BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan

advertisement
BAB II
PENDEKATAN KONSEPTUAL
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Karakteristik Etnis Arab dan Etnis Sunda
Kata “Arab” sering dikaitkan dengan wilayah Timur Tengah atau dunia
Islam. Negara yang berada di wilayah Timur Tengah dapat dikatakan dunia Arab.
Pada bulan Maret tahun 1945, dibentuk sebuah organisasi bernama Liga Arab
yang beranggotakan 22 Negara. Negara yang tergabung dalam Liga Arab
mempunyai beberapa kesamaan di antaranya; sikap budaya, perilaku, dan
kemampuan berbicara yang tinggi. Hal ini tentunya membantu mendefinisikan
kata “Arab” yang sering didengar. Lebih jauh Faris dan Husayn seperti dikutip
Evanoff (2005) menduga bahwa hal-hal yang mempersatukan bangsa Arab
meliputi: bahasa umum yang dipakai, sejarah umum dan mentalitas, agama
mayoritas yang dianut, serta daya tarik terhadap ekonomi.
Istilah lain yang sering melekat pada komunitas pendatang (migran) yaitu
warga keturunan dan kelompok etnis. Contohnya seperti warga keturunan Cina.
Untuk memahami arti kata etnis, pendapat dari Barth (1988) dapat dijadikan
acuan. Menurutnya kelompok etnis adalah suatu populasi yang secara biologis
mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai-nilai budaya yang sama
dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan
komunikasi dan interaksi sendiri, menentukan sendiri ciri kelompoknya, yang
diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Jadi yang dimaksud dengan etnis Arab adalah orang-orang atau sekelompok orang
yang berasal dari wilayah Timur Tengah yang mempunyai kesamaan bahasa
umum yang dipakai, sejarah umum dan mentalitas, agama mayoritas yang dianut,
serta daya tarik terhadap ekonomi.
Ekadjati (1996) memaparkan bahwa etnis Sunda berasal dari bagian Barat
Pulau Jawa, dari Ujung Kulon di ujung Barat Pulau Jawa hingga sekitar Brebes
(mencakup wilayah administrasi Propinsi Jawa Barat, Banten, sebagian DKI
Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah). Lebih jauh Ekadjati mengungkapkan
6
karakteristik etnis Sunda yang membedakannya dengan etnis lain dilihat dari
kebudayaan yang dimilikinya. Dari segi agama, mayoritas orang Sunda memeluk
agama Islam. Sedikit sekali orang Sunda yang beragama Kristen, Katolik, Hindu,
maupun Budha. Etnis Sunda senang hidup berkelompok dan berdekatan dengan
sanak saudara. Ciri kebudayaan yang membedakan etnis Sunda dengan etnis
lainnya juga tercermin dalam kesenian yang dimilikinya. Di antara yang populer
yaitu Wayang Golek dan Tari Jaipong yang diiringi alunan musik degung.
2.1.2 Interaksi Sosial
Sebagai makhluk sosial manusia melakukan interaksi dengan manusia
lain. Soekanto (2002) menerangkan bahwa interaksi sosial tidak akan terjadi
apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu kontak sosial dan adanya komunikasi.
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu: 1) antara orang
perorangan, 2) antara orang perorangan dengan suatu kelompok, dan 3) antara
suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Lebih jauh Soekanto (2002)
menjelaskan bahwa kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial
positif mengarah pada kerjasama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah pada
suatu pertentangan atau sama sekali tidak menghasilkan interaksi sosial. Warga
etnis Arab dan lokal akan mengalami suatu proses sosial menuju bentuk yang
konkrit, suatu hubungan yang terpola sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya
dalam masyarakat. Proses sosial itu sendiri merupakan cara-cara berhubungan
yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling
bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut
(Soekanto, 2002).
