Morfologi Bahasa Indonesia Kode Mata Kuliah

advertisement
HAND OUT PERKULIAHAN
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
1
Konsep Dasar Morfologi
Pada bagian ini akan dipaparkan:
1. pengertian morfologi;
2. perbandingan morfologi dengan leksikologi;
3. perbandingan morfologi dengan etimologi; dan
4. morfologi dengan sintaksis
A. Pengertian Morfologi
Morfologi atau tata bentuk (Ingg. morphology; ada pula yang menyebutnya
morphemics) adalah bidang linguistic yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara
gramatikal (Verhaar, 1984 : 52). Dengan perkataan lain, morfologi mempelajari dan
menganalisis struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dalam linguistik bahasa Arab,
morfologi ini disebut tasrif, yaitu perubahan suatu bentuk (asal) kata menjadi bermacammacam bentuk untuk mendapatkan makna yang berbeda (baru). Tanpa perubahan bentuk ini,
maka yang berbeda tidak akan terbentuk (Alwasilah, 1983 : 101).
Untuk memperjelas pengertian di atas, perhatikanlah contoh-contoh berikut dari segi
struktur atau unsur-unsur yang membentuknya,
a. makan
b.
main
makanan
mainan
dimakan
bermain
termakan
main-main
makan-makan
bermain-main
dimakankan
permainan
rumah makan
memainkan
Contoh-contoh yang terpampang di atas, semuanya disebut kata. Namun demikian,
struktur kata-kata tersebut berbeda-beda. Kata makan terdiri atas satu bentuk bermakna. Kata
makanan, dimakan, dan termakan masing-masing terdiri atas dua bentuk bermakna yaitu –an,
di-, ter- dengan makan. Kata makan-makan terdiri atas dua bentuk bermakna makan dan
makan. Rumah makan pun terdiri atas dua bentuk bermakan rumah dan makan. Kata main,
sama dengan kata makan terdiri atas satu bentuk bermakna, sedangkan kata mainan, bermain,
main-mainan, permainan, memainkan masing-masing terdiri atas dua buah bentuk bermakna
yakni –an, ber-, main, per-an, me-kan dengan main. Kata bermain-main terdiri atas tiga
bentuk bermakna ber-, main, dan main.
Berdasarkan contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa bentuk-bentuk tersebut
dapat berubah karena terjadi suatu proses. Kata makan dapat berubah menjadi makanan,
dimakan, termakan karena masing-masing adanya penambahan –an, di-, dan ter-, dapat pula
menjadi makan-makan karena adanya pengulangan, dapat pula menjadi rumah makan karena
penggabungan dengan rumah. Perubahan bentuk atau struktur kata tersebut dapat pula diikuti
oleh perubahan jenis atau makna kata. Kata makan termasuk jenis atau golongan kata kerja
sedangkan makanan termasuk jenis atau golongan kata benda. Dari segi makna kata makan
maknanya ‗memasukan sesuatu melalui mulut‘, sedangkan makanan maknanya ‗semua benda
yang dapat dimakan‘.
Seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap
golongan dan arti atau makna kata seperti contoh di atas itulah yang dipelajari oleh bidang
1|Page
morfologi (Ramlan, 1983 : 3). Prawirasumantri (1985 : 107) lebih tegas merinci bidang yang
dibahas oleh morfologi yakni : (1) morfem-morfem yang terdapat dalam sebuah bahasa, (2)
proses pembentukan kata, (3) fungsi proses pembentukan kata, (4) makna proses
pembentukan kata, dan (5) penjenisan kata.
B.
Perbandingan Morfologi dengan Leksikologi
Kata kosong mempunyai berbagai makna dalam pemakaiannya, antara lain :
1) Tidak ada isinya; misalnya: peti besinya telah kosong.
2)
Hampa, berongga (geronggang) di dalamnya; misalnya: tinggal butir-butir padi
yang kosong.
3) Tidak ada yang menempati; misalnya: rumah itu kosong.
4) Terluang; misalnya: waktu kosong.
5)
Tidak mengandung sesuatu yang penting atau berharga; misalnya: perkataannya
kosong. (Poerwadarminta, 1985 : 524).
Selain itu, ada pula kata-kata mengosongkan ‗menjadikan kosong‘, pengosongan
‗perbuatan mengosongkan‘, kekosongan ‗keadaan kosong‘ atau ‗menderita sesuatu karena
kosong‘.
Morfologi danLeksikologi sama-sama mempelajari kata, ari kata, akan tetapi si antara
keduanya terdapat perbedaan. Leksikologi mempelajari arti yang lebih kurang tetap yang
terkandung dalam kata atau yang lazim disebut arti leksis atau makna leksikal, sedangkan
morfologi mempelajari arti yang timbul akibat peristiwa gramatis yang biasa disebut arti
gramatis atau makna gramatikal. Sebagai contoh kita bandingkan kata kosong dengan
mengosongkan. Kedua kata itu masing-masing mepunyai arti leksis atau makna leksikal.
Kosong antara lain artinya ada lima butir seperti yang tertera pada contoh di atas, sedangkan
mengosongkan makna atau artinya ‗menjadikan atau membuat jadi kosong‘. Mengenai arti
leksis kedua kata tersebut dibicarakan dalam leksikologi, sedangkan dalam morfologi
dibicarakan makna atau arti yang timbul akibat melekatnya imbuhan atau afiks meN-kan.
C.
Perbandingan Morfologi dengan Etimologi
Dalam penyelidikan makna, morfologi berdekatan dengan leksikologi, sedangka
dalam penyelidikan bentuk, morfologi berdekatan dengan etimologi, yakni ilmu yang
menyelidiki seluk-beluk asal-usul kata secara khusus (Ramlan 1978 dalam Prawirasumantri,
1985 : 109).
Walau morfologi dan etimologi mempelajari masalah yang sama yakni perubahan
bentuk, namun ada perbedaannya. Morfologi mempelajari perubahan kata yang disebabkan
atau yang terjadi akibat sistem bahasa secara umum. Sebagai contoh, dari kata pakai
terbentuk kata-kata baru pakaian, memakai, dipakai, terpakai, berpakaian. Perubahanperubahan itu disebabkan oleh sistem bahasa yaitu sistem afiksasi atau pembubuhan afiks.
Gejala itulah yang dipelajari oleh morfologi. Namun perhatikanlah contoh-contoh berikut:
kenan di samping berkenan; ia di samping dia, yang, dan –nya dan tuan di samping tuhan.
Perubahan-perubahan tersebut bukan bersifat umum atau bukan akibat sistem bahasa
Indonesia. Perubahan tersebut hanya terjadi untuk kata-kata tersebut, tidak berlaku untuk
kata-kata lain. Perubahan-perubahan itu bukan dipelajari oleh morfologi atau ilmu asal-usul
kata.
D.
Perbandingan Morfologi dengan Sintaksis
Satu lagi cabang ilmu bahasa yang berdekatan dengan morfologi yaitu sintaksis. Kata
sintaksis berasal dari bahasa Yunani sun ―dengan‖ dan tattien ―menempatkan‖. Dengan jelas,
menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat dan kelompokkelompok kata menjadi kalimat (Verhaar, 1985 : 70).
2|Page
Bidang sintaksis menyelidiki semua hubungan antarkata dan antarkelompok kata
dalam kalimat. Di lain pihak, morfologi mempelajari seluk-beluk kata itu sendiri secara
mandiri tanpa memperhatikan hubungannya dalam kalimat. Tegasnya dapat dikatakan bahwa
unsur yang paling kecil yang dipelajari oleh morfologi ialah morfem dan yang paling besar
ialah kata, sedangkan sintaksis mempelajari unsur yang paling kecil ialah kata dan yang
terbesar kalimat (Prawirasumanttri, 1985 : 110).
Ramlan (1980 : 5) memberikan contoh untuk membedakan bidang garapan morfologi
dan sintaksis dalam kalimat, ―Ia mengadakan perjalanan.‖ Jika kita membicarakan ia sebagai
bentuk tunggal, mengadakan dan perjalanan sebagai bentuk kompleks, termasuk garapan
bidang morfologi, tetapi jika pembicaraan mengenai ia sebagai subjek, mengadakan sebagai
predikat dengan kata perjalanan sebagai objek termasuk garapan sintaksis.
Dengan membaca uraian di atas, kita seolah-olah dapat dengan mudah mengetahui
batas yang tegas bidang garapan morfologi dengan sintaksis. Sebenarnya tidaklah selalu
demikian. Kita ambil contoh bentuk-bentuk ketidakadilan, ketidakmampuan, dan
ketidaktentraman. Pembicaraan kata-kata tersebut sebagai bentuk kompleks yang terdiri atas
bentuk ke-an dengan tidak adil, tidak mampu, tidak tentram termasuk ke dalam bidang
morfologi. Akan tetapi pembicaraan mengenai hubungan antara tidak dengan adil, mampu,
dan tentram termasuk ke dalam bidang sintaksis. Pembicaraan tentang bentuk yang salah
satu unsurnya berupa afiks atau imbuhan termasuk dalam bidang morfologi, sedangkan
bentuk yang semua unsurnya berupa kata (bentuk yang seperti itu sering disebut frase)
termasuk ke dalam bidang sintaksis (Ramlan dalam Prawirasumantri, 1985 : 110).
Contoh lain yang menunjukkan bahwa morfologi dan sintaksissulit ditentukan
batasnya yaitu pembicaraan tentang kata majemuk yang semua unsurnyapokok kata atau kata
seperti: tinggi hati, keras kepala, sapu tangan, dan sejenisnya. Pembicaraan bentuk-bentuk
seperti itu tampaknya seperti termasuk kedalam sintaksis, tetapi karena bentuk-bentuk itu
mempunyai sifat seperti kata, maka pembicaraannya termasuk ke dalam bidang morfologi.
Hal itu disebabkan karena kata majemuk termasuk golongan kata. Bukankah morfologi
mempelajari kata sebagai unsur yang terbesar?
