PENERAPAN MODEL THINK-PAIR

advertisement
PENERAPAN MODEL THINK-PAIR-SHARE (TPS)
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS X
MA NEGERI 1 (MODEL) LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN
2014/2015
JURNAL
Oleh
Nama
Nim
Prodi
Dosen Pembimbing
: Ema Suryani
: 4010072
: Pendidikan Matematika
: 1. Yulianti, M.Pd.
2. Hj. Annisah, M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU
i
2015
PENERAPAN MODEL THINK-PAIR-SHARE (TPS)
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS X
MA NEGERI 1 (MODEL) LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN
2014/2015
Oleh Ema Suryani1, Yulianti, M.Pd. 2, Hj. Annisah, M.Pd.3
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Think-Pair-Share (TPS) pada
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X MA Negeri 1 (Model)
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2014/2015”. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1
(Model) Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2014/2015 setelah penerapan model
pembelajaran Think-Pair-Share. Subjek penelitian ini adalah siswa MA
Negeri 1 (Model) Lubuklinggau kelas X.3. Jenis penelitian ini adalah
penelitian eksperimen semu dengan desain Pre-test dan Post-test Group.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes dalam bentuk essay. Untuk
menguji hipotesis diterima atau ditolak digunakan analisis statistik uji-t nilai
post-test pada taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh thitung(3,56) > ttabel(1,697),
sehingga Ha di terima dan Ho ditolak. Dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau
setelah penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share secara signifikan
sudah tuntas. Rata-rata hasil belajar siswa sebesar 81,74 dan persentase
jumlah siswa yang tuntas sebesar 81,57%.
Kata kunci: Think-Pair-Share, Matematika.
ii
A. Pendahuluan
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang
adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik,
sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema
kehidupan yang dihadapinya (Trianto, 2010:1). Untuk mewujudkan
pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik tersebut
bukanlah hal yang mudah, sudah banyak
upaya
perbaikan-perbaikan
peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan pemerintah. Beberapa upaya
yang dilakukan itu salah satu upayanya adalah dengan merubah atau
memperbaiki kurikulum dan beberapa proyek peningkatan, diantaranya
proyek peningkatan mutu guru, proyek pegadaan buku paket, BOS (Bantuan
Operasional sekolah), BKM (Bantuan Khusus Murid) dan proyek
perpustakaan (Seputar Pendidikan, 15 Oktober 2014).
Hasil observasi awal dilakukan peneliti di MA Negeri 1 (Model)
Lubuklinggau, menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata ulangan harian
mata pelajaran matematika siswa kelas X masih tergolong rendah. Kriteria
Ketuntasan Minimum yang harus dicapai siswa adalah 78 Sedangkan rata-rata
nilai ulangan harian siswa adalah 67,65. Dengan rincian 68 (36,17%) siswa
yang telah mencapai ketuntasan minimum dan 120 (63,82%) siswa yang
masih di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dari 188 siswa.
Sehingga siswa yang belum tuntas harus mengikuti remedial.
Keberhasilan pencapaian kompetensi suatu mata pelajaran bergantung
kepada beberapa aspek. Salah satunya bagaimana cara seorang guru dalam
iii
melaksanakan
pembelajaran
(Rinoto,
24
Oktober
2014).
Namun
permasalahan yang ditemukan oleh peneliti saat melakukan observasi awal
yaitu kecenderungan pembelajaran masih berpusat pada guru. Masih banyak
siswa yang kurang terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Mereka hanya
pasif dan menerima apa yang diajarkan oleh guru, sehingga proses
pembelajaran menjadi kurang efektif karena komunikasi yang dilakukan
hanya satu arah. Sedangkan di dalam Standar Nasional Pendidikan Nomor 19
tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah telah dijelaskan pada lampiran Nomor 5. Bidang
Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran disana dijelaskan bahwa mutu
pembelajaran di sekolah/madrasah dikembangkan dengan melibatkan peserta
didik secara aktif, demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas,
dan dialogis.
Dari masalah – masalah di atas peneliti akan meneliti masalah hasil
belajar yang rendah untuk dijadikan permasalahan dalam penelitian.
