Peningkatan Peran-Ekonomi Perempuan Dalam

advertisement
6
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Krisis ekonomi akhir tahun 1997 mengakibatkan banyak perusahaan
manufaktur bangkrut dan mengakibatkan banyak pekerja kehilangan pekerjaan
yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan ekonomi bagi keluarganya.
Pasal 25 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyatakan bahwa PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu
yang
mengakibatkan
berakhirnya
hak
dan
kewajiban
antara
pekerja/buruh dan pengusaha.
Krisis dapat menjadi tantangan sekaligus peluang karena sebelumnya
perempuan hanya berada di rumah menjadi dapat keluar rumah untuk
mengaktualisasikan
dirinya
(self
actualization).
Deere
et.al
(2005)
mengemukakan bahwa: “The impact of the crisis and structural adjusment
policies has been devastating for poor women due primarily to three factors: (1) a
sharp fall in wages and rising female unemployment; (2) the unequal burden
which the rising cost of living imposes on women; (3) the reductions in public
spending for services on which women rely”.
Ada empat langkah strategi mengatasi dampak krisis ekonomi seperti
dikemukakan oleh Deere et.al (2005) berikut :
Four main strategies can be detected, (1) women are entering the labour
force in increasing numbers, particularly as workers in export-processing
industries; (2) along with men, they are engaging in a wide variety of
activities in the informal sector; (3) household are diversifying their survival
strategies, changing living and consumption patterns; and (4) women are
joining, and even predominating in, the international migration stream. All
of these constitute important economic and social changes of the last
decade.
Empat strategi pokok dapat dideteksi, (1) perempuan semakin banyak
yang menjadi tenaga kerja, umumnya sebagai pekerja di industri-industri
yang memproduksi barang untuk diekspor; (2) bersama laki-laki,
perempuan memperluas aktivitasnya di sektor informal; (3) rumah tangga
melakukan banyak strategi bertahan hidup, mengalami perubahan pola
hidup dan konsumsi; dan (4) perempuan ikut serta bahkan menginginkan
terlibat dalam arus migrasi internasional. Kesemua strategi ini
menyumbang pada perubahan ekonomi dan sosial dalam dekade terakhir.
7
Snel dan Staring (2001) mengatakan terdapat empat tipe strategi yang
dilakukan oleh keluarga yang terkena PHK, yaitu (1) membatasi pengeluaran
rumah tangga dengan mengkonsumsi lebih sedikit atau mengurangi unit yang
mengkonsumsi; (2) menggunakan sumber daya internal rumah tangga secara
lebih intensif atau membangun hubungan tolong-menolong di dalam jaringan
sosial informal yang ada; (3) melakukan kegiatan, seperti menjual aset rumah
tangga, mempertukarkan keterampilan dengan upah di sektor pekerjaan formal
maupun informal; (4) mengupayakan dukungan dari pihak yang mempunyai
kekuatan sosial-ekonomi-politik yang lebih besar, seperti institusi negara, tokoh
masyarakat lokal atau organisasi-organisasi swasta. Keempat tipe strategi ini
menunjukkan tingkat ketergantungan. Jika sumber daya sudah berada di luar
jangkauan (kontrol) keluarga pekerja yang terkena dampak PHK, tingkat
ketergantungan mereka terhadap pihak lain semakin rentan kondisinya.
Masalah PHK menjadi semakin berat dirasakan oleh keluarga karena
laki-laki yang terkena PHK merupakan pencari nafkah/pendapatan utama dan
satu-satunya dalam keluarga. Strategi yang paling mungkin untuk dilakukan pada
saat terjadi kondisi demikian adalah perempuan tampil menjadi pencari nafkah.
Akan tetapi, tampilnya perempuan sebagai pencari nafkah masih sangat
terbatas. Ruang gerak perempuan yang terbatas tersebut bukan hanya karena
keterikatan mereka pada tugas rumah tangga, tetapi juga karena adanya norma
dalam masyarakat yang menganggap pantang bagi perempuan pergi jauh-jauh
dari rumah tanpa pendamping, serta rendahnya tingkat pendidikan dan
keterampilan, kurangnya keterampilan, kurangnya pengetahuan, pengalaman
dan pergaulan yang sempit.
