bab i tinjauan pustaka

advertisement
4
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
Pengaturan Keseimbangan Glukosa Darah
Konsentrasi glukosa darah yang normal sebesar 70-110 mg/dl. Jika terjadi
penyimpangan dari kadar glukosa di dalam darah disebabkan karena adanya
perubahan oksidasi glukosa yang dapat naik beberapa kali pada saat melakukan
kerja dan akan diatur kembali dengan cepat melalui pengaturan hormon, selain itu
bisa disebabkan karena mengkonsumsi makanan secara berlebihan yang
mengandung karbohidrat dan akibat nya dengan kadar karbohidrat yang tinggi
bisa menyebabkan kenaikan sementara kadar glukosa di dalam darah. Khususnya
insulin yang bekerja menurunkan kadar glukosa di dalam darah
(Mutschler,
1991:340).
Insulin memiliki peranan penting dalam penyimpanan zat yang
mempunyai kelebihan energi di dalam tubuh. Dalam keadaan karbohidrat yang
tinggi, insulin akan menyimpan karbohidrat sebagai glikogen terutama di dalam
hati dan otot. Kelebihan karbohidrat yang tidak dapat disimpan sebagai glikogen
akan diubah menjadi lemak karena adanya rangsangan dari insulin dan disimpan
dijaringan adiposa. Selain karbohidrat yang tinggi, insulin juga memiliki pengaruh
terhadap kelebihan protein, yaitu secara langsung insulin memiliki efek dalam
memicu pengambilan asam amino oleh sel dan pengubahan asam amino ini akan
menjadi protein dan dapat menghambat pemecahan dari protein yang sudah
terdapat di dalam sel (Guyton dan Hall, 1997:1222). Hormon lain yang dapat
repository.unisba.ac.id
5
meningkatkan sekresi insulin atau yang dapat memperkuat rangsangan glukosa
terhadap sekresi insulin yaitu glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol dan yang
paling lemah adalah progesteron dan estrogen (Guyton dan Hall, 1997:1230).
Hormon pertumbuhan akan menurunkan pembentukan glukosa baru demi
pembentukan protein tetapi menghambat oksidasi glukosa. Ketika kadar glukosa
di dalam darah meningkat, maka pembebasan insulin akan semakin banyak, dan
mempengaruhi glukagon, adrenalin serta kortisol, dimana kortisol dapat
meningkatkan kadar glukosa di dalam darah melalui proses glukoneogenesis
protein dan menghambat oksidasi glukosa (Mutschler, 1991:340).
Glukagon merupakan hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau
langerhans sewaktu kadar glukosa di dalam darah turun. Dimana fungsinya saling
bertentangan dengan insulin (Guyton dan Hall, 1997:1231). Jadi apabila
konsentrasi glukosa di dalam darah meningkat, keadaan ini merupakan stimulus
bagi sel-sel beta pulau Langerhans untuk mensekresikan hormon insulin. Peranan
hormon insulin yaitu untuk memacu pengambilan glukosa ke hati dan memacu
sel-sel hati untuk mengubah glukosa menjadi glikogen sehingga kadar glukosa
darah turun, sebaliknya jika kadar glukosa darah naik, maka sel-sel alfa pulau
langerhans akan mensekresi hormon glukagon yang memacu perombakan
glikogen dihati menjadi glukosa sehingga glukosa di dalam darah akan meningkat
(Santoso, 2007:226).
Selain insulin dan glukagon merupakan hormon yang dapat mempengaruhi
kadar glukosa darah ada juga epinefrin yang fungsi nya sama dengan glukagon
repository.unisba.ac.id
6
dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Dimana epinefrin merupakan hormon
yang disekresi oleh medulla adrenal sebagai respon terhadap kadar glukosa darah
rendah atau dalam keadaan hipoglikemia berat. Peranan epinefrin dalam tubuh
sebagai respon terhadap strees baik positif maupun negatif. Di otot, epinefrin akan
mengaktifasi adenilat siklase yang menyebabkan peningkatan glikogenolisis dan
menghambat sintesis glikogen. Dijaringan adiposa, epinefrin meningkatkan
penguraian trialsilgliserol menghasilkan bahan bakar untuk jaringan otot.
