9 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Model

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Menurut Jumanta Hamdayama
(2014: 63) ada empat unsur penting dalam pembelajaran model kooperatif, yaitu
(1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya
upaya belajar; (4) adanya tujuan yang harus dicapai.
Peserta adalah peserta didik (siswa) yang melakukan proses pembelajaran
dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan peserta didik bisa ditetapkan
berdasarkan beberapa pendekatan, diantaranya pengelompokan yang didasarkan
atas minat dan bakat siswa, atas dasar latar belakang kemampuan atau
berdasarkan atas campuran. Aturan kelompok adalah segala ssesuatu yang
menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik
maupun sebagai anggota kelompok. Pendekatan apa pun yang digunakan, tujuan
pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama. Roger, dkk (1992) dalam
Miftahul Huda (2013:29), menyatakan bahwa :
cooperative learning is group learning activity organized in such a way
that learning is based on the socially structured change of information
between learners in group in which each learner is held accountable for
his or her own learning and is motivated to increase the learning of others
Pembelajaran kooperatif terkadang disebut juga kelompok pembelajaran
(group learning), yang merupakan istilah jenerik bagi bermacam prosedur
intruksional yang melibatkan kelompok kecil yang interaktif. Peserta didik
bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas akademik dalam suatu kelompok
kecil untuk saling membantu dan belajar bersama dalam kelompok mereka serta
dengan kelompok lain. Pada umumnya dalam implementasi metode pembelajaran
9
10
kooperatif, para peserta didik saling berbagi (sharing), bertukar pikiran tentang
hal-hal sebagai berikut :
a. Peserta didik bekerja sama tentang suatu tugas bersama, atau kegiatan
pembelajaran yang akan tertangani dengan baik melalui karya suatu
kelompok kerja.
b. Peserta didik bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang terdiri dari 26 orang.
c. Peserta didik bekerja sama, berperilaku pro-sosial untuk menyelesaikan
tugas bersama atau kegiatan pembelajaran.
d. Peserta didik saling bergantung secara positif, aktivitas pembelajaran
diberi struktur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik saling
membutuhkan satu sama lain untuk menyelesaikan tugas bersama.
e. Setiap peserta didik bertanggung jawab secara individu terhadap tugas
yang menjadi bagiannya.
George Jacobs (2014) juga berpendapat bahwa :
Cooperative learning (CL), also known as collaborative learning, is a body
of concepts and techniques for helping to maximize the benefits of
cooperation among students.
Selain itu, Jacobs sepakat bahwa ada delapan prinsip yang harus
diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, anatar lain sebagai berikut :
1) Heterogeneous Grouping , 2) Collaborative Skills, 3) Group Autonomy,
4) Simultaneous Interaction (Kagan, 1994), 5) Equal Participation (Kagan,
1994), 6) Individual Accountability, 7) Positive Interdependence,
8)Cooperation as a Value
Pembelajaran kooperatif sebagai sebuah pola atau rancangan yang disebut
strategi
pembelajaran,
maka
model
pembelajaran
kooperatif
dalam
pelaksanaannya dikelas memiliki manfaat sebagaimana dijelaskan oleh Ibrahim
(2000:18-19) dalam Jumanta Hamdayama (2014: 175) berikut ini :
a. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.
b. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.
c. Angka putus sekolah menjadi rendah.
11
d. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar.
e. Memperbaiki kehadiran.
f. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.
g. Konflik antarpribadi berkurang.
h. Sikap apatis berkurang.
i. Pemahaman yang lebihmendalam.
j. Motivasi lebih besar.
k. Hasil belajar lebih tinggi.
l. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
Pembelajaran kooperatif dinilai terbukti sebagai pembelajaran yang efektif
bagi bermacam karakteristik dan latar belakang sosial peserta didik karena mampu
meningkatkan prestasi akademis peserta didik, baik bagi peserta didik yang
berbakat, peserta didik yang kecakapannya rata-rata maupun yang tergolong
lambat belajar.
2. Model Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
a. Pengertian Numbered Heads Together (NHT)
Numbered Heads Together (NHT) adalah bagian dari model pembelajaran
kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa ( La Iru dan La Ode Safiun
Arihi, 2012:59, dalam Jumanta Hamdayama 2014: 175). Pembelajarankooperatif
tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan
pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta
didik dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini
dikembangkan oleh Kagen (dalam Ibrahim, 2000:28, dalam Jumanta Hamdayama
2014: 175) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
tersebut.
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang mempengaruhi pola
interaksi peserta didik dan sebagai alternatif terhadap sumber struktur kelas
12
tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun
1992, melibatkan lebih banyak peserta didik dalm menelaah materi yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran,
tipe ini juga digunakan untuk memberi penguatan konsep sebelum dilakukan tes.
Pada dasarnya, NHT merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis
pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama guru
meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok. Masing-masing anggota
diberi nomor. Setelah selesai, guru memanggil nomor (baca:anggota) untuk
mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa
yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga semua nomor
terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua peserta didik
benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut. Struktur yang dikembagkan
menghendaki peserta didik bekerjasama saling membantu dalam kelompok kecil
secara kooperatif.
