Disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVII di Jakarta, 7

advertisement
Disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVII di Jakarta, 7-8 Desember 2009
UJI AKTIVITAS BIOLOGI SECARA BSLT DAN UJI SITOTOKSIK DENGAN
METODE MTT DARI EKSTRAK n-HEKSANA DAN EKSTRAK METANOL
DAUN KELADI TIKUS (Typhonium divaricatum (L) Decne)
Yunahara Farida1, Titiek Martati1, Bernard Edward1
1
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jagakarsa Jakarta 12640
Email : [email protected]
ABSTRAK
Tanaman keladi tikus (Typhonium divaricatum (L) Decne), familia Araceae. merupakan
jenis tanaman liar yang belum banyak dikenal oleh masyarakat. Beberapa hasil
penelitian menyebutkan bahwa ekstraknya telah dibuktikan dapat menyembuhkan
beberapa kasus penyakit antara lain kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah ekstrak n-heksana dan metanol dari daun keladi tikus mempunyai aktivitas
sitotoksik terhadap sel kanker payudara T-47D. Penelitian yang dilakukan meliputi
penapisan fitokimia, uji aktivitas biologi secara Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
dan uji aktivitas sitotoksik dengan metode MTT. Hasil penapisan fitokimia terhadap
serbuk dan ekstrak daun menunjukkan adanya flavonoid dan steroid/triterpenoid. Hasil
penelitian uji aktivitas biologi secara BSLT menunjukkan bahwa ekstrak metanol yang
paling aktif dengan nilai IC50 = 32,91 g/mL sedangkan n-heksana =126,21 g/mL.
Hasil uji aktivitas sitotoksik secara MTT, ekstrak n-heksana memiliki aktivitas terhadap
sel kanker payudara T-47D yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak metanol.dengan nilai
IC50 = 32,50 g/mL dan ekstrak metanol = 345,40 g/mL. Apabila dibandingkan
dengan cisplatin (IC50 3,07 g/mL) maka aktivitas sitotoksik cisplatin terhadap sel
kanker payudara T-47 D masih jauh lebih tinggi.
Kata kunci: Keladi tikus, Typhonium divaricatum (L) Decne), BSLT, sel kanker
payudara T-47 D, MTT
.
Disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVII di Jakarta, 7-8 Desember 2009
PENDAHULUAN
Saat ini pemanfaatan tumbuhan obat
untuk mengobati berbagai jenis
penyakit semakin disukai masyarakat
karena jarang menimbulkan efek
samping yang tidak diinginkan, salah
satunya adalah untuk terapi kanker.
Penyakit kanker dikenal sebagai
penyakit yang sukar disembuhkan dan
dapat menyebabkan kematian, sehingga
hal mi merupakan masalah yang sulit
dalam bidang pengobatan. Walaupun
telah cukup banyak ditemukan obat
kemoterapi untuk terapi kanker. namun
hasilnya belum memuaskan, disamping
kurang selektif dalam penggunaan obat
yang ada, juga ditemukan efek samping
yang cukup besar dan obat tersebut.
Akibatnya mendorong masyarakat
banyak melakukan pengobatan dengan
menggunakan bahan alam atau obat
tradisional. salah satunya adalah
tanaman keladi tikus (Typhonium
divaricatum (L) Decne).
Tanaman keladi tikus (Typhonium
divaricatum (L) Decne), familia
Araceae. merupakan salah satu jenis
tanaman liar yang belum banyak
dikenal oleh masyarakat. Secara
empiris,
masyarakat
Indonesia
menggunakannya untuk mengobati
penyakit kanker/tumor. Beberapa hasil
penelitian
menyebutkan
bahwa
ekstraknya telah dibuktikan dapat
menyembuhkan
beberapa
kasus
penyakit antara lain kanker. Selain itu
ekstrak etanol dan kloroform dan daun
dan umbi keladi tikus ternyata
mempunvai aktivitas penghambatan
pertumbuhan
sel
lestari
tumor.