Akibatnya, pengambilan glukosa ke dalam otot berkurang dan menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah. Epinefrin terbentuk ketika seseorang sedang
mengalami strees kemudian merangsang sel saraf, dimana sel saraf tersebut akan
mensekresikan neurotransmitter asetilkolin didalam medulla adrenal sehingga
dapat merangsang pembebasan epinefrin. Jadi, epinefrin membantu untuk
melindungi agar tidak timbul hipoglikemia yang berat (Santoso, 2007:227).
1.2.
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang menyangkut
metabolisme glukosa di dalam tubuh, akibat dari kekurangan insulin sehingga
menyebabkan hiperglikemia (Soegondo, dkk., 2007:8). Kekurangan insulin
disebabkan karena pankreas tidak berfungsi lagi untuk mensekresikan insulin dan
produksi insulin tidak sesuai dengan kebutuhan (Mutschler, 1991:341).
1.2.1
Patofisiologi diabetes mellitus
Tubuh mempunyai sistem yang dapat mengatur dan menyeimbangkan zat-
zat yang mengalir didalamnya. Demikian pula dengan jumlah glukosa didalam
repository.unisba.ac.id
7
tubuh yang biasanya sangat terkontrol. Manusia mendapatkan glukosa dari
makanan yang manis, karbohidrat dan jenis makanan yang lain. Glukosa di dalam
tubuh akan mengalami proses metabolisme agar dapat dimanfaatkan oleh sel-sel
yang membutuhkan nya. Dimana jika terjadi gangguan pada metabolisme
karbohidrat maka dapat, mengidentifikasi adanya suatu penyakit yaitu diabetes
mellitus (DM) (Guyton dan Hall, 1997:1235).
Diabetes mellitus bisa terjadi karena adanya gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, dimana ini sangat berpengaruh terhadap produksi
insulin didalam tubuh (Mutschler, 1991:342). Jika terjadi defisiensi insulin, maka
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga kadar glukosa di dalam darah
akan meningkat atau hiperglikemia (300-1200 mg/dl) (Guyton dan Hall,
1997:1235). Dan tidak bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energi.
Glukosa yang menumpuk di dalam tubuh akan dikeluarkan melalui urin
sehingga terjadi glikosuria, hal ini disebabkan karena jumlah glukosa yang
memasuki tubulus ginjal dalam proses filtrasi glomerulus meningkat dari kadar
yang normal, Akibatnya glukosa tidak dapat direabsorbsi sehingga kadar glukosa
di dalam darah lebih dari 180 mg/dl sedangkan bila kadar glukosa darah 300-500
mg/dl artinya orang tersebut sudah menderita diabetes yang sangat parah karena
sebelumnya tidak diobati, sehingga dalam pelepasan urin setiap harinya akan
mengandung glukosa sebanyak 100g atau lebih (Guyton dan Hall, 1997:1235).
Karena glukosa tidak dapat dimanfaatkan sebagai penghasil energi maka
membuat suatu alternatif dengan cara membakar lemak dan protein. Akibatnya
terjadi metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol
repository.unisba.ac.id
8
pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan timbul nya gejala
arterosklerosis, selain itu karena berkurang kebutuhan protein di dalam jaringan
tubuh (Guyton dan Hall, 1997:1235). Peningkatan pemecahan asam lemak akan
menghasilkan badan keton. Jika badan keton meningkat didalam darah (ketosis)
akan mengakibatkan penurunan pH darah, sehingga terjadi asidosis. Dampak
lebih jauh nya, dapat mengakibatkan berbagai komplikasi diabetes mellitus seperti
kelainan pada pembuluh darah yaitu mikrongiopati (pembuluh darah kecil) dapat
menimbulkan berbagai perubahan pada pembuluh darah seperti gangguan pada
ginjal (nefropati diabetik), mata (retinopati) bahkan bisa menimbulkan kebutaaan
(Robbins, 2007:725-726). Dan makrongiopati (pembuluh darah besar) dapat
menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah jantung yang
menyebabkan penyakit jantung koroner, penyempitan pada pembuluh darah
tungkai bawah dapat menyebabkan ulkus dan gangren dikaki sedangkan
pembuluh
darah
diotak
menyebabkan
penyakit
cerebrovaskuler
yang
mengakibatkan stroke (Soegondo, dkk., 2007 : 165).
