Penelitian mengenai budaya organisasi dan/atau

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art)
Penelitian mengenai budaya organisasi dan/atau sosialisasi organisasi sudah
pernah dilakukan sebelumnya. Bentuk penelitian tersebut pun beragam, ada yang
berupa jurnal, skripsi atau thesis, artikel dsb. Berikut beberapa jurnal nasional
maupun internasional yang digunakan sebagai referensi maupun perbandingan:
Tabel 2.1 Penelitian Lokal 1
Nama
Windy Fitri Astuti / Ike Devi Sulistyaningtyas
Strategi Sosialisasi Budaya Organisasi Kepada Karyawan
PT Astra International-Tbk Honda Sales Office Region
Judul
Yogyakarta (Kasus Pada Sosialisasi BEST Core Values
sebagai Nilai-Nilai Astra Motor)
Jurnal/Tahun/Negara 2013 / Indonesia
Strategi sosialisasi yang dijalankan di HSO ini merupakan
sebuah proses mengkomunikasikan nilai-nilai inti budaya
Kesimpulan
organisasi yang diarahkan ke internal karyawan. Dimana
strategi tersebut secara teori yang dikemukakan oleh Susanto
dalam ukunya Budaya Perusahaan, disebut dengan strategi
In House Campaign.
Persamaan antara penelitian yang diatas dengan penelitian ini adalah
keduanya membahas mengenai proses sosialisasi budaya organisasi pada karyawan
baru, namun terdapat perbedaan dari kedua penelitian ini yaitu penelitian diatas
membahas proses sosialisasi yang dilakukan dari pihak perusahaan yang ditujukan
untuk karyawannya. Sedangkan penelitian ini memfokuskan proses sosialisasi yang
dilakukan oleh karyawan agar dapat beradaptasi dengan budaya organisasi pada PT
Pertamina (Persero).
7
8
Tabel 2.2 Penelitian Lokal 2
Nama
Nia Septiana Putri
Komunikasi Organisasi dalam Mensosialisasikan Budaya
Judul
Organisasi Prinsip 46 PT Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk. Kantor Cabang Utama Samarinda
Jurnal/Tahun/Negara eJournal Ilmu Komunikasi / 2014 / Indonesia
Metode
Kualitatif
Terdapat komunikasi organisasi internal pada proses
sosialisasi karyawan baru pada PT Bank Negara
Indonesia yaitu komunikasi dari atasan kepada bawahan
Kesimpulan
melalui komunikasi pengarahan, komunikasi secara lisan
yang dilakukan secara berkelompok dalam penyampaian
informasi pesan nilai-nilai Prinsip 46, banyak media
yang digunakan untuk menunjang komunikasi seperti
internal website, email, majalah internal dan lain-lain.
Penelitian diatas memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu keduanya
membahas mengenai komunikasi organisasi internal dalam sosialisasi budaya
organisasi, namun yang membuat beda antara dua penelitian ini yaitu penelitian ini
membahas lebih dalam mengenai proses sosialisasi karyawan terhadap budaya
organisasi pada PT Pertamina (Persero) sedangkan penelitian Nia lebih fokus pada
komunikasi organisasi internal sosialisasi budaya organisasi PT Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk.
9
Tabel 2.3 Penelitian Lokal 3
Nama
Nurul Qudsi Hidayah
Peranan Komunikasi Internal dalam Sosialisasi Budaya
Judul
Organisasi ‘KOPI’ pada PT Media Televisi
Indonesia/Metro TV
Jurnal/Tahun/Negara 2014
Metode
Kualitatif
Proses komunikasi dalam sosialisasi budaya KOPI
terdapat lima tahap yang dilakukan pihak manajemen
Metro TV. Proses ini terdiri dari, tahap pertama yaitu saat
anggota baru bergabung (recruitment). Kedua, saat
anggota melihat seperti apa bidang pekerjaan yang akan
di
jalani (penempatan bidang pekerjaan). Ketiga,
penghayatan hard skill yaitu kemampuan kerja dan soft
skill yaitu cara bersikap dan bertindak (pendalaman
Kesimpulan
bidang pekerjaan). Lalu tahap keempat, penilaian kinerja
terhadap hasil dari tahap penghayatan. Tahap terakhir
sebagai tahap kelima adalah tahap pihak manajemen
menanamkan
nilai-nilai
untuk
loyalitas
anggota
perusahaan serta loyalitas dari perusahaan untuk anggota
perusahaan. Kelima tahap tersebut tidak langsung
dilakukan oleh manajemen puncak, tetapi dilakukan oleh
pihak HRD yang bekerja sama dengan leader dari
masing-masing departemen.
Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Nurul dengan penelitian ini
adalah keduanya membahas mengenai proses sosialisasi budaya organisasi pada
karyawan baru, namun terdapat perbedaan dari kedua penelitian ini yaitu penelitian
Nurul membahas proses sosialisasi yang dilakukan dari pihak perusahaan, yakni
Metro TV yang ditujukan untuk karyawannya. Sedangkan penelitian ini
memfokuskan proses sosialisasi yang dilakukan oleh karyawan agar dapat
beradaptasi dengan budaya organisasi pada PT Pertamina (Persero).
10
Tabel 2.4 Penelitian Internasional 1
Nama
Vladimiras Grazulis
Succesful Socialization of Employees – Assumption of
Judul
Loyalty to Organization
Jurnal/Tahun/Negara
Metode
Human Resources Management & Ergonomics Volume
V/2011
Kualitatif
Penelitian mengenai sosialisasi organisasi yang dilakukan
Kesimpulan
pada organisasi Lithuanian ini memberikan hasil bahwa
proses sosialisasi karyawan baru disana tidak sistematis dan
bisa dikatakan tidak sukses.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Vladimiras memiliki persamaan dengan
penelitian ini yaitu keduanya membahas atau meneliti tentang proses sosialisasi,
namun bedanya yaitu penelitian Vladimiras menggunakan organisasi Lithuanian
sebagai objek penelitian sedangkan penelitian ini memilih divisi Corporate Secretary
PT PERTAMINA. Selain itu, penelitian diatas tidak membahas mengenai budaya
organisasi, hanya fokus pada permasalahan sosialisasi organisasi. Pada penelitian ini
akan membahas budaya organisasi juga.
11
Tabel 2.5 Penelitian Internasional 2
Nama
Judul
Serge Perrot, Talya Bauer, Patrice Roussel
Organizational Socialization Tactics: Determining the
Relative Impact of Context, Content, and Social Tactics.
Jurnal/Tahun/Negara HAL, archives – ouvertes/2012
Pengaruh relatif dari konteks, konten, dan taktik sosial itu
beragam dalam memberikan hasil. Sosialisasi organisasi
merupakan proses penting (krisis) bagi karyawan baru
Kesimpulan
dan organisasi, dengan memahami perbedaan level dari
sosialisasi, maka organisasi dapat dengan efektif terlibat
atau mengurus strategi manajemen sumber daya manusia
dan penerimaan karyawan baru.
Persamaan dari penelitian diatas dengan penelitian ini adalah keduanya
membahas mengenai sosialisasi organisasi, namun penelitian Perrot dan kawankawannya fokus pada pembahasan mengenai taktik sosialisasi yang dilakukan
organisasi, sedangkan penelitian ini membahas budaya organisasi dan sosialisasi
yang dilakukan karyawan.
Tabel 2.6 Penelitian Internasional 3
Nama
Judul
Jurnal/Tahun/Negara
Fred C. Lunenburg
Understanding
Organizational
Culture:
A
Key
Leadership Asset
National Forum of Educational Administration and
Supervision Journal, Volume 29 No. 29/2011
Budaya organisasi adalah sekumpulan keyakinan, nilainilai, dan norma-norma yang mempengaruhi cara
anggota berpikir, rasakan, dan berperilaku. Budaya
Kesimpulan
dibuat melalui nilai, pahlawan, upacara dan ritual, dan
jaringan komunikasi. Metode utama mempertahankan
budaya organisasi adalah melalui sosialisasi proses
dimana individu belajar nilai-nilai, perilaku yang
12
diharapkan, dan pengetahuan sosial yang diperlukan
untuk memahami peran mereka dalam organisasi.
Terkadang
sebuah
organisasi
menentukan
bahwa
budaya perlu diubah. Siklus perubahan meliputi
komponen: kondisi eksternal, kondisi internal, adanya
tekanan, peristiwa, visi budaya, strategi perubahan
budaya, rencana aksiperubahan budaya, pelaksanaan
intervensi, dan reformulasi budaya.
Penelitian diatas memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu keduanya
membahas mengenai budaya organisasi dan sosialisasi organisasi, namun terdapat
perbedaan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fred membahas sosialisasi yang
dilakukan oleh organisasi dan dibuat secara general atau umum (tidak memiliki
objek atau subjek penelitian). Sedangkan penelitian ini membahas proses sosialisasi
atau adaptasi yang dilakukan oleh karyawan dan memiliki objek penelitian yaitu PT
PERTAMINA (PERSERO).