Mengingat peranan matematika yang sangat penting, maka siswa dituntut
untuk menguasai pelajaran matematika secara tuntas di setiap jenjang
pendidikan.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut
peneliti akan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share. Menurut
Trianto (2009:81), “Think Pair and Share merupakan suatu cara yang efektif
untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas dimana guru dapat
memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling
iv
membantu”. Dengan beberapa kelebihan model pembelajaran Think-PairShare (TPS)
dalam proses pembelajaran seperti setiap siswa dalam
kelompoknya berusaha untuk mengetahui jawaban pertanyaan yang diberikan
(semua siswa aktif), melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan
berkomunikasi melalui diskusi kelompok dan presentasi jawaban suatu
pertanyaan atau permasalahan, dan
meningkatkan keterampilan berpikir
secara individu maupun kelompok.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Penerapan Model Think-Pair-Share (TPS) Pada Pembelajaran
Matematika
Siswa
Kelas X MA
Negeri 1
(Model) Lubuklinggau
Tahun Pelajaran 2014/2015”.
Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: “Apakah hasil belajar
matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau tahun
pelajaran 2014/2015 setelah penerapan model pembelajaran Think-PairShare (TPS) secara signifikan tuntas?”.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas X MA
Negeri 1 (Model) Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2014/2015 setelah
penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share . Kemudian diharapkan
dengan peneilian ini dapat memberikan
manfaat bagi dunia pendidikan,
manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah (1) Bagi Siswa,
meningkatkan hasil belajar, Menumbuhkan motivasi belajar, Menumbuhkan
ide-ide
kreatif
dan
inovatif
dalam
v
pembelajaran
matematika,
dan
menumbuhkan sikap kerjasama. (2) Bagi Guru, sebagai bahan pertimbangan
bagi guru agar pembelajaran matematika dapat lebih efektif sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. (3) Bagi Sekolah, dapat dijadikan referensi
dan sumbangsi pemikiran sebagai bahan acuan bagi sekolah, agar dapat
meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran sehingga siswa lebih fokus
dalam belajar, serta membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar
khususnya pada pelajaran matematika. (4) Bagi Peneliti, penelitian ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman sebagai calon guru. Selain itu
penelitian ini dapat menjadi pembelajaran serta
pengalaman untuk
melakukan penelitian bagi peneliti dimasa yang akan datang.
B. LANDASAN TEORI
Lie (2008:57) menyatakan bahwa “Model kooperatif Think-Pair-Share
merupakan model pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk
bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain”. Menurut Trianto
(2009:81), “Think Pair and Share merupakan suatu cara yang efektif untuk
membuat variasi suasana pola diskusi kelas dimana guru dapat memberi
siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling dan saling
membantu. Guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa
yang telah dijelaskan dan dialami”. Suprijono (2009:91) menjelaskan “seperti
namanya Thinking, pembelajaran ini diawali dengan mengajukan pertanyaan
atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik.
Selanjutnya Pairing, pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasangpasangan untuk berdiskusi. Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan
vi
hasil nya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas, yang dikenal dengan
istilah sharing.”
Dari pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan model
pembelajaran Think-Pair-Share adalah pembelajaran kooperatif yang melatih
siswa untuk berfikir dengan cara berpasangan dan berbagi pengetahuan
mengenai materi yang dipelajari.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah (1)
Guru menjelaskan materi pembelajaran. (2) Guru memberikan pertanyaan
berisi permasalahan yang berhubungan dengan materi pembelajaran. (3)
Siswa diminta untuk berpikir tentang jawaban dari pertanyaan tersebut
(Thinking). (4) Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (1
kelompok 2 orang). (5) Siswa diminta berdiskusi dengan teman sebelahnya
(teman 1 kelompoknya)
untuk membahas hasil jawaban masing-masing
(Pairing). (6) Guru meminta tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
(7) Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan
memperbaiki jawaban siswa yang belum benar. (8) Guru memberi
kesimpulan.
TPS memiliki kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran, menurut
Zaky (17 Maret 2014) kelebihan TPS adalah (1) Siswa dapat berinteraksi
dalam memecahkan masalah,
menemukan konsep yang dikembangkan.
(2) Siswa dapat meningkatkan perolehan isi akademik dan keterampilan
sosial. (3) Setiap siswa dalam kelompoknya berusaha untuk mengetahui
jawaban pertanyaan yang diberikan (semua siswa aktif). (4) Melatih siswa
vii
untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi melalui diskusi kelompok
dan
presentasi
jawaban
suatu
pertanyaan
atau
permasalahan.