Menurut Slavin (1995), metode yang dikembangkan oleh Russ Frank ini
cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok.NHT ini
memiliki fungsi akademik maupun sosial yaitu untuk mereview atau mengecek
tingkat pemahaman dan pengetahuan peserta didik. Dalam Sumarmi (2012:49)
Kagan (1992) menyatakan model pembelajaran tipe ini meskipun tampak sangat
sederhana, namun sarat akan aktivitas, secara tidak langsung peserta didik dilatih
untuk lebih produktif dalam pembelajaran. Kompetensi yang harus dikuasai oleh
peserta didik lebih ditekankan pada kompetensi individual, meskipun dilakukan
dalam bentuk diskusi kelompok.Penggunaan model pembelajaran tipe NHT,
peserta didik tidak lagi bergantung kepada sesama anggota.Setiap anggota
memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap setiap permasalahan yang
dibahas dalam forum diskusi. Dengan demikian setiap individual akan selalu siap
jika sewaktu-waktu ditunjuk oleh guru berdasarkan nomor kepala yang
dimilikinya.
Pada penelitian ini mengambil metode Numbered Head Together(NHT)
dikarenakan metode ini merupakan suatu aktivitas yang mendorong peserta didik
untuk berfikir dalam sutu tim dan berani tampil mandiri.
13
b. Langkah-Langkah Pembelajaran NHT
Langkah-langkah pembelajaran NHT dikembangkan oleh Ibrahim
(2000:29) dalam Jumanta Hamdayama (2014: 175) menjadi enam langkah sebagai
berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan Kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Guru membagi para peserta didik menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 3-5 orang. Guru member nomor kepada setiap
peserta didik dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Penomoran
adalah hal utama didalam NHT, dalam tahap ini guru membagi peserta didik
menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang
dan member peserta didik nomor, sehingga setiap peserta didik dalam tim
mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah peserta didik didalam
kelompok. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yangditinjau dari
latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin, dan kemampuan belajar.Selain itu,
dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar
dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket
atau buku panduan agar memudahkan peserta didik dalam menyelesaikan LKS
atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap peserta
didik sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap peserta
didik berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang
mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan
14
yang telah diberikan oleh guru.Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat
spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para peserta didik dari
tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban kepada peserta didik di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama peserta didik menyimpulkan jawaban akhir dari semua
pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
c. Kelebihan dan Kekurangan Numbered Head Together (NHT)
Kelebihan Numbered Head Together (NHT) yaitu antara lain : (a) melatih
peserta didik untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain, (b)
melatih peserta didik untuk bisa menjadi tutor sebaya, (c) memupuk rasa
kebersamaan, (d) membuat peserta didik menjadi terbiasa dengan perbedaan.
Kelemahan dari model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)
ini adalah (a) peserta didik yang sudah terbiasa dengan cara konvensional akan
sedikit kewalahan, (b) guru harus bisa memfasilitasi peserta didik, (c) tidak semua
peserta didik mendapat giliran. Kelemahan tersebut haruslah lebih diwaspadai
agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses pembelajaran.
3. Kemandirian Belajar
a. Pengertian Kemandirian Belajar
Pada Bab II UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
yang
menyatakaan
bahwa
pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bngsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Jelaslah pada pernyataan tersebut kata mandiri telah muncul sebagai salah
15
satu tujuan pendidikan nasional.Oleh karena itu dalam penanganannya
memerlukan perhatian khusus semua guru, terlebih karena tidak adanya materi
pembelajaran khusus mengenai kemandirian.Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia mandiri adalah “berdiri sendiri”. Kemandirian belajar adalah belajar
mandiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain, peserta didik dituntut
untuk memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri dalam belajar, bersikap, berbangsa
maupun bernegara (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 1990: 13).
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia kemandirian adalah keadaan dapat
berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian belajar adalah
kondisi aktifitas belajar yang mandiri tidak tergantung pada orang lain, memiliki
kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah
belajarnya. Kemandirian belajar akan terwujud apabila peserta didik aktif
mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya
merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan siswa juga
mau aktif dalam proses pembelajaran.
