AKUSTIK SEBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EMOSI

advertisement
AKUSTIK SEBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EMOSI
PENDENGARAN MANUSIA DALAM AUDITORIUM
Kasus: Goethe Haus dan Gedung Kesenian Jakarta
Fatya Faizanur, Dr. Ir. Finarya Legoh M.Sc.
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Indonesia
ABSTRAK
Musik merupakan salah satu seni sebagai bentuk pengekspresian ide dan emosi manusia
dengan cara pemuasan indera manusia, yaitu pendengaran (telinga). Seni musik merupakan
komposisi ide cerita dan emosi dari pemain yang akhirnya mempengaruhi pendengar baik
secara fisik (fungsi tubuh) maupun psikis (persepsi). Salah satu pengaruh musik terhadap
emosi manusia berkaitan dengan kualitas akustik didalam suatu ruangan, salah satunya pada
ruang seni musik tertutup yaitu Auditorium. Persyaratan Ideal dan pengukuran akustik
Auditorium menjadi cara/paarameter dalam menghasilkan kualitas akustik yang baik dan
tersampaikannya emosi pemusik kepada pendengar.
PENDAHULUAN
Manusia membutuhkan media sebagai bentuk pengekspresian ide mereka, salah satunya
melalui seni musik. Seni musik merupakan seni yang dinamis dimana manusia
mengekspresikan ide mereka ke dalam bentuk pergerakan yang senantiasa tumbuh dan
berkembang seiring dengan berjalannya waktu.
Penyampaian ide tersebut ditanggapi secara inderawi dimana seni musik menggunakan indera
pendengaran sebagai media penyampaian ide. Meskipun tidak dapat dipungkiri indera
penglihatan juga berpengaruh. Dalam penyelesaian karya tulis ini, penulis tertarik untuk
membahas seni musik dikarenakan seni musik lebih mengedepankan pemuasan indera
pendengaran yaitu telinga, yang cukup abstrak untuk dijelaskan dan masih jarang penulis
yang membahas mengenai pemuasan indera secara aural ini.
Sebagai manusia, ketika kita mendengarkan musik, kita dapat merasakan emosi yang ingin
disampaikan oleh pemain musiknya, kita bisa merasakan kesedihan, kesenangan, hingga
kengerian hanya dari suatu karya musik. Hal ini erat kaitannya dengan persepsi manusia,
dimana persepsi manusia bisa berbeda satu sama lain. Faktor yang dapat mempengaruhi
emosi manusia dalam mendengarkan musik tersebut nantinya akan dikaitkan dengan indera
pendengaran manusia, yaitu akustik.
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Jika membahas mengenai akustik, sering dikaitkan dengan ruang seni musik seperti Rumah
Opera, Studio musik, dan salah satunya Auditorium. Persyaratan akustik pada Auditorium
akan berbeda dengan akustik luar ruangan. Penulis memilih membahas mengenai akustik
Auditorium disebabkan minat penulis di dalam seni musik di dalam ruangan (Auditorium)
dan pemuasan indera manusia terutama pendengaran (meskipun penglihatan juga
berpengaruh) di dalam auditorium dapat lebih terasa disebabkan ruang tertutup tersebut.
(tidak mendapat gangguan dari luar).
Jika melihat beberapa karya tulis sebelumnya, akustik terutama akustik ruang seni musik
tertutup (Auditorium) sebagai pokok pembahasan belum pernah dibahas terlalu dalam oleh
penulis. Beberapa contoh karya tulis, milik Irwan Tel, Arsitektur ’99 yang berjudul ‘Kajian
tentang Bunyi sebagai Pembentuk Persepsi Ruang’ lebih membahas kaitan bunyi yang akan
menghasilkan persepsi, bagaimana ruang bisa dihubungkan dengan bunyi, yang
dapat
dijadikan pembatas ruang. Karya tulis milik Natasya Arry Indriani ’03 lebih membahas
mengenai kaitan musik dan arsitektur dengan membandingkan komponen musik dan
arsitektur (contoh: arsitek menghasilkan bangunan, pemusik menghasilkan lagu, echorepetition, timbre-texture, dst).
Oleh karena itu, penulis ingin menjabarkan akustik auditorium baik secara umum,
persyaratan/ideal sebuah ruang seni musik tertutup (Auditorium) maupun bagaimana
penghitungan/pengukurannya secara mendalam.
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
METODE PENELITIAN
Penulis menyelesaikan karya tulis ini bermula dari pengumpulan dan pengambilan data
menggunakan metode studi literatur baik literatur buku, karya-karya tulis sebelumnya yang
sejenis dan sesuai dengan pembahasan penulis maupun dari media elektronik digital dari
sumber yang terpercaya, kemudian pengambilan data dari 2 studi kasus dikaitkan dengan
landasan teori yang telah dibahas sebelumnya. Wawancara dengan narasumber dan
pengambilan data (foto dan pengukuran akustik) dalam menyelesaikan data studi kasus, dan
yang terakhir semua data tersebut disatukan dan dilengkapi dengan analisis dan argumen dari
penulis.