Keadaan krisis yang berdampak pada menurunnya kesejahteraan keluarga
mempunyai efek paling parah terhadap perempuan seperti yang dikemukakan
Deere et.al (2005) sebagai berikut:
Poor women, especially those with families, have had to bear the major
brunt of the regional economic crisis. The economic crunch has hit women
harder than men because women’s disadvantaged occupational
distribution and more limited access to resources, makes them more
vulnerable; moreover their roles as producers and consumers are different.
In addition, women have always assumed a primary role in household
survival strategies, securing and allocating usually meagre cash and other
resources to enable their families to make ends meet.
Perempuan miskin, terutama mereka yang telah berkeluarga, mengalamai
masalah paling berat akibat krisis ekonomi regional. Menurunnya ekonomi
telah memukul perempuan lebih keras daripada laki-laki karena
8
perempuan mempunyai ketidakberuntungan dalam distribusi pekerjaan
dan lebih terbatas dalam hal akses terhadap sumber-sumber, membuat
mereka lebih terpukul; lebih jauh lagi karena peran mereka sebagai
produsen dan konsumen juga berbeda. Sebagai tambahan, perempuan
selalu diasumsikan sebagai pemegang peranan utama dalam strategi
bertahan hidup suatu rumah tangga, mengamankan dan mengalokasikan
uang kontan yang sangat kecil serta sumber-sumber lain agar kebutuhan
tetap terpenuhi.
Hal senada diungkapkan Davies dan Patricia (2005) sebagai berikut.
The economic crisis has made it extremely difficult for families to survive on a
single wage, forcing additional women into labour force to meet the rising cost
of living and the decreased wage-earning capacity of men due to
unemployment or wage cuts, or due to their absence as a result of migration.
At the same time structural adjustment policies are forcing families to absorb a
greater share of the cost of survival as a result of cutbacks in social services,
such as health and education, and the elimination or reduction of subsidies on
food, transportation and utilities. By shifting more responsibility for survival
from the state to the household, structural adjustment policies are increasing
the burden on the poor, especially women.
Krisis ekonomi telah membuat kesulitan bagi keluarga untuk bertahan
hanya dengan satu jenis upah, memaksa perempuan bekerja untuk
mengatasi kenaikan biaya hidup dan penurunan upah akibat laki-laki diPHK menjadi alasan terjadinya migrasi. Pada saat yang sama kebijakan
struktural memaksa keluarga untuk membatasi pengeluaran sebagai hasil
dari pengurangan pelayanan sosial, seperti kesehatan dan pendidikan, dan
eliminasi atau pengurangan subsidi makanan, transportasi dan fasilitas.
Dengan membagi tanggung jawab untuk bertahan hidup dari negara
kepada rumah tangga, kebijakan struktural seperti ini akan menambah
jumlah orang miskin, terutama perempuan.
Strategi bertahan hidup seperti dikemukakan di atas dilakukan perempuan
untuk mempertahankan keluarganya. Perempuan yang kemudian bekerja atau
melakukan aktivitas ekonomi untuk mencari nafkah dapat diartikan sebagai
peran-ekonomi perempuan dalam keluarga. Peran-ekonomi perempuan akan dilihat
dari besarnya kontribusi pendapatan perempuan.
Hubungan Gender
Gender sebagaimana diungkapkan Fakih (1996) adalah suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara social
maupun cultural (misalnya perempuan dikenal sebagai lemah lembut dan
emosional, sedangkan laki-laki dianggap kuat dan rasional). Identitas, peran,
fungsi, pola perilaku, kegiatan dan persepsi tentang perempuan dan laki-laki
ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan tempat mereka dilahirkan dan
dibesarkan (Tan dalam Sumarti dan Ekawati, 2006).
