laporan KHUSUS BPK Tidak Bisa Digugat, tapi Tak Kebal Hukum Sepanjang tak ada hak-hak hukum auditee yang dilanggar, BPK tak perlu merisaukan adanya gugatan. Gugatan merupakan konsekuensi adanya tuntutan keterbukaan informasi publik. Auditee masih memiliki peluang agar laporan diperbaiki. 22 FEBRUARI 2011 22- 28 laporan khusus.indd 22 n Bambang Widjajanto P ara auditor BPK bisa sedikit bernafas lega. Pasalnya, dua dari empat gugatan yang dilayangkan ke BPK, dikandaskan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda dan Pengadilan Negeri Salatiga. Sekalipun di masa mendatang tak mustahil masih akan bermunculan gugatan-gugatan baru, dua keputusan pengadilan itu menunjukkan bahwa para auditor BPK telah bekerja pada rel yang benar. Yang lebih menggembirakan lagi, majelis hakim memasukkan hasil kerja keras para auditor BPK yang beretika, profesional, jujur, dan tidak mengada-ada itu ke dalam dasar pertimbangan hukum. Dengan sandaran hasil pemeriksaan BPK itu, majelis hakim PN Salatiga yang menangani perkara tersebut akhirnya memutuskan gugatan itu tidak bisa diterima atau Niet Onvankelijk Verklaard. Adapun, Majelis Hakim PTUN Samarinda mengabulkan eksepsi yang diajukan BPK terkait kompetensi absolut. Pakar hukum Bambang Widjajanto berpendapat munculnya gugatan-gugatan itu sebenarnya tidak perlu dirisaukan. Pada era transparansi yang ditandai dengan keterbukaan informasi publik juga telah mendapat perlindungan UU. Munculnya gugatan akan menjadi suatu konsekuensi bagi lembaga yang memiliki kewenangan memeriksa dan menyajikan akuntabilitas institusi atau pejabat yang mengelola keuangan negara. BPK sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab terhadap institusi yang mengelola keuangan negara, tentu memiliki peranan penting dalam memberikan informasi kepada publik terkait dengan akuntabiltas lembaga itu. Tak mengherankan bila BPK terkena imbas gugatan tersebut.. Warta BPK 23/02/2011 19:31:11 Menurut UU, dalam tenggang waktu 2 bulan, hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah pusat harus disampaikan kepada DPR dan DPD. Adapun, hasil pemeriksaan atas pengelolaan keuangan pemerintah daerah harus diserahkan kepada DPRD. Selain itu laporan pemeriksaan itu juga harus disampaikan pula kepada Presiden/Gubernur, Bupati/Wali Kota sesuai dengan kewenangannya. UU juga menyatakan laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. “Nah dari pasal-pasal ini jelas terlihat adanya upaya transparasi penyampaian informasi publik menyangkut akuntabilitas institusi-institusi yang mengelola keuangan negara tersebut,” tegas Bambang. Lantas apakah BPK bisa digugat? Pejabat negara yang tengah menjalankan tugasnya atas perintah UU tentu tidak bisa digugat. Bahkan, dalam Pasal 51 KUHP disebutkan pejabat nega- ra dalam menjalankan tugasnya tidak bisa dipidana. “Coba saja Anda bayangkan, kalau BPK dalam menjalankan tugas bisa digugat, berapa puluh gugatan yang akan masuk ke BPK setiap harinya. Lantas kapan BpK akan bekerja?,” tuturnya. Namun demikian bukan berarti kebal hukum. Menurut dia, gugatan ke BPK bisa muncul bila auditee merasa ada hak-hak hukumnya yang dilanggar. Hal seperti ini tentunya tidak bisa dihindarkan karena menyangkut hak keperdataan seseorang. Oleh karena itu, para auditor yang menjadi ujung tombak BPK di lapangan harus ekstra hati-hati dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Artinya, sepanjang dalam pemeriksaan tidak ada hak-hak hukum yang tercederai, gugutan itu tak perlu diresahkan karena pasti akan ditolak oleh pengadilan. Bahkan sebaliknya, dari sisi positif tak mustahil gugatan tersebut justru bisa menjadi bagian mekanisme kontrol bagi BPK guna mengevaluasi dan menyempurnakan kinerja para auditornya. “Sepanjang pemeriksa BPK tidak melakukan perbuatan yang sifatnya melanggar hak-hak hukum institusi yang diperiksa atau pejabat yang diperiksa, gugatan perbuatan melawan hukum itu tertunya tidak akan terjadi,” ujarnya. Apalagi, tambah Bambang, dalam menjalankan tugasnya, pemeriksa/ audior telah diikat dengan kode etik profesi, standar dan kualifikasi profesi, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis yang telah disusun dan ditetapkan oleh BPK sebagai penanggungjawab hasil pemeriksaan. Selain itu, lanjutnya, kecenderungan lain yang sering menjadi pemicu munculnya gugatan adalah kesalahpahaman atau adanya perbedaan persepsi antara auditor BPK dengan para pejabat pengelola keuangan negara sebagai terperiksa. Auditee kadang masih merasa kehadiran auditor n Gedung BPK RI Pusat - Jakarta Warta BPK 22- 28 laporan khusus.indd 23 FEBRUARI 2011 23 23/02/2011 19:31:12 laporan KHUSUS sebagai momok yang menakutkan ketimbang partner yang ikut membersihkan “rumahnya”. Pemeriksaan yang dilakukan auditor seolah-olah hanya untuk mencari penyimpangan. Pemahaman ini tentunya tidak benar. Tujuan utama pemeriksaan adalah untuk melihat akuntabilitas institusi dalam melaksanakan pengelolaan keuangan negara, dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih atau good governance. Jika audit atau pemeriksaan tidak dilakukan, penyelewengan yang terjadi tentu tidak pernah bisa diketahui. Selain itu, BPK telah menetapkan bahwa dalam waktu 60 hari dari penyerahan hasil pemeriksaan, auditee diberi hak untuk menidaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan. Sebelumnya auditee juga diberi hak untuk melakukan sanggahan sebelum LHP terbit. Bambang menambahkan satu hal yang sangat penting disini, apakah setiap penambahan dokumen, bukti-bukti, komentar, sanggahan, atau keterangan ahli dalam pemeriksaan juga dibuatkan berita acara dan ikut disertakan dalam laporan kepada DPR, DPD atau DPRD ? “Saya katakan ini penting agar semua hasil pemeriksaan itu menjadi jelas dan lengkap, serta didukung adanya pembuktian yang kuat ,” jelasnya. Kesalahpahaman lain yang sering muncul adalah yang berkaitan dengan kerahasiaan. Penafsiaran kerahasiaan ini tentunya juga harus dikaitkan dengan UU sehingga tidak ada pihakyang merasa dirugikan atau hak hukumnya dilanggar. Lantas pertanyaannya, siapakah yang mengawasi BPK? Secara internal BPK tentu akan diawasi oleh etika profesi, standardisasi profesi, juklak/juknis serta pejabat pengawasan internal. Secara eksternal, selain secara eksplisit diawasi DPR, BPK juga mendapat pengawasan dari BPK negara lain. Bisa digugat Pakar hukum Universitas Brawijaya Adami Chazawi menilai yang pen- 24 FEBRUARI 2011 22- 28 laporan khusus.indd 24 ting sebenarnya bukan bisa atau tidak bisa BPK digugat. “Siapa pun bisa digugat. Yang penting di sini ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum. Sepanjang dalam melakukan tugas dan kewenangannya BPK tidak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak hukum terperiksa, tentu saja pemeriksaan yang dilakukan BPK tidak bisa digugat,” tuturnya. Sebaliknya, jika ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan pada saat pemeriksaan, tentu bisa digugat. “Jadi yang digugat itu bukan kewenangan BPK, akan tetapi lebih pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan saat menjalankan kewenangan,” tegasnya. Namun demikian, dalam aturan mainnya, BPK juga memberikan sanggahan sebelum LHP diterbitkan. Kalau n Adami Chazawi dalam periode itu auditee atau pejabat yang mengelola keuangan tidak memberikan penjelasan yang disertai data-data