Proses sosial yang dilakukan oleh kedua etnis akan membawa mereka
pada dua kemungkinan. Pertama, kedua etnis meminimalisasi perbedaan
kebudayaan yang ada di antara mereka dan hidup berdampingan, Kedua,
perbedaan kebudayaan yang ada justru membuat mereka terpisah bahkan
menimbulkan konflik. Menurut Gillin dan Gillin seperti dikutip Soekanto (2002),
proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial pada akhirnya
akan menunjuk pada dua macam bentuk interaksi sosial, yaitu proses sosial yang
mendekatkan atau mempersatukan (asosiatif) dan proses sosial yang menjauhkan
atau mempertentangkan (disosiatif). Ada beberapa macam tindakan dalam proses
7
sosial yang mendekatkan. Pertama
kerjasama, yaitu bekerja bersama dalam
rangka mencapai tujuan bersama. Dalam masyarakat pedesaan, bentuk kerjasama
biasanya terdiri dari gotong-royong atau kerja bakti, tolong menolong, dan
musyawarah.
Kedua, akomodasi yaitu usaha-usaha untuk meredakan pertikaian secara
permanen atau sementara antara pihak-pihak yang berkonflik, paling sedikit
dalam hal-hal yang disepakati. Sebagai hasil interaksi sosial, akomodasi
menunjuk pada suatu keadaan dimana terdapat keseimbangan baru setelah pihakpihak yang berkonflik berbaikan kembali. Bentuk-bentuk akomodasi menurut
Soekanto (2002) antara lain paksaan, kompromi, mediasi, konsiliasi, dan toleransi.
Ketiga, asimilasi yaitu proses sosial yang ditandai dengan usaha-usaha
mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompokkelompok manusia.
Proses sosial yang menjauhkan (disosiatif) terdiri dari persaingan,
kontravensi, dan konflik. Persaingan diartikan sebagai proses sosial dimana dua
orang atau lebih berjuang dengan bersaing satu sama lain untuk memiliki atau
mempergunakan barang-barang yang berbentuk material atau bukan material.
Kontravensi yaitu bentuk antara persaingan dan konflik, ditandai dengan gejalagejala ketidakpastian mengenai diri seseorang, atau suatu rencana dan perasaan
tidak suka yang disembunyikan. Konflik yaitu proses sosial dimana orang
perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan
menentang pihak lain atau lawan dengan ancaman atau kekerasan.
2.1.3 Komunikasi Antar Budaya
Proses sosial yang dilakukan oleh kedua etnis membawa mereka pada dua
kemungkinan. Pertama, kedua etnis meminimalisasi perbedaan kebudayaan yang
ada di antara mereka dan hidup berdampingan, Kedua, perbedaan kebudayaan
yang ada justru membuat mereka terpisah bahkan menimbulkan konflik. Menurut
Gillin dan Gillin (Soekanto, 2002), proses sosial yang timbul sebagai akibat
adanya interaksi sosial pada akhirnya akan menunjuk pada dua macam bentuk
interaksi sosial, yaitu proses sosial yang mendekatkan atau mempersatukan
(asosiatif) dan proses sosial yang menjauhkan atau mempertentangkan (disosiatif).
8
Dengan pemahaman yang sama, menurut Liliweri (2003) komunikasi antar
budaya dapat diartikan melalui beberapa pernyataan sebagai berikut:
1. Pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling
berbeda latar belakang kebudayaan.
2. Pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara
imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya.
3. Pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan yang disampaikan
secara lisan atau tertulis atau metode lainnya yang dilakukan oleh dua orang
yang berbeda latar belakang budayanya.
Setiap individu
mempunyai kebudayaan yang melekat pada dirinya.
disadari atau tidak, karakteristik budaya yang mereka miliki mempengaruhi
komunikasi yang dilakukan. Menurut De Vito (1997), komunikasi antar budaya
mengacu pada komunikasi antar orang-orang dari kultur yang berbeda, antara
orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai, atau cara berperilaku kultural yang
berbeda. Lebih lanjut De Vito menguraikan komunikasi antar budaya ke dalam
suatu model komunikasi antar budaya yang digambarkan sebagai berikut:
kultur
kultur
pesan
s/
p
s/
p
Gambar 1. Model Komunikasi Antar Budaya
Penjelasan dari gambar di atas adalah lingkaran yang lebih besar
menggambarkan
kultur
dari
komunikator.
Lingkaran
yang
lebih
kecil
menggambarkan komunikatornya (sumber/penerima). Dalam model ini, masingmasing komunikator adalah anggota dari kultur yang berbeda.