Seorang anak yang mempunyai kemadirian belajar dapat dilihat dari
kegiatan belajarnya, yang akan ia laksanakan atas dasar inisiatifnya sendiri. Anton
Sukarno (1989:64) sebagaimana dikutip oleh Widodo Teguh (2012:11)
menyebutkan ciri-ciri kemandirian belajar sebagai berikut :
1. Siswa merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri
2. Siswa berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara terus menerus
3. Siswa dituntut bertanggung jawab dalam belajar
4. Siswa belajar secara kritis, logis, dan penuh keterbukaan
5. Siswa belajar dengan penuh percaya diri
b. Pengukuran Kemandirian Belajar
Dalam keseharian peserta didik sering dihadapkan pada permasalahan
yang menuntut peserta didik untuk mandiri dan menghasilkan suatu keputusan
yang baik. Song and Hill (2007: 31-32) menyebutkan bahwa kemandirian terdiri
dari beberapa aspek yang akan digunakan sebagai pengukuran kemandirian
belajar pada penelitian ini yaitu berdasarkan pada :
16
1) Personal Attributes
Personal attributes atau atribut pribadi merupakan aspek yang
berkenaan dengan motivasi dari pebelajar, kemampuan mengambil
tanggung jawab, penggunaan sumber belajar, dan strategi belajar. Motivasi
belajar merupakan keinginan yang terdapat pada diri seseorang yang
merangsang pebelajar untuk melakukan kegiatan belajar. Personal
attributes adalah karakteristik seorang peserta didik membawa diri
kedalam konteks pembelajaran tertentu antara lain: (a) tanggung jawab
(mereka yang memiliki motivasi belajar merasa bertanggung jawab atas
tugas yang dikerjakannya dan tidak meninggalkan tugasnya sebelum
berhasil menyelesaikannya), (b) tekun terhadap tugas (berkonsentrasi
untuk menyelesaikan tugas dan tidak mudah menyerah), (c) waktu
penyelesaian tugas (berusaha menyelesaikan setiap tugas dengan waktu
secepat dan seefisien mungkin), (d) menetapkan tujuan yang realitas
(mampu menetapkan tujuan realistis sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya, mampu berkonsentrasi terhadap setiap langkah untuk
mencapai tujuan dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai.
Dalam belajar, sumber belajar yang digunakan peserta didik tidak
terbatas, asalkan sesuai dengan materi yang dipelajari dan dapat
menambah pengetahuan peserta didik.Strategi belajar yang dimaksud di
sini adalah segala usaha yang dilakukan peserta didik untuk menguasai
materi yang sedang dipelajari, termasuk usaha yang dilakukan apabila
peserta didik tersebut mengalami kesulitan.
2) Processes
Processes merupakan aspek yang mengacu pada proses belajar
mandiri peserta didik. Secara khusus berkenaan dengan otonomi proses
pembelajaran yang dilakukan oleh pebelajar meliputi perencanaan,
monitoring, serta evaluasi pembelajaran. Kegiatan perencanaan meliputi:
(a) mengelola waktu secara efektif (pembuatan jadwal belajar, menyusun
kalender studi untuk menulis atau menandai tanggal-tanggal penting dalam
studi, tanggal penyerahan tugas makalah, tugas PR, dan tanggal penting
17
lainnya, mempersiapkan buku, alat tulis, dan peralatan belajar lain), (b)
menentukan prioritas dan manata diri (mencari tahu mana yang paling
penting dilakukan terlebih dahulu dan kapan mesti dilakukan). Kegiatan
monitoring
dalam
pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together antara lain, (a)
aktif melakukan diskusi dalam kelompok (b) berani mengemukakan
pendapat pada saat diskusi berlangsung, (c) aktif bertanya saat menemui
kesulitan baik terhadap teman maupun guru, (d) membuat catatan apabila
diperlukan, (e) tetap melaksanakan kegiatan pembelajaran meskipun guru
tidak hadir. Yang termasuk kegiatan evaluasi pembelajaran antara lain, (a)
memperhatikan umpan balik dari tugas yang telah dilaksanakan sehingga
dapat diketahui letak kesalahannya, (b) mengerjakan kembali soal/ tes di
rumah, dan (c) berusaha memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan.
3) Learning Context
Fokus dari learning context adalah faktor lingkungan dan
bagaimana faktor tersebut mempengaruhi tingkat kemandirian pebelajar.
Ada
beberapa
faktor
dalam
konteks
pembelajaran
yang
dapat
mempengaruhi pengalaman mandiri pebelajar antara lain, struktur dan
nature of task. Struktur dan tugas dalam konteks pembelajaran ini
misalnya, peserta didik belajar dengan struktur (cara kerja) model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan
mengerjakan tugas kelompok dalam LKS. Berdasarkan pendapat-pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar peserta didik
merupakan suatu bentuk belajar yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menentukan tujuan belajar, perencanaan belajar,
sumber-sumber belajar, mengevaluasi belajar, dan menentukan kegiatan
belajar sesuai dengan kebutuhannya sendiri.Aspek yang menunjukkan
kemandirian belajar peserta didik dalam penelitian ini, yaitu personal
attributes, processes, dan learning context.Dalam pembelajaran geografi,
kemandirian belajar dapat dilakukan dalam kegiatan berdiskusi.Semakin
besar peran aktif peserta didik dalam berbagai kegiatan tersebut,
18
mengindikasikan bahwa peserta didik tersebut memiliki kemandirian
belajar yang tinggi.
4. Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi Belajar
Pada dasarnya motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk
menggerakkan, menggarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia
terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan
tertentu. Motivasi merupakan dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang untuk
melakukan tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Motivasi dan belajar merupakan
dua hal yang saling mempengruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara
relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau
penguatan ( reinforced practiced ) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan
tertentu.
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa hasrat dan
keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Faktor
ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan
kegiatan belajar yang menarik. Jadi motivasi belajar adalah kondisi psikologis
yang mendorong peserta didik untuk belajar dengan senang dan belajar secara
sungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan terbentuk cara belajar peserta didik
yang sistematis, penuh konsentrasi dan dapat menyeleksi kegiatan-kagiatannya.
