II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Belajar Manusia

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Belajar
Manusia dalam hidupnya tidak pernah lepas dari proses belajar, karena dengan
belajar pengetahuan seseorang akan terus bertambah. Menurut Syah (2002:89),
belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Oleh
karena itu, tanpa proses belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.
Menurut Djaafar (2001:82), belajar adalah suatu perilaku aktif dari pembelajaran
itu sendiri sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Aktivitas belajar sendiri
menghasilkan perubahan berupa sesuatu yang baru, baik yang segera nampak atau
tersembunyi atau penyempurnaan terhadap sesuatu yang pernah dipelajari.
Perubahan yang bersifat konstan itu dapat meliputi perubahan pengetahuan,
keterampilan maupun nilai sikap. Teori Vygotsky dalam Slavin (2000:17), belajar
diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi
dan pengalaman hasil interaksi antar siswa, proses membangun makna tersebut
dilakukan sendiri oleh siswa dan dimantapkan bersama orang lain.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses
kegiatan yang berperilaku aktif dari pembelajaran itu sendiri sebagai hasil karena
8
adanya interaksi antar siswa maupun dengan lingkungannya karena adanya suatu
usaha sehingga menghasilkan pengetahuan dan pemahaman terhadap informasi
yang diberikan kepada peserta didik kemudian diterima dan digunakan sehingga
bermanfaat.
2. Efektivitas pembelajaran
Menurut Uno (2011:29), pada dasarnya efektivitas ditunjukkan untuk menjawab
pertanyaan seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dapat dicapai oleh peserta
didik.
Untuk mengukur efektivitas dari suatu tujuan pembelajaran dapat
dilakukan dengan menentukan seberapa jauh konsep-konsep yang telah dipelajari
dapat dipindahkan ke dalam mata pelajaran selanjutnya atau penerapan secara
praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Artinya bahwa untuk mengukur
pembelajaran efektif matematika dapat dilakukan dengan menentukan seberapa
jauh konsep matematika yang sudah dipelajari siswa dapat digunakan oleh siswa
itu sendiri dalam memecahkan suatu masalah.
Mulyasa (2006:193) menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif jika
mampu memberikan pengalaman baru dan membentuk kompetensi peserta didik,
serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal.
Sementara Sutikno (2005:32) mengungkapkan bahwa efektivitas pembelajaran
berarti kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan
yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat
mencapai tujuan yang diharapkan.
Simanjuntak dalam Arifin (2010 juga
menyatakan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan
sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan yang
9
diinginkan tercapai. Dengan demikian, efektivitas pembelajaran merupakan suatu
ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu pembelajaran
sehingga erat kaitannya dengan ketuntasan belajar siswa.
Ketuntasan belajar merupakan kriteria dan mekanisme penetapan ketuntasan
minimal yang ditetapkan di sekolah. Menurut Trianto (2010:241) berdasarkan
ketentuan KTSP, penentuan ketuntasan belajar ditentukan sendiri oleh masingmasing sekolah yang dikenal dengan kriteria ketuntasan minimal dengan
berpedoman pada tiga pertimbangan, yaitu kemampuan setiap peserta didik yang
berbeda-beda, fasilitas (sarana) setiap sekolah yang berbeda-beda dan daya
dukung setiap sekolah yang berbeda-beda. Ketuntasan belajar siswa yang sesuai
dengan KKM pelajaran matematika di sekolah mencakup semua kemampuan
matematika siswa, termasuk pemahaman konsep siswa.
3. Hakikat Matematika
Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir
pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003:15), matematika
(dalam bahasa inggris: mathematics) berasal dari perkataan latin mathematica
yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating
to learning”. Perkataan ini mempunyai akar kata mathema yang berarti know
ledge (pengetahuan).
Pengertian tentang matematika yang diungkapkan dalam Soedjadi (2000:11),
yaitu:
(1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik; (2) Matematika adalah pengetahuantentang bilangan dan
kalkulasi; (3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
10
berhubungan dengan bilangan; (4) Matematika adalah pengetahuan tentang
fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk; (5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur yang logik; (6) Matematika adalah
pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Menurut James dalam Suherman, dkk (2003:16) matematika adalah ilmu tentang
logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan
satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga
bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Dari pengertian dan karakter matematika diatas, dapat disimpulkan bahwa
matematika merupakan ilmu sebagai sarana berpikir yang meliputi penalaran
logik, bilangan, kalkulasi dan fakta-fakta kuantitatif yang terorganisir secara
sistematik.