Salah satu contoh komunikasi antar budaya adalah penelitian tentang
interaksi antara Suku Lampung dengan Suku Jawa di Kota Bandar Lampung
(Rosalia, 2000). Penelitian ini merupakan contoh yang sederhana bagaimana dua
individu yang berlainan kultur saling berkomunikasi untuk mencapai pemahaman
bersama. Suku Jawa sebagai pendatang bersosialisasi dengan suku Lampung agar
9
nilai-nilai budaya Lampung dapat terinternalisasi dengan baik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat nilai-nilai budaya yang dikembangkan seperti
musyawarah, keterbukaan, dan gotong royong. Adapun aspek-aspek yang
disosialisasikan meliputi; sopan santun, disiplin dan tanggung jawab, nilai
keagamaan, kerukunan, dan kemandirian.
Penelitian lain yang melibatkan proses adaptasi yang panjang adalah pola
interaksi antara masyarakat keturunan Arab dengan masyarakat lokal di Gresik
(Hafidzah, 2007). Penelitian ini tidak hanya melihat proses komunikasi yang
terjadi sehari-hari antara orang Arab dan lokal, namun lebih jauh melihat
pembauran yang terjadi akibat proses adaptasi yang panjang. Hasilnya adalah
berbagai integrasi seperti perkawinan campuran, kerjasama ekonomi, tradisi
(makanan, bangunan, bahasa, kesenian, dan pengobatan), dan simbol (musholla
dan pakaian).
2.1.4 Efektivitas Komunikasi Antar Budaya dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya
Agar dapat berkomunikasi dengan baik satu sama lain, dalam artian
mampu bertukar informasi, ide, gagasan, dan simbol-simbol, maka kedua etnis
tersebut
menerapkan komunikasi yang efektif. Menurut Kim dan Gudykunts
(1997), komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang meminimalisasi
kesalahpahaman. Komunikasi yang melibatkan dua etnis terkadang menimbulkan
kesalahpahaman yang disebabkan perbedaan-perbedaan kultural, oleh karena itu
setiap individu perlu mengembangkan kemampuannya untuk berkomunikasi
secara efektif dengan individu dari etnis lain. Berlangsungnya komunikasi yang
efektif
dapat dianalisis dengan mengadopsi skema An Anxiety/Uncertainly
Managements Perspective yang dikemukakan Kim dan Gudykunts (1997).
Kompetensi komunikasi yang berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi antar
budaya tersebut antara lain:
A. Faktor motivasi, yaitu sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan
komunikasi yang efektif dengan orang lain, faktor motivasi ini terbagi menjadi:
1. Kebutuhan untuk dapat meramalkan tingkah laku orang lain, yaitu melihat
perilaku individu lain sebagai sesuatu yang dapat diprediksi.
10
2. Kebutuhan untuk menghindari kecemasan, yaitu dengan mengendalikan
tingkat kecemasan pada saat berkomunikasi dengan individu dari etnis lain
3. Kebutuhan mempertahankan identitas diri, yaitu dengan memperlihatkan
atau menunjukkan identitas budaya sendiri ketika berinteraksi dengan
orang lain.
4. Kecenderungan untuk mendekat atau menjauh. Ketika berinteraksi dengan
etnis lain, individu cenderung mendekat agar dianggap sebagai orang baik
dan tidak berprasangka buruk. Di sisi lain, ada kecenderungan untuk
menjauh karena ada rasa khawatir ketika individu melakukan interaksi
dengan etnis lain kemudian gagal, maka akan sulit untuk keluar dari situasi
tersebut.
B. Faktor pengetahuan, yaitu menyangkut kesadaran tentang apa yang
dibutuhkan untuk berkomunikasi secara tepat dan efektif. Faktor pengetahuan
ini dibagi menjadi:
1. Pengetahuan mengumpulkan/mendapatkan informasi, yaitu cara-cara yang
dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai individu dari etnis lain.
Cara-cara untuk mengumpulkan informasi adalah dengan strategi pasif
(mengamati), aktif (mencari informasi), dan interaktif (mengajukan
pertanyaan).
2. Pengetahuan tentang perbedaan antar etnis. Perbedaan-perbedaan yang
membuat kita sadar di antaranya sikap etnosentrisme, prasangka, gender,
dan stereotipe.
