Konsiderasi Pemerintah Amerika Serikat dalam

advertisement
Pengaruh Krisis Ekonomi Global terhadap
Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia
di Pasar Internasional
Daniela S. Tumbelaka – 070610149
Program Studi S1 Hubungan Internasional, Universitas Airlangga
ABSTRACT
World economic conditions are very influential in international trade.
Similarly, the global economic crisis affected the condition of international
trade. The global economic crisis 2008 began in the subprime mortgage crisis
in the United States, a domino effect to various countries in the world,
especially countries whose economies have linkages with the U.S. economy.
Slowing economic growth in many countries occurs. Besides through the
financial channel, the global economic crisis also enters via trade. Indonesia's
trade was affected. Textile and textile products became one of the product
exports, on eof the most important Indonesian products, which affected by the
crisis and decreasing between 2008-2009. This paper will discuss how the
global economic crisis affects the exports of textiles and textile products in
Indonesia.
Keywords: Global economic crisis, international trade, exports, imports,
textile industry, textile products, Indonesia, economic growth.
Kondisi perekonomian dunia sangat berpengaruh dalam perdagangan
internasional. Begitu pula saat krisis ekonomi global muncul perdagangan
internasional terkena dampaknya. Krisis ekonomi global 2008 bermula pada
krisis Subprime Mortgage di Amerika Serikat memberikan efek domino ke
berbagai negara di dunia, khususnya negara-negara yang perekonomiannya
memiliki keterkaitan dengan perekonomian Amerika Serikat. Perlambatan
pertumbuhan ekonomi di berbagai negara terjadi. Selain melalui jalur
finansial, krisis ekonomi global juga masuk melalui jalur perdagangan.
Perdagangan Indonesia pun mengalami dampaknya. Tekstil dan produk
tekstil yang menjadi salah satu produk ekspor andalan Indonesia ikut
mengalami penurunan antara periode 2008-2009. Pada tulisan ini akan
dibahas bagaimana krisis ekonomi global memberikan pengaruh terhadap
ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia.
Kata-Kata Kunci: Krisis ekonomi global, perdagangan internasional,
ekspor impor, industri tekstil dan produk tekstil, Indonesia, pertumbuhan
ekonomi.
119
Daniela S. Tumbelaka
Perekonomian yang terjadi saat ini mengacu pada perekonomian
terbuka, dimana setiap negara melakukan perdagangan antar negara
atau perdagangan internasional. Perdagangan internasional tersebut
kemudian menciptakan suatu tatanan perekonomian. Melalui
perdagangan dengan negara lain, suatu negara bermaksud untuk
mencapai dan meningkatkan kemakmuran. Dalam perdagangan
internasional terdapat ekspor dan impor baik barang maupun jasa yang
merupakan komponen penting di dalam hubungan ekonomi luar negeri
setiap negara. Perdagangan internasional menciptakan keuntungan
dengan memberikan peluang bagi setiap negara untuk mengekspor
barang-barang yang diproduksinya menggunakan sumber daya yang
langka di negara tersebut. Melalui perdagangan luar negeri suatu negara
dapat memasarkan produknya ke pasar yang lebih luas, terbukanya
perdagangan luar negeri menjadi pendorong bagi perekonomian untuk
menggunakan sumber daya lebih baik dan memproduksi komoditas
yang memiliki kekuatan ekspor.
Tekstil merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Komoditi
tekstil dan produk tekstil kemudian menjadi salah satu komoditi penting
dalam perdagangan internasional, banyak negara yang menghasilkan
dan mengekspor tekstil dan produk tekstil, salah satunya Indonesia.
Industri tekstil dan produk tekstil atau lebih dikenal dengan industri
TPT adalah salah satu industri perintis dan tulang punggung
manufaktur Indonesia. Industri tekstil dan produk tekstil sudah sejak
lama muncul di Indonesia.Industri ini bermula dari industri rumhan di
tahun 1929 yang nantinya terus mengalami perkembangan. Diawali
pada tahun 1970-an dimana masuknya investasi dari Jepang pada subsektor industry hulu (spinning dan pembuatan man-made fiber). Pada
awal perkembangannya industri TPT hanya memanfaatkan Alat Tenun
Bukan Mesin (ATBM) sebagai alat produksi, kemudian dengan
masuknya teknologi pada industry ini, alat tersebut digantikan dengan
penggunaan Alat Tenun Mesin (ATM).
Posisi strategis industri ini semakin memberikan kontribusi terhadap
perekonomian khususnya dalam bentuk pendapatan ekspor dan
penyerapan tenaga kerja (pada tahun 2005 menyerap 1,18 juta orang). 1
Tekstil juga sebagai komoditi ekspor non migas yang menjadi andalan
perekonomian Indonesia. Produk tekstil Indonesia telah menembus
pasar Eropa dan Amerika.
1
EddyHerjanto, “Analisis Perkembangan SNI Bidang Tekstil dan Produk Tekstil,” dalam
http://www.bsn.go.id/files/@LItbang/Formulir%20JS%20Vol%209%20No%203%202007/5%2
0-%20Analisis%20Perkembangan%20SNI%20Bidang%20Tekstil.pdf, diakses tanggal 6 Agustus
2012
120
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Krisis Ekonomi Global terhadap Ekspor Produk Tekstil Indonesia
Selain menjadi devisa bagi Indonesia, ekspor tekstil dan produk harus
terus dikembangkan, mengingat industri tekstil dan produk tekstil
bersifat padat karyayang menyerap jumlah angkatan kerja cukup
banyak. Namun demikian, industri tekstil dan produk tekstil Indonesia
dihadapkan pada beberapa pemasalahan klasik seperti daya saing, mutu,
dan biaya operasional. Tidak hanya itu saja, hasil industri tekstil dan
produk tekstil yang diekspor ke negara lain, akan dipengaruhi oleh
dinamika perekonomian dunia. Dalam perkembangannya, industri
tekstil dan produk tekstil mendapatakan tantangan dalam melakukan
ekspor. Salah satu tantangan dalam jalannya ekspor tekstil dan produk
tekstil yaitu adanya krisis ekonomi yang bersifat global. Saat krisis
ekonomi global muncul, ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia di
pasar internasional mendapat dampaknya.