2.2
Landasan Konseptual
2.2.1 Cultural Approach to Organization
Seorang antropologis Clifford Greetz (Emgrifin, 2006) menulis bahwa,
“man is an animal suspended in webs of significance that he himself has spun”
Greetz menggambarkan budaya sebagai jaring-jaring. Sesorang yang berada
diluar jaring jika ingin masuk ke tengah jaring tersebut harus menjelajahi intrepretasi
yang membuat jaring itu terbentuk. Budaya adalah makna bersama, pengertian dan
pemahaman bersama. Michael Pacanowsky menerapkan wawasan budaya Geertz
pada kehidupan organisasi. Pacanowsky berkata,
“if culture consists of webs of meaning that people has spun, and if spun webs
imply the act of spinning, then we need to concern ourselves not only with the
structure of cultural webs, but with the process of their spinning as well. That
process is communication. It is communication that “creates and constitutes the
taken-for-granted reality of the world”.
Budaya korporat (organisasi) memiliki arti yang berbeda pada setiap orang.
Namun, Pacanowsky berkomitmen pada pendekatan simbolik Greetz dan memaknai
budaya organisasi tidak hanya sebagai potongan puzzle, tetapi budaya organisasi
13
adalah puzzle-nya. Dari pandangan mereka, budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki
oleh organisasi melainkan organisasi adalah budaya.
Untuk menjadi familiar atau dekat dengan suatu organisasi sama seperti apa
yang dirasakan anggotanya, seorang peneliti harus berkomitmen atau masuk ke
dalam organisasi tersebut dengan waktu yang lama. Pacanowsky pernah masuk ke
dalam sebuah organisasi dengan tujuan melakukan penelitian. Beliau memperhatikan
seluruh aspek yang menyangkut budaya disana, khususnya mengenai bahasa yang
digunakan oleh para anggota, cerita serta non-verbal rites (semacam adat atau tata
cara non-verbal) dan ritual yang dilakukan. Tiga bentuk komunikasi ini sangat
membantu untuk dapat mengerti makna bersama yang ada di organisasi.
Menurut Pacanowsky, ada tiga jenis naratif (cerita) yang ‘mendramatisir’
kehidupan organisasi. Pertama yaitu Corporate stories, memuat ideologi manajemen
dan peraturan perusahaan. Kedua, Personal stories yaitu anggota organisasi
menceritakan diri mereka sendiri, sering juga mengenai bagaimana mereka ingin
dipandang dalam organisasi. Ketiga, Collegial stories yaitu anekdot mengenai hal
positif atau negatif dari organisasi.
2.2.2 Komunikasi Organisasi
Komunikasi Organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan
organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi
(Wiryanto, 2005). Wiryanto juga menjelaskan komunikasi dalam organisasi memiliki
2 sifat, yaitu formal dan informal. Komunikasi formal adalah segala bentuk
komunikasi yang telah mendapatkan persetujuan oleh organisasi itu sendiri dan
berorientasi pada organisasi, isinya berupa cara kerja di dalam organisasi,
produktivitas dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi seperti
memo, jumpa pers dan surat-surat resmi. Sedangkan komunikasi informal berkaitan
dengan apa yang telah disetujui secara sosial dan berorientasi pada anggota
organisasi secara individual. Semakin besar organisasi maka semakin kompleks pula
proses komunikasinya.
Komunikasi organisasi mencakup komunikasi yang terjadi di dalam dan di
antara lingkungan yang besar dan luas. Jenis komunikasi ini sangat bervariasi karena
komunikasi organisasi juga meliputi komunikasi interpersonal (percakapan antara
atasan dan bawahan), kesempatan berbicara di depan publik (presentasi yang
dilakukan oleh para eksekutif dalam perusahaan), kelompok kecil (kelompok kerja
14
yang mempersiapkan laporan), dan komunikasi dengan menggunakan media (memo
internal, e-mail, dan konferensi jarak jauh) (West & Turner, 2007).
Romli (2014) menyimpulkan persepsi dari para ahli mengenai komunikasi
organisasi, yaitu:
1. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang
diperngaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal.
2. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media.
3. Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya
dan keterampilannya.
Tindak komunikasi dalam organisasi melibatkan empat fungsi, yaitu (Rohim, 2009):
1. Fungsi informatif.
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi.
Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh
informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
2. Fungsi regulatif.
Fungsi ini berkaitan dengan aturan-aturan yang berlaku dalam suatu organisasi.
Terdapat dua hal yang mempengaruhi fungsi regulatif ini: (1) alasan atau orangorang yang berada dalam tatanan manajemen yaitu yang memiliki kewenangan
untuk mngendalikan semua informasi yang disampaikan, (2) berkaitan dengan
pesan, pesan ini berorientasi pada kerja (bawahan membutuhkan kepastian apa
yang harus dikerjakan atau tidak)
3. Fungsi persuasif.
Kekuasaan dan kewenangan tidak selalu membawa hasil yang sesuai, maka dari
itu banyak atasan cenderung mempersuasif bawahannya dibanding memberikan
perintah. Karena pekerjaan yang dilakukan sukarela akan memghasilkan
kepedulian yang lebih besar.
4. Fungsi integratif.
Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan
karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran
komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu saluran komunikasi formal
(seperti newsletter dan buletin); juga saluran komunikasi informal (seperti
perbincangan antar pribadi saat jam istirahat dan darmawisata).
15
2.2.2.1 Komunikasi Organisasi Internal
Romli (2014) dalam bukunya mendefinisikan komunikasi internal sebagai
dimensi komunikasi dalam kehidupan organisasi. Komunikasi internal organisasi
adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi
untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dan bawahan,
antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berwujud
komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok, juga komunikasi bisa
merupakan proses komunikasi primer ataupun sekunder. Komunikasi internal dibagi
menjadi dua:
1.
Komunikasi vertikal. Komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
Poerwanto (2006) menjelaskan bahwa transformasi informasi dari manajer
dalam semua level ke bawahan merupakan komunikasi dari atas ke bawah.
Seorang manajer yang menggunakan jalur komunikasi ke bawah memiliki tujan
untuk menyampaikan informasi, mengarahkan, mengordinasikan, memotivasi,
memimpin dan mengendalikan berbagai kergiatan yang ada di level bawah.
Sedangkan komunikasi dari bawah ke atas berarti alur pesan yang disampaikan
berasal dari bawah (karyawan) menuju ke atasan (manajer).
2.
Komunikasi horizontal. Komunikasi antar sesama seperti karyawan pada
karyawan, manajer pada manajer. Poerwanto (2006) juga menjelaskan
komunikasi horizontal atau bisa disebut juga dengan komunikasi lateral, yaitu
komunikasi yang terjadi antara bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar atau
sederajat dalam suatu organisasi. Tujuan komunikasi ini antara lain untuk
melakukan persuasi, mempengaruhi dan memberikan informasi kepada bagian
yang memiliki kedudukan sejajar.
Selain komunikasi vertikal dan horizontal, terdapat pula komunikasi diagonal
(Poerwanto, 2006), yaitu komunikasi yang melibatkan komunikasi antara dua tingkat
(level) organisasi yang berbeda. Contohnya yaitu komunikasi antara manajer
pemasaran dengan bagian pabrik, manajer produksi dengan bagian promosi dan
sebagainya. Beberapa manfaat dari komunikasi diagonal ini adalah penyebaran
informasi bisa menjadi lebih cepat ketimbang bentuk komunikasi tradisional (vertikal
dan horizontal) serta memungkinkan individu dari berbagai bagian ikut membantu
menyelesaikan masalah dalam organisasi.
16
2.2.3 Komunikasi Verbal dan Non-verbal pada Komunikasi Organisasi Internal
Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang,
objek dan peristiwa. Menurut Larry L.Barker (Mulyana, 2010), bahasa memiliki tiga
fungsi yaitu:
1.
Penamaan. Penamaan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan,
atau orang dengan menyebut namanya sehigga dapat dirujuk dalam komunikasi.
2.
Interaksi. Fungsi ini menekankan berbagai gagasan dan emosi (dapat
mengundang simpati, kemarahan, kebingungan dan lain-lain).
3.
Transmisi informasi. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan dan diterima
oleh individu. Tanpa bahasa, tidak mungkin adanya pertukaran infomasi.
Mulyana (2010), pesan non-verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata.
