ARTIKEL - P4TK Matematika

advertisement
ARTIKEL
Menentukan rumus Jumlah Suatu Deret dengan Operator Beda
Markaban
196111251988031005
Maret 2015
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN (PPPPTK) MATEMATIKA
YOGYAKARTA
1
Abstrak
Dari pengertian beda (selisih) dari suatu barisan bilangan yang diketahui, dicari selisih sampai
diperoleh selisih tetapnya dan dengan memperhatikan bahwa koefisien suku-sukunya dari
bentuk hubungan suku dengan beda tersebut dapat membentuk segitiga pascal yang koefisien
suku-sukunya dapat dinyatakan dengan teorema Binomial dari Newton. Ternyata bentuk
rumus suku ke-n dari suatu barisan bilangan dapat dikaitkan dengan teorema Binomial.
Dengan menjumlahkan suku-suku dari barisan tersebut akan membentuk deret yang jumlah
nya dapat dikaitkan teorema Binomial tersebut, maka secara induktif dapat dikembangkan
dari pengertian suku ke-n (Un) tersebut dapat dihubungkan dengan jumlah n suku (Sn) maka
ditemukan rumus jumlah suatu deret tersebut
Kata Kunci: Barisan Bilangan, Beda, Koefisien Suku, Teorema Binomial, Jumlah Deret
2
Menentukan rumus jumlah suatu deret dengan operator beda
A. Latar Belakang
Materi pembelajaran barisan dan deret, baik untuk Sekolah Menengah Atas maupun
Sekolah Menengah Kejuruan terkadang masih ada permasalahan. Permasalahan yang
dihadapi guru dalam barisan dan deret kadangkala berakar dari masalah-masalah yang
kurang cermat memahami soal, atau hanya bersifat hafalan seperti
apa yang biasa
mereka terangkan kepada siswa yaitu mengenai deret aritmetika dan geometri saja.
Berdasarkan hasil pretes pada kegiatan diklat guru pengembang matematika jenjang dasar
yang terkait dengan materi barisan dan deret, sebagian jawaban peserta diklat masih
kosong, dan masih perlu kecermatan dalam memahami soal.
Disamping itu setelah mendiskusikan materi mengenai ciri-ciri, sifat-sifat, dan cara
menentukan suku ke-n barisan aritmetika maupun barisan geometri serta jumlah n suku
pertama dari deret aritmetika maupun deret geometri, masih banyak juga peserta diklat
yang belum bisa menyelesaikan soal seperti menentukan jumlah 25 suku pertama (S25)
dari deret: 1 + 3 + 6 + 10 + ....., karena deret tersebut bukan merupakan deret aritmatika
maupun deret geometri. Hal inilah yang menjadikan permasalahan guru yang terkait
dengan materi barisan dan deret yaitu “Bagaimana cara mencari jumlah suatu deret yang
bukan deret aritmetika maupun deret geometri” Salah satu cara dalam menentukan rumus
umum jumlah n suku pertama dari deret ini adalah dengan memperhatikan beda (selisih)
antara dua suku yang berurutan. Bagaimanakah peranan beda tersebut untuk menentukan