Krisis Ekonomi Global dan Pengaruhnya terhadap
Perekonomian Dunia
Pada tahun 2008 dunia kembali menghadapi krisis finansial atau
ekonomi yang memberi dampak cukup besar bagi perekonomian
domestik maupun internasional disebabkan oleh pusat krisis adalah
negara perekonomian terbesar di dunia, yaitu Amerika Serikat. Krisis
bermula dari sejumlah besar kredit perumahan Subprime Mortgage
yang bermasalah di Amerika Serikat, hingga akhirnya menyebar secara
global ke perekonomian negara maju maupun berkembang.
Dipicu oleh perubahan arah kebijakan moneter AS yang mulai berubah
menjadi ketat memasuki pertengahan 2004, tren peningkatan suku
bunga mulai terjadi dan terus berlangsung sampai dengan 2006.
Kondisi ini pada akhirnya memberi pukulan berat pada pasar
perumahan AS, yang ditandai dengan banyaknya debitur yang
mengalami gagal bayar. Bank Federal Amerika (The Fed) menaikan suku
bunga, Subprime Mortgage mengalami kemacetan. Banyak pemilik
rumah yang menyerah karena tidak mampu membayar cicilan utang
dikarenakan meningkatnya bunga kredit dan sehingga menyerahkan
rumahnya untuk disita oleh bank. Kondisi ini terjadi tidak pada satu
atau dua pemilik rumah, tetapi pada banyak pemilik rumah dengan
Subprime Mortgage. Pasar perumahan menjadi oversupply, serta bad
debt ratio yang tinggi. Hal ini memberikan dampak yang buruk bagi
sektor properti di Amerika Serikat. Tidak hanya menyerang sektor
properti, namun akibat kredit macet ini juga merupakan awal dari krisis
ekonomi di Amerika Serikat.
Mortgage digabungkan dengan surat-surat berharga lainnya. Berbagai
bank besar membeli surat-surat beharga tersebut dengan meminjam
uang dari pihak ketiga yakni berbagai bank besar lainnya. Sehingga saat
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
121
Daniela S. Tumbelaka
terjadi gagal bayar Subprime Mortgage, berbagai bank akan kehilangan
uang dalam jumlah besar dan tidak mampu membayar utang mereka ke
bank-bank lainnya.
Hal ini memberikan efek bagi berbagai perusahaan keuangan terbesar
Amerika Serikat. Perusahaan keuangan mulai berjatuhan satu per satu,
mereka mengalami neraca negatif saat krisis Subprime Mortgage
semakin besar. Washington Mutual dijual, Fannie Mae dan Freddie Mac
dinasionalisasikan, Lehman Brothers mengalami kebangkrutan dan
Merrill Lynch melakukan merger dengan BOA (Bank of America).
Tabel Kronologi Krisis di Amerika Serikat
Januari – Maret 2008
September 2008
Oktober 2008
November – Desember
2008
122
Keterangan
Pasar saham global berjatuhan, The Fed terus
menurunkan suku bunganya dan melakukan injeksi
likuiditas.
Bank investasi Bear Stearns mengalami kerugian
besar, dan diakuisisi oleh rivalnya, JP Morgan
Chase.
Pemerintah Amerika Serikat memutuskan untuk
mengambil alih dua perusahaan pembiayaan rumah
terbesar Amerika Serikat yaitu Fannie Mae dan
Freddie Mac.
Lehman Brothers, bank investasi besar yang
dinyatakan bangkrut.
Merrill Lynch diakuisisi oleh Bank of America
(BOA).
Pemerintah
Amerika
Serikat
akhirnya
menyelamatkan American International Group
(AIG), perusahaan asuransi terbesar di Amerika
Serikat.
Indeks Dow Jones merosot, bursa-busa Eropa pun
ikut berjatuhan.
Dampak krisis keuangan semakin berimbas ke
sektor riil, seperti tercermin dari turunnya angka
penjualan eceran dan meningkatnya pengangguran
di Amerika Serikat dan berbagai negara di Eropa.
Intensitas krisis ke seluruh dunia semakin
meningkat.
Pemerintah Amerika Serikat menyetujui paket
penyelamatan ekonomi darurat.
AS secara resmi dinyatakan berada dalam kondisi
resesi oleh National Bureau of Economic Research
(NBER). The Fed terus menurunkan suku bunga
hingga mencapai level 0,25%, yang merupakan level
terendah dalam sejarah.
Angka pengangguran di Amerika Serikat tercatat
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Krisis Ekonomi Global terhadap Ekspor Produk Tekstil Indonesia
sebesar 7,2% yang merupakan angka tertinggi dalam
16 tahun terakhir.
Sumber : Bloomberg
Globalisasi krisis Amerika Serikat dengan cepat menyelimuti dunia.
Sistem keuangan global yang saling terkait, membuat efek domino.
Krisis yang berbasis di Amerika Serikat, dengan cepat dan mudah
menyebar ke berbagai negara di seluruh dunia.Krisis yang berasal dari
permasalahan domestik ekonomi ini membesar menjadi krisis ekonomi
global yang menjangkiti negara-negra lain melalui jalur finansial dan
jalur perdagangan. Tulisan ini lebih membahas mengenai krisis ekonomi
global melalu jalur perdagangan.
Diagram Penyebaran Krisis Global
Sumber : Indonesia Economy Outlook, 2009
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
123
Daniela S. Tumbelaka
Paham liberalisme yang mengusung paradigma perdagangan bebas
berkembang dengan pesat, terutama dengan adanya arus globalisasi
yang ditandai dengan inovasi di bidang teknologi, telekomunikasi dan
transportasi. Jumlah negara-negara yang tergabung dalam konstelasi
perdagangan internasional semakin meningkat. Sistem perekonomian
internasional yang dipengaruhi oleh konsep perdagangan bebas, telah
menghubungkan banyak negara, baik maju maupun berkembang dalam
satu skema besar. Keterkaitan antar perekonomian negara-negara
semakin erat seiring dengan meningkatnya pergerakan arus barang, jasa
dan modal. Keterkaitan tersebut, yang sebelumnya diharapkan dapat
mengembangkan perekonomian negara-negara secara keseluruhan, juga
berpotensi untuk menjadi katalisator bagi penyebaran krisis dalam
sistem ekonomi global.