SENI MUSIK Mendengarkan musik (Persepsi) Faktor yang mempengaruhi pendengar/penonton dalam merasakan emosi dari penyaji/pemusik Salah satunya Akustik Akustik Auditorium Ideal akustik Auditorium Analisis Studi kasus Kesimpulan Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Karya tulis ini bermula dari pembahasan secara singkat mengenai seni musik, mendengarkan
musik yang dikaitkan dengan persepsi manusia, dan faktor apa saja yang mempengaruhi
emosi pendengar dalam merasakan musik tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi
yaitu akustik dimana penjabaran secara singkat mengenai definisi, sifat akustik, dan
masalah/cacat akustik. Selanjutnya pembahasan akustik di fokuskan kepada akustik
Auditorium, seperti apa ideal akustik Auditorium dan bagaimana pengukuran akustik
Auditorium sehingga mendapatkan kualitas yang baik. Untuk melengkapi hasil penelitian ini,
penulis menggunakan dua studi kasus yang akan dikaitkan dengan teori dan melihat secara
keseluruhan apakah sudah sesuai/ideal.
TINJAUAN TEORI
Seni Musik, Mendengar, dan Faktor yang Mempengaruhi
Musik adalah salah satu seni sebagai cara manusia mengekspresikan ide-­‐ide atau emosinya dengan cara memuaskan indera manusia. Seni musik termasuk seni dinamis dimana seni pemuasan indera pendengaran (telinga) yang berkaitan dengan ruang dan waktu dan keduanya disatukan dalam karya seni dengan prinsip unity (kesatuan), sehingga sudah semestinya kita menikmati musik dari awal sebagai satu kesatuan. Hal ini berkaitan pula dengan durasi, ritme, pola ketukan, dan yang terpenting tempo. Penggabungan atau kombinasi vokal/nada instrumen (rhythm, repetition, melodic line, keseimbangan, proporsi, kontras, dan harmoni) akan menghasilkan mood pendengar dan tersampaikan pesan/cerita dari pencipta musik tersebut. Udara
Sumber Bunyi
Penerima
(Telinga
Manusia)
Sensasi
Persepsi
Gambar 1 Skema Bunyi dan Persepsi
Sumber: Pribadi
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Konsepsi
(Subjektif)
Perasaan
Sudut Pandang
Ingatan dan
Fantasi
Pengalaman
Berdasarkan skema diatas (Gambar 2.2.), sumber bunyi yang memiliki gelombang yang menjadi suatu rangsangan/stimulus sebagai reseptor, merambat melalui udara sebagai perantaranya, sampai ke telinga manusia sebagai penerima rangsangan sebagai sensasi, setelah itu manusia mengolah data tersebut menjadi persepsi dan akhirnya menjadi suatu konsepsi yang bersifat subjektif dipengaruhi oleh perasaan pengamat saat itu, sudut pandang yang digunakan, ingatan dan fantasi, dan pengalaman yang telah ada sebelumnya. Persepsi merupakan hasil yang subjektif dimana setiap orang akan mendapatkan hasil persepsi yang berbeda tergantung banyak faktor, seperti pengalaman dan perasaan, atau memori pendengar saat itu. Ketika kita mendengarkan suatu karya musik sedih, dan perasaan saat kita sedang sedih, ditambah dengan memori dan pengalaman kita akan kesedihan itu, dengan mendengarkan musik tersebut dengan penuh penghayatan akan membuat pendengar akan sangat merasakan kesedihan tersebut, itulah yang dinamakan pengalaman ruang melalui sebuah karya musik. Respon yang timbul terhadap suatu pengalaman musik, tidak tergantung pada musik yang diterima pada satu momen tertentu, namun merupakan akumulasi (analisa keseluruhan) pengalaman pendengar terhadap komposisi musik tersebut. Untuk menikmati musik, sudah semestinya kita mendengarkan dari awal hingga akhir musik tersebut, karena musik merupakan satu kesatuan utuh. Akustik Kata "akustik" berasal dari Yunani ακουστικός (akoustikos), yang berarti "dari atau untuk
pendengaran, siap untuk mendengar" dan bahwa dari ἀκουστός (akoustos), "dengar,
terdengar", yang merupakan kata kerja ἀκούω (akouo), "saya mendengar". Akustik adalah
ilmu bunyi yang membahas mengenai penginterpretasian bunyi melalui indera pendengaran
kita.
Akustik bukan hanya mengenai musik yang biasanya identik dengan musik akustik, seperti
gitar dan perkusi. Pemahaman itu tidak salah, hanya saja akustik merupakan salah satu
cabang fisika yang mempelajari suara, getaran dan sifat-sifatnya serta aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan studi dari semua gelombang mekanik dalam gas,
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
cairan, dan padatan termasuk getaran, USG, suara, dan Infrasonik. Jadi akustik juga bisa di
aplikasiakan pada akustik rumah sakit, jalan, dan sebagainya bukan hanya untuk seni musik.
Manusia menafsirkan bunyi melalui indera pendengaran. Apa yang ditafsirkan oleh indra
bersifat terbuka dengan subjektivitas dalam hal suka dan tidak suka, dimana pendapat masingmasing orang mungkin dapat berbeda. Interpretasi subjektif dari suara tidak hanya
mendefinisikan perbedaan antara musik dan suara, tetapi juga menentukan kualitas
komunikasi dalam ruang.
Gambar 2 Tiga elemen akustik
Sumber: Doelle, Leslie L, Akustik lingkungan, 1990, Jakarta, hlm.6
Dalam setiap situasi akustik terdapat tiga elemen yang harus diperhatikan (Gambar 3.1.)
(1) Sumber bunyi, yang diinginkan atau tidak diinginkan. Sumber bunyi dapat berupa
benda yang bergetar (pita suara manusia, senar gitar, loudspeaker, tepuk tangan, dll).
Jika bunyi tersebut diinginkan (pembicara atau musik), sumber bunyi harus diperkuat
dengan menaikkannya dalam jumlah cukup terhadap pendengar.