4. Pembelajaran Matematika
Dalam lingkup sekolah, aktivitas untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan
proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran.
Menurut Kimble dan Garmezy (Thobroni dan Mustofa, 2011:18) “pembelajaran
adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil praktik
yang diulang-ulang”. Dalam proses pembelajaran, peserta didik dilibatkan secara
aktif untuk mencari, menemukan, menganalisis, merumuskan, memecahkan
masalah dan menyimpulkan suatu masalah.
Selain itu, Dimyati dan Mujiono (2002:157) menyatakan ”Pembelajaran sebagai
proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap”. Sedangkan pembelajaran
menurut Ahmad (2012:12) adalah “suatu proses interaksi antara guru dan peserta
11
didik yang berisi berbagai kegiatan yang bertujuan agar terjadi belajar
(perubahan tingkah laku) pada diri peserta didik.
Menurut
Muhaimin
(Riyanto,2010:131)“pembelajaran
membelajarkan siswa untuk belajar.
adalah
upaya
Kegiatan pembelajaran akan melibatkan
siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien”.
Pendapat ini sesuai dengan pendapat Komalasari (2010:3) bahwa :
Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang
direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis
agar subyek didik/ pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
secara efektif dan efisien.
Suherman, dkk (2003:8), menyatakan bahwa pembelajaran adalah upaya penataan
lingkungan yang memberi bantuan agar program belajar tumbuh dan berkembang
secara optimal.
Mulyasa (2002:100), berpendapat bahwa pembelajaran pada
hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya
sehingga terjadi perbedaan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam pembelajaran
akan terjadi suatu interaksi antara guru dengan siswa dalam rangka mencapai
tujuannya, guru memberikan informasi berupa pengetahuan kepada siswa
sedangkan siswa mempunyai tujuan untuk memahami dan menguasai materi yang
diajarkan oleh guru. Interaksi antara guru dan siswa tersebut merupakan proses
pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru perlu memilih dan
menggunakan strategi, pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan
siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Siswa dibawa
kearah mengamati, menebak, berbuat, mencoba, mampu menjawab pertanyaan
mengapa, dan kalau mungkin mendebat.
Menurut Suherman, dkk (2003:63),
12
dalam hal ini kreativitas guru amat penting untuk mengembangkan model-model
pembelajaran yang secara khusus cocok dengan kelas yang dibinanya termasuk
sarana dan prasarana yang mendukung terjadinya optimalisasi interaksi semua
unsur pembelajaran.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika merupakan serangkaian proses kegiatan dalam mempelajari konsepkonsep matematika dan struktur-struktur matematika yang melibatkan guru dan
siswa dalam usaha mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Dengan demikian guru perlu memperhatikan setiap perubahan pada siswa, rasa
ingin tahu siswa untuk mencapai suatu tujuan, sehingga siswa perlu dibiasakan
untuk diberi kesempatan bertanya dan mengemukakan berpendapat.
Saat ini
terdapat banyak sekali model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam sebuah
kelas.
Salah satu model pembelajaran yang mungkin dapat diterapkan dan
dikembangkan adalah model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning.
5.
Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan membentuk
siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang saling berpasangan. Dalam
kelompok ini siswa dipilih dengan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda
dari segi budaya, jenis kelamin dan kemampuan akademiknya. Sebagai anggota
kelompok, siswa bekerja sama untuk membantu dan memahami suatu bahan
pelajaran serta tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
13
Menurut Baharuddin dan Nur (2008:128)
Pembelajaran kooperatif adalah strategi yang digunakan untuk proses
belajar dimana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensif
konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan dengan siswa lainnya
tentang problem yang dihadapi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Karli dan Sri (2002:70) yang menyatakan bahwa
model pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri
atas dua orang atau lebih. Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan
dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Dalam pendekatan ini, siswa merupakan
bagian dari suatu sistem kerjasama dalam mencapai hasil yang optimal dalam
belajar.
Ada beberapa alasan dipilihnya interaksi kooperatif dalam proses pembelajaran,
diantaranya menurut Johnson (Abdurrahman, 2003:124), adalah sebagai berikut:
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi kooperatif memiliki berbagai
pengaruh positif terhadap perkembangan anak. Berbagai pengaruh positif tersebut
adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
meningkatkan prestasi belajar;
meningkatkan retensi;
lebih dapat digunakan untuk mencapai taraf penalaran tingkat tinggi;
lebih dapat mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik;
lebih sesuai untuk meningkatkan hubungan antarmanusia yang heterogen;
meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah;
meningkatkan sikap anak yang positif terhadap guru;
meningkatkan harga diri anak;
meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif; dan
meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong.