Salah satu faktor penting dalam krisis-krisis tersebut adalah kesamaan
struktur fundamental perekonomian negara-negara yang terjebak dalam
krisis tersebut dan kedekatan lokasi geografis dari negara yang menjadi
pencetus dengan negara-negara lain yang terkena imbas, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa jalur perdagangan dan jalur finansial yang
terbuka menjadi faktor penyebaran krisis.2 Ketika struktur perdagangan
dan sistem keuangan lemah, transmisi pun menjadi lebih cepat.
Krisis keuangan yang bermula di Amerika Serikat menimbulkan
goncangan ekonomi, sosial dan politik. Terjadi keruntuhan perusahaanperusahaan besar, peningkatan jumlah pengangguran, perlambatan
pertumbuhan ekonomi tidak hanya terjadi di Amerika tetapi juga di
beberapa negara. Perwujudan dari penyebaran krisis itu sendiri
bermacam-macam dan tergantung pada keadaan perekonomian
domestik negara yang terkena imbasnya.Penurunan atau perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia, selain menyebabkan volume perdagangan
global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan berdampak pada
banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya
penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah
pengangguran dunia. Dampak krisis yang menyebar melalui jalur
perdagangan ke negara-negara berkembang, walaupun lebih merupakan
dampak kelanjutan (contagion effect) dari krisis subprime mortgage,
karena tidak semua negara-negara kawasan tersebut yang memiliki
hubungan secara langsung dengan aset-aset yang berbasis mortgage,
namun dampaknya nyata dan dapat mengganggu kinerja perekonomian
riil.
Penyebaran krisis melalui jalur perdagangan dapat terlihat bilamana
negara partner dagang dari sebuah negara mengalami permasalahan
2
“Tentang Krisis Itu, Sekali Lagi”, http://srimulyani.net/2011/06/27/tentang-krisis-itu-sekali-lagi
diakses tanggal 26 April 2013
124
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Krisis Ekonomi Global terhadap Ekspor Produk Tekstil Indonesia
besar dalam perekonomiannya yang mengakibatkan negara tersebut
mengurangi permintaan terhadap impor yang adalah ekspor negara lain.
Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini
dapat merusak fundamental perekonomian, dan memicu terjadinya
krisis ekonomi. Saat permintaan akan ekspor suatu negara terus
menurun maka neraca perdagangan negara tersebut juga akan
terkoreksi negatif.
Adanya hubungan keterikatan (interkoneksi) antara negara-negara
penganut sistem pasar terbuka dalam struktur perekonomian dunia
pada saat ini, tidak hanya memudahkan proses distribusi barang dan
modal, namun juga mempermudah penyebaran krisis dan hal tersebut
membuat dampak krisis semakin besar. Berdasarkan database yang
dimiliki oleh IMF, ada 182 negara yang tergabung dalam struktur
perdagangan internasional yang terbaru. Hal ini mengindikasikan
bahwa apabila ada satu negara yang tergabung di dalamnya mengalami
krisis ekonomi yang cukup hebat, maka ada sekitar 180 negara lainnya
yang berpotensi untuk terkena dampak dari krisis tersebut baik secara
langsung maupun tidak langsung. Terlebih lagi apabila krisis tersebut
memiliki daya goncang yang hebat dan terjadi pada negara yang
mempunyai banyak partner dagang langsung.
Meski pemerintah dan bank-bank sentral tersebut terus berupaya
mengatasi masalah yang ada, intensitas krisis ke seluruh dunia semakin
meningkat. Kesulitan keuangan terjadi semakin parah di sejumlah
lembaga keuangan berskala besar tidak hanya di Amerika Serikat, Eropa
dan Jepang juga harus struggle dengan hal tersebut.
Sektor finansial tergoncang, tidak hanya sampai di situ, dampak krisis
keuangan semakin berimbas ke sektor riil, seperti tercermin dari
meningkatnya pengangguran serta menurunnya angka penjualan di
Amerika Serikat dan di berbagai negara di Eropa. Pada Desember 2008
tercatat angka pengangguran di Amerika Serikat sebagai angka tertinggi
dalam 16 tahun terakhir.3 Tingkat pengangguran merupakan salah satu
indikator yang diyakini dari adanya sebuah resesi.4 Menurut Bureau of
Labor Statistics Amerika Serikat, tingkat pengangguran Amerika Serikat
beserta negara-negara maju seperti Canada, Australia, Jepang, Perancis,
Jerman, Itali, Belanda, Swedia, dan Inggris mengalami penuruan pada
tahun 2007-2008. Namun penurunan ini tidak bertahan lama,
mengingat saat terjadinya krisis di Amerika Serikat dan negara-negara
maju perusahaan-perusahaan besar mengalami kebangkrutan dan harus
3
4
“Kronologi
dan
Latar
Belakang
Krisis
Finansial
Global”
http://finance.detik.com/read/2009/04/15/120601/1115753/5/kronologi-dan-latar-belakangkrisis-finansial-global diakses tanggal 26 April 2013
BLS Spotlight on Statistics “The Recession of 2007-2009” http://www.bls.gov/ diakses tanggal
26 April 2013
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
125
Daniela S. Tumbelaka
merumahkan banyak tenaga kerjanya. Tingkat pengangguran pun
merangkak naik pada tahun 2008-2009 tidak hanya di Amerika Serikat.
Grafik Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat dan Negaranegara Maju Tahun 2007-2010
Meningkatnya pengangguran di negara maju juga memberi kontribusi
bagi pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju. Bersama dengan
pertumbuhan ekonomi dunia, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat
beserta negara-negara maju yang memiliki kerterkaitan erat dalam
sektor finasial dan perdagangan, mengalami pelemahan bahkan
menurun. Hal ini terlihat pada pertumbuhan PDB, dimana penurunan
cukup jauh antara tahun 2008-2009.
Pada tahun 2012, International Monetary Fund (IMF) menyatakan
beberapa negara sebagai Emerging Economies, yaitu Cina, India,
beberapa negara ASEAN, Amerika Latin, dan Eropa Timur, seperti
terlihat pada table 2.2. Negara-negara ini merupakan negara
berkembang yang industrialisasi dalam negaranya sedang meningkat.