9
Perbedaan gender melahirkan peran gender. Persoalan dapat muncul dari
pembedaan peran gender. Peran gender perempuan seringkali dinilai lebih
rendah dan kurang berarti dibanding peran laki-laki (Fakih, 1996). Peran gender
dapat dilihat dari pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Pembagian
kerja yang dimaksud adalah dalam hal kegiatan produktif dan reproduktif, yaitu
sejauhmana perempuan dan laki-laki melakukan pembagian kerja atau peran
dengan baik sehingga perempuan dapat melakukan pekerjaan produktif.
Beban domestik yang pada umumnya menjadi tanggung jawab perempuan
dikerjakan secara bersama-sama dengan laki-laki atau dapat digantikan oleh
laki-laki dengan tujuan membuka peluang perempuan untuk berusaha. Sumarti
dan Ekawati (2005) mengemukakan bahwa pembagian kerja dalam keluarga
maupun masyarakat pada umumnya dapat dilihat dari profil kegiatannya. Profil
kegiatan ini mencakup informasi, yaitu (a) siapa (pria, wanita atau bersama) yang
melakukan kegiatan (produktif, reproduktif dan sosial), (b) kapan dan di mana
kegiatan dilaksanakan serta berapa frekuensi dan waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan kegiatan tersebut, dan (c) berapa pendapatan yang dihasilkan
melalui kegiatan tersebut.
Kegiatan produktif adalah kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga
dalam bentuk uang atau barang, misalnya bertani, berkebun, beternak, berdagang.
Kegiatan reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia
dan keluarga, seperti mengandung, melahirkan dan mengasuh anak, pekerjaan
rumah tangga, memasak, mencuci. Kegiatan-kegiatan aksi sosial di luar rumah
tangga adalah keterlibatan bersama kelompok atau organisasi sosial.
Potensi Ekonomi Perempuan
Potensi adalah sesuatu yang bisa dimanfaatkan atau didayagunakan.
Pengertian ekonomi menurut Mubyarto (dalam Sajogyo dan Martowijoyo, 2005)
adalah suatu kegiatan produksi untuk memperoleh pendapatan bagi kehidupannya.
Potensi ekonomi yang dimiliki perempuan adalah unsur-unsur yang dapat memberi
kekuatan untuk perempuan supaya bisa beraktivitas ekonomi seperti pendidikan
(formal dan informal), keterampilan dan waktu yang tersedia untuk bekerja seperti
dikemukakan Sadli dan Patmonodewo (dalam Ihromi, 1995).
Potensi ekonomi yang dimiliki perempuan adalah kemampuan yang dimiliki
perempuan untuk menjalankan kegiatan ekonomi sehingga dapat berperan
ekonomi, yaitu memberikan kontribusi secara ekonomi dalam keluarga (Sadli dan
10
Patmonodewo dalam Ihromi, 1995). Tinggi rendahnya potensi ekonomi yang
dimiliki perempuan ini sangat tergantung pada tingkat pendidikan, ada tidaknya
keterampilan dan berhubungan dengan ketersediaan waktu untuk melakukan
kegiatan ekonominya tersebut. Waktu yang tersedia bagi perempuan untuk
melakukan aktivitas ekonomi dapat dilihat dari pembagian kerja dalam keluarga.
Potensi ekonomi yang dimiliki perempuan juga dipengaruhi oleh ada
tidaknya peluang-peluang ekonomi yang dapat diperolehnya. Peluang ekonomi
perempuan
adalah
kesempatan
kerja
yang
dapat
dimanfaatkan
untuk
mendapatkan penghasilan, yaitu sejauhmana perempuan dapat diterima sebagai
tenaga kerja (buruh atau karyawan) dalam suatu perusahaan baik formal
maupun informal ataupun kesempatan kerja bagi perempuan dimana perempuan
bekerja sebagai pengusaha dalam usaha mandiri (Mosse, 1996).