atau dokumen tentang indikasi penyimpangan yang bisa meyakinkan auditor, hasil pemeriksaan sudah menjadi sah secara hukum. Jika sudah dinyatakan sah secara hukum, konsekuensinya pejabat pengelola keuangan yang ditengarai menyalahgunakan kewenangan bisa terkena kasus korupsi. “Jadi sekali lagi saya tegaskan, yang utama itu bukan soal bisa atau tidak digugatnya, tetapi ada pelanggaran dalam menjalankan wewenangnya atau tidak. Ini yang penting,” tambahnya. Terkait dengan masalah hukum ini, BPK memang memberikan perhatian serius. Dalam rencana strategi BPK 2011-2015, salah satu item yang dikedepankan adalah Peningkatan Kualitas Pengelolaan Bantuan Hukum untuk Pemeriksa. Bantuan hukum ini akan mencakup pemberian layanan hukum dalam bentuk konsultasi hukum, pendapat hukum, pendampingan hukum, perlindungan hukum dan penanganan hukum. Bantuan ini diberikan kepada BPK, Anggota BPK (dan mantan anggota BPK ), pelaksana BPK (dan mantan pelaksaan BPK), dan/atau pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK. Pengelolaan bantuan hukum dilaksanakan oleh Ditama Binbangkum BPK (Dit LABH) dalam rangka mendukung kegiatan pemeriksaan yang dilaksanakan BPK, terutama pada proses penyelesaian LHP yang terkait dengan rekomendasi yang diberikan dalam LHP dan pemberian informasi kepada publik. Hal ini sangat penting mengingat saat ini masyarakat dan auditee sudah semakin kritis terhadap hasil pemeriksaan BPK. Pemberian bantuan dapat bersifat preventif, In Proses dan Represif. Bantuan hukum preventif mencakup pemberian pemahaman aspek-aspek hukum dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. In Proses adalah pemberian bantuan hukum atas masalah hukum yang sedang terjadi dan Represif adalah pemberian bantuan hukum untuk mengatasi masalah hukum yang telah terjadi secara aktif. Bila dalam 5 tahun ke depan, BPK mampu menjalankan rencana strategi yang telah dicanangkan tersebut secara baik dan konsisten, dapat dipastikan BPK akan menjadi salah satu lembaga negara yang benar-benar mumpuni dan pantas dijadikan teladan bagi institusi lain. Semoga. (bd) Warta BPK 23/02/2011 19:31:13 PTUN Samarinda Tolak Gugatan ke BPK P ada 22 Desember 2010, BPK mendapatkan kado istimewa dari Pengadilan Tata Usana Negara (PTUN) Samarinda berupa putusan amarnya mengabulkan eksepsi yang diajukan BPK sebagai tergugat dan menyatakan gugatan H. Mochammad Aswin tidak bisa diterima. Meski keputusan ini belum final, pada 3 Januari 2011 penggugat menyatakan banding, tetapi putusan ini bisa menjadi bekal dan suntikan moral, sekaligus bahan evaluasi bagi BPK dalam menjalankan tugas di masa mendatang. Sengketa berawal ketika pada 12 Juli 2010, H. Mochammad Aswin melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan tata usaha negara terhadap LHP BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur nomor 02/LHP/XIX.SMD/I/2010/. Gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda dengan nomor 21/G/2010/PTUN-SMD itu diajukan kepada Kepala Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur sebagai pejabat tata usaha negara yang menerbitkan LHP dimaksud. Penggugat merasa kepentingannya dirugikan akibat terbitnya LHP yang merupakan penghitungan kerugian negara/daerah. Selanjutnya penggugat meminta agar Majelis Hakim menyatakan LHP tersebut batal atau tidak sah. Dari materi gugatan serta eksepsi penggugat yang disampaikan dalam persidangan, Majelis Hakim PTUN yang Warta BPK 22- 28 laporan khusus.indd 25 diketuai Joko Setiono secara rinci menguraikan sengketa bermula dari adanya fakta bahwa kepolisian daerah Kalimantan Timur tengah melakukan penyidikan tindak pidana menyangkut pelaksanan pembayaran belanja penunjang kegiatan Pimpinan/Anggota DPRD Kabupaten Kutai Kertanegara, terkait terjadinya pembayaran ganda yang telah sampai pada tahap penyidikan dan penetapan tersangka . Guna memastikan jumlah kerugian negara/daerah, Polda Kaltim meminta keterangan ahli, dalam hal ini BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur untuk melakukan perhitungan kerugian negara yang nyata dan pasti sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum atas perkara dimaksud. Untuk memenuhi unsur kekurangan jumlah uang yang berpotensi menimblukan kerugian negara/daerah dimaksud, Polda Kaltim menyerahkan dokumen hasil penyidikan sebagai bahan pemeriksaan untuk mengantisipasi adanya kemungkinan ditemukannya fakta/bukti baru yang belum ditemukan pada saat pemeriksaan BPK sebelumnya yang telah disampaikan dalam LHP Nomor : 11C/S/XIV.15/2006 tertanggal 28 September 2006 tentang Laporan Keuangan kabupaten Kutai Kertanegara. Karena perhitungan kerugian negara bukan wewenang polisi, BPK diminta untuk mengaudit kerugian tersebut. Sebagai tindak lanjutnya BPK kemudian mengeluarkan Surat Tugas No. 120/ST/XIX.SMD/08/2009 tertanggal 11 Agustus 2009) dengan memberikan tugas kepada : Widyatmantoro selaku Penanggung Jawab, Rusdiyanto, selaku ketua, Iwan Fajar Nugroho, selaku Anggota Tim, Elliya Nurul Firdaus, selaku Anggota Tim, dan Al kausar, selaku Anggota Tim. Hasil perhitungan kerugian negara/daerah yang disusun berdasarkan standar pemeriksaan yang berlaku dituangkan dalam surat No.02/LHP/XIX.SMD/I/2010 tanggal 14 Januari 2010. Hasil itu selanjutnya diserahkan ke Polda Kaltim sebagai salah satu alat bukti untuk melengkapi alatalat bukti lainya yang telah ditemukan oleh pihak Kepolisiaan dari kegiatan penyidikannya. FEBRUARI 2011 25 23/02/2011 19:31:15 laporan KHUSUS Pertimbangan Hakim. Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa faktafakta hukum itu mempunyai kaitan hukum dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : Ketentuan Umum yang terdapat di dalam Bab I UU Nomor : 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana, Pasal 1 angka 2 yang menyebutkan bahwa : Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut acara yang diatur dalam UU ini untuk mencari serta mengumpulkan buki adanya tindak pidana dan menemukan tersangkanya. Ketentuan Umum yang terdapat di dalam Bab I UU Nomor : 8 Tahun 1981, Pasal 1 angka 28 menyebutkan bahwa: Keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksa. Kententuan yang terdapat di dalam BAB XIV pada bagian kedua penyidikan, UU Nomor: 8 Tahun 1981, Pasal 120 ayat (1) yang menyebutkan: Dalam hal penyidik menganggap perlu, dia dapat meminta pendapat ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus“. Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat menurut hukum, obyek sengketa aquo dikeluarkan berdasarkan adanya penyidikan yang dilakukan oleh polda Kalimantan Timur, di mana dalam proses penyidikan tersebut telah ditetapkan tersangkanya. Selanjutnya polda Kalimantan Timur meminta kepada tergugat untuk memberikan keterangan ahli mengenai perhitungan kerugian negara/daerah atau pelaksanaan pembayaran belanja penunjang kegiatan Pimpinan/Anggota DPRD Kabupaten Kutai Kertanegara anggaran 2005, yakni dalam hal terjadinya pembayaran ganda atas kegiatan yang sama sebagaimana tertuang di dalam Berita Acara kesimpulan hasil Expose penyidikan perkara tindak korupsi tertanggal 10 Juni 2009. Hal itu kemudian oleh tergugat dituangkan dalam bentuk tertulis berupa surat No : 02/LHP/XIX.SMD/I/2010 tanggal 14 januari 2010 tentang hasil pemeriksaan perhitungan kerugian negara/daerah atas perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Hasil ini digunakan tergugat sebagai bahan untuk memberikan keterangan berdasarakan keahliannya. Adapun, tujuan pemeriksaan ahli digunakan sebagai salah satu alat bukti untuk melengkapi bukti lainnya yang telah ditemukan oleh pihak kepolisian dari kegiatan penyidikan yang dilakukannya. Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan sependapat dengan pendapat M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul: Pembahasan Permasalahan dan Penerapan n Gedung BPK RI perwakilan provinsi Kalimantan Timur 26 FEBRUARI 2011 22- 28 laporan khusus.indd 26 KUHAP dalam penyidikan dan Penuntutan, edisi kedua, yang diterbitkan Sinar Grafika, Jakarta 2009. Pada halaman 146 disebutkan, pemeriksaan ahli tidak semutlak pemeriksaan saksi. Mereka dipanggil dan diperiksa apabila penyidik ‘perlu ‘ untuk memeriksanya (Pasal 120 ayat (1). Dalam hal penyidik menganggap perlu, dia dapat meminta pendapat orang yang memiliki keahlian khusus. Maksud dan tujuan pemeriksaan ahli, agar peristiwa pidana yang terjadi bisa terungkap lebih terang . Dengan adanya sandaran hukum itu, Majelis Hakim berpendapat, menurut hukum obyek sengketa aquo merupakan keputusan Tata usaha Negara yang dikeluarkan KUHAP atau peraturan perundang-undangan lainnya yang bersifat hukum pidana. Oleh karenanya hal itu tidak termasuk dalam pengertiian keputusan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf (d) UU Nomor: 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara . Berdasarkan rangkaian pertimbangan hukum di atas, Majelis Hakim berkesimpulan karena obyek sengketa aquo tidak termasuk dalam pengertian keputusan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf (d) UU Nomor: 9 Tahun 2004 tentang perubahahan atas UU Nomor: 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka PTUN tidak berwenang mengadili sengketa yang bersangkutan. Dengan tidak adanya kewenangan PTUN mengadili sengketa itu, eksepsi yang diajukan tergugat menyangkut kompetensi absolut cukup beralasan dan berdasarkan hukum untuk dikabulkan. Selanjutnya dengan dikabulkannya eksepsi tergugat, mengenai pokok perkaranya tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut dan gugatan penggugat harus dinyatakan tidak diterima. Berdasarkan pasal 110 UU No.5/ 1986 kepada penggugat harus dihukum untuk membayar perkara yang besarnya akan ditentukan dalam amar putusan ini. (bd) Warta BPK 23/02/2011 19:31:17 Putusan Kasasi MA Merupakan Titik Terang bagi BPK S ekalipun gugatan pemilik CV Kencana yang ditujukan kepada Pemkot Salatiga, BPK Perwakilan Yogyakarta, dan BPK Provinsi Jateng di Semarang masih dalam proses kasasi, titik terang bagi kemenangan BPK di tingkat banding sudah terli- hat. Pasalnya, Mahkamah Agung yang menangani kasus pidana Nugroho Budi Santoso telah mengeluarkan putusan pada akhir Januari. Keputusannya menguatkan putusan Pengadian Negeri (PN) Salatiga dan Pengadilan Tinggi (PT) Semarang. Padahal, dua putusan pidana inilah yang menjadi sandaran majelis hakim PN Salatiga untuk tidak menerima gugatan pemilik CV Kencana. “Putusan pidana MA tersebut akan segera kita sampaikan ke PT Semarang sebagai informasi tambahan terkait banding yang disampaikan pemilik CV Kencana. Karena putusan kasasi MA itu baru keluar, jadi tidak bisa dimasukkan pada contra memori banding,” ujar Plt Kadit LABH LIH BPK Achmad Anang Hernady belum lama ini. Munculnya gugatan dari pemilik CV Kencana di Salatiga tentu tak terlepas dari lilitan kasus korupsi yang melibatkan mantan Kepala Dinas PU Kota Salatiga Saryono yang dituduh menilap dana pembangunan jalan alternatif Argomulyo-Sidoredjo sekitar Rp900 juta. Karena ikut terseret-seret dalam kasus tersebut, Ahmad Yoga Prasetyo sebagai pemilik CV Kencana yang mendapatkan proyek itu dan Nugroho Budi Santoso selaku Warta BPK 22- 28 laporan khusus.indd 27 pengelola keuangan CV Kencana melayangkan gugatan kepada Pemkot Salatiga dan BPK. Gugatan disampaikan melalui kuasa hukum Marthen H Toelle kepada PN Salatiga pada Februari 2010. Ahmad Yoga dan Nugroho sebagai penggugat I dan II dengan tergugat Pemkot Salatiga, BPK Perwakilan Yogyakarta, dan BPK Jateng di Semarang. Marthen memaparkan selama proses pembangunan jalan tembus itu penggugat telah melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perjanjian. Pembangunan itu sendiri di bawah konsultan pengawasan CV Karya Sentosa sebagaimana tercantum dalam kontrak. Bahkan, setelah pembangunan jalan selesai tepat waktu, pihak CV Kencana telah menyerahkan pekerjaan tersebut kepada Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Pemkot Salatiga sebagai pengguna anggaran daerah, beserta semua kelengkapan administrasinya. Namun, 2 tahun kemudian, pada 2007, tiba-tiba muncul tagihan dan harus membayar atau mengembalikan uang sekitar Rp 267 juta. Tagihan dilayangkan lantaran ada pekerjaan yang belum digarap. Tagihan itu didasarkan atas hasil audit BPK. Penggugat menilai laporan kerugian negara yang dibuat BPK itu dinilai tidak tepat. Bahkan, penggugat menuding BPK melakukan perbuatan melawan hukum. Alasannya, pertama, BPK melakukan pemeriksaan tanpa seizin penggugat. Kedua, pemeriksaan yang dilakukan BPK tidak didukung tenaga-tenaga ahli jasa konstruksi profesional yang bersertifikat dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJK) yang menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI). Ketiga, BPK adalah pihak yang berada di luar kontrak perjanjian. Sementara itu, Pemkot Salatiga dinilai melanggar asasasas umum pemerintahan yang baik, sesuai pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004. Pemkot tidak memberikan jaminan akan adanya kepastian hukum dalam menjalankan dan mengakhiri kontrak perjanjian dalam pengerjaan proyek pembangunan jalan alternatif Argomulyo – Sidorejo. Berdasarkan dalil yang disampaikan itu penggugat menuntut agar Pemkot Salatiga sebagai Tergugat I membayar ganti rugi tunai sebesar Rp5 miliar, dengan denda keterlambatan pembayaran setiap hari sebesar Rp1 juta. BPK Yogyakarta dan BPK Jateng sebagai Tergugat II dan FEBRUARI 2011 27 23/02/2011 19:31:17 laporan KHUSUS III diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp1 triliun dan Rp5 miliar, denda keterlambatan setiap hari sebesar Rp1 miliar. Denda berlaku sejak keputusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap. Pertimbangan Majelis Hakim. Dalam pertimbangannya majelis hakim yang diketuai Laurensius Bapa dibantu dua hakim anggota masingmasing Adhi Satrija Nugroho dan Wuryanti memaparkan dalam gugatannya para penggugat telah mengajukan perubahan. Menambah posita tentang pengukuran dalam pemeriksaan setempat atas proyek pembangunan jalan alternatif Argomulyo–Sidorejo, serta petitum mengenai pekerjaan melebihi kontrak. Namun, setelah diteliti ternyata perubahan itu baru diajukan pada 14 Juni 2010, sekitar 4 bulan setelah gugatan didaftarkan secara resmi ke pengadilan yakni pada 22 Februari 2010. Berdasarkan fakta itu, majelis menganggap penambahan posita dan petitum menjadi tidak relevan dan harus dikesampingkan. Adapun menyangkut pokok permasalahan dalam perkara ini sesuai posita dan petitum gugatan, yang dipersoalkan para penggugat adalah hasil temuan Tergugat II dan Terg- Tindakan Preventif ugat III terhadap pelaksaan pekerjaan proyek pembangunan jalan itu, yang menurut hasil audit BPK berpontensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp267.674.933,52. Terkait dengan kerugian negara yang didalilkan para penggugat itu ternyata telah menjadi perkara tersendiri, yakni perkara pidana Nomor : 16/Pid. B/2010/PN. Sal, di mana penggugat menjadi terdakwa dalam perkara itu yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Salatiga, pada 14 Juni 2010. Inti materi hukum dalam putusan pidana PN Salatiga itu, majelis hakim telah mempertimbangkan hasil pemeriksaan BPK sebagai dasar untuk menetapkan kerugian negara yang dibebankan kepada para penggugat dan sekaligus menjadi fakta hukum dalam kasus korupsi yang didakwakan kepada para penggugat. Adapun perkara pidana korupsi yang didakwakan dilakukan oleh para penggugat tersebut, sampai saat putusan PN Salatiga ini belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena masih dalam proses pemeriksaan kasasi di MA. Majelis dalam pertimbangannya juga memaparkan, setelah mengkaji putusan pidana PN Salatiga, dan kemudian dihubungkan dengan dalil gugatan para penggugat dalam perkara ini, Guna meminimalisir terjadinya gugatan terhadap LHP BPK, tindakan preventif perlu dilakukan. 1. Analisis dalam LHP harus didasarkan atas dokumen, bukan hasil dugaan atau judgement subjektif pemeriksa. 2. Pelaksanaan pemeriksaan dan penyusunan LHP sesuai SPKN, PMP, Kode Etik, Juklak dan Juknis Pemeriksaan 3. Memaksimalkan fungsi kontrol oleh organisasi 28 FEBRUARI 2011 22- 28 laporan khusus.indd 28 ternyata kedua perkara itu mempunyai subyek ( pelaku/penggugat utama) yaitu penggugat obyek perkara yang permasalahannya masih dalam proses pemerikasaan kasasi di MA. Memperhatikan fakta proseduril yang demikian itu, majelis berpendapat para penggugat seharusnya menunggu selesainya proses pemeriksaan perkara pidana hingga mempunyai kekuatan hukum tetap. Setelah itu baru mengajukan gugatan ganti rugi dengan dasar dalil Perbuatan Melawan Hukum. Pasalnya, bila cara penyelesaian yang menjadi tututan dikabulkan, hal itu akan mengacaukan lalu lintas ketertiban hukum dalam penyelesaian perkara di peradilan. Oleh karena pokok permasalahan yang didalilkan para penggugat dalam perkara ini sudah diperiksa dan diputus terlebih dahulu dalam perkara pidana No. 16/Pid.B/2010/PN. Sal Jo No : 304/Pid/2010/PT.Smg dan perkara pidana itu, sementara dalam proses pemeriksaan kasasi, untuk menghindari adanya putusan yang saling bertentangan yang dapat berimplikasi pada ketidakpastian hukum, tanpa perlu memeriksa dan mempertimbangkan lebih lanjut materi pokok perkara ini, gugatan para penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijk Verklaard). (bd) pemeriksaan BPK (Badan, Penanggung Jawab, Pengendali Teknis, dan seterusnya). 4. LHP hanya menyebutkan nama jabatan, tanpa menyebutkan nama. 5. Penggunaan KRITERIA dalam LHP harus memperhatikan asas perundang-undangan. 6. Konsistensi struktur temuan atas fakta atau kasus yang sama, dengan memperhatikan pembaharuan peraturan perundangundangan. 7. Penggunaan bahasa yang baku yang tidak menimbulkan multitafsir. 8. Dokumen sebagai Kertas Kerja Pemeriksaan harus disusun secara lengkap dan berisi data valid karena sewaktu-waktu dapat digunakan untuk memperkuat argumentasi dalam proses penegakan hukum. q Hendar Ristriawan Warta BPK 23/02/2011 19:31:17 WAWANCARA Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD ‘BPK harus berani ungkap temuannya ke publik’ B eberapa pimpinan lembaga negara, termasuk Mahkamah Konstitusi (MK) telah menjalin kerja sama di bidang akses data dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan adanya akses data ini nantinya akan tercipta sistem pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Dengan begitu. BPK memiliki peran yang cukup strategis dalam mencegah dan memberantas korupsi. MK mengharapkan setiap temuan BPK yang berindikasi pelanggaran hukum seharusnya ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Lantas bagaimana kesiapan MK menciptakan sistem pengelolan keuangan negara yang bersih dan bagaimana peran BPK kedepan, berikut petikan wawancara dengan Ketua MK Mahfud MD di kantornya belum lama ini. MK dan beberapa lembaga negara telah menandatangani kerja sama mengenai pengelolaan akses data dengan BPK. Tanggapan Anda? Saya kira kerja sama ini sangat bagus. Tidak hanya saja bagi BPK tetapi juga untuk MK. Dalam pertemuan dengan kepala lembaga negara beberapa waktu lalu, saya pernah menyampaikan bahwa kita sebagai ketua lembaga negara sebenarWarta BPK 29 - 31 wawancara.indd 29 FEBRUARI 2011 29 23/02/2011 19:33:13 WAWANCARA nya merupakan satu tim. Dan seharusnya bekerjasama un- kerjasama ini tidak secara langsung. Namun, bagi lembaga tuk mencapai tujuan mensejahterakan rakyat. Oleh karena negara seperti DPR, sebagai lembaga pengawas , informasi itu setiap lembaga negara, baik itu MK, BPK, MA, Presiden, elektronik itu sangat berguna. Begitu juga bagi pemerintah, DPR, DPD, maupun MPR tidak boleh dipandang sebagai sebagai upaya untuk mengawasi dirinya sendiri. lembaga yang saling mencari kesalahan. Kerja sama pengelolaan akses data ini membutuhArtinya, MK misalnya tidak boleh mencari kesalahan kan keamanan data. Tanggapan Anda mengenai hal BPK atau sebaliknya. Sebab kita satu tim yang mempunyai ini? tujuan yang sama. Dengan begitu check and balance untuk Saya kira keamanan data ini menjadi sangat penting. Apalagi menyangkut data keuangan. Saya kira perlu dibuat mencapai tujuan bersama, bukan saling menghantam. Sejauh mana pentingnya kerja sama akses data ini? rambu-rambu khusus dalam tahapan implementasi. SeDengan adanya kerja sama di bidang akses data ini, bagai contoh yang paling sederhana, misalnya untuk keasecara cepat BPK akan mengetahui informasi mengenai manan data masing-masing lembaga memiliki password pengelolaan keuangan negara sesuai dengan fungsi kons- untuk akses data. Ini bertujuan agar data itu tidak disalahtitusionalnya. Artinya, kerja sama ini memiliki kepentingan gunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk mengamankan pengelolaan keuangan negara guna dan menyalahgunakan informasi tersebut,. kemakmuran rakyat. Apakah sudah ada kesepakatan antarlembaga menSelain itu, kerja sama ini juga memiliki untuk kepentin- genai pembatasan data yang bisa diakses? Pada pertemuan antara pimpinan gan tindakan preventif. Dengan adanya kemudahan akses data pengelolaan lembaga negara belum membicarakan ’’BPK harus menentukan keuangan negara suatu intansi oleh secara teknis mengenai pembatasan BPK, akan lebih cepat diketahui bila data yang bisa diakses. Tentunya BPK kriteria khusus siapa ada penyalahagunaan keuangan nelebih tahu soal pembatasan data. Kita yang boleh menjadi gara. Namun, kemudahan akses data hanya mengikuti saja apa yang menjadi operator akses data ketentuan BPK. keuangan ini juga sebagai tindakan tersebut. Kalau di represif. Misalnya, dalam pengelolaan Kendala yang mungkin timbul pengadilan panitera keuangan negara yang tidak cocok atau dalam implementasi kerja sama ini? bertentangan dengan peraturan, bisa Saya kira kendala utamanya pada yang disumpah. kesiapan perangkat keras. Pasalnya, dilakukan langkah-langkah hukum Begitu juga tenaga atau langkah penertiban. kemampuan teknologi informasi (TI) TI di BPK, sebaiknya Apa manfaat yang bisa diperoleh masing-masing lembaga beragam. Kendisumpah untuk tidak dari kerja sama ini? dala lain yakni soal sumber daya mamenyalahgunakan data Saya kira banyak manfaatnya. Salah nusia TI harus memiliki kemampuan satunya dapat dijadikan sebagai upaya yang mumpuni. Namun, bukan hanya selain untuk keperluan preventif dalam mengelola keuangan audit. Kalaupun ada yang memiliki pe­ngetahuan tetapi juga hanegara. Tentu saja bila ada kejanggalan rus orang-orang yang bertanggungjamelanggar juga perlu akan lebih cepat diketahui dan dapat wab. dikenai sanksi tegas.’’ dilakukan tindakan represif. Apalagi, Artinya SDM BPK yang akan selama 4 tahun terakhir kami selalu mengelola data harus mumpuni dan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecumemiliki integritas? alian (WTP). Bagi internal MK kerja sama ini sebagai upaya Saya kira BPK harus menentukan kriteria khusus siapa menjaga prestasi opini itu. Walaupun sebenarnya bagi MK yang boleh menjadi operator akses data tersebut. Kalau di dalam soal penggunaan keuangan negara bukan untuk pe- pengadilan panitera yang disumpah. Begitu juga tenaga TI di BPK, sebaiknya disumpah untuk tidak menyalahgunakan merintahan tetapi untuk peradilan. Bagaimana kesiapan MK dalam implementasi kerja data selain untuk keperluan audit. Kalaupun ada yang mesama ini? langgar juga perlu dikenai sanksi tegas. Kerja sama yang dibangun dengan BPK menyangkut Tidak sedikit temuan BPK mengenai dugaan penypengelolaan akses data. Dengan begitu, kesiapan kami impangan pengelolaan keuangan negara. Tanggapan secara perangkat keras sudah ada. Hanya saja, dalam imp- Anda? Saya kira apa yang dilakukan BPK sekarang ini sudah lementasinya tinggal dilakukan penyesuaian dengan software yang dimiliki BPK. Saya sudah menginstruksikan baik sekali. Banyak temuan yang dijadikan aparat penegak ke sekretaris jenderal (Sekjen) untuk menyusun langkah hukum untuk menyelidiki kasus korupsi. Itu sesuatu kongkrit menindaklanjuti kerja sama ini. Selain itu, saya kemajuan untuk memposisikan BPK sebagai lembaga yang juga meminta Sekjen untuk melaporkan tindak lanjut dari juga berperan dalam membangun negara yang bersih. Ini kerja sama data elektronik. Bagi MK, mungkin tindak lanjut sangat berbeda dengan BPK era Orde Baru. 30 FEBRUARI 2011 29 - 31 wawancara.indd 30 Warta BPK 23/02/2011 19:33:14 Pada zaman Orba, BPK adalah institusi yang lemah. Waktu itu lembaga ini hanya mengaudit tidak lebih dari 5% dari seluruh APBN. Sehingga banyak penggunaan keuangan negara yang tidak teraudit. Hal ini disebabkan situasi politik yang otoriter. Namun, sekarang ini BPK sudah memiliki kewenangan yang besar untuk mengaudit seluruh instansi yang menggunakan keuangan negara. Itu sudah diatur dalam amendemen konstitusi, yang memberikan kewenangan penuh kepada BPK untuk mengaudit seluruh APBN dan APBD. Ini suatu kemajuan. Seharusnya seperti di negara lain, ketua BPK menjadi orang nomor dua di negara karena mengawasi penggunaan keuangan. Banyak rekomendasi BPK yang tidak ditindaklanjuti, tanggapan Anda? Itulah persoalannya. Sekarang ini implementasi dari sekarang ini? Saya melihat adanya hambatan politik terhadap langkah hukum. Padahal, setiap adanya dugaan penyimpangan keuangan negara diperlukan langkah-langkah hukum terhadap temuan tersebut. Namun, kenyataannya sering dipolitisasi. BPK harus berani berbicara di publik secara terbuka mengenai temuannya. Saya melihat BPK tidak berusaha menjernihkan masalah itu, mungkin karena kerikuhan atau ketakutan politik. Kalau boleh saya usul BPK harus berani sebab temuan-temuan itu harus diungkap. Apakah posisi BPK sudah cukup kuat untuk mengungkap adanya penyimpangan pengelolaan keuangan negara? Saat ini posisi konstitusional BPK sangat kuat. Terbukti, ketika seringkali orang bicara soal ketidakberesan pengel- temuan itu yang tidak ditindaklnjuti. Penyebabnya karena kendala politik. Dulu politiknya otoriter, sekarang terlalu liberal. Saya mengharapkan masalah keuangan negara harus menjadi komitmen bersama. Artinya, semua pimpinan lembaga negara, pimpinan partai politik, harus sepakat dalam satu hal. Setiap temuan BPK yang berindikasi pelanggaran hukum harus segera di tidaklanjuti dan tidak boleh dihalangi oleh siapapun . Dengan begitu akan tercipta perasaan bersalah, takut untuk melakukan penghambatan terhadap setiap langkah hukum yang akan diambil oleh aparat penegak hukum berdasarkan temuan BPK. Ini penting karena kadangkala aparat penegak hukum itu dikepung oleh politik. Kalau persoalan ini tidak segera diatasi negara ini tidak akan maju dalam pemberantasan korupsi. Bagaimanaa Anda melihat pemberantasan korupsi olaan keuangan negara, biasanya merujuk pada BPK. Ini bagus. Pasalnya, tujuan membentuk institusi ini memang untuk itu. BPK bisa bicara sesuai dengan kapasitas dan kebenaran. Bagaimana sebaiknya peran BPK dalam pemberantasan korupsi? Sebetulnya, kita melakukan reformasi itu untuk memberantas korupsi. Artinya, ditinjau dari sudut politik, ekonomi, hukum, sosial dan budaya . Reformasi itu untuk memberantas korupsi. Oleh karena itu, ketika kita harus memberikan penguatan kepada BPK sebagai intitusi negara bertujuan agar BPK berperan untuk mengawasi pengelolaan keuangan negara agar korupsi berhenti. Baik itu sifanya represif maupun preventif . BPK tidak perlu takut untuk mengungkap penyelewengan. (bw/and) Warta BPK 29 - 31 wawancara.indd 31 FEBRUARI 2011 31 23/02/2011 19:33:16 antar lembaga Sembilan Pendekar Pelayan Publik Terpilih (dari kiri atas searah jarum jam) Ketua merangkap anggota Ombudsman RI, Danang Girindrawardana, Wakil Ketua merangkap anggota, Azlaini Agus, Anggota Budi Santoso, Ibnu Tri Cahyo, Petrus Beda Peduli, Hendra Nurtjahjo, Pranowo Dahlan, Muhammad Khoirul Anwar dan Kartini Istikomah Komisi II DPR telah menetapkan sembilan anggota Ombudsman yang baru.Tugas berat untuk membenahi birokrasi Indonesia yang terburuk kedua di Asia sudah menghadang para pendekar pelayanan publik ini. 32 FEBRUARI 2011 32 - 39 antar lembaga.indd 32 K erja keras anggota Komisi II DPR membuahkan hasil. Setelah hampir 3 hari melakukan uji kepatuhan dan kelayakan terhadap 18 calon anggota Ombudsman, akhirnya pada 19 Januari, para wakil rakyat itu menetapkan sembilan anggota Ombudsman. Mereka adalah Azlaini Agus, Budi Santoso, Danang Girindrawardana, Ibnu Tri Nurcahyo, Hendra Nurcahyo, Khoirul Anwar, Petrus Beda Peduli, Pranowo, dan Kartini Istiqamah. Tak Cuma anggota, komisi II juga telah memilih Danang Girindrawardana sebagai Ketua Ombudsman dan Azlaini Agus sebagai Wakil Ketua. Tugas berat pun sudah menanti. Mengapa? Ini lantaran negara kita dikenal dengan penataan birokrasi paling buruk kedua se-Asia (survei PERC Juni 2010). Dan akan diperberat dengan kenyataan bahwa kewenangan Ombudsman masih sangat minim. Di sisi lain, lembaga ini pun belum populer di telinga masyarakat. Bayangkan meski telah berdiri 10 tahun, masyarakat masih kurang akrab dengan nama Ombudsman dan kewenangannya. Warta BPK 23/02/2011 19:36:56 Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana mengakui bahwa tantangan ke depan cukup besar. Dia menargetkan dalam 3 tahun akan menjalankan secara maksimal UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Menyinggung mengenai masih perlunya penguatan kewenangan Ombudsman, Danang justru menampik. Alasannya, bila UU itu dijalankan secara maksimal sudah dapat membenahi