(2) Jejak perambatan bunyi. Jika bunyi diinginkan, jejak perambatan harus dibuat lebih
efektif dengan menguatkan pemantulan bunyi dan dengan menempatkan pendengar
sedekat mungkin ke sumber. Sebagai tambahan, pendengar harus dibebaskan dari
semua pengalihan perhatian yang mengganggu, yaitu, bising dari dalam maupun dari
luar.
(3) Penerima bunyi dapat berupa telinga manusia maupun microphone.
Gelombang bunyi dapat merambat langsung melalui udara dari sumbernya ke telinga manusia
maupun dapat terpantul terlebih dahulu oleh permukaan/pembatas ruangan. Terdapat
beberapa karakter/sifat bunyi terhadap akustik, khususnya pada
ruangan tertutup, yaitu:
Penyerap Bunyi (Absorber), Pemantul Bunyi (Reflector), Penyebaran Bunyi (Diffuser),
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Pembelokkan Bunyi (Difractor), Bunyi yang di transmisikan (Transmitter), Bunyi yang
hilang dalam struktur bangunan, Bunyi yang dirambatkan oleh struktur bangunan, dan
Dimensi.
Kriteria akustik ruang ditentukan dengan dua parameter/cara yaitu secara Objektif dan
Subjektif. Parameter Objektif merupakan kriteria menentukan akustik melalui penghitungan
secara fisika dan juga untuk memperkuat data subjektif, yaitu . Parameter subjektif sangat
berkaitan dengan parameter objektif. Liveness dengan RT, intimacy, fullness, clarity dengan
delay time, warmth dengan RT ditambah frekuensi, dan texture dengan seberapa banyak
pantulan.
Parameter Subjektif merupakan kriteria berdasarkan persepsi individu, seperti: intimacy
(impresi dalam kualitas bunyi seolah-olah sumber bunyi dekat dengan pendengar),
spaciousness/envelopment (bunyi seolah-olah meliputi seluruh ruang dengan merata), fullness
of tone (kualitas bunyi yang dihasilkan, berkaitan dengan RT), dan overall impressions
(penilaian rata-rata dari semua parameter yang penting) yang biasanya dipakai akustik teater
dan concert hall. Parameter ini memiliki banyak kelemahan karena persepsi individu dapat
berbeda satu sama lain, oleh karena itu dibutuhkan pengukuran objektif untuk memperkuat
hasil pengukuran. Semua parameter subjektif membutuhkan perhitungan matematis (objektif)
untuk memperkuat hasil pengukuran.
Masalah akustik memang sering kali menjadi hambatan yang dapat mengurangi kualitas
akustik suatu ruangan terutama untuk ruangan tertutup. Masalah yang mengurangi kualitas
akustik seperti: Gema (Echoe), Pemantulan yang berkepanjangan (Long-delayed), Gaung,
Pemusatan Bunyi, Ruang Gandeng, Distorsi, Resonansi Suara (Korolasi), Bayangan Bunyi,
Serambi Bisikan, External Noise (Bising).
Auditorium
Auditoirium berasal dari kata audiens (penonton/penikmat) dan rium (tempat), Auditorium
berarti tempat berkumpulnya penonton untuk menyaksikan suatu acara tertentu. Berdasarkan
KBBI au·di·to·ri·um (n) adalah bangunan atau ruangan besar yg digunakan untuk
mengadakan pertemuan umum, pertunjukan, dsb.
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Berdasarkan jenis aktivitas yang berlangsung di dalamnya, maka suatu auditorium dibedakan
jenisnya menjadi: Auditorium untuk pertemuan (seminar, konferensi, rapat besar, dan lainlain) Reverberation time (RT) untuk auditorium untuk pertemuan berada pada 0-1 detik,
dengan waktu dengung yang ideal 0,5 detik; Auditorium untuk pertunjukan seni yang
dibedakan menjadi auditorium yang menampung aktivitas musik saja dan yang menampung
aktivitas musik sekaligus gerak. Reverberation time (RT) untuk auditorium seni (terutama
seni musik) berada pada 1-2 detik, dengan waktu dengung yang ideal 1,5 detik; Auditorium
multifungsi, yaitu auditorium yang tidak dirancang secara khusus untuk fungsi percakapan
atau musik, namun sengaja dirancang untuk berbagai keperluan tersebut, termasuk pameran
produk, perhelatan pernikahan, ulangtahun, dan lain-lain. Auditorium multifungsi dapat
berfungsi maksimal bagi bermacam-macam kegiatan, sehingga harus memiliki penyelesaian
interior yang fleksibel (dapat diubah-ubah) untuk mampu menyajikan waktu dengung ideal
yang berbeda-beda.
Secara garis besar bagian di dalam auditorium dapat dibedakan menjadi:
1. Ruang-ruang utama, yang meliputi ruang panggung dan ruang penonton, baik
ruang penonton lantai satu maupun lantai balkon.
2. Ruang-ruang pendukung, yang meliputi ruang persiapan pementasan, toilet,
kafeteria, hall, ruang tiket, dan lain-lain
3. Ruang-ruang servis, yang meliputi ruang generator, ruang pengendali udara,
gudang peralatan, dan lain-lain.
