Hubungan Strategi Mengajar dan Kepemimpinan Guru dengan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
Tinjauan teori ini berisikan teori-teori yang melandasi kegiatan penelitian
mengenai hubungan strategi mengajar dan kepemimpinan guru dengan motivasi
belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Susukan. Landasan teori ini memberikan
penjelasan dari konsep secara jelas agar tidak terjadi penyimpangan. Teori-teori
yang dibahas adalah strategi mengajar, kepemimpinan guru, dan motivasi belajar.
2.1. Strategi Mengajar
2.1.1. Pengertian Strategi Mengajar
Strategi merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dikatan pola umum sebab suatu
strategi pada pada hakekatnya belum mengarah kepada hal – hal bersifat
praktis. Suatu strategi masih berupa rencana atau gambaran menyeluruh.
Sedangkan untuk mencapai tujuan memang strategi disusun untuk tujuan
tertentu. Tidak ada suatu strategi tanpa adanya tujuan yang harus dicapai.
Demikian juga halnya dalam proses pengajaran. Pencapaian tujuan dalam
pengajaran perlu disusun suatu strategi agar tujuan itu tercapai dengan
optimal. Tanpa suatu strategi yang cocok, tepat dan jitu tidak mungkin
tujuan dapat tercapai.
Dalam konteks mengajar dan belajar dapat dikatakan sebagai pola
umum yang berisi tentang rentetan kegiatan yang dapat dijadikan pedoman
( petunujuk umum ) untuk mencapai tujuan pengajaran. Menurut Nana
Sudjana dalam Sabri (2007:2) Strategi mengajar pada dasarnya adalah
1
tindakan guru dalam melaksanakan rencana pembelajaran dengan
menggunakan variabel pengajaran seperti tujuan, bahan, metode dan alat
serta evaluasi untuk mempengaruhi siswa mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
2.1.2. Melaksanakan Strategi Pembelajaran
Menurut Sabri (2007:3) dalam melaksanakan strategi pembelajaran
ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan oleh guru yaitu:
1) Tahapan Mengajar
Secara umum ada tiga tahapan pokok yang terdapat pada tahapan ini
yakni:
a. Tahapan Pra Instruksional adalah tahapan yang ditempuh guru
pada saat ia memulai proses belajar – mengajar.
b. Tahapan Instruksional adalah tahapan pembelajaran atau tahap
inti ,yakni tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah
disusun guru sebelumnya.
c. Tahapan Evaluasi dan Tindak Lanjut adalah untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dari tahapan kedua ( Instruksional ).
2) Pendekatan Mengajar
Menurut Bruced Joyce dalam Sabri (2007:10) ada empat katagori
antara lain:
1. Pendekatan Eksposisi atau Model Informasi
Pendekatan ini bertolak dari pandangan, bahwa tingkah
laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan
ditentukan oleh guru / pengajar.
2. Pendekatan Inquiry atau Discovery
Merupakan pendekatan mengajar yang brusaha
meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah.
3. Pendekatan Interaksi Sosial
Pendekatan ini menekankan terbentuknya hubungan
antara individu / siswa yang satu dengan siswa yang lainnya
sehingga dalam konteks yang lebih luas terjadi hubungan
sosial individu dengan masyarakat
2
4. Pendekatan Tingkah Laku ( Behavioral Models )
Pendekatan ini menekankan kepada teori tingkah laku
individu pada dasarnya dikontrol oleh stimulus dan respon yang
diberikan individu.
2.1.3. Pertimbangan dan Prinsip Pemilihan Strategi Mengajar
Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus
dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berpikir
strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara
efektif dan efisien. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang
harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Oleh karena
itu sebelum menentukan strategi pengajaran apa yang dapat digunakan,
ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan sebagai berikut:
1. Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pertanyaan – pertanyaan yang dapat diajukan adalah:
a. Apakah tujuan pengajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan
aspek kognitif, afektif atau psikomotor?
b. Bagaimana kompleksitas tujuan pengajaran yang ingin dicapai,
apakah tingkat tinggi atau rendah?
c. Apakah utuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan
akademis?
2. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi
pengajaran:
a) Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau
teori tertentu?
b) Apakah untuk mempelajari materi pengajaran itu memerlukan
pasyarat tertentu atau tidak?
c) Apakah tersedia buku – buku sumber untuk mempelajari materi
itu?
