konsumsi serta preferensi buah dan sayur pada remaja sma

advertisement
1
KONSUMSI SERTA PREFERENSI BUAH DAN SAYUR
PADA REMAJA SMA DENGAN STATUS SOSIAL EKONOMI
YANG BERBEDA DI BOGOR
NATALIA DESSY WULANSARI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
2
ABSTRACT
NATALIA DESSY WULANSARI. Fruits and Vegetables Consumption and
Preference on High School Adolescents with Different Socioeconomic Status in
Bogor. Under Direction of HADI RIYADI.
Nearly all (97%) population of West Java over 10 years consuming less
fruits and vegetables. Therefore, the consumption patterns of fruits and
vegetables need to be reconsidered, especially in adolescence. Youth group
needs a great attention because of the quality of future human resources is
determined by the quality of today's younger generation. The Objective of this
study is to find out the consumption and preferences of fruits and vegetables in
high school adolescents with different socioeconomic status. This study used
cross sectional design. Place of research done purposively, at SMAN 2 Bogor
and SMAN 1 Ciampea, 120 numbered samples of the XI class students drawn by
stratified random sampling. Data were analyzed using Microsoft Excel 2007 and
SPSS version 16,0 for Windows with the type of statistical analysis of the
frequency tabulation and crosstabs, independent t-test, Chi-square correlation,
Pearson's and Rank Spearman's. There were significant differences between the
allowance sample, large families, parent’s education and family income (p<0,05).
There was no difference between the consumption of fruits in the two schools
(p>0,05) but there was significant differences on vegetables consumption
between the two schools (p<0,01). The most and favorite fruit consumed by
samples was orange, the most common vegetable consumed was cayenne
pepper. Fruit least favorite in SMAN 2 Bogor was mengkudu while in SMAN 1
Ciampea was durian. The most favorite vegetable by sample was spinach. Most
of samples in the two schools didn’t like vegetables bitter melon. Nutritional
status at two school categorized normal. Nutritional knowledge of samples and
family socioeconomic characteristics didn’t indicated significant correlation with
consumption of fruits. Nutritional knowledge, large families, parent’s education,
and family income had significant correlation with consumption of vegetables.
Tribes and parents job didn’t had significant correlation with the consumption of
fruits and vegetables.
Keywords: consumption and preference, fruits and vegetables, high school
adolescents, socioeconomic status.
3
RINGKASAN
NATALIA DESSY WULANSARI. Konsumsi serta Preferensi Buah dan Sayur
pada Remaja SMA dengan Status Sosial Ekonomi yang Berbeda di Bogor.
Dibimbing oleh HADI RIYADI.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui konsumsi serta
preferensi buah dan sayur pada remaja SMA dengan status sosial ekonomi yang
berbeda. Tujuan khususnya adalah untuk: 1) mengidentifikasi karakteristik
contoh (jenis kelamin, umur, uang saku, dan pengetahuan gizi) dan karakteristik
sosial ekonomi keluarga (suku, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan
orang tua, dan pendapatan keluarga); 2) mengetahui konsumsi dan preferensi
buah dan sayur contoh; 3) mengetahui Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) vitamin A
dan vitamin C serta kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur
terhadap total konsumsi vitamin A dan vitamin C; 4) mengetahui status gizi
contoh dan hubungannya dengan konsumsi buah dan sayur; 5) menganalisis
hubungan jumlah konsumsi buah dan sayur dengan pengetahuan gizi contoh
dan karakteristik sosial ekonomi keluarga.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study.
Tempat penelitian dilakukan secara purposive, yaitu di SMAN 2 Bogor dan
SMAN 1 Ciampea. Penelitian dilakukan dari bulan Mei-Juni 2009. Contoh yang
digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI yang berjumlah 120 orang
yaitu 60 orang untuk masing-masing sekolah, diambil dengan cara stratified
random sampling.
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan
kuesioner, yang terdiri dari karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi
keluarga, konsumsi serta frekuensi buah dan sayur, preferensi terhadap buah
dan sayur serta pengolahannya, dan status gizi contoh. Data sekunder berupa
gambaran umum sekolah diperoleh dengan cara mencari informasi/data maupun
wawancara dengan pihak sekolah. Data yang diperoleh kemudian melalui proses
coding, scoring, entry, cleaning dan dianalisis menggunakan program Microsoft
Excel 2007 dan SPSS versi 16,0 for Windows dengan jenis analisis statistik yaitu
tabulasi frekuensi dan crosstabs, uji beda independent sample t-test, dan
korelasi Chi-square, Pearson serta Rank Spearman.
Secara keseluruhan, contoh terdiri dari 58 laki-laki dan 62 perempuan.
Umur contoh berkisar antara 15-18 tahun. Rata-rata uang saku contoh di SMAN
2 Bogor (Rp 484.683,3 ± 228.300,0/bulan) lebih besar dibandingkan di SMAN 1
Ciampea (Rp 289.100,0 ± 98.886,9/bulan). Sebagian besar contoh di SMAN 2
Bogor memiliki pengetahuan gizi sedang sedangkan di SMAN 1 Ciampea
tergolong rendah.
Sebagian besar orang tua contoh berasal dari suku Sunda dan termasuk
keluarga sedang (5-7 orang). Lebih dari separuh contoh di SMAN 2 Bogor
mempunyai ayah dengan pendidikan sampai tamat akademi/PT, namun di
SMAN 1 Ciampea hanya sampai tamat SMA/sederajat. Sebagian besar
pendidikan ibu contoh di kedua sekolah sampai tamat SMA/sederajat.
Presentase terbesar pekerjaan ayah contoh di SMAN 2 Bogor adalah sebagai
TNI/Polri/PNS/BUMN sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah wiraswata.
Sebagian besar pekerjaan ibu contoh di kedua sekolah adalah ibu rumah tangga.
Rata-rata pendapatan keluarga contoh di SMAN 2 Bogor (Rp 965.982,1 ±
634.486,8/kap/bulan) lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan
keluarga contoh di SMAN 1 Ciampea (Rp 284.501,1 ± 169.743,1/kapita/bulan).
4
Rata-rata konsumsi buah SMAN 2 Bogor adalah 81,2 g/hari lebih rendah
dibandingkan SMAN 1 Ciampea (88,6 g/hari). Hasil uji beda Independent
samples t test tidak menunjukkan adanya perbedaan antara konsumsi buah di
kedua sekolah (p>0,05). Rata-rata konsumsi sayur SMAN 2 Bogor adalah 64,3
g/hari, sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah 71,4 g/hari. Hasil uji t
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada konsumsi sayur
diantara kedua sekolah (p<0,01).
Buah yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh dalam sebulan
terakhir adalah jeruk manis, yaitu 5,28 kali/minggu untuk SMAN 2 Bogor dan
2,23 kali/minggu untuk SMAN 1 Ciampea. Sayur yang paling banyak dikonsumsi
oleh sebagian besar contoh di SMAN 2 Bogor adalah wortel (83,3%) sedangkan
di SMAN 1 Ciampea adalah bayam (78,3%). Rata-rata frekuensi konsumsi sayur
yang terbesar di kedua contoh adalah cabe rawit dengan rata-rata frekuensi 5,27
kali/minggu di SMAN 2 Bogor dan 4,03 kali/minggu di SMAN 1 Ciampea.
Sebagian besar contoh mengonsumsi buah dan sayur pada waktu siang hari.
Buah yang paling disukai oleh contoh baik di SMAN 2 Bogor maupun di
SMAN 1 Ciampea adalah jeruk. Buah yang paling tidak disukai di SMAN 2
Bogor adalah mengkudu sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah durian. Jenis
sayur yang paling disukai contoh di kedua sekolah adalah bayam. Sebagian
besar contoh di kedua sekolah tidak menyukai sayur pare. Sebagian besar
contoh di SMAN 2 Bogor menyukai pengolahan buah dengan cara dijus
sedangkan di SMAN 1 Ciampea menyukai rujak. Pengolahan sayur yang paling
disukai adalah dengan cara direbus.
Rata-rata TKG vitamin A contoh di SMAN 2 Bogor sebesar 136,02% dan
vitamin C 82,47% sedangkan di SMAN 1 Ciampea lebih besar nilainya yaitu
148,38% untuk vitamin A dan vitamin C 76,48%. Kontribusi vitamin A dari buah
terhadap total konsumsi vitamin A adalah 3,13% di SMAN 2 Bogor dan 3,14% di
SMAN 1 Ciampea. Kontribusi vitamin C dari buah mencapai 61,67% untuk
SMAN 2 Bogor dan 65,94% untuk SMAN 1 Ciampea. Kontribusi vitamin A dari
sayur terhadap total konsumsi vitamin A adalah 33,98% di SMAN 2 Bogor dan
29,08% di SMAN 1 Ciampea. Rata-rata kontribusi vitamin C sayur terhadap total
konsumsi vitamin C mencapai 21,42% di SMAN 2 Bogor dan 34,82% di SMAN 1
Ciampea.
Sebagian besar status gizi contoh di kedua sekolah adalah normal. Hasil
uji t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status gizi pada contoh di kedua
sekolah (p>0,05). Hasil uji korelasi Rank Spearman juga menunjukkan tidak ada
hubungan yang nyata antara konsumsi buah dan sayur dengan status gizi contoh
(p>0,05).
Pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga tidak
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan konsumsi buah. Variabel
yang berhubungan konsumsi sayur antara lain pengetahuan gizi contoh, besar
keluarga, pendidikan orang tua, dan pendapatan keluarga. Suku dan pekerjaan
orang tua tidak berhubungan signifikan dengan konsumsi buah dan sayur.
5
KONSUMSI SERTA PREFERENSI BUAH DAN SAYUR
PADA REMAJA SMA DENGAN STATUS SOSIAL EKONOMI
YANG BERBEDA DI BOGOR
NATALIA DESSY WULANSARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
6
Judul Skripsi : Konsumsi serta Preferensi Buah dan Sayur pada Remaja SMA
Nama
NIM
dengan Status Sosial Ekonomi yang Berbeda
: Natalia Dessy Wulansari
: I14051156
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS)
NIP: 19610615 198603 1 004
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
(Dr. Ir. Budi Setiawan, MS)
NIP: 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
7
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan
Bunda Maria atas berkat, rahmat, dan kekuatan yang dialami penulis sehingga
mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi
yang berjudul “Konsumsi serta Preferensi Buah dan Sayur pada Remaja SMA
dengan Status Sosial Ekonomi yang Berbeda” ini dilakukan sebagai salah satu
syarat guna mencapai gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh
kesabaran telah meluangkan waktu dan pikiran, memberikan masukan,
kritikan, semangat, dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Dosen pemandu seminar, Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS dan dosen penguji
skripsi Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS atas saran dan perbaikan untuk
penyempurnaan skripsi ini.
3. Katrin Roosita, SP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.
4. Keluarga tercinta: Bapak, Mama, dan Mba Dian yang selalu setia mendukung
penulis dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih untuk kasih sayang,
perhatian, dan doa yang diberikan, dan juga Dewi “cunil” yang selalu siap
membantu.
5. Teman-teman pembahas seminar: Herviana Ferazuma, Wasilla Tussodiyah,
Sri Rahmawati, dan Yunita Syafitri.
6. Pihak SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea yang telah memberi izin dan
waktu untuk melakukan penelitian.
7. Siswa-siswi SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea khususnya kelas XI yang
telah bersedia diwawancarai dan telah membantu kelancaran penelitian.
8. Sahabat-sahabatku: Khinanti Laras Respathi, SE; Mariagnes Indria; Aren
Albertine, S.TP; Herry Kurniadi, S.Pt dan Elizabeth Tantin yang selalu
memberi dukungan dan semangat, serta tempat berbagi suka dan duka.
9. Sahabat-sahabatku di Gizi Masyarakat angkatan 42 yang selalu siap
membantu dalam segala hal: Mervina, S.Gz; Ervina, S.Gz; dan Herviana
Ferazuma, S.Gz terimakasih untuk kebersamaan dan persahabatannya.
10. Rettha Aprilian, teman seperjuangan dalam penelitian ini.
11. Teman-temanku (Iwan, Nyit2, Ira, Mond’s, Adhis, Mega, Yanni, Hana, Jesa,
Ardi, Akber, Tyas, Martha, Kanis) dan teman-teman GM’42 yang lain, terima
8
kasih
atas
segala
bantuan,
dukungan
yang
diberikan,
serta
atas
kebersamaan selama ini. We’re the cream of the cream.
12. Keluarga Gizi Masyarakat: para pengajar, staf TU, kakak angkatan 40 dan 41
serta adik-adik angkatan 43, 44, dan 45, khususnya Mbak Sanya dan Narita
yang selalu siap membantu.
13. Teman-teman kost Perwira 44: Lenny, Binyo, Putri, Dori, Cha2, Lili, Mena,
Lisa, Kunti, Boy, Sembi, Hendra, Leo, dan Benny. Terimakasih telah
membuat tempat tinggal yang nyaman dan menyenangkan.
14. Tim pendamping IPB, khususnya angkatan 42: Otong, Lenoy, Koko, Noel,
Siena, Bocep, Budi, Ipenk, Anton, Kamlit, Icha, Gebol, Kodel, Sisca, Sisi,
Yola, Renta, Rina, Dmitry, K’Bernard, Nestor, dan Alm. Pandu, terimakasih
untuk warna dan pelajaran hidup yang berarti yang telah diberikan dalam
hidup penulis. Sungguh bangga dan bahagia mempunyai sahabat sekaligus
keluarga seperti kalian.
15. Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) yang telah menerima penulis
sebagai keluarga dari awal masuk IPB sampai dengan sekarang.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu kelancaran penyelesaian penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi
dan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Desember 2009
Natalia Dessy Wulansari
9
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 14 Desember 1986. Penulis
merupakan putri kedua dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Yoseph Tugino
dan Ibu Christiana Masini.
Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Strada
Bhakti Wiyata I Bekasi. Kemudian penulis melanjutkan studi ke SMP Marsudirini
Bekasi dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan SMA ditempuh di SMA Negeri 31
Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2005. Pada bulan Juli 2005, penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).
Setelah seleksi penyaringan masuk di Tingkat Persiapan Bersama (TPB),
akhirnya penulis berhasil diterima sebagai mahasiswa angkatan pertama di
mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Penulis mengambil minor Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi
kemahasiswaan maupun non kemahasiswaan. Penulis tergabung dalam
Himpunan Mahasiswa Gizi dan Pertanian (HIMAGITA) periode 2006-2007
sebagai anggota klub organoleptik. Pada periode yang sama, penulis juga aktif
dalam organisasi kemahasiswaan Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI)
sebagai anggota divisi kerohanian. Periode 2007-2008 penulis aktif di organisasi
kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) sebagai koordinator klub
kulinari dan organoleptik di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga tergabung dalam tim pendamping
IPB sejak tahun 2006 hingga sekarang. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti
berbagai kepanitiaan baik skala regional maupun nasional, diantaranya Panitia
Natal CIVA tahun 2006 dan 2008, Panitia NICE (Nutritious Food Competition)
2008, dan lain-lain.
Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di
Kelurahan Bojongsari Lama dan Bojongsari Baru, Kecamatan Sawangan, Kota
Depok, Provinsi Jawa Barat dan pada tahun yang sama, penulis pernah
mengikuti
kegiatan
Program
Kreativitas
Mahasiswa
(PKM)
bidang
Kewirausahaan yang berjudul “Suplementasi Tepung Kedelai pada Roti Manis
sebagai Alternatif Pangan Kaya Protein dan Berkalori Tinggi”. Pada tahun 2009
penulis melaksanakan internship bidang Dietetika di Rumah Sakit Karya Bhakti
Bogor.
i
10
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..............................................................................................
Perumusan Masalah .....................................................................................
Tujuan ...........................................................................................................
Kegunaan Penelitian .....................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja ..........................................................................................................
Karakteristik Contoh
Jenis Kelamin ..........................................................................................
Umur........................................................................................................
Uang Saku ..............................................................................................
Pengetahuan Gizi ...................................................................................
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
Suku ........................................................................................................
Besar Keluarga .......................................................................................
Pendidikan Orang Tua ............................................................................
Pekerjaan Orang Tua..............................................................................
Pendapatan Keluarga .............................................................................
Buah dan Sayur ............................................................................................
Konsumsi Buah dan Sayur ...........................................................................
Preferensi ......................................................................................................
Vitamin A .......................................................................................................
Vitamin C .......................................................................................................
Angka Kecukupan Gizi..................................................................................
Status Gizi Remaja .......................................................................................
1
3
4
4
5
6
6
6
7
7
8
8
8
9
9
10
12
13
13
14
14
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................... 16
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu .........................................................................
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ............................................................
Jenis dan Cara Pengumpulan Data..............................................................
Pengolahan dan Analisis Data .....................................................................
Definisi Operasional ......................................................................................
18
18
18
19
24
ii
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Sekolah
SMA Negeri 2 Bogor ...............................................................................
SMA Negeri 1 Ciampea ..........................................................................
Karakteristik Contoh
Jenis Kelamin ..........................................................................................
Umur........................................................................................................
Uang Saku ..............................................................................................
Pengetahuan Gizi ...................................................................................
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
Suku ........................................................................................................
Besar Keluarga .......................................................................................
Pendidikan Orang Tua ............................................................................
Pekerjaan Orang Tua..............................................................................
Pendapatan Keluarga .............................................................................
Konsumsi Buah dan Sayur
Jumlah Konsumsi Buah dan Sayur ........................................................
Frekuensi Konsumsi Buah dan Sayur ....................................................
Waktu Konsumsi Buah dan Sayur ..........................................................
Preferensi Buah dan Sayur
Buah dan Sayur yang Paling Disukai dan Tidak Disukai .......................
Pengolahan Buah dan Sayur yang Disukai ............................................
Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) Vitamin A dan Vitamin C ............................
Kontribusi Vitamin A dan Vitamin C dari Buah dan Sayur
terhadap Total Konsumsi ..............................................................................
Status Gizi Contoh ........................................................................................
Hubungan Pengetahuan Gizi Contoh dan Karakteristik Sosial
Ekonomi Keluarga dengan Jumlah Konsumsi Buah dan Sayur ..................
26
26
27
27
28
29
31
32
33
34
35
35
38
41
41
43
45
46
47
49
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................................... 53
Saran ............................................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 55
LAMPIRAN .......................................................................................................... 60
iii
12
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Anjuran kecukupan gizi untuk remaja .......................................................... 14
2
Kategori untuk masing-masing variabel penelitian ...................................... 23
3
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ................................................. 27
4
Sebaran contoh berdasarkan umur .............................................................. 28
5
Sebaran contoh berdasarkan besar uang saku ........................................... 28
6
Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar terhadap
pertanyaan pengetahuan gizi ....................................................................... 29
7
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi .............................. 31
8
Sebaran contoh berdasarkan suku orang tua .............................................. 31
9
Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga .............................................. 32
10 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua .................................... 33
11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua...................................... 35
12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua .................................. 35
13 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi buah.............................................. 37
14 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur ............................................. 37
15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi buah dan rata-rata
frekuensi konsumsi menurut jenis buah yang dikonsumsi........................... 39
16 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur dan rata-rata
frekuensi konsumsi menurut jenis sayur yang dikonsumsi .......................... 40
17 Sebaran contoh berdasarkan waktu konsumsi buah dan sayur .................. 41
18 Sebaran contoh berdasarkan jenis buah yang disukai
dan tidak disukai ........................................................................................... 42
19 Sebaran contoh berdasarkan jenis sayur yang disukai
dan tidak disukai ........................................................................................... 43
20 Sebaran contoh berdasarkan pengolahan buah dan sayur
yang disukai .................................................................................................. 45
21 Tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C ................................................ 46
22 Kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur
terhadap total konsumsi vitamin A dan C ..................................................... 47
23 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi ..................................... 48
24 Sebaran konsumsi buah contoh berdasarkan suku keluarga ...................... 50
25 Sebaran konsumsi sayur contoh berdasarkan suku keluarga ..................... 51
26 Hasil uji korelasi antara pengetahuan gizi contoh dan karakteristik
sosial ekonomi keluarga dengan jumlah konsumsi buah dan sayur ........... 52
iv
13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka Pemikiran Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja ...................... 17
2 Kurva sebaran status gizi contoh menurut z-skor IMT/U ................................. 49
v
14
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Jenis buah yang disukai contoh .................................................................... 60
2 Jenis buah yang tidak disukai contoh............................................................ 61
3 Jenis sayur yang disukai contoh.................................................................... 62
4 Jenis sayur yang tidak disukai contoh ........................................................... 63
5 Hasil analisis Korelasi Pearson ..................................................................... 64
6 Hasil analisis Korelasi Rank Spearman ........................................................ 65
15
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara.