(5)
Meningkatkan keterampilan berpikir secara individu maupun kelompok.
Adapun kekurangan TPS adalah (1) Dibutuhkan waktu yang lama. (2)
Pada pembelajaran koopertif, siswa belajar dan bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa atau
pasangannya. Hal ini dimaksudkan agar interaksi antar siswa menjadi
maksimal dan efektif. Apabila jumlah siswa sangat banyak guru akan
mengalami kesulitan membimbimg siswa.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian ini adalah
eksperimen Semu. Penelitian ini melibatkan satu kelompok. Kelompok
eksperimen diberi pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe
TPS. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Random, Pre-Test, PostTest Desain. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MA
Negeri 1 (Model) Lubuklinggau tahun pelajaran 2014/2015, dengan jumlah
siswa sebanyak 188 siswa dan sebagai sampel kelas X.3 dengan jumlah
siswa sebanyak 41 orang.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tes yaitu berupa tes tertulis. Tes pada penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data tentang hasil belajar
siswa (kemampuan kognitif)
matematika pada siswa. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
bentuk tes uraian dengan banyak soal 6 soal dengan materi logika. Tes
viii
dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum melakukan pembelajaran (pretest) dan sesudah melakukan pembelajaran (post-test). Data yang terkumpul
dianalisis menggunakan uji-t dengan taraf kepercayaan ๐›ผ = 0,05
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau
dimulai dari tanggal 3 Maret sampai dengan 3 April 2015 dengan
menggunakan satu kelas sampel, yaitu kelas X.3 dengan jumlah 41 siswa
yang diambil secara acak. Adapun jumlah seluruh siswa kelas X
seluruhnya berjumlah 188 siswa dari lima kelas yang ada. Pada penelitian
ini proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Think-PairShare.
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama lima kali pertemuan
yaitu dengan rincian satu kali tes kemampuan awal (pre-test), tiga kali
mengadakan pembelajaran atau pemberian perlakuan dan satu kali
melakukan tes kemampuan akhir (post-test). Pemberian pre-test digunakan
untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi pokok logika
matematika. Kemampuan pre-test adalah kemampuan yang dimiliki siswa
sebelum mengikuti pembelajaran yang diberikan. Setelah kemampuan pretest siswa diketahui, dilakukan kegiatan pembelajaran dengan model
Think-Pair-Share. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sebanyak tiga kali
pertemuan. Pada akhir penelitian dilakukan post-test untuk mengetahui
kemampuan akhir siswa. Kemampuan akhir siswa adalah kemampuan
ix
siswa dalam penguasaan materi logika matematika yang merupakan hasil
belajar siswa setelah proses pembelajaran.
Pre-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa
sebelum diberikan pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran Think-Pair-Share. Soal pre-test yang digunakan berbentuk
esay yang terdiri dari enam soal. Pre-test dilakukan pada pertemuan
pertama yang diikuti oleh 40 siswa, dikarenakan ada 1 siswa yang sakit.
Berdasarkan hasil perhitungan data pre-test, rekapitulasi analisis data
hasil pre-test dapat dilihat pada table 1 berikut.
Tabel 1
Rekapitulasi hasil pre-test
Keterangan
No
Kategori
1
Nilai terendah
2
2
Nilai tertinggi
30
3
Rata-rata nilai
16,25
4
Simpangan baku
6,60
5
Jumlah siswa yang tuntas
0 siswa (0%)
Berdasarkan tabel 1 diperoleh data bahwa seluruh siswa mendapat
nilai kurang dari 78 (belum tuntas). Nilai yang tertinggi 30 dan nilai yang
๏€จ๏€ฉ
terendah adalah 2. Rata-rata x nilai secara keseluruhan sebesar 16,25,
dalam hal ini belum ada siswa yang tuntas. Jadi, secara deskriptif dapat
dikatakan bahwa kemampuan awal siswa sebelum penerapan model
pembelajaran Think-Pair-Share termasuk kategori belum tuntas, karena
nilai rata-ratanya kurang dari KKM yang telah ditetapkan yaitu sebesar 78.
x
Kemampuan akhir siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share, suatu hasil belajar
berada pada kategori tuntas ketika nilai siswa telah mencapai KKM. Posttest dalam penelitian ini dilakukan pada pertemuan akhir yang diikuti
oleh 38 siswa di kelas yang telah ditentukan sebagai sampel. Berdasarkan
hasil perhitungan data post-test rekapitulasi hasil tes akhir siswa dapat
dilihat dari tabel 2 berikut.