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter komunikasi non-verbal mencakup
semua ransangan (kecuali ransangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang
dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai
nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup
perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa
komunikasi secara keseluruhan; individu mengirim pesan non-verbal tanpa
menyadari pesan tersebut bermakna bagi orang lain. Komunikasi non-verbal dapat
terbentuk dari bahasa tubuh, intonasi, ekspresi wajah dan physical distance (jarak
fisik) seperti jika lawan bicara berdiri dengan jarak yang dekat maka dapat diartikan
bahwa ia tertarik dalam merespon perbincangan; jika berdiri dengan jarak yang
cukup jauh mungkin itu sebuah tanda bahwa ia tidak tertarik dengan perbincangan
yang sedang terjadi (Robbins, 2013).
Fungsi komunikasi non-verbal:
1.
Perilaku non-verbal dapat mengulangi perilaku verbal, misalnya dengan
menganggukan kepala ketika individu berkata “Ya”.
2.
Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya dengan
melambaikan tangan seraya dengan mengucapkan “Selamat jalan”.
3.
Perilaku non-verbal dapat menggantikan perilaku verbal. Misalnya menunjuk
suatu barang tanpa mengatakan sepatah kata apapun.
4.
Perilaku non-verbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya seorang
karyawan yang sering melihat jam tangannya saat mendekati jam pulang kantor,
yang menunjukkan bahwa ia ingin segera pulang.
17
5.
Perilaku non-verbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku verbal.
Misalnya seorang bos melihat jam tangannya dua sampai tiga kali, padahal tadi
ia mengatakan bahwa ia mempunyai waktu untuk berbicara dengan
karyawannya.
2.2.4 Budaya Organisasi
Robbins (2013) mendefinisikan budaya organisasi,
“Organizational culture refers to a system of shared meaning held by members
that distinguishes the organization from other organizations.”
Pada bukunya, Gibson (2012) mengartikan budaya organisasi,
“Organizational culture is what the employees perceive and how this perception
creates a pattern of beliefs, values, and expectations.”
Dari definisi yang sudah dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan budaya
organisasi adalah keyakinan, nilai dan kebiasaan yang dijunjung tinggi oleh
organisasi dijadikan sebagai aturan atau pedoman berperilaku dalam operasional
pekerjaan serta menjadi karakteristik perusahaan tersebut.
Unsur-unsur pembentuk budaya organisasi Deal & Kennedy (Tika, 2012):
1. Lingkungan usaha.
Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan terhadap apa yang harus
dilakukan perusahaan agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang berpengaruh
antara lain meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi,
pemasok, kebijakan pemerintah dan lain-lain.
2. Nilai-nilai.
Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi. Setiap
perusahaan memiliki nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak bagi
semua warga dalam mencapai tujuan organisasi. Nilai-nilai inti yang dianut
bersama oleh anggota organisasi antara lain dapat berupa slogan atau moto yang
dapat berfungsi sebagai: (1) jati diri,
rasa istimewa yang berbeda dengan
perusahaan lainnya; (2) harapan konsumen, dapat berupa ungkapan padat yang
penuh makna bagi konsumen dan sekaligus merupakan harapan baginya terhadap
perusahaan tersebut seperti kualitas produk, sistem pelayanan yang baik dan
sebagainya.
18
3. Pahlawan
Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaya
dalam kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para
manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilainilai organisasi.
4. Ritual
Robbins mendefinisikan ritual sebagai deretan berulang dari kegiatan yang
mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah
yang paling penting, orang-orang manakah yang paling penting dan mana yang
dapat dikorbankan.
5. Jaringan budaya.
Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya
merupakan saluran komunikasi primer. Fungsinya menyalurkan informasi dan
memberi interpretasi terhadap informasi. Jaringan komunikasi ini dilakukan
dengan efektif untuk menyelesaikan sesuatu atau memahami apa yang terjadi
dalam perusahaan.
Teori budaya organisasi yang dikemukakan oleh Pacanowsky dan O’Donnell Trujillo
(West & Turner, 2007) memiliki 3 asumsi, yaitu:
1.
Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang
dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman
yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi.
2.
Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi.
3.
Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda dan interpretasi
tindakan dalam budaya ini juga beragam.
Asumsi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku karyawan memberikan
kontribusi dalam pembentukan budaya organisasi. Simbol-simbol (representasi
makna) digunakan dalam budaya organisasi, seperti komunikasi verbal dan nonverbal, serta setiap organisasi memiliki budaya yang berbeda antara satu sama lain.
Fungsi utama budaya organisasi sebuah perusahaan, yaitu (Tika, 2012):
1.
Sebagai pembeda terhadap lingkungan, organisasi, maupun kelompok lain.
Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimilikioleh suatu
organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.
2.
Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi.