3. Pertimbangan dari sudut siswa:
a. Apakah strategi pengajaran sesuai dengan tingkat kematangan
siswa?
b. Apakah strategi pengajaran itu sesuai dengan minat, bakat dan
kondisi siswa?
c. Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar
siswa?
3
4. Pertimbangan – pertimbangan lainnya:
a. Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu
strategi saja?
b. Apakah strategi yang kita tetapkan dianggap satu – satunya
strategi yang dapat digunakan.
c. Apakah strategi itu nilai efektifitas dan efisiensi?
2.2. Kepemimpinan
2.2.1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan menjelaskan bahwa sifat-dasar kepemimpinan sangat
kompleks sehingga kepemimpinan tersebut dapat dikatakan suatu masalah
yang kompleks dan sulit. C.Rost dalam Safari (2004) berpendapat bahwa
kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi
diantara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan nyata
yang mencerminkan tujuan bersamanya. Menurut Robbins dalam
Sudarwan
Danim
(2009:3)
kepemimpinan
adalah
kemampuan
mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Pengaruh itu
menghasilkan dari interaksi atas dasar posisi formal ataupun informal.
Sedangkan
menurut
Handoko
(2003:294)
kepemimpinan
adalah
kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar
mau bekerja mencapai tujuan orgaisasi
dan sasaran. Howard H.Hoyt
menyatakan kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia, kemampuan untuk membimbing orang.
Ordway
Tead
mengatakan
kepemimpinan
adalah
kegiatan
mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan pendapat – pendapat di atas
maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan usaha yang
4
dilakukan oleh seseorang dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk
mempengaruhi dan mengerahkan orang – orang yang supaya mereka mau
bekerja sama untuk mencapai tujuannya. Berdasarkan definisi tersebut
bahwa terdapat unsur – unsur dalam kepemimpinan yaitu kemampun
mempengaruhi orang lain, kemampuan mengarahkan tingkah laku
bawahan atau orang lain, untuk mencapai tujuan.
2.2.2. Tipe – Tipe Kepemimpinan.
Manusia memang makhluk yang unik, begitu juga dengan seorang
pemimpin. Satu pemimpin dengan pemimpin lain tidak sama, mengingat
gaya tipe kepemimpinan pun berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut sarjana lain dalam kartono kartini (2005:80-87) membagi
tipe kepemimpinan sebagai berikut:
1. Tipe Karismatis
Tipe kepemimpinan karismatis ini memiliki kekuatan energi, daya
tarik dan perbawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain,
sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan
pengawal – pengawal yang bisa dipercaya
2. Tipe Paternalistis
Tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-sifat antara
lain, menganggap bawahannya sebagai manusia yang belum dewasa,
bersikap terlalu melindungi, jarang memberikan kesempatan
kebawahannya untuk mengambil keputusan sendiri, hampir tidak
pernah memberi kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, dan
bersikap maha tahu dan maha benar.
3. Tipe militeristis
Tipe ini sifatnya sok kemiliter – militeran. Hanya gaya luaran saja
yang mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama, tipe
ini mirip sekali dengan tipe kepemimipinan otoriter.
4. Tipe otokratis ( Outhoritative, dominor)
Kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada kekuasaan
dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau
berperan sebagai pemain tunggal pada a one – man show. Dia
berambisi sekali untuk merajai situasi.
5
5. Tipe laissez faire
Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis
tidak memimpin dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang
berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun
dalam kegiatan kelompoknya.
6. Tipe Populistis
Profesor Peter Worsley dalam bukunya The Third World
mendefinisikan kepemimpinan populistis sebagai kepemimpinan
yang dapat membangun solidaritas rakyat. Kepemimpinan
populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang
tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta
bantuan hutang-hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini
mengutamakan penghidupan nasionalisme.
7. Tipe Administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan tipe adminstratif ialah kepemimpinan yang
mampu menyelenggarakan tugas – tugas administrasi secara
efektif. Sedang para pemimpinnya terdiri dari teknokrat dan
administratur – administratur yang mampu mengerakkan dinamika
modernisasi dan pembanguna.
8. tipe demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan
memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya.
Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan dengan
penekanan pada rasa tanggung jawab internal dan kerja sama yang
baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis terletak pada partisipasi
aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan demokratis
menghargai potensi setiap individu mau mendengarkan nasihat
sugesti bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis
dengan bidangnya masing-masing mampu memanfaatkan kapasitas
setiap anggota seefektif mungkin pada saat dan kondisi yang tepat.
