hubungan antara pola asuh permisif orang tua siswa dengan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Kreativitas
2.1.1 Pengertian Kreativitas
Guilford (1975) menyatakan kreativitas merupakan kemampuan seseorang
untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru atau berbeda, belum ada
sebelumnya berupa suatu gagasan atau ide, hasil karya, serta respon dari situasi
yang tidak terduga. Menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru merupakan
suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh orang lain, bisa berupa ide yaitu
pemikiran yang dituangkan dalam pendapat yang bisa saja pendapat tersebut
berbeda dengan orang lain. Sedangkan hasil karya yaitu sesuatu yang dihasilkan
oleh orang lain bisa berupa seni atau kerajinan bahkan pendapat. Respon atau
situasi yang tidak terduga merupakan suatu pemikiran atau sikap dimana orang
dengan cepat merespon dan melakukan sesuatu dengan cepat yang bisa melalui
pemikiran kreatif ataupun memperbaiki barang yang rusak.
Kreativitas akan muncul dari interaksi yang unik dengan lingkungannya.
Interaksi yang unik dapat berupa kegiatan yang dapat mengambangkan kreativitas
yang mungkin berbeda dengan yang lain, karena kreativitas merupakan suatu
proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan dan originilitas dalam
berfikir. Kreativitas dapat menghasilkan sesuatu yang baru apakah suatu gagasan
atau objek dapat terbentuk dan tersusun kedalam situasi yang baru karena proses
kreatif dapat muncul dalam tindakan yang dapat menghasilkan suatu produk baru
8
yang tumbuh dalam keunikan individu. Kreativitas dapat menghasilkan
kemampuan dengan memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan
informasi yang diberikan, sehingga orang dapat mengambangkan kreativitas anak
yang diwujudkan dalam potensi kreatif. Dalam mengambangkan kreativitas yang
diwujudkan kedalam potensi kreatif diperlukannya bimbingan yang intensif dan
dorongan dari orang tua karena penerapan pola asuh orang tua sangat menunjang
kreativitas anak.
Kreativitas juga berhubungan dengan kemampuan untuk melihat bermacammacam kemungkinan penyelesaian masalah berdasarkan informasi yang tersedia
untuk menemukan banyak kemungkinan jawaban baik berupa pemikiran yang
imajinatif dan pemikiran terbuka yang menjajaki bermacam-macam kemungkinan
jawaban terhadap suatu persoalan atau masalah serta fokus pada tercapainya satu
jawaban yang paling tepat terhadap suatu persoalan atau masalah. Maka melalui
kreativitas, orang mampu mengadaptasi dalam semua situasi agar tujuannya
tercapai. Diperlukannya penenkanan arah tujuan yang jelas sehingga penerapan
kreativitas akan berkembang dengan cara menghasilkan banyak gagasan atau ide
yang baru yang akan berakibat pada mengembangan sikap dan cara berfikir
kreatif.
Guilford (1975) menyatakan bahwa kreativitas digambarkan dalam model
struktur intelek yang dikelompokkan kedalam tiga matra (dimensi) yaitu
1.
Matra Operasi (proses) yang memuat lima proses berpikir yaitu kognisi
ingatan, berfikir kreatif, berfikir konvergen dan evaluasi yang mencangkup
proses-proses pemikiran. Menurut Guilford (1975) kognisi adalah penerimaan dan
9
pengenalan kembali informasi atau proses terbentuknya sebuah pengertian dan
pematapan informasi yang baru diperoleh. Berfikir konvergen yaitu pemberian
jawaban atau penarikan kesimpulan yang logis (penalaran) dari informasi yang
diberikan dengan penekanan dan pencapaian jawaban tunggal yang paling tepat
atau satu-satunya jawaban yang benar. Selain kognisi dan berfikir konvergen ada
berfikir kreatif yaitu memberikan macam-macam kemungkinan jawaban
berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah
dan kesesuaian. Evaluasi yaitu membuat pertimbangan dengan membandingkan
bahan-bahan informasi sesuai dengan tolak ukur tertentu.