Diabetes mellitus dapat dikenali dengan beberapa gejala seperti poliuria
(pengeluaran urin secara berlebihan), polifagia (makan secara berlebihan),
polidipsia (minum secara berlebihan), berkurangnya berat badan dan astenia
(berkurang nya energi) yang merupakan gejala awal bagi penderita diabetes.
Dimana gejala poliuria disebabkan karena efek diuresis osmotik dari glukosa
dalam tubulus ginjal, polidipsia terjadi dalam keadaan dehidrasi akibat gejala dari
poliuria. Gagalnya metabolisme glukosa dan protein bisa menyebabkan berkurang
berat
badan
dan
gejala
astenia
disebabkan
karena
kurangnya
dalam
repository.unisba.ac.id
9
mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat yang nantinya akan
diubah menjadi energi (Guyton dan Hall, 1997:1235).
1.2.2
Klasifikasi diabetes
Klasifikasi dari jenis-jenis diabetes sangat penting untuk penentuan
pengobatan. Diabetes dibagi menjadi 3 tipe yaitu ada diabetes tipe 1 dan diabetes
tipe 2 dan diabetes gestasional (Tjay dan Raharja, 2007:741).
a. Diabetes Mellitus Tipe 1
Pada tipe ini terdapat kerusakan pada sel β pankreas sehingga tidak
memproduksi insulin, akibatnya sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah
Sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat diatas 10 mmol/l yakni
nilai ambang ginjal, dan glukosa yang berlebihan akan dikeluarkan lewat urin
bersamaan dengan banyak nya air. Dibawah kadar tersebut glukosa ditahan oleh
tubuli ginjal. Tipe 1 biasanya terjadi pada orang dibawah usia 30 tahun dan
paling sering dimulai pada usia 10 – 13 tahun. Karena penderita senantiasa
membutuhkan insullin, maka tipe 1 disebut (IDDM) Insulin Dependent Diabetes
Melitus (Tjay dan Raharja, 2007:741).
Dimana onset diabetes mellitus tipe 1 bersifat mendadak, pada kenyataan
nya penyakit ini terjadi akibat adanya serangan dari autoimun kronis terhadap sel
beta yang biasanya berlangsung bertahun-tahun sebelum onset klinis penyakit.
Dan disebabkan oleh suatu infeksi virus yang menimbulkan reaksi auto-imun
berlebih untuk menanggulangi virus, akibatnya sel-sel pertahanan tubuh tidak
hanya membasmi virus, melainkan juga turut merusak atau memusnahkan sel-sel
langerhans (Robbins, 2007:722).
repository.unisba.ac.id
10
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun dan lebih banyak di derita pada
orang gemuk, kemudian dalam pola kehidupan nya terlalu banyak mengkonsumsi
makanan, kurang bergerak sehingga menyebabkan resiko terkena diabetes tipe 2
lebih tinggi. Menurut perkiraan 5-10 % dari orang diatas usia 60 tahun mengidap
diabetes tipe 2. Penyebab nya akibat proses penuaan, banyak penderita diabetes
ini mengalami penyusutan sel-sel beta yang progesif serta penumpukan amiloid
disekitarnya. Sel – sel beta yang tersisa umumnya aktif tetapi sekresi insulin nya
berkurang. Selain itu kepekaan reseptornya menurun (Tjay dan Raharja,
2007:742).
c. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional merupakan kadar glukosa darah yang ditemukan
ketika seorang wanita sedang dalam keadaan hamil. Banyak wanita yang
mengalami diabetes kehamilan kembali normal saat postpartum (setelah
kelahiran), tetapi pada beberapa wanita tidak demikian. Seorang wanita hamil
membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan metabolisme
karbohidrat yang normal. Jika tidak mampu menghasilkan lebih banyak insulin,
wanita hamil tersebut dapat mengalami diabetes yang mengakibatkan perubahan
pada metabolisme glukosa (karbohidrat) dan metabolisme zat lain. Kadar glukosa
dalam darah pada wanita hamil berpengaruh pada kondisi janin dalam kandungan
nya. Hal ini disebabkan glukosa melintasi plasenta dengan mudah. Plasenta
merupakan saluran yang mengalirkan zat-zat makanan dari ibu kepada janin
melalui aliran darah. Dan selama kehamilan, plasenta serta hormon plasenta akan
repository.unisba.ac.id
11
menimbulkan resistensi insulin yang paling terlihat pada minggu ke tiga ibu
tersebut hamil, sehingga sangat beresiko tinggi dan harus dilakukan pemeriksaan
yang intensif dan biasanya pemeriksaan dapat ditangguhkan pada wanita yang
beresiko rendah dari minggu ke 24 sampai minggu ke 28 gestasi (Katzung,
2010:705).
Selain itu ada tipe diabetes lain yang biasanya disebabkan oleh kelainan
genetik spesifik (kerusakan genetik sel β pankreas dan kerja insulin), penyakit
pada pankreas, endokrinopati, obat-obatan, bahan kimia, infeksi (Soegondo, dkk.,
2007:12).
1.3.
Terapi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
tetapi dapat dikontrol untuk mengendalikan penyakit DM dengan cara
pengelolaan non farmakologis berupa perencanaan makanan dan kegiatan
jasmani, dimana dalam perencanaan makanan standar yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi yang seimbang sesuai dengan kecukupan gizi yang
baik. Kemudian latihan jasmani dianjurkan secara teratur (3-4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit, misalnya olah raga ringan dengan berjalan kaki
biasa selama 30 menit dan olah raga sedang dengan berjalan cepat selama 20
menit. Jika belum tercapai maka dilanjutkan dengan pengelolaan secara
farmakologis
yaitu
dengan
menggunakan
pemberian
obat
hipoglikemik
(Soegondo, dkk., 2007:34-36).
repository.unisba.ac.id
12
1.3.1.
Obat diabetes mellitus tipe 1
Diabetes tipe 1 ditandai dengan kerusakan pada sel β pankreas, sehingga
pemberian insulin sangat penting pada pasien dengan diabetes tipe 1 ( Katzung,
2010:704). Insulin merupakan hormon yang penting untuk kehidupan. Hormon ini
mempengaruhi baik metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan
lemak. Dimana fungsi insulin yaitu menaikkan pengambilan glukosa kedalam selsel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif,
menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah
penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa
(Mutschler, 1991:345).
Indikasi pemberian insulin merupakan keharusan pada pasien diabetes
tipe 1 tetapi insulin juga dibutuhkan pada diabetes tipe 2, untuk mengendalikan
kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar
glukosa darahnya dengan kombinasi sulfonilurea dan metformin, langkah
berikutnya yang mungkin adalah pemberian insulin. Disamping pemberian insulin
secara konvesional 3 kali sehari dengan memakai insulin kerja cepat, insulin dapat
pula diberikan dengan dosis terbagi, insulin kerja menengah dua kali sehari dan
kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat dimana perlu sesuai dengan
respon kadar glukosa darahnya. Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan
malam hari sebelum tidur dengan sulfonilurea tampaknya memberikan hasil yang
lebih baik daripada dengan insulin saja, baik satu kali ataupun dengan insulin
campuran. Keuntungan nya pasien tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu
repository.unisba.ac.id
13
lebih besar (Soegondo, dkk., 2007:40-41). Efek samping utama terapi insulin
adalah terjadinya hipoglikemia (PERKENI, 2011:25).
1.3.2.
