paksi jurnal

advertisement
Indonesian Student Association in Malaysia
PAKSI
JURNAL
Artikel
Mengunyah halia menyah penyakit
Harliansyah*
Jabatan Biokimia, Fakulti Perubatan, Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600 UKM Bangi,
43600 UKM Bangi, Selangor Darul Ehsan, Malaysia
Abstrak
Buah-buahan menunjukkan sifat antioksidan yang mampu melindungi sel-sel tubuh terhadap kerusakan oksidatif.
Mekanisme pemutusan rantai radikal bebas, pengaktifan enzim-enzim antioksidan maupun penghambatan
peroksidasi lipid di dalam sel, merupakan fungsi utama antioksidan. Halia yang bersifat antioksidan, telah dipilih
sebagai bahan obat tradisionil untuk penanggulangan maupun pengobatan beberapa penyakit. © 2005 The
Malaysia Indonesian Student Association. All rights reserved
Katakunci: antioksidan; radikal bebas; halia.
Pendahuluan
Penelitian senyawa kimia bahan alam (fitokimia)
telah banyak dilakukan serta memberikan informasi
terhadap hasanah kesehatan melalui aspek biokimia
molekular, fito farmakologi dan botani. Beberapa
aspek tadi dapat ditunjukkan melalui sifat antioksidan
dan inflamasi (anti radang), anti kanker serta anti
mutagenik (Bode, et al. 2001).
Masyarakat di Asia tenggara seperti Indonesia,
Malaysia dan Thailand telah banyak mengenal serta
memanfaatkan tanaman obat untuk kegunaan bahan
penyedap, pengawet makanan juga pengobatan
beberapa penyakit.
———
*
Corresponding author; e-mail: [email protected].
Halia atau jahe (Zingiber officnale Roscoe) yang
terhimpun di dalam famili Zingiberaceae merupakan
herba perasa makanan yang telah dikenal di seluruh
pelosok dunia. Tanaman ini tumbuh di wilayah tropis
maupun sub tropis. Tanaman halia memiliki rizoma
bertuber yang tumbuh secara horizontal. Rizoma ini
memberikan aroma khas dan terasa pedas.
Selama lebih dari dua abad, bangsa Cina telah
memanfaatkan halia sebagai obat penghangat badan,
anti mual, menambah gairah sexual, melegakan
gangguan pencernaan, mengurangi pendarahan bagi
wanita yang mengalami masa haid serta sebagai anti
reumatik. Kajian ilmu kedokteran tradisionil India
menyebutkan bahwa, halia dapat mengobati penyakit
jantung, mengurangi kadar total kolesterol darah serta
menghindari radang sendi.
Indonesian Student Association in Malaysia
Di Indonesia dan Malaysia, halia juga banyak
dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman.
Sop halia, minuman bandrek maupun jamu “ tolak
angin” yang berisi campuran madu, telur dan halia
banyak
dikonsumsi
masyarakat
untuk
menghangatkan tubuh, memulihkan kesehatan badan
serta mengeluarkan darah kotor.
Bangsa Arab pula telah mengenal halia sebagai
obat pembangkit syahwat, mencegah gigitan serangga
dan melindungi tubuh dari rasa dingin. Di negaranegara Eropa, halia diyakini sebagai anti bakteri, anti
jamur, anti bisul dan menghilangkan rasa nyeri pada
persendian. Perhimpunan Kedokteran Asia telah pula
menetapkan bahwa, halia dapat mencegah penyakit
asma, obat sakit perut, anti mual bahkan sebagai
penambah keperkasaan pria (Kemper, 1999. Young et
al, 2002).
93
berpasangan tadi akan bergabung membentuk ikatan
kovalen. Contohnya pada pembentukan peroksinitrit
dari anion superoksid dan nitrit oksida (Halliwell,
1994).
Gambar 2. Beberapa senyawa aktif halia
O2.- + NO. → ONOO-
Gambar 1. Tanaman Zingiber officinale Roscoe
Rizoma halia diyakini menghasilkan sejumlah
senyawa kimia seperti protein, lemak, serat,
karbohidrat, mineral (kalsium, magnesium, kalium
dan fosfor), vitamin (A, B dan C). Aroma halia
sebagian besar disumbangkan oleh minyak atsiri (13%). Oleoresin (campuran minyak atsiri dan resin )
mengandung senyawa-senyawa fenilalkil keton
seperti gingerol, shogaol, paradol, gingediol,
gingerdion dan juga gingerenon (Kemper, 1999).