Krisis Subprime Mortgage yang membesar menjadi krisis finansial
global, sangat mempengaruhi kondisi finansial negara-negara maju dan
juga perusahaan-perusahaan transnasional yang selama ini menjadi
sumber modal asing bagi negara-negara berkembang maupun negaranegara miskin. Dampak krisis terhadap perekonomian negara-negara
maju sangat terlihat pada kelompok-kelompok negara yang memiliki
keterkaitan erat dengan sektor finansial Amerika Serikat, seperti Inggris,
Perancis, dan Swiss. Pelemahan ekonomi negara-negara maju secara
otomatis memberikan imbas langsung kepada volume ekspor negara
berkembang atau negara industri baru di berbagai kawasan. Kelompok
126
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Krisis Ekonomi Global terhadap Ekspor Produk Tekstil Indonesia
negara berkembang dan negara industri baru, selama ini cukup
menikmati hasil dari hubungan perdagangan terbuka dengan negaranegara maju, khususnya Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris.
Amerika Serikat dan negara-negara maju di kawasan Eropa merupakan
tujuan utama ekspor negara-negara berkembang. Meskipun bagi
beberapa negara tertentu Amerika Serikat maupun uni Eropa bukan
merupakan mitra dagang utama, namun perlambatan ekonomi Amerika
Serikat menyebabkan dampak rambatan ke negara-negara lain yang
merupakan mitra dagang negara tersebut, sehingga perekonomian
negara tersebut akan tetap terpengaruh.
Negara-negara berkembang menjadikan ekspor komoditas sebagai salah
satu komponen penting dalam pendapatan negara. Ekspor
komoditiakan terpengaruh negatif bersamaan dengan jatuhnya harga
komoditas akibat menurunya permintaan secara global. Apabila hal ini
terus terjadi, ekonomi negara-negara pengekspor akan melemah dan
semakin menekan laju pertumbuhan PDB dunia, setelah pada tahuntahun sebelumnya kelompok negara-negara berkembang khususnya
negara emerging economies telah melakukan pertumbuhan ekonomi
yang cukup baik dan memberi sumbangan dalam peningkatan PDB
dunia.
Tabel Ekspor Komoditi Negara Berkembang ke Amerika
Serikat (dalam %)
Negara
2006
2007
2008
Indonesia
Brazil
Malaysia
55,3
47,9
24,8
57,1
50,1
27,5
49,9
46,5
23
Semula krisis yang menyebar dan hanya menghantam perekonomian
negara-negara maju di Eropa, mulai mengancam perekonomian
kelompok negara-negara berkembang di kawasan tersebut. Aktivitas
ekonomi mengalami penurunan yang signifikan akibat ketergantungan
berbagai negara tersebut kepada aliran modal asing, yang sebagian
besar berasal dari negara-negara maju, untuk mendanai periode boom
kredit di kalangan negara berkembang. Terjadinya penurunan konsumsi
di kalangan negara-negara maju Eropa dan aksi penarikan dana oleh
para investor yang lebih memilih untuk menanamkan modal di pasar
yang lebih stabil, mengakibatkan perubahan drastis kondisi ekonomi
negara-negara berkembang di kawasan Eropa yang tadinya baik-baik
saja.
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
127
Daniela S. Tumbelaka
Pertumbuhan ekonomi Cina dan India tetap positif, sekalipun
perekonomian kedua negara tersebut tidak mampu mendongkrak naik
pertumbuhan ekonomi, karena kedua negara tersebut juga mengalami
perlambatan ekonomi. Pada akhir 2008 awal 2009 ekspor Cina
dilaporkan mengalami penurunan terbesar dalam satu dekade terakhir.5
Kondisi perekonomian yang relatif baik di India dan Cina pada masa
krisis ini, tidak terjadi di negara-negara seperti Hongkong, Singapura,
Taiwan dan Korea Selatan. Konsumsi ekspor ditempatkan sebagai salah
satu target utama hasil produksi dalam negeri (terutama Korea Selatan
dan Taiwan), selain itu khususnya Singapura dan Hongkong memiliki
peran sebagai pusat finansial bagi kawasan Asia yang pastinya akan
terseret dalam krisis.
Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN pun ikut terkena dampak
penyebaran krisis. Kombinasi antara penurunan permintaan global
terhadap produksi ekspor negara-negara tersebut dan ketatnya likuiditas
global menjadikan pertumbuhan ekonomi kawasan secara keseluruhan
menurun, dari 6% pada tahun 2007 menjadi 0% pada tahun 2009,
sekalipun Indonesia berhasil tumbuh 4.6% di tahun 2009.
Dilihat dari perspektif regional, perkembangan Indonesia sebenarnya
cukup baik setelah krisis ekonomi Asia pada tahun 1997/1998. Laju
pertumbuhan ekonmi Indonesia adalah salah satu yang cukup baik di
Asia khususnya dalam periode 2005-2007. Meskipun pertumbuhan
ekonomi memperlihatkan kemajuan dalam periode 2005-2007 setelah
krisis Asia, tidak berbeda dengan negara lain, Indonesia juga tetap
terkena imbas krisis ekonomi global 2008. Salah satu dampak dari krisis
ekonomi global adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan
tumbuh mencapai 6,1% pada tahun 2008 atau sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar 6,3%.6 Penurunan
pertumbuhan ekonomi Indonesia terus terjadi pada tahun 2009.
5“Kronologi
dan
Latar
Belakang
Krisis
Finansial
Global”
http://finance.detik.com/read/2009/04/15/120601/1115753/5/kronologi-dan-latar-belakangkrisis-finansial-global diakses tanggal 26 April 2013
6“Perekonomian
Indonesia
Tahun
2008
Tengah
Krisis
Keuangan
Global”,
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3698&Itemid=29
diakses tanggal 26 April 2013
128
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Krisis Ekonomi Global terhadap Ekspor Produk Tekstil Indonesia
Tabel Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sebelum dan Sesudah
Krisis Ekonomi Global 2008
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi
2005
5,7
2006
5,5
2007
6,3
2008
6,1
2009
4,6
2010
6,1
Pada saat terjadi krisis global, negara adidaya Amerika Serikat
mengalami resesi yang serius, sehingga terjadi perlambatan
pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya menyebabkan penurunan
permintaan barang impor. Dengan demikian ekspor Indonesia pun
menurun. Inilah yang menyebabkan terjadinya defisit Neraca
Pembayaran Indonesia. Adanya sentimen negatif terhadap pasar
keuangan global juga membuat terjadinya pelepasan aset finansial oleh
investor asing dan membuat neraca finansial dan modal ikut menjadi
defisit.