2.
Matra Konten (materi) menunjukkan bermacam-macam materi yang
digunakan meliputi figural simbolik dan perilaku. Simbol mewakili objek tertentu
yang disimbolisasikan sedangkan figural merupakan kemampuan dengan
memberikan dua atau lebih garis yang dikombinasikan sebanyak mungkin. Dalam
kreativitas simbolik dihadapkan dengan pertanyaan masalah berupa symbol.
3.
Matra produk menunjukkan hasil dan proses tertentu yang diterapkan
mencangkup enam bentuk yaitu unik, kelas, hubungan, sistem, transformasi dan
implikasi. Kelas merupakan kemampuan membuat perubahan dari satu kelas atau
golongan kedalam kelas lain. Unit merupakan pertanyaan tugas yang dilakukan
dengan memberi bahan dasar sebanyak mungkin dari objek nyata yang diminta
untuk dibuat. Kedalam bentuk figural, pernyataan dapat dilakukan dengan
meminta siswa membuat sebanyak mungkin gambar objek nyata dari sebuah
lingkaran dalam waktu tertentu. Hubungan dilakukan dengan melengkapi struktur
dari dua hal. Transformasi melibatkan kemampuan memanipulasi objek yang
10
diberikan kepada siswa. Implikasi merupakan kemampuan membuat antisipasi
dan prediksi terhadap keadaan-keadaan tertentu di masa yang akan datang
sedangkan sistem melibatkan urutan rasional dari langkah yang bermakna.
2.1.2 Aspek-aspek Kreativitas
Guilford (1975) mengemukakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan
seseorang yang dapat menghasilkan macam-macam idea atau gagasan. Aspekaspek yang berkaitan dengan kreativitas adalah
1.
Fluency (kelancaran)
Kelancaran dalam berfikir merupakan kemampuan untuk memproduksi
sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat
melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, menggunakan
bermacam-macam cara pemikiran kreativitas dan mudah menghasilkan cara
berfikir yang baru. Anak dapat memberikan lebih dari satu jawaban, gagasan dan
anak dapat memberikan kemampuan untuk memberikan berbagai cara atau saran
dalam melakukan berbagai hal sehingga dapat mengatasi suatu masalah. Selain itu
anak juga diharapkan dapat menghasilkan banyak ide dengan pemikiran yang
cepat. Anak dapat menghasilkan sejumlah ide dengan cepat yang sesuai dengan
fungsi atau kegunaan yang diminta. Dapat berupa gambar, cerita dan kalimatkalimat pendek yang merupakan kesatuan sebagai hasil dari pemikiran. Guilford
(1950) mengemukakan bahwa kelancaran diartikan dengan mengeluarkan
pemikiran yang dengan mudah mengalir, baik alam bentuk kebebasan dalam
berfikir atau yang lainnya.
11
2.
Flexsibility (fleksibilitas)
Guilford
(1975)
menyatakan
bahwa
fleksibilitas
mencerminkan
kemampuan untuk cepat menghasilkan berbagai pemikiran yang berkembang
menjadi sebuah pemikiran yang berbeda dan berkaitan dengan satu sikap tertentu.
Fleksibilitas pada dasarnya bergatung pada kecepatan menghasilkan berbagai
pemikiran yang berbeda bersamaan dengan suatu sikap. Fleksibilitas juga terkait
dengan pengubahan pola pikir yang dilakukan oleh seseorang dalam menghadapi
suatu problematika tertentu dan kemampuan yang berhubungan dengan kesiapan
mengubah arah atau modifikasi informasi.