Mengingat potensi tanaman obat asli
Indonesia yang cukup besar maka
penelitian terhddap tanaman keladi tikus
(Typhonium divaricatum (L) Decne)
perlu dikembangkan dengan cara
melakukan ekstraksi dan diuji toksisitas,
dan aktivitas sitotoksik terhadap sel
kanker payudara.
BAHAN DAN METODE
BAHAN. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun keladi tikus
yang diperoleh dari Balittro, Bogor dan
dideterminasi di Herbarium Bogoriense,
Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor.
Bahan kimia: n-heksana, metanol, HCl,
amil alkohol, eter, asam asetat anhidrat,
H2SO4, telur Artemia salina Leach,
garam tanpa iodium, DMSO, Sel kanker
payudara T-47D, cisplatin, RPMI
(Roswell Park Memorial Institute)
1640, FBS (Fetal Bovine Serum),
penisilin-streptomisin, MTT (3-(4,5dimethylthiazol-2-yl)-2,5diphenyltetrazolium bromide), PBS (Phosphat
Bufferd Salina), SDS (Sodium Dodesil
Sulfat), biru tripan, tripsin, air suling
steril, etanol.
Rotary evaporator, Orbital shaker,
tempat penetasan telur artemia, Lampu
TL, Labu kultur jaringan 25 mL, pelat
kultur jaringan 96 sumuran, LAF
cabinet (Laminar Air Flow Biological
Safety Cabinet), inkubator sel dengan
aliran CO2 5%, tangki nitrogen cair, alat
sentrifuge,
mikropipet (Eppendorf),
timbangan
analitik,
mikroskop,
hemositometer, ELISA plate reader,
alat-alat gelas.
METODE. Daun keladi tikus dibuat
serbuk,
kemudian
di
maserasi
menggunakan metanol dan di partisi
menggunakan n-heksana sehingga di
dapat ekstrak n-heksana. Sisa hasil
partisi diuapkan dan didapatkan ekstrak
metanol. Penapisan fitokimia dilakukan
dengan cara mengidentifikasi senyawa
Disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVII di Jakarta, 7-8 Desember 2009
kimia yang terdapat dalam serbuk dan
ekstrak.
Pengujian aktivitas biologi secara
BSLT (Brine Shrimp Lethality Test).
Terhadap ekstrak n-heksana dan
metanol dilakukan uji toksisitas
berdasarkan metode Meyer et.al. (1982)
menggunakan telur Artemia salina
Leach. Mula-mula telur Artemia salina
ditetaskan didalam air laut buatan (38 g
garam tanpa iodium dalam 1000 mL air
biasa) di bawah lampu TL 18 watt.
Media penetasan telur diberi aerasi
udara. Setelah 48 jam larva menetas
menjadi nauplii dan siap untuk
digunakan. Nauplii dimasukkan ke
dalam vial yang berisi larutan ekstrak
sampel dengan konsentrasi 10,100 dan
1000 bpj dengan 3 kali ulangan. Semua
vial di inkubasi pada suhu kamar selama
24 jam di bawah penerangan lampu TL
18 watt. Pengamatan dilakukan setelah
24 jam dengan melihat jumlah Artemia
salina yang mati pada setiap
konsentrasi. Penentuan harga LC50
dalam g/mL dilakukan menggunakan
analisis probit. Hasil uji lethalitas LC50
selanjutnya digunakan sebagai dasar
penentuan konsentrasi untuk pengujian
terhadap sel kanker payudara T-47D.
Pengujian aktivitas sitotoksik.
Pembuatan larutan uji. Ekstrak bahan
uji ditimbang sebanyak 10 mg,
kemudian dilarutkan dalam 20 µL
DMSO dan 80 µL medium RPMI 1640
sehingga diperoleh konsentrasi larutan
induk 100000 bpj. Dari larutan induk
diencerkan hingga diperoleh satu seri
konsentrasi 10, 25, 50, 100, 250 dan
500 bpj.