Kesempatan kerja dalam wujud usaha mandiri seperti ini biasanya dalam
bentuk sektor informal. Asumsinya adanya potensi dan peluang ekonomi
perempuan akan dapat mendukung kenyataan bahwa perempuan harus dapat
bekerja sebagai pencari nafkah atau pendapatan utama dalam keluarga yang
terkena dampak PHK sekalipun dalam bentuk sektor informal.
Usaha-usaha dalam sektor informal berkaitan dengan daya beli masyarakat.
Daya beli sebagian besar masyarakat pada saat ini dapat dikatakan rendah karena
daya beli dipengaruhi oleh tingkat upah. Di satu sisi, rendahnya daya beli
merupakan peluang bagi sektor informal karena harga yang ditawarkan relatif lebih
mudah dijangkau oleh masyarakat dengan pendapatan kecil. Di sisi yang lain, hal
ini merupakan tantangan karena dengan daya beli yang rendah tersebut
menyebabkan masyarakat mengurangi pengeluaran, terutama konsumsi.
Kelembagaan Lokal
Kelembagaan adalah himpunan norma-norma yang diwujudkan dalam
hubungan
antar
manusia
(Soekanto,
1999).
Menurut
Syahyuti
(2003),
kelembagaan yang tumbuh di masyarakat diumpamakan ibarat organ-organ yang
ada dalam tubuh manusia, yang masing-masing menjalankan fungsinya, dan satu
sama lain saling berkaitan.
Kelembagaan lokal yang dimaksud di sini adalah kelembagaan dalam
bentuk konkret yakni lembaga yang dibuat baik oleh pemerintah dan masyarakat,
maupun lembaga dalam pengertian pranata sosial, yaitu dalam wujud tingkah laku
11
yang
terpolakan dalam
memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat.
Pada
kelembagaan lokal terdapat jaringan sosial.
Jaringan sosial menurut Calhoun et.al (dalam Sumarti dkk, 2003) adalah
jejaring hubungan di antara beragam komunikasi dan transaksi di antara mereka
sedangkan menurut Suparlan, masih dalam Sumarti dkk (2003), jaringan sosial
merupakan pengelompokan orang yang terdiri atas sejumlah orang (minimal tiga
orang) yang masing-masing memiliki identitas tersendiri dan dihubungkan melalui
hubungan sosial yang ada, dan melalui hubungan tersebut dapat dikelompokkan
sebagai satu kesatuan sosial yang berbeda dengan yang lain.
Suatu
jaringan
sosial
mencakup
tiga
komponen
pokok
berikut:
(1) Simpul-simpul (nodes) jaringan, yaitu sekumpulan orang, obyek atau peristiwa
yang berperan sebagai simpul, (2) Ikatan (keterhubungan), yang menghubungkan
satu simpul dengan simpul lain, biasanya digambarkan dengan garis yang
merupakan suatu jalur; dan (3) Arus, yaitu sesuatu yang mengalir dari suatu simpul
ke simpul lainnya, yang digambarkan dengan anak panah. Komponen-komponen
tersebut bekerja berdasarkan prinsip-prinsip tertentu, yaitu: (a) memiliki pola
tertentu; (b) sekumpulan simpul-simpul yang ada bisa digolongkan dalam satu
kesatuan yang berbeda dengan golongan lainnya; (c) ikatan bersifat relatif
permanen; dan (d) ada aturan main (hak dan kewajiban) yang berlangsung antara
simpul-simpul tersebut.
Kelembagaan lokal dapat didayagunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat melalui jaringan-jaringan sosial yang terbentuk di dalamnya namun
bukan berarti pendayagunaan terbatas pada pendayagunaan kelembagaan yang
sudah ada saja karena lembaga bisa muncul bila masyarakat membutuhkannya.
Lembaga dalam hal ini merupakan alat bagi masyarakat untuk mengatasi masalah
dan mewujudkan tujuan bersamanya. Lokal yang dimaksud di sini adalah lembaga
yang muncul asli dari bawah dan bisa pula lembaga yang sudah melembaga
(internalized) dalam masyarakat. Pendayagunaan bisa berarti menciptakan atau
memelihara jaringan yang sudah ada.