Dalam kaitannya fleksibilitas adalah Anak dapat menghasilkan gagasan,
jawaban, yang bervariasi, serta memiliki kemampuan untuk melihat suatu masalah
dari sudut pandang yang berbeda-beda. Anak memiliki kemampuan untuk
mengubah cara pendekatan dan cara pemikiran dan biasanya penekanannya pada
kualitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Jadi semata-mata bukan banyak
jawaban yang diberikan yang menentukan kualitas seseorang, tetapi juga
ditentukan oleh kualitas atau mutu dari jawaban. Fleksibilitas adalah Anak dapat
menyelesaikan masalah dengan ide-ide yang bebas dari hambatan atau
keterpaksaan. Anak dapat fleksibel dalam menghadapi suatu masalah untuk dapat
pemecahan masalah yang anak hadapi. Selain itu kecepatan dalam berfikir kreatif
ini merupakan kemampuan untuk cepat menghasilkan banyak pemikiran dalam
mengembangkan kreativitas.
12
3.
Orisinality (keaslian)
Orisinality merupakan salah satu aspek yang penting dalam kreativitas.
Pemikiran-pemikiran ini muncul dari seseorang dan menjadi hak miliknya, serta
mencerminkan karakter kepribadiannya. Dengan demikian orang yang memiliki
orisinilitas itu adalah orang yang berfikir dengan sendirinya. Orisinality adalah
Anak dapat menghasilkan ide-ide yang luar biasa, jarang ditemui dan juga unik.
Biasanya anak menghasilkan ide yang lebih jauh dari kenyataan yang ada atau
hanya ada di imajinasi anak saja. Oleh Karena itu, dianggap sebagai ide yang lain
dari biasanya. Orisinality dapat mempunyai arti sebagai kemampuan untuk
menciptakan hal-hal baru walaupun sesungguhnya yang diciptakan itu tidak perlu
berupa hal-hal yang baru sama sekali, tapi merupakan gabungan (kombinasi) dari
hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
4.
Elaboration (keterperincian atau penguraian)
Elaboration merupakan kemampan dalam mengemukakan suatu gagasan
dan menambah atau memperinci detail-detail dari suatu objek gagasan atau situasi
sehingga lebih menarik. Elaboration adalah Anak dapat mengembangkan suatu
gagasan, produk atau hasil karya untuk menambah atau memperinci detail-detail
dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Anak
memiliki kemampuan dalam menambah atau melengkapi unsur-unsur paling
penting pada jawaban-jawaban yang diberikan, agar dapat menghasilkan jawabanjawaban yang lebih lengkap dan jelas. Dalam hal ini dapat juga merupakan
aktivitas untuk merangkai sebuah ide atau jawaban yang umum dan simpel agar
menjadi lebih khusus atau mendetail. Serta menjadi suatu runtutan atau sistematik
13
yang merupakan tahapan penting untuk sampai pada pelaksanaan ide tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa elaborasi sebagai suatu kemampuan
berupa suatu gagasan, poduk dengan menambah memperinci dan melengkapi
sesuatu sehingga menghasilkan suatu hasil yang lebih kreatif. Anak juga sering
berkhayal yang akan dapat menimbulkan imajinasi anak
Guilford (dalam Munanadar, 2002) setiap orang pada dasarnya memiliki
potensi kreatif dan kemampuan mengungkapkan dirinya secara kreatif. Yang
terpenting dalam dunia pendidikan adalah meningkatkan kreativitas dan
mengambangkannya. Pengambangan kreativitas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Person
Seseorang yang kreatif memiliki ciri-ciri kepribadian tertentu seperti
mempunyai rasa ingin tahu yang besar, mempunyai daya imajinasi yang kuat,
mempunyai minat yang besar, tekun dan ulet dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Kreativitas adalah ungkapan keunikan individu dalam interaksi dengan
lingkungan. Dari pribadi yang unik inilah yang diharapkan timbul ide baru dan
produk yang inovatif.
b.
Proses
Seseorang yang senang dan berminat untuk melibatkan diri dalam proses
kreatif. Melibatkan diri secara kreatif maksudnya adalah kecenderungan untuk
selalu melihat dan membentuk kombinasi baru dari unsur-unsur yang diamati dari
lingkungan atau dari pemikirannya. Untuk mengambangkan kreativitas siswa,
perlu diberi kesempatan untuk bersibuk diri secara aktif. Penting dalam hal
memberi kebebasan kepada siswa untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif.
14
c.