Salah satu model pembelajaran yang yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
yaitu pembelajaran kooperatif tipe TPS. Pembelajaran yang berpusat pada siswa.
14
Pembelajaran ini tidak hanya merangsang aktivitas siswa untuk berfikir dan
mendiskusikan hasil pemikirannya dengan teman, tetapi juga merangsang
keberanian siswa untuk mengemukakan pendapatnya di depan kelas. Model Pada
pembelajaran ini siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari
satu pasang siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS tumbuh dari
penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu tunggu. Pendekatan khusus ini
mula-mula dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada
tahun 1985. Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi
perlu dilakukan di dalam setting seluruh kelompok. Menurut Sriudin (2011)
[online], model pembelajaran kooperatif tipe TPS memiliki prosedur yang
ditetapkan secara eksplisit, yaitu:
a. Berpikir (Thinking). Guru memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan
pelajaran, kemudian siswa diberi waktu untuk memahami sendiri masalah yang
dihadapi.
Merenungkan langkah-langkah apa yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
b. Berpasangan (Pairing). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain
untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi
pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban atau menyatukan pendapat
mereka sehingga didapatkan solusi terbaik.
c. Berbagi (Share). Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk
berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Hal ini
dapat
dilakukan
oleh
beberapa
pasangan
saja,
namun
jika
waktu
memungkinkan untuk semua pasangan maka diharapkan semua pasangan bisa
berbagi.
15
Manfaat dengan menerapkan TPS dalam pembelajara menurut Nurhadi (2004:66)
menyatakan bahwa Think Pair Share merupakan struktur yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa yang dapat meningkatkan penguasaan
akademik dan keterampilan siswa.
Manfaat menurut Lie (Sahrudin, 2011)
mengemukakan kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sebagai
berikut:
a. Akan meningkatkan partisipasi siswa;
b. Cocok untuk tugas sederhana;
c. Lebih banyak memberi kesempatan untuk kontribusi masing-masing
anggota kelompok;
d. Interaksi lebih mudah;
e. Lebih mudah dan cepat membentuk kelompok.
Hal yang sama diungkapkan Kagan (Fadholi, 2010) menyatakan manfaat TPS
sebagai berikut:
a. Para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan
tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain.
b. Para guru juga mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika
menggunakan Think-Pair-Share. Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan
jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaan tingkat
tinggi.
6. Pemahaman Konsep Matematis.
Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep. Dalam
kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat.
Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Sadiman (2008:42) yang menyatakan bahwa
“pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan
pikiran”. Oleh sebab itu, belajar harus mengerti secara makna dan filosofinya,
maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya. Rusman (2010:139) menyatakan
bahwa “pemahaman merupakan suatu proses individu yang menerima dan
16
memahami informasi yang diperoleh dari pembelajaran yang didapat melalui
perhatian”.
Menurut Soedjadi (2000:14) “konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan
untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan obyek”.
Sebagai
contoh, segitiga adalah nama dari suatu konsep abstrak dan bilangan asli adalah
nama suatu konsep yang lebih kompleks karena terdiri dari beberapa konsep yang
sederhana, yaitu bilangan satu, bilangan dua dan seterusnya. Menurut Winkel
(2000:44) “konsep dapat diartikan sebagai suatu sistem satuan arti yang mewakili
sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama”.
Konsep matematika
disusun secara berurutan sehingga konsep sebelumnya akan digunakan untuk
mempelajari konsep selanjutnya.
Misalnya konsep operasi bentuk aljabar
diajarkan terlebih dahulu daripada konsep persamaan dan pertidaksamaan linear.
Hal ini karena untuk mencari persamaan dan pertidaksamaan linear berbentuk
aljabar sehingga konsep operasi bentuk aljabar akan digunakan untuk
menyelesaikan persamaan dan pertidaksamaan linear. Pemahaman terhadap
konsep materi prasyarat sangat penting karena apabila siswa menguasai konsep
materi prasyarat maka siswa akan mudah untuk memahami konsep materi
selanjutnya.
Penilaian perkembangan siswa terhadap pemahaman konsep matematika
dicantumkan dalam beberapa indikator sebagai hasil belajar matematika. Berikut
ini indikator siswa yang memahami suatu konsep berdasarkan penjelasan teknis
Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11
November 2004:
1.
2.
menyatakan ulang sebuah konsep;
mengklasifikasi obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan
17
3.
4.
5.
6.
