Apakah Pengurangan Proporsi Hijauan dalam Pakan Ruminansia

advertisement
REVIEW:
Apakah Pengurangan Proporsi Hijauan dalam Pakan
Ruminansia Dapat Menurunkan Produksi Gas CH4 (Methane)?
Eko Sentiko
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang
ABSTRAK
Ternak ruminansia menghasilkan gas metana (CH4) yang berkontribusi terhadap
akumulasi gas rumah kaca di atmosfer yang berdampak pada pemanasan global. Produksi gas
metana dari ternak ruminansia berkontribusi terhadap 95% dari total emisi metana yang
dihasilkan oleh ternak dan manusia, dan sekitar 18% dari total gas rumah kaca diatmosfer.
Ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses pencernaan
berjalan secara lancar dan optimal. Sumber utama dari serat kasar itu sendiri adalah hijauan.
Gas metana (CH4) dihasilkan dari fermentasi anaerob karbohidrat struktural maupun non
struktural oleh metanogen (bakteri penghasil metan) didalam rumen ternak ruminansia selain
hasil utamanya berupa VFA. Komponen terbesar dari serat kasar adalah berupa dinding sel
yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Hasil dari study ini adalah jika proporsi
hijauan didalam pemberian pakan ternak ruminansia dikurangi dan menambah proporsi pakan
konsentrat maka produksi gas metana dalam rumen dapat berkurang, sehingga energi dapat
dimanfaatkan oleh ternak secara optimal. Jika hal ini dilakukan, maka dapat mengurangi
emisi gas metan di atmosfer, menyelamatkan bumi dari kerusakan dan menghilangkan
tuduhan bahwa ternak ruminansia sebagai penyumbang terbesar gas metan.
ruminansia berkontribusi terhadap 95%
dari total emisi metana yang dihasilkan
oleh ternak dan manusia, dan sekitar 18%
dari total gas rumah kaca diatmosfer
(Kreuzer & Soliva, 2008). Emisi metana
ini tidak hanya terkait dengan masalah
lingkungan, namun juga merefleksikan
hilangnya sebagian energi dari ternak
sehingga tidak dimanfaatkan untuk proses
produksi (Jayanegara et al., 2008). Sekitar
6%-10% dari energi bruto pakan yang
dikonsumsi ternak ruminansia hilang
sebagai metana (Jayanegara et al, 2008).
Pendahuluan
Ternak ruminansia dapat mengkonversi
pakan hijauan yang kurang memberikan
manfaat secara langsung terhadap manusia
menjadi bahan pangan bernilai gizi
berkualitas tinggi seperti daging dan susu.
Produk lain berupa non pangan juga
dihasilkan dari ternak ruminansia seperti
kulit dan bulu (Jayanegara et al., 2008).
Namun demikian, ternak ruminansia
menghasilkan gas metana (CH4) yang
berkontribusi terhadap akumulasi gas
rumah kaca di atmosfer yang berdampak
pada pemanasan global (Monteny et al.,
2001). Produksi gas metana dari ternak
Gas metana (CH4) dihasilkan dari
fermentasi anaerob karbohidrat struktural
1
maupun non struktural oleh metanogen
(bakteri penghasil metan) didalam rumen
ternak ruminansia yang dikeluarkan
melalui proses eruktasi. Menurut Kurihara
et al. (1999), produksi CH4 yang
diekspresikan dalam laju konversi matana
(methane convertion rate) pada ternak
ruminansia didaerah ruminansia didaerah
tropis lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah subtropis (Santoso & Hariadi,
2008). Hal ini disebabkan hijauan pakan
ternak terutama rumput-rumputan didaerah
tropis mengandung serat kasar dan lignin
yang relatif tinggi, sedangkan kandungan
karbohidrat
nonstruktural
(nonfiber
carbohydrate) lebih rendah dibandingkan
rumput didaerah subtropis (Van Soest,
1994). Berdasarkan kondisi tersebut, maka
lebih banyak energi dalam bentuk CH4
yang hilang dari tubuh ternak ruminansia
didaerah tropis dibandingkan didaerah
subtropis (Santoso & Hariadi, 2008).
korelasi yang erat (r = 0,88) antara
produksi gas CH4 dengan neutral
detergent fiber (NDF) tercerna. Sementara
pada penelitian lain, Estermann et al.
(2002) melaporkan bahwa produksi gas
CH4 sangat erat berhubungan dengan
konsumsi NDF dan NDF tercerna.