Sampai September 2008, nilai tukar Rupiah cenderung stabil, namun
sejak pertengahan September 2008, krisis global yang semakin dalam
telah memberi efek depresiasi terhadap mata uang. Kurs Rupiah
melemah menjadi Rp 11.711,- per USD pada bulan November 2008.
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
129
Daniela S. Tumbelaka
Grafik Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat
Sumber : Bank Indonesia
Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil dalam Menghadapi Krisis
Ekonomi Global
Industri TPT merupakan salah satu dari beberapa klaster industri inti
yang menjadi prioritas perkembangan dalam jangka panjang, seperti
yang tertuang pada Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005 mengenai
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2004-2009.
Perkembangan klaster industri tersebut, secara
komprehensif dan integratif, akan didukung oleh industri terkait dan
industri penunjang. Untuk industri tekstil dan produk tekstil sendiri
diharapkan akan mengalami pertumbuhan yang cukup baik per
tahunnya serta dapat menyerap tambahan tenaga kerja setiap tahun.
Industri TPT diambil menjadi salah satu prioritas perkembangan
industri jangka panjang, karena industri ini memiliki peran yang cukup
besar terhadap perekonomian Indonesia. Pada tahun 2007 industri ini
memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 2,37
persen.
Untuk meningkatkan efisiensi biaya dan biaya yang kompetitif dalam
industri tekstil di Indonesia, pemerintah Indonesia telah menggulirkan
program revitalisasi pada tahun 2007 yang bertujuan untuk
menyediakan subsidi pemerintah sebesar 11% sebagai pengganti
pembelian mesin dan perlengkapan. Saat ini, Indonesia berada di
130
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Krisis Ekonomi Global terhadap Ekspor Produk Tekstil Indonesia
peringkat 11 dunia untuk ekspor tekstil, dengan pangsa pasar di dunia
kurang lebih sebesar 1,6%.7
Distribusi geografis dari industri tekstil Indonesia sangat terkonsentrasi
di pulau Jawa, dan khususnya di daerah Jawa Barat.Hampir 90% dari
industri tekstil berlokasi di Jawa, dan 55% nya sendiri terkonsentrasi di
provinsi Jawa Barat. Untuk industri garmen, konsentrasi yang padat
ditemukan di provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Pulau
Batam.Industri tekstil dan produk tekstil tergolong industry padat karya.
Industri ini menyerap banyak tenaga kerja yang bagus
untuk
mengurangi jumlah angka pengangguran.
Meskipun demikian, tantangan yang harus dihadapi kalangan industri
tekstil dan produk tekstil adalah kualitas sumber daya manusia yang
selama ini dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Produktivitas
tenaga kerja lokal dinilai masih relatif rendah sehingga memengaruhi
produktivitas perusahaan.
Antara tahun 2005 dan 2007, pertumbuhan yang pesat yang
dipengaruhi oleh perubahan struktur pasar di Amerika Serikat dan Uni
Eropa, yang menerapkan kuota pengaman pada banyak produk-produk
tekstil maupun garmen yang berasal dari Cina. Pangsa pasar produk
tekstil lokal di pasar domestik masih rendah, sekitar 50 persen. Padahal,
kualitas produk lokal masih jauh lebih baik. Rendahnya pangsa pasar
domestik disebabkan oleh penawaran harga produk impor lebih murah
dibanding produk lokal.
Pada abad ke 20 hingga abad ke 21 awal, volume perdagangan antar
negara meningkat. Berdasarkan data International Monetary Fun (IMF),
intensitas hubungan ekonomi antar negara semakin berkembang, tetapi
perekonomian global juga telah banyak mengalami beberapa krisis
ekonomi yang mempengaruhi banyak negara di dunia.
7http://betterwork.org/indonesia
diakses 2 Mei 2013
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
131
Daniela S. Tumbelaka
Grafik Volume Perdagangan Dunia
Salah satu produk yang menyumbang surplus perdagangan terbesar bagi
Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara eksportir tekstil dan
produk tekstil yang cukup besar di dunia. Menurut data Asosiasi
Pertekstilan Indonesia tahun 2007-2008 share tekstil TPT sebesar
24,8%, terbesar diantara sektor non-migas lainnya. Upaya
internasionalisasi tekstil merupakan salah satu langkah dalam
memperkenalkan tekstil ke dunia internasional, sekaligus menarik
sebagai strategi untuk memperluas cakupan pasar, terutama di Eropa
dan Amerika.Antara tahun 2005 dan 2007, pertumbuhan yang pesat
yang dipengaruhi oleh perubahan struktur pasar di Amerika Serikat dan
Uni Eropa, yang menerapkan kuota pengaman pada banyak produkproduk tekstil maupun garmen yang berasal dari Cina. Sejak tahun
2008, disebabkan oleh lemahnya situasi ekonomi global, jumlah pabrik,
ekspor, dan produksi telah berkurang.
Tetapi dalam melakukan upaya ini bukan tanpa hambatan, terdapat
beberapa hambatan seperti persaingan produk dengan negara lain,
kurangnya investasi modal untuk teknologi industri tekstil dan produk
tekstil, dan juga munculnya krisis ekonomi global. Krisis ekonomi global
masuk melalui jalur perdagangan, hal ini benar adanya, krisis ekonomi
Global yang bermula di Amerika memberi dampak negatif bagi ekspor
tekstil. Hal ini menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya
132
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Krisis Ekonomi Global terhadap Ekspor Produk Tekstil Indonesia
penurunan ekspor tekstil selain kompetisinya dengan produk negara
lain khususnya Cina. Ekspor tekstil dan produk tekstil meningkat
sebelum terjadi krisis ekonomi global.
Meskipun antara tahun 2007-2008 angka neraca perdagangan mulai
naik, penurunan mulai terasa pada akhir tahun 2008 dan tahun 2009.
Data Asosiasi Pertekstilan Indonesia menunjukan penurunan ekspor
industri pakaian (SITC 84)pada tahun 2009.8 Dalam neraca
perdagangan seperti pada tabel 3.2 menunjukan setelah penurunan saat
krisis ekonomi 2008, ekspor tekstil kembali bangkit pada tahun 2010,
bahkan angkanya lebih tinggi dari tahun 2006 dan 2008 saat sedang
tinggi. Dalam neraca perdagangan menunjukan setelah penurunan saat
krisis ekonomi 2008, ekspor tekstil kembali bangkit pada tahun 2010,
bahkan angkanya lebih tinggi dari tahun 2006 dan 2008 saat sedang
tinggi.