buruknya sektor pelayana publik. Menurut UU, kewenangan lembaga hanya sebatas memberikan rekomendasi bila ada lembaga atau pejabat publik yang melaksanakan pelayanan secara kurang baik. Alhasil, dalam praktiknya ternyata rekomendasi yang dihasilkan malah sering diabaikan. Danang menilai UU yang ada sudah cukup bisa mengatur. Pertimbangannya, Ombudsman mempunyai kewenangan mempublikasikan rekomendasi itu ke media massa. “Kewenangan mempublikasikan pelayanan publik yang buruk, adalah kewenangan tertinggi. Sanksi moral yang tinggi. Jadi, masyarakat jangan lagi memilih kepala daerah yang pelayanan publiknya jelek,” tegasnya. Anggota Komisi II DPR Almuzammil Yusuf berpandangan untuk memperbaiki buruknya kualitas birokrasi di Indonesia merupakan tanggungjawab bersama-sama antara Pemerintah, DPR, dan Ombudsman. “Meski begitu, tanggung jawab besar bagi anggota Ombudsman dalam mengawasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bebas dari KKN, transparan, efektif dan efisien,” papar Menurut dia, dibandingkan dengan negara Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Thailand kualitas birokrasi Indonesia maih jauh tertinggal. Untuk itu, politisi Partai Keadilan Sejahtera ini mengharapkan anggota Ombudsman yang baru harus cerdas, kreatif, guna membenahi sekotor apapun Warta BPK 32 - 39 antar lembaga.indd 33 pelayanan publik. Almuzammil tidak menampik jika pembenahan birokrasi di negara ini bukan pekerjaan mudah. Apalagi, anggaran untuk mengawasi penyelenggaraan negara dan pemerintah baik di pusat maupun di daerah masih sangat kecil. Dia berharap para n Danang Girindrawardana anggota yang baru harus bisa lebih kreatif memaksimalkan anggaran. Sejatinya Ombudsman merupakan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik. Ombudsman bertugas mengawasi layanan publik yang dilaksanakan penyelenggara negara dan pemerintahan. Wewenang Ombudsman untuk mengawasi pelayanan publik kembali dipertegas dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kurang maksimal Namun, sayangnya dalam perjalanannya Ombudsman banyak menunai pesoalan. Lembaga ini mewarisi sejarah panjang yang tak mulus meski lembaga ini lahir di awal reformasi. Kiprahnya pun tertatih-tatih. Semula, Ombudsman bernama Komisi Ombudsman Nasional (KON). Komisi ini dibentuk pada 20 Maret 2000 berdasarkan Keputusan Presiden No. 44 Tahun 2000. KON dibentuk untuk mengawasi proses pemberian pelayanan umum oleh penyelenggara negara guna mencegah dan mengatasi maladministrasi di lembaga negara. Setiap tahun, KON melaporkan rekomendasi ketidakberesan birokrasi. Institusi penegak hukum paling banyak mendapat sorotan. Selama lebih dari 7 tahun berdiri, KON menghadapi banyak persoalan. Salah satunya mengenai kelengkapan anggota. Pada awal komposisi KON terdiri dari Antonius Sujata, CFG Sunaryati Hartono, Bagir Manan, Teten Masduki, Sri Urip, RM Surachman, Pradjoto, KH Masdar F. Mas’udi. Dalam perjalanannya, Pradjoto dan Sri Urip mengundurkan diri karena bekerja di tempat lain. Langkah serupa diambil Bagir Manan karena terpilih sebagai hakim agung. Untuk mengisi kekosongan itu, pada 2003 diangkat anggota baru yaitu Erna Sofwan Sjukrie yang mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta. Namun, penggantian ini tak menyelesaikan persoalan. Selain karena faktor kesehatan sebagian anggota, kesibukan anggota lain berkarya di tempat lain tak bisa diabaikan. Persoalan lain, terkait tata hubungan dengan instansi penyelenggara negara. Pasalnya, banyak rekomendasi KON tak mendapat respons. Seiring perjalanan waktu, eksistensi KON kian dikenal. Untuk memperluas jangkauan, KON membentuk kantor perwakilan di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggaran Timur, dan Sumatra Utara. Hasilnya, sepanjang 2007, kantor perwakilan Ombudsman di beberapa daerah kebanjiran pengaduan. Kantor perwakilan Ombudsman di Kupang, Nusa Tenggara Timur, misalnya tercatat ada 144 pengaduan masyarakat. Sementara di Yogyakarta tercatat ada 223 pengaduan. Tentu saja hal ini menunjukan masih adanya harapan masyarakat terhadap Ombudsman. (bw) FEBRUARI 2011 33 23/02/2011 19:36:56 antar lembaga Ketua Komisi Yudisial, Eman Suparman BPK Perlu Membuat Rumusan Mencegah Korupsi Untuk mengurangi praktik korupsi Badan Pemeriksa Keuangan perlu memeriksa praktik penyelewengan keuangan Negara. BPK harus membuat rumusan yang komprehensif untuk mencegah korupsi. n Eman Suparman Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menggagas untuk membuat pusat data. Dengan adanya pusat data ini nantinya BPK bisa melakukan pengawasan dan audit berbasis teknologi informasi. Untuk mewujudkan itu, beberapa waktu lalu BPK telah menjalin kerja sama di bidang akses data kepada seluruh lembaga negara. Ini diwujudkan dengan penandatnganan nota kesepahaman antara BPK dengan beberapa lembaga negara. Salah satunya dengan Komisi Yudisial. Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman menga­ takan kerja sama akses data antara lembaga yang dipimpinya dengan BPK merupakan langkah maju untuk mewujudkan sistem pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. “Saya menyambut baik kerja 34 FEBRUARI 2011 32 - 39 antar lembaga.indd 34 sama ini,” jelasnya kepada Warta BPK di ruang kerjanya belum lama ini. Menurut dia, pengelolaan keuangan negara yang transparan sudah menjadi tuntutan. Pasalnya, dengan adanya transparansi dalam penggunaan keuangan negara dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. Eman berjanji akan melakukan pengawasan secara intensif terhadap penggunaan anggaran. “Paling tidak dengan adanya pengawasan tersebut, orang akan lebih berhati-hati dalam menggunakan keuangan negara,” tegasnya. Dia menilai langkah BPK menggunakan teknologi informasi merupakan langkah strategis. Apalagi, BPK didukung penuh oleh UU untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara, baik di pemerintah pusat maupun daerah, lembaga negara, kementerian, maupun BUMN. Dalam pandangan Eman, kerja sama akses data yang telah dibangun KY dengan BPK banyak memberikan manfaat. Salah satunya, lembaganya memiliki rambu-rambu dan aturan dalam pengelolaan kuangaan negara. “Dengan begitu akan mengetahui batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar oleh Komisi Yudisial dalam mengelola anggaran Negara. Ada atau tidak kerja sama ini sudah seyogyanya BPK melakukan pemeriksaan. Artinya, wajar kalau pengelolaan keuangan negara diperiksa oleh lembaga yang memang berfungsi melakukan peme­ riksaan,” ujarnya. Hanya saja, dalam pandangan Eman, untuk mewujudkan kerja sama akses data ini juga tidak mudah. Apalagi, menggunakan basis TI yang membutuhkan kesiapan khusus, termasuk sumber daya manusia dan perangkat teknologinya. Untuk memperkuat kerja sama, lembaga yang disahkan di Jakarta pada 13 Agustus 2004 ini menggandeng sejumlah tenaga di bidang TI. Seiring dengan itu, menuWarta BPK 23/02/2011 19:36:57 rut dia, KY juga bermaksud menguatkan basis TI di lembaganya. Bahkan, dia berencana untuk membangun sistem TI mengenai data base hakim. Tujuannya, untuk mengetahui jejak rekam para hakim. Dengan begitu, lanjut Eman, nantinya penguatan TI di KY tidak hanya basis data hakim, akan tetapi juga termasuk akses data pengelolaan keuangan negara. “Bagi saya basis TI ini penting untuk mewujudkan transparansi.” Dia mengingatkan bahwa KY sebagai salah satu lembaga negara memiliki tugas untuk melakukan penga­ wasan terhadap badan peradilan, termasuk menjaga martabat hakim. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, komisi ini juga mengelola keua­ ngan negara. “Dengan adanya kerja sama ini akan lebih memudahkan BPK untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara di Komisi Yudisial. Apalagi selama beberapa tahun ini, kami selalu mendapat opini Wajar Tanpa Penge­ cualian. Ke depannya tinggal mempertahankan opini itu,” katanya. Meski begitu, Eman mengharapkan BPK untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pembinaan menge­ nai pengelolaan keuangan negara termasuk di Komisi Yudisial. Paling tidak, lanjutnya, dengan adanya kerja sama akses data ini lembaga negara dapat mengelola uang negara lebih transparan dan akuntabel. Harapannya ke depan, semua lembaga negara dapat menyandang predikat WTP. Pasalnya, untuk memperoleh opini itu juga ditentukan oleh bagaimana sistem pengelolaan uang negara di lembaga itu. “Bila pengelolaanya bagus, sesuai dengan UU tentu akan memperoleh predikat WTP,” tegasnya. Eman juga sepakat mengenai perlunya publikasi terhadap laporan pengelolaan uang negara. Dia hanya mengingatkan dalam mempublikasi laporang keuangan itu, seyogyanya BPK menghormati azas praduga tak Warta BPK 32 - 39 antar lembaga.indd 35 bersalah. Artinya, data yang akan dipublikasikan BPK harus benar-benar data keuangan negara yang sudah menjadi milik publik. “Kalaupun berupa laporan keuangan, harus yang sudah tuntas. Sehingga data itu tidak dimanfaatkan oleh pihak lain yang tidak bertanggungjawab,” paparnya. Cegah korupsi Menurut dia, persoalan korupsi di Indonesia memang tak kunjung tuntas. Padahal, katanya, pengertian korupsi telah didefinisikan begitu luas. Di mata dia, korupsi bukan hanya mengambi uang negara tetapi juga memperkaya orang lain. Meski begitu, dia menyayangkan masih berlangsungnya praktik-praktik tercela, termasuk penyelewengan uang nega­ ra. Hal ini terjadi lantaran ada kecenderungan moral seseorang yang serakah. Eman berharap BPK tidak hanya memeriksa penggunaan uang negara tetapi juga memeriksa praktik-praktik penyelewengan. Selain itu, paparnya, terjadinya korupsi juga lantaran adanya pe­ luang. Seperti celah yang begitu longgar dalam menentukan penggunaan uang negara. Untuk itu, BPK harus membuat rumusan secara komprehensif guna mencegah orang untuk tidak korupsi. Eman mengakui kinerja BPK selama ini sudah sangat baik. Ini terbukti dari banyaknya temuan BPK mengenai dugaan penyimpangan keuangan negara. Bahkan, temuan BPK yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi menjadi kewenangan hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Selama ini, hakim Tipikor semangat menghukum sehingga temuan BPK yang ditindaklanjuti penegak hukum itu dengan semangat,” kata Eman. Dia juga mengharapkan BPK bisa memberikan alat bukti yang mencukupi apabila menemukan adanya dugaan penyimpangan penggunaan anggaran. Jika temuan BPK tidak dilengkapi alat bukti yang cukup, salah-salah orang akan dianggap melakukan penyimpangan dan akan menjadi obyek penyidikan KPK. “Oleh karena itu, BPK juga mesti hati-hati. Kalau tidak akan merugikan orang,” kata Eman. BPK ke depan, sarannya, perlu menyiapkan SDM yang handal memadukan keahliannya dengan pemahaman TI yang mumpuni. Pasalnya, dengan penguasaan TI tersebut akan mempermudah kerja BPK. Namun yang lebih penting, lembaga audit ini tidak terkontaminasi oleh pengaruh politik dan tetap menjaga independensi. (bw/bd) FEBRUARI 2011 35 23/02/2011 19:36:58 antar lembaga MK Cabut UndangUndang Angket DPR P 36 ada akhir Januari bisa dikatakan sebagai tonggak bersejarah bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-Undang No.6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket DPR tidak berlaku. UU itu merupakan salah satu peninggalan tata hukum zaman Presiden Soekarno. Keputusan MK itu merupakan hasil dari kesepakatan yang diambil sembilan hakim MK dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 26 Januari. Rapat menyimpulkan bahwa UU No.6 Tahun 1954 bertentangan dengan UUD 1945. UU ini juga dinilai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MK menilai UU ini tidak dapat diteruskan karena terdapat perbedaan sistem pemerintahan yang dianut dari konstitusi yang mendasarinya. Tidak sesuai dengan zamannya lagi, begitu bahasa sederhananya. Proses pembentukan UU ini sendiri konstitusional karena sesuai dengan UUDS 1950. Namun, materi muatan UU Hak Angket itu FEBRUARI 2011 32 - 39 antar lembaga.indd 36 berhubungan dengan terjadinya perubahan sistem pemerintahan berdasarkan konstitusi yang berlaku kala itu. Pembentukannya mengacu pada sistem parlementer yang dianut UUDS 1950. Misalnya, aturan yang memberikan perlindungan atau kepastian hukum terhadap panitia angket, jika Presiden membubarkan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU Hak Angket itu. Aturan itu jelas tidak sejalan dengan UUD 1945 yang menganut sistem presidensial atau presiden tidak bisa membubarkan DPR. Meski Pasal 1 Aturan Peralihan UUD 1945 mengakui segala aturan yang ada sebelum ada perubahan, tetapi UU Angket itu tidak dapat diteruskan keberlakuannya karena perbedaan sistem pemerintahan. Selain itu, tata cara dan mekanisme kerja panitia angket yang diatur dalam UU Hak Angket, juga diatur dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Menurut MK, jika UU Hak Angket dipertahankan akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru bertentangan dengan UUD 1945. Dengan tak berlakunya UU itu, pembentukan dan pelaksanaan hak angket hanya mengacu pada aturan yang lebih baru yakni UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Berakhirnya masa berlaku UU No. 6 Tahun 1954 ini merupakan hasil judicial review atau uji materi yang diajukan Dosen Universitas Atmajaya Bambang Supriyanto, Aryani Artisari, Jose Dima Satria, dan Aristya Agung Setiawan. Permohonan uji materi mereka tercatat dalam Perkara Nomor 7/PUU-VIII/2010 dan 8/PUUVIII/2010. Warta BPK 23/02/2011 19:36:58 Adapun undang-undang yang diuji materikan kepada MK adalah UU Hak Angket dan Pasal 77 ayat (3) UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang juga mengatur hak angket. Mereka meminta MK membatalkan UU Hak Angket dan Pasal 77 ayat (3) UU MD3 karena bertentangan dengan UUD 1945. Mereka beralasan selain terjadi dualisme peraturan, banyak substansi UU Hak Angket yang tidak relevan dengan hak angket yang diatur dalam UU No. 27 Tahun 2009. Selain itu, keberadaan hak angket mengakibatkan Warta BPK 32 - 39 antar lembaga.indd 37 perpolitikan menjadi labil. Akibatnya, muncul ketidakpastian hukum yang berpengaruh terhadap simpatisan partai politik dan kepemimpinan pemerintahan SBY-Boediono. Secara spesifik, mereka juga menilai penggunaan hak angket dalam kasus Bank Century telah melanggar HAM karena peristiwa itu terjadi saat pemerintahan SBY periode pertama. Penggunaan hak angket seharusnya mengacu pada Pasal 7 dan Pasal 22 E ayat (1), (2) UUD 1945 dan pada pemerintahan serta DPR periode yang sama. Sementara dalam uji materi Pasal 77 ayat (3) UU No. 27 Tahun 2009, yang juga mengatur hak angket, Mahkamah menilai bahwa pemohon tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum). Sebab, tidak ada kerugian konstitusional yang