Brophy dalam Uno ( 2006 :8 ) mengemukakan suatu daftar strategi
motivasi yang digunakan guru untuk memberikan stimulus peserta didik agar
produktif dalam belajar (1) keterkaitan dengan kondisi lingkungan, yang berisi
kondisi lingkungan sportif, kondisi tingkat kesukaran, kondisi belajar yang
bermakna, dan pengganggu strategi yang bermakna; (2) harapan untuk berhasil,
berisi kesuksesan program, tujuan pembelajaran, remidial sosialisasi penghargaan
dari luar yang dapat berisi hadiah, kompetensi yang positif, nilai hasil belajar.
Harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu,
sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih
giat dan semangat.
19
Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan
menjelaskan perilaku
individu, termasuk perilaku individu yang sedang
belajar.Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan
pembelajaran, antara lain dalam (a) menentukan hal-hal yaang dapat dijadikan
penguat belajar, (b) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, (c)
menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (d) menentukan
ketekunan belajar. Secara rinci peranan motivasi akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Peran motivasi dalam menentukan penguat belajar
Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak yang
belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan
hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya.
Dengan perkataan lain, motivasi dapat menentukan hal-hal apa dilingkungan
seorang anak yang dapat memperkuat perbuatan belajar. Untuk seorang guru
perlu memahami suasana seperti itu, agar ia dapat membantu peserta
didiknya dalam memilih faktor-faktor atau keadaan yang ada dalam
lingkungan peserta didik sebagai bahan penguat pembelajaran.
b. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar
Peran motivasi ini erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Peserta didik
akan tertarik untuk belajar sesuatu, jika yang dipelajari itu setidaknya sudah
dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi peserta didik. Berdasar
pengalamannya, maka semakin hari peserta didik makin termotivasi untuk
belajar, karena paling tidak peserta didik sudah mengetahui makna dari
belajar.
c. Motivasi menentukan ketekunan
Seorang peserta didik yang telah termotivasi untuk melakukan / belajar
sesuatu, ia akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan
harapan memperoleh hasil yang baik. Pada hal itu akannampak bahwa
motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar.
b) Pengukuran Motivasi Belajar
Uno ( 2006:23) mengemukakan bahwa hakikat motivasi belajar adalah
dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk
20
mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator
atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam
keberhasilan seseorang dalam belajar. Uno mengklasifikasikan indikator motivasi
belajar sebagai berikut :
1) adanya hasrat dan keinginan berhasil;
2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar;
3) adanya harapan dan cita-citamasa depan;
4) adanya penghargaan dalam belajar;
5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar;
6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan
seorang peserta didik dapat belajar dengan baik.
5. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam suatu pembelajaran.
Sudjana (2014: 22) mendefinisikan bahwa hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya.
Suprijono (2009: 5) berpendapat bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilanketerampilan. Hamalik (2002: 155) menerangkan bahwa hasil belajar tampak
sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri peserta didik, yang dapat
diamati dan diukur dalam bentuk perubahan sikap dan keterampilan.
Menurut Syaiful Bakri (1994:19) hasil belajar adalah suatu kegiatan yang
telah dilakukan atau dikerjakan baik secara individu maupun kelompok.
Suharsimi
Arikunto
(1990:21)
berpendapat
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar peserta didik dibedakan menjadi dua jenis yaitu
faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yakni faktor biologis dan factor psiklogis. Yang dapat dikatagorikan
faktor biologis antara
lain:
usia,
kematangan,
dan kesehatan.Yang dapat
dikatagorikan sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi,
minat dan kebiasaan belajar. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia
dapat diklasifikasikan menjadi dua juga , yakni faktor manusia (human) dan factor
non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan f Kunandar (2014: 43)
21
menyatakan bahwa penilaian hasil adalah penilaian yang dilakukan setelah proses
belajar mengajar berlangsung. Penilaian output bertujuan untuk mengetahui
tingkat pencapaian kompetensi dari peserta didik setelah mengikuti proses belajar
mengajar. Hasil penilaian output dibandingkan dengan KKM yang telah
ditentukan sebelumnya dan dianalisis berapa peserta didik yang sudah tuntas serta
berapa peserta didik yang belum tuntas. Penilaian output bisa dilaksanakan
dengan penilaian formatif atau ulangan harian (mengukur satu KD), ujian tengah
semester, ujian akhir semester, dan ujian kenaikan kelas.
Menurut Sudjana (1990:22) hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar
yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan terdiri dari tiga aspek yaitu: (1)
Aspek kognitif yang mencakup keterampilan-keterampilan intelektual, informasi
dan pengetahuan: (2) Aspek afektif menekankan pada sikap, nilai, perasaan, dan
emosi;
motorik,
dan
(3)
Aspek Psikomotor
manipulasi benda
atau
berhubungan
kegiatan
yang
dengan keterampilan
memerlukan koordinasi
syaraf.
a. Aspek Kognitif
Aspek kognitif berkenaan dengan perilaku yang berhubungan dengan
berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Aspek ini mempunyai 6
tingkatan yang paling rendah menunjukkan kemampuan yang paling
sederhana, sedangkan yang paling tinggi menunjukkan kemampuan
yang paling kompleks. Tingkatan kemampuan ini meliputi:
1) Pengetahuan
Pengetahuan berhubungan dengan mengingat pada bahan yang
sudah dipelajari sebelumnya.