Pembuatan larutan kontrol positif.
Larutan induk cisplatin ditimbang
sebanyak 10 mg, kemudian dilarutkan
dalam 20mL medium RPMI 1640
sehingga diperoleh konsentrasi larutan
induk 500 bpj. Dari larutan tersebut
diencerkan hingga diperoleh satu seri
konsentrasi 3, 6, 9, 12, 15 dan 18 bpj,
sedangkan kontrol negatif adalah
medium RPMI 1640.
Pembuatan media kultur. media
kultur yang digunakan adalah medium
RPMI cair untuk sel T-47D yang
ditambahkan 10% FBS dan antibiotik
penisilin-streptomisin 0,1%. Medium
disterilkan secara filtrasi dan disimpan
pada suhu 2-80 C.
Pencairan sel kanker (cell thawing).
Tabung berisi sel dikeluarkan dari
tangki nitrogen cair dan dibenamkan
dalam pemanas air bersuhu 370 C
selama 3 menit. Seluruh cairan sel
dipipet dan dimasukkan ke dalam
tabung sentrifugasi dan ditambahkan 5
mL medium RPMI 1640 lalu
disentrifugasi dengan kecepatan 1000
rpm selama 3-5 menit. setelah itu
supernatant dibuang dan pelet yang
diperoleh disuspensikan dalam 6 mL
yang mengandung 20% FBS. suspensi
sel dipipet dan dimasukkan kedalam
labu kultur lalu diinkubasi pada suhu
370 C dalam inkubator sel 5% CO2
sampai 80% di inkubasi selama 3 hari
yaitu sampai sel tumbuh di hampir
seluruh permukaan labu kultur.
Sub kultur. Labu kultur berisi sel yang
telah diinkubasi selama 3 hari
dikeluarkan dari inkubator sel. Seluruh
medium dalam labu kultur dipipet dan
dibuang, kultur sel dicuci sebanyak 2
kali, dengan 5 mL PBS. Ke dalam labu
kultur ditambahkan 2 mL tripsin,
kemudian sel didiamkan selama 5 menit
dalam inkubator, Ditambahkan 3 mL
RPMI 1640 yang mengandung 10%
FBS, cairan sel dipipet dan dipindahkan
ke dalam tabung sentrifugasi lalu
disentrifugasi pada kecepatan 1000 rpm
Disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVII di Jakarta, 7-8 Desember 2009
selama 5 menit. Supernatan dibuang dan
pelet yang diperoleh disuspensikan
dalam 12 mL RPMI 1640 yang
mengandung 10% FBS. Suspensi sel
dibagi menjadi dua bagian, masingmasing dipipet sebanyak 6 mL dan
dimasukkan ke dalam 2 buah labu
kultur baru kemudian diinkubasi pada
370 C dalam inkubator sel. Sel diperiksa
setiap hari dibawah mikroskop untuk
memeriksa kemungkinan pencemaran
oleh jamur atau bakteri. Apabila
medium kultur telah berubah warna
maka diganti dengan medium RPMI
yang mengandung serum baru.
Perhitungan kepadatan sel T-47D.
Kultur yang telah diinkubasi selama 3
hari diamati dengan mikroskop untuk
mengetahui tingkat kepadatannya. Jika
tumbuh baik maka sel dapat digunakan
dan jika tidak maka sel harus diinkubasi
kembali hingga kepadatannya optimal.
Medium dalam labu kultur dipipet dan
dibuang, kultur sel dicuci sebanyak 2
kali, masing-masing dengan 5 mL PBS.
Ke dalam labu kultur ditambahkan 2
mL tripsin dan sel didiamkan selama 5
menit dalam inkubator,
kemudian
dikeluarkan dari inkubator dan dilihat
dibawah mikroskop untuk memastikan
sel sudah tidak melekat pada dasar labu.