dialami para pemohon dengan berlakunya pasal itu. Menurut MK, pihak yang dirugikan oleh penggunaan hak angket oleh DPR adalah Presiden SBY, bukan pemohon. Persoalan penggunaan hak angket lebih tepat diajukan dalam sengkerta kewenangan antarlembaga negara yakni Presiden dan DPR. (and) FEBRUARI 2011 37 23/02/2011 19:36:58 antar lembaga Roy Suryo Noto Diprodjo, Anggota Komisi X DPR dan Pengamat Telematika ‘BPK harus siapkan tim TI yang kuat’ B PK berencana menerapkan e-audit dalam memeriksa laporan keuangan kementerian/lembaga milik pemerintah. Gagasan ini mendapat sambutan hangat dari sejumlah kalangan. Mereka beranggapan sudah saatnya BPK menerapkan pola seperti e-audit seiring dengan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi (TI). Namun, mereka juga wanti-wanti agar dalam implementasinya tetap menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian. Peringatan itu beralasan, lantaran teknologi yang berbasis TI ini dapat diubah, dicuri, atau bahkan direkayasa dengan gampang. Boleh dikata semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, untuk mencegahnya diperlukan skill tertentu guna mengetahui dan memastikan kebenaran data-data yang diajukan. Selain itu, harus dipahami jika 38 FEBRUARI 2011 32 - 39 antar lembaga.indd 38 dalam melakukan e-audit yang dibutuhkan bukan hanya hardware, software, yang tak kalah penting adalah kecermatan dan brainware. “Banyak yang menganggap prioritas di bidang TI itu pada hardware, software. Kedua hal itu memang penting, tetapi jauh lebih penting lagi adalah kemampuan SDM. Membaca transaksi electronik memerlukan skill tertentu. Karena yang namanya angka secara elekctronik itu bisa diubah atau direkayasa. Teknologi dapat dipelesetkan semudah membalik telapak tangan,” papar Roy Suryo Noto Diprodjo, anggota Komisi X DPR, kepada Warta BPK, di Jakarta, belum lama ini. Menurut dia, pola atau sistem seperti e-audit memang sudah menjadi tuntutan zaman. Roy menyambut baik upaya BPK untuk melakukan modernisasi dengan melaksanakan e-audit. “Saya appreciate upaya BPK ini. Itu memang sudah suatu tuntutan,” tandasnya. Apalagi, ucap Roy yang ikut membidani lahirnya UU ITE, kita juga memiliki UU yang terkait dengan hal tersebut yaitu Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik). Dengan adanya UU itu informasi dan dokumen elektronik sudah bisa menjadi alat bukti hukum yang sah yang tertuang dalam pasal 5. Peraturan lain yaitu UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Meski undang-undang ini mengatur keterbukaan informasi, tetapi ada pengecualian bagi ‘pekerjaan’ BPK, yakni pasal 17. “Pasal inilah yang menjadi dasar hukum bagi BPK dalam melaksanakan tugas,” kata Roy. Menurut dia, di era keterbukaan ini, banyak orang yang menganggap segala sesuatu harus terbuka. Padahal, tidak semua hal bisa dibuka, termasuk dalam melaksanakan audit. “Pada pasal 17 merupakan pengecualian. Dengan adanya pasal ini, BPK bisa firm, termasuk soal audit dan laporan yang sifatnya masih internal dan belum layak dibuka,” ujar pakar telematika ini. Menariknya lagi, tambahnya, saat ini DPR tengah menggodok RUU tentang Transfer Dana. Jika telah disahkan, Warta BPK 23/02/2011 19:36:59 nantinya UU tersebut dapat menjadi pijakan hukum bagi BPK. “Jadi yang saya ingin katakan, eaudit memang telah menjadi tuntutan zaman dan kebutuhan teknologi, dan memiliki dasar hukum. Lebih dari itu, segi positif dari e-audit adalah semua proses bisa jauh lebih cepat, baik itu pengumpulan data awal, pemeriksaan dan sebagainya.” Hanya saja, yang harus diperhatikan adalah kehati-hatian dan kecermatan. Pasalnya, kecepatan tidak selalu linear dengan ketepatan. “Diperlukan kehati-hatian yang luar biasa dari pihak BPK agar kecepatan tidak mengurangi nilai ketepatan. Sebab, membaca data elektronik memerlukan skill khusus untuk mengetahui kebenaran data. Untuk itu, yang dibutuhkan tidak hanya hardware dan software tapi juga brainware serta kecermatan,” tegas Roy. Selain itu, masalah keamanan juga harus diperhatikan. Bukan hanya pada perangkat-perangkat yang digunakan untuk saling berhubungan dengan auditee, tetapi juga data-data yang diterima. Untuk itu, tegasnya, diperlukan sumber daya manusia yang handal. “Misalnya, ada data yang sejak awal sudah modified atau bahkan dipalsukan. Ini sangat berbahaya. Karena itu diperlukan kemampuan untuk mengetahui hal ini. Sebab dengan kecanggihan teknologi, segala sesuatu bisa dengan mudah di-modified.” Forensic TI dan Paperless Selama ini para auditor sudah terbiasa dan terlatih memeriksa data dan arsip dalam bentuk hard copy. Nantinya, semua itu berubah menjadi data elektronik. Nah, untuk mengetahui kebenaran ataupun ada tidaknya kejangWarta BPK 32 - 39 antar lembaga.indd 39 galan diperlukan pengetahuan khusus yakni forensic TI dan pengetahuan telematika. BPK, paparnya, harus menyiapkan tim khusus untuk memverifikasi data sebelum diproses lebih lanjut. “Jelas, ini totally different [dengan pola hardcopy],” tegas Roy. Menurut dia, penerapan e-audit oleh BPK sangat bagus. Namun, di sisi lain menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang perlu diperhatikan, termasuk up-grading di segala bidang. “BPK harus mengantisipasi semuanya. Misalnya, pembuatan status hukum terhadap apa yang akan dilakukan. Termasuk dalam hal pengangkatan SDM. Ini demi kepentingan BPK,” tuturnya. Pasalnya, data-data tersebut adalah rahasia yang akan digunakan untuk menentukan nasib yang diperiksa. Tentunya, harus dipimpin oleh seorang pejabat dari eselon yang cukup mampu dan menjadi bagian yang integrated dari tim. Roy menambahkan dari sisi upgrading –nya (brainware) harus dianalisa sistem yang digunakan atau dikenal system analyze. “Tidak bisa digunakan analyze general. Namun, seorang yang tahu proses audit BPK seperti apa, diterjemahkan mulai dari flow of chart, kemudian mechanism process-nya. Nah, yang mengerti itu adalah orang dalam, yang bisa menerjemahkan dalam bentuk hardware-nya. “ Dia menegaskan requirement hardware dan software sebaiknya jangan mengambil produk dari luar. “Harus ditentukan dari dalam. Dengan demikian, sistem itu benarbenar menjadi embedded , bagian dari suatu proses BPK. Jadi kalaupun nanti ada unit baru, tugas BPK tetap mengaudit dan memeriksa keuangan. Perkara teknologi berkembang, sudah diantisipasi dengan adanya unit baru. Jadi bukan sekadar mengikuti tren,” jelas Roy. Dia mencontohkan langkah Pemkot Surabaya yang memberlakukan lelang pengadaan barang dan jasa secara elektronik pada 2006. Memang awalnya tidak berjalan lancar karena sesuatu yang baru. “Mungkin ini juga akan terjadi pada e-audit BPK. Jadi tidak semuanya bisa lancar seperti membalikkan telapak tangan. Ada tahapan-tahapannya. Membutuhkan waktu.” Roy juga menyoroti masalah kesiapan dari pihak auditee. Alasannya, jika BPK sebagai pemeriksa sudah siap sementara obyek yang diperiksa tidak siap, lantas bagaimana? Demikian juga sebaliknya, justru auditee yang memiliki sistem TI sudah canggih. Menurut dia, sekarang ini sudah ada kantor-kantor yang menerapkan paperless. “Ini semua harus diantisipasi. Mungkin sekarang belum banyak, tetapi siapa tahu suatu saat nanti berubah. Saya membayangkan hal itu dan tentunya BPK harus mengantisipasinya. BPK harus menyiapkan tim TI yang kuat,” ujarnya. (dr) FEBRUARI 2011 39 23/02/2011 19:36:59