Upaya untuk mencapai hidup sehat dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya adalah dengan mengatur makanan yang dikonsumsi karena tidak jarang
penyakit timbul akibat ketidakseimbangan makanan. Kelebihan atau kekurangan
zat gizi yang dibutuhkan tubuh bisa berdampak negatif bagi kesehatan. Selain
makanan, beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah gaya hidup,
olahraga, sinar matahari, cara berpikir positif, istirahat, dan rekreasi yang cukup
(Rusilanti 2007).
Tubuh manusia terdiri dari jaringan-jaringan, otot, darah, dan organorgan sebenarnya terdiri dari air, karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan
vitamin. Tubuh membutuhkan berbagai zat gizi untuk mempertahankan
kesehatan. Selain zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak), tubuh juga
membutuhkan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) dan fitokimia (seperti
flavonoid, inositol, gluthation, dan quercetin).
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tubuh memerlukan makanan sehat
dan seimbang yang diperoleh dari beragam bahan makanan, baik bahan
makanan hewani maupun bahan makanan nabati. Zat gizi yang diperoleh dari
makanan dapat didefinisikan sebagai zat atau unsur kimia yang terkandung
dalam makanan yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal.
Pada prinsipnya fungsi zat gizi tersebut adalah untuk pengadaan tenaga (energi)
dalam menjalankan berbagai aktivitas fisik, memelihara dan mengganti jaringanjaringan yang rusak, serta menunjang pertumbuhan baik sebelum maupun
setelah dewasa. Zat-zat gizi yang diperlukan tubuh sebaiknya diperoleh dari
bahan makanan alami, bukan mengandalkan dari makanan suplemen yang
akhir-akhir ini marak ditawarkan dalam berbagai bentuk produk. Makanan alami
sudah disediakan bagi manusia untuk dikonsumsi. Bila makanan yang
dikonsumsi terus-menerus kekurangan atau kelebihan zat-zat dari yang
dibutuhkan, maka akan meyebabkan kesehatan tubuh menjadi terganggu karena
terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pemasukan (Wirakusumah
1998).
Jika memperhatikan piramida makanan, tampak sudah menunjukkan pola
makan yang beragam seimbang. Namun sayang belum semua penduduk
Indonesia menerapkan pola makan yang seimbang tersebut. Kehadiran
2
16
makanan cepat saji banyak mempengaruhi pola makan penduduk Indonesia,
terutama di perkotaan. Kekurang-seimbangan makanan tersebut menjadi
penyebab terjadinya berbagai penyakit.
Salah satu golongan pangan yang terdapat dalam piramida makanan
adalah golongan buah dan sayur. Beberapa jenis sayuran dan buah-buahan
mampu menurunkan kolesterol darah, menurunkan kadar gula darah, mencegah
penyebaran kanker, mempunyai kekuatan sebagai antibiotik, menyembuhkan
luka lambung, mengurangi serangan rematik, menghindari karies gigi, mencegah
diare, menyembuhkan sakit kepala, dan banyak
lagi manfaat lainnya
(Wirakusumah 1998).
Kandungan serat kasar dalam
sayur dan buah berguna untuk
melancarkan pencernaan sehingga zat racun yang membahayakan kesehatan
dapat langsung keluar dari tubuh. Sayur dan buah juga mengandung pro vitamin
A dan vitamin D dalam konsentrasi cukup tinggi yang merupakan antioksidan
ampuh untuk memerangi radikal bebas, menghambat proses penuaan, dan
menghaluskan kulit. Penyakit degeneratif seperti hipertensi, Diabetes Mellitus,
dan jantung koroner dapat dikurangi dengan mengonsumsi sayur dan buah.
Pentingnya mengonsumsi buah dan sayur ini masih kurang disadari oleh
penduduk Indonesia, khususnya penduduk Jawa Barat. Menurut Laporan Hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Barat (2007), hampir
semua (97%) penduduk di atas 10 tahun ke atas kurang makan buah dan sayur
dan terdapat merata di semua daerah. Oleh karena itu pola konsumsi buah dan
sayur ini perlu diperhatikan, khususnya pada usia remaja. Kelompok remaja
perlu mendapat perhatian yang besar karena kualitas sumberdaya manusia
masa datang ditentukan oleh kualitas generasi muda masa kini, sehingga untuk
menunjang tercapainya kualitas tersebut diperlukan zat gizi yang seimbang.
Kebutuhan remaja secara fisik maupun psikis harus diperhatikan.
Kebutuhan fisik dapat dilakukan salah satunya melalui pemenuhan zat gizi yang
diperlukan. Kecepatan pertumbuhan fisik kaum remaja adalah yang kedua
tercepat setelah masa bayi. Kira-kira 20% tinggi badan dan 50% berat badan
seseorang dicapai selama periode ini. Itulah sebabnya diperlukan asupan gizi
yang cukup untuk menjamin pertumbuhan yang optimal (Khomsan 2004).
Remaja memerlukan energi dan zat gizi seperti protein, kalsium, seng,
besi, vitamin, dan serat, untuk mencegah terjadinya defisiensi suatu zat gizi.
Remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan pergaulannya seperti keluarga,
3
17
sekolah, dan teman sebaya (peer group), yang dapat mempengaruhi kebiasaan
makan termasuk jenis makanan yang dikonsumsi.
Kecenderungan remaja saat ini adalah mengonsumsi fast food yang
banyak mengandung lemak. Kecenderungan ini selain karena remaja mudah
terpengaruh oleh lingkungan pergaulan khususnya teman sebaya, juga
disebabkan pengaruh iklan dan persepsi pada diri remaja bahwa fast food
merupakan makanan yang dianggap memiliki nilai gengsi yang tinggi, sehingga
mereka berharap dapat diterima di lingkungan pergaulannya.
Pada remaja, konsumsi sayur dan buah sangat penting untuk menjaga
kadar serum vitamin C dan pemenuhan kebutuhan asam folat yang cukup tinggi
dalam tubuhnya selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Dilaporkan
bahwa pada remaja sering didapatkan kadar serum vitamin C yang rendah. Hal
ini dapat terjadi karena kebiasaan menghindari konsumsi sayur dan kebiasaan
merokok.
Besarnya manfaat buah-buahan dan sayur-sayuran segar sebagai
sumber vitamin dan mineral telah banyak diketahui. Bahkan, serat kasarnya
sama sekali tidak mengandung zat gizi sedikit pun ternyata sudah terbukti sangat
berguna
untuk
melancarkan
pencernaan
sehingga
zat-zat
racun
yang
membahayakan kesehatan dapat langsung keluar dari tubuh. Oleh karena itu
pentingnya mengonsumsi buah dan sayur pada usia remaja perlu mendapat
perhatian dan perlu diteliti lebih lanjut faktor-faktor apa saja yang berhubungan
dengan konsumsi buah dan sayur tersebut.
Perumusan Masalah
Ciri-ciri yang spesifik pada usia remaja adalah pertumbuhan yang cepat,
perubahan emosional, dan perubahan sosial. Segala sesuatunya berubah secara
cepat dan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut makanan seharihari menjadi amat penting. Kecenderungan remaja saat ini adalah mengonsumsi
fast food yang banyak mengandung lemak. Kecenderungan ini selain karena
remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan pergaulan khususnya teman sebaya,
juga disebabkan pengaruh iklan dan persepsi pada diri remaja bahwa fast food
merupakan makanan yang dianggap memiliki nilai gengsi yang tinggi, sehingga
mereka berharap dapat diterima di lingkungan pergaulannya. Kecenderungan
mengonsumsi makanan tinggi lemak tersebut tidak diimbangi dengan konsumsi
tinggi tinggi serat, sehingga bila keadaan ini terus-menerus dibiarkan maka akan
menimbulkan masalah kesehatan.
4
18
Tingkat konsumsi buah dan sayur pada masyarakat kita saat ini masih
rendah dan jauh dari batas minimal yang direkomendasikan oleh badan pangan
dan pertanian dunia (FAO). Saat ini konsumsi buah-buahan per kapita
masyarakat Jawa Barat untuk produk sayuran baru mencapai 37 kg/kap/tahun
dan 35 kg/kap/tahun untuk buah-buahan, jauh lebih rendah dibanding
rekomendasi, yaitu sebesar 65 kg/kap/tahun. Padahal konsumsi buah dan sayur
memberikan manfaat yang sangat besar bagi kesehatan (Anonim 2002).
Tujuan
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi serta
preferensi buah dan sayur pada remaja SMA dengan status sosial ekonomi yang
berbeda di Bogor.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, uang saku, dan
pengetahuan gizi) dan karakteristik sosial ekonomi keluarga (suku, besar
keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan
keluarga).
2. Mengetahui konsumsi dan preferensi buah dan sayur contoh.
3. Mengetahui Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) vitamin A dan vitamin C serta
kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur terhadap total
konsumsi vitamin A dan vitamin C.
4. Mengetahui status gizi contoh dan hubungannya dengan konsumsi buah
dan sayur.
5. Menganalisis hubungan jumlah konsumsi buah dan sayur dengan
pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan bagi
pembuatan program gizi dengan sasaran remaja untuk memperbaiki konsumsi
pangan khususnya buah dan sayur. Selain itu dapat memberikan informasi
kepada instasi terkait mengenai kebiasaan makan buah dan sayur pada remaja
sehingga dapat disampaikan kepada siswa-siswanya, dan diharapkan dapat
memberikan informasi kepada para orang tua dalam memperhatikan konsumsi
keluarga khususnya pada anak.
19
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Remaja merupakan periode yang penting pada pertumbuhan dan
kematangan manusia. Periode ini banyak terjadi perubahan unik, serta banyak
pula
pemantapan
kematangan
biologi
pola-pola
dan
dewasa.
orang
Dekatnya
dewasa
masa
memberikan
remaja
dengan
peluang
untuk
melaksanakan kegiatan tertentu yang dirancang untuk mencegah munculnya
masalah-masalah kesehatan pada masa dewasa nanti (Riyadi 2001).
Penelitian menunjukkan bahwa remaja dan anak makan dengan
persentase total kalori yang sama dari karbohidrat, protein, dan lemak. Jumlah
waktu makan yang ditunda dan makan di luar rumah meningkat mulai awal
remaja sampai remaja akhir. Terdapat peningkatan asupan makan siap saji yang
cenderung mengandung lemak, kalori, natrium tinggi, dan rendah asam folat,
serat, dan vitamin A. Karakteristik pertumbuhan dan implikasi nutrisi nutrisi untuk
remaja adalah periode maturasi yang cepat pada fisik, emosi, sosial, dan
seksual. Biasanya pertumbuhan cepat pada remaja putri pada usia 10-11 tahun,
puncaknya pada usia 12 tahun, dan selesai pada usia 15 tahun. Remaja putri
mengalami deposisi lemak, khususnya di abdomen dan lingkar panggul; pelvis
melebar dalam persiapan untuk hamil; dan remaja putri sedikit mengalami
pertumbuhan jaringan otot dan tulang dibanding remaja putra.
Pertumbuhan
cepat remaja putra pada usia 12-13 tahun, puncaknya pada usia 14 tahun; dan
selesai pada usia 19 tahun; remaja putra mengalami peningkatan massa otot,
jaringan tanpa otot dan tulang.
Banyak remaja terlalu memikirkan dietnya karena khawatir tentang
penampilan mereka. Juga banyak remaja putri yang tidak memahami bahwa
peningkatan jaringan lemaknya selama masa pubertas diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan normal. Remaja putra dapat memiliki
keyakinan yang salah bahwa diet akan memperbaiki penampilan atletis mereka.
Kudapan berkontribusi 30 persen atau lebih dari total asupan kalori remaja setiap
hari. Tetapi kudapan ini sering mengandung tinggi lemak, gula, dan natrium serta
dapat meningkatkan risiko kegemukan dan karies gigi. Remaja harus didorong
untuk bertanggung jawab atas pemilihan kudapan yang sehat (Paath et al. 2004).
Pertumbuhan
yang
cepat
pada
remaja
biasanya
diiringi
oleh
bertambahnya aktivitas fisik hingga kebutuhan akan zat gizi akan naik pula.
Nafsu makan anak laki-laki sangat bertambah hingga tidak akan menemukan
6
20
kesukaran untuk memenuhi kebutuhannya. Anak perempuan biasanya lebih
mementingkan
penampilannya,
mereka
enggan
menjadi
gemuk
hingga
membatasi diri dengan memilih makanan yang tidak mengandung banyak energi,
tidak mau makan pagi. Mereka harus diyakinkan bahwa masukan zat gizi yang
kurang daripada yang dibutuhkan akan berakibat buruk baik bagi pertumbuhan
maupun kesehatannya (Pudjiadi 1997).
Karakteristik Contoh
Jenis Kelamin
Banyak
penelitian
yang
dilakukan
yang
menunjukkan
adanya
kecenderungan perbedaan konsumsi pangan antara laki-laki dan perempuan.
Menurut Dewi (1997), diacu dalam Kusumaningsih (2007), remaja laki-laki
cenderung tidak menyukai makanan yang ringan atau tidak mengenyangkan.
Selain itu diketahui pula bahwa sumbangan makanan selingan terhadap total
konsumsi ternyata cukup besar terutama terhadap perempuan.
Makin aktif kegiatan fisik seseorang makin banyak energi yang
diperlukannya. Tubuh yang besar memerlukan energi yang lebih banyak
dibandingkan tubuh yang kecil, untuk melakukan kegiatan fisik yang sama. Makin
berat pekerjaan seseorang, makin banyak energi yang diperlukan. Pada tingkat
kegiatan fisik yang sama, wanita dengan ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya
memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki (Sanjur
1982).
Umur
Kebiasaan makan setiap individu berbeda satu sama lain. Salah satu
faktor yang mempengaruhi adalah umur. Menurut Sanjur (1982), preferensi
pangan dan kebiasaan makan terbentuk sejak awal kehidupan. Sejak bayi dan
masa kanak-kanak, kebiasaan makan telah dibentuk dalam lingkungan keluarga.
Keluarga akan menyediakan jenis-jenis makanan yang mudah didapat di
sekitarnya,
harganya
sesuai
dengan
kondisi
ekonomi
keluarga
yang
bersangkutan.
Uang Saku
Setiap orang membawa tiga sumberdaya ke dalam setiap sistem
pengambilan keputusan, yaitu waktu, uang, dan perhatian. Berhubungan dengan
sumberdaya uang, maka seseorang akan menggunakan uang yang diperolehnya
untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk barang atau jasa tertentu.
7
21
Begitu pula halnya dengan anak usia sekolah yang biasanya diberi uang saku
oleh orang tuanya baik dari keluarga berpendapatan tinggi maupun keluarga
berpendapatan rendah (Engel et al. 1994).
Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga
yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian,
mingguan atau bulanan. Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan,
sehingga anak diharapkan untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas
uang saku yang dimiliki (Napitu 1994, diacu dalam Lusiana 2008).
Pengetahuan Gizi
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan
faktor penting dalam masalah kurang gizi, sebab lain yang penting dari gangguan
gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk
menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo 1996).
Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk
menerapkan pengetahuan gizinya di dalam pemilihan maupun pengolahan
pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi kebutuhan bisa lebih
terjamin.
Menurut Suhardjo
(1996),
pengetahuan
gizi
adalah
pemahaman
seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap
status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan
seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat
diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat
diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi,
seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio, dan
menyaksikan
siaran
televisi maupun
melalui penyuluhan
kesehatan/gizi
(Suhardjo 1996). Semakin banyak jenis dan informasi tentang gizi dan kesehatan
yang diterima seseorang, maka semakin luas wawasan dan pengetahuan
tentang hal itu.
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
Suku
Menurut Riyadi (1996) salah satu faktor yang mempengaruhi jenis dan
jumlah pangan yang dikonsumsi adalah suku. Pola kebudayaan mempengaruhi
orang dalam memilih pangan. Hal ini jugalah yang mempengaruhi cara
pengolahan, penyiapan, dan penyajiannya. Pilihan pangan biasanya ditentukan
8
22
oleh adanya faktor-faktor penolakan maupun penerimaan terhadap pangan oleh
sekelompok orang.
Suku melalui sistem sosial budaya mempunyai pengaruh terhadap apa,
kapan, dan bagaimana makanan dikonsumsi oleh keluarga. Kebudayaan tidak
hanya menentukan makanan apa, tetapi untuk siapa dan dalam keadaan
bagaimana pangan tersebut dimakan. Kebiasaan makan keluarga dipengaruhi
pula oleh aturan atau tatanan yang didasarkan kepada adat istiadat dan agama
(Suhardjo 1989).
Besar Keluarga
Keluarga inti (core familiy) terdiri dari ayah, ibu, anak-anak baik kandung
maupun angkat (Sediaoetama 2006). Besar keluarga mempengaruhi jumlah
pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam
keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan
status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran
pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan
pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur
1982).
Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola
konsumsi pangan, dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan
mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang
berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah dan kandungan
gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan
sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo
1996). Tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi akan lebih memberikan
stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional, dan psikologis) bagi anak-anaknya
dibandingkan dengan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah (Atmarita
2004, diacu dalam Lusiana 2008).
Pekerjaan Orang Tua
Bekerja
adalah
kegiatan
melakukan
pekerjaan
dengan
maksud
memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama
paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu. Besar pendapatan yang
diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo
9
23
1989). Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang.
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan
pekerjaan semakin besar. Kebutuhan zat gizi tubuh akan berbeda menurut berat
ringannya pekerjaan (Engel et al. 1994).
Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas
makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar
peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan
maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989).
Pendapatan seseorang identik dengan mutu sumberdaya manusia sehingga
orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif
tinggi pula (Guhardja et al. 1992, diacu dalam Lusiana 2008).
Tingginya tingkat pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah
dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan
kemampuan untuk membeli bahan pangan. Konsumsi makanan baik jumlah
maupun mutunya dipengaruhi oleh faktor pendapatan keluarga (Soekirman
2000).
Buah dan Sayur
Menurut Marliyati et al. (1992), buah merupakan salah satu sumber
pangan nabati yang potensial dan banyak mengandung zat gizi, terutama
vitamin. Nasution et al. (1995) menambahkan bahwa buah merupakan bahan
makanan sumber zat pengatur dan pelindung yang penting untuk mengatur
proses-proses biokimiawi di dalam tubuh, diantaranya dalam metabolisme
energi.
Setiap macam buah mempunyai komposisi yang berbeda-beda dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya perbedaan varietas, keadaan iklim
tempat tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, dan kondisi
penyimpanan. Pada umumnya buah-buahan mempunyai kadar air yang tinggi,
yaitu 65-90%, tetapi rendah dalam kadar protein dan lemak kecuali buah alpukat.
Vitamin yang umumnya terdapat dalam buah adalah vitamin C dan vitamin A,
disamping vitamin B1 serta beberapa macam mineral seperti kalsium dan zat
besi (Muchtadi & Sugiyono 1992). Buah biasanya dihidangkan setelah selesai
makan nasi. Artinya sebagai penutup hidangan atau pencuci mulut setelah
makan.
10
24
Istilah sayuran biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun,
buah, dan akar tanaman yang lunak yang dapat dimakan secara utuh atau
sebagian, segar/mentah atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan
berpati atau daging (Williams et al. 1993).
Dari sudut pengetahuan gizi, sayur merupakan sumber zat pengatur,
yaitu sumber vitamin dan mineral. Sayuran merupakan salah satu sumber
provitamin A, vitamin C, vitamin B, Ca, Fe, menyumbang sedikit kalori serta
sejumlah elemen mikro. Vitamin dan mineral dibutuhkan oleh tubuh. Apabila
orang kekurangan vitamin dan mineral dalam susunan hidangannya sehari-hari
dalam waktu yang lama, maka akan menderita berbagai penyakit kekurangan
vitamin dan mineral. Selain itu sayuran juga merupakan sumber serat pangan
(dietary fiber) serta sejumlah antioksidan yang telah terbukti mempunyai peranan
penting untuk menjaga kesehatan tubuh (Muchtadi 2000). Sayur seringkali
diartikan sebagai pembasah nasi agar mudah ditelan dan dapat digunakan untuk
memperkaya variasi dalam hidangan.