Radikal bebas
Elektron-elektron mengedari atom pada ruang orbital
tertentu, di mana setiap ruang orbital mengandung
dua elektron atau lebih dengan arah yang berlawanan.
Suatu radikal bebas dapat dinyatakan sebagai spesi
tidak bersandar serta hanya berisi satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan. Spesi radikal bebas
ini dapat bereaksi dengan beberapa cara. Misalnya,
jika dua radikal bertemu maka elektron yang tidak
Radikal bebas ditemukan baik melalui faktor
eksogen maupun endogen serta mempengaruhi
kehidupan sel (Young dan Woodsite, 2001).
Umumnya yang dikenal sebagai spesi oksigen reaktif
(ROS) adalah radikal bebas dan kelompok non
radikal. Kelompok radikal bebas terdiri dari .O2(superoksid), HO2- (hidroperoksil), .OH (hidroksil),
L(R)OO. (peroksil) serta NO. (nitrit oksid).
Sedangkan yang non radikal antara lain ONOO(peroksi nitrit), -OCl (hipoklorit), 1 O2 (oksigen
singlet), L(R)OOH (hidroperoksida) dan H2O2 (
hidrogen peroksida) (Abuja & Albertini, 2001).
Sasaran utama reaksi radikal bebas di dalam sel
adalah ikatan-ikatan rangkap dari lipida yang terdapat
di dalam membran sel. Akibatnya fluiditas membran
akan berkurang dan sederetan reseptor selular akan
berkurang. Serangan radikal bebas juga dapat
menimbulkan penumpukan kalsium dan lipofusin.
Radikal bebas dapat pula menjadikan enzim dan
protein thiol (-SH) tidak aktif dengan cara
pembentukan ikatan silang, maupun denaturasi.
Akibatnya sintesis dan degradasi protein terganggu.
Jika radikal bebas menyerang asam-asam nukleat,
akan menimbulkan gangguan terhadap molekul DNA
yang berakibat terbentuknya mutasi basa-basa
94
Indonesian Student Association in Malaysia
nitrogen serta berakhir dengan pembentukan
karsinogenesis.
Beberapa
pembahasan
mutahir
tentang
mekanisme terjadinya penyakit, mensinyalir bahwa
stres oksidatif dan radikal bebas sangat berpengaruh
keberadaannya (McCord,2000).
Gambar 3. Interaksi spesi oksigen reaktif (ROS)
terhadap biomolekul di dalam sel (Mates & Gomez
(1999)
Gambar 4. Beberapa penyakit yang dipengaruhi
stres oksidatif.
Antioksidan
Meningkatnya akumulasi dari ROS dapat
menimbulkan toksisitas bahkan kematian sel
(Ivanova & Ivanov, 2000). Seperti halnya radikal
bebas yang dihasilkan dari pelbagai sel dalam jumlah
yang sedikit, maka keberadaan antioksidan di dalam
tubuh juga diharapkan untuk mengimbangi reaksi
radikal bebas. Antioksidan bertindak melalui
mekanisme pemutusan rantai radikal bebas,
detoksifikasi serta mengaktifkan enzim-enzim
antioksidan (superoksid dismutase, katalase, glutation
peroksidase) termasuk kadar glutation reduksi
(GSH).
Superoksid dismutase (SOD) adalah enzim yang
mengaktivasi reaksi dismutasi dari anion superoksid
untuk membentuk hidrogen peroksida. Sebaliknya
katalase akan melindungi sel secara langsung,
melalui dekomposisi hidrogen peroksida menjadi air.
Adanya siklus glutation, juga mengeleminir hidrogen
peroksida menjadi air dengan bantuan enzim
glutation peroksidase (GPx). Enzim-enzim SOD,
katalase dan GPx merupakan antioksidan endogen
yang sangat penting di dalam tubuh manusia maupun
hewan (Ivanova & Ivanov,2000. Harris, 1992).