Obat diabetes mellitus tipe 2
Untuk tipe ini mungkin tidak memerlukan insulin untuk bertahan hidup,
namun 30 % pasien atau lebih akan memperoleh keuntungan dari terapi insulin
untuk mengontrol kadar glukosa darah (Katzung, 2007:704). Beberapa obat
oral untuk diabetes tipe 2 yaitu :
a. Sulfonilurea
Mekanisme kerja obat ini membebaskan insulin yang dapat dimobilisasi
dari sel β pankreas dan pada saat yang sama memperbaiki tanggapan terhadap
rangsang glukosa fisiologis, ini berarti bahwa obat ini hanya berkhasiat jika
produksi insulin di dalam tubuh masih bisa bertahan dengan kata lain obat ini
tidak berkhasiat jika tidak ada produksi insulin (Mutschler, 1991:349).
Hanya bisa digunakan pada pasien yang masih mempunyai kemampuan
untuk mensekresikan insulin, biasanya digunakan untuk diabates tipe 1. Contoh
obat nya adalah (tolbutamida, glipizida) dengan waktu penyerapan diusus sekitar
4-5 jam, 6-7 jam (glibenklamid), 10 jam (gliklazida) dan lebih dari 30 jam
(klorpropamida) (Tjay dan Raharja, 2007:748). Selain itu dosis yang digunakan
dimulai dari yang terendah untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia yang
berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti orang tua, gangguan ginjal dan
hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular (PERKENI, 2011:22).
repository.unisba.ac.id
14
b.
Biguanida
Saat ini yang masih digunakan adalah metformin. Fenformin dan buformin
tidak digunakan lagi karena memiliki efek samping asidosis laktat. Mekanisme
kerja nya dapat meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
menurunkan glukosa darah dan dapat menghambat absorpsi glukosa dari usus
pada keadaan sesudah makan. Diberikan secara oral dan dapat mencapai kadar
puncak dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh
dengan waktu paruh 2-5 jam (Soegondo, dkk., 2007:39). Selanjutnya pada
penderita diabetes yang kadar gulanya tidak cukup diatur dengan sulfonamida dan
diet maka diberikan kombinasi dengan metformin dan sulfonilurea dengan dosis
1-3 kali 850 mg/hari (Mutschler, 1991:351). Dimana efek samping nya adalah
gangguan pada saluran cerna, lambung, usus dan tidak dapat diberikan pada
pasien dalam keadaan koma atau prakoma diabetik, kecenderungan asetonuria,
kerusakan ginjal berat atau hati, pankreatitis, tekanan-tekanan khusus (pengaruh
infeksi, operasi) dan menurunnya kondisi umum (Mutschler, 1991:351).
c. Tiazolidindion
Merupakan golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis
meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan obat ini bekerja meningkatkan
glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa dihati (Soegondo,
dkk., 2007:40). Tidak bisa digunakan pada pasien yang menderita gagal jantung
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga mengalami gangguan
pada hati (PERKENI, 2011:22).
repository.unisba.ac.id
15
d.
Penghambat glukosidase alfa
Obat yang termasuk penghambat glukosidase alfa adalah akarbose
(PERKENI, 2011:23). Mekanisme kerja akarbose dengan menghambat enzim
glukosidase (maltase, sukrase, glukoamilase) yang perlu dilakukan untuk
perombakan dipolisakarida dari makanan menjadi monosakarida. Efek samping
akarbose yaitu sering terbentuknya yaitu banyak gas di usus (kentut), selain itu
bisa menyebabkan diare bila digunakan bersamaan dengan gula. Dosis yang
digunakan 3 dd 50 mg, dikonsumsi sebelum makan dan bila perlu ditingkatkan
dosisnya setelah 1-2 minggu sampai maksimal 3 dd 100 mg (Tjay dan Raharja,
2007:754)
e.
DPP-IV inhibitor
Obat yang termasuk golongan DPP-IV inhibitor adalah sitagliptin
merupakan salah satu dari golongan DPP-IV inhibitor. Mekanisme kerja nya
mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi tinggi
dalam bentuk aktif dan mampu merangsang pelepasan insulin serta menghambat
pelepasan glukagon (PERKENI, 2011 : 23-24). Dosis yang biasa digunakan 50
dan 100 mg. Efek samping yang dihasilkan yaitu tidak disarankan untuk
digunakan dalam jangka waktu yang lama dan harganya mahal (PERKENI, 2011 :
29).