Konsumsi Buah dan Sayur
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa telaahan konsumsi pangan dapat
ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang
dikonsumsi. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi kedua informasi
ini (jenis pangan dan jumlah pangan) merupakan hal yang penting (Hardinsyah &
Briawan 1994). Tujuan dalam mengonsumsi pangan adalah untuk memperoleh
sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh.
Secara umum rumus yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat
gizi konsumsi makanan yang berasal dari pangan yang beragam adalah:
Kgij =  (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
keterangan:
Kgij
= penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan atau
pangan j yang dikonsumsi
Bj
= berat bahan makanan j (gram)
Gij
= kandungan zat gizi i dari bahan makanan j
BDDj
= persen bahan makanan j yang dapat dimakan
Konsumsi pangan tingkat individu atau perorangan dapat dilakuakan
antara lain dengan metode recall 24 jam dan metode frekuensi makanan (food
11
25
frequency). Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis
dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.
Dalam metode ini enumerator minta agar responden mengingat-ingat secara
terperinci apa yang telah dikonsumsi dalam 1-3 hari terakhir tersebut. Untuk
keperluan ini digunakan alat bantu misalnya ukuran-ukuran rumah tangga, model
pangan, dan sebagainya untuk menentukan perkiraan-perkiraan konsumsi
pangan yang lebih mendekati. Cara ini relatif cepat dan murah, tetapi
mengandung subyektivitas tinggi dan menimbulkan kesalahan sistematik
(Suhardjo 1989). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall
24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih
optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu.
Sedangkan metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang
frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode
tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun (Supariasa & Bakri 2001).
Salah satu sumber bahan pangan yang baik untuk memperoleh zat gizi
adalah buah dan sayur (Hardinsyah & Martianto 1988). Piramida kesehatan
manusia menyebutkan perlunya mengonsumsi buah dan sayur. Menurut
Almatsier (2004) porsi buah yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah
sebanyak 200-300 gram atau 2-3 potong sehari sedangkan porsi sayuran dalam
bentuk tercampur yang dianjurkan sehari adalah 150-200 gram atau 1½-2
mangkok sehari.
Para ilmuwan telah menemukan bahwa mengonsumsi buah dan sayur
memiliki dapat mengurangi timbulnya penyakit, seperti kanker dan jantung,
terutama buah yang berwarna merah atau kuning, seperti wortel, tomat, aprikot,
bit, dan lain-lain. Buah dan sayur juga dapat bermanfaat untuk menghentikan
tumbuhnya bakteri, melindungi dari infeksi, menjaga pertahanan tubuh,
menurunkan kadar gula darah, dan mencegah kolesterol di dalam tubuh (Jusup
2007).
Indonesia terletak di Asia Tenggara dimana buah-buahan berlimpah
hampir sepanjang tahun. Wirakusumah (1998) menambahkan bahwa Indonesia
cukup kaya dengan berbagai macam buah-buahan, bahkan beberapa buah
hanya dijumpai di Indonesia, sehingga seharusnya buah sering dikonsumsi untuk
menambah zat gizi pada susunan pangan. Begitu juga halnya dengan sayur
yang merupakan salah satu sumberdaya yang banyak terdapat di sekitar kita,
mudah diperoleh dan berharga relatif murah serta merupakan sumber vitamin
12
26
dan mineral. Kenyataannya, Anonim (2002) mengatakan bahwa tingkat konsumsi
masyarakat Jawa Barat untuk produk sayuran baru mencapai 37 kg/kap/tahun
dan 35 kg/kap/tahun untuk buah-buahan, jauh lebih rendah dibanding
rekomendasi FAO, yaitu sebesar 65 kg/kap/tahun.
Pengolahan data konsumsi pangan adalah proses menghitung jumlah
pangan yang dikonsumsi menurut jenis-jenis pangan dalam satuan berat dan
waktu yang sama. Satuan akhir pengolahan data konsumsi pangan harus sama
untuk tiap jenis pangan yaitu gram per hari karena satuan kecukupan gizi adalah
per hari. Selanjutnya untuk penilaian konsumsi pangan, data ini dikonversi
menjadi satu atau lebih zat gizi sesuai dengan tujuan penilaian.
Preferensi
Preferensi pangan diasumsikan bahwa sikap seseorang terhadap
makanan, suka atau tidak suka akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan.
Pangan yang dikenal dan dipelajari untuk disenangi pada masa kanak-kanak
pada umumnya dilanjutkan menjadi preferensinya sampai tumbuh dewasa
(Suhardjo 1989).
Fisiologi, perasaan, dan sikap terintegrasi membentuk preferensi
terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Interaksi
dengan keluarga dan teman-teman akan mempengaruhi preferensi terhadap
pangan. Preferensi yang bersifat positif berarti penerimaan terhadap pangan
tersebut. Preferensi terhadap pangan bersifat plastis, terutama pada orang-orang
muda dan akan permanen bila seseorang telah memiliki gaya hidup yang kuat
(Sanjur 1982).
Selain pengaruh reaksi indera terhadap pemilihan pangan, kesukaan
pangan pribadi makin terpengaruh oleh pendekatan melalui media radio, televisi,
pamflet, iklan, dan bentuk media massa lain (Suhardjo 1996). Demikian pula
dengan harga juga berpengaruh dalam pemilihan manakan, namun harga sering
dikesampingkan oleh pertimbangan prestis, rasa, dan kemudahan dalam hal
penyiapannya, sehingga harga bukanlah faktor utama dalam hal pemilihan
makanan (Stanton 1987, diacu dalam Setiowati 2000).
Dalam melakukan pengukuran terhadap preferensi makanan dapat
digunakan skala, dimana contoh ditanya untuk dapat mengindikasikan seberapa
besar dia menyukai makanan berdasarkan kriteria. Skala pengukuran dapat
dibedakan menjadi sangat tidak suka, tidak suka, netral, suka, dan sangat suka.
Skala hedonik adalah salah satu cara untuk mengukur derajat suka atau tidak
13
27
suka seseorang. Derajat kesukaan seseorang diperoleh dari pengalamannya
terhadap makanan yang akan memberikan pengaruh yang kuat pada angka
preferensinya (Sanjur 1982).
Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Sumber
vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya), dan mentega. Sumber
karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang,
buncis, wortel, tomat, jagung kuning, pepaya, nangka masak, dan jeruk
(Almatsier 2004).
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan
tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan
penyakit jantung. Selain itu, vitamin A juga berperan dalam pembentukan sel
darah merah, kemungkinan melalui interaksi dengan zat besi (Fe). Kelebihan
konsumsi vitamin A dapat menyebabkan toksisitas dan mempunyai efek
teratogenik bagi wanita hamil. Oleh karena itu, asupan vitamin A harus sesuai
dan memenuhi kebutuhan serta menghindari kelebihan vitamin A (Almatsier
2004).
Vitamin C
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, yaitu untuk
mensintesis
kolagen,
karnitin,
serotinin,
noradrenalin,
absorpsi kalsium,
mencegah infeksi, mencegah kanker, dan penyakit jantung (Almatsier 2004).
Wirakusumah (1998) menambahkan bahwa banyak fungsi yang dapat diperoleh
dari vitamin C yang secara alami diperoleh dari buah-buahan, antara lain untuk
menyembuhkan luka, kesehatan gusi, dan mencegah terjadinya luka memar.
Pada derajat yang lebih ringan, kekurangan vitamin C berpengaruh pada
sistem pertahanan tubuh dan kecepatan penyembuhan luka. Asupan vitamin C
yang tinggi akan meningkatkan risiko timbulnya batu ginjal karena meningkatnya
produksi oksalat, rebound scurvy akibat penurunan yang mendadak. Selain itu
pada beberapa orang dapat mengakibatkan gangguan pada lambung dan diare.
Secara alami vitamin C dapat diperoleh dari buah-buahan. Buah yang
tinggi kandungan vitamin C-nya adalah jambu biji, jeruk, tomat, mangga, dan
sirsak. Sayuran juga banyak mengandung vitamin C terutama brokoli, cabai, dan
kentang. Vitamin C rusak oleh udara, oleh karena itu untuk mendapatkannya
secara maksimal sebaiknya memakan buah dan sayur dalam keadaan segar dan
14
28
sesegera mungkin (belum terlalu lama dalam kondisi terbuka atau sudah dikupas
di udara bebas) (Wirakusumah 1998).
Angka Kecukupan Gizi
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) adalah taraf konsumsi zatzat gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk
memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat (Almatsier 2004). Angka
tersebut
sudah
memperhitungkan
variasi
kebutuhan
individu,
sehingga
kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk
mencapai tingkat aman (safe level).
Kecukupan gizi tersebut sudah mencakup kurang lebih 97,5 persen
populasi untuk dapat hidup sehat. Kecukupan gizi antar individu sebetulnya
sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh jenis kelamin, berat badan, umur, tinggi
badan, keadaan fisiologis, aktivitas, metabolisme tubuh, dan sebagainya
(Hardinsyah & Briawan 1994).
AKG pada remaja termasuk tinggi karena harus memenuhi kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Berdasarkan intensitas
pertumbuhan dan aktivitas fisiknya, remaja putra membutuhkan lebih banyak zatzat gizi sehingga kecukupan gizi untuk remaja putra lebih tinggi daripada remaja
putri.
Kecukupan zat-zat gizi bagi remaja yang dianjurkan menurut Widya
Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004) ditunjukkan dalam tabel berikut:
Umur
Putri
13-15
16-18
Putra
13-15
16-18
BB
(kg)
Tabel 1 Anjuran kecukupan gizi untuk remaja
TB
Energi
Protein
Vitamin A
(cm)
(Kal)
(gram)
(RE)
Vitamin C
(mg)
49
50
152
155
2350
2200
57
55
600
600
65
75
48
55
155
160
2400
2600
60
65
600
600
75
90
Status Gizi Remaja
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan
utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau
sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok
orang mempunyai status gizi yang baik atau tidak.
15
29
Secara umum status gizi diukur secara antropometri yang artinya ukuran
tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sudah digunakan
pada remaja dalam konteks yang berhubungan dengan status gizi dan
kesehatan. Tetapi sampai saat ini belum ada kriteria atau titik batas yang pasti
yang berhubungan dengan aspek-aspek kesehatan atau resiko tertentu pada
seseorang. Hanya ada beberapa informasi yang tersedia tentang hubungan
antara antropometri remaja dengan risiko-risiko kesehatan masa lampau,
sekarang atau masa mendatang (Riyadi 2001).
Menurut Riyadi (2001) IMT direkomendasikan sebagai dasar indikator
antropometri untuk kekurusan (thinness) dan overweight pada masa usia sekolah
maupun remaja. BB/U dianggap tidak informatif atau menyesatkan bila tidak ada
informasi
tentang
TB/U.
Pendekatan
konvensional
terhadap
kombinasi
penggunaan BB/U dan TB/U untuk menilai massa tubuh dianggap aneh dan
memberikan hasil yang bias. Data referensi BB/TB memiliki keuntungan karena
tidak memerlukan informasi tentang umur kronologis. Tetapi, hubungan BB/TB
berubah secara dramatis menurut umur selama remaja.
Karena berbagai keterbatasan tersebut, IMT menurut umur (IMT/U)
direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk anak usia sekolah dan remaja.
Indikator ini memerlukan informasi tentang umur. Indikator ini juga sudah
divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total pada persentil atas. Indikator ini
sejalan dengan indikator-indikator yang direkomendasikan untuk orang dewasa.
Disamping itu, data referensi yang bermutu tinggi juga sudah tersedia. Walaupun
IMT belum sepenuhnya divalidasi sebagai indikator kekurusan atat gizi kurang
pada anak usia sekolah dan remaja. IMT merupakan indeks massa tubuh
tunggal yang dapat diterapkan untuk mengukur keadaan yang sangat
kekurangan dan kelebihan gizi (Riyadi 2001).
30
KERANGKA PEMIKIRAN
Pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat dan jelas
perubahannya dari anak-anak menjadi orang dewasa. Dalam kondisi transisi ini,
remaja memerlukan sumber-sumber makanan yang dapat mencukupi kebutuhan
tubuh akan zat-zat makanan yang penting dalam pertumbuhan seperti vitamin,
mineral, karbohidrat, lemak, protein, serat, dan lain-lain sehingga konsumsinya
perlu diperhatikan.
Pada masa remaja konsumsi pangan perlu diperhatikan salah satunya
adalah konsumsi buah dan sayur. Buah dan sayur adalah bahan pangan yang
baik bila dikonsumsi sehari-hari, karena di dalam buah dan sayur terkandung
berbagai vitamin, mineral, serta serat yang sangat diperlukan oleh tubuh. Dalam
hal ini konsumsi buah dan sayur meliputi jumlah buah dan sayur yang
dikonsumsi, frekuensi konsumsi jenis buah dan sayur, serta waktu mengonsumsi
buah dan sayur. Salah satu yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang
adalah preferensi, yaitu suka atau tidaknya seorang remaja terhadap suatu jenis
pangan, dalam hal ini buah dan sayur. Preferensi meliputi preferensi terhadap
jenis buah dan sayur serta pengolahannya.
Konsumsi dan preferensi buah dan sayur ini diduga berhubungan dengan
beberapa faktor antara lain karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, uang saku,
pengetahuan gizi), serta karakteristik sosial ekonomi keluarga (suku, besar
keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga).
Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi buah dan sayur adalah informasi
pangan dan gaya hidup. Informasi yang didapat tentang buah dan sayur dapat
mempengaruhi pengetahuan gizi.
Dari konsumsi buah dan sayur ini dapat diketahui TKG vitamin A dan
vitamin C serta kontribusi vitamin-vitamin tersebut yang terkandung di dalam
buah dan sayur terhadap total konsumsi. Pada akhirnya dapat dilihat status gizi
contoh apakah sudah mempunyai status gizi yang baik atau tidak.
17
31
Gaya hidup




Informasi
Preferensi
Karakteristik Contoh:
jenis kelamin
umur
uang saku
pengetahuan gizi





Karakteristik Sosial Ekonomi
Keluarga:
suku
besar keluarga
pendidikan orang tua
pekerjaan orang tua
pendapatan keluarga
Konsumsi buah dan sayur
TKG vitamin A dan C serta kontribusi vitamin A
dan vitamin C terhadap total konsumsi
Status Gizi Contoh
Gambar 1 Kerangka pemikiran konsumsi buah dan sayur pada remaja.
Keterangan:
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
32
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu
Desain penelitian ini adalah cross sectional yaitu seluruh variabel diamati
pada saat yang bersamaan pada waktu penelitian berlangsung. Penelitian ini
dilakukan di dua Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dengan karakteristik
yang berbeda, yaitu SMAN 2 Bogor yang berada di Kotamadya Bogor mewakili
karakteristik perkotaan dengan status sosial ekonomi menengah ke atas dan
SMAN 1 Ciampea yang berada di Kabupaten Bogor dengan status sosial
ekonomi
menengah
ke
bawah.
Waktu
penelitian
termasuk
persiapan,
pengambilan data, pengolahan dan analisis data, serta penulisan dilaksanakan
selama 7 bulan, yaitu mulai bulan April hingga Oktober 2009.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Pemilihan SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea sebagai tempat
penelitian dilakukan secara purposive dengan asumsi siswa yang berada di
sekolah tersebut berasal dari tingkat ekonomi tinggi dan rendah. Contoh yang
digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI. Pertimbangan memilih
siswa kelas XI adalah bahwa siswa kelas XI berada dalam tahap mengikuti
pendidikan dalam kondisi stabil, sedangkan siswa kelas X masih membutuhkan
penyesuaian dengan lingkungan sekolah dan lingkungan, sementara itu siswa
kelas XII sudah sibuk dengan kegiatan Ujian Negara (UN).
Contoh penelitian adalah sejumlah 120 orang, yaitu 60 orang untuk
masing-masing sekolah. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan
cara stratified random sampling.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan alat
bantu kuesioner yang meliputi:
a. Data karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, uang saku, dan pengetahuan
gizi) dan karakteristik sosial ekonomi keluarga (suku, besar keluarga,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga).
b. Data konsumsi buah dan sayur contoh diperoleh melalui metode recall 2 x 24
jam yaitu pada hari sekolah dan hari libur. Pemilihan hari sekolah dan hari
libur dilakukan untuk mencerminkan rata-rata konsumsi buah dan sayur
contoh. Data konsumsi buah dan sayur yang dikumpulkan adalah konsumsi
33
19
buah dan sayur dalam bentuk mentah atau olahannya maupun dalam bentuk
padat atau cair.
c. Data food frequency diperoleh melalui pengukuran frekuensi konsumsi buah
dan sayur dalam sebulan terakhir dengan menggunakan food frequency
questionaire.
d. Data preferensi terhadap buah dan sayur yang disukai maupun yang tidak
disukai serta pengolahan sayur yang disukai diperoleh dengan memberikan
pertanyaan terbuka beserta alasannya.
e. Data antropometri untuk mengukur status gizi contoh meliputi berat badan
dan tinggi badan diperoleh melalui pengukuran secara langsung. Alat yang
digunakan untuk mengukur berat yaitu dengan menggunakan timbangan
injak digital dengan kapasitas 150 kg dan dengan ketelitian 0,1 kg. Tinggi
badan diukur dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan (microtoise)
berkapasitas 200 cm dengan ketelitian 0,1 cm.
Data sekunder mengenai keadaan umum sekolah diperoleh dengan cara
mencari informasi atau data serta wawancara langsung dengan pihak sekolah.
Data ini meliputi lokasi sekolah, jumlah guru dan pegawai, jumlah siswa, fasilitas
sekolah, kegiatan
ekstra
kurikuler,
serta
biaya
Sumbangan
Penunjang
Pendidikan (SPP) tiap bulan.
Pengolahan dan Analisis Data
Data primer yang telah didapatkan melalui kuesioner dianalisis secara
statistik sedangkan data sekunder tentang keadaan umum sekolah dijelaskan
secara deskriptif. Tahapan pengolahan data primer dimulai dari pengkodean
(coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya
dilakukan analisis. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara
menyusun code book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Setelah
dilakukan pengkodean (coding) kemudian data dimasukan ke dalam tabel yang
telah ada (entry). Setelah itu, dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk
memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Untuk tahapan
analisis data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel
2007 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16,0 for
Windows.
Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif dan inferensia.
Data yang dianalisis secara deskriptif meliputi data karakteristik contoh,
karakteristik sosial ekonomi keluarga, konsumsi dan preferensi buah dan sayur,
34
20
pengolahan buah dan sayur yang disukai, TKG vitamin A dan C, kontribusi
vitamin A dan C dari buah dan sayur terhadap total konsumsi, serta status gizi
contoh.
Data jenis kelamin contoh dihitung menurut kelompok laki-laki dan
perempuan, kemudian dihitung persentasenya. Umur contoh dihitung dalam
tahun kemudian dikategorikan menjadi 15 tahun, 16 tahun, 17 tahun, dan 18
tahun. Uang saku dikategorikan menjadi 3 berdasarkan sebaran contoh yaitu
rendah (<Rp 282.500/bulan), sedang (Rp 282.500-480.000/bulan), dan tinggi
(>Rp 480.000/bulan). Tingkat pengetahuan gizi contoh diukur dengan cara
pemberian skor terhadap jawaban contoh atas 20 pertanyaan berbentuk multiple
choice yang diajukan. Masing-masing pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban
benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Total nilai untuk jawaban yang benar
kemudian dipresentasekan terhadap jumlah nilai maksimum dan selanjutnya
dikategorikan menjadi tiga, yaitu baik (>80%), sedang (60-80%), dan kurang
(<60%) (Khomsan 2000).
Variabel karakteristik sosial ekonomi keluarga meliputi suku, besar
keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga.