3. Pengetahuan tentang persamaan individu, yaitu mengidentifikasi ciri-ciri
yang membuat kita dengan etnis lain merasakan persamaan.
4. Pengetahuan tentang interpretasi alternatif, yaitu kemampuan mengenali
berbagai cara dalam menginterpretasikan pesan kita pada orang lain dan
kemampuan untuk mengenali interpretasi orang lain terhadap kita.
C. Faktor keterampilan, yaitu sarana yang dibutuhkan untuk berkomunikasi secara
efektif dan tepat dengan pihak asing dan berkaitan langsung untuk mengurangi
kecemasan
dan
ketidaktentuan
partisipan
antarbudaya. Faktor ini dibagi menjadi:
dalam
proses
komunikasi
11
1. Keterampilan untuk sadar/berhati-hati ketika berkomunikasi, yaitu
berusaha semaksimal mungkin untuk menggunakan dua sudut pandang
ketika berkomunikasi, sudut pandang sendiri dan sudut pandang orang
lain. Hal ini menjadi penting agar dicapai pemahaman bersama.
2. Kemampuan untuk mentoleransi ambiguitas, yaitu kemampuan untuk
mengendalikan situasi dalam proses interaksi walaupun banyak informasi
yang dibutuhkan untuk berinteraksi secara efektif tidak diketahui oleh
kedua kedua etnis yang terlibat.
3. Keterampilan untuk menenangkan diri, yaitu dengan cara menanggulangi
distorsi kognitif yang dirasakan ketika berinteraksi dengan orang lain.
4. Kemampuan untuk berempati, yaitu aktivitas masing-masing anggota etnis
Arab dan Sunda dalam mendengarkan orang lain secara cermat,
memahami perasaan, saling peka terhadap satu sama lain, dan memahami
kondisi satu sama lain
5. Keterampilan untuk mengadaptasi kebiasaan/perilaku, yaitu kemampuan
untuk menyesuaikan perilaku kita dengan kondisi lingkungan dan nilai
serta norma yang berlaku di lingkungan tersebut.
6. Kemampuan untuk memberi prediksi dan penjelasan yang akurat, yaitu
kemampuan untuk memprediksi dan memberikan penjelasan tentang
perilaku orang lain.
Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif
bertujuan untuk mengurangi kesalahpahaman, rasa cemas, dan khawatir dari
individu yang berkomunikasi. Kesalahpahaman dalam komunikasi dapat terjadi
ketika seseorang tidak memahami pesan lawan bicaranya. Salah paham yang
terjadi menimbulkan ketidaknyamanan saat berkomunikasi dan dapat timbul
perasaan tersinggung dari individu yang berkomunikasi. Rasa cemas dan khawatir
ketika berkomunikasi disebabkan seseorang tidak memiliki informasi yang cukup
tentang cara berkomunikasi lawan bicaranya. Kurangnya informasi mengenai cara
berkomunikasi etnis lain dapat membuat seseorang merasa canggung ketika
berkomunikasi karena tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dengan lawan
bicaranya.
12
2.2 Kerangka Pemikiran
Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa proses adaptasi dilakukan
melalui proses komunikasi. Agar interaksi yang dilakukan berjalan dengan efektif,
etnis Arab dan etnis Sunda diduga berkomunikasi secara efektif. Terdapat tiga
kompetensi yang mempengaruhi komunikasi yang efektif, yaitu: (1) Faktor
motivasi, yang meliputi kebutuhan meramalkan tingkah laku orang lain,
menghindari kecemasan, mempertahankan identitas diri, dan kecenderungan
untuk mendekat dan menjauh. (2) Faktor pengetahuan, yang meliputi pengetahuan
mengumpulkan atau mendapatkan informasi, perbedaan antar etnis, persamaan
individu, dan interpretasi alternatif. (3) Faktor keterampilan, yang meliputi
keterampilan untuk Sadar atau berhati-hati ketika berkomunikasi, toleransi
terhadap ambiguitas, kemampuan menenangkan diri, kemampuan berempati,
adaptasi kebiasaan atau perilaku, dan prediksi atau penjelasan yang akurat.
Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif
bertujuan untuk mengurangi kesalahpahaman, rasa cemas, dan khawatir dari
individu yang berkomunikasi. Kesalahpahaman dalam komunikasi dapat terjadi
ketika seseorang tidak memahami pesan lawan bicaranya. Salah paham yang
terjadi menimbulkan ketidaknyamanan saat berkomunikasi dan dapat timbul
perasaan tersinggung dari individu yang berkomunikasi. Rasa cemas dan khawatir
ketika berkomunikasi disebabkan seseorang tidak memiliki informasi yang cukup
tentang cara berkomunikasi lawan bicaranya. Kurangnya informasi mengenai cara
berkomunikasi etnis lain dapat membuat seseorang merasa canggung ketika
berkomunikasi karena tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dengan lawan
bicaranya. Oleh karena itu kesalahpahaman diukur berdasarkan perilaku
tersinggung sedangkan rasa cemas dan khawatir diukur berdasarkan perilaku
canggung yang ditunjukkan ketika berkomunikasi. Dua orang dikatakan
berkomunikasi secara efektif apabila menunjukkan perilaku tersinggung dan
canggung yang rendah.
Motivasi
berkomunikasi
diduga
berhubungan
dengan
efektivitas
komunikasi antar etnis. Motivasi berkomunikasi yang baik mendorong seseorang
untuk selalu berusaha menjadi lawan bicara yang baik bagi orang lain. Ketika
seseorang memiliki motivasi yang baik untuk meramalkan tingkah laku orang
13
lain, menghindari kecemasan dalam dirinya, mempertahankan identitas diri, dan
memiliki
kecenderungan
untuk
mendekat
maka
orang
tersebut
dapat
berkomunikasi tanpa perasaan tersinggung dan canggung.
Pengetahuan berkomunikasi juga diduga berhubungan dengan efektivitas
komunikasi. Pengetahuan mendorong seseorang untuk mencari informasi tentang
cara berkomunikasi, persamaan maupun perbedaan antara etnisnya dengan etnis
lain. Pengetahuan yang baik tentang cara mendapatkan informasi bagaimana etnis
lain berkomunikasi, perbedaan antar etnis, persamaan antara etnisnya dengan etnis
lain, dan pengetahuan tentang alternatif interpretasi akan membuat seseorang
berkomunikasi secara efektif. Perilaku tersinggung yang terjadi akibat perbedaan
cara berkomunikasi dapat terhindarkan karena pengetahuan tentang perbedaan
antara dirinya dengan etnis lain sudah diketahui dan dipahami dengan baik.
Persamaan etnis yang telah diketahui juga dapat menghindarkan kedua etnis
merasa canggung ketika berkomunikasi. Adanya persamaan membuat dua orang
yang sedang berkomunikasi merasa nyaman sehingga proses pertukaran informasi
berjalan efektif dan perilaku canggung dapat dihindari.
Keterampilan berkomunikasi berhubungan dengan efektivitas komunikasi
antar etnis. Keterampilan menunjukkan sikap dan perilaku seseorang ketika
berkomunikasi dengan etnis lain. Keterampilan yang baik mampu menghindarkan
seorang komunikator atau komunikan merasa tersinggung maupun canggung
ketika berkomunikasi. Keterampilan yang baik untuk sadar atau berhati-hati
ketika berkomunikasi, toleransi terhadap ambiguitas, kemampuan menenangkan
diri, kemampuan berempati, adaptasi kebiasaan atau perilaku, dan prediksi atau
penjelasan yang akurat tentang perilaku seseorang dapat menghindarkan dua
orang yang berkomunikasi merasa tersinggung maupun canggung. Penjelasan
mengenai efektivitas komunikasi antar etnis dapat dilihat pada Gambar 2.