Press atau dorongan
Yaitu kondisi yang dapat mendorong atau menghambat seseorang untuk
bertindak kreatif. Dorongan bisa berasal dari luar atau dari dalam diri (motivasi
pribadi). Jika kedua kondisi menunjang akan lebih memungkinkan untuk lebih
kreatif. Untuk mewujudkan kreativitas siswa diperlukan dorongan dan dukungan
dari lingkungan yang berupa apresiasi, dukungan pemberian pujian dan dorongan
didalam diri siswa sendiri untuk menghasilkan sesuatu. Kreativitas dapat
berkembang dalam lingkungan yang mendukung, tetapi dapat pula dihambat
dalam lingkungan yang kurang mendukung.
d.
Produk
Ditinjau dari produk kemampuan berfikir merupakan kemampuan untuk
menghasilkan sesuatu yang baru. Baik itu untuk individu yang menciptakan atau
untuk lingkungannya. Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan
produk kreatif yang bermakna adalah kondisi pribadi dan lingkungan yaitu
sejauhmana keduanya mendorong seseorang untuk melibatkan dirinya dalam
proses kreatif.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Didalam mengembangkan kreativitas terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan aptitude dan non uptitude karena berfikir kreativitas meliputi
kelancaran, kelenturan dan orisinilitas. Ini ditunjukkan dengan kemampuan
15
berfikir secara kreatif sedangkan secara non aptitude atau afektif meliputi
kepercayaan diri, keuletan dan kemandirian.
Adapun faktor kebebasan yang dikemukakan Guilford (didalam Al-khalili,
2005) adalah
1.
Faktor kebebasan
a. Kefasihan kata yaitu menyusun huruf dalam beberapa kata dengan cepat.
b. Ketepatan memutuskan yaitu menciptakan beberapa kata tertentu dan
memiliki makna secara tepat.
c. Kebebasan berfikir yaitu kecepatan mengeluarkan pemikiran dalam
mengambil sikap.
d. Kebebasan berekspresi yaitu kebebasan
mengungkapkan berbagai
pemikiran.
Hurlock (1999) menyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan kreativitas anak yaitu
1. Jenis Kelamin
Anak laki-laki menunjukkan memiliki kreativitas yang lebih besar dari
pada anak perempuan. Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan
perlakuan terhadap anak laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki lebih banyak
diberi kesempatan untuk berdiri sendiri, mereka dipaksa oleh lingkungan untuk
lebih berani mengambil resiko dan mendapat dorongan dari lingkungan.
2. Status sosial ekonomi
Anak-anak yang golongan ekonomi tinggi akan lebih kreatif, pendidikan
yang memungkinkan anak untuk mengembangkan kreativitasnya, karena anak
16
akan mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan dirinya dan mempunyai
keinginan untuk memilih aktivitas-aktivitasnya sendiri. Namun anak yang
golongan ekonomi rendah juga lebih kreatif karena anak dapat mandiri dalam
mengembangkan kreativitas yang dimilikinya
3. Urutan dalam keluarga
Anak dengan urutan kelahiran yang berbeda akan memperlihatkan
kemampuan kreatif yang berbeda-beda. Anak yang lahir ditengah atau anak yang
lahir berikutnya dan anak tunggal cenderung lebih kreatif daripada anak yang
lahir diurutan pertama. Anak yang lahir dengan urutan pertama biasanya
diarahkan untuk mengikuti harapan-harapan orang tua, sebaliknya anak tunggal
lebih banyak diberi kesempatan dalam mengembangkan dirinya.
2.1.4 Pengukuran Kreativitas
Pada penelitian ini Kreativitas siswa diukur dengan menggunakan skala
kreativitas dimana aspek-aspek penyusunannya menggunakan aspek kreativitas
dari Guilford (1975) yaitu fluency, fleksibility, orisinility, elaboration. Subjek
diminta merespon sejumlah pernyataan dengan memilih lima buah pilihan
jawaban yang paling sesuai sampai yang paling tidak sesuai dengan dirinya.