Suku dikategorikan menjadi Jawa, Sunda, Betawi, Sumatra, dan lainnya. Besar
keluarga dikategorikan menjadi 3 berdasarkan Hurlock (1998) yaitu keluarga
kecil jika jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-7 orang, dan besar
jika ≥ 8 orang. Pendidikan orang tua dilihat dari lamanya menempuh pendidikan
formal terakhir kemudian dikategorikan berdasarkan tingkat pendidikan yaitu
tidak
tamat
SD,
SD/sederajat,
SMP/sederajat,
SMA/sederajat,
serta
akademi/Perguruan Tinggi (PT). Pekerjaan orang tua contoh dikategorikan
menjadi
tidak
bekerja/meninggal/ibu
rumah
tangga
(IRT),
buruh,
wiraswata/dagang/jasa, TNI/Polri/PNS/BUMN, pegawai swasta, dan lainnya.
Pendapatan
keluarga
dihitung
berdasarkan
sebaran
contoh,
kemudian
dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu rendah (<Rp 250.000/kap/bulan), sedang
(Rp 250.000-825.000/kap/bulan), dan tinggi (>Rp 825.000/kap/bulan).
Data konsumsi pangan diketahui melalui metode recall 2 x 24 jam. Data
konsumsi pangan yang telah didapatkan lalu dikonversikan ke dalam satuan
energi (kkal), protein (g), vitamin A (RE), dan vitamin C (mg) merujuk pada Daftar
Konversi
Bahan
Makanan
(DKBM
2004).
Konversi
dihitung
menggunakan rumus (Hardinsyah dan Briawan 1994) sebagai berikut:
dengan
35
21
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
keterangan:
KGij = kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j
Bj
= Berat makanan j yang dikonsumsi (g)
Gij
= Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j
BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan
Data konsumsi buah dan sayur dihitung dengan kesetaraan dalam bentuk
padat dan dikonversi ke dalam satuan gram. Konsumsi vitamin A dan vitamin C
dari buah dan sayur dihitung dengan menggunakan DKBM. Jumlah konsumsi
sayur dibagi menjadi 3 kategori yaitu, konsumsi sayur <50 g/hari, 50-100 g/hari,
dan >100 g/hari. Jumlah konsumsi buah dibagi menjadi 3 kategori yaitu konsumsi
buah <70 g/hari, 70-140 g/hari, dan >140 g/hari. Pengelompokan ini
mempertimbangkan bahwa anjuran makan buah dan sayur untuk remaja adalah
masing-masing 200 g/hari dan 150 g/hari, sehingga pengelompokan didasarkan
pada sepertiga, dua pertiga, dan lebih dari dua pertiga dari angka anjuran
tersebut. Frekuensi konsumsi buah dan sayur dihitung berdasarkan rata-rata
konsumsi dari masing-masing jenis buah dan sayur. Rata-rata jumlah dan
frekuensi konsumsi jenis buah dan sayur diperoleh dengan cara membagi total
jumlah konsumsi per jenis sayur dan per jenis buah dengan jumlah contoh
kemudian dikategorikan menjadi kali/minggu dengan tujuan untuk mempermudah
perhitungan. Waktu mengonsumsi buah dan sayur digolongkan menjadi pagi,
siang, dan malam.
Preferensi buah dan sayur bertujuan untuk mengetahui buah dan sayur
yang disukai dan tidak disukai serta cara pengolahan buah dan sayur apa yang
disukai contoh. Pertanyaan yang diberikan dalam kuesioner berupa pertanyaan
terbuka
beserta
dengan
alasannya
kemudian
dihitung
presentasenya.
Pengolahan buah dikelompokan menjadi manisan/asinan, rujak, dan jus
sedangkan pengolahan sayur antara lain dikuah, direbus, disantan, atau dilalap
mentah.
AKG vitamin A dan vitamin C bersumber dari angka yang dianjurkan
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004). Tingkat kecukupan vitamin A dan
vitamin C diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi
tersebut dengan kecukupannya. Berikut rumus tingkat kecukupan zat gizi yang
dianjurkan:
22
36
TKG = (K x AKGi) x 100%
keterangan:
TKG
= Tingkat kecukupan zat gizi
K
= Konsumsi zat gizi (recall)
AKGi
= angka kecukupan zat gizi contoh yang dicari
Klasifikasi TKG vitamin A dan vitamin C menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang
(<77% AKG) dan (2) cukup (≥77% AKG). Data kontribusi vitamin A dan vitamin C
dari buah dan sayur diperoleh dari data konsumsi pangan yang dikonversi ke
dalam kandungan zat gizi (vitamin A dan vitamin C) dengan menggunakan
DKBM. Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui
perhitungan indeks IMT/U. Klasifikasi berdasarkan baku WHO NCHS (2007)
adalah sebagai berikut :
1. Obesitas (> +2,0 SD)
2. Overweight (> +1,0 SD s/d +2,0 SD)
3. Normal (+1,0 SD s/d -2,0 SD)
4. Kurus/thinness(< -2,0 SD s/d -3,0 SD)
5. Sangat kurus/severe thinness(< -3,0 SD)
Cara pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Uji statistik inferensia yang digunakan yaitu :
1. Tabulasi
frekuensi
dan
crosstabs
dilakukan
untuk
menganalisis
karakteristik individu, karakteristik sosial ekonomi keluarga, konsumsi dan
preferensi buah dan sayur, serta status gizi contoh.
2. Uji beda independent sample t-test untuk menganalisis perbedaan uang
saku,
pengetahuan
gizi,
besar
keluarga,
pendidikan
orang
tua,
pendapatan keluarga, jumlah konsumsi buah dan sayur, TKG vitamin A
dan vitamin C, serta status gizi contoh di SMAN 2 Bogor dan SMAN 1
Ciampea.
3. Uji Chi-square digunakan untuk menganalisis hubungan antara jumlah
konsumsi buah dan sayur contoh dengan suku dan pekerjaan orang tua.
4. Uji Korelasi Rank Spearman untuk menganalisis hubungan jumlah
konsumsi buah dan sayur contoh dengan pendidikan orang tua dan
status gizi contoh.
23
37
5. Uji Korelasi Pearson untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
jumlah konsumsi buah dan sayur pada contoh dengan pengetahuan gizi
contoh, besar keluarga, dan pendapatan keluarga.
Tabel 2 Kategori untuk masing-masing variabel penelitian
No.
Variabel
1.
Jenis kelamin
2.
Umur
3.
Uang saku (Rp/bulan)
4.
Pengetahuan gizi
5.
Suku
6.
Besar keluarga
7.
Pendidikan orang tua
8.
Pekerjaan orang tua
9.
Pendapatan keluarga
(Rp/kap/bulan)
10.
Status Gizi
(IMT/U)
11.
Jumlah konsumsi buah
dan sayur
12.
TKG Vitamin A dan C
Kategori
 laki-laki
 perempuan
 15 tahun
 16 tahun
 17 tahun
 18 tahun
 rendah < 282.500
 sedang 282.500-480.000
 tinggi > 480.000
 kurang (< 60%)
 sedang (60 - 80%)
 baik (> 80%)
 Jawa
 Sunda
 Betawi
 Sumatra
 lainnya
 kecil (≤ 4 orang)
 sedang (5-7 orang)
 besar (≥ 8 orang)
 Tidak tamat SD
 SD/sederajat
 SMP/sederajat
 SMA/sederajat
 Akademi/PT
 Tidak bekerja/meninggal/IRT
 Buruh
 Wiraswasta/dagang/jasa
 TNI/Polri/PNS/BUMN
 Pegawai Swasta
 Lainnya
 rendah (< 250.000)
 sedang (250.000 - 825.000)
 tinggi (> 825.000)
 Obesitas (> +2,0 SD baku WHO NCHS)
 Overweight (> +1,0 SD s/d +2,0 SD baku WHO NCHS)
 Normal (+1,0 SD s/d -2,0 SD)
 Kurus/thinness (< -2,0 SD s/d -3,0 SD baku WHO NCHS)
 Sangat kurus/severe thinness (< -3,0 SD baku WHO NCHS)
konsumsi buah
 <70 g/hari
 70-140 g/hari
 >140 g/hari
konsumsi sayur
 <50 g/hari
 50-100 g/hari
 >100 g/hari
 kurang (<77% AKG)
 cukup (≥77% AKG)
24
38
Definisi Operasional
Contoh adalah remaja yang duduk di kelas XI SMA yang dipilih secara acak dari
masing-masing sekolah.
Karakteristik contoh adalah pertanyaan yang meliputi jenis kelamin, umur,
uang saku, dan pengetahuan gizi.
Uang saku adalah seluruh uang yang diberikan oleh orang tua contoh dalam
sebulan yang digunakan oleh contoh untuk keperluan membeli makanan
(jajan), transportasi, kesehatan, pendidikan, dan keperluan lainnya yang
dinyatakan dalam rupiah (tidak termasuk uang SPP).
Pengetahuan gizi contoh adalah pengetahuan gizi contoh yang diukur dengan
cara menanyakan pertanyaan umum mengenai gizi sebanyak 7
pertanyaan, buah dan sayur sebanyak 3 pertanyaan, buah sebanyak 5
pertanyaan, dan sayur sebanyak 5 pertanyaan.
Karakteristik sosial ekonomi keluarga adalah pertanyaan yang meliputi suku,
besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan
pendapatan keluarga.
Suku adalah suku asal orang tua contoh (ayah dan ibu).
Besar keluarga adalah jumlah keluarga inti contoh, keluarga kecil ≤ 4 orang,
keluarga sedang 5-7 orang, dan keluarga besar ≥ 8 orang.
Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah
ditempuh oleh orang tua contoh.
Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh keluarga
contoh dalam sebulan yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kapita
per bulan.
Buah dan sayur adalah bagian dari tanaman yang dapat berupa daun, bunga,
buah, dan akar yang dapat dimakan sebagai pelengkap makan nasi atau
dimakan secara terpisah.
Konsumsi buah dan sayur adalah konsumsi sayur dan buah dalam hal jenis,
jumlah, frekuensi, dan waktu makan.
Jumlah konsumsi buah dan sayur adalah jumlah buah dan sayur yang
dikonsumsi baik dalam bentuk mentah atau olahannya maupun dalam
bentuk padat atau cair.
25
39
Frekuensi konsumsi buah dan sayur adalah derajat keseringan mengonsumsi
buah dan sayur dalam satu bulan terakhir yang dinyatakan dalam
kali/minggu.
Preferensi konsumsi buah dan sayur adalah suka atau tidaknya seseorang
terhadap suatu jenis buah dan sayur.
40
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Sekolah
SMA Negeri 2 Bogor
SMA Negeri (SMAN) 2 Bogor memiliki dua lokasi pembelajaran. Lokasi
pertama berada di Jalan Keranji Ujung No. 1 Budi Agung Tanah Sareal Bogor
yang digunakan untuk semua urusan kegiatan administrasi sekolah dan kegiatan
pembelajaran kelas X dan kelas XI. Lokasi kedua terletak di Jalan Mantarena No.
9 Bogor yang digunakan sebagai tempat kegiatan pembelajaran kelas XII.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang Kurikulum tingkat SMTA, SMAN 2
Bogor telah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan
otonomi pada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum
sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan masing-masing sekolah.
SMAN 2 Bogor memiliki 72 orang guru pada masa tahun ajaran 20082009. Terdapat dua jurusan yang dapat dipilih pada tahun ajaran kedua siswa,
yaitu jurusan Ilmu Sosial serta jurusan Ilmu Pasti dan Alam. Sekolah ini juga
memiliki program Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI). Program RSBI
diikuti oleh seluruh siswa kelas X dan sebagian siswa XI IPA.
Sekolah ini memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Selain
ruangan kelas, sekolah ini dilengkapi dengan ruangan penunjang kegiatan
belajar mengajar seperti laboratorium IPA, laboratorium komputer, sebuah
perpustakaan, dan ruangan multimedia.
Fasilitas penunjang lain diantaranya
adalah kantin, musholla, ruang UKS, toilet, aula, lapangan olahraga, dan tempat
parkir. Kegiatan ekstra kurikuler yang ada antara lain kegiatan agama, nasyid,
basketball, softball, JEDA, KIR, LCT, PALASDA, PMR, dan PRAMUKA. Iuran
sekolah yang dibebankan kepada siswa kelas XI SMAN 2 Bogor adalah sebesar
Rp 160.000 per bulan.
SMA Negeri 1 Ciampea
SMAN 1 Ciampea terletak di Jalan Raya Cibadak KM 15, Desa Cibadak,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat dengan luas tanah
5570 m2. SMA ini telah memiliki status akreditasi A sejak tahun 2008 dan
menggunakan KTSP untuk seluruh tingkat pendidikan mulai tahun ajaran
2008/2009.
27
41
SMA Negeri 1 Ciampea memiliki 726 siswa dan 50 orang guru yang
terdiri dari 25 orang guru PNS, 15 guru honorer, serta 10 orang staf Tata Usaha
(TU). Fasilitas yang dimiliki oleh sekolah ini antara lain ruang kepala sekolah,
ruang guru, ruang tata usaha, 18 ruang kegiatan belajar, perpustakaan, lapangan
olahraga, ruang laboratorium biologi, ruang ibadah, ruang BP, ruang OSIS, ruang
UKS, ruang laboratorium multimedia, 8 WC siswa, 2 WC guru, kantin, dan
tempat parkir. Jenis ekstrakurikuler yang diajarkan di sekolah ini antara lain
Pramuka, PMR, Pasus Pengibar Bendera, Rohis, basket ball, volley ball, futsal,
kesenian, Klub MIPA, English Club, dan Taekwondo. Sekolah ini menetapkan
iuran sekolah sebesar Rp 90.000 per bulan untuk siswa kelas XI.
Karakteristik Contoh
Jenis Kelamin
Siswa SMA yang menjadi contoh dalam penelitian ini adalah siswa putra
dan putri kelas XI yang berjumlah 120 orang yaitu 60 orang siswa SMAN 2 Bogor
dan 60 orang siswa SMAN 1 Ciampea. Siswa SMAN 2 Bogor terdiri dari 31
orang laki-laki (51,7%) dan 29 perempuan (48,3%) sedangkan siswa SMAN 1
Ciampea terdiri dari 27 orang laki-laki (45,0%) dan 33 orang perempuan (55,0%).
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Jumlah
Jenis Kelamin
n
%
n
%
n
%
Laki-laki
31
51,7
27
45,0
58
48,3
Perempuan
29
48,3
33
55,0
62
51,7
TOTAL
60
100,0
60
100,0
120
100,0
Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan
makan individu dan kecukupan gizi. Contoh yang diteliti adalah siswa yang masih
termasuk dalam kategori umur remaja, yaitu yang berkisar antara 15-18 tahun.
Berdasarkan sebaran umur, separuh jumlah contoh (53,3%) di SMAN 2 Bogor
berumur 16 tahun dan separuh jumlah contoh (51,7%) di SMAN 1 Ciampea
berumur 17 tahun. Contoh yang berumur 15 tahun hanya berjumlah satu orang,
yaitu yang terdapat di SMAN 2 Bogor dan yang berumur 18 tahun berjumlah dua
orang, yaitu di SMAN 1 Ciampea (Tabel 4). Menurut Syamsu (2007), contoh
termasuk kategori masa remaja madya yaitu remaja yang berada pada rentang
usia 15-18 tahun.
28
42
Umur
15 tahun
16 tahun
17 tahun
18 tahun
TOTAL
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan umur
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
n
%
n
%
1
1,7
0
0,0
32
53,3
27
45,0
27
45,0
31
51,7
0
0,0
2
3,3
60
100,0
60
100,0
Jumlah
n
1
59
58
2
120
%
0,8
49,2
48,3
1,7
100,0
Uang Saku
Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga
yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian,
mingguan, atau bulanan (Napitu 1994 dalam Lusiana 2008). Uang saku yang
diterima oleh contoh digunakan untuk keperluan membeli makanan (jajan),
transportasi, kesehatan, pendidikan, dan keperluannya lain. Uang saku ini tidak
termasuk untuk membayar SPP. Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya
uang saku yang diterima oleh anak adalah besarnya pendapatan keluarga. Uang
saku yang makin besar membuat seseorang lebih leluasa dalam memilih dan
mengonsumsi makanan yang beragam.
Rata-rata uang saku contoh yang berada di SMAN 2 Bogor adalah
sebesar Rp 484.683,3 ± 228.300,0/bulan lebih tinggi dibandingkan dengan uang
saku contoh di SMAN 1 Ciampea (Rp 289.100,0 ± 98.886,9/bulan). Sebaran
contoh berdasarkan uang saku disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan besar uang saku
Besar Uang Saku
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
(Rp/bulan)
n
%
n
%
Rendah (< 282.500)
8
13,3
22
36,7
Sedang (282.500 - 480.000)
29
48,3
35
58,3
Tinggi (> 480.000)
23
38,3
3
5,0
TOTAL
60
100,0
60
100,0
Jumlah
n
%
30
25,0
64
53,3
26
21,7
120
100,0
Sebagian dari keseluruhan sampel yang diteliti (53,3%) memiliki uang
saku sedang yaitu berada pada rentang Rp 282.500-480.000/bulan. Sebagian
kecil (13,3%) contoh di SMAN 2 Bogor memiliki uang saku rendah (< Rp
282.500/bulan) sedangkan di SMAN 1 Ciampea masih terdapat 36,7% contoh
dengan uang saku rendah. Hanya 5,0% contoh di SMAN 1 Ciampea yang
memiliki uang saku di atas Rp 480.000/bulan (tinggi), namun di SMAN 2 Bogor
terdapat 23 orang atau sebesar 38,8% contoh yang memiliki uang saku dengan
kategori tinggi. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan rata-rata uang saku antara contoh di SMAN 1 Bogor
29
43
dan SMAN 2 Ciampea (p=0,000). Contoh di SMAN 2 Bogor memiliki rata-rata
uang saku yang lebih tinggi daripada contoh di SMAN 1 Ciampea.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat
gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan (Suhardjo
1996). Pengetahuan gizi mempengaruhi praktek melalui sikap terhadap
makanan. Praktik konsumsi pangan merupakan hasil interaksi dari pengetahuan
gizi dan dan sikap terhadap gizi. Tingkat pengetahuan gizi diukur dari
pertanyaan-pertanyaan umum mengenai gizi sebanyak 7 pertanyaan, buah dan
sayur sebanyak 3 pertanyaan, buah sebanyak 5 pertanyaan, dan sayur
sebanyak 5 pertanyaan (Tabel 6).