2) Pemahaman
Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih
tinggi dari pengetahuan, namun demikian untuk memahami, perlu
terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.
22
3) Penerapan
Penerapan adalah kemampuan menggunakan suatu bahan yang
sudah dipelajari kedalam situasi yang baru.
4) Analisis
Analisis
adalah
kemapuan
menguraikan
atau
menjabarkan
sesuatu kedalam komponen-komponen, sehingga susunannya dapat
dimengerti. Analisis merupakan kecakapan komplek.
Dengan analisis
diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif.
5) Sintesis
Kemampuan sintesis menunjukkan upaya menghimpun bagian
kedalam suatu keseluruhan.
Jadi kemampuan ini merupakan upaya
merumuskan suatu pola baru berdasarkan berbagai informasi dan fakta.
6) Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan membuat penilaian
terhadap sesuatu berdasarkan pada maksud atau kriteria tertentu.
b. Aspek Afektif
Aspek afektif berkaitan dengan sikap, nilai- nilai, apresiasi, dan
penyusunan perasaan sosial. Aspek afektif terbagi dalam beberapa tingkatan
yaitu:
1) Kemapuan menerima
Merupakan keinginan untuk memperhatikan sutu gejala atau
rangsangan tertentu
2) Kemampuan menanggapi
Menunjukkan partisipasi aktif pada kegiatan tertentu, seperti
menyelesaikan PR, mengikuti diskusi, atau menolong orang lain
3) Berkeyakinan
Hal ini berkaitan dengan penerimaan nilai tertentu pada diri
individu. Seperti menunjukkan kepercayaan pada sesuatu, apresiasi
terhadap sesuatu, sikap ilmiah,atau kesungguhan kerja untuk melakukan
suatu peningkatan.
23
4) Penerapan karya
Penetapan karya berkaitan dengan penerimaan nilai yang berbedabeda berdasarkan
pada
suatu
nilai
yang
lebih
tinggi
seperti
memahami, menerima kelebihan dan kekurangan, serta menyadari
peranan perencanaan dalam pemecahan masalah.
5) Ketekunan dan ketelitian
Pada taraf ini individu sudah memiliki system nilai, selalu
menyelaraskan perilakunya sesuai dengan system nilai tertentu, seperti
obyektif terhadap segala hal.
Hasil belajar dari aspek kognitif dan aspek afektif sebenarnya tidak berdiri
sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan
seseorang yang berubah tingkat kognisinya, dalam kadar tertentu telah berubah
pula sikap dan perilakunya. Sedangkan Winkel (1991:161) mengemukakan hasil
belajar adalah penilaian pendidikan tentang kemauan siswa yang berkenaan
dengan materi pelajaran yang telah dikuasai.
Hasil belajar tidak akan pernah
diperoleh selama seseorang tidak melakukan kegiatan pembelajaran.
Dengan
demikian untuk memperoleh hasil belajar siswa harus melakukan kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan definisi mengenai hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan tolak ukur keberhasilan kegiatan belajar mengajar yang
terwujud dari perubahan kemampuan dan tingkah laku. Hasil belajar pada
hakikatnya menggambarkan tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran.
Hasil belajar dapat menggambarkan penguasaan peserta didik terhadap suatu
materi pembelajaran, selain sebagai umpan balik bagi guru dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran.
6. Materi Pembelajaran
Pada penelitian ini materi pembelajaran yang akan diajarkan yaitupada
kompetensi dasar Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika
Hidrosferpada pokok bahasan perairan darat dan perairan lautseperti pada daftar
materi pembelajaran berikut :
24
Tabel 2.1. Materi Pembelajaran
Kompetensi
Materi Pembelajaran
Dasar
Menganalisis
1. Siklus Air
2. Perairan darat dan potensinya :
hubungan
a. Sungai
anatara manusia
b. Daerah
Aliran
Sungai
dan lingkungan
(DAS)
akibat dari
c. Danau
dinamika
d. Rawa
hidrosfer.