Hubungan antara hijauan, serat
kasar dan CH4
Menurut Siregar (1994), hijauan
diartikan sebagai pakan yang mengandung
serat kasar, atau bahan yang tak tercerna,
relatif tinggi. Lebih kanjut dijelaskan
bahwa ternak ruminansia membutuhkan
sejumlah serat kasar dalam ransumnya
agar proses pencernaan berjalan secara
lancar dan optimal. Sumber utama dari
serat kasar itu sendiri adalah hijauan.
Proses fermentasi yang terjadi dalam
rumen akan mengubah komponenkomponen pakan yang kompleks menjadi
produk-produk yang lebih sederhana dan
berguna bagi ternak. Pakan utama ternak
ruminansia, hijauan atau limbah pertanian
seperti jerami padi, memiliki kadar serat
kasar yang tinggi. Komponen terbesar dari
serat kasar adalah berupa dinding sel yang
terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan
lignin (Church and Pond, 1988). Produk
akhir dari aktivitas mikroba dalam
mendegradasi substrat dinding sel tanaman
adalah berupa asam lemak terbang (VFA).
Komponen VFA yang utama adalah asam
asetat, asam propionat, asam butirat, dan
sejumlah kecil asam valerat. Selain
menghasilkan asam lemak rantai pendek
(short-chain fatty acid-SCFA), fermentasi
karbohidrat
dalam
rumen
akan
menghasilkan sejumlah gas dan sel
mikroba (Hendraningsih, 2010).
Emisi gas metana (CH4) oleh ternak
ruminansia dihasilkan melalui proses
metanogenesis di dalam sistem pencernaan
ruminansia khususnya bagian rumen.
Seekor sapi dewasa dapat mengemisi 80110 kg metana per tahun. Estimasi emisi
gas methana secara global oleh ternak
ruminansia berkisar antara 65-85 juta ton
per tahun, sementara emisi total gas metan
global 400-600 juta ton per tahun (Thalib,
2008). Hasil percobaan in vivo Santoso et
al. (2007) menunjukkan bahwa energi
yang hi-lang dalam bentuk gas CH4 pada
domba yang diberi pakan basal silase
rumput timothy dan konsentrat, lebih
tinggi dibandingkan yang diberi pakan
basal hay rumput timothy dan konsentrat.
Hal ini berhubungan dengan kecer-naan
serat yang lebih tinggi pada pakan basal
silase dibandingkan hay. Kesimpulan
pene-litian tersebut adalah bahwa terdapat
2
Konversi glukosa menjadi asam asetat,
propionat dan butirat berakhir dengan
pembebasan hidrogen dan bahan reduksi.
Sebagian bahan reduksi tersebut digunakan
oleh bakteri yang menghasilkan metan
melalui reduksi CO2 menjadi CH4
(Soebarinoto et al, 1991). Asam lemak
terbang yang dihasilkan dari fermentasi
karbohidrat merupakan sumber energi bagi
ternak inang. Pada proses fermentasi ini
juga dihasilkan produk-produk yang tidak
berguna bagi ternak seperti CH4, ammonia,
dan nitrat. Usaha-usaha peningkatan
efisiensi penggunaan energi dari pakan
telah banyak dan terus dilakukan. Salah
satu usaha yang dapat dilakukan adalah
dengan cara manipulasi proses fermentasi
yang terjadi dalam rumen dalam cara
mengubah ekologi rumen yang pada
akhirnya bertujuan meningkatkan produk
fermentasi yang diharapkan dan dapat
menekan hasil fermentasi yang kurang
bermanfaat. Proses manipulasi rumen yang
telah dilakukan antara lain dengan
perubahan pemberian pakan ataupun
pemberian
antibiotik
monensin
(Hendraningsih, 2010).
BO berkorelasi positif dengan volume
CH4,
sedangkan
kandungan
NDF
berkorelasi negatif. Hay S. sudanense
dapat direkomenda-sikan sebagai pakan
tunggal ternak ruminansia yang ramah
lingkungan karena kualitas nutrisi dan
degradasi nutrien lebih baik dibandingkan
rumput lain serta gas CH4 yang dihasilkan
relatif rendah.
Dalam penelitian lain disebutkan bahwa
kandungan metana meningkat seiring
dengan meningkatnya kandungan NDF
dan
hemiselulosa.
Meningkatnya
kandungan NDF akan meningkatkan kadar
metana melalui perubahan proporsi asam
lemak terbang (VFA, volatile fatty acids)
ke arah peningkatan proporsi asam asetat
yang memproduksi gas hidrogen (H2)
sebagai
substrat
pada
reaksi
metanaogenesis (Jayanegara et al., 2008).