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan pengetahuan gizi
Jawaban Benar
SMAN 2
SMAN 1
Pertanyaan
Bogor
Ciampea
n
%
n
%
I.Pengetahuan Gizi
Istilah lain dari gizi adalah nutrisi
57
95,0
55
91,7
Susunan menu yang baik nasi, sayur, lauk, buah, dan susu
60
100,0
60
100,0
Terdapat 6 zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
16
26,7
7
11,7
Buah dan sayur termasuk pangan sumber vitamin dan
60
100,0
58
96,7
mineral
Vitamin yang larut dalam air adalah vitamin B dan C
9
15,0
20
33,3
Xeroftalmia adalah gangguan akibat kekurangan vitamin A
6
10,0
3
5,0
Kelebihan vitamin dalam tubuh disebut hipervitaminosis
43
71,7
36
60,0
II.Pengetahuan umum mengenai buah dan sayur
Manfaat dari buah dan sayur adalah sebagai antioksidan
40
66,7
25
41,7
dan untuk melancarkan pencernaan
Zat yang memberikan warna pada buah dan sayur disebut
50
83,3
33
55,0
fitokimia
Sayuran dan buah termasuk ke dalam sumber zat pengatur
22
36,7
16
26,7
III.Pengetahuan umum mengenai buah
Buah yang paling banyak mengandung vitamin C dan dapat
59
98,3
58
96,7
mencegah penyakit sariawan adalah jeruk
Anjuran untuk mengonsumsi buah adalah 3-5 porsi/hari
43
71,7
27
45,0
Kandungan pada buah yang berfungsi membersihkan
53
88,3
48
80,0
kotoran dari dalam saluran usus besar adalah serat dan air
Phytonutrien yang terdapat di dalam jeruk yang berkhasiat
11
18,3
3
5,0
kesehatan sebagai anti kanker adalah limonoid
Enzim yang terdapat di dalam papaya adalah papain
33
55,0
21
35,0
IV.Pengetahuan umum mengenai sayur
Proses pengolahan yang baik untuk mempertahankan gizi
49
81,7
28
46,7
sayuran adalah dicuci, dipotong, dan dimasak
Sayur kacang-kacangan seperti buncis dan kacang panjang
39
65,0
25
41,7
kaya akan vitamin B
Jenis sayuran yang paling banyak mengandung serat
38
63,3
20
33,3
adalah daun singkong
Sayuran yang bermanfaat untuk kesehatan penglihatan
57
95,0
39
65,0
adalah sayuran yang berwarna orange/kuning
Sayuran yang mengandung karoten adalah wortel
42
70,0
13
21,7
30
44
Dari 20 pertanyaan pengetahuan gizi yang diajukan kepada contoh,
terdapat satu pertanyaan yang dijawab benar oleh semua contoh di kedua
sekolah (100%), yaitu pertanyaan tentang susunan menu yang baik. Selain itu
semua contoh di SMAN 2 Bogor (100%) menjawab benar pertanyaan mengenai
buah dan sayur termasuk pangan sumber vitamin dan mineral. Pertanyaan lain
yang paling banyak dijawab benar oleh contoh di SMAN 2 Bogor adalah adalah
mengenai istilah gizi (95,0%), zat yang memberikan warna pada buah dan sayur
(83,3%), contoh buah yang banyak mengandung vitamin C (98,3%), kandungan
pada buah (88,3%), proses pengolahan sayur (81,7%), serta warna sayuran
yang bermanfaat untuk penglihatan (95,0%). Sedangkan contoh di SMAN 1
Ciampea menjawab pertanyaan benar dalam presentase yang besar hanya pada
beberapa pertanyaan, yaitu mengenai istilah gizi (91,7%), buah dan sayur
termasuk pangan sumber vitamin dan mineral (96,7%), contoh buah yang banyak
mengandung vitamin C (98,3%), dan kandungan pada buah (80,0%).
Sembilan puluh persen contoh di SMAN 2 Bogor dan 95% di SMAN 1
Ciampea menjawab
salah mengenai
istilah
xeroftalmia. Sementara
itu
pertanyaan yang paling banyak dijawab salah oleh contoh di kedua sekolah
adalah mengenai vitamin yang larut dalam air serta phytonutrien yang terdapat di
dalam jeruk. Ketidakmampuan contoh dalam menjawab pertanyaan diduga
karena pertanyaan tersebut belum diketahui contoh.
Pertanyaan-pertanyaan
yang
diajukan
kemudian
diberi skor
dan
dikelompokkan menjadi kategori rendah, sedang, dan tinggi. Pengkategorian
pengetahuan gizi ini didasarkan pada Khomsan (2000), yakni baik dengan skor
>80 persen, sedang dengan skor 60 hingga 80 persen, dan kurang dengan skor
<60 persen. Sebagian besar contoh (75,0%) di SMAN 2 Bogor memiliki
pengetahuan gizi pada kategori sedang sedangkan contoh di SMAN 1 Ciampea
paling banyak memiliki pengetahuan gizi pada kategori rendah (75,0%). Proporsi
terkecil contoh adalah memiliki pengetahuan gizi tinggi. Hanya terdapat 2 orang
(3,3%) di SMAN 2 Bogor dan bahkan tidak ada contoh di SMAN 1 Ciampea yang
memiliki pengetahuan gizi tinggi. Dari keseluruhan contoh, sebagian contoh
(50,0%) memiliki pengetahuan gizi sedang (Tabel 7). Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan
gizi contoh di kedua sekolah (p<0,01). Skor rata-rata pengetahuan gizi contoh di
SMAN 2 Bogor (65,58 ± 11,05) lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata
pengetahuan gizi contoh di SMAN 1 Ciampea (49,58 ± 11,29).
45
31
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Jumlah
Tingkat Pengetahuan
Gizi
n
%
n
%
N
%
Kurang (< 60%)
13
21,7
45
75,0
58
48,3
Sedang (60 - 80%)
45
75,0
15
25,0
60
50,0
Baik (> 80%)
2
3,3
0
0,0
2
1,7
TOTAL
60
100,0
60
100,0
120
100,0
Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun
informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau
melalui alat-alat komunikasi, seperti membaca surat kabar dan majalah,
mendengar siaran radio, dan menyaksikan siaran televisi maupun melalui
penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 1996). Semakin banyak jenis dan informasi
tentang gizi dan kesehatan yang diterima seseorang, maka semakin luas
wawasan dan pengetahuan tentang hal itu.
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
Suku
Suku orang tua pada keseluruhan contoh cukup bervariasi. Sebagian
besar orang tua contoh baik ayah maupun ibu di SMAN 2 Bogor berasal dari
suku Sunda, yaitu masing-masing sebanyak 48,3% dan 55,0%. Begitu pula
dengan contoh di SMAN 1 Ciampea, mayoritas orang tua contoh berasal dari
suku Sunda 66,7% (ayah) dan 78,4% (ibu). Hal ini diduga karena orang tua
contoh tinggal dan bekerja di Bogor, sehingga kebanyakan orang tua contoh
berasal dari suku Sunda. Selain itu juga sebesar 35,0% ayah dan 33,3% ibu
pada contoh di SMAN 2 Bogor serta 15,0% ayah dan 8,3% ibu di SMAN 1
Ciampea berasal dari suku Jawa. Hanya sebagian kecil orang tua contoh baik di
SMAN 2 Bogor maupun di SMAN 1 Ciampea yang berasal dari suku Betawi,
Sumatra, dan lainnya (Tabel 8).
Suku
Jawa
Sunda
Betawi
Sumatra
Lainnya
TOTAL
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan suku orang tua
Ayah
Ibu
SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea
n
%
n
%
n
%
n
%
21
35,0
9
15,0
20
33,3
5
8,3
29
48,3
40
66,7
33
55,0
47
78,4
2
3,3
7
11,7
3
5,0
2
3,3
7
11,7
2
3,3
4
6,7
3
5,0
1
1,7
2
3,3
0
0,0
3
5,0
60
100,0
60
100,0
60
100,0
60
100,0
Suku melalui sistem sosial budaya mempunyai pengaruh terhadap apa,
kapan, dan bagaimana makanan dikonsumsi oleh keluarga. Kebudayaan tidak
hanya menentukan makanan apa, tetapi untuk siapa dan dalam keadaan
46
32
bagaimana pangan tersebut dimakan. Kebiasaan makan keluarga dipengaruhi
pula oleh aturan atau tatanan yang didasarkan kepada adat istiadat dan agama
(Suhardjo 1989).
Besar Keluarga
Keluarga inti (core familiy) terdiri dari ayah, ibu, anak-anak baik kandung
maupun angkat (Sediaoetama 2006). Akan tetapi ada keluarga yang hanya
terdiri dari ayah atau ibu dan anak, karena salah satu orang tua telah meninggal
dunia. Besar keluarga menurut Hurlock (1998) dibagi menjadi keluarga kecil jika
jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-7 orang, dan besar jika ≥ 8
orang. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan
pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas
pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu.
Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun
dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982).
Rata-rata besar keluarga contoh di SMAN 2 Bogor adalah 4,9 ± 1,15
orang sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah 5,82 ± 1,818 orang. Tabel 9
menunjukkan bahwa sebesar 38,3% contoh di SMAN 2 Bogor dan 20,0% contoh
di SMAN 1 Ciampea merupakan keluarga kecil (≤ 4 orang). Sebagian besar
contoh baik di SMAN 2 Bogor (58,3%) maupun di SMAN 1 Ciampea (63,3%)
mempunyai keluarga sedang (5-6 orang). Selain itu, hanya sebesar 3,3% contoh
di SMAN 2 Bogor dan 16,7% contoh di SMAN 1 Ciampea yang merupakan
keluarga besar (≥ 8 orang). Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata pada besar keluarga di kedua sekolah (p<0,05). Rata-rata besar
keluarga contoh di SMAN 1 Ciampea lebih besar dibandingkan dengan rata-rata
besar keluarga di SMAN 2 Bogor.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Besar Keluarga
n
%
n
%
Kecil (≤ 4 orang)
23
38,3
12
20,0
Sedang (5 - 7 orang)
35
58,3
38
63,3
Besar (≥ 8 orang)
2
3,3
10
16,7
TOTAL
60
100,0
60
100,0
Jumlah
n
%
35
29,2
73
60,8
12
10,0
120
100,0
Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan
yang tersedia dalam keluarga. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara
jumlah anggota keluarga dengan status gizi, khususnya pada keluarga yang
berpendapatan rendah pemenuhan makan akan lebih mudah jika jumlah anggota
33
47
keluarganya sedikit. Pada taraf ekonomi yang sama, keluarga miskin dengan
jumlah anak yang banyak akan sulit memenuhi kebutuhannya jika dibandingkan
dengan keluarga dengan jumlah anak yang sedikit (Suhardjo 1989).
Menurut Sediaoetama (2006) pengaturan pengeluaran untuk pangan
sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini
menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga
tidak mencukupi kebutuhan. Selain dalam hal konsumsi pangan, besar keluarga
juga akan berpengaruh terhadap perhatian orang tua, bimbingan, petunjuk, dan
perawatan kesehatan.
Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator sosial yang dapat
mencerminkan keadaan sosial seseorang. Tingkat pendidikan ayah dan ibu
contoh dibagi menjadi tidak tamat SD, tamat SD/sederajat, tamat SMP/sederajat,
tamat SMA/sederajat, dan tamat akademi/PT. Tabel 10 menunjukkan bahwa
lebih dari separuh contoh (65,0%) di SMAN 2 Bogor mempunyai ayah dengan
tingkat pendidikan sampai dengan tamat akademi/PT, namun di SMAN 1
Ciampea hanya terdapat 8,3% ayah contoh dengan tingkat pendidikan sampai
akademi/PT. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ayah contoh di
SMAN 2 Bogor sudah cukup baik, namun di SMAN 1 Ciampea masih kurang
baik, karena kebanyakan ayah contoh (58,3%) hanya sampai dengan lulusan
SMA/sederajat dan masih ada yang tidak tamat SD serta 16,7% ayah contoh
menempuh pendidikannya hanya sampai SD/sederajat.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua
Ayah
Ibu
Pendidikan Orang
SMAN 2
SMAN 1
SMAN 2
Tua
Bogor
Ciampea
Bogor
n
%
n
%
n
%
tidak tamat SD
0
0,0
1
1,7
0
0,0
SD/sederajat
1
1,7
10
16,7
1
1,7
SMP/sederajat
0
0,0
9
15,0
0
0,0
SMA/sederajat
20
33,3
35
58,3
30
50,0
Akademi/PT
39
65,0
5
8,3
29
48,4
TOTAL
60
100,0
60
100,0
60
100,0
SMAN 1
Ciampea
n
%
1
1,7
19
31,7
12
20,0
24
40,0
4
6,7
60
100,0
Pendidikan ibu contoh sampai tingkat SMA/sederajat adalah sebesar
50,0% di SMAN 2 Bogor dan sebesar 40,0% di SMAN 1 Ciampea. Sebesar
48,4% contoh di SMAN 2 Bogor dan 6,7% contoh di SMAN 1 Ciampea
mempunyai ibu dengan tingkat pendidikan sampai akademi/PT. Masih terdapat
satu orang ibu contoh di SMAN 1 Ciampea yang tidak tamat SD dan 31,7% yang
34
48
tingkat pendidikannya hanya sampai SD/sederajat. Hal ini tentunya akan sangat
berpengaruh terhadap asupan makanan serta gizi anak-anaknya, seperti yang
dikemukakan Suhardjo (1996), tingkat pendidikan orang tua merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian
makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Orang yang berpendidikan tinggi
cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai
dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga
kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik. Berdasarkan uji t diketahui
bahwa terdapat perbedaan pada pendidikan ayah dan ibu contoh di kedua
sekolah (p<0,01). Pendidikan orang tua contoh di SMAN 2 Bogor lebih tinggi
dibandingkan dengan pendidikan orang tua contoh di SMAN 1 Ciampea.
Pekerjaan Orang Tua
Jenis pekerjaan orang tua merupakan salah satu indikator dari besarnya
pendapatan keluarga (Jahari dalam Rejeki 2000). Terlihat pada Tabel 11 bahwa
persentase terbesar pekerjaan ayah contoh di SMAN 2 Bogor adalah bekerja
sebagai TNI/Polri/PNS/BUMN (55,0%) sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah
sebagai wiraswata (46,6%). Sebagian besar pekerjaan ibu contoh di SMAN 2
Bogor maupun di SMAN 1 Ciampea bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan
presentase masing-masing sebesar 55,0% dan 81,6%.
Terdapat 3,3% ayah contoh di SMAN 2 Bogor yang tidak bekerja,
sedangkan di SMAN 1 Ciampea salah satunya ayah contoh sudah meninggal.
Presentase ayah contoh yang bekerja sebagai pegawai swasta terlihat lebih
besar pada SMAN 2 Bogor (25,0%) dibandingkan pada SMAN 1 Ciampea
(13,3%). Sementara itu terdapat 16,7% ayah contoh di SMAN 1 Ciampea yang
bekerja sebagai buruh sedangkan tidak seorang pun ayah contoh di SMAN 2
Bogor yang bekerja sebagai buruh. Demikian juga untuk pekerjaan ibu contoh,
presentase ibu contoh yang bekerja sebagai PNS dan pegawai swasta lebih
banyak pada SMAN 2 Bogor dibandingkan pada SMAN 1 Ciampea. Pekerjaan
orang tua contoh yang lainnya antara lain dokter hewan, anggota dewan, sopir,
dan guru swasta. Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor
yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan karena jenis pekerjaan
memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima (Suhardjo 1989).
49
35
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua
Ayah
Ibu
SMAN
2
SMAN
1
SMAN
2
Pekerjaan Orang tua
Bogor
Ciampea
Bogor
n
%
n
%
n
%
Tidak bekerja/meninggal/IRT
2
3,3
2
3,3
33
55,0
Buruh
0
0,0
10
16,7
0
0,0
Wiraswasta/dagang/jasa
6
10,0
28
46,6
4
6,7
TNI/Polri/PNS/BUMN
33
55,0
12
20,0
15
25,0
Pegawai Swasta
15
25,0
8
13,3
5
8,3
Lainnya
3
5,0
1
1,7
3
5,0
TOTAL
60 100,0 60
100,0
60
100,0
SMAN 1
Ciampea
n
%
49 81,6
1
1,7
4
6,7
5
8,3
1
1,7
0
0,0
60 100,0
Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga merupakan jumlah penghasilan yang diperoleh
keluarga setiap bulannya. Besar pendapatan keluarga dikategorikan menjadi tiga
yaitu rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan sebaran contoh.
Berdasarkan hasil penelitian, pendapatan keluarga contoh di kedua
sekolah berkisar antara Rp 38.461,5/kap/bulan-Rp 3.333.333,3/kap/bulan.
Sebagian besar pendapatan keluarga contoh di SMAN 2 Bogor (51,7%) dan
SMAN 1 Ciampea (55,0%) berada pada rentang Rp 250.000-825.000/kap/bulan.
Sementara itu terdapat 43,3% pendapatan keluarga contoh di SMAN 1 Ciampea
yang berada dalam kategori rendah namun hanya terdapat 1,7% contoh di
SMAN 2 Bogor dengan pendapatan keluarga yang rendah (Tabel 12). Hasil uji
beda independent sample t-test diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata
antara pendapatan keluarga di SMAN 1 Bogor dan SMAN 1 Ciampea (p=0,000).
Rata-rata pendapatan keluarga contoh di SMAN 2 Bogor (Rp 965.982,1 ±
634.486,8/kap/bulan) lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan
keluarga contoh di SMAN 1 Ciampea (Rp 284.501,1 ± 169.743,1/kapita/bulan).
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga
SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea
Jumlah
Pendapatan Keluarga
(Rp/kapita/bulan)
n
%
n
%
n
%
Rendah (< 250.000)
1
1,7
26
43,3
27
22,5
Sedang (250.000 - 825.000)
31
51,7
33
55,0
64
53,3
Tinggi (> 825.000)
28
46,7
1
1,7
29
24,2
TOTAL
60
100,0
60
100,0
120 100,0
Konsumsi Buah dan Sayur
Jumlah Konsumsi Buah dan Sayur
Buah-buahan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Selain
dinikmati dalam bentuk segar, buah-buahan juga dapat diolah dalam bentuk jus
atau dihidangkan bersama sayuran (Sulistijani 2005). Jumlah konsumsi buah dan
36
50
sayur adalah banyaknya buah dan sayur yang dikonsumsi contoh yang dihitung
dengan recall 2 x 24 jam. Pada penelitian ini jumlah buah dan sayur yang
dikonsumsi contoh adalah beratnya yang diukur dengan satuan gram (g).
Konsumsi buah contoh berkisar antara 7-446 g/hari, dan terdapat 42
contoh (35%) selama 2 hari tidak mengonsumsi buah sama sekali. Rata-rata
konsumsi buah SMAN 2 Bogor adalah 81,2 g/hari lebih rendah dibandingkan
rata-rata konsumsi buah SMAN 1 Ciampea (88,6 g/hari). Dibandingkan anjuran
konsumsi buah dalam sehari yaitu 200 g/hari (Depkes 1991 dalam Setiowati
2000), maka konsumsi buah contoh di SMAN 2 Bogor baru mencapai 40,6%
sedangkan contoh di SMAN 1 Ciampea baru mencapai 44,3%. Hasil penelitian
ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Setiowati (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi sayur di SMU I Pamekasan
dan SMU I Bogor masing-masing adalah 95,2 g/hari dan 90,4 g/hari. Hasil uji
beda Independent samples t test tidak menunjukkan adanya perbedaan antara
konsumsi buah di kedua sekolah, yaitu ditunjukan oleh nilai p>0,05. Jumlah buah
yang dikonsumsi oleh keseluruhan contoh dapat dilihat pada Lampiran 13.
Menurut Hardono (1998) dalam Setiowati (2000), masih rendahnya
konsumsi buah di Indonesia terkait dengan beberapa faktor, disamping
pendapatan, konsumsi buah tersebut tampaknya juga terkait dengan masalah
masih rendahnya kesadaran mengonsumsi buah (sebagai sumber vitamin,
mineral atau protein nabati), rendahnya ketersediaan buah, dan kurangnya
keterjangkauan konsumsi produk oleh rumah tangga.
Sebagian besar contoh di kedua sekolah mengonsumsi buah kurang dari
70 gram/hari, yaitu masing-masing 56,7% di SMAN 2 Bogor dan 61,7% di SMAN
1 Ciampea. Sementara itu terdapat 18,3% di SMAN 2 Bogor dan 15,0% di SMAN
1 Ciampea mengonsumsi buah sebesar 70-140 gram/hari. Dari keseluruhan
contoh, terdapat 24,2% contoh yang mengonsumsi buah sebesar >140
gram/hari, yaitu masing-masing 25,0% di SMAN 2 Bogor dan 23,3% di SMAN 1
Ciampea, dari jumlah tersebut terdapat 7 orang (11,7%) contoh di SMAN 2 Bogor
dan 9 orang (15%) contoh di SMAN 1 Ciampea yang mengonsumsi buah lebih
dari jumlah yang dianjurkan (200 g/hari). Sebaran contoh berdasarkan konsumsi
buah dapat dilihat pada Tabel 13.