rumus jumlah suatu deret?
B. Pembahasan
Perhatikan pengerjaan dari beda (selisih) tetap dari suatu barisan bilangan, apabila pada
satu tingkat pengerjaan belum diperoleh selisih tetap, maka pengerjaan dilakukan pada
tingkat berikutnya sampai diperoleh selisih tetap. Suatu barisan disebut berderajat satu
(linear) bila selisih tetap diperoleh dalam satu tingkat pengerjaan, disebut berderajat
dua bila selisih tetap diperoleh dalam dua tingkat pengerjaan dan seterusnya. Untuk lebih
jelasnya perhatikan contoh berikut:
• Barisan 1, 2, 3, 4, … disebut barisan berderajat satu karena selisih tetap diperoleh pada
satu tingkat penyelidikan.
3
1
2
3
1
4, …
1
selisih tetap = 1
1
• Barisan 1, 3, 6, 10, 15, … disebut barisan berderajat dua karena selisih tetap diperoleh
pada dua tingkat penyelidikan.
1
3
6
2
10
3
15
4
1
5
1
selisih tetap = 1
1
• Barisan 2, 6, 19, 46, 92, … disebut barisan berderajat tiga karena selisih tetap
diperoleh pada tiga tingkat penyelidikan.
2
6
19
4
46
13
27
9
46
14
5
92
19
5
selisih tetap = 5
Secara umum apabila barisan bilangan tersebut adalah: U1, U2, U3, ... dan operator beda
(selisih) dilambangkan dengan ∆, maka dapat kita gambarkan sebagai berikut:
U1
beda1
U2
∆U1
beda 2
beda 3
U3
∆U2
∆2U1
U4
∆U3
∆2U2
∆3U1
U5
∆U4
U6
∆U5
U7 ....
∆U6
∆2U3 ∆2U4 ∆2U5
∆3U2
∆3U3 ∆3U4
dst
Diperoleh :
U2 = U1+ ∆U1 = (1 + ∆) U1
U3 = U2 + ∆U2 dengan ∆U2 = ∆U1 + ∆2U1
4
U3 = U1 + 2∆U1 + ∆2U1 = (1 + ∆)2 U1
U4 = U3 + ∆U3 dengan ∆U3 = ∆U2 + ∆2U2
= ∆U1 + ∆2U1 +∆2U1+ ∆3U1
= ∆U1 + 2∆2U1 +∆3U1
sehingga:
U4 = U1 + 2∆U1 + ∆2U1+ ∆U1 + 2∆2U1 +∆3U1
= U1 + 3∆U1 + 3∆2U1 + ∆3U1 = (1 + ∆)3 U1
Apabila kita amati koefisien suku-sukunya dari bentuk diatas, dan kita bandingkan apa
yang telah kita ketahui yaitu:
(a + b)2 = a2 + 2ab + b2
(a + b)3 = a3 +3a2b +3ab2 +b3
(a + b)4 = a4 + 4a3b + 6a2b2 + 4ab3 + b4
maka koefisiennya membentuk segitiga Pascal, yang disajikan sebagai berikut:
(a + b)
1
(a + b)2
1
(a + b)3
(a + b)4
1
1
1
2
1
3
3
4
6
1
4
1
....................................................
Secara umum:
(a + b)n = an
1
an-1 b
an-2 b2
an-3 b3…… dengan koefisien
n
n(n - 1)
1.2
n(n - 1)(n - 2)
......
1.2.3
Maka (a+b)n = an +n an-1 b +
n(n − 1) n-2 2 n(n − 1)(n − 2) n-3 3
a b +
a b +.......
2!
3!
Hal inilah yang sering kita kenal dengan teorema Binomial yaitu:
(a+b)n = an +n an-1 b +
n(n − 1) n-2 2
a b + ......... + n a bn-1 + bn
2!
n
= ∑ C ( n, r ) a n − r b r
r =0
Pada teorema Binomial tersebut menyatakan bahwa koefisien binomial dari sembarang
n
n
n!
sukunya dinyatakan dengan C(n,r) atau   dimana   =
, sehingga teorema
r
r
r
!
(
n
−
r
)
!
 