3|Page
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
2
Bentuk-bentuk Lingual atau Satuan-satuan Gramatik
BENTUK-BENTUK LINGUAL ATAU SATUAN-SATUAN GRAMATIK
Pada bagian ini akan dipaparkan:
1. perbedaan istilah linguistik, linguistis, dan lingual;
2. pengertian bentuk-bentuk lingual atau satuan-satuan gramatika;
3. bentuk tunggal dan bentuk kompleks;
4. bentuk bebas dan bentuk ikat;
5. unsur ultimat dan unsur langsung; dan
6. bentuk dasar dan bentuk asal
1. Tiga Istilah : Linguistik, Linguistis, dan Lingual
Ketiga istilah ini sengaja dipaparkan agar konsep yang dikandungnya jelas. Istilah
linguistik berasal dari bahasa inggris linguistics atau istilah perancisnya linguistique,
termasuk kata benda. Istilah linguistic menunjuk kepada disiplin ilmiah tertentu yaitu ilmu
yang mempelajari bahasa sebagai objeknya. Linguistis termasuk kata sifat. Linguistis artinya
―yang bersifat bahasa atau kebahasaan‖. Sedangkan lingual menunjukan kepada ―isi yang
diwadahi‖ oleh linguistic itu sendiri yaitu bahasa (Sudaryanto, 1983 : 6).
Berdasarkan penjelasan itu, penulis sengaja akan mempergunakan istilah lingual
untuk pengertian ―bahasa‖ seperti bentuk lingual, perubahan lingual, dan sebagainya.. dengan
perkataan lain, penulis akan mempergunakan istilah bentuk lingual untu istilah bentuk
linguistik yang sering dipergunakan. Padanan katanya adalah satuan gramatik. Istilah satuan
gramatik atau bentuk lingual ini sering pula disebut dengan istilah satuan dan bentuk
(Ramlan, 1980, Ramlan, 1983 : 22). Dalam tulisan ini selanjutnya, penggunaan istilah-istilah
tersebut bergantian. Artinya, penulis akan mempergunakan istilah bentuk lingual, satuan
gramatik, bentuk, atau satuan untuk maksud yang sama.
2. Apa Itu Bentuk-bentuk Lingual atau Satuan-satuan Gramatik ?
Untuk memahami pengertian bentuk lingual atau satuan gramatik, perhatikanlah
contoh-contoh berikut.
1. ber- → berambut
2. rambut, berambut
3. rambut palsu
4. ia mengenakan rambut palsu
5. Ia mengenakan rambut palsu.
Contoh-contoh di di atas, semuanya mempunyai makana atau arti. Ber- pada
berambut maknanya ―mempunyai‖ (rambut). Coba cari pula apa makna yang terkandung
pada contoh 2, 3, 4, dan 5. Contoh 1 sampai dengan 5, berturut-turut berbentuk morfem, kata
frase, klausa,dan kalimat. Bahkan ada lagi bentuk yang lebih besar yaitu wacana. Contohcontoh di atas termasuk bentuk lingual atau satuan gramatik.
Bertitik tolak dari uraian di atas, dapatlah ditarik suatu definisi bahwa bentuk lingual
atau satuan gramatik ialah satuan yang mengandung arti atau makna, baik makna leksikal
maupun makna gramatikal (Ramlan, 1983 : 22). Satuan gramatik ini bisa disebut satuan atau
4|Page
bentuk (Ramlan, 1983 : 22; Prawirasumantri, 1985 :115).
3. Bentuk Tunggal dan Bentuk Kompleks
Bentuk tunggal adalah satuan gramatik yang tidak terdiri dari satuan yang lebih kecil
lagi, sedangkan bentuk kompleks ialah satuan gramatik yang terdiri atas satuan-satuan lain
yang lebih kecil (Ramlan, 1985 : 115).
Satuan sepeda, merupakan bentuk tunggal karena tidak dapat dirinci lagi menjadi
satuan-satuan yang lebih kecil yang bermakna. Berbeda dengan bersepeda, terdiri atas berdan sepeda. Bentuk, Ia membeli sepeda baru, terdiri atas ia, meN-, beli, sepeda, dan baru.
Bentuk bersepeda dan Ia ingin membeli sepeda baru termasuk bentuk kompleks.
4. Bentuk Bebas dan Bentuk Ikat
1) makan, meja
2) meN-, ber-, di- (mendengar, berlari, dipukul)
3) ke, di, -lah (ke pantai, di pantai, duduklah)
4) ku-, -ku, -mu, -isme (kutendang, kukuku, bukumu, akuisme)
5) juang, temu, keliar (berjuang, pertemuan, berkeliaran)
Contoh nomor 1, merupakan satuan yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa.
Bentuk seperti itu dapatsecara langsung sebagai alat akomunikasi, walau tidak disertai bentuk
lain. Sebagai gambaran bentuk makan dapat berdiri sendiri sebagai jawaban, ―Sedang apa
Rudi?‖. Bentuk atau satuan ssperti itu disebut bentuk bebas atau satuan bebas yakni satuan
gramatik yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Contoh 2 sampai dengan 5, seperti
meN-, ke, ku-, dan juang merupakan satuan-satuan yang tidak dapat berdiri sendiri dalam
tuturan biasa. Satuan-satuan tersebut baru dapat digunakan sebgai alat komunikasi apabila
diikatkan kepada bentuk lain. Satuan seperti itu disebut bentuk ikat (Ahmadslamet, 1982 : 56)
atau Ramlan (1983 : 24) menyebutnya satuan gramatik terikat atau satuan terikat.
Bentuk ikat dapat dikelompokkan menjadi empat jenis. Pertama, bentuk ikat yang
tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, maupun secara gramatik. Satuan-satuan ini
bersama dengan satuan lain membentuk kata. Sebagai penegas perhatikan contoh 2, meN-,
ber-, dan di- pada kata-kata mendengar, berlari, dan dipukul. Ditinjau dari sudut arti satuansatuan itu tidak memiliki arti leksikal, melainkan arti gramatik atau makna sebagai akibat
pertemuannya dengan satuan lain. Bentuk atau satuan seperti itu disebut bentuk ikat
morfologis (Prawirasumantri, 1985 : 117). Ramlan (1983 : 25) menyebutnya dengan istilah
afiks atau imbuhan. Kedua, bentuk ikat yang secara gramatis mempunyai sifat bebas seperti
satuan bebas tetapi tidak memiliki makna leksis, seperti contoh 4, ke, di, lah, dari dan banyak
lagi. Sifat bebas dapat kita buktikan pada contoh berikut.
ke pantai
ke tepi pantai
ke sebelah kanan tepi pantai
Melihat contoh tersebut, bentu ke yang tampaknya terikat pada bentuk pantai,
ternyata masih dapat disisipi bentuk tepi dan sebelah kanan tepi. Itu terbukti bahwa bentukbentuk tersebut secara gramatis dapat dipisahkan dari bentuk yang menyertainya. Demikian
pula misalnya dengan –lah pada kata makanlah, masih bisa disisipi bentuk lain sehingga
menjadi makan sajalah, atau makan nasi dengan sambal sajalah. Bentuk ikat seperti itu
disebut oleh Prawirasumantri (1985 : 117) dengan istilah bentuk ikat secara sintaksis. Carilah
bentuk-bentuk yang setipe dengan bentuk itu dari buku-buku bacaan! Ketiga, bentuk ikat
yang memiliki makna leksis, tetapi tidak bisa berdiri sendiri dalam tuturan biasa, atau secara
gramatis tidak memiliki kebebasan. Bentuk-bentuk yang dimaksudkan seperti terlihat pada
contoh 4 yakni: ku-, -ku, -um, -isme. Bentuk atau satuan seperti itu disebut klitik. Klitik yang
letaknya di depan bentuk lain disebut proklitik, sedangkan yang letaknya dibelakang bentuk
5|Page
lain dinamakan enklitik. Sebagai contoh ku- pada kutendang dan –ku pada bentuk kukuku.
Contoh pertama termasuk proklitik, kedua enklitik. Keempat, satuan yang tidak dapat berdiri
sendiri dalam tuturan biasa, maupun secara gramatis tidak memiliki kebebasan, tetapi bisa
digunakan sebagai bentuk dasar bagi pembentukan kata. Bentuk atau satuan yang seperti itu
disebut pokok kata. Perhatikan contoh 5, juang, temu, keliar pada kata berjuang, pertemuan,
dan berkeliaran. Istilah lain untuk pokok kata ialah kata bakal atau prakategorial.
Ada yang mengatakan klitik (baik proklitik maupun enklitik) disebut klitik
morfologis. Sementara itu ada istilah lain yakni ―klitik sintaksis‖. Contoh klitik sintaksis
yaitu bentuk mereka dan saya pada Anjing itu saya pukul dan buku itu mereka bawa.saya
pukul dan mereka bawa dalam kalimat di atas sama-sama menduduki P, jadi saya dan mereka
berfungsi membentuk frase, oleh karena itu disebut klitik sintaksis. Berbeda dengan klitik
morfologis seperti ku- dan –mu pada kupukul dan bukumu, terlihat bentuk-bentuk itu
membentuk kata.
5. Unsur Ultimat dan Unsur Langsung
Seperti telah dipaparkan pada bagian terdahulu, satuan gramatik ini ada yang
berbentuk tunggal ada pula yang berbentuk kompleks. Bentuk kompleks dapat dipecah-pecah
lagi menjadi bentuk-bentuk atau satuan-satuan lain. Satuan-satuan yang secara langsung
(Ingg. Immediate Constituents), sedangkan satuan-satuan yang paling kecil merupakan
pembangun satuan yang lebih besar atau satuan kompleks disebut unsur ultimat (Ingg.
Ultimate Constituents) (Ahmadslamet, 1982 : 53) disebut dengan istilah unsur.
Sebagai contoh, Ramlan (1980 : 21) mengambil bentuk berpakaian. Unsur langsung
berpakaian ialah pakai dan –an. Dengan demikian jelaslah bahwa kata berpakaian
pembentukannya dilakukan secara bertahap, tidak serempak pakai dan ber-an. Dengan
perkataan lain, pakai dan –an merupakan unsur langsung pakaian; ber- dan pakaian menurut
unsur langsung dari berpakaian. Berdasarkan hal itu, kita dapat menentukan unsur atau unsur
ultimat berpakaian ialah ber-, pakai, dan –an. Lihatlah diagram berikut ini.