2.2
Pola Asuh Permisif
2.2.1 Pengertian Pola Asuh Permisif Orang Tua
Pola asuh permisif yaitu orang tua yang serba memperbolehkan anak dan
memberikan pengawasan yang longgar serta menghindari adanya pemberian
17
hukuman kepada anak. Orang tua yang permisif merupakan karakeristik yang
tingkat kehangatannya tinggi akan tetapi kontrol terhadap anak yang rendah.
Penerimaan dari orang tua terlihat dengan cara mereka yang selalu mengikuti apa
yang dirasakan anak, yang diinginkan dan apa saja yang diperbuat dari anak. Pola
asuh permisif mempunyai ciri-ciri tidak ada aturan yang ketat dari orang tua, tidak
ada pengendalian dan pengontrolan serta tuntutan kepada anak dan anak diberikan
kebebasan membuat keputusannya untuk dirinya sendiri. Hal ini diwujudkan
dengan adanya kontrol yang rendah dari orang tua terhadap anak. Dalam pola
asuh permisif anak harus belajar sendiri untuk berprilaku sosial yang baik.
Orang tua yang permisif tidak terlalu banyak terlibat dalam setiap
pengambilan keputusan dari anaknya, apapun yang terbaik menurut anak akan
mereka ikuti. Mereka mengijinkan anak untuk mengatur aktivitasnya sendiri dan
sebisa mungkin akan menghindari pengendalian terhadap anaknya. Interaksi
orang tua dengan pola asuh permisif merupakan pola asuh orang tua bagi anak
yang meliputi proses mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi
anak untuk mencapai kedewasaan yang sesuai dengan norma-norma yang ada
pada masyarakat karena merupakan hal yang penting. Dalam gaya pengasuhan
permisif, kontrol yang rendah dari orang tua mengakibatkan anak terlalu bebas
dalam menentukan arah hidupnya dan berekspresi sesuatu dengan keinginanya.
Baumrind (1971) menemukan bahwa tipe pola asuh permisif merupakan
suatu tipe pola asuh orang tua yang mengacu pada sikap orang tua yang terlampau
bermurah atau baik hati dalam mendidik anak-anaknya dan terkadang cinderung
untuk lebih mematuhi permintaan anak-anaknya. Orang tua permisif memiliki
18
persepsi yang tidak realistis atas anak mereka. Orang tua permisif melihat anak
mereka lebih didominasi oleh desakan ego dan permitif. Orang tua permisif
memberikan kebebasan pada anak dalam perwujudan implus tetapi tidak
mengajarkan atau mendukung kontrol diri dan aturan diri terkait dengan
ketidakmatangan dan ketergantungan dalam diri anak. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kehangatan orang tua terhadap anak yang tinggi. Menurut
Baumrind, seorang pakar parenting berpendapat bahwa ada cara terbaik untuk
mengasuh anak. Dia dipercaya bahwa orang tua tidak boleh terlalu menghukum
dan tidak terlalu peduli. Sebaiknya orang tua menyusun aturan bagi anak dan
disaat yang sama bersifat membimbing dan mengasuh.
Baumrind (dalam Tan, 2004) menyatakan bahwa ada empat bentuk gaya
pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua yaitu
1.
Authoritative
Karakteristik yang pengasuhan dengan tingkat kehangatannya orang tua
terhadap anak yang tinggi dan kontrol orang tua terhadap anak tinggi. Orang tua
menetapkan peraturan dengan tegas dan standar. Anak-anak dari orang tua
Authoritative menunjukkan hasil yang positif, gaya pengasuhan positif yang
mendorong anak untuk berkembang tapi masih membatasi dan mengontrol
tindakan anak. Biasanya pola pengasuhan ini disebut pola pengasuhan demokratis,
perbincangan tukar pendapat diperoleh dan orang tua bersikap membimbing dan
mendukung. Anak seringkali berprilaku kompeten secara sosial, mereka
cenderung mandiri, tidak cepat puas, mudah bergaul. Remaja dengan orang tua
19
authoritative berhubungan dengan perkembangan anak yang positif, keterlibatan
dalam pembelajaran sekolah baik, kepercayaan diri yang baik.