Di dalam individu yang sehat, sistem antioksidan
mampu melindungi jaringan tubuh dari serangan
radikal bebas. Dalam hal ini, ada tiga kelompok
antioksidan yang berperan. Antioksidan primer
seperti SOD, GPx, seruloplasmin, transferin dan
ferritin berfungsi untuk mencegah terbentuknya
radikal bebas yang baru. Antioksidan sekunder
seperti vitamin E, vitamin C, β-karoten, asam urat,
bilirubin dan albumin akan memutus jalur
pembentukan reaksi rantai dari radikal bebas.
Sedangkan antioksidan tersier seperti enzim-enzim
yang memperbaiki DNA dan metionin sulfoksida
reduktase berfungsi untuk memperbaiki struktur sel
yang rusak akibat serangan radikal bebas tadi (Frei,
1994).
Namun begitu, sistem antioksidan di dalam
tubuh dapat mengalami defisiensi sebagai akibat
sejumlah keadaan, seperti polusi, radiasi sinar-x
rendahnya kualitas makanan yang mengandung
antioksidan, penyakit yang mengurangi absorpsi
makanan yang berisi antioksidan (penyakit Crohn’s),
total parenteral nutrisi maupun penderita dialisis
ginjal.
Indonesian Student Association in Malaysia
Dalam kondisi seperti ini maka sistem
antioksidan akan menjadi penentu untuk melindungi
tubuh dari serangan radikal bebas. Sebagai hasilnya
jika radikal bebas lebih banyak dan terakumulasi
dalam tubuh, maka sangat berpeluang menimbulkan
penyakit yang lebih kronis seperti serangan jantung,
kencing manis, kanker, katarak bahkan penuaan.
Beberapa studi dan penelitian tentang radikal
bebas menyatakan bahwa, status antioksidan dapat
ditingkatkan melalui penyediaan bahan makanan
tambahan (suplemen) untuk mengurangi beberapa
resiko penyakit yang terjadi akibat radikal bebas tadi
(Ferguson, et al., 2004).
Suplemen antioksidan telah banyak digunakan
untuk memperlambat proses penuaan, mencegah
pelbagai penyakit degeneratif serta mengurangi efek
samping obat anti kanker. Namun begitu, kelebihan
antioksidan dapat merugikan karena sesungguhnya
radikal bebas juga mempunyai fungsi perlindungan
tubuh.
Gambar 5. Keseimbangan radikal bebas-antioksidan
sangat diperlukan di dalam tubuh.
ROS juga merupakan mediator penting dalam
menangkis kuman dan benda asing dari tubuh, reaksi
detoksifikasi serta apoptosis (pemicu kematian) sel
kanker dan sel lain yang berbahaya. Kelebihan
antioksidan justeru mengganggu peranan ROS tadi
dalam menjaga kesehatan serta mempengaruhi
aktivitas terapeutik obat anti kanker yang mematikan
sel kanker lewat jalur apoptosis (Gosslau & Chen,
2004).
Dalam hal ini, radikal bebas maupun sistem
antioksidan sama-sama bagai “pisau bermata dua”.
Masing-masing memiliki manfaat dan mudharatnya.
Selain keduanya terdapat di alam, juga diproduksi di
dalam tubuh manusia dan hewan.
ROS bersifat oksidatif dan mampu merusakkan
struktur dan fungsi DNA sehingga menimbulkan
95
mutasi dan kanker (Das, 2002). Sebaliknya suplemen
antioksidan seperti vitamin C, vitamin E dan βkaroten yang banyak terdapat dalam sayuran dan
buah-buahan dapat dipakai untuk mencegah penyakit
degeneratif termasuk kanker.Sejauh ini, belum ada
data yang melaporkan seberapa besar kadar radikal
bebas yang berbahaya dan mampu merusak DNA,
serta berapa kadar antioksidan yang aman
dikonsumsi.
Kebutuhan antioksidan untuk setiap orang sangat
berbeda, dan sejauh ini antioksidan yang berasal dari
sayuran dan buah-buahan cukup aman untuk
dikonsumsi. Walau begitu, perlu penelitian yang
berkesinambungan untuk memeriksa kadar radikal
bebas terhadap populasi manusia sehat.