Contoh lain, berperikemanusiaan, tahap atau hirarki pembentuknya lebih banyak lagi
bila dibandingkan dengan berpakaian. Berperikemanusiaan terbentuk secara langsung oleh
satuan ber- dan perikemanusiaan. Perikemanusiaan dibentuk oleh peri dan kemanusiaan.
Selanjutnya kemanusiaan secara langsung dibentuk oleh satuan ke-an dan manusia. Jadi,
unsur ultimat berperikemanusiaan ialah ber-, peri, ke-an, dan manusia. Jelasnya, lihatlah
diagram berikut.
Bagaimanakah untuk menentukan unsur langsung bentuk kompleks? Jika bentuk
tersebut hanya terdiri atas dua unsur, maka kedua unsur tersebut merupakan unsur
langsungnya. Namun, apabila bentuk tersebut terdiri atas lebih dari dua unsur, penentuan
unsur langsungnya harus memperhatikan dua tahap seperti yang dikemukakan Ramlan (1980
: 22) (Prawirasumantri, 1985 : 119).
Tahap 1
Cari kemungkinan adanya satuan yang setingkat lebih kecil dari satuan yang
dianalisis. Contoh kata berperikemanusiaan, pada contoh analsis di atas. Contoh lain,
kesatupaduannya, satu tingkat yang lenih kecil yaitu kesatupaduan dan –nya. Bentuk yang
satu tingkat lebih kecil dari kesatupaduan ialah ke-an dan satu padu. Bentuk yang satu
tingkat lebih kecil dari satu padu adalah satu dan padu.
Tidak semua bentuk kompleks dapat ditentukan unsur langsungnya dengan cara
seperti tahap pertama. Sebagai contoh kata pendidikan, yang satu tingkat lebih kecil dari
adanya mungkin: peN- dan didikan, pendidik dan –an, atau peN-an dan didik. Mana yang
betul? Apakah ketiga-tiganya betul? Tidak mungkin. Yang betul pasti satu. Yang manakah?
Karena itu kita tidak dapat mencarinya dengan tahap pertama. Kita harus mencarinya dengan
6|Page
menggunakan tahap kedua.
Tahap II
Perhatikan arti atau makna bentukan-bentukannya, baik makna bentuk yng diselidiki
maupun makna yang satu tingkat lebih kecil daripadanya.
Sebagai contoh, perhatikan analisis bentuk pendidikan berikut ini.
pendidikan
pendidik + -an
(alternatif 1)
pendidikan
peN- + didikan
(alternatif 2)
pendidikan
peN-an + didikan
(alternatif 3)
Maka pendidikan ―menyatakan hal-hal mendidik‖, maka bentuk kata analisisnya pun
harus menyertakan makna yang sama. Sekarang perhatikan alternative 1. kemungkinan unsur
langsung pendidikan adalah pendidik dan –an.hal itu sudah tentu tidak dapat diterima. Kita
ketahui bahwa pendidikan merupakan kata benda, sama dengan laut, darat, bulan, dan
sebagainya. Imbuhan –an yang melekat pada kata benda mempunyai arti ―kumpulan‖ atau
―tiap-tiap‖ tidak kita ketremukan pada kata pendidikan. Pendidikan maknanya bukan
―kumpulan pendidik‖ atau ―tiap-tiap pendidik‖. Jelaskan alternatif 1 ini tidak benar.
Sekarang kita buktikan alternatif 2. Unsur langsung pendidikan mungkin peN- dan
didikan. Bentuk didikan termasuk kata benda, sama dengan syair, daging, rotan, dan
sebagainya. Makna peN- bila melekat pada bentuk dasar kata benda antara lain: ―orang atau
sesuatu yang biasa melakukan perbuatan‖ atau ―menghasilkan sesuatu yang berhubungan
dengan benda yang tersebut pada bentuk dasar‖, seperti penyair, pedaging, dan perotan.
Makna seperti itu tidak ada pada bentuk pendidikan. Pendidikan, maknanya bukan ―orang
didikan‖ atau orang yang menghasilkan didikan‖. Jelas, alternatif 2 pun salah.
Karena jumlah alternatif hanya tiga butir, maka alternatif terakhir inilah yang pasti
benar. Dengan demikian, kita dapat menentukan bahwa unsur langsung pendidikan ialah
peN-an dan didik, yang sekaligus menjadi unsur ultimatnya (Ahmadslamet, 1982 : 54).
Selanjutnya dikemukakan pula oleh Ahmadslamet bahwa dalam menentukan unsur
langsung dapat saja timbul berbagai pendapat. Banyak pakar berpendapat bahwa analisis
unsur langsung bentukan-bentukan seperti mengambilkan ada dua macam alternatif Unsur
mengambilkan ialah meN- dan ambilkan atau mengambil dan –kan. Bentunk mengambilkan
hanya ada dalam bentuk imperative atau pasif, yang kedua-duanya tidak mungkin menjadi
bentuk dasar mengambilkan. Berdasarkan jalan pikiran seperti itu, bentukan mengambilkan
unsur langsungnya ialah meN-an dan ambil. Dengan mengambil analogi bentuk itu, maka
bentuk-bentuk seperti menyesatkan, menimbulkan, menuliskan, membacakan unsur
langsungnya ialah meN-kan dengan sesat, timbul, tulis, baca. Namun demikian, perlu pula
kita perhatikan pendapat lain yang mungkin menggunakan dasar pertimbangan yang berbeda
sehingga hasilnya pun akan berubah.
6. Bentuk Asal dan Bentuk Dasar
Bentuk kompleks merupakan bentuk atau satuan yang terdiri atas satuan-satuan lain
yang lebih kecil. Bentuk yang paling kecil yang menjadi asal bentuk kompleks dinamakan
bentuk asal, sedangkan satuan gramatik yang satu tingkat lebih kecil dan menjadi dasar
bentuk kompleks disebut bentuk dasar (Ramlan, 1983 : 42).
Untuk menjelaskan pengertian di atas, perhatikanlah bentuk berkemauan. Bentuk
berkemauan terbentuk dari bentuk asal mau mendapat afiks ke-an menjadi kemauan,
kemudian mendapat afiks ber- menjadi berkemauan. Dengan perkataan lain, bentuk dasar
berkemauan ialah kemauan (karena bentuk ini yang satu tingkat lebih kecil dan menjadi
dasar), sedangkan bentuk asalnya ialah mau. Kalau kata kemauan kita cari bentuk dasarnya
ialah mau yang sekaligus merupakan bentuk asalnya dengan mendapat afiks ke-an. Dapat
dikatakan lebih jelas bentuk dasar berkemauan adalah kemauan, sedangkan bentuk asalnya
ialah mau. Bentuk dasar kemauan yaitu mau yang sekaligus merupakan bentuk asalnya.
7|Page
8|Page
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
3
Morfem dan Prosedur Pengalamannya
MORFEM DAN PROSEDUR PENGALAMANNYA
Pada bagian ini, akan dipaparkan:
1) pengertian morfem;
2) perbedaan morfem, morf, dan alomorf;
3) perbadingan morfem dengan kata;
4) paradigma; dan
5) prinsip-prinsip pengenalan morfem.
A.
Apakah Morfen Itu?
Kita sudah tahu, behwa morfem merupakan satuan yang paling kecil yang dapat dipelajari
oleh morfologi. Namun, apa yang dimaksud dengan morfem belum dijelaskan. Inilah
pengertiannya.
1) Morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil yang tidak mempunyai satuan lain selain
unsurnya (Ramlan, 1983 : 26).
2) Morfem ialah satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti (Alwasilah, 1983 : 10).
3) Morfem ialah kesatuan gramatik yang terkecil yang mengandung arti, yang tidak
mempunyai kesamaan baik dalam bentuk maupun dalam arti dengan bentuk-bentuk yang lain
(Sitindoan, 1984 : 64).
4) Morfem yaitu semua bentuk baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi ke dalam
bentuk terkecil yang mengandung arti (Bloch dan Trager dalam Prawirasumantri, 1985 :
127).
5) Morfem adalah komposit bentuk pengertian yang terkecil yang sama atau mirip yang
berulang (Samsuri, 1982 : 170). Yang dimaksud berulang disini yaitu kehadirannya berkalikali dalam tuturan.
6) Bloomfield (1933 : 161) mendefinisikan morfwem sebagai ― a linguistic from wich bears
no partial phonetic-semantic resemblance to any other form, is a simple form or morpheme.
(Maksud pernyataan itu, ―satu bentuk lingual yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk
lain mana pun secara bunyi maupun arti adalah bentuk tunggal atau morfem).
7) Morphemes are the smallest individually meaningfull element is the utterances of a
language (Hockett, 1958 : 123). Maksudnya, morfem adalah unsur-unsur yang masingmasing mempunyai makna dalam tutur sebuah bahasa.
Dari ketujuh definisi yang telah dikutip di atas, tergambar adanya persamaan konsep. Pada
dasarnya, morfem merupakan satuan gramatik terkecil baik bebas maupun ikat yang memiliki
arti, baik secara leksikal maupun gramatikal.
Sebagai contoh bentuk sakit adalah sebuah morfem karena tidak dapat dibagi menjadi
bentuk-bentuk terkecil lainnya serta mengandung makna atau arti leksis. Bentuk meN- juga
merupakan sebuah morfem, karena merupakan bentuk terkecil bahasa Indonesia, walau tidak
mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai makna gramatikal. Jadi jelas, bahwa morfem
itu bisa berbentuk bebas (seperti: ke-, ter-, peN-, di-, per-an, peN-an). Oleh karena itu,
morfem dapat diklasifikasikan menjadi morfem bebas dan morfem ikat.
9|Page
B.