e. Air tanah
3. Perairan laut dan potensinya :
a. Jenis-jenis laut
b. Morfologi dasar laut
c. Arus laut
d. Zona laut indonesia
e. Pantai dan Pesisir
Indikator
1. Menjelaskan siklus
hidrologi
2. Menganalisis pola aliran
sungai
3. Menganalisis karakteristik,
masalah dan upaya dalam
pelestarian DAS
4. Mengidentifikasikan
manfaat perairan darat
5. Mengklasifikasikan jenisjenis laut
6. Mengidentifikasikan
morfologi dasar laut
7. Mengidentifikasikan
keadaan fisik air laut
8. Mendeskripsikan perairan
wilayah laut Indonesia
Sumber : Silabus Mata Pelajaran Geografi SMA Kelas X Semester 2
B. Penelitian yang Relevan
Suwatik (Skripsi,2010). Judul Penelitian : Penerapan Metode Numbered
Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Geografi
Pada Kompetensi Dasar Mennganalisis Hidrosfer Dan Dampaknya Terhadap
Kehidupan Di Muka Bumi Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 6 Surakarta Tahun
2009/2010. Jenis penelitian tersebut merupakan penelitian tindakan kelas
(PTK).Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kritis
dan analisis deskriptif komparatif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) Hasil belajar
pada siklus I menunjukkan bahwa penerapan metode NHT dalam pembelajaran
geografi belum mampu meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan indikator
keberhasilan penelitian, ditunjukkan hasil belajar siswa yang baru mencapai 63%
dan minat siswa baru mencapai 71%. Hasil penelitian siklus II menunjukkan
bahwa penerapan NHT dalam pembelajaran geografi dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dan telah mencapai target keberhasilan penelitian, ditunjukkan hasil
25
belajar siswa telah mencapai 86% dan minat siswa mencapai 83% dari jumlah
siswa. (2) Hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II meningkat 23% (siklus I =
63% dan siklus II = 86%) , Minat belajar siswa meningkat 12% (siklus I = 71%
dan siklus II = 83%), hal ini menunjukkan bahwa penerapan metode Numbered
Heads Together yang kemudian disertai dengan media google earth dapat
meningkatkan hasil belajar siswa sesuai indikator keberhasilan penelitian.
Dewi Kurniawati (Skripsi,2010). Judul Penelitian : Upaya Meningkatkan
Kemandirian Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Model
Cooperative Learning Tipe Kepala Bernomor Terstruktur Pada Siswa SMP N 2
Sewon Bantul Tahun Ajaran 2010/2011. Penelitian tersebut merupakan penelitian
tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif antara guru dan peneliti.
Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, siklus pertama terdiri dari lima
pertemuan sedangkan siklus kedua terdiri dariempat pertemuan. Instrumen dalam
penelitian ini berupa lembar observasi, pedoman wawancara, lembar angket,
catatan lapangan, angket, wawancara, tes tertulis, dan dokumentasi.Data yang
diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif pada setiap siklusnya.
Kesimpulan
setelah
pelaksanaan
penelitian
tindakan,
yaitu
(1)
pembelajaran tipe Kepala Bernomor Terstuktur yang dapat meningkatkan
kemandirian belajar siswa dalam penelitian tersebut dilakukan dalam empat tahap,
yaitu penomoran, penugasan, diskusi kelompok, dan presentasi.Tahap penomoran
dimaksudkan untuk mempermudah koordinasi pembagian tugas pada siswa.Tahap
penugasan dimaksudkan agar siswa memiliki tanggung jawab perseorangan.Pada
tahap diskusi dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa menjalin
komunikasi berupa gagasan matematis dengan anggota kelompoknya.Tahap
presentasi dimaksudkan agar siswa memiliki ketrampilan dlam menyampaikan
hasil diskusinya dengan menggunakan bahasanya sendiri. (2) pelaksanaan
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran tipe Kepala Bernomor
Terstruktur dikelas VIII D SMPN 2 Sewon dapat meningkatkan kemandirian
belajar siswa, hal ini ditunjukkan dari : (a) pada lembar observasi kemandirian,
rata-rata kemandirian belajar siswa mengalami peningkatan dari 63,57% di siklus
I menjadi 81,34% di siklus II ; (b) pada lembar angket, rata-rata kemandirian
26
belajar siswa mengalami peningkatan dari 66,82% di siklus I menjadi 73,11% di
siklus II ; (c) hasil wawancara dengan guru dan siswa menunjukkan bahwa
dengan model pembelajaran Kepala Bernomor Terstruktur, siswamerasa senang
belajar menggunakan model pembelajaran Kepala Bernomor Terstuktur karena
dengan berdiskusi siswa merasa lebih mudah menyelesaikan tugas, terlatih dalam
menyampaikan gagasan matematis, terjalin ketergantungan positif, dan siswa
memiliki tanggung jawab perseorangan.
Siti Kuntari (Skripsi, 2012). Judul : Efektivitas Penggunaan Model
Pembelajaran Quantum Teaching terhadap Hasil Belajar IPS Geografi pada Pokok
Bahasan Litosfer Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Kerjo Karanganyar Tahun Ajaran 2010/2011. Tujuan penelitian tersebut adalah
untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh pengunaan model mengajar antara
Quantum Teaching dengan metode mengajar ceramah tanya jawab terhadap hasil
belajar siswa dalam mata pelajaran geografi pada pokok bahasan Litosfer SMA
Negri 1 Kerjo Karanganyar. (2) Perbedaan hasil belajar berdasarkan tingkat
motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran geografi pada pokok bahasan Litosfer
SMA Negri 1 Kerjo Karanganyar .(3) Perbedaan antara penggunaan model
pembelajaran terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran geografi pada
pokok bahasan Litosfer dengan memperhatikan motivasi belajar SMA Negri 1
Kerjo Karanganyar. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen.Populasinya
adalah seluruh siswa kelas X SMA Negri 1 Kerjo Karanganyar tahun ajaran
2010/2011.Sampel diambil dengan teknik acak sederhana. Sampel yang terpilih
adalah kelas X2 dan kelas X6 .Teknik pengumpulan data hasil belajar siswa
menggunakan teknik tes dalam bentuk tes obyektif pilihan ganda.Teknis analisis
data yang digunakan adalah ANAVA dua jalan pada taraf signifikasi 5%. Hasil
Penelitian menunjukkan : (1) Ada perbedaan pengaruh penggunaan metode
Quantum Teaching dan ceramah Tanya Jawab terhadap kemampuan kognitif
siswa pada pokok bahasan Litosfer siswa SMA Negri 1 Kerjo Karangannyar. (2)
Ada perbedaan pengaruh antara motivasi tinggi dan motivasi rendah terhadap
kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Litosfer siswa SMA Negri 1
Kerjo Karanganyar. (3) Ada interaksi pengaruh penggunaan model pembelajaran
27
dan motivasi siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan
Litosfer siswa SMA Negri 1 Kerjo Karangannyar.