19
Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan, mereka bangga
sebagai seorang karyawan suatu organisasi. Para karyawan memiliki rasa
memiliki, partisipasi dan rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.
3.
Mempromosikan stabilitas sistem sosial.
Hal ini tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif dan kondusif
(mendukung), dankonflik serta perubahan dilakukan dengan efektif.
4.
Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku
karyawan. Budaya organisasi mengendalikan dan mengarahkan karyawan ke
arahyang sama untuk mencapai visi, misi, dan tujuan perusahaan.
5.
Sebagai integrator.
Dengan adanya budaya dalam sebuah organisasi, dapat dijadikan sebagai
integrator (alat pemersatu) sub-budaya di dalam organisasi dan karyawan yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
6.
Membentuk perilaku para karyawan.
Fungsi seperti ni dimaksudkan agar karyawan memahami cara untuk mencapai
tujuan organisasi.
7.
Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok di dalam
organisasi.
Terdapat masalah utama yang sering dihadapi oleh organisasi, seperti masalah
adaptasilingkungandan masalah integrasi internal. Budaya organisasi dapat
digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
8.
Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan.
Budaya organisasi juga berfungsi sebagai acuan dalam penyusun perencanaan
pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai
perusahaan tersebut.
9.
Alat komunikasi.
Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan
bawahan atau sebaliknya, dan seluruh anggotadi dalam organisasi.
10. Penghambat berinovasi.
Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai penghambat berinovasi. Hal ini
terjadi apabila perusahaan tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang
menyangkutlingkungan
eksternal
dan
integrasi
internal,
perubahan-
perubahanyang terjadi di lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi oleh
20
pimpinan organisasi, dan pemimpin yang masih berorientasi pada kebesaran
masa lalu.
2.2.5 Proses Sosialisasi
Robbins (2013), mengemukakan arti dari sosialisasi,
“Socialization is a process that adapts employees to the organization’s
culture”,
atau dapat diartikan sebagai sosialisasi merupakan proses adaptasi karyawan terhadap
budaya yang dimiliki organisasi. Menurut Wheelen & Hunger, dari sudut pandang
karyawan, budaya memberi pedoman bagi karyawan akan segala sesuatu yang
penting untuk dilakukan. Budaya organisasi yang terbentuk, dikembangkan,
diperkuat atau bahkan diubah, memerlukan praktik yang dapat membantu
menyatukan nilai budaya anggota dengan nilai budaya organisasi. Praktik tersebut
dapat dilakukan melalui induksi atau sosialisasi, yaitu melalui proses transformasi
budaya organisasi. Sosialisasi
organisasi merupakan serangkaian aktivitas yang
secara
kepada
subtansif
berdampak
penyesuaian
aktivitas
individual
dan
keberhasilan organisasi, antara lain komitmen, kepuasan dan kinerja (Romli, 2014).
Tahap sosialisasi menurut Gibson (2012):
Anticipatory
Socialization
Proses Sosialisasi
Accomodation
Role
Management
Gambar 1. Proses Sosialisasi
21
1.
Anticipatory Socialization.
Tahap pertama untuk bergabung dengan organisasi dinamakan anticipatory
socialization. Tahap ini mengaitkan semua kegiatan individu sebelum memasuki
sebuah organisasi atau mengambil pekerjaan yang berbeda namun di organisasi yang
sama. Tujuan utama dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan individu ini adalah
untuk mendapatkan informasi mengenai organisasi baru tersebut, pekerjaan barunya
atau bahkan keduanya. Individu sangat tertarik terhadap dua jenis informasi, pertama
mereka ingin tahu sebanyak-banyaknya tentang bagaimana bekerja untuk sebuah
perusahaan, mereka mencari informasi tentang budaya organisasi. Pencarian
informasi bisa dilakukan dengan membaca apapun mengenai organisasi, berbicara
atau berinteraksi dengan orang lain yang sudah menjadi seorang karyawan dan
sebagainya. Kedua, mereka ingin tahu apakah mereka cocok dengan pekerjaan yang
tersedia di organisasi. Mereka akan mencari informasi spesifik mengenai pekerjaan
atau organisasi yang menjadi pertimbangan mereka.
2.
Accomodation.
Tahap ini dimulai ketika individu menjadi seorang anggota organisasi. Individu
melihat organisasi dan pekerjaannya yang sebenarnya. Individu berusaha menjadi
partisipan yang aktif di organisasi dan pekerja yang kompeten. Individu bisa saja
merasa stress karena menghadapi situasi baru atau berbeda dengan yang biasanya
mereka hadapi.