Morfem dengan Morf dan Alomorf
Banyak morfem yang hanya mempunyai satu struktur yakni jumlah maupun urutan
fonemnya selalu tetap. Di lain pihak, banyak morfem yang mempunyai beberapa struktur
fonologis, misalnya morfem peN- mempunyai struktur-struktur fonologis pe-, pem-, pen-,
peng-, peny-, dan penge-, seperti terlihat pada kata-kata: pelari, pembimbing, pendengar,
penguji, penyakit, dan pengecat.satuan-satuan pe-, pem-, peng-, peny-, dan penge- masingmasing disebut morf yang semuanya alomorf dari morfem peN- (Ramlan, 1983 : 27;
Prawirasumantri, 1985 : 128; Ahmadslamet, 1983 : 27; Keraf, 1983 : 51). Jadi dapatlah
dikatakan bahwa morfem peN- mempunyai morf-morf pe-, pem-, pen-, peng-, peny-, dan
penge- sebagai alomorfnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa alomorf itu merupakan
variasi bentuk suatu morfem. Keraf (1982 : 51) mengatakan bahwa variasi itu disebabkan
oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya. Maksudnya, bergantung kepada jenis fonem
awal sebuah satuan yang dilekati oleh morfem tersebut. Perubahan /N/ itu harus homogen.
Sebagai contoh /N/ akan menjadi /m/ apabila dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali
fonem /b/. fonem /m/ dan /b/ sama-sama bunyi bilabial. Sedangkan yang dimaksud dengan
morf adalah wujud kongkret dari alomorf itu sendiri.
C.
Morfem dengan Kata
Perhatikanlah satuan-satuan gramatik berikut ini !
1) tanda
2) menandai
3) tanda tangan
4) dari Bandung
Satuan tanda merupakan sebuah bentuk bebas karena tidak dapat dibagi menjadi
satuan-satuan bebas lainnya. Satuan menandai tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas.
Tetapi perhatikan bentuk atau satuan tanda tangan dapat dibagi menjadi dua satuan yakni
tanda dan tangan. Namun kalau diteliti lebih jauh, sebenarnya satuan tanda tangan memiliki
satu kesatuan yang utuh atau padu. Dengan perkataan lain, tanda tangan memiliki sifat
sebuah kata yang membedakan dirinya dari frase (Ramlan, 1983 : 28; Prawirasumantri, 1985
: 129). Bentuk-bentuk atau satuan-satuan yang setipe itu tidak mungkin dipisahkan atau
dibalikkan menjadi tangan tanda atau dipisahkan satuan lain tanda itu tangan. Bentuk atau
satuan sepeti itu dalam hubungannya keluar selalu merupakan satu kesatuan dari. Satuan itu
bukan merupakan bentuk bebas seperti contoh lainnya di, ke, daripada- tetapi secara gramatis
memiliki sifat bebas. Satuan-satuan seperti contoh di atas dari nomor 1 sampai dengan 4 di
sebut kata.
Berdasarkan penjelasan di atas, nyatalah bahwa kata dapat terdiri atas satu morfem atau lebih.
Kata-kata seperti: duduk, makan, tidur, meja masing-masing terdiri atas sebuah morfem,
sedangkan penduduk, makanan, meja makan, kaki tangan masing-masing terdiri atas dua
buah morfem. Kata-kata yang terdiri atas satu morfem disebut kata bermorfem tunggal atau
kata monomorfemis (monomorphemic word) dan kata-kata yang terdiri atas dua morfem atau
lebih disebut kata bermorfem jamak atau kata polimorfemis (polymorphemic word) (Verhaar,
1984 : 54).
Dari paparan di atas dapatlah ditarik suatu cirri kata. Cirri kata pada dasrnya mencakup dua
hal yaitu: (1) kata merupakan suatu kesatuan penuh dan komplit dalam sebuah ujaran bahasa,
dan (2) kata dapat ditersendirikan yakni bahwa sebuah kata dalam kalimat dapat dipisahkan
dari yang lain dan dapat dipindahkan (Parera, 1980 : 10).
10 | P a g e
11 | P a g e
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
4
Paradigma dan Deretan Morfologis
Paradigma dan Deretan Morfologis
Paradigma yaitu daftar lengkap perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem asal yang
sama (Verhaar, 1984:65). Morfem asal itu mungkin mengalami perubahan bentuk akibat
afiksasi (Sitindoan, 1984:68). Pengertian paradigma sama maknanya denganderetan
morfologik seperti yang diungkapkan Ramlan (1983:28) yaitu suatu deretan atau daftar yang
memuat kata-kata yang berhubungan dalam bentuk dan artinya.
Deretan morfologik ini akan berguna dalam menentukan sebuah morfem. Dengan membuat
paradigma atau deretan morfologik kita akan dapat menentukan suatu morfem, misalnya:
menulis
penulis
tertulis
bertulis
bertuliskan
tulisan
tulis-menulis
menulisi
ditulisi
dituliskan
bertuliskan
menuliskan
tulis
Dari perbandingan kata yang terdapat dalam paradigma di atas, dapat disimpulkan adanya
morfem tulis sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap kata. Dengan demikian kita dapat
menentukan bahwa menulis terdiri atas morfem meN- dan tulis dan seterusnya. Contoh lain
dapat kita lihat dari paradigma berikut.
terlantar
menelantarkan
ditelantarkan
keterlantaran
terlantar
berdasarkan paradigma di atas jelaslah bahwa kata terlantar terdiri atas satu morfem, bukan
dua morfem ter- dan lantar.
E.
Prinsip-prinsip Pengenalan Morfem
Pengenalan morfem dapat dilakukan dengan cara membanding-bandingkan suatu bentukan
yang berulang dengan cara mengadakan subtitusi (Prawirasumantri, 1985:129). Deretan
morfologik atau paradigma merupakan salah satu cara untuk itu. Namun demikian, untuk
mengenal suatu morfem lebih jauh, kita kita dapat menggunakan prinsip-prinsip tertentu.
Samsuri (1982:172) dan Ramlan (1983:31) mengemukakan masing-masing enam prinsip
pengenalan morfem. Samsuri mengemukakan tiga prinsip pokok dan tiga prinsip tambahan,
sedangkan Ramlan tidak membedakan keenam prinsip tersebut. Sementara itu Ahmadslamet
(1982:46) mengetengahkan pendapat Nida (1963) memaparkan tujuh prinsip. Dalam uraian
12 | P a g e
ini akan dipaparkan enam prinsip Ramlan dan satu prinsip tambahan dari Nida untuk
melengkapinya.
Prinsip ke-1
Satuan-satuan atau bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis dan arti atau makna
yang sama termasuk satu morfem.
Bentuk baju pada kata berbaju, menjahit baju, baju batik, dan baju biru merupakan satu
morfem. Satuan-satuannya itu mempunyai struktur fonologis yang sama yakni /b/a/j/u/ dan
arti yang sama yaitu ‗alat penutup badan‖.
Prinsip ke-2
Satuan-satuan atau bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang berbeda
termasuk satu morfem apabila memiliki satu arti yang sama sedangkan perbedaan struktur
tersebut dapat dijelaskan secara fonologis.
Satuan-satuan men-, mem-, meng-, meny-, menge-, me-, pada kata menjawab, membawa,
menggali, menyuruh, mengebom, dan melerai mempunyai makna yang sama yaitu
―menyatakan tindakan aktif‖. Perbedaan struktur fonologis tersebut dapat dijelaskan secara
fonologis yaitu disebabkan oleh lingkungan yang dimasukinya yakni fonem awal bentuk
dasar yang mengikutinya yaitu /j/, /b/, /g/, /s/, kata yang terdiri atas satu suku kata, dan /l/.
fonem /N/ pada morfem meN- berubah menjadi /m/ seperti pada kata membawa, hal itu
disebabkan fonem /b/ merupakan fonem bilabial, sama dengan fonem /m/. karena fonem
tersebut sejenis, maka pengucapannya akan mudah. Itulah sebabnya tidak menbaca,
mengbaca, menybaca, atau mebaca dan mengebaca.
Prinsip ke-3
Satuan-satuan atau bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang berbeda,
sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih dianggap sebagai satu
morfem apabila mempunyai makna atau arti yang sama, dan mempunyai distribusi yang
komplementer.
Satuan-satuan be-, ber-, dan bel- pada kata-kata bekerja, berjalan, dan belajar termasuk satu
morfem, walau bentuk bel- pada belajar tidak dapat dijelaskan secara fonologis, tetapi ketiga
bentuk itu merupakan bentuk yang komplementer (nonkontrastif). Maknanya pun sama, oleh
karena itu termasuk morfem yang sama yaitu morfen ber-.
Prinsi ke-4
Apabila deretan suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosonganitu
merupakan morfem yang disebut morfem zero.
Bahasa Indonesia memiliki deretan struktur seperti di bawah ini.
1) Ia membeli sepeda.
2) Ia menjahir baju.
3) Ia membaca buku.
4) Ia makan roti.
5) ia minum es.
Kelima kalimat tersebut berpola sama yaitu SPO (Subjek + Predikat + Objek). Predikatnya
merupakan kata kerja transitif. Pada kalimat 1, 2, da 3 kata kerja itu ditandai oleh adanya
afiks meN-, sedangkan pada kalimat 4 dan 5 ditandai oleh kekosongan yakni tidak hadirnya
morfem meN-. Kekosongan itu merupakan sebuah morfem yang disebut morfem zero.
Prinsip ke-5
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologis yang sama mungkin merupakan
satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Apabila bentuk yang
mempunyai struktur fonologis yang sama itu berbeda artinya, maka satuan-satuan itu
merupakan morfem-morfem yang berbeda, akan tetapi apabila satuan-satuan itu mempunyai
arti yang berhubungan, maka bentuk itu merupak satu morfem, dan merupakan morfem yang
berbeda apabila distribusinya sama.
13 | P a g e
Sebagai contoh kita ambil kata buku dalam ―Ia membaca buku.‖ Yang berarti kitab,
dan kata buku dalam ―buku tebu‖ yang berarti ―ruas‖ merupakan morfem yang berbeda
walau struktur fonologisnya sama. Kata duduk dalam ―Ia sedang duduk.‖ Merupakan satu
morfem dengan duduk dalam ―Duduk orang itu sangat sopan.‖ Karena keduanya mempunyai
arti yang berhubungan dan mempunyai distribusi yang berbeda. Kata duduk dalam ―Ia sedang
duduk.‖ Berfungsi sebagai predikat, dan termasuk ke dalam golongan kata kerja, sedangkan
duduk dalam ―Duduk orang itu sangat sopan.‖ Berungsi sebagai subjek dan termasuk
golongan kata benda sebagai akibat adanya proses niminalisasi. Sebaliknya kata mulut pada
―Mulut gua itu lebar.‖ Merupakan morfem yang berbeda dengan kata mulut pada ―Mulut
orang itu lebar.‖ Karena arti keduanya berbeda sedangkan distribusinya sama yaitu sebagai
subjek.