14
Faktor Motivasi:
Meramalkan Tingkah Laku Orang Lain
Menghindari Kecemasan
Mempertahankan Identitas Diri
Kecenderungan untuk Mendekat atau Menjauh
Faktor Pengetahuan:
Mengumpulkan/Mendapatkan Informasi
Perbedaan Antar Etnis
Persamaan Individu
Interpretasi Alternatif
Efektivitas Komunikasi
Antar Etnis:
Perilaku Tersinggung
Perilaku Canggung
Faktor Keterampilan:
Sadar/berhati-hati Ketika Berkomunikasi
Toleransi Terhadap Ambiguitas
Kemampuan Menenangkan Diri
Kemampuan Berempati
Adaptasi Kebiasaan/Perilaku
Prediksi dan Penjelasan yang Akurat
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Efektivitas Komunikasi Antar Etnis
2.3 Hipotesis Uji
Berbagai kompetensi yang diungkapkan Kim dan Gudykunts (1997) yang
mempengaruhi komunikasi yang efektif antar etnis yang berbeda, dan telah
diuraikan dalam kerangka pemikiran, maka terdapat hipotesis yang akan diuji
pada penelitian ini, yaitu:
1. Semakin tinggi motivasi berkomunikasi, maka semakin efektif
komunikasi antar etnis yang terjadi.
2. Semakin tinggi pengetahuan berkomunikasi, maka semakin efektif
komunikasi antar etnis yang terjadi.
3. Semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin efektif
komunikasi antar etnis yang terjadi.
15
2.4 Definisi Operasional
Kim dan Gudykunts (1997) telah mengemukakan bahwa terdapat tiga
kompetensi yang mempengaruhi komunikasi yang efektif, yaitu motivasi,
pengetahuan, dan keterampilan berkomunikasi dengan orang lain. Faktor-faktor
tersebut membantu pengukuran variabel yang akan diukur dalam penelitian.
Adapun beberapa definisi operasional yang membantu pengukuran variabel, di
antaranya:
1. Faktor motivasi, yaitu sesuatu yang mendorong etnis Arab maupun Sunda
untuk melakukan komunikasi dengan etnis lain.
a. Meramalkan tingkah laku orang lain, yaitu melihat perilaku individu lain
sebagai sesuatu yang dapat diprediksi. Perilaku yang dapat diramalkan ketika
berinteraksi yaitu gerak tubuh dan ekspresi wajah berupa perasaan senang,
sedih, atau marah.
b. Menghindari kecemasan, yaitu mengendalikan tingkat kecemasan pada saat
berinteraksi dengan individu dari etnis lain. Kecemasan merupakan perasaan
tegang, khawatir, atau takut tentang apa yang mungkin terjadi ketika
berinteraksi.
c. Mempertahankan identitas diri, yaitu memperlihatkan atau menunjukkan
identitas budaya sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain. Identitas yang
dimunculkan adalah gaya bicara yang berupa nada bicara (lantang atau
lembut ) dan gerak tubuh (gerakan tangan, gerakan kepala).
d. Kecenderungan untuk mendekat atau menjauh, yaitu ketika etnis Arab atau
Sunda cenderung mendekat agar dianggap sebagai orang baik dimana dia
tidak punya prasangka buruk terhadap lawan bicaranya. Di sisi lain, ada
kecenderungan untuk menjauh karena ada rasa khawatir gagal dalam bertukar
informasi.
Total keempat dimensi untuk masing-masing faktor motivasi adalah 11
pernyataan. Setiap pernyataan dibagi dalam tiga kategori dengan bobot 0-2.
1. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Ya dan Ya, maka diberi skor
=2
16
2. Jika jawaban kedua pasangan teman berbeda, yaitu Ya dan Tidak atau
kebalikannya, maka diberi skor = 1
3. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Tidak dan Tidak, maka diberi
skor = 0
Hasil pengolahan dari jawaban responden untuk setiap pernyataan diperoleh nilai
faktor motivasi sebagai berikut; nilai minimal = 14, nilai maksimal = 21, nilai
rata-rata = 19,2 dengan nilai standar deviasi = 1,7. Kriteria faktor motivasi dalam
hubungannya dengan efektivitas komunikasi antar budaya adalah sebagai berikut:
1. Tinggi
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 19,3-21
2. Sedang
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 17,4-19,2
3. Rendah
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 14-17,3
2. Faktor pengetahuan, yaitu menyangkut kesadaran tentang apa yang dibutuhkan
untuk berkomunikasi antara etnis Arab dan Sunda.
a. Mengumpulkan atau mendapatkan informasi, yaitu cara-cara yang dilakukan
untuk mendapatkan informasi mengenai cara-cara berkomunikasi dari etnis
Arab maupun Sunda. Cara-cara untuk mengumpulkan informasi adalah
dengan strategi pasif (mengamati), aktif (mencari informasi dengan bertanya
pada orang lain, internet, atau membaca buku), dan interaktif (mengobrol atau
berdiskusi).
b. Perbedaan antar etnis, yaitu ciri-ciri yang membuat kedua etnis berbeda.