Ada 4 aktivitas pada tahap accomodation:
1. Membangun hubungan interpersonal baru dengan karyawan lain.
2. Mempelajari tugas dalam pekerjaan.
3. Memahami peran mereka pada organisasi dan peran pada kelompok formal dan
informal.
4. Mengevaluasi progress (kemajuan) mereka dalam memenuhi tuntutan pekerjaan
dan peran.
Jika semua berjalan denganbaik pada tahap ini, individu akan diterima oleh
karyawan dan manajer serta memiliki pengalaman kompeten dalam mengerjakan
tugas.
22
3.
Role Management.
Role management membahas tentang isu dan masalah karena pada tahap ini
individu merasakan timbulnya konflik. Konflik umum yang biasa terjadi yaitu
konflik antara pekerjaan individu dengan kehidupan rumah. Contoh, individu harus
membagi waktu dan energinya untuk bekerja dan peran mereka pada keluarga.
Karena jumlah waktu dan energi itu terbatas namun tuntutan pekerjaan dan keluarga
tak ada henti-hentinya, konflik pun tak terelakkan. Karyawan yang tidak dapat
menyelesaikan konflik ini sering kali terpaksa untuk keluar dari organisasi atau
kinerja mereka menjadi tidak efektif. Sumber masalah lain yaitu antara individu
dengan anggota lain di organisasi. Bisa saja terjadi perbedaan pendapat antara
individu dengan individu atau kelompok lain. Individu harus mencari jalan keluar
atas semua masalah yang mereka hadapi, organisasi juga dapat membantu dengan
memberikan konseling profesional kepada karyawan yang memiliki masalah.
Miller (2012) pada bukunya menjelaskan lebih rinci mengenai tahap role
management atau role development. Proses ini fokus pada bagaimana individu
berinteraksi untuk menentukan dan mengembangkan peran organisasi mereka. Model
ini dikembangkan oleh George Graen dan rekan-rekan, dimulai dengan asumsi
bahwa anggota organisasi menyelesaikan pekerjaannya melalui perannya dan lalu
dijelaskan lebih lanjut bahwa individu mengembangkan peran mereka melalui
interaksi dengan anggota lain di organisasi. Terdapat tiga fase pada tahap role
development ini, yaitu:
1.
Role-Taking Phase.
Fase ini adalah fase percobaan dimana atasan ingin melihat kemampuan dan
motivasi dari karyawan baru tersebut.Atasan dapat memberikan beberapa aktivitas
atau tugas kepada karyawan, dengan melihat respon dari karyawan tersebut, atasan
dapat menilai kemampuan, talenta dan motivasi yang dimiliki oleh karyawan atau
bawahannya.
2.
Role-Making Phase.
Pada fase ini terdapat negosiasi. Pada fase pertama hanya terjadi aktivitas satu
arah (atasan memberikan tugas kepada bawahan dan bawahan menerimanya), namun
pada fase ini terjadi proses dimana bawahan melakukan negosiasi terhadap tugastugas yang diminta oleh atasan. Bawahan dapat memberikan masukan kepada atasan,
jadi mereka pun dapat saling bertukar informasi dalam pekerjaan. Fase ini semua
23
pihak harus menghargai pihak lainnya dan bersikap adil. Bawahan dapat
menawarkan kemampuan atau keahlian dan waktu. Sedangkan atasan dapat
menawarkan informasi, semangat dan perhatian.
3.
Role-Routinization Phase.
Fase terakhir ini menjelaskan bahwa peran dari bawahan dengan perilaku yang
diharapkan oleh atasan telah dimengerti oleh kedua pihak. Fase pertama dan kedua
mengarahkan atau telah membentuk hubungan antara atasan dengan bawahan dan
pada fase ini hubungan tersebut dikategorikan menjadi dua yaitu; In-Group (tingkat
kepercayaan tinggi, penghargaan dan dukungan tinggi) dan Out-Group (tingkat
kepercayaan rendah, penghargaan dan dukungan rendah).