28
Tabel 2.2. Penelitian Relevan
NAMA
Suwatik
2010
Dewi Kurniawati
2010
Upaya
Meningkatkan
Kemandirian Belajar Siswa
Dalam
Pembelajaran
Matematika Melalui Model
Cooperative Learning Tipe
Kepala Bernomor Terstruktur
Pada Siswa SMP N 2 Sewon
Bantul
Tahun
Ajaran
2010/2011
Siti Kuntari
2012
Efektivitas Penggunaan
Model
Pembelajaran
Quantum
Teaching
terhadap Hasil Belajar
IPS Geografi pada Pokok
Bahasan Litosfer Ditinjau
dari Motivasi Belajar
Siswa Kelas X SMA
Negeri
1
Kerjo
Karanganyar
Tahun
Ajaran 2010/2011
Ikrimah Putri Enika
2015
Penerapan Model Kooperatif
Tipe
Numbered
Head
Together
(NHT)
Untuk
Meningkatkan Kemandirian
Belajar dan Motivasi Belajar
Peserta Didik
( Pokok Bahasan Hubungan
Manusia dan Lingkungan
Akibat Dinamika Hidrosfer
Kelas X IIS-1 MAN 2
Surakarta
Tahun
Ajaran
2014/2015 )
Judul
Penerapan
Metode
Numbered Heads Together
(NHT) Untuk Meningkatkan
Minat dan Hasil Belajar
Geografi Pada Kompetensi
Dasar
Mennganalisis
Hidrosfer Dan Dampaknya
Terhadap Kehidupan Di
Muka Bumi Siswa Kelas X-2
SMA Negeri 6 Surakarta
Tahun 2009/2010
Tujuan
1) Untuk
mengetahui 1) Untuk
meningkatkan 1) Perbedaan
pengaruh 1) Meningkatkan kemandirian
peningkatan minat belajar
pengunaan
model
belajar peserta didik kelas X
kemandirian belajar siswa
geografi siswa kelas X-2
mengajar
antara
IIS-1 MAN 2Surakarta
dalam
pembelajaran
SMA Negeri 6 Surakarta
Quantum
Teaching
Tahun
Ajaran
matematika
melalui
tahun pelajaran 2009/2010
dengan
metode
2014/2015melalui penerapan
Cooperative Learning tipe
dengan
menggunakan
mengajar
ceramah
model
kooperatif
tipe
Kepala
Bernomor
metode Numbered Heads
tanya jawab terhadap
Numbered Heads Together
Terstruktur pada siswa kelas
Together (NHT)
hasil belajar siswa
(NHT) pada pokok bahasan
dalam
mata
pelajaran
Hubungan Manusia dan
VIII D SMP N 2 Sewon.
2) Untuk
mengetahui
geografi pada pokok
Lingkungan
Akibat
peningkatan hasil belajar
bahasan Litosfer SMA
Dinamika Hidrosfer.
28
29
geografi siswa kelas X-2
SMA Negeri 6 Surakarta
tahun pelajaran 2009/2010
dengan
menggunakan
metode Numbered Heads
Together (NHT) yang
kemudian disertai dengan
media google earth dapat
meningkatkan hasil belajar
siswa sesuai indikator
keberhasilan penelitian.
Metode
Penelitian
Teknik
Analisis Data
Hasil
Penelitian
PTK
PTK
Analisis deskriptif komparatif Deskriptif kualitatif
Negri
1
Kerjo
Karanganyar.
2) Meningkatkan
motivasi
2) Perbedaan hasil belajar
belajar peserta didik kelas X
berdasarkan
tingkat
IIS-1 MAN 2 Surakarta
motivasi belajar siswa
Tahun Ajaran 2014/2015
dalam mata pelajaran
melalui penerapan model
geografi pada pokok
kooperatif tipe Numbered
bahasan Litosfer SMA
Heads Together (NHT) pada
Negri
1
Kerjo
pokok bahasan Hubungan
Karanganyar .
Manusia dan Lingkungan
3) Perbedaan
antara
Akibat Dinamika Hidrosfer.
penggunaan
model
pembelajaran terhadap
hasil belajar siswa
dalam mata pelajaran
geografi pada pokok
bahasan
Litosfer
dengan memperhatikan
motivasi belajar SMA
Negri
1
Kerjo
Karanganyar.