Ditambahkan 1 mL RPMI, dipipet
cairan sel dan dipindahkan ke dalam
tabung
sentrifugasi
kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 1000
rpm selama 5 menit. Supernatan
dibuang dan pelet yang diperoleh
disuspensikan dalam 1 mL RPMI.
Suspensi dipipet sebanyak 10 µL dan
ditambahkan 90 µL biru tripan 0,4%.
Kepadatan sel dihitung menggunakan
hemositometer yaitu lebih kurang 20 µL
dari suspensi sel dalam larutan biru
tripan dipipet lalu ujung pipet
disentuhkan dengan sudut 300 pada
permukaan hemositometer dibiarkan
terisi perlahan dengan daya kapilaritas.
Kepadatan sel dihitung dari jumlah sel
rata-rata dalam keempat bidang besar
dikalikan faktor pengenceran dan dibagi
dengan volume satu bidang besar
Kepadatan sel atau jumlah sel per ml
= n/4 x 2 x 104
n = jumlah rata-rata sel dalam keempat
bidang besar
Penyiapan kultur kanker (T-47D).
Setelah kepadatan sel diketahui, sisa
suspensi sel yang tidak digunakan
dalam perhitungan kepadatan sel, yaitu
sebanyak 990 µl digunakan untuk
pengujian sitotoksisitas dan diencerkan
dengan medium RPMI 1640 yang
mengandung
10%
FBS
dengan
perhitungan sebagai berikut :
P1 V1 = P2 V2
P1 adalah kepadatan hasil penghitungan,
V1 adalah volume suspensi sel yang
dibutuhkan
untuk
pengenceran, P2
adalah kepadatan sel yang dikehendaki
dalam sumur uji dan V2 adalah total
suspensi sel yang akan diisikan kedalam
sumur uji.
Pengujian
sitotoksisitas
ekstrak
terhadap sel T-47D. Kedalam pelat
kultur jaringan 96 sumuran dimasukkan
suspensi sel sebanyak 100 µl kemudian
diinkubasi selama 24 jam dalam
inkubator sel pada suhu 370C. Setelah
24 jam, ke dalam masing-masing sumur
ditambahkan 100 µl masing-masing
ekstrak dengan berbagai konsentrasi
untuk kontrol negatif ditambah 100 µl
medium kultur sel RPMI 1640.
Kemudian pelat kultur jaringan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu
370C dalam inkubator sel. Pada akhir
periode inkubasi, ke dalam setiap sumur
ditambahkan 100 µl MTT (50mg MTT
Disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVII di Jakarta, 7-8 Desember 2009
dalam 10ml PBS steril), kemudian
diinkubasi kembali dalam inkubator
CO2 selama 4 jam pada 370C.
Kemudian ditambahkan 100 µl SDS
dicampur secara merata, kemudian isi
tiap-tiap sumur dan ukur serapannya
menggunakan ELISA plate reader pada
570 nm.
Perhitungan persentase kematian sel.
Untuk mengetahui berapa besar
persentase penghambatan proliferasi sel
T-47D, dihitung menggunakan rumus
berikut :
Serapan perlakuan
Persen Proliferasi Sel =
x 100%
Serapan kontrol
partisi) 38,91 g/mL sedangkan nheksana 126,21 g/mL (Tabel 1).
Berdasarkan Tabel 1, suatu senyawa
termasuk dalam kategori sangat aktif
apabila memiliki nilai LC50 < 30 bpj
(McLaughlin & Roger, 1998). Ekstrak
suatu tanaman dikatakan toksik apabila
nilai LC50-nya lebih kecil dari 1000 bpj
(Meyer, 1982). Dari hasil uji
menunjukkan bahwa ekstrak daun
keladi tikus berpotensi sebagai anti
tumor atau anti kanker. Ekstrak metanol
dalam uji BSLT ternyata lebih aktif
dibandingkan dengan ekstrak nheksana.