1.4.
Deskripsi Tumbuhan
Deskripsi tumbuhan terdiri dari klasifikasi tumbuhan, nama daerah
morfologi tumbuhan, kandungan kimia, kegunaan.
repository.unisba.ac.id
16
1.4.1.
Klasifikasi tumbuhan
Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman daun
kentut adalah
sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida (dikotil)
Sub kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Paederia
Spesies
: Paederia foetida L.
Sinonim
: Paederia tomentosa Blume, Paederiae chinensis Hance,
Paederia scandens (Lour.) Merr.
(Cronquist, 1981:xvii; Backer dan Bakhuizen van den Brink,
1965: 347).
1.4.2.
Nama daerah
Daun kentut; kahitutan (sunda), kasembukan (jawa), biantos, kasembukan
(madura), gum siki (ternate) (Heyne, 1987:1792).
repository.unisba.ac.id
17
1.4.3.
Morfologi tumbuhan
(a)
(b)
Gambar I.1 Daun kentut
Daun kentut memiliki ciri umum berupa tumbuhan tahunan, memiliki
batang muda keunguan atau coklat kemerahan, gundul sampai berambut padat,
batang tua coklat kekuningan sampai kehijauan. Memiliki bau busuk dan rasanya
lama kelamaan akan pahit. Merupakan daun tunggal, berbentuk bundar telur
sampai lonjong atau lanset, pangkal daun berbentuk jantung, ujung daun lancip,
pinggir daun rata. Helaian daun panjang 3 sampai 12,5 cm, lebar 2 cm sampai 7
cm. Permukaan atas berwarna coklat kehitaman, permukaan bawah berwarna
kelabu kecoklatan, permukaan atas berambut rapat atau jarang, permukaan bawah
terasa lebih halus dan jelas berambut. Tulang daun menyirip, tulang daun pada
permukaan bawah lebih menonjol dari pada permukaan atas. Panjang tangkal
daun 1 cm sampai 5 cm (Depkes RI, 1989 : 377). Daun kentut diperbanyak
dengan cara disetek, pemeliharaan nya cukup mudah membutuhkan cukup air
untuk menyiram atau menjaga kelembapan tanah dan berada ditempat yang
sedikit terlindung cahaya matahari (Afifah, dkk., 2005:61).
repository.unisba.ac.id
18
1.4.4.
Kandungan kimia
Kandungan kimia dari daun kentut meliputi daun dan batangnya
mengandung asperulosida, deasetilasperulosida, 6b-O-sinapoyl scandoside methyl
ester, three dimeric iridoid glucosides, paederosida, metil ester asam paederosida,
gama-sitosteron, arbutin, asam oleanolik, dan minyak atsiri. Jika diambil ekstrak
etanol dari daun kentut salah satunya mengandung iridoid glikosida, berfungsi
sebagai hipoglikemik (El-Moaty, 2010:104).
Iridoid merupakan hasil metabolik ke dua yang diproduksi oleh tumbuhan
sebagai suatu respon terhadap daya tahan atas infeksi dan agresi atau ancaman
lainya, dimana iridoid biasanya ditemukan pada binatang terutama semut. Yang
merupakan senyawa monoterpen terikat dengan gula sebagai glikosida (Harbone,
1987:136).
1.4.5.
Kegunaan
Kegunaan dari daun kentut sangat beragam diantaranya berkhasiat sebagai
antirematik, penghilang rasa sakit (analgesik), peluruh kentut (karminatif), anti
radang (Utami, 2008:64).