37
51
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi buah
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Jumlah
Konsumsi Buah
(gram/hari)
n
%
n
%
n
%
< 70
34
56,7
37
61,7
71
59,2
70-140
11
18,3
9
15,0
20
16,7
> 140
15
25,0
14
23,3
29
24,2
TOTAL
60
100,0
60
100,0
120
100,0
Konsumsi sayur contoh berkisar antara 2-241 g/hari, ada 9 contoh (7,5%)
yang tidak mengonsumsi sayur selama 2 hari. Rata-rata konsumsi sayur SMAN
2 Bogor adalah 64,3 g/hari, sedangkan rata-rata konsumsi sayur SMAN 1
Ciampea adalah 71,4 g/hari. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan pada konsumsi sayur diantara kedua sekolah (p<0,01). Rata-rata
konsumsi sayur pada kedua contoh belum mencapai separuh dari jumlah
konsumsi sayur yang dianjurkan pada usia remaja, yaitu 150 g/hari, masingmasing baru mencapai 42,9% untuk SMAN 2 Bogor dan 47,6% untuk SMAN 1
Ciampea. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Setiowati (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi sayur siswa
SMU I Bogor adalah sebesar 76,1 g/hari dan SMU I Pamekasan sebesar 66,1
g/hari. Selain itu, hasil ini lebih baik dari penelitian Rejeki (2000) yang meneliti
konsumsi sayur pada remaja putri di perkotaan dengan hasil rata-rata sebesar
32 g/hari.
Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa masih sedikit contoh yang
mengonsumsi sayur sebesar > 100 g/hari di kedua sekolah (20%). Kebanyakan
contoh di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi sayur sebanyak 50-100 g/hari, yaitu
sebanyak 41,7%. Sementara itu terdapat 40,0% contoh di SMAN 2 Bogor yang
mengonsumsi sayur < 50 g/hari dan 50-100 g/hari serta terdapat 38,3% di SMAN
1 Ciampea yang mengonsumsi sayur sebanyak < 50 g/hari.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Jumlah
Konsumsi Sayur
(gram/hari)
n
%
n
%
n
%
< 50
24
40,0
23
38,3
47
39,2
50-100
24
40,0
25
41,7
49
40,8
> 100
12
20,0
12
20,0
24
20,0
TOTAL
60
100,0
60
100,0
120
100,0
Muchtadi (2001) mengungkapkan bahwa perubahan pola konsumsi
pangan di Indonesia telah menyebabkan berkurangnya konsumsi sayuran dan
buah-buahan pada hampir semua provinsi di Indonesia. Saat ini orang
cenderung mengonsumsi makanan yang serba instan dan praktis. Adanya
52
38
kecenderungan tersebut menyebabkan rendahnya konsumsi sayuran pada
masyarakat, karena adanya upaya pemenuhan kebutuhan vitamin melalui
konsumsi berbagai suplemen vitamin yang tersedia di pasaran.
Frekuensi Konsumsi Jenis Buah dan Sayur
Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena
disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial, dan alasan kesehatan. Faktorfaktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi
adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita rasa, motovasi,
ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi, dan
pendidikan (Riyadi 1996).
Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu,
maupun kali per bulan, dalam hal ini disamakan menjadi kali/minggu untuk
mempermudah perhitungan. Frekuensi makan pada orang dengan kondisi
ekonomi tinggi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang kondisi
ekonominya lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan
ekonomi yang tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengonsumsi
makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan et al. 1998).
Untuk mengukur konsumsi buah dan sayur pada contoh, selain dari segi
jumlah, frekuensi yang dikonsumsi juga penting. Frekuensi konsumsi jenis buah
dan sayur adalah seberapa sering contoh mengonsumsi setiap jenis buah dan
sayur dalam periode satu bulan. Buah yang paling banyak dikonsumsi dikedua
contoh adalah jeruk manis, yaitu masing-masing sebesar 80,0% di SMAN 2
Bogor dan 60,0% di SMAN 1 Ciampea. Selain itu sebanyak 66,7% contoh di
SMAN 2 Bogor dan 41,7% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi apel, sebanyak
46,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 31,7% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi
pisang ambon, sebanyak 50,0% contoh di SMAN 2 Bogor dan 48,3% di SMAN 1
Ciampea mengonsumsi mangga, sebanyak 40,0% contoh di SMAN 2 Bogor dan
40,0% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi jambu biji, dan seterusnya (Tabel 15).
Buah yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh dalam seminggu
terakhir adalah jeruk manis, yaitu 5,28 kali/minggu untuk SMAN 2 Bogor dan
2,23 kali/minggu untuk SMAN 1 Ciampea. Jeruk merupakan buah sumber
komponen fitokimia berupa coumarin, limonoid, phenolic, serta terpene dan
monoterpene yang antara lain berfungsi dalam
menambah kekebalan,
mendorong mekanisme antioksidan, anti inflamasi, anti kanker, anti mikrobial,
dan detoksifikasi (Wirakusumah 1998). Jeruk yang dikonsumsi contoh tidak
39
53
hanya dalam bentuk buah utuh (padat) namun juga dalam bentuk cair seperti jus
jeruk. Menurut Rositawaty (2007), jus jeruk bermanfaat untuk sistem kekebalan,
proteksi terhadap anemia, sumber yang paling baik untuk vitamin C dan asam
folat.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi buah dan rata-rata frekuensi konsumsi
menurut jenis buah yang dikonsumsi
Jumlah Contoh
Rata-rata Frekuensi
SMAN 2
Konsumsi Buah (kali/minggu)
SMAN 1 Ciampea
Jenis Buah
Bogor
SMAN 2
SMAN 1
n
%
n
%
Bogor
Ciampea
Jeruk manis
48
80,0
36
60,0
5,28
2,23
Apel
40
66,7
25
41,7
2,43
1,33
Pisang ambon
28
46,7
19
31,7
2,17
1,17
Mangga
30
50,0
29
48,3
1,90
1,17
Jambu biji
24
40,0
30
50,0
1,73
1,97
Semangka
26
43,3
23
38,3
1,72
1,10
Pepaya
25
41,7
22
36,7
1,38
1,13
Jambu air
21
35,0
27
45,0
1,15
1,82
Alpukat
21
35,0
19
31,7
1,10
0,73
Melon
29
48,3
20
33,3
0,98
1,15
Rambutan
14
23,3
12
20,0
0,82
0,70
Belimbing
15
25,0
17
28,3
0,53
0,98
Nanas
16
26,7
10
16,7
0,47
0,62
Lengkeng
11
18,3
14
23,3
0,43
0,88
Kedondong
8
13,3
18
30,0
0,37
0,60
Nangka
11
18,3
11
18,3
0,27
0,45
Duku
8
13,3
12
20,0
0,17
0,35
Sawo
3
5,0
7
11,7
0,05
0,23
Sayur yang paling banyak dikonsumsi oleh sebagian besar contoh di
SMAN 2 Bogor dalam waktu satu minggu terakhir adalah wortel yaitu 83,3%
sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah bayam yaitu 78,3%. Sementara itu
sebanyak 66,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 41,7% di SMAN 1 Ciampea
mengonsumsi cabe rawit, sebanyak 61,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 51,7%
di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi ketimun, sebanyak 61,7% contoh di SMAN 2
Bogor dan 48,3% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi tomat, sebanyak 80,0%
contoh di SMAN 2 Bogor dan 61,7% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi
kangkung, dan seterusnya. Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur dan
rata-rata frekuensi konsumsi menurut jenis sayur yang dikonsumsi dapat dilihat
pada Tabel 16.
Rata-rata frekuensi konsumsi sayur yang terbesar di kedua contoh adalah
cabe rawit dengan rata-rata frekuensi 5,27 kali/minggu di SMAN 2 Bogor dan
4,03 kali/minggu di SMAN 1 Ciampea. Contoh biasanya mengonsumsi cabe rawit
untuk campuran mie instan, sambal, maupun campuran dengan masakan lain.
4054
Sayur lain yang sering (> 3 kali/minggu) dikonsumsi oleh contoh di SMAN 2
Bogor antara lain bayam, daun bawang, kangkung, ketimun, tomat, dan wortel
sedangkan di SMAN 1 Ciampea hanya bayam dan ketimun. Kelompok sayuran
yang sering dikonsumsi oleh contoh adalah jenis-jenis sayuran yang merupakan
sumber vitamin dan mineral yang baik untuk kesehatan, misalnya wortel banyak
mengandung vitamin A, selanjutnya bayam, kangkung, banyak mengandung zat
besi, fosfor, dan serat-serat alami lainnya, tomat banyak mengandung vitamin C
dan Fe yang tinggi, ketimun memiliki kandungan air sampai 90 persen, diperkaya
vitamin A, vitamin C, kalsium, kalium, magnesium, dan sulfur (Rositawaty 2007).
Teori menyebutkan bahwa konsumsi sayuran dalam frekuensi yang tepat
dapat mendukung meningkatnya sistem kekebalan tubuh. Nasution, Riyadi, dan
Mudjajanto (1995) menyebutkan bahwa sayuran merupakan golongan makanan
yang berfungsi menyediakan sumber zat pengatur dan pelindung yang penting
untuk mengatur proses-proses biokimiawi di dalam tubuh, diantaranya dalam
metabolisme energi.
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur dan rata-rata frekuensi konsumsi
menurut jenis sayur yang dikonsumsi
Jumlah Contoh
Rata-rata Frekuensi
Konsumsi Sayur (kali/minggu)
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Jenis Sayur
SMAN 2
SMAN 1
n
%
n
%
Bogor
Ciampea
Cabe rawit
40
66,7
25
41,7
5,27
4,03
Wortel
50
83,3
37
61,7
4,63
2,85
Daun bawang
37
61,7
14
23,3
4,18
1,50
Ketimun
37
61,7
31
51,7
4,10
3,78
Tomat
37
61,7
29
48,3
4,08
2,70
Kangkung
48
80,0
37
61,7
4,05
1,95
Bayam
47
78,3
47
78,3
3,13
3,05
Sawi
35
58,3
26
43,3
2,38
1,65
Tauge
35
58,3
24
40,0
1,98
1,60
Kacang panjang
32
53,3
25
41,7
1,67
0,97
Bunga kol
34
56,7
15
25,0
1,63
0,75
Buncis
35
58,3
25
41,7
1,35
1,35
Jagung muda
27
45,0
22
36,7
1,23
1,17
Jamur segar
23
38,3
13
21,7
1,00
0,52
Terong
17
28,3
7
11,7
0,87
0,28
Daun singkong
19
31,7
20
33,3
0,77
0,87
Daun melinjo
17
28,3
14
23,3
0,60
1,05
Oyong
7
11,7
4
6,7
0,43
0,20
Daun papaya
11
18,3
3
5,0
0,27
0,08
Labu siam
11
18,3
6
10,0
0,25
0,22
Pare
5
8,3
7
11,7
0,25
0,37
Pepaya muda
7
11,7
12
20,0
0,23
0,52
Lobak
6
10,0
1
1,7
0,22
0,03
Rebung
2
3,3
3
5,0
0,12
0,08
55
41
Waktu Mengonsumsi Buah dan Sayur
Waktu dibagi menjadi pagi, siang, dan malam. Tabel 17 menunjukkan
sebaran contoh berdasarkan waktu konsumsi buah dan sayur. Sebagian besar
contoh mengonsumsi buah dan sayur pada waktu siang, yaitu 43,3% di SMAN 2
Bogor dan 51,7% di SMAN 1 Ciampea. Hal ini disebabkan karena kedua contoh
bersekolah pagi sehingga pada siang hari contoh sudah berada di rumah
sehingga contoh dapat makan lebih leluasa. Selain itu buah dan sayur juga
dikonsumsi contoh saat jajanan sewaktu istirahat maupun pulang sekolah,
seperti jus maupun sayuran yang tercampur dalam makanan yang mereka beli.
Terdapat 26,7% contoh di SMAN 1 Ciampea yang mengonsumsi buah
dan sayur di pagi hari, lebih banyak daripada di SMAN 2 Bogor (15,0%). Hal ini
diduga karena ibu contoh yang bekerja sebagai ibu rumah tangga di SMAN 1
Ciampea lebih banyak dibandingkan dengan di SMAN 2 Bogor sehingga ibu
dapat menyediakan sarapan yang mengandung unsur 4 sehat 5 sempurna,
termasuk buah dan sayur. Selain itu terdapat 41,7% contoh di SMAN 2 Bogor
dan 21,6% contoh di SMAN 1 Ciampea yang mengonsumsi buah dan sayur pada
malam hari. Melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada contoh,
diperoleh informasi bahwa kebanyakan contoh yang mengonsumsi buah pada
malam hari dilakukan sebagai pencuci mulut setelah makan (dessert) bahkan
terdapat contoh yang mengonsumsi buah sebagai pengganti makan malam.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan waktu konsumsi buah dan sayur
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Jumlah
Waktu Konsumsi
Buah dan Sayur
n
%
n
%
n
%
Pagi
9
15,0
16
26,7
25
20,8
Siang
26
43,3
31
51,7
57
47,5
Malam
25
41,7
13
21,6
38
31,7
TOTAL
60
100,0
60
100,0
120
100,0
Preferensi Buah dan Sayur
Buah dan Sayur yang Paling Disukai dan Tidak Disukai
Buah dan sayur kesukaan adalah buah dan sayur yang paling disukai
oleh contoh. Pertanyaan ini berbentuk pertanyaan terbuka sehingga contoh
dapat menulis buah dan sayur yang paling disukai beserta alasan mengapa
contoh buah dan sayur tersebut. Begitu pula dengan buah dan sayur yang tidak
disukai.
Buah kesukaan yang disukai contoh dikedua sekolah sangatlah beragam.
Dari hasil penelitian (Tabel 18), buah yang paling disukai oleh contoh baik di
SMAN 2 Bogor maupun di SMAN 1 Ciampea adalah jeruk, yaitu dengan
42
56
presentase masing-masing 18,3% dan 30,0%. Alasan yang dikemukakan oleh
seluruh contoh mengapa menyukai buah jeruk adalah karena segar, bervitamin
C, manis, dan warnanya menarik. Zat kimia yang terkandung di dalam jeruk
sangat baik untuk menstimulasi sistem kekebalan tubuh, menghindari sumbatan
lendir di tenggorokan, menyembuhkan batuk, dan menurunkan demam. Vitamin
C yang terkandung di dalam jeruk tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan, tetapi
juga untuk kecantikan kulit. Vitamin C pun dikenal sebagai antioksidan yang
ampuh melawan radikal bebas.
Selain itu juga sebesar 11,7% contoh di SMAN 2 Bogor menyukai melon
serta semangka, apel, dan pir masing-masing 10,0% sedangkan di SMAN 1
Ciampea menyukai apel (13,3%) dan melon (10,0%).
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jenis buah yang disukai dan tidak disukai
SMAN 2
SMAN 1
Jenis Buah
Bogor
Ciampea
Alasan
Disukai
n
%
n
%
30,0 Segar, bervitamin C, manis, warnanya menarik
Jeruk
11 18,3
18
Melon
7
11,7
6
10,0 Manis, bervitamin, segar, banyak air, enak
Semangka
6
10,0
2
3,3
Banyak air, manis
Apel
6
10,0
8
13,3 Enak, manis, segar, bervitamin
Pir
6
10,0
4
6,7
Manis, bervitamin, enak
Mangga
5
8,3
1
1,7
Manis, segar, bervitamin, enak
Alpukat
5
8,3
6
10,0 Enak, mengenyangkan, sehat untuk kulit
Anggur
4
6,7
6
10,0 Manis, enak, warna menarik, segar
Tidak
n
%
n
%
Alasan
Disukai
Mengkudu
16 26,7
6
10,0 Pahit, bau, tidak enak
Pepaya
8
13,3
5
8,3
Bau, lembek, tidak enak
15,0 Tidak enak, bau, terlalu manis, lembek, mual
Durian
5
8,3
9
Kedondong 4
6,7
4
6,7
Tidak enak, asam, keras, sedikit mengandung air
Duku
4
6,7
0
0,0
Pahit, susah dimakan
Pisang
3
5,0
3
5,0
Lembek, bau
Sawo
3
5,0
4
6,7
Tidak enak
Buah yang paling tidak disukai di SMAN 2 Bogor adalah mengkudu yaitu
dengan presentase 26,7%. Contoh tidak menyukai buah mengkudu dengan
alasan karena pahit, bau, dan tidak enak. Buah yang paling tidak disukai contoh
di SMAN 1 Ciampea adalah durian, dengan alasan tidak enak, bau, terlalu
manis, lembek, dan membuat mual. Selain itu, contoh di SMAN 2 Bogor tidak
menyukai pepaya (13,3%) dan durian (8,3%) sedangkan contoh di SMAN 1
Ciampea tidak menyukai mengkudu (10,0%) dan pepaya (8,3%). Buah lainnya
yang disukai dan tidak disukai contoh di kedua sekolah beserta alasannya dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Jenis sayur yang disukai contoh di kedua sekolah adalah bayam dengan
alasan sehat, bergizi, dan lezat. Bayam mengandung banyak zat gizi, antara lain
43
57
air, kalori, karbohidrat, lemak, protein, serat makanan, vitamin, dan mineral
(Soehardi 2004). Selain itu contoh di kedua sekolah juga menyukai kangkung,
dan wortel. Alasan contoh menyukai sayur tersebut adalah karena sehat, bergizi,
lezat, enak, mengandung serat, dan baik untuk mata. Pemilihan sayur oleh
contoh sudah cukup baik, misalnya pemilihan terhadap sayur hijau seperti bayam
dan kangkung, yang selain mengandung vitamin A cukup besar juga
mengandung kalsium dalam jumlah cukup besar pula, yang tentunya sangat
dibutuhkan oleh remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan. Selain itu juga,
pemilihan terhadap sayur wortel juga sudah cukup baik, wortel sangat berguna
untuk kesehatan mata karena mengandung vitamin A dalam jumlah yang sangat
besar.
Sebagian besar contoh, yaitu sebesar 40,0% di SMAN 2 Bogor dan
38,3% di SMAN 1 Ciampea tidak menyukai sayur pare dengan alasan pahit,
tidak enak, dan bau (Tabel 19). Selain itu terdapat 8,3% contoh di SMAN 2 Bogor
tidak menyukai terong, dan dengan jumlah yang sama di SMAN 1 Ciampea tidak
menyukai terong dan ketimun dengan alasan tidak enak, pahit, dan lembek.
Sayur lainnya yang disukai dan tidak disukai contoh di kedua sekolah beserta
alasannya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jenis sayur yang disukai dan tidak disukai
SMAN 2
SMAN 1
Jenis Sayur
Bogor
Ciampea
Alasan
Disukai
n
%
n
%
30,0
38,3
Bayam
18
23
Sehat, bergizi, lezat
Kangkung
16
26,7
10
16,7
Enak, mengandung serat
Wortel
11
18,3
10
16,7
Enak, bergizi, baik untuk mata
Labu siam
1
1,7
4
6,7
Enak, mudah dicerna
Sawi
2
3,3
3
5,0
Enak
Kol
2
3,3
2
3,3
Enak
Tidak Disukai
n
%
n
%
Alasan
40,0
31,7
Pare
24
19
Pahit, tidak enak, bau
Terong
5
8,3
5
8,3
Tidak enak, pahit, lembek
Ketimun
0
0,0
5
8,3
Tidak enak
Daun pepaya
4
6,7
4
6,7
Pahit
Bayam
1
1,7
4
6,7
Tidak enak, lembek
Wortel
4
6,7
4
6,7
Tidak enak
Pengolahan Buah dan Sayur yang Disukai
Buah-buahan dalam dunia kuliner dihidangkan sebagai makanan penutup
atau hidangan terakhir dari suatu jamuan makanan sehari-hari. Sering disebut
dengan istilah pencuci mulut. Hal ini mungkin karena buah-buahan itu dapat
menetralkan rongga mulut setelah makan nasi dengan berbagai macam lauk
pauk dengan aneka rasa dan bau. Selain sebagai makanan penutup, buah-
44
58
buahan juga dapat dimasak atau diolah menjadi makanan kecil atau jajan
(misalnya dicampurkan dalam pembuatan puding, kue-kue kecil, dan cake),
sebagai minuman (seperti jus aneka buah), slada buah, rujak, asinan, manisan,
dan diawet dalam bentuk kalengan (Tarwotjo 1998).
Cara pengolahan buah dalam penelitian ini digolongkan menjadi
manisan/asinan, rujak, dan jus. Sebagian besar contoh (63,3%) di SMAN 2
Bogor menyukai pengolahan buah dengan cara dijus sedangkan contoh di
SMAN 1 Ciampea menyukai rujak (45,0%) (Tabel 20). Contoh di SMAN 2 Bogor
menyukai jus buah diduga karena contoh sering membeli jus dengan aneka rasa
buah di kantin sewaktu istirahat maupun pulang sekolah. Mengonsumsi buah
dalam bentuk jus bisa memberikan manfaat yang lebih optimal bagi tubuh
dibandingkan dengan mengonsumsinya dalam bentuk buah segar. Jus buah
mudah dicerna, zat gizinya tak terbuang, serta bermanfaat mencegah dan
membantu proses penyembuhan berbagai penyakit (Rusilanti 2007).