Perbedaan di sini adalah perbedaan kultural berupa kebiasaan dalam
berinteraksi meliputi jarak interpersonal dan gerak tubuh (gerakan tangan dan
gerakan kepala).
c. Persamaan individu, yaitu identifikasi ciri-ciri yang membuat seseorang dari
etnis yang berbeda merasakan persamaan. Persamaan diukur dari ciri fisik
berupa warna kulit dan tinggi badan.
d. Interpretasi alternatif, yaitu kemampuan mendeskripsikan, interpretasi, dan
mengevaluasi tentang apa yang disampaikan atau dilakukan orang lain ketika
berinteraksi. Hal yang diinterpretasikan yaitu jarak interpersonal ketika
berkomunikasi. Feghali (1997) menyatakan bahwa orang Arab merasa sangat
nyaman bila jarak antara mereka dengan lawan bicaranya sekitar dua kaki,
17
atau sekitar setengah meter. Ketika dua orang berinteraksi pada jarak tertentu,
interpretasi yang mungkin muncul yaitu sikap agresif, melanggar jarak
pribadi, atau tertarik.
Total keempat dimensi untuk masing-masing faktor pengetahuan adalah 13
pernyataan. Setiap pernyataan dibagi dalam tiga kategori dengan bobot 0-2.
1. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Ya dan Ya, maka diberi skor
=2
2. Jika jawaban kedua pasangan teman berbeda, yaitu Ya dan Tidak atau
kebalikannya, maka diberi skor = 1
3. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Tidak dan Tidak, maka diberi
skor = 0
Hasil pengolahan dari jawaban responden untuk setiap pernyataan diperoleh nilai
faktor pengetahuan sebagai berikut; nilai minimal = 9, nilai maksimal = 20, nilai
rata-rata = 16, dengan nilai standar deviasi = 3,5. Kriteria faktor pengetahuan
dalam hubungannya dengan efektivitas komunikasi antar budaya adalah sebagai
berikut:
1. Tinggi
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 16,1-20
2. Sedang
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 12,6-16
3. Rendah
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 9-12,5
3.
Faktor keterampilan, yaitu sarana yang dibutuhkan untuk berkomunikasi
antara etnis Arab dan Sunda serta berkaitan langsung untuk mengurangi
kecemasan dan ketidaktentuan dalam proses komunikasi antar etnis Arab dan
Sunda.
a. Keterampilan untuk sadar dan berhati-hati ketika berkomunikasi, yaitu
berusaha semaksimal mungkin untuk menggunakan dua sudut pandang ketika
berkomunikasi, sudut pandang sendiri dan sudut pandang orang lain. Dua
sudut pandang yang digunakan yaitu menyampaikan pesan dengan jelas dan
mendengarkan dengan cermat perkataan orang lain.
b. Toleransi terhadap ambiguitas, yaitu kemampuan untuk mengendalikan
situasi dalam proses interaksi walaupun banyak informasi yang dibutuhkan
untuk berinteraksi tidak diketahui oleh kedua pihak. Informasi yang
18
dibutuhkan meliputi penggunaan bahasa lokal dan pilihan kata yang
digunakan.
c. Kemampuan menenangkan diri, yaitu cara-cara menanggulangi distorsi
kognitif yang dirasakan ketika berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan
yang dibutuhkan yaitu mengendalikan rasa kaku ketika berbicara dan
mengendalikan rasa khawatir jika pesan tidak dimengerti.
d. Kemampuan berempati, yaitu aktivitas masing-masing anggota yang
berinteraksi dalam mendengarkan orang lain secara cermat dan tertarik
dengan yang dikatakan orang lain.
e. Adaptasi kebiasaan dan perilaku, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan
perilaku kita dengan kondisi lingkungan dan nilai serta norma yang berlaku di
lingkungan tersebut. Adaptasi yang dilakukan yaitu penggunaan bahasa lokal
dan jarak interpersonal ketika berkomunikasi.
f. Prediksi dan penjelasan yang akurat, yaitu kemampuan untuk memprediksi
dan memberikan penjelasan secara akurat tentang perilaku orang lain.