Pokok masalah
Halia sebagai antioksidan dan anti kanker
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa salah
satu faktor penyebab terjadinya penyakit-penyakit
degenera-tif dan kanker adalah akumulasi dari radikal
bebas. Radikal-radikal ini dapat merusak struktur dan
fungsi biomolekul di dalam sel seperti protein , lipida
dan asam nukleat. Perubahan struktur dan fungsi ini
akan memberikan efek karsinogenesis bahkan
mutagenesis terhadap sel normal.
Disamping itu penggunaan zat-zat khemoterapi
untuk menekan pertumbuhan kanker sekarang ini,
menjadi perhatian yang serius karena dapat menekan
pertumbuhan sel normal atau reaksi metabolik, maka
melalui penelitian beberapa tanaman obat seperti
halia, diharapkan mampu menjawab masalah tadi.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa, halia
bersifat antioksidan dan sekaligus sebagai anti kanker
(Surh, 1999. Surh, 2002).
Gingerol yang merupakan salah satu senyawa
aktif dalam oleoresin halia, dikenal bersifat
antioksidan (Jeyakumar, 1999), inhibitor xantin
oksidase, suatu enzim penghasil anion superoksid
(Chang, 1994). Efek anti tumor halia, dapat diketahui
dari sejumlah penelitian seperti penghambatan 12-Otetradekanoil porbol-13-asetat (TPA), suatu ester
porbol yang menginduksi virus Epstein-Barr pada sel
raji (Vimala, 1999). Halia juga bersifat sitotoksik
terhadap sel leukemia, HL-60 (Lee & Surh, 1998).
Ekstrak etanol halia mampu menginhibisi enzim
ornitin
dekarboksilase,
siklooksigenase
dan
lipoksigenase pada kulit tikus Sencar (Katiyar, et al.
96
Indonesian Student Association in Malaysia
1996. Kiuchi, et. al.1992). Paradol yang berasal dari
rizoma halia berhasiat sebagai anti mikroba dan
analgesik (Oloke, 1989. Young, 2005)
Harliansyah dkk juga sedang melakukan
penelitian dan mendapatkan bahwa, ekstrak halia
mampu bersifat sitotoksik terhadap sel-sel kanker hati
manusia (HLE,HLF,HepG2) secara in vitro melalui
penghambatan viabilitas, proliferasi sel dan
penginduksian apoptosis. Analisa viabilitas dan uji
toksisitas halia dilakukan dengan kaedah MTS dan
proliferasi esei BrdU, sedangkan analisa apoptosis
dilakukan dengan melihat peningkatan fragmentasi
DNA sel kanker serta aktivitas caspase 3 dan caspase
8 sebagai biomarker apoptosis (Harliansyah,
et.al.2004).
Kesimpulan
Potensi kimia bahan alam akan menjadi penting
di masa mendatang khususnya sebagai bahan baku
obat. Hal ini juga sebagai alternatif pengguaan obat
sintetik serta mengurangi efek samping yang dapat
ditimbulkan.
Radikal bebas merupakan faktor
pemicu yang mempengaruhi keadaan homeostasis
sel. Penyakit terjadi akibat akumulasi dari radikal
bebas serta keterbatasan antioksidan untuk
menekannya. Halia sebagai tumbuhan obat tradisionil
dapat bersifat sebagai antioksidan sekaligus dapat
dimanfaatkan sebagai bahan kemopreventif terhadap
penyakit-penyakit kronik.
Saran
Diharapkan menjadi perhatian orang ramai agar
senantiasa menanam, memelihara dan membudi
dayakan tanaman obat sebagai warisan yang harus
tetap terjaga. Masyarakat diharapkan selalu
mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan, yang
banyak mengandung antioksidan sebagai upaya
menjaga vitalitas tubuh dan terbebas dari efek radikal
bebas.
Daftar Pustaka
Bode, AM., Ma, WY., Surh, YJ., Dong, Z. 2001.
Inhibition of epidermal growth factor-induced
cell transformation and activator protein 1
activation by [6]-gingerol. Cancer Res.61 : 850853.
Young, HY., Chiang, CT., Huang, YL., Pan, FP.,
Chen, GL. 2002. Analytical and stability studies
of ginger preparations. J Food and Drug
Anal.10(3) : 145-153.