Sebelum sayuran dimasak, perlu dibersihkan dari bagian-bagian yang
tidak dapat dimakan, kemudian dicuci dalam air bersih dan cukup, baru dipotongpotong sesuai dengan resep, lalu diberi bumbu, dan dimasak. Sayuran dapat
dimasak dengan cara direbus, ditumis, digoreng, dibakar, dikukus, dan dipepes
(Tarwotjo 1998). Pengolahan sayur dalam penelitian ini dibedakan menjadi
dikuah, direbus, disantan, atau dilalap mentah. Menurut Riyadi (1996), pada
umumnya budaya makan sayur di Indonesia berupa sayuran olahan (sayur
masak). Hanya ada beberapa suku saja, seperti Sunda, yang memiliki kebiasaan
makan sayur tanpa pemasakan, misalnya lalapan dan keredok.
Berdasarkan Tabel 20 juga diketahui bahwa separuh jumlah contoh di
SMAN 2 Bogor (50,0%) dan di SMAN 1 Ciampea (55,0%) menyukai pengolahan
sayur dengan cara direbus. Alasan contoh menyukai jenis pengolahan ini
dibandingkan dengan lainnya karena enak, sayur menjadi lebih matang dan
lembek, serta lebih segar karena dikonsumsi bersama kuahnya. Menurut Anwar
dan Hartoyo (1996), perebusan sayuran yang dilakukan dalam air berlebihan dan
airnya dibuang akan menyebabkan kehilangan sebagian vitamin yang larut
dalam air (vitamin B dan C). Pemasakan menggunakan air secukupnya dan
dikonsumsi dengan kuahnya dapat mengoptimalkan pemanfaatan zat gizi
(terutama vitamin larut air). Selain itu banyak juga contoh yang menyukai
pengolahan sayur dengan cara ditumis, yaitu masing-masing 48,3% di SMAN 2
Bogor dan 43,3% di SMAN 1 Ciampea. Contoh beranggapan bahwa sayuran
45
59
yang ditumis memiliki rasa, aroma, dan rupa yang lebih menarik dibandingkan
dengan cara pengolahan lainnya. Menurut Anwar dan Hartoyo (1996),
pengolahan sayuran dengan minyak (ditumis atau disantan merupakan cara
yang paling baik apabila sayuran tersebut digunakan sebagai sumber vitamin A.
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan pengolahan buah dan sayur yang disukai
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Jumlah
Pengolahan Buah
n
%
n
%
n
%
Manisan/asinan
5
8,3
10
16,7
15
12,5
Rujak
17
28,3
27
45,0
44
36,7
Jus
38
63,3
23
38,3
61
50,8
TOTAL
60
100,0
60
100,0
120
100,0
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Jumlah
Pengolahan Sayur
n
%
n
%
n
%
Ditumis
29
48,3
26
43,3
55
45,8
Direbus
30
50,0
33
55,0
63
52,6
Disantan
0
0,0
1
1,7
1
0,8
Segar (lalap)
1
1,7
0
0,0
1
0,8
TOTAL
60
100,0
60
100,0
120
100,0
Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) Vitamin A dan Vitamin C
Rata-rata konsumsi vitamin A contoh di SMAN 2 Bogor adalah 816,13 RE
dan rata-rata konsumsi vitamin C contoh adalah 68,06 mg sedangkan rata-rata
konsumsi vitamin A contoh di SMAN 1 Ciampea adalah 890,27 RE dan rata-rata
konsumsi vitamin C contoh adalah 61,86 mg. Jika dibandingkan dengan AKG
vitamin A dan vitamin C rata-rata contoh maka diperoleh rata-rata TKG vitamin A
contoh di SMAN 2 Bogor sebesar 136,02% dan vitamin C 82,47%. TKG vitamin
A contoh di SMAN 1 Ciampea lebih besar nilainya, yaitu 148,38% dan vitamin C
76,48%. Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C menurut Gibson
(2005) yaitu (1) kurang (< 77% AKG) dan cukup (≥ 77% AKG).
Tingkat kecukupan vitamin C contoh di SMAN 2 Bogor termasuk dalam
kategori cukup sedangkan di SMAN 1 Ciampea termasuk dalam kategori kurang.
Hal ini disebabkan karena kurangnya contoh mengonsumsi sumber vitamin C.
Berdasarkan konsumsi dan kecukupan contoh maka jumlah konsumsi vitamin C
kurang sebanyak 19,89 mg. Tingkat kecukupan vitamin A di kedua sekolah
berlebih, masing-masing 216,13 RE (26,48%) di SMAN 2 Bogor dan 290,27 RE
(32,6%), namun kelebihan vitamin dan mineral sampai 20 persen masih dapat
ditolerir asal tidak berlangsung dalam waktu yang lama (Briawan dan Hardinsyah
1994). Kelebihan vitamin A akan disimpan di dalam lemak dan bila terlalu banyak
jumlahnya maka warna kulit akan terlihat kekuningan (Almatsier 2004), oleh
karena itu asupan vitamin A harus sesuai dan memenuhi kebutuhan serta
46
60
menghindari kelebihan konsumsi vitamin A. Hasil analisis uji beda menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan TKG vitamin A dan vitamin C di kedua sekolah
(p>0,05). Tabel 21 menunjukkan tingkat kecukupan vitamin A dan C di kedua
sekolah.
Tabel 21 Tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C
Vitamin A
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Total Konsumsi (RE)
816,13
890,27
Angka Kecukupan (RE)
600,00
600,00
TKG Vitamin A (%)
136,02
148,38
Vitamin C
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Total Konsumsi (mg)
68,06
61,86
Angka Kecukupan (mg)
82,58
81,75
TKG Vitamin C (%)
82,47
76,48
Kontribusi Vitamin A dan Vitamin C dari Buah dan Sayur
Terhadap Total Konsumsi
Sayur dan buah mengandung zat gizi terbesar yaitu berupa vitamin
terutama vitamin A dan vitamin C (Marliyati, Sulaeman, & Anwar 1992). Selain itu
bauh juga mengandung vitamin B1 serta beberapa macam mineral seperti
kalsium dan zat besi (Muchtadi dan Sugiyono 1992) sedangkan sayur
mengandung zat gizi lain antara lain vitamin B, sumber Ca dan Fe, dan
menyumbang sedikit kalori serta sejumlah elemen mikro. Selain itu sayuran juga
merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) serta sejumlah antioksidan yang
telah terbukti mempunyai peranan penting untuk menjaga kesehatan tubuh
(Muchtadi 2000). Vitamin dan mineral dibutuhkan oleh tubuh. Apabila orang
kekurangan vitamin dan mineral dalam susunan hidangannya sehari-hari dalam
waktu yang lama, maka akan menderita berbagai penyakit kekurangan vitamin
dan mineral.
Sumber vitamin A dan vitamin C yang dikonsumsi contoh berasal dari
berbagai pangan, salah satunya berasal dari buah dan sayur sebagai
penyumbang vitamin terbesar. Pangan yang mengandung cukup tinggi vitamin A
antara lain protein hewani, sepeti hati, telur, dan makanan yang digoreng karena
minyak goreng memiliki kandungan vitamin A yang cukup tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian, kontribusi vitamin A dari buah terhadap total konsumsi vitamin A
di kedua sekolah masih sangat rendah dan hampir sama nilainya diantara kedua
sekolah (3,13% di SMAN 2 Bogor dan 3,14% di SMAN 1 Ciampea). Lain halnya
dengan kontribusi vitamin C dari buah yang sudah mencapai 61,67% untuk
SMAN 2 Bogor dan 65,94% untuk SMAN 1 Ciampea. Hasil ini berbeda bila
dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiowati (2000) yang
47
61
mengatakan bahwa kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah masing-masing
lebih kurang 4,00% dan 30,00%, dengan contoh adalah remaja yang tinggal di
dekat produksi buah dan sayur maupun yang letaknya jauh.
Kontribusi vitamin A dari sayur terhadap total konsumsi vitamin A adalah
33,98% di SMAN 2 Bogor sedangkan di SMAN 1 Ciampea nilainya lebih rendah
yaitu 29,08%. Rata-rata kontribusi vitamin C sayur terhadap total konsumsi
mencapai 21,42% di SMAN 2 Bogor dan 34,82% di SMAN 1 Ciampea. Hasil ini
lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Setiowati (2000) pada remaja yang
mengatakan bahwa kontribusi vitamin A dari sayur adalah lebih dari 40,0% dan
kontribusi vitamin C sayur terhadap total konsumsi lebih dari 50,0%. Rata-rata
konsumsi dan kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur pada
contoh di SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur terhadap total
konsumsi vitamin A dan C
SMAN 2
SMAN 1
Vitamin A
Bogor
Ciampea
Total Konsumsi (RE)
816,13
890,27
Konsumsi dari Buah (RE)
25,55
27,94
Konsumsi dari Sayur (RE)
277,32
258,85
Kontribusi Buah terhadap Total Konsumsi (%)
3,13
3,14
Kontribusi Sayur terhadap Total Konsumsi (%)
33,98
29,08
SMAN 2
SMAN 1
Vitamin C
Bogor
Ciampea
Total Konsumsi (mg)
68,06
61,86
Konsumsi dari Buah (mg)
41,97
40,79
Konsumsi dari Sayur (mg)
14,58
21,54
Kontribusi Buah terhadap Total Konsumsi (%)
61,67
65,94
Kontribusi Sayur terhadap Total Konsumsi (%)
21,42
34,82
Status Gizi Contoh
Masa remaja merupakan periode dari pertumbuhan dan proses
kematangan manusia. Pada masa ini terjadi perubahan yang sangat unik dan
berkelanjutan.
Perubahan
fisik
karena
pertumbuhan
yang
terjadi akan
mempengaruhi status kesehatan dan gizinya. Ketidakseimbangan antara asupan
kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu masalah
gizi lebih maupun gizi kurang (Riyadi 1995).
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok
orang
yang
diakibatkan
oleh
konsumsi,
penyerapan,
dan
penggunaan zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau
sekelompok orang tersebut, maka dapat diketahui apakah seseorang atau
sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau tidak (Riyadi 1995).
48
62
Pengukuran status gizi contoh diukur perbandingan indeks massa tubuh
terhadap umur (IMT/U) kemudian diklasifikasikan menurut WHO (2007), dengan
klasifikasi sebagai berikut :
1. Obesitas (> +2,0 SD baku WHO NCHS)
2. Overweight (> +1,0 SD s/d +2,0 SD baku WHO NCHS)
3. Normal (+1,0 SD s/d -2,0 SD)
4. Kurus/thinness(< -2,0 SD s/d -3,0 SD baku WHO NCHS)
5. Sangat kurus/severe thinness(< -3,0 SD baku WHO NCHS)
Berdasarkan nilai z-skor yang diperolah, rata-rata status gizi contoh di
SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea masing-masing sebesar -0,57 ± 1,15 dan 0,63 ± 0,96. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh, baik di
SMAN 2 Bogor (80,0%) maupun di SMAN 1 Ciampea (85,0%) berstatus gizi
normal. Selain itu terdapat 6,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 11,7% di SMAN 1
Ciampea yang termasuk dalam kategori kurus bahkan masih terdapat satu orang
contoh di SMAN 2 Bogor yang masuk dalam kategori sangat kurus. Sebaran
contoh berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 23. Jika dilihat pada
kurva z-skor contoh di kedua sekolah ini bergeser sedikit ke kiri dibanding
dengan standar WHO (Gambar 2). Menurut Riyadi (2001), remaja yang bergizi
baik mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi pada masa sebelum
pubertas (prapubertas) dibandingkan dengan remaja yang kurang gizi. Hasil uji t
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status gizi pada contoh di SMAN 2
Bogor dan SMAN 1 Ciampea (p>0,05).
Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi
SMAN 2 Bogor
SMAN 1 Ciampea
Jumlah
Klasifikasi Status Gizi
n
%
n
%
n
%
Sangat kurus
1
1,7
0
0,0
1
0,8
Kurus
4
6,7
7
11,7
11
9,2
Normal
48
80,0
51
85,0
99
82,5
Overweight
7
11,7
2
3,3
9
7,5
TOTAL
60
100,0
60
100,0
120
100,0
Status gizi contoh yang juga harus mendapat perhatian adalah
overweight. Pada penelitian ini terdapat 11,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan
3,3% contoh di SMAN 1 Ciampea yang berada dalam kategori overweight. Orang
tua hendaknya lebih memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi anak.
Pilihan jenis makanan yang sehat dan bergizi untuk dapat memenuhi kebutuhan
gizinya. Makanan-makanan tersebut sebaiknya rendah lemak karena anak akan
kesulitan bergerak jika kondisi tubuhnya sudah terlalu berlebih dan jika keadaan
49
63
ini terus dibiarkan hingga dewasa maka akan memiliki risiko tinggi penyakit
degeneratif (Supariasa et al. 2002).
Gambar 2 Kurva sebaran status gizi contoh menurut z-skor IMT/U.
Hasil uji korelasi Rank Spearman yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara konsumsi buah dan sayur dengan
status gizi contoh (p>0,05). Hal ini diduga karena contoh masih kurang
mengonsumsi buah dalam sayur dalam menu makan sehari-hari sehingga
kebutuhan zat gizi yang berasal dari buah dan sayur tersebut belum terpenuhi.
Seperti yang dikemukakan oleh Burton, Foster, dan Graw (1988) bahwa
ketidakcukupan makan pada remaja usia sekolah salah satunya disebabkan
karena kurang mengonsumsi buah dan sayur.
Hubungan Pengetahuan Gizi Contoh dan Karakteristik Sosial Ekonomi
Keluarga dengan Jumlah Konsumsi Buah dan Sayur
Pengetahuan gizi yang dimiliki contoh diduga berhubungan dengan
konsumsi pangan, termasuk konsumsi buah dan sayur. Berdasarkan hasil
analisis Korelasi Pearson, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara
pengetahuan gizi contoh dengan konsumsi buah (p>0,05). Hal ini diduga terjadi
karena adanya berbagai faktor lain yang mempengaruhi konsumsi buah contoh.
Selain itu, pengetahuan gizi contoh yang tinggi belum tentu konsumsi buahnya
tinggi pula. Akan tetapi dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan
yang negatif antara pengetahuan gizi dengan konsumsi sayur per hari (p<0,05
50
64
dan r = -0,269). Artinya bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi maka semakin
rendah konsumsi sayur contoh. Hal ini diduga bahwa contoh belum
mengaplikasikan ilmu yang mereka miliki dalam penentuan konsumsi makan
sehari-hari. Pengetahuan gizi yang dimiliki oleh seseorang diharapkan diikuti
pula dengan praktek dan sikap dalam mengonsumsi makanan yang beragam
setiap hari.
Hasil analisis uji hubungan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara suku orang tua dengan konsumsi buah dan sayur (p>0,05). Hal ini berarti
konsumsi buah dan sayur tidak terlalu dipengaruhi oleh suku orang tua, diduga
terdapat faktor lain yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur. Dari
hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh mengonsumsi
buah <70 g/hari baik itu contoh yang orang tuanya berasal dari Suku Jawa,
Sunda, Sumatra, Betawi, maupun dari suku lainnya. Sebaran konsumsi buah
contoh berdasarkan suku keluarga dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24 Sebaran konsumsi buah contoh berdasarkan suku keluarga
Konsumsi Buah
Suku Ayah
< 70 g
70-140 g
>140 g
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
Jawa
15
50,0
5
16,7
10
33,3
30
100,0
Sunda
44
63,8
12
17,4
13
18,8
69
100,0
Sumatra
5
55,6
1
11,1
3
33,3
9
100,0
Betawi
4
44,4
2
22,3
3
33,3
9
100,0
Lainnya
3
100,0
0
0,0
0
0,0
3
100,0
< 70 g
70-140 g
>140 g
Total
Suku Ibu
n
%
n
%
n
%
n
%
Jawa
13
52,0
4
16,0
8
32,0
25
100,0
Sunda
49
61,3
14
17,5
17
21,2
80
100,0
Sumatra
2
33,3
2
33,3
2
33,3
6
100,0
Betawi
5
83,3
0
0,0
1
16,7
6
100,0
Lainnya
2
66,7
0
0,0
1
33,3
3
100,0
Sementara itu, contoh yang orang tuanya berasal dari suku Jawa paling
banyak yang mengonsumsi sayur pada jumlah < 50 g/hari sedangkan contoh
yang orang tuanya berasal dari suku Sunda paling banyak mengonsumsi sayur
pada jumlah 50-100 g/hari. Hal ini diduga karena Suku Sunda di Jawa Barat
mempunyai kebiasaan mengonsumsi sayur sebagai bagian dari menu sehari-hari
yaitu salah satunya sebagai lalapan. Sebaran konsumsi sayur contoh
berdasarkan suku keluarga dapat dilihat pada Tabel 25.
51
65
Suku Ayah
Jawa
Sunda
Sumatra
Betawi
Lainnya
Suku Ibu
Jawa
Sunda
Sumatra
Betawi
Lainnya
Tabel 25 Sebaran konsumsi sayur contoh berdasarkan suku keluarga
Konsumsi Sayur
<50 g
50-100 g
> 100 g
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
17
56,7
9
30,0
4
13,3
30
100,0
24
34,8
31
44,9
14
20,3
69
100,0
3
33,3
4
44,4
2
22,3
9
100,0
2
22,3
4
44,4
3
33,3
9
100,0
1
33,3
1
33,3
1
33,3
3
100,0
<50 g
50-100 g
> 100 g
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
12
48,0
11
44,0
2
8,0
25
100,0
29
36,2
33
41,3
18
22,5
80
100,0
2
33,3
3
50,0
1
16,7
6
100,0
3
50,0
1
16,7
2
33,3
6
100,0
1
33,3
1
33,3
1
33,3
3
100,0
Analisis hubungan antara besar keluarga dengan konsumsi buah dengan
uji Korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata
(p>0,05) namun terdapat hubungan positif yang nyata antara besar keluarga
dengan konsumsi sayur (p<0,05). Rumah tangga yang baik seharusnya dapat
memilih pangan dengan mutu gizi yang baik dan beragam, akan tetapi faktor
ekonomi akan mendorong rumah tangga untuk melakukan pemilahan sehingga
konsumsi zat gizi tertentu menjadi terbatas (Soekirman 2000). Dalam hal ini
keluarga semakin meningkatkan konsumsi zat gizi dari sumber pangan sayursayuran dengan bertambahnya anggota keluarga.
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi keadaan gizi seseorang. Menurut Suhardjo (1989),
pendidikan formal maupun informal dapat mempengaruhi pengetahuan gizi
seseorang sehingga diharapkan seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi memiliki informasi gizi yang lebih baik. Raharto (2000), menyatakan bahwa
pendidikan orang tua terutama pendidikan ibu merupakan salah satu faktor
penting yang akan menentukan keadaan gizi di dalam keluarga. Peran ibu
sekaligus sebagai seorang istri di dalam keluarga akan berpengaruh dalam
proses penyusunan pola makan yang baik dan sehat untuk rumah tangga.
Berdasarkan hasil analisis Korelasi Pearson, diketahui bahwa terdapat hubungan
antara pendidikan orang tua dengan konsumsi sayur namun tidak terdapat
hubungan antara pendidikan orang tua dengan konsumsi buah (p>0,05).
Uji hubungan dengan menggunakan Chi-Square menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi buah dan sayur contoh
dengan pekerjaan orang tua (p>0,05). Hal ini berarti konsumsi buah dan sayur
66
52
tidak terlalu dipengaruhi oleh pekerjaan orang tua, diduga terdapat faktor lain
yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur.