Berdasarkan penelitian yang sudah ada bahwa ekstrak etanol daun kentut
memiliki berbagai macam khasiat salah satunya hipoglikemik (penurunan kadar
glukosa di dalam darah), diduga kandungan zat aktif yang dapat menurunkan nya
adalah iridoid glikosida, kalau dibandingkan dengan tumbuhan yang lain seperti
daun kaca piring memiliki kandungan yang sama yaitu iridoid glikosida, dimana
daun tersebut sudah diteliti, yang menunjukan bahwa senyawa deacetylasp
erulosidic acid methyl ester terbukti mampu menurunkan kadar glukosa darah
repository.unisba.ac.id
19
pada mencit normal (Noffritasari, 2006:12). Di negara Cina telah diteliti bahwa
daun kentut (Paederia foetida L.) dapat menurunkan kadar glukosa darah
sebanyak 6,7% dengan dosis 2,6 dan 1,3 g/kg BB tikus yang diinduksi
streptozotocin secara intravena (Feng, dkk., 2008).
1.5.
Metode Ekstraksi
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, ekstrak merupakan sediaan kental
yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000:6).
Proses untuk mendapatkan suau ekstrak adalah dengan cara ekstraksi. Ekstraksi
merupakan peristiwa memindahkan zat aktif yang semula berada di dalam sel
ditarik oleh larutan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Cairan
pelarut dalam pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk senyawa
kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut
terpisah dari bahan, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa
kandungan yang diinginkan. Metode ekstraksi terdiri dari dua jenis yaitu ekstraksi
cara panas (refluks, soxhlet, digesti, infus dan dekok) dan ekstraksi cara dingin
(maserasi dan perkolasi) (Depkes RI, 2000:31). Salah satu metode ekstraksi yang
digunakan
adalah
maserasi
merupakan
proses
pengekstrakan
simplisia
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar). Cara nya simplisia yang akan diekstraksi
repository.unisba.ac.id
20
ditempatkan di dalam suatu wadah atau bejana yang bermulut lebar bersama
pelarut yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat kemudian dikocok berulangulang sehingga memungkinkan pelarut masuk keseluruh permukaan simplisia.
Pelarut yang digunakan dapat berupa air, air-etanol, etanol dan pelarut lain
(Depkes RI, 2000:10-11).
1.6.
Metode Yang Terkait Dengan Penelitian
Metode yang terkait dengan penelitian ada dua yaitu (TTGO) Tes
Toleransi Glukosa Oral dan Aloksan.
1.6.1.
(TTGO) Tes Toleransi Glukosa Oral
TTGO diperoleh dengan pengujian gula darah 2 jam pascaprandial
biasanya dilakukan untuk mengukur respons klien terhadap asupan tinggi
karbohidrat 2 jam setelah makan (sarapan pagi atau malam). Uji ini dilakukan
untuk pematauan terhadap diabetes, normalnya dianjurkan jika kadar gula darah
puasa normal nya tinggi atau sedikit meningkat. Glukosa serum < 140 mg/dl atau
kadar glukosa darah ≥ 120 mg/dl merupakan kadar yang abnormal, sehingga
diperlukan penelitian lanjutan (Kee, 2007:216). Menurut WHO 1994, glukosa
pada orang dewasa diberikan 75 g dan 1,75 g/kg BB anak-anak, dilarutkan dalam
air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
repository.unisba.ac.id
21
TTGO
2 jam pasca pembebanan
Kadar glukosa darah
≥ 200mg/dl
140-199mg/dl
< 140mg/dl
TGT
Normal
DM
Gambar I.2 Tes toleransi glukosa oral
( Petunjuk praktis pengelolaan DM tipe 2, PERKENI, 2002)
1.6.2.
Induksi Aloksan
Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mengiduksi
diabetes pada hewan percobaan. Aloksan dapat diberikan secara intravena,
intraperitoneal dan subkutan Dimana prinsip metode ini adalah dengan
memberikan suntikan aloksan monohidrat kepada hewan percobaan dengan dosis
120 mg/kg BB (Yuriska, 2009:13-7).
Tingginya konsentrasi aloksan tidak akan mempengaruhi pada jaringan
yang lain. Aloksan bereaksi dengan merusak substansi esensial di dalam sel beta
pankreas sehingga menyebabkan berkurang nya granula – granula pembawa
insulin di dalam sel beta pankreas. Dapat meningkatkan pelepasan insulin dan
protein dari sel β pankreas tanpa mempengaruhi sekresi glukagon ( Yuriska,
2009:14).
repository.unisba.ac.id
Download