2.2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan
Dalam melaksanakan aktivitasnya pemimpin dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor. Faktor – faktor tersebut sebagaimana
dikemukakan oleh H. Jodeph Reitz dalam Asmani (2009:103) adalah
sebagai berikut:
1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu, dan harapan
pemimpin mencakup nilai – nilai, latar belakang dan
pengalamannya.
2. Harapan dan perilaku atasan
3. Karateristik, harapan, dan perilaku bawahan.
6
4. Kebutuhan tugas dan setiap tugas bawahan.
5. Iklim dan kebijakan organisasi.
6. Harapan dan perilaku rekan.
2.2.4. Syarat – syarat Kepemimpinan
Menurut Kartini (2006:36) mengungkapkan bahwa konsepsi
mengenai persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga
hal penting yaitu sebagai berikut:
a. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang
memberikan wewenangkepada pemimpin guna mempengaruhi
dan menggerakkan bawahan untuk berbuat seuatu.
b. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga
orang mampu“Mbawani” atau mengatur orang lain, sehingga
orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu.
c. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan
kecakapan atauketerampilan teknis maupun sosial, yang
dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
Dari pengertian diatas kepemimpinan mengandung beberapa unsur
pokok antara lain:
a. Kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi
kelompok atau organisasi tempat pemimpin dan anggotanya
berinteraksi.
b. Dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses
mempengaruhi bawahan oleh pemimpin.
c. Adanya tujuan bersama yang harus dicapai.
2.2.5. Kepemimpinan Guru
Kepemimpinan guru pada dasarnya adalah suatu proses untuk
mempengaruhi orang lain dimana didalamnya mengkaji tentang
serentetan tindakan atau perilaku tertentu pada invididu yang
dipengaruhinya. Kepemimpinan dalam organisasi sekolah adalah
kepemimpinan pendidikan. Kepemimpinan pendidikan merupakan suatu
7
proses aktivitas peningkatan pemanfaatan sumberdaya manusia dan
material di sekolah secara lebih kreatif, mengintegrasikan semua kegiatan
dalam
kepemimpinan,
pendidikan
membuat
sedangkan
membuat
manajemen
keputusan
dan
untuk
administrasi
kelangsungan
pembelajaran secara efektif. Guru sebagai pemimpin dalam kegitan
belajar mengajar akan memiliki pola perilaku yang khas dalam
mempengaruhi para murid yang disebut gaya kepemimpinan guru.
Menurut Muhibbin Syah (2006:253) dengan menambahkan satu
lagi gaya kepemimpinan guru menurut Borlow (1985) otoritatif maka
gaya kepemimpinan guru dalam proses belajar mengajar ada empat
macam yaitu:
a) Otoriter (authoritarian) secara harfiah otoriter berarti berkuasa
sendiri atau sewenang – wenang. Dalam PBM guru yang
otoriter selalu mengarahkan dengan keras segala aktifitas para
siswa tanpa dapat ditawar – tawar. Hanya sedikit sekali
kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk berperan serta
untuk memutuskan cara terbaik untuk kepentingan belajar
mereka.
b) Laissez faire, guru laissez faire padannya adalah individualisme
(paham yang menghendaki kebebasan pribadi). Guru yang
berwarak ini biasanya gemar mengubah arah dan cara
pengelolaan PBM secara seenaknya,ia tidak menyenangi
profesinya sebagai tenaga pendidik meskipun memiliki
kemampuan yang memadai.
c) Demokratis (democratic) arti demokratis adalah bersifat
demokrasi, yang pada intinya mengandung makna
memperhatikan persamaan hak dan kewajiban semua orang.
Guru yang memiliki sifat ini pada umumnya dipandang sebagai
guru yang paling baik dan ideal. Alasannya dibanding dengan
guru – guru lainnya guru ragam demokratis lebih suka bekerja
sama dengan rekan – rekan profesinya namun tetap
menyelesaikan tugasnya secara mandiri.
d) Otoritatif (authoritarian),otoritatif berarti bereibawa karena
adanya kewenangan baik berdasarkan kemampuan maupun
kekuasaan yang diberikan. Guru yang otoritatif adalah guru
8
yang memilikidasar – dasar pengetahuan baik pengetahuan
bidang studi vaknya maupun pengetahuan umum.