Akustik Auditorium Persyaratan kondisi mendengar yang baik dalam suatu auditorium adalah:
1. Kekerasan (loudness) yang cukup
2. Energi bunyi harus didistribusi secara merata (terdifusi) dalam ruang
3. Karakteristik dengung optimum harus disediakan dalam auditorium untuk
memungkinkan penerimaan bahan acara yang paling disukai oleh penonton dan
penampilan acara yang paling efisien oleh pemain
4. Ruang harus bebas dari cacat-cacat akustik (gema, pemantulan yang berkepanjangan
(long-delayed reflection), gaung, pemusatan bunyi, distorsi, bayangan bunyi, dan
resonansi ruang.
5. Dimensi/bentuk auditorium
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
6. Penyelesaian lantai, plafon, dinding panggung
7. Penyelesaian Area penonton (lantai, plafon, dinding)
8. Penyelesaian Balkon
Untuk mengukur kualitas akustik sebuah ruangan, terdapat dua sisi, secara objektif
berdasarkan kepada besaran-besaran fisika, mengindetifikasi kondisi akustik optimum sesuai
dengan ‘preferensi’ dari pendengarnya dan secara subjektif (subjective preference) dari orang
yang menilainya. Meskipun sering didasarkan kepada besaran-besaran fisika.
Pengukuran akustik dapat dilakukan berdasarkan desain ruang yang ada (existing) atau
prediksi dari rencana/desain ruang yang akan dibangun, dapat dilakukan dengan beberapa
cara:
1. Secara langsung pada ruangan tersebut
2. Dengan menggunakan prediksi berdasarkan rumus-rumus kriteria yang ada (secara
empiris)
3. Dengan menggunakan kepekaan pendengaran seseorang (secara subjektif)
4. Dengan menggunakan teknik modeling untuk memprediksi kualitas akustik
menggunakan simulasi komputer (akustik geometris)
5. Menggunakan beberapa metoda di atas dan memperbandingkannya.
PEMBAHASAN
Penulis membahas dua studi kasus yaitu Goethe Haus dan Gedung Kesenian Jakarta karena
kedua bangunan ini dibangun pada jaman yang berbeda, sehingga perlu adanya analisis lebih
lanjut apakah dengan adanya perbedaan jaman tersebut, bangunan ini masih mengikuti kaidah
ideal Akustik Auditorium yang baik.
Goethe Haus (2002)
Gedung Kesenian Jakarta (1814)
Gambar 3 Goethe Haus dan Gedung Kesenian Jakarta
Sumber: Pribadi
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Goethe-Institut di Jakarta merupakan salah satu cabang dari Goethe-Institut dunia, dan
menjadi perwakilan dari bagian Asia Tenggara. Awal mulanya Goethe-Institut Jakarta berada
di daerah Matraman, bangunan rumah yang digunakan sebagai ruang kursus ditambah dengan
lobi serbaguna. Pada tahun 2002 akhirnya dipindahkan menjadi ke Sam Ratulangi,
kepindahan ini dikarenakan kebutuhan ruang untuk berkegiatan yang menjadi lebih banyak
(baik bahasa, perpustakaan, maupun kegiatan seni dan pertunjukkan) sehingga membutuhkan
area yang lebih luas.
Ide munculnya Gedung Kesenian Jakarta berasal dari Gubernur Jenderal Belanda, Daendels,
kemudian direalisasikan oleh Gubernur Jenderal Inggris, Sir Thomas Stamford Raffles pada
tahun 1814 yang merasa prihatin ketika pertama kali menduduki Batavia (sekarang menjadi
Jakarta) pada tahun 1811 karena menyaksikan kota ini tidak memiliki gedung kesenian.
Goethe Haus
Jenis
Auditorium
Pertunjukan
Seni
Bagian
Auditorium
R. Utama
Panggung
Terbuka
Panggung
Penonton
Jarak ke
lantai: 0,9 m
Trap/Undakan
Kapasitas: 301
Jarak antar
Kursi: 0,7 m
Jumlah kursi perbaris:
Tidak sesuai syarat
R. Pendukung
R. Servis
Bentuk
Auditorium
Tak Teratur
(Gabungan)
Peredam Bunyi
Jauh dari
Auditorium
Gambar 4 Skema Kesimpulan Goethe Haus
Sumber: Pribadi
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Goethe Haus merupakan Auditorium untuk pertunjukkan seni yang mayoritas digunakan
untuk musik dan film. Untuk area panggung yang digunakan yaitu panggung terbuka dimana
area panggung menjorok ke depan. Jarak antara lantai panggung dan penonton sesuai dengan
ideal sebuah Auditorium yaitu sebesar 90 cm.
Area penonton di Goethe Haus yang berkapasitas 301 kursi penonton menggunakan
undakan/trap yang menguntungkan dalam pemasangan furnitur, tetapi ini menjadi merugikan
karena tangga menggunakan bahan parquet yang dapat menghasilkan bunyi ketika berjalan
dan menyulitkan pergerakan orang tua/kurang mampu.
Jarak antar kursi (depan-belakang) yang hanya 70 cm, dibawah standar yaitu minimal 86 cm
yang membuat ketidaknyamanan dalam bersirkulasi. Begitu pula dengan jumlah kursi
perbaris di Goethe Haus mayoritas lebih dari 15 kursi yang dapat menyulitkan sirkulasi.
Ruang pendukung yang mengelilingi Auditorium selain menjadi pendukung Auditorium juga
sebagai ruang peredam bunyi bising dari luar. Hal ini didukung dengan penempatan ruang
servis yang jauh dari Auditorium yang akan mengurangi kebisingan baik secara airbone
maupun structurebone sound.
Bentuk Auditorium di Goethe Haus merupakan gabungan dari bentuk kipas (bentuk
auditorium yang mengecil di ujung) dan tapal kuda (penempatan kursi penonton melengkung)
yang mengikuti kondisi area/luas Goethe Haus yang tidak begitu besar.