Tabel Neraca Perdagangan Indusri Clothing Indonesia (SITC
84) (dalam juta Dollar Amerika Serikat)
Export
2006
2007
2008
2009
2010
5534
5830
6268
5659
6500
Import
69
219
294
214
289
Sumber: “Indonesia Facts Sheet”, Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang merupakan pangsa pasar
utama ekspor tekstil dan produk tekstil. Perlambatan pertumbuhan
ekonomi yang terjadi di negara pangsa pasar mempengaruhi ekspor
clothing Indonesia.
8
SITC 84 adalah singkatan dari Standard International Trade Classification, dan 84 merupakan
nomor klasifikasi untuk produk tekstil. SITC merupakan standar kode numerik yang
dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa untuk mengklasifikasikan komoditi-komoditi
dalam perdagangan internasional
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
133
Daniela S. Tumbelaka
Tabel Ekspor Clothing Indonesia ke Pangsa Pasar Utama
2006
2007
2008
2009
2010
Amerika Serikat (juta
USD)
3670
3981
4028
3861
4424
Uni Eropa (juta Euro)
1475,2
1248,0
1182,7
1149,5
1125,6
Jepang (Milyar Yen)
15,8
14,5
13,9
14,3
16,5
Sumber: “Indonesia Facts Sheet”, Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011
Total ekspor industri clothing menurun setelah adanya krisis ekonomi
global 2008, tetapi naik kembali pada tahun 2010.
Tabel Total Ekspor ClothingIndonesia 2008-2010
2008
%
perubahan
2009
20082007
%
perubahan
2010
20092008
%
perubahan
2010-2009
6016
7,5
1,1
14,9
5659
6500
Sumber: “Indonesia Facts Sheet”, Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011
Saat terjadi krisis global, negara-negara pangsa pasar ekspor tekstil dan
produk tekstil mengalami resesi dan perlambatan pertumbuhan
ekonomi. Hal inilah akhirnya membuat pasar Indonesia berkurang
permintaan akan ekspor tekstil dan produk testil Indonesia menurun.
Apabila negara pengekspor tidak dapat menemukan pengganti pasar
yang hilang, maka negara tersebut akanmenghadapi penurunan devisa
dan over supply barang di negaranya.
Menurunnya pertumbuhan industri tekstil dunia, disebabkan karena
krisis utang Amerika Serikat dan Eropa ditambah melambatnya
pertumbuhan ekonomi China. Krisis tersebut, menyebabkan permintaan
terhadap pasokan tekstil menurun, sehingga produksi nasional
kemungkinan akan berkurang, meskipun tumbuh tipis. Selain pasar
ekspor yang melemah, perlambatan industri tekstil juga disebabkan oleh
banyaknya impor tekstil terutama dari Cina yang mulai menggerogoti
pasar tekstil domestik.
Melihat hal tersebut terlihat adanya keterkaitan antara munculnya krisis
ekonomi global, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan penurunan
ekspor tekstil dan produk tekstil.
Dimulai dari krisis finansial Amerika Serikat yang berkembang menjadi
krisis ekonomi di mana memperlihatkan adanya perlambatan
134
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Krisis Ekonomi Global terhadap Ekspor Produk Tekstil Indonesia
pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat. Dengan timbulnya krisis
finansial di Amerika, perusahaan-perusahaan besar yang awalnya
menyerap banyak tenaga kerja terpaksa harus gulung tikar dan
melakukan PHK masal. Banyak orang kehilangan pekerjaan dan susah
untuk mendapat lapangan pekerjaan baru, yang membuat angka
pengangguran meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Terjadi pengurangan pertumbuhan upah karyawan yang biasanya
dimulai pada masa resesi dan berlanjut hingga masa pemulihan postresesi. Selama masa krisis 2007-2009, tingkat kenaikan upah dan gaji
karyawan mengalami perlambatan menjadi 1,3 persen pada bulan
Desember 2009. Hal ini jauh di bawah 3,6 persen peningkatan saat
bulan Maret 2007, setelah adanya pemulihan dari resesi sebelumnya
tahun 2001.9
Pendapatan masyarakat berkurang dan hal ini menggerus daya beli
masyarakat Amerika. Masyarakat Amerika Serikat yang konsumtif
terpaksa memperketat pengeluaran mereka untuk bertahan dalam masa
krisis. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena Amerika
Serikat merupakan pangsa pasar yang besar bagi negara-negara lain
termasuk Indonesia. Data Bureau of Labor Statistic (dalam dolar
konstan tahun 2010) memperlihatkan rata-rata pengeluaran rumah
tangga tahun 1984 sebanyak 46.119 dolar Amerika Serikat dan terus naik
menjadi 52.349 dolar Amerika Serikat pada tahun 2006. Lain halnya
sejak masa resesi, pengeluaran rata-rata menurun sejak tahun 2007.
Grafik 3.2 Pengeluaran Rumah Tangga Rata-rata Tahunan
9
BLS Spotlight on Statistics “The Recession of 2007-2009” http://www.bls.gov/ diakses tanggal
26 April 2013
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
135
Daniela S. Tumbelaka
Penurunan daya beli masyarakat tidak hanya terjadi di Amerika Serikat
tetapi juga di beberapa negara maju yang terkena imbas krisis ekonomi
global, seperti Inggris, Jerman, Perancis, dan lain sebagainya. Di Inggris
dan Eropa angka pengangguran bertambah. Tingkat pengangguran yang
tinggi dari tahun sebelumnya di Inggris dan Eropa juga berdampak
sama terhadap daya beli dan pengeluaran seperti yang terjadinya di
Amerika Serikat.
Setelah melihat adanya hubungan antara masa krisis dengan penurunan
pendapatan, daya beli dan pengeluaran, maka pada sub bab ini akan
dijelaskan mengenai keterkaitan antara menurunnya daya beli
masyarakat dengan permintaan ekspor negara, yang di sini adalah
ekspor tekstil dan produk tekstil.