2.3. Motivasi Belajar
2.3.1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin movere yang bearti dorongan atau
menggerakkan. Kata motivasi sering diartikan dalam bentuk kata kerja
menjadi rangsangan, dorongan yang menyebabkan sesuatu terjadi, baik
yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar diri seseorang
untuk mencapai suatu tujuan hanya jika mereka merasa hal itu merupakan
bagian dari tujuan pribadi atau organisasinya. Menurut Alisuf Sabri dalam
Suparman (50:2010) motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi
pendorong tingkah laku yang menuntut/mendorong orang untuk memenuhi
suatu kebutuhan. Kebutuhan inilah yang akan menimbulkan dorongan atau
motif untuk melakukan tindakan tertentu, dimana diyakini bahwa jika
perbuatan itu telah dilakukan, maka tercapailah keadaan keseimbangan
dan timbullah perasaan puas dalam diri individu.
2.3.2. Teori Motivasi
Telah banyak teori tentang motivasi yang dikemukakan oleh ahli
bidangnya ( Sudarwan Danim, 31 – 32 ).
a. Teori Psikoanalisa dari Freud, menekankan pada pengalaman
masa kanak – kanak sebagai motif yang dapat dan selalu
mendorong seseorang melakukan sesuatu perbuatan. Orang
merasa senang dan puas melakukan pekerjaan karena pengaruh
masa lampaunya.
b. Teori Gestalt dari Lewin, yang menekankan pada pengaruh
kekuasaan situasi yang sedang dihadapi oleh seseorang.
Perasaan senang dan puas mengerjakan sesuatu disebabkan oleh
9
karena dengan pekerjaan itu yang bersangkutan dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
c. Teori Allport yang menekankan pentingnya kekuasaan “ AKU ”
dalam melakukan pekerjaan. Seseorang merasa senang
terdorong melakukan pekerjaan karena orang tersebut mendapat
kesempatan mengatur, menguasai dan memerintah orang lain.
d. Teori motivasi berprestasi dikemukakan oleh McClelland dalam
Sudarwan Danim, Suparno (34:2009) memfokuskan hanya pada
tiga kebutuhan yaitu: kebutuhan akan prestasi atau needs for
achivement ( n.Ach), kebutuhan akan afiliasi atau needs for
affiliation ( n.A.ff) dan kebutuhan akan kekuasaan atau needs
for achivement ( n. Ach ). Masing – masing kebutuhan akan
dijelaskan berikut ini:
1. Kebutuhan akan prestasi ( need for achievement = n.Ach )
2. Kebutuhan akan prestasi ( n.Ach ) merupakan daya
penggerak yang memotivasi seseorang. Karena itu n.Ach
aka mendorong seseorang untuk mengembangkan
kreativitas dalam menggerakkan semua kemempuan serta
energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi yang
optimal.
3. Kebutuhan akan afiliasi ( need for affiliation = n.Af ).
Kebutuhan akan afiliasi ( n.Af) ini menjadi daya
penggerak yang memotivasi seseorang karena setiap orang
menginginkan:
1) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di
lingkungan tempat dia berada atau sense of
belonging
2) Kebutuhan akan perasaan dihormati atau sense of
importance
3) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal atau
sense achievement dan
4) Kebutuhan akan perasaan ikut serta atau sense of
participant
4. Kebutuhan akan kekuasaan ( need for Power = n. Pow ).
Kebutuhan akan kekeuasaan ( n. Pow ) merupakan daya penggerak
untuk memotivasi seseorang, karena n. Pow ini merangsang dan
memotivasi seseorang untuk mengerahkan semua kemampuan
demi mencapai kekuasaan akan keduduka yang terbaik.
2.3.3. Jenis Motivasi
Menurut Sudjana dalam Suparman (2010:50) motivasi dapat
dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
10
1) Motivasi Iitrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam
diri setiap individu seperti kebutuhan, bakat, kemauan, minat dan
harapan. Misalnya seseorang anak yang membeli buku pelajaran
biologi karena ia membutuhkan buku tersebut untuk dibaca agar
menambah wawasan dan pengetahuaanya di bidang biologi,
Suparman (2010:50).
2) Motivasi Ekstrinsik
Motivasi Ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari luar diri
seseorang, timbul karena adanya stimulus (rangsangan) dari luar dirinya
atau lingkungannya. Misalnya, seseorang yang mengikuti sebuah
kejuaraan karena ingin mendapatkan hadiah utama yaitu uang. Dalam
kasus ini maka uanglah yang menjadi motivasi orang tersebut,
Suparman (2010:51).