Atap yang digunakan adalah atap datar yang sebenarnya akan hanya menyediakan
pemantulan dengan waktu tunda yang singkat yang terbatas, oleh karena itu, penyelesaian
dilakukan dengan permainan plafon dengan menonjolkan bidang yang ada dan penambahan
papan akustik sebagai peredam suara.
Penggunaan sound system untuk kegiatan musik di Goethe Haus bertujuan untuk menambah
kualitas bunyi, meskipun tidak selalu dipakai dalam kegiatan musik. Penempatan loudspeaker
merupakan kombinasi dari jenis terpusat dan tersebar yang menghasilkan bunyi dapat
terdengar baik di seluruh ruangan.
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Hasil pengukuran SLM terlihat bahwa kekuatan bunyi yang diterima di setiap posisi
mendapatkan porsi yang sama/merata. Untuk pengukuran RT berada sedikit di bawah syarat
yang ditentukan, tetapi masih sesuai dalam waktu dengung yang baik, dikarenakan idealnya
berada di antara 1-2 detik.
Gedung Kesenian Jakarta
Jenis
Auditorium
Pertunjukan
Seni
Bagian
Auditorium
R. Utama
Panggung
Proscenium
Panggung
Penonton
Jarak ke
lantai: 1,17 m
Lantai: Inclined
Kapasitas: 472
Jarak antar
Kursi: 0,85 m
Jumlah kursi perbaris:
Sesuai syarat
R. Pendukung
R. Servis
Bentuk
Auditorium
Tak Teratur
(Gabungan)
Peredam Bunyi
Jauh dari
Auditorium
Gambar 5 Skema Kesimpulan Goethe Haus
Sumber: Pribadi
Gedung Kesenian Jakarta merupakan Auditorium untuk pertunjukkan seni yang mayoritas
digunakan untuk seni pertunjukan, tari musik dan peran. Untuk area panggung yang
digunakan yaitu panggung proscenium dimana menggunakan batasan antara penonton dan
pemain (jarak antara lantai panggung dan penonton dan penggunaan curtain wall sebagai
penutup area penonton. Jarak antara lantai panggung dan penonton sebesar 1,17 m dimana
tidak sesuai dengan persyaratan dan membuat penonton menjadi mendongak (di bagian kursi
depan). Hal ini didukung dengan pendapat dari mbak Putu sebagai Humas GKJ.
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Area penonton GKJ berkapasitas 472 kursi penonton menggunakan sistem penataan lantai
miring (inclined) dimana bunyi lebih mudah diserap bila merambat melewati penonton
dengan datang miring (grazing incidence) apalagi dengan penggunaan material busa dan
karpet sebagai pelapis lantai, yang tidak menyebabkan bunyi ketika orang berjalan.
Jarak antar kursi (depan-belakang) sebesar 85 cm sesuai dengan syarat hanya saja menurut
penulis jarak 15 cm untuk sirkulasi orang juga kurang cukup, dimana orang yang duduk akan
berdiri dan menyilahkan orang masuk. Jumlah kursi perbaris di GKJ sudah sesuai dengan
ideal penyelesaian area penonton, sehingga sirkulasi pergerakan menjadi lebih mudah.
Ruang pendukung pada GKJ yang mengelilingi Auditorium sama seperti Goethe Haus
dimana selain menjadi pendukung Auditorium juga sebagai ruang peredam bunyi bising dari
luar. Penempatan ruang servis yang jauh dari Auditorium juga dapat mengurangi kebisingan
baik secara airbone maupun structurebone sound.
Bentuk Auditorium di GKJ merupakan pengembangan dari penggabungan bentuk segiempat
dengan penambahan blakon seperti bentuk tapal kuda tetapi bukan kotak-kotak balkon, dan
bagian belakang yang melengkung. Dinding yang melengkung sebenarnya dapat
menghasilkan pemusatan bunyi tetapi GKJ telah menyelesaikan dengan penggunaan material
yang dapat menyebarkan bunyi yang disebut wood slat.
Atap yang digunakan adalah atap kubah/dome, dimana atap tersebut diselesaikan secara
akustik untuk mengurangi terjadinya pemusatan bunyi. Setengah bagian di dekat panggung
menggunakan multiplek sebagai pemantul bunyi dan sebagian menggunakan wood slat
sebagai penyebar bunyi.
Penggunaan sound system untuk kegiatan musik di GKJ bertujuan untuk menambah kualitas
bunyi, hanya saja ketika menggunakan sound system kualitas bunyi yang dihasilkan tidak
merata dan terpusat di tengah dan bagian lainnya terdengar cempreng. Hal ini dikarenakan
penyelesaian akustik GKJ sudah sangat baik, yaitu merambatkan bunyi dari sumber bunyi di
depan panggung menuju penonton, dengan penambahan loudspeaker yang berfungsi
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
menambah sumber bunyi malah akan mengurangi kualitas bunyi yang sebenarnya sudah
dangat baik. Penempatan loudspeaker merupakan kombinasi dari jenis terpusat dan tersebar.
Hasil pengukuran SLM terlihat bahwa kekuatan bunyi yang diterima di setiap posisi
mendapatkan porsi yang sama/merata. Untuk pengukuran RT berada sudah sesuai dengan
syarat yang ditentukan, sehingga secara keseluruhan GKJ merupakan Auditorium dengan
penyelesaian akustik yang sangat baik.