Berdasarkan korelasi positif kandungan
NDF dan produksi metana maka salah satu
cara mengurangi emisi metana pada ternak
rumi-nansia adalah dengan meningkatkan
proporsi
konsentrat
yang
berarti
meningkatkan proporsi karbohidrat mudah
larut terhadap kandungan seratnya
(Beauchemin et al., 2008; Kreuzer &
Soliva, 2008), meskipun hal ini tidak
mudah dilakukan khususnya di negaranegara berkembang karena meningkatkan
biaya produksi yang belum tentu
sebanding
dengan
mening-katnya
produktivitas ternak (Jayanegara et al,
2008).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Hariadi dan Santoso (2008), mereka
menyimpulkan bahwa volume gas pada
inkubasi 24 dan 48 jam, serta volume CH4
dipengaruhi oleh metode pengawetan dan
spesies rumput. Pengawetan rumput
dengan metode hay menghasilkan gas CH4
yang lebih rendah dibandingkan pengawetan dengan metode silase. Volume
gas CH4 (mM/g BOT) tertinggi dihasilkan
dari rumput P. purpureum dan terendah
dari rumput I. cylindrica. Degradasi BK,
BO dan konsen-trasi N-NH3 pada metode
pengawetan
silase
lebih
tinggi
dibandingkan dengan dan hay. Kandungan
NFC rumput, koefisien degradasi BK dan
Menekan Produksi Metana
Banyak macam zat kimia yang
diketahui dapat menghambat pembentukan
CH4, semua memperlihatkan peningkatan
penggunaan
energi
dengan
jalan
membentuk sesuatu yang lebih berguna
dari hidrogen yang tadinya untuk
3
pembentukan CH4, misalnya pembentukan
propionat (Parakkasi, 1999). Dengan
HMA (Hallogenated-Methane Analogues)
salah satu zat penghambat pembentukan
methane, hasilnya lebih rendah dibanding
dengan penggunaan menensin, tingkat
konsumsi
adalah
problema
bila
menggunakan zat tersebut, tetapi dapat
diatasi dengan adanya adaptasi (Chalupa,
1977).
tanin mudah terhidrolisis dapat mengendapkan protein (diantaranya adalah enzim)
yang
terdapat
pada
metanogen
(McSweeney et al., 2001).
Kesimpulan
Proporsi pemberian hijauan dalam
pakan ternak ruminansia mempunyai
pengaruh terhadap produksi gas metana
(CH4) dalam rumen. Gas metana (CH4)
dihasilkan dari fermentasi anaerob
karbohidrat struktural maupun non
struktural oleh metanogen (bakteri
penghasil metan) didalam rumen ternak
ruminansia selain hasil utamanya berupa
VFA. Komponen terbesar dari serat kasar
adalah berupa dinding sel yang terdiri dari
selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang
difermentasi sesuai dengan yang telah
dijelaskan diatas. Sumber utama serat
kasar untuk ruminansia berupa rerumputan
atau hijauan. Selain sebagai sumber serat
kasar, didalam hijauan juga terdapat zat
anti nutrisi seperti saponin. Telah diketahui
bahwa senyawa saponin tersebut dapat
menekan pertumbuhan populasi protozoa
yang merupakan inang utama dari
metanogen. Sehingga jika proporsi hijauan
dalam pemberian pakan ternak ruminansia
dikurangi maka produksi gas metana juga
dapat berkurang. Selain itu produksi gas
metana juga dapat dikurangi dengan cara
grindding dan pelleting pada pakan.
Populasi protozoa di dalam ru-men
berbanding langsung denganproduksi gas
metana, artinya produksi gas metana
berkurang bilapopulasi protozoa rumen
menurun. Dengan demikian, emisi gas
metana
dapat
dikurangi
dengan
memberikan zat defaunator seperti saponin
(Thalib, 2010).