Permasalahan dalam pendayagunaan dan pengembangan kelembagaan
adalah keberhasilan membentuk kerjasama antar pihak, pemerintah, swasta,
lembaga pembina keswadayaan masyarakat, masyarakat sebagai pelaku di
sektor ekonomi. Tonny (2005) mengatakan bahwa program pengembangan
usaha-usaha produktif skala kecil dan menengah seringkali mengabaikan
kemampuan
kelembagaan.
Jenis-jenis
kelembagaan
bisa
berbentuk
12
kelembagaan kolaborasi (stakeholders) karena masing-masing mempunyai
kepentingan. Tonny (2005) juga menyatakan bahwa pengembangan usahausaha produktif yang berbasiskan kepada komunitas diharapkan dapat
melibatkan stakeholders yang lain (kelembagaan kolaboratif), seperti organisasi
pemerintah dan berbagai organisasi lainnya.
Kelembagaan dapat dianalisis menggunakan Diagram Venn. Pembuatan
Diagram Venn dapat dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD), yaitu
dengan meletakkan lembaga-lembaga yang ada di dalam suatu kelurahan dan
digambarkan dalam bentuk lingkaran. Komunitas yang menjadi sasaran digambar
sebagai pusat diagram, sedangkan lembaga-lembaga yang berperan bagi
komunitas tersebut digambar di sekitarnya. Jarak antara lingkaran-lingkaran
menunjukkan jarak secara fisik (jauh-dekatnya) atau intensitas hubungan dengan
lembaga tersebut. Lingkaran-lingkaran ini bisa saling menyentuh atau tumpang
tindih untuk menggambarkan hubungan antar lembaga atau antar anggota lembaga
tersebut. Ukuran dan letak lingkaran dalam diagram tersebut sesuai dengan
penilaian dan kriteria yang telah disepakati oleh peserta FGD.
Diagram Venn atau bagan hubungan antar pihak berguna untuk mengetahui
lembaga dan jaringan atau kelembagaan mana yang dapat didayagunakan atau
dimanfaatkan dan mana yang bisa diakses oleh komunitas. Diagram Venn
memperlihatkan persepsi anggota komunitas mengenai lembaga-lembaga yang
ada di lingkungan mereka menurut kriteria yang disepakati bersama. Dengan
mempergunakan Diagram Venn maka dapat diketahui dan dikaji sejauhmana
peran kelembagaan yang ada di Kelurahan Cigugur Tengah terhadap peluang
ekonomi perempuan, sehingga diperoleh gambaran kelembagaan mana yang kuat
atau lemah dan perlu ditingkatkan sehubungan dengan peningkatan peranekonomi perempuan.
Kelembagaan erat kaitannya dengan modal sosial. Modal sosial adalah suatu
sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi,
seperti pandangan tentang dunia (world-view), kepercayaan (trust), pertukaran
timbal-balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and
economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and
informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya
(fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif,
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colletta & Cullen, 2000).
13
Modal sosial menurut Fukuyama (2002) adalah serangkaian nilai atau norma
informal yang dimiliki bersama di antara anggota kelompok masyarakat yang
memungkinkan terjadinya kerjasama atas dasar rasa saling mempercayai (mutualtrust). Norma-norma yang menghasilkan modal sosial harus secara substantif
menginternalkan nilai-nilai seperti kejujuran, pemenuhan tugas dan kesediaan
untuk saling menolong serta komitmen bersama.
Fukuyama (2002) juga menyatakan bahwa modal sosial yang kuat akan
merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi dan sektor-sektor lainnya. Ini
terkait dengan melekatnya nilai-nilai yang kuat dan tumbuhnya tingkat rasa saling
percaya yang tinggi di tengah masyarakat. Tingkat kohesifitas ke dalam yang
kuat, dan keluasan jaringan keluar yang tinggi, adanya trust, nilai-nilai dan norma
yang menunjang berbagai bentuk interelasi sosial yang dilakukan akan dapat
dipergunakan untuk mengatasi masalah.