No
1
2
3
4
5
Tabel 2
Rekapitulasi hasil post-test
Kategori
Keterangan
Nilai terendah
65
Nilai tertinggi
93
Rata-rata nilai
81,74
Simpangan baku
6,47
Jumlah siswa yang tuntas
31 siswa (81,57%)
Dari tabel 2 diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai lebih dari
atau sama dengan 78 (tuntas) sebanyak 31 siswa (81,57 %) dan siswa yang
mendapat nilai kurang dari 70 (belum tuntas) sebanyak 7 siswa (19%).
Nilai yang tertinggi adalah 93 dan nilai yang terendah adalah 65. Rata-rata
nilai secara keseluruhan sebesar 81,74. Jadi, secara deskriptif dapat
dikatakan bahwa hasil kemampuan akhir siswa setelah penerapan model
Think-Pair-Share termasuk kategori tuntas.
Jika dibandingkan dengan pre-test, maka terdapat peningkatan ratarata nilai sebesar 65,49 dan peningkatan persentase jumlah siswa yang
tuntas sebesar 81,57%. Perbandingan nilai rata-rata dan ketuntasan hasil
belajar dapat dilihat pada grafik berikut.
xi
Tes awal
81,74
100
50
16,25
81,57%
0%
0
Rata-rata
Ketuntasan belajar
Grafik 1. Peningkatan nilai rata-rata dan ketuntasan belajar.
2.
Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukan dalam penelitian
ini yaitu “Apakah hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1
(Model) Lubuklinggau tahun pelajaran 2014/2015 setelah penerapan
Model Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) secara signifikan sudah
tuntas?”. Berdasarkan analisis data pre-test dapat dilihat bahwa tidak ada
siswa yang mendapatkan nilai lebih dari 78 (tuntas), analisis tersebut
dapat diamati melalui rekapitulasi hasil pre-test yang berdasarkan
perhitungan di (lampiran C) dan dapat dilihat pada tabel 4.1. Dapat
disimpulkan hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1
(Model) Lubuklinggau sebelum penerapan model Think-Pair-Share
signifikan belum tuntas karena nilai rata-rata siswa kurang dari 78.
Pemberian pre-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal
siswa sebelum diberikan pembelajaran dengan menggunakan model
Think-Pair-Share Setelah diberikan pre-test maka dilanjutkan dengan
menerapkan model Think-Pair-Share yang dilakukan sebanyak tiga kali
pertemuan. Sebelum proses pembelajaran Think-Pair-Share, terlebih
xii
dahulu peneliti mengiformasikan kepada siswa cara belajar yang akan
ditempuh dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share
(TPS). Sebelum proses pembelajaran dimulai, peneliti menjelaskan
secara singkat bentuk dari proses pembelajaran dengan menggunakan
model Think-Pair-Share (TPS), Model Think-Pair-Share (TPS) dalam
penelitian ini dilakukan secara individu. Kemudian guru menjelaskan
langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Pada pertemuan pertama jumlah soal yang diberikan kepada siswa
berjumlah 2 soal dan siswa diminta untuk berpikir tentang jawaban dari
soal tersebut. Selanjutnya siswa diminta untuk berpasangan dengan
teman sebelahnya dan berdiskusi untuk membahas hasil jawaban masingmasing.
Adapun kesulitan atau hambatan yang dialami siswa antara lain
perubahan cara mengajar guru dirasakan siswa sebagai hal yang baru dan
memerlukan penyesuaian terhadap metode pembelajaran baru tersebut.