Tabel 1.Hasil uji toksisitas dari ekstrak nheksana dan ekstrak metanol secara BSLT
Sampel
Persen penghambatan prolifersi = 100 –
persen proliferasi sel
Data
persentase
penghambatan
proliferasi sel diolah menggunakan
analisis
regresi
linier
untuk
mendapatkan nilai IC50. Suatu ekstrak
dinyatakan aktif atau memiliki potensi
sebagai anti kanker bila nilai IC50 ≤ 20
µg/mL.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penapisan fitokimia menunjukkan
bahwa serbuk dan ekstrak metanol
mengandung flavonoid dan steroid/
triterpenoid sedangkan ekstrak nheksana
mengandung
steroid/
triterpenoid. Golongan senyawa ini
berpotensi
mempunyai
aktivitas
farmakologi.
Oleh
karena
itu
dilanjutkan dengan uji toksisitas secara
BSLT sebagai uji pendahuluan. Hasil
uji toksisitas secara BSLT menunjukkan
bahwa ekstrak metanol 1 (hasil
maserasi) memberikan nilai LC50 32,91
g/mL dan ekstrak metanol 2 (hasil
Ekstrak
metanol 1
Ekstrak
n-heksana
Ekstrak
metanol 2
Log
konsent
3,003
2,003
1,003
3,002
2,002
1,002
3,004
2,004
1,004
%
kematian
96,66
60,0
33,33
93,33
33,33
6,66
96,66
50,00
33,33
Probit
6,88
5,25
4,56
6,48
4,56
3,52
6,88
5,00
4,56
Hasil pengamatan terhadap aktivitas sel
kanker payudara T-47D adalah dengan
melihat aktivitas ekstrak n-heksana
maupun metanol terhadap sel kanker
T-47 D diperlihatkan dengan nilai IC50,
dimana penetapan nilai IC50 dilakukan
menggunakan regresi linier. Dari data
nilai IC50 (Tabel 2) terlihat bahwa
ekstrak
n-heksana
menunjukkan
aktivitas penghambatan proliferasi galur
sel kanker payudara T-47D lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak metanol.
Grafik hubungan antara konsentrasi dan
penghambatan proliferasi dapat dilihat
pada Gambar 1.
Disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVII di Jakarta, 7-8 Desember 2009
LC50
( g/mL)
32,91
126,21
38,91
Tabel 2. Aktivitas inhibisi ekstrak daun
keladi tikus terhadap strain sel T-47D
Sampel
Ekstrak
metanol 1
Ekstrak
n-heksana
Ekstrak
metanol 2
Penghambatan Proliferasi (%)
cisplatin
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
-10 0
-20
b
a
y
x
IC50
( g/mL)
1,0753
2,5645
5
2,2649
184,06
0,909
5
1,5119
32,50
3,0396
3,4881
2,6567
5
2,5383
345,40
0,9467
4,5126
5
0,4874
3,07
DAFTAR PUSTAKA
1. McLaughlin, J.L.and Rogers, L.L.
The use of biological assay to
evaluate botanicals.Drug Information
Journal, 1998, 32:513-524.
2. Meyer BN. Brine shrimp: a
convinient general bioassay for
active plant constituent. Planta
Medica. 1982., 45: 31-4
3. Aryanti. Isolasi senyawa anti kanker
dari
tanaman
keladi
tikus
(Typhonium
divaricatum
(L).
Decne). Jurnal
Bahan Alam
Indonesia 2002;1(1):188
50
100 150 200 250 300 350 400 450 500 550
4. Zheng G.Q. Cytotxic terpenoid and
flavonoids Artemisia annua. Planta
Medica (1994) 60: 54-57.