Daya beli masyarakat yang menurun karena pendapatan yang berkurang
akan membuat masyarakat membatasi atau memangkas pengeluaran
rumah tangga. Penghematan atas pengeluaran ini dilakukan khususnya
pada pos-pos pengeluaran yang bersifat sekunder, tersier atau barang
mewah. Di masa yang sulit orang akan cenderung memilih pengeluaran
yang bersifat penting atau benar-benar dibutuhkan. Pakaian yang adalah
produk tekstil memang termasuk dalam kebutuhan primer, tetapi jika
pakaian tersebut lebih digunakan untuk mengikuti fashion atau bagian
dari suatu lifestyle, maka pakaian atau produk tekstil tersebut bukan lagi
menjadi kebutuhan primer, tetapi lebih termasuk pada kebutuhan
sekunder bahkan tersier. Selain itu sifat pakaian atau produk tekstil
lainnya tidak bersifat habis setelah sekali dipakai seperti makanan, yang
jika habis harus dibeli lagi. Pakaian dan kebanyakan produk tekstil
dapat dipakai kembali. Jadi saat terdesak orang-orang akan berusaha
menghemat kebutuhan ini.
Adanya penghematan jumlah besar yang dilakukan oleh banyak orang
terhadap kebutuhan ini, berarti juga berkurangnya jumlah penjualan
tekstil dan produk tekstil di suatu negara. Berkurangnya jumlah
penjualan tersebut mengakibatkan menurunnya jumlah permintaan
tekstil dan produk tekstil impor di negara tersebut yang tidak lain adalah
penurunan permintaan ekspor akan tekstil dan produk tekstil Indonesia.
Kesimpulan
Kekuatan ekonomi tidak dapat disepelekan, karena ekonomi merupakan
sumber kekuatan utama sebuah negara. Ketika ekonomi suatu negara
mulai lemah, maka sektor-sektor lain pun akan ikut melemah. Negara
yang mengalami krisis ekonomi akan berusaha keras menangani
permasalahan ekonomi negaranya dan akan mengurangi anggaran di
beberapa sektor seperti pendidikan, militer, administrasi dan lain
136
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Krisis Ekonomi Global terhadap Ekspor Produk Tekstil Indonesia
sebagainya. Hal ini akan mempengaruhi dan menimbulkan gejolak
sosial.
Saat krisis masih berada dalam sektor keuangan, menghantam
perbankan maka hal itu adalah krisis finansial. Apabila krisis meluas
dan terjadi adanya peningkatan angka pengangguran, pertumbuhan
ekonomi melambat, dan terjadi pengurangan terhadap pos-pos
pengeluaran negara di beberapa sektor, hal ini dapat dikatakan sebagai
krisis ekonomi. Globalisasi krisis Amerika Serikat dengan cepat
mempengaruhi dunia karena mengingat Amerika Serikat sebagai
hegemoni ekonomi dunia.Amerika Serikat juga memiliki keterkaitan
ekonomi yang kuat dengan banyak negara maju dan juga negara
berkembang.
Saat pemerintah Indonesia mulai mencium krisis global ini akan terjadi
maka pemerintah Indonesia melakukan penguatan terhadap sistem
ekonomi Indonesia. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan
Indonesia tidak mendapat imbas dari krisis ini. Meskipun Amerika
Serikat dan negara-negara maju lainnya yang terkena krisis tidak
memberi dampak langsung akan krisis perbankan mereka, dampak
krisis juga tetap terasa. Karena krisis ekonomi dapat masuk melalui dua
jalur yaitu jalur finansial dan jalur perdagangan. Melalui jalur finansial,
investasi-investasi modal asing akan kredit yang berisiko tinggi akan
ditarik. Ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia terkena dampaknya
melalui jalur perdagangan, di mana beberapa pangsa pasarnya sedang
struggle menghadapi krisis ekonomi.
Ketidakpastian kondisi ekonomi dunia masih berpotensi menurunkan
permintaan dari pasar internasional khususnya AS dan Eropa, sehingga
bisa menekan ekspor produk industri Indonesia ke pasar
tersebut.Indonesia yang dikategorikan IMF sebagai salah satu negara
emerging economies diharapkan bersama negara emerging economies
lainnya mampu menopang laju pertumbuhan ekonomi dunia saat krisis
terjadi. Laju pertumbuhan ekonomi dunia berjalan lambat, di mana
berbagai negara pangsa pasar ekspor tekstil dan produk tekstil
Indonesia juga mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi. Di
negara-negara mitra dagang tekstil dan produk tekstil Indonesia, banyak
terjadi pemutusan hubungan kerja karyawan, sehingga menyebabkan
tingkat pendapatan masyarakat terkoreksi ke bawah yang dari situ
membuat daya beli masyarakat menurun dan mereka melakukan
penghematan akan pengeluaran-pengeluaran yang sifatnya tidak terlalu
urgent. Pakaian yang adalah produk tekstil memang termasuk dalam
kebutuhan primer, tetapi mengingat sekarang pakaian identik dengan
fashion dan lifestyle maka kebutuhan akan pakaian dapat ditekan
pengeluarannya. Karena saat terdesak seperti pada saat krisis, orang-
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
137
Daniela S. Tumbelaka
orang akan cenderung melakukan penghematan terhadap hal-hal yang
belum terlalu dibutuhkan.
Adanya penghematan terhadap tekstil dan produk tekstil, berarti terjadi
penurunan angka penjualan tekstil dan produk tekstil. Penurunan
penjualan mengakibatkan berkurangnya permintaan impor tekstil dan
produk tekstil. Hal ini tidak lain adalah turunnya permintaan akan
ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia oleh mitra dagang Indonesia.
Turunnya permintaan ekspor tekstil dan produk tekstil dapat
menyababkan over supply hasil produksi. Industri tekstil dan produk
tekstil akan sangat terpukul karena hal ini, akibatnya banyak
perusahaan tekstil dan produk tekstil yang harus memutar otak untuk
mengatasi pengurangan permintaan, atau bahkan terpakasa
perusahaan-perusahaan harus menghentikan proses produksi baik itu
hanyabersifat sementara atau permanen. Penghentian produksi akan
membuat banyak tenaga kerja industr ini harus dirumahkan, tingkat
pengangguran pastinya akan bertambah bagi Indonesia. Tingginya
angka pengangguran, pendapatan perkapita akan menurun, disertai
inflasi akan membuat situasi sosial juga ikut terpengaruh. Dalam
menggencarkan pangsa pasar tekstil dan produk tekstil dalam dan luar
negeri, industri tekstil dan produk tekstil Indonesia harus lebih
kompetitif dalam menjaga standar mutu produk-produknya agar tidak
kalah dengan negara-negara penghasil tekstil dan produk tekstil lainnya.