Analisis Keseluruhan
!."-/"&/*$(
!"#$%!&'"("%)*%&+*'*,-*
/"&,0*-%5,$6#,%:
-#")*!)&..%&.
/"&,0*-#")*!)&..%&.
/)#)(*3)&$),*4)&..%&.*5)&*4"&6&$6&
=)&$),*4"&6&$6&
O%)&.*>$):)
-#")*!"&6&$6&
@)4)0,$)0
/%:3)D*(%#0,*4"#*2)#,0
/)#)(*)&$)#*(%#0,*F5"4)&*2"3)()&.G
O%)&.*!"&5%(%&.
O%)&.*+"#Q,0
L"&$%(*-%5,$6#,%:
-$)4
0#)'/102$+&*
+=J
!"&.%(%#)&
O1
!"#$%&'%()&*+"&,
1"#2%()
789*:
>&5)()&?+",A7;
1,5)(*0"0%),*0E)#)$
78<*:
J"&."3,3,&.,*-%5,$6#,%:
K,3%)#*L)&.%&)&*F-M*+"&$#)3*5)&*1"(&,0G
1)(*1"#)$%#
K)$)#
J"&):2)D*(%)3,$)0*F5,4)(),*%&$%(*N,3:G
@"(%)$)&*L%&E,*J"#)$)
K,2)P)D*+E)#)$
!"&E"3"0),)&*L,0,&.
J":2%)$*#%)&.*5,*0"("3,3,&.*-%5,$6#,%:
!"#$%&'%()&*+"&,
!"#$%&'()*
;8;<*:
:,#,&.?('%.('&/
B<C
+"0%),*0E)#)$
78HI*:
J"&."3,3,3&.,*-%5,$6#,%:
K,3%)#*L)&.%&)&*F-M*+"&$#)3G
1)(*1"#)$%#
@%2)D
J"&.%#)&.,*(%)3,$)0*)(%0$,(
@"(%)$)&*L%&E,*J"#)$)
+"0%),*0E)#)$
:":2%)$*#%)&.*5,*0"("3,3,&.*-%5,$6#,%:
:"&..%&)()&*:)$"#,)3*4"#"5):*2,0,&.
56%23"*566#
Secara garis besar dua studi kasus ini berbeda satu sama lain. Jika melihat dari sejarah
pembangunannya, kedua bangunan ini dibangun pada zaman yang berbeda. Goethe Haus
merupakan bangunan baru (dibangung tahun 2002) dimana lebih menekankan pada konsep
modern dengan bentuk Auditorium yang sederhana, dinding dan plafon yang datar, serta tidak
menggunakan ornamen sebagai pelapis ruang Auditorium ini. Hal ini kemudian di selesaikan
dengan penggunaan elemen-elemen yang sesuai seperti papan akustik yang secara visual tidak
mengganggu bahkan menjadi menarik dengan warna jingganya, tanpa melupakan sifat
material sebagai penyerap bunyi.
Ini berkebalikan dengan Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) yang dibangun sejak tahun 1814 dan
dengan pengaruh Belanda di dalamnya yang membuat bangunan ini memiliki kerumitan
dalam segi bentuk dan hampir keseluruhan Auditorium dilapisi ornamen yang sangat indah
yang dijadikan selain kepuasan visual sekaligus menjadi elemen penyelesaian akustik.
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Persamaan dari kedua studi kasus ini terletak pada penataan ruang pendukung yang
mengelilingi Auditorium sebagai ruang peredam bunyi dan ruang servis yang diletakkan jauh
dari Auditorium. Hal ini memang menjadi salah satu penyelesaian secara akustik yang baik
untuk mengurangi kebisingan dari luar.
GKJ menjadi lebih nyaman dibandingkan dengan Goethe Haus karena Auditorium GKJ
menggunakan ornamen secara menyeluruh yang dapat membuat bunyi dapat tersebar dengan
sangat baik dan merata, sehingga bunyi yang didengar di Auditorium GKJ akan terasa lebih
‘penuh’.
Jarak kursi baik di Goethe Haus maupun di GKJ berada di bawah persyaratan ideal yaitu
minimal 86 cm, sehingga penonton akan merasa kurang nyaman dalam bersirkulasi keluarmasuk dari kursi tersebut. Tetapi secara akustik, hal ini menguntungkan, karena jarak lintasan
bunyi yang dicapai akan menjadi lebih pendek dikarenakan jarak dari sumber bunyi hingga
penonton paling jauh menjadi pendek.
Kekuatan/intensitas bunyi yang dihasilkan dari sumber bunyi di kedua studi kasus ini merata,
sehingga di setiap kursi penonton akan mendapatkan porsi kekuatan bunyi yang kurang lebih
sama satu sama lain. Dengan penambahan sound system, yang seharusnya dapat memperbaiki
kekuatan bunyi yang dihasilkan justru tidak terjadi di GKJ, dimana malah mengurangi
kualitas akustik yang sebenarnya sudah sangat baik ketika tanpa sound system. Untuk Goethe
Haus, dengan penambahan sound system cukup memperbaiki kualitas bunyi, meskipun begitu
akan lebih baik jika tanpa bantuan sound system. Jadi, pengggunaan sound system belum tentu
akan memperbaiki kualitas bunyi akustik, tetapi bisa juga memperburuknya.
Dari hasil pengukuran waktu dengung (RT), kedua studi kasus sudah sesuai dengan syarat
ideal akustik Auditorium yaitu berkisar antara 1-2 detik. Meskipun begitu GKJ yang memiliki
RT 1,6 detik lebih panjang 0.2 detik di bandingkan Goethe Haus sehingga Auditorium GKJ
menjadi lebih ‘hidup’, ‘penuh’ dan ‘hangat’.