McShane dan Von Glonow (Hardjana, 2010), sosialisasi pada karyawan
merupakan sebuah proses pembelajaran yang meliputi segala aspek penting dari
lingkungan kerja. Secara teknis aspek-aspek penting dari kehidupan ’komunitas’ di
lingkungan kerja meliputi hal-hal sebagai berikut: profisiensi kinerja, orang-orang,
politik, bahasa, tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan sejarah :
1) Profisiensi kinerja (performance proficiency):
Karyawan baru belajar apa saja pekerjaan yang harus diselesaikan. Ini meliputi
belajar tentang persepsi peran berkaitan dengan pekerjaan dan kompetensi apa
saja yang perlu dikembangkan dan dikuasai dalam jangka panjang. Oleh karena
itu profisiensi kinerja ini sering juga disebut dengan istilah ’pengembangan
kompetensi kerja’.
2) Orang-orang (people):
Karyawan baru perlu belajar membangun hubungan yang efektif dan
memuaskan dengan orang-orang yang dapat mengajari ’jurus-jurus sakti’ dan
kiat sukses’ yang dibutuhkan di lingkungan tersebut. Mereka ini selain menjadi
sumber informasi terandalkan juga dapat memberikan dukungan sosial saat
karyawan baru harus berjuang mengatasi kesulitan di dalam proses penyesuaian
diri.
24
3) Politik (politics):
Karyawan baru perlu mengetahui siapa saja pemegang kekuasaan di dalam
organisasi, supaya ia dapat memenuhi tugasnya dan terhindar dari perpolitikan
kantor. Ia harus belajar tentang pola-pola perilaku yang dapat memberikan
kekuasaan dan menanganinya secara efektif terhadap taktik-taktik politik yang
terarah padanya.
4) Bahasa (language):
Karyawan baru perlu mempelajari ’jargon-jargon’ teknis yang digunakan dalam
lingkungan kerja agar dapat melakukan komunikasi secara efektif dan pekerjaan
menjadi lancar. Ia juga harus memahami bahasa-bahasa khas, ’slang-slang’,
bahkan ’mantra-mantra sakti’ yang penuh muatan nilai-nilai budaya yang
berlaku di lingkungan kerja tersebut.
5) Tujuan dan nilai-nilai organisasi (organizational goals and values):
Karyawan baru perlu mempelajari dan memahami nilai-nilai, yang menjadi
pegangan organisasi di dalam mencapai tujuan, dan nilainilai maupun
kepercayaan-kepercayaan yang menjadi landasan organisasi. Ia harus memahami
’acara-acara dan upacara-upacara’ organisasi sepanjang tradisi dan norma-norma
lingkungan kerja.
6) Sejarah (history):
Karyawan baru perlu mempelajari berbagai cerita, legenda, dan upacara dan
ritus yang muncul sepanjang sejarah baik dari masa silam maupun sekarang.
Selain itu, ia juga perlu menghargai pengalaman-pengalaman karyawan senior
dan para manajer sebagai pembuat berbagai keputusan di masa lalu maupun
penanganan peristiwa-peristiwa penting yang berlangsung sebelum ia masuk.
25
2.3
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam suatu penelitian berfungsi untuk menjelaskan alur
pemikiran suatu penelitian. Berdasarkan konsep-konsep yang telah di uraikan
sebelumnya, maka dapat dibuat kerangka konseptualnya.
Budaya
Organisasi
Proses Sosialisasi
Deal & Kennedy
Gibson (2012)
Nilai-nilai
Lingkungan usaha
Pahlawan
Ritual
Jaringan Budaya
Anticipatory Socialization
&
Manfaat
(Tika, 2012)
Komunikasi
Organisasi
Internal
Larry L. Barker
(Tika, 2012)
Accomodation
Komunikasi Verbal
dan Non-Verbal
Role Management:
&
- Role-Taking Phase
- Role-Making Phase
- Role-Routinization
Phase
Miller (2012)
Komunikasi
Organisasi Internal
pada Proses
Sosialisasi Budaya
Organisasi
Gambar 2. Kerangka Konseptual
(Sumber: Hasil Pemikiran Peneliti 2015)
Kerangka konseptual diatas menggambarkan bahwa pada penelitian ini membahas
budaya organisasi, yang terdiri atau terbentuk dari nilai-nilai, lingkungan udaha,
pahlawan, ritual, jaringan budaya serta manfaat budaya organisasi, yang
diadaptasikan oleh karyawan baru pada proses sosialisasi yang terdiri dari tiga tahap,
yaitu anticipatory socialization, accomodation dan role management. Terdapat tiga
tahap lagi dari tahap role management atau role development yaitu role taking phase,
role making phase dan role routinization phase. Pada proses budaya organisasi
tersebut terdapat komunikasi organisasi internal yang membantu, yang didalamnya
terdapat pula komunikasi verbal dan non-verbal.
26
Download