Hambatan lain yang ditemukan peneliti adalah siswa kurang berani atau
percaya diri dalam mengemukakan pendapat mereka di depan temanteman sekelasnya. Hal ini terlihat pada saat diberikan tugas dan siswa
maju kedepan mereka masih bersikap malu, ragu untuk menyajikan dan
takut sehingga dalam penyampaian hasil penemuan kurang maksimal
karena terdengar kurang jelas oleh siswa lain. serta kurangnya waktu bagi
siswa untuk menyampaikan hasil diskusinya didepan kelas sehingga
tidak semua pasangan dapat maju kedepan, pada pertemuan pertama ini
xiii
hanya ada 4 pasangan siswa yang maju kedepan. Dengan selanjutnya
peneliti memberi pengarahan dan bimbingan supaya siswa aktif dalam
kegiatan belajar, kemudian dengan bimbingan peneliti, siswa diarahkan
untuk menyimpulkan materi yang telah disampaikan.
Selanjutnya guru menanyakan kepada siswa soal yang dianggapnya
sulit, kemudian guru meminta kepada siswa yang bisa mengerjakannya
untuk kedepan dan membahasnya secara bersama-sama. Kegiatan akhir,
guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi pembelajaran. Guru
menginformasikan
materi
yang
akan
dibahas
pada
pertemuan
selanjutnya.
Aktivitas pada pertemuan kedua dan selanjutnya mengalami
perubahan, hambatan dipertemuan sebelumnya telah berkurang. Siswa
tampak siswa lebih berani dalam memaparkan jawaban mereka di depan
kelas walaupun masih ada beberapa siswa yang malu-malu untuk maju
kedepan menjelaskan hasil jawaban mereka.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka pembelajaran dengan model
Think-Pair-Share memberikan beberapa manfaat bagi peserta didik yaitu
salah satunya membuat siswa terbiasa aktif mengikuti pembelajaran
sehingga aktivitas siswa meningkat, serta memupuk kerja sama siswa
untuk membahas dan menyelesaikan jawaban dari soal yang diberikan.
Kemudian dilanjutkan pemberian post-test tujuannya mengetahui
kemampuan akhir siswa dan juga sebagai pembanding dengan hasil
kemampuan awal siswa.
xiv
Setelah melakukan pembelajaran dilakukan tes akhir untuk melihat
hasil belajar siswa. Hasil post-test siswa didapat nilai rata-rata siswa
adalah 81,74. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan uji-t menghasilkan
bahwa ๐‘กโ„Ž๐‘–๐‘ก๐‘ข๐‘›๐‘” > ๐‘ก๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘’๐‘™ dengan nilai 3,56 > 1,697, ini membuktikan
bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima yaitu rata-rata hasil belajar
matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau setelah
penerapan model Think-Pair-Share lebih besar dari KKM.
E. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar matematika siswa kelas X MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau
setelah penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share secara signifikan
sudah tuntas. Hal ini ditunjukkan oleh hasil dari analisis uji-t nilai post-test
pada taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh thitung (3,56) > ttabel (1,697) dan ratarata hasil belajar siswa setelah penerapan model Think-Pair-Share sebesar
81,74 dan persentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 81,57%. Dengan
demikian hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan dalam penelitian ini dapat
diterima.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta:Rieneka Cipta.
Aqib, Zainal. 2013. Model-model Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual
(Inovatif). Bandung: Yrama Widya.
Baharudin dan Wahyuni. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: ArRuzz Media.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning Mempraktekkan Cooperative Learning di
Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia.
Rinoto. 2013. 3 Aspek yang Mendukung Keberhasilan Pembelajaran. [online]
http.modelpembelajaran.blogspot.com/2013/09/3-aspek-yang-mendukungkeberhasilan.html?m=1
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suara
Pendidikan. 2013. Peningkatan Mutu Pendidikan. [online]
http.suarapendidikan003.blogspot.com/2013/06/menningkatkan-mutupendidikan.html?m=1. [15 Oktober 2014].
Sudrajat, Akhmad. 2013. Pendekatan dan Metode Pembelajaran dalam
Kurikulum 2013. [online]
http.akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/01/20/pendekatan-dan-metodepembelajaran-dalam-kurikulum-2013/. [3 September 2014].
Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suherman dan Sukjaya. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi
Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.
Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya : Masmedia Buana
Pustaka.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Zaky.
2012.
Model
Pembelajaran
Think-Pair-Share.
[online]
http://blog.um.ac.id/zakydroid88/2011/11/26/think-pair-share/. [8 Maret
2014].
xvi
Download