Secara keseluruhan, kedua studi kasus ini sudah sesuai dengan
kriteria ideal akustik
auditorium baik dengan pengukuran objektif maupun subjektif (wawancara dan pengalaman
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
pribadi penulis). Meskipun begitu, berdasarkan penjabaran sebelumnya, dapat disimpulkan
Auditorium GKJ lebih baik dibandingkan Goethe Haus.
Kesimpulan
Musik adalah salah satu seni musik sebagai bentuk pengekspresian ide-ide atau emosinya
dengan cara pemuasan indera manusia. Seni musik termasuk seni dinamis dimana seni
pemuasan indera pendengaran (telinga) yang berkaitan dengan ruang dan waktu dan keduanya
disatukan dengan prinsip unity (kesatuan), sehingga menikmati musik dari awal sebagai satu
kesatuan menjadi suatu kemutlakan.
Manusia mendengarkan musik melalui indera pendengaran yaitu telinga, berawal dari sumber
bunyi yang menjadi rangsangan/stimulus, merambat melalui udara sebagai perantaranya,
hingga sampai ke telinga manusia sebagai penerima rangsangan sebagai sensasi, setelah itu
manusia mengolah data tersebut menjadi persepsi dan akhirnya menjadi suatu konsepsi yang
bersifat subjektif. Hal ini dipengaruhi oleh perasaan pengamat saat itu, sudut pandang yang
digunakan, ingatan dan fantasi, dan pengalaman yang telah ada sebelumnya.
Respon yang timbul terhadap suatu pengalaman musik, tidak tergantung pada musik yang
diterima pada satu momen tertentu, namun merupakan akumulasi (analisa keseluruhan)
pengalaman pendengar terhadap komposisi musik tersebut. Musik itu abstrak, penuh dengan
hal yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Imajinasi yang merespon musik bersifat
personal dan asosiatif dan logis mempengaruhi ritme tubuh.
Seni musik bukan hanya komposisi suara dan nada, melainkan juga bagaimana komposisi ide,
cerita, emosi yang ingin disampaikan oleh komposer yang akhirnya mempengaruhi
emosi/perasaan manusia sebagai pendengar melalui dua komponen yaitu baik secara fisik
(fungsi tubuh) yang menentukan intensitas dari emosi yang ditimbulkan atau psikis (memori,
pemikiran, dan persepsi) yang menentukan kualitas emosi yang timbul.
Terdapat beberapa aspek musik yang mempengaruhi emosi manusia yang berkaitan dengan
akustik suatu ruangan tertutup, yang disebut respon impuls (impulse response) yaitu oleh
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
kriteria objektif melalui penghitungan (RT, EDT, D50, C50;C80, TS, TTB, dan Background
Noise), subektif berdasarkan persepsi individu seperti intimacy (impresi dalam kualitas bunyi
seolah-olah sumber bunyi dekat dengan pendengar), spaciousness/envelopment (bunyi seolaholah meliputi seluruh ruang dengan merata), fullness of tone (kualitas bunyi yang dihasilkan,
berkaitan dengan RT), dan overall impressions (penilaian rata-rata dari semua parameter yang
penting), serta desain dan ukuran Ruang Tertutup. Aspek-aspek ini saling berkaitan dan
mendukung satu sama lain.
Akustik adalah ilmu bunyi yang membahas mengenai penginterpretasian bunyi melalui indera
pendengaran kita. Terdapat beberapa karakter/sifat bunyi terhadap akustik seperti (1)
penyerap bunyi (Absorber), (2) Pemantul Bunyi (Reflector), (3) Penyebaran Bunyi (Diffuser),
(4) Pembelokkan Bunyi (Difractor), (5) Bunyi yang di transmisikan (Transmitter), (6) Bunyi
yang hilang dalam struktur bangunan, (7) Bunyi yang dirambatkan oleh struktur bangunan,
dan (8) Dimensi.
Suatu Auditorium merupakan tempat berkumpulnya penonton untuk menyaksikan suatu acara
tertentu. Merancang suatu Auditorium yang baik secara akustik haruslah sesuai dengan syarat
dan ideal akustik suatu Auditorium seperti: (1) Kekerasan (loudness) yang cukup, (2)Energi
bunyi harus didistribusi secara merata (terdifusi) dalam ruang, (3) Karakteristik dengung
optimum harus disediakan dalam auditorium untuk memungkinkan penerimaan bahan acara
yang paling disukai oleh penonton dan penampilan acara yang paling efisien oleh pemain, (4)
Ruang harus bebas dari cacat-cacat akustik (gema, pemantulan yang berkepanjangan (longdelayed reflection), gaung, pemusatan bunyi, distorsi, bayangan bunyi, dan resonansi ruang.
(5) Dimensi/bentuk auditorium, (6) Penyelesaian lantai, plafon, dinding panggung (7)
Penyelesaian Area penonton (lantai, plafon, dinding), dan (8) Penyelesaian Balkon.
Selain mengikuti persyaratan ideal akustik, penghitungan/pengukuran akustikpun harus
dilakukan untuk menghasilkan kualitas akustik Auditorium yang baik. Pengukuran dilakukan
dengan dua cara yaitu secara subjektif (pengamatan seseorang) yang bersifat persepsi dan
objektif melalui besaran-besaran fisika, pengukuran subjektif bersifat mendukung dan
melengkapi pengukuran objektif. Dua cara pengukuran akustik secara objektif yang cukup
mudah yaitu menggunakan alat yang disebut sound level meter (SLM) dan pernghitungan
waktu dengung/reverberation time (RT) secara matematis.