 
Binomial dapat juga ditulis:
5
n
(a + b)n=   an +
0
 n  n-1 1
  a b +
1
 n  n-2 2  n  n-3 3
  a b +   a b + .... +
 2
 3
n n
  b
n
Karena pada barisan tersebut sebagai awalnya adalah 1 atau domainnya bilangan asli
(diperjelas pada uraian U2 = U1+ ∆U1 = (1 + ∆) U1 diatas), sehingga koefisien suku n − 1
 ,
sukunya dari persamaan suku ke-n barisan bilangan diatas adalah 
 0 
 n − 1
 ,

 1 
 n − 1
 dan seterusnya. Maka bentuk rumus suku ke-n dari suatu barisan bilangan dapat

 2 
dinyatakan sebagai berikut:
 n − 1
 U1 +
Un= 
 0 
 n − 1

 ∆U1 +
 1 
= U1 + (n-1)∆U1 +
 n − 1 r
 n − 1 2

 ∆ U1 + … + 
 ∆ U1
 2 
 r 
(n − 1)(n − 2) 2
(n − 1)(n − 2)...1 r
∆ U1
∆ U1 + … +
1. 2
1.2.3...r
Secara induktif untuk menentukan rumus jumlah n suku pertama dapat dicari sebagai
berikut:
(
S3 = S2+ U3 = (2U1+ ∆U1) + (U1+ 2∆U1 + ∆2U1)
−
)
1
S2 = S1+ U2 = U1 + (U1+ ∆U1) = 2U1 + ∆U1= 2.U1+
1
2.2
2.
S1 = U1= 1. U1
∆U1
= 3U1+3∆U1 + ∆2U1
3(3 − 1)
3(3 − 2)(3 − 1) 2
∆U1 +
∆ U1
1.2
1.2.3
= 3.U1+
S4 = S3+U4= (3U1+ 3∆U1 + ∆2U1)+(U1 + 3∆U1 + 3∆2U1 + ∆3U1)
= 4U1 + 6∆U1 + 4∆2U1 + ∆3U1
= 4.U1 +
4(4 − 1)
4(4 − 1)(4 − 2) 2
4(4 − 1)(4 − 2)(4 − 3) 3
∆U1 +
∆ U1 +
∆ U1
1.2
1.2.3
1.2.3.4
........................................................................................................................................................................................
Jadi secara umum rumus jumlah n suku pertama dari suatu deret dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Sn = U1 + U2 + U3 +… +Un
= nU1 +
n(n − 1)
n(n − 1)(n − 2) 2
n(n − 1)(n − 2)...1 r
∆ U1
∆U1 +
∆ U1 + … +
1. 2
1.2.3
1.2.3...r
6
Sebagai salah satu jawaban dari pertanyaaan guru, yaitu menentukan rumus suku ke-
n dan jumlah 25 suku pertama dari suatu deret: 1 + 3 + 6 + 10 + 15 + ....dapat disajikan
sebagai berikut:
Dengan memperhatikan beda (selisih) dari penjelasan diatas, yaitu:
1
3
2
6
10
3
15
4
1
5
1
selisih tetap = 1
1
Maka dengan rumus di atas didapat:
Sn = nU1 +
= n.1 +
n(n − 1)
n(n − 1)(n − 2) 2
∆U1 +
∆ U1
1. 2
1.2.3
n(n − 1)
n(n − 1)(n − 2)
.2+
.1
1. 2
1.2.3
n 3 − 3n 2 + 2n
=n+n -n+
6
2
n 3 + 3n 2 + 2n
=
6
253 + 3.25 2 + 2.25 17550
=
= 2925
Jadi jumlah 25 suku pertama adalah S25 =
6
6
Untuk memperjelas jawaban dari pertanyaan guru tersebut diatas, diberikan contoh lain
misalnya, tentukan rumus jumlah n suku pertama dan jumlah 20 suku pertama dari deret:
2 + 5 + 18 + 45 + 90 + ....
Seperti penjelasan diatas, perhatikan beda (selisih) barisan tersebut yaitu:
2
5
3
18
13
10
45
27
14
90
45
18
selisih tetap = 4
4
4
Maka dengan rumus di atas didapat:
Sn = nU1 +
n(n − 1)
2!
∆U1 +
n(n − 1)(n − 2)
3!
∆2U1 +
n(n − 1)(n − 2)(n − 3)
4!
∆3U1
7
= n.2 +
n(n − 1)
n(n − 1)(n − 2)
n(n − 1)(n − 2)(n − 3)
.3+
. 10 +
.4
2
6
24
1
= n{12 +(9n-9) + (10n2-30n +20) + (n3 - 6n2 + 11n – 6)}
6
=
1
n( n3 + 4n2 - 10n + 17)
6
=
n 4 + 4 n 3 − 10n 2 + 17 n
6
Diperoleh Sn=
20 4 + 4 . 203 − 10.20 2 + 17.20
6
=
160000 + 4 . 8000 − 10.400 + 17.20 160000 + 32000 − 4000 + 340
=
6
6
=
188340
= 31390
6
Jadi jumlah 20 suku pertama adalah S20 = 31390
C. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Apabila suatu barisan bilangan adalah: U1, U2, U3, ... dan operator beda (selisih)
dilambangkan dengan ∆ yang dapat digambarkan sebagai berikut:
U1
beda1
U2
∆U1
beda 2
beda 3
U3
∆U2
∆2U1
U4
∆U3
∆2U2
∆3U1
U5
∆U4
U6
∆U5
U7 ....
∆U6
∆2U3 ∆2U4 ∆2U5
∆3U2
∆3U3 ∆3U4
dst
Maka bentuk rumus suku ke-n dari suatu barisan bilangan tersebut dapat dinyatakan
sebagai berikut:
 n − 1
 U1 +
Un= 
 0 
 n − 1

 ∆U1 +
 1 
 n − 1 2
 n − 1 r
 ∆ U1

 ∆ U1 + … + 
 2 
 r 
Dengan demikian diperoleh secara umum rumus jumlah n suku pertama dari suatu deret
sebagai berikut:
Sn = U1 + U2 + U3 +… +Un
8
= nU1 +
n(n − 1)
n(n − 1)(n − 2) 2
n(n − 1)(n − 2)...1 r
∆U1 +
∆ U1 + … +
∆ U1
1. 2
1.2.3
1.2.3...r
Saran
Dalam materi pembelajaran barisan dan deret, sebagai seorang guru hendaknya dalam
menjelaskan materi tersebut mulai dari masalah-masalah sehingga tidak hanya bersifat
hafalan seperti apa yang biasa diterangkan kepada siswa. Dapat dikembangkan pola tidak
hanya mengenai pola barisan dan deret aritmetika dan geometri saja tetapi dapat
dikembangkan yang lain terkait dengan materi barisan dan deret.
D. Referensi:
1. K.A.Stroud alih bahasa Erwin Sucipto (1996).”Matematika untuk Teknik“ judul asli
“Engineering Mathematics”, Penerbit Erlangga, Jakarta,
2. Soehardjo, (1996), “ Matematika 2”, FMIPA-ITS, Surabaya
9
Download