Keterampilan yang dibutuhkan meliputi pemahaman akan jarak interpersonal,
nada bicara, dan gerak tubuh (non verbal).
Total keenam dimensi untuk masing-masing faktor keterampilan adalah 14
pernyataan. Setiap pernyataan dibagi dalam tiga kategori dengan bobot 0-2.
1. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Ya dan Ya, maka diberi skor
=2
2. Jika jawaban kedua pasangan teman berbeda, yaitu Ya dan Tidak atau
kebalikannya, maka diberi skor = 1
3. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Tidak dan Tidak, maka diberi
skor = 0
Hasil pengolahan dari jawaban responden untuk setiap pernyataan diperoleh nilai
faktor keterampilan sebagai berikut; nilai minimal = 17, nilai maksimal = 28,
nilai rata-rata = 23,2 dengan nilai standar deviasi = 2,4. Kriteria faktor
keterampilan dalam hubungannya dengan efektivitas komunikasi antar budaya
adalah sebagai berikut:
1. Tinggi
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 23,3-28
19
2. Sedang
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 20,9-23,2
3. Rendah
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 17-20,8
Selanjutnya Kim dan Gudykunts (1997) memaparkan bahwa komunikasi
yang efektif tercapai ketika antara etnis Arab dan Sunda yang berinteraksi
mencapai pemahaman bersama. Pada tingkatan yang sederhana, kondisi efektif
tercapai ketika dalam proses komunikasi kedua etnis tidak merasa tersinggung dan
tidak merasa canggung untuk bertukar informasi.
1.
Perasaan tersinggung yaitu salah satu ungkapan emosi disebabkan perasaan
tidak nyaman dikarenakan sikap, perkataan, dan perilaku lawan bicara.
Perasaan tersinggung merupakan respon berupa tindakan diam, membuang
muka, perkataan kasar, atau pergi dari situasi.
Total pernyataan untuk variabel perasaan tersinggung adalah 8 pernyataan. Setiap
pernyataan dibagi dalam tiga kategori dengan bobot 0-2.
1. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Tidak dan Tidak, maka diberi
skor = 2
2. Jika jawaban kedua pasangan teman berbeda, yaitu
Ya dan Tidak atau
kebalikannya, maka diberi skor = 1
3. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Ya dan Ya, maka diberi skor
=0
Hasil pengolahan data kuesioner untuk variabel ketersinggungan diperoleh; nilai
minimal = 5, nilai maksimal = 12, nilai rata-rata = 10,4 dengan nilai standar
deviasi = 2,4. Kriteria ketertersinggungan dalam hubungannya dengan efektivitas
komunikasi antar budaya adalah sebagai berikut:
1. Tinggi
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 10,5-12
2. Sedang
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 8,1-10,4
3. Rendah
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 5-8
2.
Perasaan canggung yaitu perasaan yang timbul dari etnis Arab maupun etnis
Sunda dimana individu tersebut tidak berani, malu, atau ragu-ragu dalam
menyapa, memulai pembicaraan, atau bertukar pendapat dengan lawan
bicaranya.
20
Total pernyataan untuk variabel perasaan canggung adalah 9 pernyataan. Setiap
pernyataan dibagi dalam tiga kategori dengan bobot 0-2.
1. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Tidak dan Tidak, maka diberi
skor = 2
2. Jika jawaban kedua pasangan teman berbeda, yaitu Ya dan Tidak atau
kebalikannya, maka diberi skor = 1
3. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Ya dan Ya, maka diberi skor
=0
Hasil pengolahan data kuesioner untuk variabel kecanggungan diperoleh; nilai
minimal = 8, nilai maksimal = 18, nilai rata-rata = 16,1 dengan nilai standar
deviasi = 2,7. Kriteria kecanggungan dalam hubungannya dengan efektivitas
komunikasi antar budaya adalah sebagai berikut:
1. Tinggi
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 16,2-18
2. Sedang
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 13,5-16,1
3. Rendah
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 8-13,4
Download