2.
Authoritarian
Orang tua otoriter dengan kehangatan orang tua terhadap anak yang rendah
dan kontrol orang tua terhadap anak yang tinggi. Mereka menetapkan standar
perilaku yang mutlak. Gaya pengasuhannya bersifat membatasi dan menghukum
dimana hanya ada sedikit percakapan antara orang tua dan anak. Orang tua
otoriter memerintahkan anak untuk mengikuti petunjuk mereka dan menghormati
mereka. Mereka membatasi dan mengontrol anak mereka dengan cara tidak
mengijinkan mereka berbicara banyak. Anak dari orang tua otoriter seringkali
berprilaku secara tidak kompeten secara sosial. Mereka cenderung cemas
menghadapi situasi sosial tidak bisa membuat inisiatif untuk berkreativitas dan
memiliki keahlian komunikasi yang buruk.
3.
Permisif
Karakteristik pengasuhan yang kehangatannya orang tua terhadap anak yang
tinggi sedangkan kontrolnya orang tua terhadap anak yang rendah. Anak-anak
dari orang tua permisif selalu menerima apapun yang dilakukan anak dan
memberikan kebebasan pada anak. Anak cenderung tidak taat, memberontak,
remaja dengan orang tua yang permisif cenderung lebih kreatif. Baumrind (dalam
Tan, 2004) menyatakan bahwa pola asuh permisif dan kreativitas merupakan
suatu hal yang saling berhubungan. Penerapan pola asuh permisif menjadikan
seseorang lebih kreatif. Kontrol yang rendah dari orang tua menyebabkan anak
20
terlalu bebas untuk berekspresi dan melakukan kegiatan yang disukai serta di
dukung dengan adanya perhatian yang tinggi dari orang tua siswa.
4.
Neglectful
Pola pengasuhan yang tingkat kehangatannya orang tua terhadap anak rendah
dan kontrol orang tua terhadap anak rendah. Remaja yang dengan pola asuh
neglectful menunjukkan pengendalian emosi yang buruk disekolah, kekurangan
tujuan dalam jangka yang panjang dan rentang untuk terlibat dalam tindakan
kenakalan.
Tabel 2.1
Karakteristik Pola Asuh Orang Tua
Authoritative
Authoritarian
Permisif
Neglectful
Warmth
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Control
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Sumber : Tan, 2004
Kehangatan atau Warmth berarti terlibat dan tertarik dalam kegiatan anak
mendengarkan anak dan menjadi suportif. Hal ini mengacu pada jumlah kontrol
orang tua terhadap anak misalnya harapan terhadap perilaku anak. Sejauhmana
orang tua memberlakukan standart dan aturan terhadap anak. Kehangatan
menggambarkan keterbukaan dan ekspresi kasih sayang orang tua terhadap anak.
Orang tua yang domain pada aspek ini menunjukkan sikap ramah, memberikan
pujian dan memberikan semangat ketikan anak mengalami masalah. hal ini dibuat
agar anak lebih mudah menerima dan menginternalisasikan standar nilai yang
diberikan oleh orang tua. Sebaliknya orang tua yang tidak domain pada aspek ini
akan menunjukkan perilaku seolah-olah mereka tidak mencintai dan bahkan
21
menolak kehadiran anak. Hal ini membuat anak tidak perlu mencintai orang
tuanya dan mudah mengalami stress.
Kontrol mengacu pada derajat dimana orang tua membuat tuntutan terhadap
anak. Hal ini diwujudkan oleh orang tua melalui bagaimana mereka memberikan
batasan-batasan,
menetapkan
tuntutan
dan
harapan
serta
menunjukkan
kekuasaannya pada anak. Kontrol orang tua ini berfungsi sebagai pelindung atau
pencegah bagi anak dari perilaku-perilaku negatif. Orang tua menerapkan kontrol
dalam tingkat relatif rendah akan kurang menuntut tanggung jawab anak dan
memberikan kebebasan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungannya secara
tak terbatas. Orang tua menerapkan kontrol dalam tingkatan tinggi akan
membatasi kebebasan remaja dengan menentukan banyak tuntutan yang disertai
dengan pengawasan yang ketat. Sebaliknya kontrol yang diberikan secara tidak
menentu akan bersifat sangat kaku Baumrind (dalam Tan, 2004).