Prinsip ke-6
Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem. Denganperkataan lain, Nida
menyebutnya setiap pembentukan yang dapat mengisi sendiri lajur sekatan suatu deretan
struktur dianggap sebuah morfem.
Perhatikanlah satuan-satuan yang terdapat pada lajur sekatan berikut ini !
dipersama
-kan
-nya
-lah
persama
-an
-nya
-kah
mensama
-i
men- persama
-kan
tersama
-i
bersama
-an
sesama
kesama
-an
Satuan-satuan di atas yang terdiri atas satu, dua, tiga, dan empat fonem, merupakan
satuan-satuan yang disebut morfem, sebab semuanya dapat mengisi sekatan tertentu dengan
arti atau makna tertentu pula. Bagian-bagian yang mengisi lajur atau sekatan berikut ini tidak
dapat disebut morfem, sebab sama sekali tidak mengandung makna atau arti.
sa
ma
bersa
ma
sa
mai
Prinsi ke-7
Bagian gabungan yang diketahui maknanya setelah bergabung dengan bagian lainnya
dianggap sebuah morfem.
Contoh satuan atau bentuk seperti itu dalam bahasa Indonesia antara lain: keliar,
juang, laying, seling, temu, baru jelas maknanya apabila bergabung menjadi: berkeliaran,
berjuang, melayang, selingan, pertemuan. Seperti telah dijelaskan, satuan-satuan seperti itu
disebut pokok kata. Selain pokok kata, banyak satuan lain dalam bahasa Indonesia yang baru
mempunyai makna apabila bergabung dengan bentukan lain yang sangat khusus, misalnya
belia, siur, bangka, renta, gulita yang hanya dapat hadir di belakang satuan-satuan muda,
simpang, tua, tua, dan gelap. Bentukan atau satuan seperti itu dinamakan morfem unik yakni
morfem yang hanya dapat bergabung dengan morfem tertentu.
14 | P a g e
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
5
Wujud dan Jenis Morfem
WUJUD DAN JENIS MORFEM
Bab ini memaparkan:
1) wujud morfem; dan
2) jenis morfem yang ditinjau dari hubungan dan distribusinya.
A. Wujud Morfem
Apabila kita membicaraka morfem, yang terbayang dalam benak kita yaitu untaian fonem
atau huruf sebagai lambang fonem. Kita lupa, disamping fonem ada tanda-tanda yang
lainnya. Untuk mengetahui itu, Samsuri (1982:182) yang juga dikutip oleh Prawirasumantri
(1985:138) memapakan hasil penelitian para pakar terhadap bahasa-bahasa di dunia. Pada
dasarnya, wujud morfem bahasa itu ada lima macam. Kelima macam tersebut berikut ini akan
dipaparkan satu persatu.
1. Morfem berwujud fonem atau urutan fonem segmental.
Berdasarkan hal itu, morfem dapat berwujud sebuah fonem missal: -i atau lebih dari satu
fonem misalnya: ber-, makan, juang. Contoh diatas, merupakan morfem-morfem bahasa
Indonesia.
2. Morfem terdiri atas gabungan fonem segmental dengan suprasegmental (prosodi).
Sebagai contoh urutan fonem /bottar/ dalam bahasa Batak Toba belum mengandung
pengertian yang penuh atau maknanya masih meragukan. Urutan fonem tersebut akan jelas
apabila ditambah oleh tekanan pada suku pertama atau kedua, /bóttar/ atau /bottár/. Yang
pertama maknanya ―darah‖ sedangkan yang kedua bermakna ―anggur‖.
3. Morfem berwujud fonem-fonem prosodi (suprasegmental).
Dalam tuturan, fonem-fonem suprasegmental iniselalu bersama-sama dengan fonem
segmental. Apabila ada fonem-fonem segmental bersama-sama dengan fonem supra
segmental maka pengertiannya menjadi rangkap, yakni fonem-fonem suprasegmental
menyatakan konsep atau pengertian yang lainnya. Morfem-morfem seperti itu banyak
terdapat pada bahasa Indian Amerika dan bahasa-bahasa Afrika, yakni morfem yang
berwujud suprasegmental atau prosodi nada. Sebagai missal, bahasa Mongbadi dari Kongo
mempunyai morfem prosodi nada tinggi untuk menyatakan tunggal dengan tanda V,
sedangkan subjek jamak dengan tanda V. perhatikanlah contoh berikut !
Subjek tunggal
Subjek jamak
‗pergi‘
gwè
Gwé
‗berenang‘
ηgbò
ηgbó
4. Morfem berwujud gabungan fonem suprasegmental
(prosodi) dengan
kesuprasegmentalan (keprosodian) yakni intonasi atau kalimat.
Yang lazim digunakan pada morfem ini ialah gabungan nada dengan persendian.
Perhatikanlah contoh berikut !
a.
2 3
3
1
# amat
Makan #
ˇ
b.
2 3
3
1›
15 | P a g e
# amat
Makan #
Nyatalah bahwa intonasi # 2 2 3 (1) # menyatakan makna berita, sedangkan
#
2 2 3 2 # menyatakan makna Tanya.
5. Morfem bisa berwujud kekosongan (Tanwujud).
Yang dimaksud dengankekosongan di sini yaitu bahwa morfem tersebut
bermanifestasikan dengan kekosongan yang biasa disebut dengan morfen zero atau morfem
tanwujud yang bisa disimbolkan Ø. Contoh dalam bahasa Sunda.
(1)
Bumina oge tebih
= Rumahnya pun jauh.
bumi
= rumah
-na
= -nya
oge
= pun, juga
tebih
= jauh
(2)
Rorompok oge tebih
= Rumah saya pun jauh.
rorompok
= rumah
Ø
= saya
oge
= pun, juga
tebih
= jauh
Dibelakang rorompok pada kalimat nomor 2, tidak terlihat bentuk apa pun yang
berarti ‗saya‘. Morfem yang menunjukkan orang pertama yang berparalel dengan –na yang
berarti ‗–nya‘ seperti terlihat pada kalimat pertama, tidak hadir. Morfem yang tidak hadir
itulah yang disebut dengan morfen zero.
Contoh lain, lihatlah daftar berikut yang diambil dari bahasa Sieerra Aztec !
(1) nitayi
‗aku minum‘
(2) titayi
‗engkau minum‘
(3) tayi
‗dia minum‘
(4) nantayi
‗kamu minum‘
Contoh nomor 3 beitu jelas bahwa morfem ‗dia‘ ialah tanwujud.
B.
Jenis-jenis Morfem
Berdasarkan criteria tertentu, kita dapat mengklasifikasikan morfem menjadi berjenisjenis. Penjenisan ini dapat ditinjau dari dua segi yakni hubungannya dan distribusinya
(Samsuri, 1982:186; Prawirasumantri, 1985:139). Agar lebih jelas, berikut ini sariannya.
1)
Ditinjau dari Hubungannya
Pengklasifikasian morfem dari segi hubungannya, masih dapat kita lihat dari
hubungan struktural dan hubungan posisi.
a)
Ditinjau dari Hubungan Struktur
Menurut hubungan strukturnya, morfem dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu
morfem bersifat aditif (tambahan) yang bersifat replasif (penggantian), dan yang bersifat
substraktif (pengurangan).
Morfem yang bersifat aditif yaitu morfem-morfem yang biasa yang pada umumnya
terdapat pada semua bahasa, seperti pada urutan putra, tunggal, -nya, sakit. Unsur-unsur
morfem tersebut tidak lain penambahan yang satu dengan yang lain.
Morfem yang bersifat replasif yaitu morfem-morfem berubah bentuk atau berganti
bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu mungkin disebabkan oleh perubahan
waktu atau perubahan jumlah. Contoh morfem replasif ini terdapat dalam bahasa Inggris.
Untuk menyatakan jamak, biasanya dipergunakan banyak alomorf. Bentuk-bentuk /fiyt/,
/mays/, /mεn/ masing-masing merupakan dua morfem /f…t/, /m…s/, /m…n/ dan /iy ← u/, /ay
← aw/, /ε/, /æ/. Bentuk-bentuk yang pertama dapat diartikan masing-masing ‗kaki‘, ‗tikus‘,
16 | P a g e
dan ‗orang‘, sedangkan bentuk-bentuk yang kedua merupakan alomorf-alomorf jamak.
Bentuk-bentuk yang kedua inilah yang merupakan morfem-morfem atau lebih tepatnya
alomorf-alomorf yang bersifat penggantian itu, karena /u/ diganti oleh /iy/ pada kata foot dan
feet, /aw/ diganti oleh /ay/ pada kata mouse dan mice, dan /æ/ diganti oleh / ε/ pada kata man
dan men.
Morfem bersifat substraktif, misalnya terdapat dalam bahasa Perancis. Dalam bahasa
ini, terdapat bentuk ajektif yang dikenakan pada bentuk betina dan jantan secara
ketatabahasaan. Perhatikanlah bentuk-bentuk berikut !
Betina
Jantan
Arti
/mov εs/
/mov ε/
buruk
/fos/
/fo/
palsu
/bon/
/bo/
baik
/sod/
/so/
panas
/ptit/
/pti/
kecil
Bentuk-bentuk yang ‗bersifat jantan‘ adalah ‗bentuk betina‘ yang dikurangi konsonan akhir.
Jadi dapat dikatakan bahwa pengurangan konsonan akhir itu merupakan morfem jantan.
Berdasarkan pernyataan di atas, kita akan berpendapat bahwa untuk ―membetinakan‖
morfem ―jantan‖ bisa dilakukan dengan cara menambahkan morfem-morfem lain. Itu bisa
saja, tetapi kita harus ingat bahwa morfem tersebut mempunyai bermacam-macam alomorf.