7.
konsepnya);
memberi contoh dan non-contoh dari konsep;
menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis;
mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep;
mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah; dan
menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman
konsep matematika adalah pengusaan materi pelajaran ,kemampuan siswa dalam
berpikir, memahami definisi, pengertian, ciri khusus, dan isi dari materi
matematika dan kemampuan dalam memilih serta menggunakan prosedur secara
efisien dan berani bertindak dengan tepat sehinggga siswa dapat lebih mudah
memahami materi selanjutnya dalam pembelajaran matematika.
Konsep
matematika harus diajarkan secara berurutan, karena pembelajaran matematika
tidak dapat dilakukan secara acak tetapi harus tahap demi tahap, dimulai dengan
pemahaman ide dan konsep yang sederhana sampai ke tahap yang lebih kompleks.
Pemahaman konsep materi prasyarat sangat penting untuk memahami konsep
selanjutnya.
B. Kerangka Pikir
Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh guru dalam upaya meningkatkan
kemampuan siswa dalam pengusaan materi pelajaran ,kemampuan siswa dalam
berpikir, memahami definisi, pengertian, ciri khusus, isi dari materi matematika
dan kemampuan dalam memilih serta menggunakan prosedur secara efisien serta
berani bertindak dengan tepat sehinggga siswa dapat lebih mudah memahami
materi selanjutnya dalam pembelajaran matematika.
Salah satunya dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran matematika yang
dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep matematika.
18
Model pembelajaran kooperatif berpusat pada siswa. Guru tidak lagi sebagai
satu-satunya sumber pembelajaran dan banyak bertindak sebagai fasilitator yang
mengarahkan siswa untuk belajar secara mandiri dalam kelompok. Salah satu
model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan untuk membantu siswa
dalam memahami konsep adalah model pembelajaran koperatif tipe TPS.
Pembelajaran dengan model TPS adalah pembelajaran yang merangsang aktivitas
siswa untuk berfikir dan mendiskusikan hasil pemikirannya dengan teman dan
juga merangsang keberanian siswa untuk mengemukakan pendapatnya di depan
kelas.
Pembelajaran kooperatif tipe TPS menekankan kepada siswa untuk bekerjasama
dengan pasangannya dan saling membantu dalam memecahkan masalah bersama.
Didalam pelaksanaan TPS terdapat tiga unsur penting yaitu berpikir, berpasangan
dan berbagi. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang
siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk
didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.
Selain itu, model
pembelajaran kooperatif tipe TPS juga diharapkan dapat memperbaiki rasa
percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi di dalam
kelas.
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS yang memiliki tiga tahap penting yakni
thinking, pairing dan sharing, sangat cocok diterapkan untuk membangun
pemahaman konsep dari materi yang diberikan guru. Melalui tahap Think siswa
diberikan waktu berpikir secara individu, pada tahap ini siswa membangun
19
pemahamannya sendiri terhadap materi yang disampaikan guru serta memikirkan
langkah-langkah dalam menyelesaikan pertanyaan yang diberikan, sehingga pada
saat tahap berikutnya, yaitu pairing, siswa tidak hanya berdiskusi saja tetapi
mereka sudah memiliki pemahaman sendiri yang bisa didiskusikan dengan
pasangannya. Pada tahap pairing, siswa mengungkapkan dan mendiskusikan ideide yang sudah dipikirkan sebelumnya dengan pasangannya, pada tahap ini siswa
saling memperbaiki jika ada pemahaman yang keliru. Pada tahap akhir yaitu
tahap sharing, siswa berbagi dengan seluruh anggota kelas, mengambil
kesimpulan dari materi yang telah dipelajari secara bersama-sama sehingga akan
lebih mempekuat pemahaman tentang konsep materi yang telah diajarkan.
Dengan mengikuti ketiga tahap model pembelajaran kooperatif tipe TPS,
diharapkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa akan lebih baik,
karena seluruh siswa yang terdapat dikelas dituntut untuk berpikir secara individu
kemudian secara berpasangan, siswa berulang kali memikirkan jawaban atau
permasalahan yang diberikan oleh guru.
Dengan demikian penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan kemampuan pemahaman
konsep matematis siswa.
C. Anggapan Dasar
Penelitian ini memiliki anggapan dasar:
1. Seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 20 Bandar Lampung memperoleh materi
pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
2. Faktor lain yang mempengaruhi pemahaman konsep matematika siswa selain
model pembelajaran TPS dianggap memberikan kontribusi yang sama.
20
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran TPS efektif
ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa kelas VII SMP Negeri 20
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014.
Download