Hal lain yang dibutuhkan selain kelembagaan sosial dan modal sosial yang
bisa mendukung peran ekonomi perempuan adalah sumber daya lokal. Sumber
daya lokal seperti tenaga kerja dan modal. Pemerintah lokal dengan kemampuan
yang dimiliki dapat menjadikan tenaga kerja sebagai suatu kekuatan tenaga kerja
terampil, dalam hal modal (selain modal sosial) diperlukan juga modal alam dan
modal ekonomi yang dapat menunjang peningkatan peran ekonomi.
Kerangka Kajian
Krisis ekonomi yang menyebabkan PHK berdampak pada lumpuhnya
pencari nafkah utama dalam keluarga (laki-laki). Pihak lain dalam keluarga yang
paling memungkinkan untuk melakukan peran pencari nafkah adalah perempuan
atau istri dari keluarga yang terkena PHK sedangkan anak-anak dianggap tidak
seharusnya mendapat peran bekerja karena sesuai dengan fungsinya mereka
ada dalam perlindungan dan tanggung jawab orang tua. Kenyataan bahwa lakilaki terkena PHK mempengaruhi perempuan untuk tampil sebagai pencari nafkah
atau berperan ekonomi demi mempertahankan kehidupan keluarganya.
Peran-ekonomi perempuan masih lemah dilihat dari besarnya kontribusi
pendapatan terhadap keluarga karena masih terhambat oleh berbagai faktor.
Faktor-faktor tersebut adalah hubungan gender, potensi ekonomi yang dimiliki
perempuan, jaringan dengan lembaga lokal, sumber daya lokal dan modal sosial.
14
Selain menjadi faktor penghambat, sumber daya lokal dan modal sosial
juga bisa menjadi faktor pendukung bagi kegiatan ekonomi perempuan. Peranekonomi perempuan sangat tergantung pada potensi ekonomi yang dimiliki
perempuan. Di samping itu, peran-ekonomi perempuan juga ditentukan oleh
kuatnya jaringan antara perempuan dengan lembaga-lembaga lokal. Demikian
juga faktor sumber daya lokal dan modal sosial menentukan peran-ekonomi
perempuan baik sebagai faktor penghambat maupun faktor pendukung. Semua
faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh hubungan gender yang ada di dalam
masyarakat.
Potensi ekonomi yang dimiliki perempuan merupakan faktor penghambat
yang sifatnya internal (melekat/ada dalam diri perempuan), faktor jaringan
dengan lembaga lokal, sumber daya lokal dan modal sosial merupakan faktor
eksternal (berada di luar diri perempuan), sedangkan hubungan gender
merupakan move driver factor bagi seluruh faktor-faktor baik penghambat
maupun pendukung terhadap peran-ekonomi perempuan. Potensi ekonomi yang
dimiliki
perempuan
dilihat
dari
tingkat
pendidikan
atau
pengetahuan,
keterampilan yang dimiliki dan ketersediaan waktu yang dapat digunakan
perempuan untuk beraktivitas ekonomi sehingga dapat memberikan kontribusi
berupa pendapatan.
Potensi ekonomi yang lemah akan menjadi faktor penghambat bagi peranekonomi perempuan. Tinggi rendahnya potensi ekonomi yang dimiliki perempuan
sangat dipengaruhi hubungan gender yang berkembang di dalam masyarakat.
Begitu pula lemah dan kurangnya jaringan antara perempuan dengan lembaga
lokal akan menjadi faktor penghambat pada peran ekonomi perempuan, dan
faktor ini pun sangat dipengaruhi oleh hubungan gender yang dianut oleh
masyarakat Kelurahan Cigugur Tengah.