2.2.2 Dimensi Pola Asuh Permisif
Terdapat dimensi tentang pola asuh permisif yang dikemukakan oleh
Baumrind (1971) yaitu
a.
Parental control (kontrol orang tua)
Orang tua ingin memaksakan kehendak terhadap anak, sangat bertahan pada
tekanan-tekanan anak dan konsisten dalam memaksakan perintah-perintahnya,
tindakan mengontrol diartikan bahwa orang tua berusaha merubah perilaku anak
sesuai standart yang ditetapkan oleh orang tua. Merupakan usaha mempengaruhi
aktivitas anak secara berlebihan untuk mencapai tujuan, menimbulkan
22
ketergantungan pada anak. Orang tua menginginkan agar anak-anaknya memiliki
kemampuan dibidang social, intelektual, emosional. Orang tua juga menuntut
kemandirian dan memberikan kesempatan kepada anak untuk membuat keputusan
sendiri.
b.
Naturance (Kehangatan atau Kasih sayang)
Orang tua menunjukkan kasih sayangnya dengan tindakan dan sikap yang
memperhatinkan kesejahteraan fisik dan mental anak dan juga menunjukkan
kebanggaan serta kebahagiaan atas keberhasilan anak. Orang tua menggunakan
alasan untuk melakukan suatu tindakan, menanyakan pendapat anak dan berusaha
mencari tahu bagaimana perasaan anak mengenai permasalahan yang dibicarakan
sebelumnya. Orang tua juga bersedia untuk mendengarkan pendapat anak, alasanalasan anak, dan menyetujui apa yang dikemukakan anak.
2.2.3 Ciri-ciri Pola Asuh Permisif
Karakteristik pengasuhan yang kehangatannya orang tua terhadap anak
tinggi sedangkan kontrolnya orang tua terhadap anak yang rendah. Baumrind
(1971) Pola asuh permisif merupakan suatu gaya pengasuhan dimana orang tua
sangat terlibat dalam kehidupan anak, orang tua selalu memperbolehkan anak
untuk melakukan kegiatan yang disukai anak, memanjakan anak, dan besikap
lunak terhadap anak. Sangat terlibat dalam kehidupan anak, orang tua yang
bersifat permisif akan mengijinkan anak melakukan apa yang mereka iginkan dan
akibatnya anak tidak pernah belajar dalam mengendalikan prilaku merekan
sendiri. Pola pengasuhan permisif bersifat lunak dan memberi kebebasan terhadap
23
anak, jika peraturan yang diberikan oleh orang tua terhadap anak terlalu ketat
orang tua anak dapat mengatakan keluahnnya sesuai dengan keinginan anak dan
tuntutan orang tua terhadap anak rendah. Penerimaan dari orang tua terlihat dari
cara mereka yang selalu mengikuti apa yang dirasakan oleh anak dan apa saja
yang diinginkan oleh anak. Hal ini menunjukkan kehangatan yang tinggi orang
tua terhadap anak.
Kontrol yang rendah dari orang tua terhadap anak ditandai dengan
memberikan kebebasan pada anak, jika peraturan dibuat oleh orang tua, maka
peraturan tersebut hanyalah formalitas, anak tidak memiliki kewajiban untuk
menaati peraturan tersebut. Orang tua permisif membiarkan anaknya untuk
bertindak dan berprilaku sesuai dengan keinginanya, tidak memberikan hukuman
apabila anak melakukan kesalahan. Orang tua permisif memberikan kebebasan
pada anak dalam perwujudan implus tetapi tidak mengajarkan atau mendukung
kontrol diri atau aturan diri terkait dengan ketidak matangan dan ketergantungan
dalam diri anak. Orang tua permisif terkadang membiarkan prilaku anak yang
membuat mereka marah, karena orang tua merasa tidak nyaman untuk
mengekspresikan kemarahannya. Hal ini berakibat pada kemarahan dari orang tua
yang menumpuk dan tak terkontrol sehingga orang tua dalam melepaskan
kemarahannya dengan tiba-tiba serta cenderung melukai anak lebih dari yang
mereka kira Baumrind (1971).