Jika diketahui bentuk jantannya, kita tidak dapat memastikan dengan tegas bentuk
―betinanya‖. Misal diketahui bentuk jantan / fraw / ‗ dingin ‗ kita tidak dapat secara
tepatmematikan bahwa bentuk ‗‘ betinanya ―‖ / frawd /. Berbeda jika bentuk betinanya yang
diketahui, bentuk jantannya akan dapat dipastikandengan mudah yakni menghilangkan
sebuah fonem akhir, Misalnya / gras / :gemuk: merupakan bentuk betina, maka jantannya
patilah / gra /.
b)
Ditinjau dari Hubungan Posisi
Dilihat dari hubungan posisinya, morfem pun dapat dibagi menjadi tiga macam yakni
; morfem yang bersifat urutan, sisipan, dan simultan. Tiga jenis morfem ini akan jelas bila
diterangkan dengan memakai morfem-morfem imbuhan dan morfem lainnya.
Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kata berpakaian yaitu / ber-/+/-an/. Ketiga
morfem itu bersifat berurutan yakni yang satu terdapat sesudah yang lainnya.
Contoh morfem yang bersifat sisipan dapat kita lihat dari kata / telunjuk/. Bentuk tunjuk
merupakan bentuk kata bahasa Indonesia di samping telunjuk. Kalau diuraikan maka akan
menjadi / t…unjuk/+/-e1-/.
Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung terdapat pada kata-kata seperti
/k∂hujanan/. /k∂siaηgan/ dan sebagainya. Bentuk /k∂hujanan/ terdiri dari /k∂…an/ dan
/hujan/, sedang /kesiangan/ terdiri dari /ke…an/ dan /siaη/. Bentuk /k∂-an/ dalam bahasa
Indonesia merupakan morfem simultan, terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal
bentuk /k∂hujan/ atau /hujanan/ maupun /k∂siaη/ atau /sianaη/. Morfem simultan itu sering
disebut morfem kontinu ( discontinous morpheme ).
2)
Ditinjau dari Distribusinya
Ditinjau dari distribusinya, morem dapat dibagi menjadi dua macam yaitu morfem
bebas dan morem ikat. Morfem bebas ialah morfem yang dapat berdiri dalam tuturan biasa ,
atau morfem yang dapat berfungsi sebagai kata, misalnya : bunga, cinta, sawah, kerbau.
Morfem ikat yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, misalnya : di, ke-, -i, se-, ke-an. Disamping itu ada bentuk lain seperti juang, gurau, yang selalu disertai
oleh salah satu imbuhan baru dapat digunakan dalam komunikasi yang wajar. Samsuri (
1982:188 )menamakan bentuk-bentuk seperti bunga, cinta, sawah, dan kerbau dengan istilah
17 | P a g e
akar; bentuk-bentukseperti di-,ke-, -i, se-, ke-an dengan nama afiks atau imbuhan; dan juang,
gurau dengan istilah pokok. Sementara itu Verhaar (1984:53)berturut-turut dengan istilah
dasar afiks atau imbuhan dan akar. Selain itu ada satu bentuk lagi seperti belia, renta, siur
yang masing-masing hanya mau melekat pada bentuk muda, tua, dan simpang, tidak bisa
dilekatkan pada bentuk lain. Bentuk seperti itu dinamakan morfem unik.
Dalam bahasa-bahasa tertentu, ada pula bentuk-bentuk biasanya sangat pende yang
mempunyai fungsi ―memberikan fasilitas‖, yaitu melekatnya afiks atau bagi afiksasi
selanjutnya. Contoh dalam bahasa Sangsekerta, satuan /wad/ ‗menulis‘ tidak akan dibubuhi
afiks apabila tidak didahului dengan pembubuhan satuan /a/ sehingga terjelma bentuk
sekunder atau bentuk kedua yakni satuan /wada/ yang dapat yang dapat memperoleh akhiran
seperti wadati, wadama. Bentuk /a/ seperti itu disebut pembentuk dasar.
Sehubungan dengan distribusinya, afiks atau imbuhan dapat pula dibagi menjadi
imbuhan terbuka dan tertutup. Imbuhan terbuka yaitu imbuhan yang setelah melekat pada
suatu benda masih dapat menerima kehadiran imbuhan lain. Sebagai contoh afiks /p∂r/
setelah dibubuhakn pada satuan /b∂sar/ menjadi perbesar /p∂rb∂sar/. Satuan /p∂rb∂sar/ masih
menerima afiks lain seperti /di/ sehingga menjadi /dip∂rb∂sar/. Imbuhan /p∂r/ dinamakan
imbuhan terbuka, karena masih dapat menerima kehadiran afiks /di/. Sedangkan yang
dimaksud dengan imbuhan tertutup ialah imbuhan atau afiks yang setelah melekat pada suatu
bentuk tidak dapat menerima kehadiran bentuk lain, misalnya afiks /di/ setelah melekat pada
satuan /baca/ menjadi /dibaca/ tidak dapat menerima kehadiran afiks lainnya. Afiks /di/ itulah
merupakan contoh afiks atau imbuhan tertutup.
18 | P a g e
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
6
Konstruksi Morfologis
KONSTRUKSI MORFOLOGIS
Pada bagian ini, akan ditemukan paparan tentang:
1) pengertian konstruksi morfologis;
2) derivasi dan infleksi; serta
3) endosentris dan eksosentris.
A.
Apa Konstruksi Morfologis Itu?
Yang dimaksud dengan konstruksi morfologis ialah konstruksi formatif-formatif dalam kata
(Kridalaksana, 1983:92), maksudnya bentukan atau satuan kata yang mungkin merupakan
morfem tunggal atau gabungan morfem yang satu dengan yang lain. Bentuk atau satuan yang
berupa morfem tunggal disebut konstruksi sederhana, sedangkan bentuk atau satuan yang
terdiri atas beberapa morfem disebut konstruksi rumit (Samsuri, 1982:195).
Selanjutnya, Samsuri (1982:195) mengklasifikasikan konstruksi sederhana menjadi dua
macam yaitu akar (istilah Ramlan bentuk atau satuan tunggal bebas yang sekaligus
merupakan kata); satuan berwujud kecil yang secara morfologis berdiri sendiri, namun secara
fonologis bisa mendahului atau mengikuti morfem-morfem lain dengan eratnya yang lazim
disebut klitik. Akan sering pula disebut kata morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita
bedakan menjadi proklitik dan enklitik.
Konstruksi rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem atau lebih. Konstruksi
rumit bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks, seperti ber- + juang pada berjuang;
antara akar (ada pula yang menyebutnya dasar atau morfem bebas) + afiks, seperti makan + an pada makanan; antara pokok kata + akar, seperti semangat + juang pada semangat juang;
pokok kata + pokok kata, seperti gelak + tawa pada gelak tawa; dan antara akar + akar,
seperti meja + makan pada meja makan.
B.
Derivasi dan Infleksi
Yang dimaksud dengan derivasi ialah konstruksi yang berbeda distribusinya daripada
dasarnya, sedangkan infleksi ialah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan
bentuk dasarnya (Samsuri, 1982:198; Prawirasumantri, 1986:18). Kita ambil contoh kata
menggunting, makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya akan terlihat pada kalimat-kalimat
berikut.
1) a. Anak itu menggunting kain.
b. Anak itu gunting rambut. *)
2) a. Makanan itu sudah basi.
b. Makan itu sudah basi. *)
3) a. Kami mendengar suara itu.
b. Kami dengar suara itu.
4) a. Saya membaca buku itu.
b. Saya baca buku itu.
Berdasarkan empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa
19 | P a g e
konstruksi menggunting dan makanan tidak sama distribusinya dengan gunting dan makan.
Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak, konstruksi
mendengar dan membaca sama dengan konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita
dapat mempergunakan kalimat 3a atau 3b dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan
makanan merupakan contoh derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca contoh
infleksi.
C.
Endosentris dan Eksosentris
Endosentris ialah konstruksi morfologis yang salah satu atau semua unsurnya
mempunyai distribusi yang sama dengan konstruksi tersebut, sedangkan konstruksi
eksosentris ialah unsur-unsurnya tidak sama dengan konstruksi tersebut (Samsuri, 181:200;
Prawirasumantri, 1986:19). Endosentris dan eksosentris dalam tatanan morfologi terdapat
pada kata majemuk sedangkan dalam tatanan sintaksis terdapat pada frase. Agar pengertian
endosentris dan eksosentris lebih terpahami perhatikan contoh berikut !
1. a. Rumah sakit itu baru dibangun.
b. Rumah itu baru dibangun.
2. a. Mereka mengadakan jual beli.
b. Mereka mengadakan jual. *)
c. Mereka mengadakan beli. *)
Dengan mengadakan perbandingan kalimat 1a dan 1b, kita dapat menyimpulkan
bahwa konstruksi rumah sakit mempunyai distribusi yang sama dengan dengan salah satu
unsurnya, yaitu rumah. Pada kalimat 2a ada konstruksi jual beli. Kedua unsurnya yakni jual
dan beli tidak memilki distribusi yang sama. Hal itu terbukti bahwa kalimat 2b dan 2c bukan
merupakan kalimat bahasa Indonesia. Kita tidak akan menemukan dua kalimat seperti itu.
Konstruksi rumah sakit merupakan contoh endosentris, sedangkan konstruksi jual beli
merupakan contoh eksosentris.
20 | P a g e
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
7
Proses Morfologis
PROSES MORFOLOGIS
Pada bagian ini, akan ditemukan paparan tentang:
1. pengertian proses morfologi;
2. macam-macam proses morfologis pada bahasa-bahasa di dunia;
3. afiksasi bahasa Indonesia;
4. reduplikasi bahasa Indonesia; dan
5. komposisi bahasa Indonesia.
A.
Proses Morfologis, Apa Itu ?
Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem
yang satu dengan yang lain (Samsuri, 1982:190). Atau, proses yang dialami bentuk-bentuk
lingual dalam menyusun kata-kata (Ahmadslamet, 1982:58). Lebih jelas, proses morfologis
ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya
(Ramlan, 1983:44).