Dalam proses belajar siswa, kedua motivasi ini yaitu intrinsik dan
ekstrinsik sangatlah diperlukan. Keduanya merupakan dua hal yang saling
berhubungan satu sama lain.
2.3.4. Hal - hal yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Dimayati dan Mudjiono dalam Suparman (2010 : 55 – 56)
ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi belajar anak didik,
yakni:
1) Cita – cita dan aspirasi anak didik
Cita – cita akan dapat memperkuat motivasi anak didik untuk belajar.
2) Kemampuan anak didik
Kemauan harus senantiasa dibarengi dengan kemampuan atau
kecakapan untuk mencapainya.
3) Kondisi anak didik
Meliputi kondisi jasmani dan rohani. Kondisi jasmani dan rohani
sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar anak didik.
4) Kondisi lingkungan anak didik
Lingkungan anak didik berupa lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat dan alam sekitar.
5) Upaya guru dalam membelajarkan anak didik
Guru adalah seorang pendidik, pengajar, fasilitator dan mediator
bagi anak didiknya. Interaksi yang sehat, positif, efektif dan efisien
antara anak didik dan guru akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak didik.
11
2.3.5. Bentuk – Bentuk Motivasi Belajar
Menurut Sadirman dalam Suparman (2010:52-54) ada beberapa
bentuk dan cara untuk menumbuhkan motifasi belajar anak didik, yaitu:
a) Memberi angka
Pemberian angka atau nilai ( apalagi angka yang bagus) akan
menjadi mtivasi tersendiri bagi anak didik. Ia bisa memilih untuk
mendapatkan angka yang lebih tinggi lagi, anak minimal
mempertahankan angka yang telah didapatnya.
b) Hadiah
Hadiah bisa menjadi motivasi tersendiri bagi siswa. Misalnya
guru menjanjikan hadiah bagi anak didik yang berhasil mencapai
angka standar, atau berhasil menjawab pertanyaan.
c) Saingan dan Kompetensi
Cara ini juga bisa memotivasi siswa, yang penting anak didik
diarahkan untuk bersaing secara sehat dan positif dengan teman –
temannya. Misalnya bersaing untuk mendapatkan juara di dalam
kelas.
d) Ego – inviement
Anak didik akan berusaha dengan segenap tenaga untuk
mencapai prestasi yang baik untuk menjaga harga dirinya. Guru
harus menumbuhkan kesadaran pada anak didik agar merasakan
dan menyadari betapa pentingnya tugas dan menerimanyasebagai
tantangan yang harus diselesaikan.
e) Memberi ulangan
Memberikan ulangan bisa memacu siswa untuk belajar lebih
giat.Yang perlu diperhatikan guru adalah jangan terlalu memberi
ulangan karena bisa menimbulkan kebosanan dan kejenuhan dalam
diri anak didik.
f) Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaannya, akan mendorong anak
didik agar lebih giat lagi dalam belajar. Jika siswa tahu bahwa
hasil belajarnya senantiasa mengalami peningkatan, maka dengan
sendirinya akan memotivasi siswa untuk terus belajar.
g) Pujian
Pujian yang baik dan positif akan memupuk suasana yang
menyenangkan dan meningkatkan gairah belajar.
h) Hukuman
Hukuman tidak selamanya berdampak negatif jika dilibatkan
pada saat yang tepat dengan alasan yang jelas, dan dengan jenis
hukuman yang logis sesuai dengan kesalahannya.
12
i) Minat
Minat adalah instrumen motivasi yang kedua setelah kebutuhan.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika dilandasi minat untuk
belajar.
j) Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar merupakan sesuatu yang muncul dalam diri
anak didik, yang mengakibatkan anak didik mau belajar lebih giat
lagi.
k) Tujuan yang diakui
Tujuan yang diakui dan diterima dengan baik oleh anak didik
merupakan instrumen motivasi yang sangat penting.