Berdasarkan hasil analisis Korelasi Pearson, diketahui bahwa tidak
terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan konsumsi buah (p>0,05)
namun terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan konsumsi sayur
(p=0,002 dan r = -0,278). Hal ini berarti semakin tinggi pendapatan keluarga
maka semakin rendah konsumsi sayur contoh. Dalam hal ini dimungkinkan
tingginya pendapatan keluarga tidak dialokasikan untuk konsumsi sayur
keluarga, termasuk contoh. Menurut Berg (1986) penambahan pendapatan tidak
selalu membawa perbaikan pada pola konsumsi pangan, karena walaupun
banyak pengeluaran untuk pangan belum tentu kualitas dan kuantitas makanan
yang dibeli menjadi lebih baik. Hasil uji korelasi antara pengetahuan gizi contoh
dan karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan jumlah konsumsi buah dan
sayur dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Hasil uji korelasi antara pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial
ekonomi keluarga dengan jumlah konsumsi buah dan sayur
Konsumsi buah (gram/hari)
r
p
Pengetahuan gizi
-0,028
0,762
Besar keluarga
-0,111
0,226
Pendidikan ayah
-0,052
0,575
Pendidikan ibu
0,052
0,573
Pendapatan keluarga
0,098
0,288
Keterangan: r = koefisien korelasi; p = signifikansi
Variabel
**, Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed)
*, Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed)
Konsumsi sayur (gram/hari)
r
p
-0,269**
0,003
0,260**
0,004
-0,227*
0,013
**
-0,311
0,001
-0,278**
0,002
67
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Secara keseluruhan, contoh terdiri dari 58 laki-laki dan 62 perempuan. Umur
contoh berkisar antara 15-18 tahun. Rata-rata uang saku contoh di SMAN 2
Bogor lebih besar dibandingkan di SMAN 1. Sebagian besar contoh di SMAN
2 Bogor memiliki pengetahuan gizi sedang sedangkan di SMAN 1 Ciampea
tergolong rendah. Sebagian besar orang tua contoh berasal dari suku Sunda
dan termasuk keluarga sedang. Lebih dari separuh contoh di SMAN 2 Bogor
mempunyai ayah dengan pendidikan sampai tamat akademi/PT, namun di
SMAN 1 Ciampea hanya sampai tamat SMA/sederajat. Sebagian besar
pendidikan ibu contoh di kedua sekolah sampai tamat SMA/sederajat.
Presentase terbesar pekerjaan ayah contoh di SMAN 2 Bogor adalah bekerja
sebagai TNI/Polri/PNS/BUMN sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah
wiraswata. Sebagian besar pekerjaan ibu contoh di kedua sekolah adalah ibu
rumah tangga. Rata-rata pendapatan keluarga contoh di SMAN 2 lebih besar
dibandingkan dengan rata-rata pendapatan keluarga contoh di SMAN 1
Ciampea.
2. Rata-rata konsumsi buah SMAN 2 Bogor adalah 81,2 g/hari lebih rendah
dibanding SMAN 1 Ciampea (88,6 g/hari). Hasil uji beda Independent
samples t test tidak menunjukkan adanya perbedaan antara konsumsi buah
di kedua sekolah (p>0,05). Rata-rata konsumsi sayur SMAN 2 Bogor adalah
64,3 g/hari, sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah 71,4 g/hari. Hasil uji t
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada konsumsi
sayur diantara kedua sekolah (p<0,01). Buah yang paling sering dikonsumsi
oleh kedua contoh dalam sebulan terakhir adalah jeruk manis. Sayur yang
paling banyak dikonsumsi oleh sebagian besar contoh di SMAN 2 Bogor
adalah wortel sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah bayam. Rata-rata
frekuensi konsumsi sayur yang terbesar di kedua contoh adalah cabe rawit.
Sebagian besar contoh mengonsumsi buah dan sayur pada waktu siang hari.
Buah yang paling disukai oleh contoh baik di SMAN 2 Bogor maupun di
SMAN 1 Ciampea adalah jeruk. Buah yang paling tidak disukai di SMAN 2
Bogor adalah mengkudu sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah durian.
Jenis sayur yang disukai contoh di kedua sekolah adalah bayam. Sebagian
besar contoh di kedua sekolah tidak menyukai sayur pare. Sebagian besar
contoh di SMAN 2 Bogor menyukai pengolahan buah dengan cara dijus
68
54
sedangkan di SMAN 1 Ciampea menyukai rujak. Pengolahan sayur yang
paling disukai adalah dengan cara direbus.
3. TKG vitamin A contoh di kedua sekolah tergolong cukup, begitu pula TKG
vitamin C di SMAN 2 Bogor. Namun TKG Vitamin C di SMAN 1 Ciampea
masih tergolong kurang. Kontribusi vitamin A dari buah terhadap total
konsumsi vitamin A di kedua sekolah masih sangat rendah dan hampir sama
nilainya yaitu 3,13% di SMAN 2 Bogor dan 3,14% di SMAN 1 Ciampea.
Kontribusi vitamin C dari buah sudah mencapai 61,67% untuk SMAN 2 Bogor
dan 65,94% untuk SMAN 1 Ciampea.
Kontribusi vitamin A dari sayur
terhadap total konsumsi vitamin A adalah 33,98% di SMAN 2 Bogor
sedangkan di SMAN 1 Ciampea nilainya lebih rendah yaitu 29,08%. Ratarata kontribusi vitamin C sayur terhadap total konsumsi mencapai 21,42% di
SMAN 2 Bogor dan 34,82% di SMAN 1 Ciampea.
4. Sebagian besar status gizi contoh di kedua sekolah adalah normal. Hasil uji t
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status gizi pada contoh di kedua
sekolah (p>0,05). Hasil uji korelasi Rank Spearman yang telah dilakukan juga
menunjukkan tidak ada hubungan nyata antara konsumsi buah dan sayur
dengan status gizi contoh (p>0,05).
5. Pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga tidak
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan konsumsi buah.
Variabel yang berhubungan konsumsi sayur antara lain pengetahuan gizi
contoh, besar keluarga, pendidikan orang tua, dan pendapatan keluarga.
Suku dan pekerjaan orang tua tidak berhubungan signifikan dengan
konsumsi buah dan sayur.
Saran
Perlu peningkatan konsumsi buah dan sayur pada usia remaja,
khususnya pada contoh mengingat pentingnya mengonsumsi buah dan sayur
dalam jumlah dan frekuensi yang cukup agar kebutuhan tubuh akan zat gizi yang
terkandung dalam buah dan sayur dapat terpenuhi. Keterlibatan orang tua
maupun anggota keluarga yang bertanggung jawab terhadap penyajian dan
ketersediaan makanan juga diperlukan dalam upaya peningkatan konsumsi buah
dan sayur. Selain itu juga penyebaran informasi mengenai manfaat buah dan
sayur perlu diperluas, misalnya melalui pihak sekolah maupun melalui media
massa yang dibuat semenarik mungkin sehingga diharapkan para remaja dapat
terpengaruh.
69
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
[Anonim].
2002.
Konsumsi
sayuran
rendah.
rakyat.com/cetak/0802/150315.htm. [12 Juni 2009].
http://www.pikiran-
Anwar F, Hartoyo LK. 1996. Gizi dan penanganan pangan. Di dalam: Khomsan A
& Sulaeman A, editor. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan
Pertanian (hlm. 174-183). Bogor: IPB Press.
Atmarita FTS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam:
Ketehanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004.
Jakarta: LIPI. Hlm 149.
Baliwati Y, Khomsan A, Dwiriani M. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Rajawali.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Karakteristik Penduduk Kabupaten Bogor
Hasil Sensus 2000. Jakarta: BPS.
Burton BT, Foster WR, Graw Mc. 1988. Human Nutrition, Forerly the Heinz
Handbook of Nutrition. Hill Book Company.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Rikesdas) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Engel JF, Backwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen (Edisi Keenam,
Jilid I), (F.X. Budiyanto, Penerjemah). Jakarta: Binarupa Aksara.
Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assesment Ed ke-2 New York: Oxford
University.
Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastuti D. 1992. Manajemen Sumberdaya
Keluarga [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.
Bogor: Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Fakultas Pertanian. Bogor: IPB.
Hardinsyah, Martianto D. 1988. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta
Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan: Jakarta: Wirasari.
Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga.
70
56
Jusup L. 2007. Sehat dan Bugar Dengan Jus Buah dan Sayuran Tropis. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
-----------------. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
-----------------. 2004. Peranan Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
----------------, Sukandar D, Sumarwan U, Briawan D. 1998. Pangan sebagai
indikator kemiskinan. Di dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI.
Kollmann N. Kesehatan Reproduksi Remaja. 1998. Jakarta: Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia.
Kusumaningsih IW. 2007. Kebiasaan sarapan pada remaja SMA di Kota Bogor
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Lusiana SA. 2008. Status gizi, konsumsi pangan, dsn usia menarche anak
perempuan sekolah dasar di Bogor [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Marliyati SA, Sulaeman A, Anwar F. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah
Tangga. Bogor: PAU Pangan dan Gizi.
Muchtadi D. 2000. Sayur-sayuran Sumber Serat dan Antioksidan: Mencegah
Penyakit Degeneratif. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
-----------------. 2001. Kajian terhadap serat makanan dan antioksidan dalam
berbagai jenis sayuran untuk pencegahan penyakit degeneratif. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB.
Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Makanan. Bogor: Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB.
Muna F. 2006. Konsumsi sayuran, buah-buahan, buah kelapa dan produkproduk turunannya pada penderita DBD dan non DBD di Kecamatan
Pangandaran. Kabupaten Ciamis. Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Napitu N. 1994. Perilaku jajan di kalangan siswa di kota dan di pinggiran kota
DKI Jakarta [tesis]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
57
71
Nasution A, Riyadi H, Mudjajanto ES. 1995. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Proyek
Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Non Teknik II.
Paath EF, Rumdasih, Heryati. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. 2004. Jakarta:
EGC.
Pudjiadi S. 1997. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Raharto A. 2000. Identifikasi Rumah Tangga Miskin dan Hubungannya terhadap
Status Balita dalam Rumah Tangga Miskin (Atmowidjojo, Editor). Jakarta:
LIPI.
Rejeki AS. 2000. Kebiasaan makan sayuran pada remaja putri di perkotaan
(kasus di SMU Suluh dan SMU Al Azhar Jakarta [skripsi]. Bogor: Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Riyadi H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian (Khomsan A
& A Sulaeman, Editor). Bogor: IPB Press.
-----------. 2001. Metode penilaian status gizi secara antropometri [diktat]. Bogor:
Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
-----------. 2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Rositawaty S. 2007. 25 Kiat Sehat dan Bugar. Bandung: PT Karya Kita.
Rusilanti. 2007. Sehat dengan Jus Buah. Jakarta: Agromedia Pusaka.
Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. New Jersey:
Prentice Hall Inc.
Santoso S. 2008. Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Sediaoetama A. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.
Setiowati N. 2000. Konsumsi dan preferensi sayur dan buah pada remaja di SMU
1 Bogor dan SMU 1 Pamekasan [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Soedarmo P. 1982. Hidangan Sehat. Jakarta: Djambatan.
Soehardi S. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani melalui Makanan. Bandung:
ITB.
58
72
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan
Nasional.
Stanton R. 1987. Food Health. Australia: Harcourt Brace Jovanovich Group.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi. Institut Pertanian Bogor.
-----------. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara
bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.
------------. 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
------------, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survey Konsumsi Pangan. Bogor: IPB
Press.
Sulistijani DA. 2005. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Supariasa, Bakri B. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Syamsu Y. 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Tarwotjo CS. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta: PT. Gramedia.
Williams CN, Uzo JO, Peregrine WTH. 1993. Produksi Sayuran di Daerah
Tropika (Ronoprawiro S, penerjemah). Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Wirakusumah E. 1998. Buah dan Sayur untuk Terapi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
---------------------- . 2008. Cantik. Sehat. dan Bugar dengan Jus Buah dan Sayur.
Makalah Disajikan dalam Rangka Seminar Fruit and Vegetable for Health.
Jakarta. 22 Desember 2008.
73
LAMPIRAN
74
60
Lampiran 1 Jenis buah yang disukai contoh
Jenis Buah
Disukai
Jeruk
Melon
Semangka
Apel
Pir
Mangga
Alpukat
Anggur
Pisang
Sawo
Durian
Leci
Nanas
Strawberry
Sirsak
Nangka
TOTAL
SMAN 2 Bogor
n
%
11
18,3
7
11,7
6
10,0
6
10,0
6
10,0
5
8,3
5
8,3
4
6,7
3
5,0
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
60
100,0
Alasan
Segar, bervitamin C, manis, warnanya menarik
Manis, bervitamin, segar, banyak air, enak
Banyak air, manis
Enak, manis, segar, bervitamin
Manis, bervitamin, enak
Manis, segar, bervitamin, enak
Enak, mengenyangkan, sehat untuk kulit
Manis, enak, warna menarik, segar
Manis, meningkatkan stamina
Manis
Enak dan menyehatkan
Enak dan manis
Enak
Enak
Enak
Enak
Jenis buah
Disukai
Jeruk
Apel
Melon
Alpukat
Anggur
Pir
Nanas
Semangka
Pisang
Durian
Strawberry
Mangga
TOTAL
SMAN 1 Ciampea
n
%
18
30,0
8
13,3
6
10,0
6
10,0
6
10,0
4
6,7
3
5,0
2
3,3
2
3,3
2
3,3
2
3,3
1
1,7
60
100,0
Alasan
Segar, bervitamin, manis, enak
Segar, manis, enak, sehat
Enak, manis, segar
Manis, enak
Manis, enak, segar
Segar, manis, berserat tinggi
Segar
Enak
Enak
Enak
Enak, manis, asam
segar
75
61
Lampiran 2 Jenis buah yang tidak disukai contoh
Jenis Buah
Tidak Disukai
Mengkudu
Pepaya
Durian
SMAN 2 Bogor
n
%
16
26,7
8
13,3
5
8,3
Pahit, bau, tidak enak
Bau, lembek, tidak enak
Tidak enak, bau, terlalu manis
Jenis buah
Tidak Disukai
Durian
Mengkudu
Pepaya
Alasan
SMAN 1 Ciampea
n
%
9
15,0
6
10,0
5
8,3
Kedondong
4
6,7
Tidak enak, asam, keras
Kedondong
4
6,7
Duku
Pisang
Sawo
Alpukat
Jambu biji
Salak
Nanas
Mangga
Pala
Kiwi
Belimbing
Manggis
Strawberry
Apel
Rambutan
4
3
3
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
6,7
5,0
5,0
3,3
3,3
3,3
3,3
3,3
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
Pahit, susah dimakan
Lembek, bau
Tidak enak
Tidak enak
Pahit, keras
Sepet, susah mengupas kulitnya
Gatal
Tidak enak
Tidak enak
Asam
Tidak enak
Tidak enak
Asam
Tidak enak
Asam dan gatal
TOTAL
60
100,0
Sawo
Nanas
Pisang
Jambu biji
Salak
Semangka
Kesemek
Alpukat
Rambutan
Sirsak
Belimbing
Manggis
Apel
Ceri
Jeruk
Celincing
Kecapi
TOTAL
4
4
3
3
3
3
3
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
60
6,7
6,7
5,0
5,0
5,0
5,0
5,0
3,3
3,3
3,3
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
100,0
Alasan
Bau, lembek, mual, tidak enak
Pahit, tidak enak
Tidak enak, bau, lembek
Tidak enak, asam, sedikit
mengandung air
Tidak enak, terlalu manis
Tidak enak, gatal di lidah
Tidak boleh untu wanita
Keras, tidak enak
Asam, kulitnya berduri
Tidak enak, bijinya banyak
Tidak enak
Tidak enak, agak pahit
Gatal, tidak enak
Asam
Sepet
Tidak enak
Tidak suka bentuknya
Membuat mual
Manis
Asam
Tidak enak
62
76
Lampiran 3 Jenis sayur yang disukai contoh
Jenis sayur
Disukai
bayam
wortel
kangkung
buncis
sawi
brokoli
kol
timun
daun tangkil
daun singkong
ceciwis
labu siam
tauge
jamur
TOTAL
SMAN 1 Ciampea
n
%
18
30
11
18.3
16
26.7
2
3.3
2
3.3
2
3.3
2
3.3
1
1.7
1
1.7
1
1.7
1
1.7
1
1.7
1
1.7
1
1.7
60
100,0
Alasan
enak, mengandung zat besi
enak, bergizi, warnanya menarik
enak dan menyehatkan
enak
enak dan banyak vitamin
enak dan mengandung kalsium
enak
bisa dimakan mentah/lalap
segar
enak
enak
enak
enak
enak
Jenis sayur
Disukai
bayam
wortel
kangkung
labu siam
sawi
kol
daun singkong
kacang panjang
selada
jagung
ketimun
tauge
TOTAL
SMAN 2 Bogor
n
%
23
38,3
10
16,7
10
16,7
4
6,7
3
5
2
3,3
2
3,3
2
3,3
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
60
100,0
Alasan
enak, bergizi, segar, mudah didapat
enak, bergizi, baik untuk mata
enak, bervitamin
enak
enak
enak
enak dan bergizi
enak dan bergizi
segar dan enak untuk lalap
enak dan bergizi
mudah didapat
enak
77
63
Lampiran 4 Jenis sayur yang tidak disukai contoh
Jenis sayur
Tidak Disukai
pare
terong
daun papaya
wortel
jengkol
daun singkong
kol
tomat
kangkung
pete
kacang panjang
bayam
tauge
labu siam
nangka muda
katuk
sawi
buncis
TOTAL
SMAN 1 Ciampea
n
%
24
40,0
5
8,3
4
6,7
4
6,7
3
5,0
3
5,0
2
3,3
2
3,3
2
3,3
2
3,3
2
3,3
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
60
100,0
Alasan
pahit
tidak enak, pahit
pahit
tidak enak
bau, tidak enak
pahit, tidak enak
tidak enak, pahit
asam
tidak enak
pahit dan bau
tidak enak
tidak enak
tidak enak
tidak enak
tidak enak
susah ditelan
tidak enak
Tidak enak
Jenis sayur
Tidak Disukai
pare
ketimun
terong
daun pepaya
bayam
sawi
buncis
kangkung
wortel
kol
genjer
daun singkong
tauge
labu siam
nangka muda
katuk
kacang panjang
oyong
gambas
TOTAL
SMAN 2 Bogor
n
%
19
31,7
5
8,3
5
8,3
4
6,7
4
6,7
3
5
3
5
3
5
2
3,3
2
3,3
2
3,3
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
1
1,7
60
100,0
Alasan
pahit, tidak enak, bau
tidak enak
tidak enak, pahit, lembek
pahit
tidak enak, lembek
pahit, banyak batangnya
tidak enak
membuat mengantuk, keras
tidak enak
tidak enak
pahit
tidak enak
tidak enak
lembek
tidak enak
tidak enak
tidak enak
pahit
pahit
78
64
Lampiran 5 Hasil analisis Korelasi Pearson
Pendapatan Keluarga
Konsumsi Sayur
Konsumsi Buah
Besar Keluarga
1
-.278
.002
120
.098
.288
120
-.386
.000
120
1
.058
.531
120
1
**
Pendapatan Keluarga
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
120
Konsumsi Sayur
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
-.278
.002
120
120
Konsumsi Buah
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.098
.288
120
.058
.531
120
Besar Keluarga
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
-.386
.000
120
Pengetahuan Gizi
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**
**
**
.427
.000
120
**
.260
.004
120
**
-.269
.003
120
120
Pengetahuan Gizi
**
.427
.000
120
**
.260
.004
120
**
-.269
.003
120
-.111
.226
120
-.028
.762
120
1
-.211
.021
120
**
*
-.111
.226
120
120
-.028
.762
120
-.211
.021
120
*
1
120
79
65
Lampiran 6 Hasil analisis Korelasi Rank Spearman
Konsumsi Sayur
Konsumsi Buah
Pendidikan Ayah
Pendidikan Ibu
Konsumsi Sayur
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
1.000
.
120
.066
.472
120
-.227
.013
120
*
-.311
.001
120
Konsumsi Buah
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
.066
.472
120
1.000
.
120
.052
.575
120
.052
.573
120
Pendidikan Ayah
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
-.227
.013
120
*
.052
.575
120
1.000
.
120
.678
.000
120
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
-.311
.001
120
**
.052
.573
120
.678
.000
120
**
1.000
.
120
Spearman's rho
Pendidikan Ibu
**
**
Download