Faktor eksternal lainnya, yaitu sumber daya lokal dan modal sosial yang
bisa menjadi faktor penghambat maupun pendukung. Kedua faktor eksternal ini
juga dipengaruhi oleh gender yang berkembang dalam masyarakat. Faktor
sumber daya lokal seperti jumlah perempuan dalam usia produktif yang tinggi
bisa menjadi faktor pendukung, sedangkan di samping itu ideologi gender yang
mengatakan perempuan tidak boleh bekerja di luar rumah menjadikan sumber
daya lokal sebagai faktor penghambat.
15
Sama halnya dengan modal sosial, rasa saling percaya, saling mengenal,
tolong-menolong, dan jujur, yang biasanya dimiliki perempuan merupakan modal
sosial yang mendukung. Sedangkan modal sosial seperti rentenir yang hidup
dalam masyarakat sebagai sumber modal merupakan faktor penghambat bagi
kegiatan ekonomi perempuan.
Peran-ekonomi perempuan dapat ditingkatkan melalui pendayagunaan
kelembagaan lokal. Faktor jejaring dengan lembaga lokal merupakan faktor yang
ikut
menentukan peningkatan peran-ekonomi perempuan
dilihat melalui
pendayagunaan kelembagaan lokal. Lemah atau kurangnya jaringan antara
perempuan dengan lembaga lokal dilihat melalui pendayagunaan kelembagaan
lokal. Kelembagaan lokal dapat berwujud konkret yang diwujudkan pada
lembaga-lembaga yang mengarah kepada organisasi maupun yang bersifat
pranata sosial, yaitu wujud tingkah laku yang terpolakan dalam memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat.
Lembaga-lembaga tersebut baik merupakan bentukan pemerintah maupun
yang dibentuk oleh masyarakat. Masing-masing lembaga tersebut mempunyai
peran yang dapat dikategorikan ke dalam tiga peran besar dalam peningkatan
peran ekonomi perempuan, yaitu sebagai lembaga pemasaran, lembaga
permodalan dan lembaga penyedia bahan baku. Pendayagunaan kelembagaan
lokal mengandung makna sejauhmana jejaring berfungsi baik sebagai lembaga
pemasaran, lembaga permodalan maupun lembaga penyedia bahan baku dalam
meningkatkan peran ekonomi perempuan. Ketiga jenis lembaga tersebut sangat
penting bagi perempuan karena bila perempuan sulit mengakses pasar,
permodalan dan bahan baku akan membatasi atau menghambat perempuan
dalam berusaha.
Analisis
perempuan
terhadap
untuk
fenomena
bekerja
laki-laki
(peran-ekonomi)
di-PHK
serta
yang
mempengaruhi
analisis
faktor-faktor
penghambat dan pendukungnya berguna untuk melakukan penyusunan program
dan strategi. Adapun program dan strategi disusun sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan perempuan melalui FGD dan bertujuan untuk memenuhi/mengatasi
pendapatan rumah tangga dari keluarga yang terkena PHK.
Kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam bentuk bagan
sebagaimana tampak pada Bagan 1.
16
Hubungan Gender
PHK
Lakilaki
Peran-ekonomi
Perempuan
Program dan
Strategi Peningkatan
Peran-Ekonomi
Perempuan
Peningkatan
Ekonomi
Keluarga
Faktor Internal
dan Eksternal
Faktor Internal :
potensi ekonomi
yang dimiliki
perempuan
Faktor Eksternal :
sumber daya lokal,
modal sosial dan
jaringan dengan
lembaga lokal
Keterangan :
 = mempengaruhi
--- = batas kajian
Bagan 1 Alur Pemikiran Peningkatan Peran-ekonomi Perempuan dalam Memenuhi
Pendapatan Keluarga melalui Pendayagunaan Kelembagaan Lokal di
Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah
Program tersebut disusun sebagai strategi untuk mengatasi masalah
ekonomi keluarga yang diwujudkan ke dalam beberapa kegiatan pokok yang
diharapkan
berkelanjutan
peran-ekonomi
perempuan
untuk
melalui
mendorong
terwujudnya
pendayagunaan
peningkatan
kelembagaan
Kerangka pikir di atas digambar sebagaimana tampak pada Bagan 1.
lokal.
Download