Daftar Pustaka
Buku
Amstrong Gery dan Philip Kotler, 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran,
Jilid 1, Edisi Kedelapan, Jakarta: Erlangga
Apridar, 2009. Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori, Konsep dan
Permasalahan dalam Aplikasinya,. Yogyakarta: Graha Ilmu
Hamdy Hadi, 2000. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan
Perdagangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia
Krugman Paul R. dan Maurice Obstfeld, 2000. Ekonomi Internasional
Teori dan Kebijaksanaan, Jakarta: Rajawali Press
Putong Iskandar, Pengantar Ekonomi Mikro Makro Edisi 2, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2003
Reinhart Carmen M. dan Kenneth S. Rogoff, 2009.This Time Is
Different: Eight Centuries of Financial Folly, New Jersey: Princeton
University Press
138
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Krisis Ekonomi Global terhadap Ekspor Produk Tekstil Indonesia
Samuelson
Paul
A.dan
William
D.
Nordhaus,
1994.
Makroekonomi,Jakarta: Erlangga
Salvatore Dominick, Ekonomi Intenasional :Edisi kelima, 1996. Jakarta:
Erlangga
Silalahi Uber, Metode Penelitian Sosial, 2006. Bandung: Unpar
Singarimbun Masridan Sofian Effendi (ed.), Metode Penelitian Survei,
Edisi Revisi , 1989. Jakarta: LP3ES
Subagyo P. Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek,
1997.Jakarta: PT Rineka Cipta
Sukirno Sadono,Pengantar Teori Makroekonomi : Edisi pertama. 1985
Jakarta: Rajawali Press
Kamus, Ensiklopedia, dan Dokumen Resmi
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan I, Edisi, 2001. Jakarta: Balai
Pustaka
Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kebijakan Umum di
Bidang Ekspor, 2007. Jakarta: Departemen Perdagangan
Djafri Chamroel, Gagasan Seputar Pengembangan Industri dan
Perdagangan TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), 2003. Jakarta:
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Cidesindo
Situs Internet
Asosiasi
Pertekstilan
Indonesia,
http://www.indonesiaspinners.com/index.php?option=com_conten
t&view=article&id=54&Itemid=61&lang=id, 1 Mei 2013
Assyari Abdullah, “Krisis Global dan Indonesia, “What is an economic
crisis” dalam http://www.whatiseconomics.org/the-global-financialcrisis/what-is-an-economic-crisis, 5 Desember 2012
http://betterwork.org/indonesia , 2 Mei 2013
BLS Spotlight on Statistics “The Recession of 2007-2009”
http://www.bls.gov/, 26 April 2013
EddyHerjanto, “Analisis Perkembangan SNI Bidang Tekstil dan Produk
Tekstil,”
dalam
http://www.bsn.go.id/files/@LItbang/Formulir%20JS%20Vol%209
%20No%203%202007/5%20%20Analisis%20Perkembangan%20S
NI%20Bidang%20Tekstil.pdf, 6 Agustus 2012
E.G. Ismy, “Bagian II: Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
Indonesia”,
http://egismy.wordpress.com/2008/04/18/bagian-iiindustri-tekstil-dan-produk-tekstil-tpt-indonesia, 7 Januari 2013
Indonesia Textile Association, “Perkembangan Daya Saing ITPT
Nasional
khususnya
di
Jawa
Barat”
dalam
http://textilejabar.wordpress.com/2008/01/19/perkembangandaya-saing-itpt-nasional-khususnya-di-jawa-barat/, 7 Januari 2013
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
139
Daniela S. Tumbelaka
“Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil,” dalam
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/userfiles/ppi/Ka
jian%20Pengembangan%20Industri%20Tekstil%20Dan%20Produk
%20Tekstil.pdf, 6 Agustus 2012
“Kontribusi
Industri
TPT
Masih
Sangat
Signifikan”,
http://www.businessnews.co.id/ekonomi-bisnis/kontribusiindustri-tpt-masih-sangat-signifikan-2.php, 9 Mei 2013
“Krisis
Ekonomi
Masuk
dalam
Tiga
Jalur”
dalam
http://www.tempo.co/read/news/2012/06/05/090408533/KrisisEkonomi-Masuk-Melalui-Tiga-Jalur ,8 Agustus 2012
Kronologi
dan
Latar
Belakang
Krisis
Finansial
Global”
http://finance.detik.com/read/2009/04/15/120601/1115753/5/kron
ologi-dan-latar-belakang-krisis-finansial-global, 26 April 2013
Lucia Morales dan Bernadette Andreosso O’Callaghan, “The Global
Financial Crisis : World Market or Regional Contagion Effect (2010)
seperti dikutip oleh Endar Prasetio “Krisis Ekonomi: Produk
Bermerek
Kapitalisme
(I)”
dalam
http://kompasiana.com/post/moneter/2011/11/24/krisis-ekonomiproduk-bermerek-kapitalisme-i/,8 Agustus 2012
“Outlook Ekonomi Indonesia 2099-2014: Krisis Finansial Global dan
Dampaknya
terhadap
Perekonomian
Indonesia”,
dalam
http://www.bi.go.id/ , 4 Juli 2012
“Perekonomian Indonesia Tahun 2008 Tengah Krisis Keuangan Global”,
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=vie
w&id=3698&Itemid=29, 26 April 2013
Kementrian
Perindustrian,
“Penyerapan
Tenaga
Kerja”
http://www.kemenperin.go.id/artikel/5314/Penyerapan-TenagaKerja-Masih-Tinggi, 2 Mei 2013
Republik Indonesia, “Kontribusi Industri Pengolahan Non Migas
Terhadap
PDB”
http://www.kemenperin.go.id/statistik/pdb_share.php, 1 Mei 2013
“The
Conscience
of
A
Liberal”,
dalam
http://www.krugman.blogs.nytimes.com, 8 Agustus 2012
“The
Downturn
InFacts
and
Figures”,
http://news.bbc.co.uk/2/hi/7073131.stm, 26 April 2013
“Tentang
Krisis
Itu,
Sekali
Lagi”,
http://srimulyani.net/2011/06/27/tentang-krisis-itu-sekali-lagi, 26
April 2013
140
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Download