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Berdasarkan dua studi kasus yang dibahas, kedua bangunan ini dibangun pada zaman yang
berbeda, Goethe Haus merupakan bangunan baru yang lebih menekankan pada konsep
modern dimana bentuk Auditorium yang sederhana, dinding dan plafon yang datar, serta tidak
menggunakan ornamen yang melapisi Auditorium ini berkebalikan dengan Gedung Kesenian
Jakarta (GKJ) yang dibangun sejak tahun 1814 dan dengan pengaruh Belanda di dalamnya
yang membuat bangunan ini memiliki kerumitan dalam segi bentuk dan ornamen, dan
menjadikan ornamen tersebut sebagai elemen akustik.
Meskipun dibangun pada zaman yang berbeda, tetapi tetap mengikuti kaidah ideal akustik
Auditorium secara baik, dimana waktu dengung (RT) yang dihasilkan sesuai dengan syarat
yaitu berkisar antara 1-2 detik, sehingga kualitas bunyi yang didengar akan menjadi lebih
‘hidup’, ‘penuh’, dan ‘hangat’. Meskipun begitu, GKJ memiliki RT sedikit lebih panjang dari
Goethe Haus sehingga lebih mendapatkan kepenuhan bunyi ketika mendengarkan musik yang
ditampilkan di Auditorium GKJ.
Penyelesaian akustik di kedua Auditorium baik di Goethe Haus maupun di GKJ tidak terlalu
rumit dikarenakan bangunan ini berkapasitas kecil dengan dimensi yang kecil sehingga jarak
lintasan bunyi yang dihasilkan akan lebih pendek bila dibandingkan dengan kapasitas dan
dimensi besar.
Secara keseluruhan, kedua studi kasus ini berdasarkan kriteria ideal akustik auditorium,
pengukuran objektif maupun subjektif (wawancara dan pengalaman pribadi penulis) sudah
cukup sesuai, meskipun begitu GKJ memiliki kenyamanan yang lebih baik secara kepenuhan,
kehidupan, dan kehangatan bunyi yang di dapat dan paling mendekati ideal akustik
Auditorium.
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
KEPUSTAKAAN
SUMBER BERUPA BUKU:
Ambarwati, Dwi Retno Sri, Perancangan Akustik Interior Gedung Pertunjukkan, Yogyakarta
Barron, Michael, Auditorium Acoustics and Architecctural Design, London, 2009
Charles W. Hughes, The Human Side of Music, DA Capo Press, 1970, New York
Dallin, Leon, listener’s Guide, Iowa, 1959
Gani, Anastasia Cinthya, Evaluasi Kualitas Akustik Teater Pertunjukkan Musik Tradisional di
Indonesia, Depok, 2012
James Cowan Senior Consultant, Architectural Acoustics Design Guides, New York 2000
L. Doelle, Leslie, Akustik lingkungan, Jakarta, 1990
Mediastika, Christina E., Akustika Bangunan Prinsip-prinsip dan Penerapannya di Indonesia
Natasya, Kajian Awal Interpretasi Ruang dalam Musik dan Arsitektur, 2003
Raffman, Diana, Language, Music, and Mind, The MIT Press, 1993, Cambridge,
Massachusetts
Satwiko, Prasasto, Fisika Bangunan, Yogyakarta, 2008
Smith, B.J, Peters, R.J, Owen, Stephanie, Acoustic and Noise Control, London and New
York, 1985
Tel, Irwan, Kajian tentang Bunyi sebagai Pembentuk Persepsi Ruang, Depok, 2003
SUMBER BERUPA ARTIKEL DARI MEDIA ELEKTRONIK:
Akoestische.blogspot.com/2011/11/berbicara-sedikit-tentang-akustik/ 29.04.2013 14.30
blogs.itb.ac.id/jsarwono/2009/04/10/waktu-dengung-reverberation-time/ 10.04.2013 18.18
http://www.stpauls.co.uk/Cathedral-History/Explore-the-Cathedral/Climb-the-Dome
24.05.2013 pukul 23.53
http://kbbi.web.id/auditorium 18.04.2013 12.00
Jokosarwono.wordpress.com/2008/04/12/fenomena-akustik-dalam-ruang-tertutup/ 10.04.2013
14.15
Jokosarwono.files.wordpress.com/2010/03/uts-akustik-adrian.pdf/ 10.04.2013 pukul 13.50
Merthayasa.wordpress.com/2011/10/23/414/ 10.04.2013 16.20
Siagian, Yohanes, Makalah Akustik, www.academia.edu/1478474/ MAKALAH_akustik 10
april 2013 16.00
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
www.M-w.com/dictionary
http://Id.shvoong.com/exact-science/architecture/2284872-pengertian-dan-definisiakustik/ 29.04.2013 14.35
wikarmawan.wordpress.com/2011/01/31/sistem-akustik-ruang/ 29.04.2013 14.55
SUMBER LAIN:
Catatan Perkuliahan Akustik, 2011
Dewiyanti Delim, Putu, Wawancara, Jakarta, 19 Mei 2013
Legoh, Finarya, Wawancara, Depok, 11 April 2013
Rizki, Wawancara, Jakarta, 17 Mei 2013
Akustik Sebagai..., Fatya Faizanur, FT UI, 2013
Download