Perhatikanlah satuan-satuan berikut!
perumahan
rumah
rumah-rumah
rumah makan
Dari skema di atas terlihatlah dengan jelas bahwa bentuk dasar rumah bisa menghasilkan
kata-kata baru perumahan, rumah-rumah, dan rumah makan. Kata perumahan dihasilkan
dengan cara melekatkan afiks per-an pada bentuk dasar rumah, kata rumah-rumah dihasilkan
dengan cara mengulang bentuk dasar rumah, dan kata rumah makan dengan cara
menggabungkan bentuk dasar rumah dengan makan. Proses pelekatan afiks, pengulangan
bentuk dasar, dan penggabungan bentuk dasar dengan bentuk lain sepetti itulah merupakan
contoh proses morfologis. Jadi proses morfologis dapat dilakuakn dengan berbagai cara.
B.
Macam-macam Proses Morfologis
Samsuri (1982:190) menuliskan bahwa proses morfologis itu ada lima macam, yakni:
(1) afiksasi, (2) reduplikasi, (3) perubahan intern, (4) suplisi, dan (5) modifikasi kosong.
Sedangkan Verhaar (1984:64) dan Ramlan (1983:46) menambahkan satu lagi yaitu komposisi
atau pemajemukan. Keenam proses morfologis tersebut terjadi pada bahasa-bahasa yang ada
di dunia. Pada bagian ini, penulis hanya akan memaparkan kilas. Sedangkan pada bagian lain,
akan dipaparkan secara rinci yakni proses morfologis yang ada pada bahasa Indonesia. Agar
lebih jelas, secara sekilas akan dipaparkan satu persatu.
1) Afiksasi
Afiksasi atau proses pembubuhan imbuhan ialah pembentukan kata dengan cara
melekatkan afiks pada bentuk dasar. Hasil afiksasi disebut kata berafiks atau kata
berimbuhan. Contohnya: ber- pada berkembang, -el- pada telunjuk, -an pada lemparan, dan
per-an pada perjanjian. Paparan lebih rinci akan dibahas pada afiksasi bahasa Indonesia.
2) Reduplikasi
21 | P a g e
Reduplikasi ialah proses pembentukan kata dengan cara suatu bentuk dasar. Proses
morfologis semacam ini merupakan salah satu cara pembentukan kata yang paling banyak
pada bahasa-bahasa di dunia. Sebagai contoh: buku menjadi buku-buku, bali menjadi bolabali (bahasa Jawa), adanuk menjadi adadanuk ‗panjang‘ (bahasa Agta). Paparan reduplikasi
ini juga lebih jauh dan rinci akan dibahas pada reduplikasi bahasa Indonesia.
3) Perubahan Intern
Perubahan intern ialah pembentukan kata dengan cara mengubah struktur fonem dasar
sehingga menghasilkan bentuk baru, sebagai contoh perhatikanlah satuan-satuan berikut!
Tunggal
Jamak
Arti
/fut/
/fiyt/
‗kaki‘
/mæn/
/mεn/
‗laki-laki‘
Waktu Sekarang
/ran/
/teyk/
Waktu Lampau
/ræn/
/tuk/
Arti
‗lari‘
‗mengambil‘
Bentuk jamak (kata benda) maupun waktu lampau (kata kerja) tidak dapat kita ambil
bagian mana yang menyatakan makna tersebut. Namun dari contoh di atas, kita dapat
mengambil suatu kesimpulan bahwa yang menyatakan makna jumlah ialah perubahan /u/
menjadi /iy/ dan /æ/ menjadi /δ/ pada kata foot menjadi feet dan man menjadi men atau /a/
menjadi /æ/ dan /ey/ menjadi /u/ pada kata run menjadi ran atau teek menjadi took. Oleh
karena itu, proses morfolois seperti itu disebut perubahan intern (intern modification).
4) Suplisi
Suplisi merupakan salah satu proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk
yang sama sekali baru. Bentuk dasar dan bentuk turunannya tidak terdapat persamaan
sedikitpun. Untuk contoh ini, kita ambil dari bahasa Inggris.
Waktu Kini
Waktu Lampau
Arti
/gow/
/wεnt/
‗pergi‘
/æ/
/w∂z/
‗adalah‘
Dari dua contoh di atas kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa bentuk go dan am
untuk waktu kini (sekarang) berubah menjadi went dan was untuk menyatakan waktu
lampau. Bentuk lampau tersebut seoolah-olah bukan perubahn dari bentuk kini, seolah-olah
begitulah adanya. Proses morfologis seperti itu dinamakan suplisi.
5) Modifikasi Kosong
Komposisi atau pemajemukan adalah proses pembentukan kata dengan cara
menggabungkan dua buah bentuk atau satuan dasar(bentuk asal) atau lebih. Sebagai contoh
perhatikanlah bentuk-bentuk berikut.
flower + sun sunflower
mata + sapi mata sapi (telur)
Masalah komposisi ini akan lebih terinci dipaparkan pada komposisi dalam bahasa
Indonesia.
Setelah macam-macam proses morfologis dipaparkan secara sekilas, berikut ini akan
dipaparkan secara sekilas, berikut ini akan dipaparkan proses morfologis yang ada dalam
bahasa Indonesia secara terinci. Proses morfologis yang dimaksudkan ialah afiksasi (proses
pembubuhan afiks), reduplikasi (proses pengulangan), dan komposisi (proses pemajemukan).
22 | P a g e
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
8
Afiksasi dalam Bahasa Indonesia
Afiksasi dalam Bahasa Indonesia
Afiksasi sering pula disinonimkan dengan proses pembubuhan afiks. Seperti telah
dijelaskan, afiksasi merupakan salah satu proses morfologis. Afiksasi dalam bahasa Indonesia
sangat memegang peranan penting. Hal itu didasarkan pada suatu kenyataan, bahwa bahasa
Indonesia termasuk rumpun bahasa aglutinatif.
Afiksasi yaitu penggabungan akar (istilah lain untuk morfem bebas) atau pokok kata
dengan afiks (Samsuri, 1982:190). Namun Ramlan (1983:47) lebih lanjut menyebut afiksasi
itu sebagai pembubuhan afiks pada suatu satuan (bentuk), baik tunggal maupun kompleks
untuk membentuk kata. Hasil afiksasi disebut kata berafiks atau kata berimbuhan. Lubis
(1954:39) dan Anshar (1969:9) menyebutkan dengan istilah kata bersambungan.
Dari dua pernyataan di atas, kita dapat mengambil satu perbedaan pengertian yang
dilontarkan oleh Samsuri dan Ramlan. Perbedaan bukan terletak pada peristiwa afiksasinya,
tetapi terletak pada bentuk dasarnya. Samsuri menyebutkan bahwa bentuk dasar yang dilekati
afiks berupa akar (bentuk tunggal bebas atau morfem bebas) dan pokok kata, sedangkan
Ramlan, menyebutnya bentuk tunggal maupun kompleks. Dalam hal ini, penulis sependapat
dengan Ramlan, bahwa pada dasarnya afiksasi dalam bahasa Indonesia.tidk ahanya dibentuk
dari bentuk dasar yang bermorfem tunggal, tetapi bisa pula bentuk kompleks. Agar lebih jelas
perhatikanlah korpus berikut.
Bentuk Dasar
Tunggal
peNtemu
peN-an
tampil
per-an
ber-an
makan
di-kan (?)
meN-kan (?) Afiks
Kompleks
tanggung jawab
pakaian
berhenti
satu padu
ke samping
Hasil
penemu
penampilan
pertanggungjawaban
berpakaian
makanan
diberhentikan
menyatupadukan
mengesampingkan
Dengan memeprhatikan contoh yang berada dalam korpus, nyatalah bahwa bentuk
dasarkata berafiks bahasa Indonesia mungkin berupa bentuk tunggal (temu, tampil, makan),
mungkin kompleks (tanggung jawab, pakaian, berhenti, satu padu, ke samping). Bentuk dasar
kata berafiks mungkin berupa: morfem bebas atau istilah Samsuri akar, seperti makan,
mungkin berupa pokok kata seperti juang; mungkin berupa kata berafiks seperti pakaian,
berhenti; mungkin gabungan kata seperti tanggung jawab; atau mungkin frase seperti ke
samping.
Berdasarkan kenyataan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa afiksasi atau
pembubuhan afiks ialah pembentukan kata baru dengan carameletakkan afiks atau imbuhan
pada suatu bentuk dasar, baik bentuk tunggal maupun kompleks.
Proses afiksasi dalam bahasa Indonesia, dibedakan menjadi empat macam. Pertama,
proses pelatakkan afiks di muka bentuk dasar yang bisa disebut prefiksasi (prefixation; proses
pembubuhan awalan); contoh: ke- + kasih menjadi kekasih. Kedua, proses pelatakkan afiks di
tengah-tengah bentuk dasar yang biasa biasa disebut infiksasi (infixation; proses pembubuhan
23 | P a g e
sisipan); contoh –el- + tunjuk menjadi telunjuk. Ketiga, proses peletakkan aiks pada akhir
bentuk dasar yang biasa disebut sufiksasi (suffxation; proses pembubuhan akhiran); contoh: an + genang menjadi genangan. Keempat, proses pembubuhan afiks dengan cara
membubuhkan afiks di awal dan di akhir (mengapit) bentuk dasar sekaligus disebut
konfiksasi ambifikasi (konfixation; ambifixation; proses pembubuhan imbuhan gabungan),
seperti: ke-an + mati menjadi kematian (Verhaar, 1984:60).
1)
Afiks atau Imbuhan
Jika kita membicarakan afiksasi, maka kita tidak bisa memisahkannya dengan afiks
atau imbuhan itu sendiri. Artinya, pembicaraan afiksasi atau proses pengimbuhan harus selalu
diikuti oleh pembicaraan afiks atau imbuhan itu sendiri. Keraf (1982:93) menyebutnya,
hubungan keduanya seperti ikan dengan air.