2.4. Penelitian Terdahulu Yang Relefan
a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dian Ratna Sari, 2005 tentang
Pengaruh Kepemimpinan dan Kemampuan Berkomunikasi Guru
terhadap Motivasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi pada Siswa Kelas
XI IPS SMA Negeri 1 Sragi Kabupaten Pekalongan Tahun Pelajaran
2005/2006. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Hasil
analisis regesi ganda memperoleh persamaan regresi = 1,021 + 0,860X1 +
0,593X2. Uji keberartian persamaan regesi secara parsial dengan uji t
diperole t
hitung
untuk variabel motivasi sebesar 3,124 dengan probabilitas
0.000 < 0.05, yang berarti secara parsial, ada pengaruh yang signifikan
antara kepemimpinan dengan motivasi belajar siswa sedangkan untuk
variabel kemampuan berkomunikasi guru diperoleh t
hitung
sebesar 3,480
dengan probabilitas 0,000 < 0.05, yang berarti secara parsial, ada
pengaruh yang signifikan antara kemampuan berkomunikasi guru dengan
motivasi belajar siswa. Uji secara simultan dengan uji F diperoleh F
hitung
= 25,779 dengan probabilitas 0.000 < 0.05, yang berarti secara simultan
ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dan kemampuan
13
berkomunikasi guru dengan motivasi belajar siswa. Besarnya pengaruh
secara simultan antara kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi
guru terhadap prestasi belajar adalah 67,5%. Besarnya pengaruh masingmasing variabel yaitu kepemimpinan terhadap motivasi belajar siswa
sebesar 14,62%, dan pengaruh kemampuan berkomunikasi guru terhadap
motivasi belajar siswa sebesar 17,52%.
b. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ady Prabowo, 2012 tentang
Pengaruh Kepemimpinan dan Kreativitas Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar Terhadap Hasil Belajar Dikalangan Siswa SMK Pelita
Salatiga. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen
Satya Wacana. Hasil analisis regesi ganda memperoleh persamaan
regresi Y = 56,228 + 0,183X1 +0,136X2. Uji keberartian persamaan
regesi secara parsial dengan uji t diperole t
hitung
untuk variabel
kepemimpinan sebesar 3,241 dengan probabilitas 0.002 < 0.05, yang
berarti secara parsial, ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan
dengan hasil belajar siswa sedangkan untuk variabel kreativitas guru
diperoleh t
hitung
sebesar 3,504 dengan probabilitas 0,001 < 0.05, yang
berarti secara parsial, ada pengaruh yang signifikan antara kreativitas
guru dengan hasil belajar siswa. Uji secara simultan dengan uji F
diperoleh F
hitung
= 23,905 dengan probabilitas 0.000 < 0.05, yang berarti
secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dan
kemampuan kreativitas guru dengan hasil belajar siswa. Besarnya
14
pengaruh secara simultan antara kepemimpinan dan kreativitas guru
terhadap hasil belajar adalah 45,2%.
2.5. Kerangka Berpikir
Uma Sekaran dalam Sugiyono (2011:60) mengemukakan bahwa
kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Dalam kerangka berfikir ini peneliti akan menjelaskan tentang
model hipotetis, definisi operasional dan skala pengukuran.
2.5.1. Model hipotitis
Model hipotitis merupakan gambaran dari variabel – variabel penelitian.
Dalam penelitian ini akan dijelaskan variabel dependen dan independen.
Variabel dependen disebut juga variabel tidak bebas, dan variabel independen
disebut variabel bebas. Suatu variabel disebut dependen atau tidak bebas jika
nilai atau harganya ditentukan oleh satu atau beberapa variabel lain. Dalam
hubungan ini variabel lain itu disebut variabel independen atau variabel bebas
(Gulo. W.2005:46-47).
Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai variabel independen adalah
strategi mengajar (X1) dan kepemimpinan guru (X2). Sedangkan yang
menjadi variabel dependen adalah motivasi belajar siswa (Y).
15
Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan model hipotitis penelitian
sebagai berikut:
(X1)
R
Y
(X2)
Gambar1.1. Kerangka berpikir hubungan strategi mengajar dan
kepemimpinan guru dengan motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1
Susukan.