Konsentrasi (ug/m L)
metanol 1
n-heksana
metanol 2
Gambar 1. Grafik huungan antara konsentrasi ( g/mL)
dan penghambatan proliferasi (%) dari
ekstrak metanol dan ekstrak n-heksana
KESIMPULAN
Dari penapisan fitokimia menunjukkan
di dalam serbuk dan ekstrak daun
keladi tikus mengandung flavonoid dan
steroid triterpenoid. Ekstrak metanol
dan n-heksana daun keladi tikus
memiliki toksisitas terhadap larva udang
Artemia salina Leach. Dari hasil uji
sitotoksik, ekstrak n-heksana memiliki
aktivitas terhadap sel kanker payudara
T-47D yang lebih tinggi dibandingkan
ekstrak metanol dengan nilai IC50
32,50 g/mL.
Ucapan Terima kasih
Terima kasih kepada DP2M, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas,
yang telah mendanai penelitian ini.
5. Kamuhabwa,A, Nshima, C. & de
Witte, P. Cytotoxicity of some
medicinal plant extracts used in
Tanzanian traditional medicine.
J.Ethnopharmacol. 2000. 70: 143149.
6. Wilson, AP. Cytotoxicity and
viability assays. In: Masters JRW,
Editor. Animal cell culture: A
Parctical Approach. 3rd ed. Oxford
University Press, New York. 2000,
263-4; 272.
7. MTT cell proliferation assay
instruction catalog number 301010k, ATCC[serial online] 2001;
diambil dari http//www.atcc.org.
8. McLaughlin, JL, Anderson JE. A
blind comparation of single benzschtop bioassay and human tumor cell.
Cytotoxicities studies as Anti tumor
prescreens. Phytochemical Analysis.
Volume 2; 1991. 107-11
Disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVII di Jakarta, 7-8 Desember 2009
9. Sugianto. Aktivitas antikarsinogenik
senyawa
yang
berasal
dari
tumbuhan.
Majalah
Farmasi
Indonesia 2003;14(3):132.
10. Harborne JB. Metode Fitokimia.
Penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan.
Terbitan
kedua.
Terjemahan
Padmawinata
K,
Soediro I. Bandung: ITB; 1987. hal.
47-61
11. Sugianto. Aktivitas antikarsinogenik
senyawa
yang
berasal
dari
tumbuhan.
Majalah
Farmasi
Indonesia, 2003;14(3):132.
12. Orech, et.al. Potential toxicity of
some traditional lefy vegetables
consumed in nyah’oma division,
western Kenya. African Journal of
Food and Nutritional Sciences:
2005, Volume 5 No 1.
13. Tri Dewi, Yuliyanah. Uji aktivitas
penghambatan pertumbuhan sel
lestari tumor dari ekstrak etanol
keladi
tikus
(Typhonium
flagelliforme (Lodd.) Bl.) secara in
vitro. 2003
14. Krishnaraju, A.V. et.al. Assestment
of bioactivity of Inddian medicinal
plants using brine shrimps (Artemia
salina) lethality assay, International
Journal of Applied Science and
Engineering, 2005.3,2: 125-134.
15. Ayo, R.G, Audu, O.T, and
Amupitan, J.O, Physico-chemical
characterization and cytotoxicity
studies of seed extracts Khaya
senegalensis (Desr.) AJuss. African
Journal of Biotechnology, 2007,
Vol. 6 (7), pp. 894-896.
16. Krishnaraju, A.V. et.al. Biological
Screening of Medicinal Plants
Collected from Eastern Ghats of
India Using Artemia salina(Brine
Shrimp Test), Int. J. Appl. Sci. Eng.,
2006. 4, 2: 115-125
17. Choo, C.Y., Chan, K.L., Tayeka,K.,
Itokawa, H., Cytotoxic Activity of
Typhonium flagelliforme (Araceae).
Phytother.Rea.2001;15(3):260-2
Disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVII di Jakarta, 7-8 Desember 2009
Disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVII di Jakarta, 7-8 Desember 2009
Download