Eksperimen
PTK
ANAVA dua jalan
Deskriptif Kualitatif
Hasil belajar siswa dari siklus Pelaksanaan
pembelajaran 1) Ada
perbedaan
I ke siklus II meningkat 23% matematika dengan model
pengaruh penggunaan
(siklus I = 63% dan siklus II = pembelajaran
tipe
Kepala
metode
Quantum
29
30
86%) , Minat belajar siswa
meningkat 12% (siklus I =
71% dan siklus II = 83%), hal
ini
menunjukkan
bahwa
penerapan metode Numbered
Heads
Together
yang
kemudian disertai dengan
media google earth dapat
meningkatkan hasil belajar
siswa
sesuai
indikator
keberhasilan penelitian.
Bernomor Terstruktur dikelas
Teaching dan ceramah
VIII D SMPN 2 Sewon dapat
Tanya Jawab terhadap
meningkatkan
kemandirian
kemampuan kognitif
belajar
siswa,
hal
ini
siswa pada pokok
ditunjukkan dengan adanya
bahasan Litosfer siswa
peningkatan pada
lembar
SMA Negri 1 Kerjo
observasi, angket dan hasil
Karangannyar.
wawancara dengan guru dan 2) Ada
perbedaan
siswa menunjukkan bahwa
pengaruh
antara
dengan model pembelajaran
motivasi tinggi dan
Kepala Bernomor Terstruktur,
motivasi
rendah
siswa merasa senang karena
terhadap kemampuan
dengan berdiskusi siswa merasa
kognitif siswa pada
lebih mudah menyelesaikan
pokok bahasan Litosfer
tugas,
terlatih
dalam
siswa SMA Negri 1
menyampaikan
gagasan
Kerjo Karanganyar.
matematis,
terjalin 3) Ada interaksi pengaruh
ketergantungan positif, dan
penggunaan
model
siswa memiliki tanggung jawab
pembelajaran
dan
perseorangan.
motivasi
siswa
terhadap kemampuan
kognitif siswa pada
pokok bahasan Litosfer
siswa SMA Negri 1
Kerjo Karangannyar.
30
31
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran teacher centered yang membuat peserta didik kurang
berkembang dan cenderung pasif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini berdampak
pada kurangnya kemandirian belajar peserta didik,rendahnya motivasi belajar
peserta didik dan rendahnya hasil belajar, sehingga perlu adanya perubahan yang
dapat merubah sistem pembelajaran tersebut menjadi lebih memberdayakan
peserta didik. Oleh karena itu, perlu diterapkan model pembelajaran untuk
mengubah proses pembelajaran peserta didik agar lebih interaktif antar guru dan
peserta didik.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dapat
memberdayakan
peserta
didik,
lebih
menekankan
pada
kerjasama,
mengembangkan potensi peserta didik sehingga dapat meningkatkan kemandirian
belajar, motivasi belajar dan hasil belajar. Pada model pembelajaran kooperatif
terdapat salah satu tipe pembelajaran yaitu Numbered Head Together (NHT).Tipe
ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk saling bertukar pikiran, ide
untuk menemukan jawaban yang tepat untuk setiap soal yang diberikan.Model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dicoba peneliti
untuk diterapkan pada peserta didik kelas X IIS-1 MAN 2 Surakarta dalam
pembelajaran geografi pokok bahasan Hubungan Manusia Dan Lingkungan Akibat
Dinamika Hidrosfer dikarenakan metode ini merupakan suatu aktivitas yang
mendorong peserta didik untuk berfikir dalam satu tim dan berani tampil mandiri
selain itu bertujuan untuk meningkatkan kemandirian belajar,motivasi belajar serta
hasil belajar geografi.
32
Kondisi
Sebelum Penelitian
1. Pembelajaran
Kondisi Setelah
Tindakan
Penelitian
Penggunaan model
Teacher Centered.
kooperatif tipe Numbered
2. Rendahnya motivasi
Head Together (NHT)
dalam melakukan
untuk meningkatkan
1. Penerapan
model kooperatif
tipe Numbered
pembelajaran.
kemandirian belajar dan
Heads Together
3. Rendahnya hasil
motivasi belajar peserta
(NHT) dapat
belajar peserta didik.
didik
meningkatkan
1) kemandirian
belajar,
Kurangnya motivasi dan
Siklus I
belajar dan
kurangnya kesiapan peserta
didik dalam melakukan
3) Hasil Belajar
pembelajaran menyebabkan
rendahnya pemahaman
Siklus II
didik dalam proses
MAN 2
pembelajaran berdampak
Keterangan :
Peserta didik
kelas X IIS-1
materi dan pasifnya peserta
pada hasil belajar.
2) motivasi
Siklus N
: Jika tindakan sudah tercapai
: Jika tindakan belum tercapai
Gambar 2.1. Bagan Kerangaka Berpikir
Surakarta
33
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir, hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah penerapan model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat
meningkatkan kemandirian belajar, motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik
kelas X IIS-1 MAN 2 Surakarta tahun ajaran 2014/2015.
Download