24
2.2.4 Meningkatkan Pola Asuh Permisif
Pada dasarnya tujuan utama pengasuhan orang tua adalah untuk
mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan kesehatannya untuk
memfasilitasi serta mengembangkan kemampuan berprilaku sesuai dengan
perkembangannya guna mendorong peningkatan kemampuan berprilaku sesuai
dengan nilai agama dan budaya yang diyakini. Kemampuan orang tua atau
keluarga menjalankan peran pengasuhan ini tidak dipelajari secara formal
melainkan berdasarkan pengalaman dalam menjalankan peran yang dilakukan
oleh orang tua atau keluarga lain terdahulu. Orang tua adalah ayah dan ibu yang
melahirkan manusia baru (anak) serta mempunyai kewajiban untuk mengasuh,
merawat dan mendidik anak guna menjadi generasi yang baik Baumrind (1971)
Dalam meningkatkan pola asuh permisif orang tua Baumrind (1991)
menjelaskan bahwa orang tua harus memberikan pengawasan yang sangat longgar
dan memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan suatu hal yang di
sukai. Selain itu dalam meningkatkan pola permisif dapat dilakuakan jika orang
tua bersifat hangat, sehingga anak suka pada tipe pola asuh permisif.
2.2.5 Pengukuran Pola Asuh Permisif
Pada penelitian ini pola asuh permisif diukur dengan skala pola asuh
permisif dimana aspek-aspek penyusunannya menggunakan aspek pola asuh
permisif dari Baumrind (1971) yaitu tingkat kehangatan orang tua terhadap anak
tinggi dan kontrol orang tua terhadap anak yang rendah.
25
2.3
Kajian Yang Relevan
Berdasarkan hasil penelitian Rintih (2010) tentang hubungan antara pola
asuh permisif orang tua dengan kreativitas siswa SD Sidorejo Kidul dengan
sampel 33 orang siswa, data dianalisis menggunakan rumus Kendall’s_tau,
ditemukan hasil bahwa terdapat hubungan yang negatif dan tidak signifikan antara
pola asuh permisif orang tua dengan kreativitas anak dengan koefisien korelasi
rxy= -0,192 dan p=0,127 (p>0,05).
Hasil penelitian Setiawan (2011) tentang hubungan antara pola asuh
permisif orang tua siswa dengan berfikir divergen kelas IV dan V SD Girisonta
Karangjati, Kab Semarang dengan sampel 60 siswa, data dianalisis menggunakan
Kendall’s tau_b ditemukan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan
dengan arah positif antara pola asuh permisif orang tua siswa dengan berfikir
divergen siswa dengan koefisien korelasi rxy= 0,240 dengan p=0,020 (p<0,05).
Dari penelitian Wesberg dan Sringer (dalam Munandar, 1988), diperoleh
hasil bahwa anak-anak yang kreatif mempunyai orang tua yang mampu
mendorong anaknya untuk mandiri dan memberikan kebebasan anak-anaknya
untuk menentukan tindakannya sendiri (tidak tergantung pada orang lain).
Dacey (dalam Munandar, 1988) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
peran besar penerapan pola asuh didalam keluarga yang menghasilkan anak
kreatif merupakan anak yang tidak diberlakukan aturan sedangkan anak yang
remajanya biasa saja, orang tua selalu memberlakukan aturan untuk dipatuhi dan
apabila dilanggar akan mendapat hukuman.
26
2.4
Hipotesis
Berdasarkan kajian teori di atas, peneliti merumuskan hipotesis sebagai
berikut :
Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh permisif dengan kreativitas siswa
kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga.
27
Download