. Pusat penyuluhan dan pengumpulan data;
Untuk meningkatkan produktivitas, nelayan memerlukan bimbingan melalui
penyuluhan baik secara tehnis penangkapan maupun management usaha
yang efektif dan efisien, sebaliknya untuk membuat langkah kebijaksanaan
dalam pembinaan masyarakat nelayan dan pemanfaatan sumberdaya ikan
selain data primer melalui penelitian data sekunder diperlukan untuk itu,
maka untuk kebutuhan tersebut dalam kawasan Pelabuhan Perikanan
merupakan tempat terdapat unit kerja yang bertugas melakukan penyuluhan
dan pengumpulan data.
i. Pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya
ikan;
54
Pelabuhan Perikanan sebagai basis pengawasan penangkapan dan
pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan. Kegiatan pengawasan tersebut
dilakukan dengan pemeriksaan spesifikasi teknis alat tangkap dan kapal
perikanan, ABK, dokumen kapal ikan dan hasil tangkapan. Sedangkan
kegiatan pengawasan dilaut, Pelabuhan Perikanan dapat dilengkapi dengan
pos/pangkalan bagi para petugas pengawas yang akan melakukan
pengawasan dilaut.
Menurut Damaredjo (1981) untuk mendukung peranan pelabuhan
perikanan tersebut dalam operasionalnya diperlukan fasilitas-fasilitas yang
dapat :
a. Memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran hasil tangkapan
b. Menimbulkan rasa aman bagi nelayan terhadap gangguan alam dan manusia
c. Mempermudah pembinaan serta menunjang pengorganisasian usaha
nelayan dalam unit ekonomi
Kompleksitas pemasaran produk ikan yang dihasilkan dari upaya
penangkapan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu akan membuat nilai
jual yang diperoleh produsen (nelayan) dan konsumen akhir sangat jauh
berbeda. Kesenjangan ini akan menimbul dampak negatif yang kurang baik
bagi perkembangan perkonomian pada bidang perikanan. Agar hasil
pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan ini baik maka pelabuhan
perikanan harus dapat dikembangkan fungsinya dari service centre menjadi
marketing centre. Keberhasilan pengembangan ini akan melahirkan suatu
mata rantai pemasaran (market channel) yang teguh dan menciptakan growth
centre di Pelabuhanratu dalam menghadapi dan mengantisipasi perdagangan
bebas yang bakal diterapkan di Indonesia yang pada akhirnya mempengaruhi
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat khususnya nelayan.
55
Download