Keterangan :
X1
= Strategi Mengajar
X2
= Kepemimpinan Guru
Y
= Motivasi Belajar Siswa
R
= Analisis Korelasi Ganda
= Hubungan variabel x dengan variabel y
2.5.2. Definisi Operasional Varibel
Definisi operasional dimaksutkan untuk menjelaskan makna variabel
yang sedang diteliti. Menurut Masri dalam Riduwan (2010:122) memberikan
pengertian tentang definisi operasional adalah unsur penelitian yang
memberitahukan cara mengukur suatu variabel. Dengan kata lain definisi
operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan caranya mengukur suatu
variabel. Berikut ini definisi operasional variabel penelitian:
16
1. Strategi Mengajar (X1)
Strategi mengajar adalah merupakan cara guru yang dijadikan sebagai
pedoman dalam pembelajaran. Pedoman yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah model pembelajaran. Berkaitan dengan strategi mengajar, guru
didalam mengajar diharapkan dapat mengembangkan model – model
pembelajaran seperti strategi maupun bahan ajar dalam menyampikan
materi kepada siswanya. Tingkatan strategi mengajar di kategorikan
menjadi 3 yaitu:
Tinggi: jika guru dapat mengembangkan model pembelajaran di beri
skor 3
Sedang: jika guru dapat mengembangkan model pembelajaran di beri
skor2
Rendah: jika guru tidak dapat mengembangkan model pembelajaran di
beri skor 1
2. Kepemimpinan Guru (X2)
Kepemimpinan guru adalah merupakan kemampuan guru untuk
mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Tujuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah motivasi belajar.
Kepemimpinan di kategorikan menjadi 3 yaitu:
Tinggi:
jika guru memiliki kemampuan mempengaruhi siswa untuk
bekerjasama agar mencapai tujuan diberi skor 3
Sedang: jika guru dapat mempengaruhi siswa untuk bekerjasama agar
mencapai tujuan diberi skor 2.
17
Rendah: jika guru tidak memiliki kemampuan mempengaruhi siswa
untuk bekerjasama agar mencapai tujuan diberi skor 1.
3. Motivasi Belajar Siswa (Y)
Motivasi belajar adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Dalam penelitian ini yang
dimaksud dengan kegiatan adalah belajar. Tingkatan motivasi belajar di
kategorikan menjadi 3 yaitu:
Tinggi : jika guru dapat mengembangkan model pembelajaran dan serta
memiliki kemampuan mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan
maka motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran tinggi diberi skor 3.
Sedang: jika guru dapat mengembangkan model pembelajaran serta
memiliki kemampuan mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan
maka motivasi belajar sedang diberi skor 2.
Rendah : jika guru dapat mengembangkan model pembelajaran serta
memiliki kemampuan mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan
maka motivasi belajar rendah diberi skor 1.
Berdasarkan keterangan tersebut diperoleh perhitungan sebagai
berikut:
Tinggi:
Sedang:
Rendah:
18
2.5.3. Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai
acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat
ukur sehingga alat ukura tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan
menghasilkan data kuantitatif ( Sugiyono, 2011: 92).
Dalam penelitian ini strategi mengajar dan kepemimpinan guru dengan
motivasi belajar menggunakan skala ordinal.
Tabel 1.1
Daftar Skala Pengukuran
Skala Pengukuran
No
Variabel
Notasi
Nominal
Ordinal
1
Strategi Mengajar
(X1)

2
Kepemimpinan Guru
(X2)

3
Motivasi Belajar Siswa
(Y)

Interval
Rasio
2.6. Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2010:96) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis tersebut akan diuji
menggunakan pendekatan kuantitatif sehingga akan diketahui kebenarannya
secara empiris. Dengan mengacu pada rumusan masalah dan kerangka
pemikiran yang telah dibuat, peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut :
19
Hipotesis Kerja 1:
Ada hubungan positif signifikan antara strategi mengajar dengan motivasi belajar
siswa SMP Negeri I Susukan artinya semakin baik strategi mengajar guru maka
semakin tinggi motivasi belajar siswa.
Hipotesis Statistik:
H0 : ρx1y = 0
H1 : ρx1y > 0
Hipotesis Kerja 2:
Ada hubungan positif signifikan antara kepemimpinan guru dengan motivasi
belajar
Siswa SMP Negeri I Susukan, artinya semakin baik sikap guru
mendorong dan mengarahkan siswanya untuk belajar maka semakin
tinggi
motivasi belajar siswa.
Hipotesis Statistik:
H0 : ρx2y = 0
H1 : ρx2y > 0
Hipotesis Kerja 3:
Ada hubungan positif signifikan antara strategi mengajar dan kepemimpinan guru
dengan motivasi belajar Siswa SMP Negeri I Susukan, artinya semakin baik
strategi mengajar dan kepimpinan guru maka semakin tinggi motivasi belajar
siswa.
Hipotesis Statistik
H0 : ρx1x2y = 0
H1 : ρx1x2y > 0
20
Download