Halliwell, B. 1994. Free radicals, antioxidants and
human disease: curiosity, cause or consequence
?. The Lancet. 344: 721- 724.
Young, IS., Woodside, JV. 2001. Antioxidants in
health and disease. J Clin Pathol. 54: 176-186.
Abuja, PM., Albertini, R. 2001. Methods for
monitoring oxidative stress, lipid peroxidation
and oxidation resistance of lipoproteins. Clin
Chim Acta. 306 : 1-17.
McCord, JM. 2000. The evolution of free radicals
and oxidative stress. The American J of
Medicine. 108 (8) : 652-659.
Mates, JM., Gomez, CP., De Castro, IN. 1999.
Antioxidant enzymes and human diseases. Clin
Biochem. 32.(8) : 595-603.
Ivanova, E., Ivanov, B. 2000. Mechanisms of
extracellular antioxidant defend. Exp Pathol and
Parasitol. 4 : 49-59.
Harris, ED. 1992. Regulation of antioxidant enzymes.
Faseb J. 6 : 2675-2683.
Frei, B.,1994. Reactive oxygen species and
antioxidant vitamins : Mechanisms of action.
The Am J Med. 97 (suppl. 3A) : 5-13.
Ferguson, LR., Philpott, M., Karunasinghe, N. 2004.
Dietary
cancer
and
prevention
using
antimutagens. Toxicol. 198 : 147-159.
Gosslau, A., Chen, KY.2004. Nutraceuticals,
apoptosis and disease prevention. Nutrition. 20 :
95-102.
Das, UN. 2002. A radical approach to cancer. Med
Sci Monit. 84 : RA.79-82.
Surh, YJ. 1999. Molecular mechanisms of
chemopreventive effects of selected dietary and
medicinal phenolic substances. Mutation Res.
428 : 305-327.
Surh, YJ. 2002. Anti-tumor promoting potential of
selected spice ingredients with anti-oxidative and
anti-inflammatory activities : a short review.
Food and Chem Toxic.40 : 1091-1097.
Jeyakumar, S. Nalini, N., Venugopal, M. 1999.
Antioxidant activity of ginger in rats fed a high
fat diet. Med Sci Res. 27 : 341-344.
Indonesian Student Association in Malaysia
Chang, WS., Chang, YH., Lu, FI., and Chang,HC.
1994. Inhibitory effects of phenolics on xanthine
oxidase. Anticancer Res. 14 : 501-506.
Vimala, S., Norhanum, AW., Yadav ,M. 1999. Antitumor promoter activity in Malaysian ginger
rhizobia used in traditional medicine. Br J
Cancer. 80 : 110-116.
Lee, E., Surh, YJ. 1998. Induction of apoptosis in
HL-60 cells by pungent vanilloids, [6]-gingerol
and [6]-paradol. Cancer Lettr. 134 : 163-168.
Katiyar, SK., Agarwal, R., Mukhtar, H. 1996.
Inhibition of tumor promotion in SENCAR
mouse skin by ethanol extracts of Zingiber
officinale rhizome. Cancer Res. 56. 1023- 1030.
Kiuchi, F., Iwakami, S., Shibuya ,M., Hanaoka, F.,
Sankawa, M.1992. Inhibition of prostaglandin
97
and leukotriene biosynthesis by gingerols and
diarylheptanoids. Chem Pharm Bull. 40 : 387391.
Oloke, JK., Kolawole, DO., Erhun, WO. 1989.
Antimicrobial effectiveness of six paradol 1: A
structure activity relationship study. J
Etnopharmacol. 25 : 109-113.
Young, HY., Luo,YL., Cheng,HY., Hsieh, WC.,
Liao, JC., Peng, WH. 2005. Analgesic and antiinflammatory activities of [6]-gingerol. J
Ethnopharmacol. 96. 207-210.
Harliansyah., Murad, NA., Ngah, WZW., Anum,
YMY. 2004. Effects of Zingiber officinale on
proliferation and apoptosis of hepatoma, HepG2
cell line. Proc. 29th Annual Conference of the
Malaysian Soc. for Biochemistry and Mol Biol.
Download