Mekanisme penghambatan produksi
metana pada ternak ruminansia oleh
senyawa tanin telah digagas oleh
Tavendale et al. (2005), yakni (1) secara
tidak langsung me-lalui penghambatan
pada pencernaan serat yang mengurangi
produksi H2, dan (2) secara langsung yang
menghambat pertumbuhan dan aktivitas
metanogen. Lebih lanjut Jayanegara
(2008) menambahkan bahwa tanin
terkonden-sasi
menurunkan
metana
melalui mekanisme pertama dari yang
digagas oleh Tavendale et al. (2005),
sedangkan tanin yang mudah terhidrolisis
lebih berperan pada mekanisme yang
kedua. Selain itu tanin juga menghambat
pertumbuhan protozoa yang menjadi salah
satu inang utama metanogen (Goel et al.,
2008). Meskipun tanin mudah terhidrolisis
sangat cepat didegradasi di dalam rumen
secara anaerobik, derivatnya seperti asam
galat dan asam galotanat tetap dapat
menurunkan
produksi
metana.
Mekanismenya masih belum diketahui
secara pasti, namun diduga derivat dari
DAFTAR PUSTAKA
Beauchemin, K.A. et al. 2008. Nutritional
manage-ment for enteric methane
abatement: a review. Aust. J. Exp.
Agric. 48: 21-27.
Estermann, B.L et al. 2002. Effect of calf
age and dam breed on intake, energy
expenditure, and excretion of
nitrogen, phosphorus, and methane
4
of beef cows with calves. J. Anim.
Sci. 80: 1124–1134.
Parakkasi, Aminuddin. 1999. Ilmu Nutrisi
dan Makanan Ternak Ruminansia.
Jakarta: UI Press
Goel, G., H.P.S. Makkar & K. Becker.
2008. Effect of Sesbania sesban and
Carduus
pyc-nocephalus
and
Fenugreek (Trigonella foe-numgraecum L.) seeds and their extracts
on partitioning of nutrients from
roughage- and concentrate-based
feeds to methane. Anim. Feed Sci.
Technol. 147: 72-89.
Santoso, B., B. Mwenya, C. Sar & J.
Takahashi.
2007.
Methane
production and energy partition in
sheep fed timothy silage or haybased diets. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner 12:27-33.
Santoso. B & Hariadi B. Tj. 2008.
Komposisi Kimia, Degradasi Nutrien
dan Produksi Gas Metana in Vitro
Rumput Tropik yang Diawetkan
dengan Metode Silase dan Hay.
Media Peternakan Vol. 31 No. 2
Jayanegara. A et al. 2008. Emisi Metana
dan Fermentasi Rumen in Vitro
Ransum Hay yang Mengandung
Tanin Murni pada Konsentrasi
Rendah. Media Peternakan Vol. 32
No. 3
Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak
Ruminansia. PT. Penebar Swadaya,
Jakarta
Jayanegara. A et al. 2008. Kinetika
Produksi Gas, Kecernaan Bahan
Organik dan Produksi Gas Metana
in Vitro pada Hay dan Jerami
yangDisuplementasi
Hijauan
Mengandung
Tanin.
Media
Peternakan Vol. 32 No. 2
Soebarinoto et al. 1991. Ilmu Gizi
Ruminansia. Animal Husbandry
Project.
Luw
–
Universitas
Brawijaya.
Tavendale, M.H., L.P. Meagher, D.
Pacheco, N. Walker, G.T. Attwood
& S. Sivakumaran. 2005. Methane
production from in vitro ru-men
incubation with Lotus pedunculatus
and Medicago sativa, and effects of
extractable
condensed
tannin
fractions on methano-genesis. Anim.
Feed Sci. Technol. 123/124: 403419.
Kreuzer, M. & C. R. Soliva. 2008.
Nutrition: key to methane mitigation
in ruminants. Proc. Soc. Nutr.
Physiol. 17: 168-171.
Kurihara, M, T. Magner, R.A. Hunter &
G.J. McCrabb. 1999. Methane
production and energy partition of
cattle in the tropics. Br. J. Nutr.
81:227–234
Thalib, Amilus. 2010. Buah Lerak
Mengurangi Emisi Gas Metana pada
Hewan
Ruminansia.
Warta
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian Vol. 30 No.2
McSweeney, C. S et al. 2001. Microbial
interactions with tannins: nutritional
consequences for ru-minants. Anim.
Feed Sci. Technol. 91: 83-93.
Monteny, G.J., C.M. Groenestein & M.A.
Hilhorst. 2001. Interactions and
coupling between emissions of
methane and nitrous oxide from
animal husbandry. Nutr. Cycling
Agroecosyst. 60: 123-132
Van Soest, P.J. 1994. Nutritional Ecology
of The Ruminant. 2nd ed. Comstock
Publishing Vol. 31 No. 2
KOMPOSISI KIMIA Edisi Agustus
2008
137 Associates a Division
of Cornell University Press, Ithaca
and London. p. 476
5
6
Download