Pada bagian terdahulu, telah dijelaskan bahwa afiks disebut bentuk ikat secara
morfologis (baca kembali bentuk bebas dan bentuk ikat). Ahmadslamet (1981:59)
mendefinisikan afiks sebagai satuan atau bentukan yang merupakan morfem ikat yang selalu
hadir dengan keadaan bergabung dengan bentukan lainnya dalam membentuk bentukan
lainnya yang lebih besar. Afiks ialah satuan (ter-)ikat yang dalam suatu kata merupakan unsur
yang bukan kata dan bukan pokok kata yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan lain
untuk membentuk kata.untuk menjelaskan pengertian di atas, perhatikanlah contoh berikut!
Afiks
Bentuk Dasar
Kata Berafiks
berjalan
berjalan
ditendang
ditendang
-an
kunjung
kunjungan
-i
duduk
duduki
-kan
masuk
masukkan
-eltapak
telapak
peN-an
nanti
penantian
Berdasarkan tebel di atas jelas terlihat bahwa afiks (ber-, di-, -an, -i, -kan, -el-, peNan; dan banyak lagi) kalau berdiri sendiri tidak mempunyai arti apa-apa. Bentuk tersebut
(afiks) tidak dapat beriri sendiri dalam tuturan biasa. Afiks baru mempunyai arti atau makna
jika mereka digabungkan pada bentuk lain seperti terlihat pada korpus di atas.
Dapat dilihat pada korpus di atas, afiks berfungsi membentuk kata-kata baru. Bahkan
menurut Ramlan, afiks pun selain membentuk kata, juga membentuk pokok kata seperti pada
duduki dan masukkan. Oleh karena itu ada pula yang menyebut bentuk-bentuk seperti itu
dengan istilah pokok kata kompleks. Ahmadslamet (1982:90) tidak sependapat dengan istilah
pokok kata untuk contoh seperti itu sebab pokok kata diartikan sebagai morfem ikat. Bentukbentuk seperti itu bisa hadir dalam tuturan biasa atau dalam kalimat secara bebas, seperti:
―Buku itu sudah saya masukkan ke dalam tas.‖ Atau ―Jangan anda duduki kursi itu.‖. bentuk
seperti itu beliau namakan kata kerja yang memiliki cirri khusus.
Ada bentuk lain yang mirip afiks seperti di-, ke-, dari, -lah pada di pinggir (jalan), ke
sudut, dari kota, makanlah; juga bentuk-bentuk seperti: ku-, -ku, -mu, -nya, -isme pada
kutarik, bajuku, dagumu, hidungnya, patriotisme. Golongan pertama disebut morfem ikat
secara sintaksis dan yang kedua disebut klitik. Coba kaji ulang bahasan bentuk bebas dan
bentuk ikat 2.4.
Berdasarkan paparan di atas, dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa afiks atau
imbuhan merupakan bentuk satuan terikat yang jika dilekatkan pada bentuk dasar akan
mengubah makna bentuk tersebut.
24 | P a g e
2)
Macam-macam Afiks
Afiks dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-macam. Hal itu akan sangat
bergantung pada segi tinjauannya. Macam afiks dapat ditinjau dari posisi atau letaknya,
asalnya, serta produktif tidaknya.
a)
Macam Afiks Ditinjau dari Letaknya
Dari letak atau posisi melekatnya, afiks dapat dibagi menjadi empat macam yaitu
prefiks atau awalan, infiks atau sisipan, sufiks atau akhiran, dan konfiks atau imbuhan
gabungan (ada pula yang menyebutnya ambifiks, imbuhan ganda).
Prefiks atau awalan ialah afiks atau imbuhan yang dilekatkan pada awal bentuk dasar.
Infiks atau sisipan yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan di tengah-tengah bentuk dasar.
Sufiks atau akhiran yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan sesudah bentuk dasar. Konfiks
atau imbuhan gabungan yaitu afik atau imbuhan yang mengapit bentuk dasar dengan cara
melekat secara bersama-sama yang membentuk satu fungsi dari satu arti. Untuk dapat
mengetahui afiks-afiks bahasa Indonesia secara jelas, lihatlah korpus berikut.
Prefiks
meNBer-b
dipeNpeperseketeramahapara
pra-
Infiks
-el-er-em-
Sufiks
-kan
-an
-i
-nya
-wan
-man
-wati
-is
Konfiks
meN-kan
ber-an
ber-kan
se-nya
per-an
peN-an
di-kan
ke-an
meN-i
b)
Macam Afiks Ditinjau dari Asalnya
Ditinjau dari asalnya, afiks bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu afiks asli dan afiks dari bahasa asing. Afiks asli ialah afiks-afiks yang emmang
merupakan bentukan atau afik dari bahasa Indonesia itu sendiri, sedangkan afiks asing ialah
afiks yang berasal atau hasil pungutan dari bahasa asing yang kini telah menjadi bagian
sistem bahasa Indonesia.
Untuk menyatakan suatu afiks bahasa asing telah diterima menjadi afiks bahasa
Indonesia, apabila afiks tersebut sudah mampu keluar dari lingkungan bahasa asing dan
sanggup melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia. Ramlan (1983:52) memberikan
gambaran afiks –in dan –at pada kata muslimin dan muslimat merupakan afiks bahasa Arab,
belum dapat digolongkan ke dalam afiks bahasa Indonesia, meskipun di samping muslimin
dan muslimat ada bentuk muslim. Namun demikian, kedua afiks tersebut belum mampu
melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia lainnya. Kedua afiks tersebut hanya mampu
melekat pada bentuk dasar bahasa Arab. Berbeda dengan afiks maha- yang berasal dari
bahasa Sangsekerta misalnya, ia mampu melekatkan diri pada bentuk-bentuk dasar bahasa
Indonesia seperti: murah, besar, adil, bijaksana, pengasih, pengampun, guru, siswa.
Afiks-afiks yang berasal dari bahasa asing dapat kita kelompokan: pra-, para-,
wan, -wati, -man, a-, -is, -nda/-da. Afiks-afiks sepeti: meN-, ber-, di-, peN-, pe-, per-, se-, ke-,
ter-, -el-, -er-, -em-, -kan, -an, -i, -nya, meN-kan, meN-i, ber-an, ber-kan, se-nya, peN-an, per25 | P a g e
an, di-kan, ke-an merupakan afiks-afiks asli bahasa Indonesia.
c)
Macam Afiks Ditinjau dari Produktifitasnya
Jika kita perhatikan afiks-afiks yang telah yang telah diuraikan pada bagian terdahulu,
ada afiks terbatas sekali penggunaannya dan ada yang memiliki kemampuan melekat pada
satuan lain yang lebih besar. Afiks –da, misalnya, hanya melekat secara terbatas pada bentukbentuk yang menyatakanmakna kekeluargaan, seperti: ayahanda, ibunda, pamanda, adinda,
kakanda. Contoh lain afiks-afiks –el-, -er-, dan –em- hanya melekat pada bentuk-bentuk yang
sudah ada, tidak mampu menghasilkan bentuk atau kata-kata baru. Di lain pihak seperti afiks
meN-, secara distributive mampu menghasilkan kata-kata baru begitu produktif, seperti
terlihat pada kata-kata, melayar, melebar, melangkah, menjadi, membengkak, membisu,
menjawab, mencabik-cabik, mengangkat, mengangkut, menyanyi, menyapu, menyisir,
menghunus, mengintai, mengebom, mengecat, mengetik, dan banyak lagi. Golongan afiks
yang pertama disebut afiks yang improduktif, sedangkan golongan yang kedua afiks yang
produktif.
Berdasarkan contoh di atas, dapatlah disimpulkan bahwa afiks improduktif ialah afiks
yang tidak distributive, yang tidak memiliki kemampuan untuk melekatkan diri pada bentuk
lain yang lebih banyak, terbatas pada satuan-satuan tertentu, sedangkan afiks produktif
merupakan kebalikan afiks improduktif ialah afiks yang distributive yang besar
kesanggupannya melekatkan diri pada morfem-morfem lain lebih banyak.
Ramlan (1983:55) menyatakan afiks-afiks pra-, a-, -el-, -er-, -em-, -is, -man, dan -wi
merupakan afiks-afiks yang improduktif. Afiks-afiks yang tergolong produktif yaitu peN-,
meN-, ber-, di-, ke-, ter-, per-, se-, maha-, para-, -kan, -an, -i, -wan, meN-kan, ber-kan, peran, peN-an, di-kan, ke-an, ber-an, se-nya.
26 | P a g e
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
10
Reduplikasi atau Proses Pengulangan dalam Bahasa Indonesia
Reduplikasi atau Proses Pengulangan dalan Bahasa Indonesia
Proses pengulangan atau reduplikasi merupakan proses morfo1ogis yang banyak
terjadi pada bahasa-bahasa di dunia. Reduplikasi ialah proses pengulangan bentuk yang
terjadi pada keseluruhan bentuk dasar atau sebagian saja, mungkin diikuti oleh variasi fonem
atau pun tidak. Bentukan yang terjadi dari hasil reduplikasi disebut kata ulang (Ahmadslamet,
1980:61; Pamlan,1983:55) sedangkan bentuk (satuan) yang diulang disebut bentuk dasar
(Ramlan, 1983:55).
Sebagai gambaran untuk mempertegas definisi di atas, perhatikan korpus di bawah
ini.
Bentuk Dasar
Kata Ulang
duduk
duduk-duduk
berjalan
berjalan-jalan
anak
anak-anakan
lauk
lauk pauk
1)
Masalah Bentuk Dasar Kata Ulang
Kalau kita tinjau berbagai buku tata bahasa, di antara mereka terdapat perbedaan
dalam mengklasifikasikan atau membagi-bagi kata. Sebagai contoh, kata berjalan-jalan oleh
Gorys Keraf (1982:120) dan Alisahbana (l954:68) dimasukan ke dalam macam kata ulang
berimbuhan, sedangkan Slametmulyana (1957:38), Ramlan (1983:57), dan Ahmadslamet
(1982:61) menggolongkannya ke dalam kata ulang sebagian.
Perbedaan pengklasifikasian atau penggolongan sperti di atas disebabkan oleh
bedanya sistem konsepsi (Parera, 1980:40). Keraf dan Aliisjahbana berdsarkan pada konsepsi
kata dasar, sedangkan Slametulyana, Ramlan, dan Ahmadslamet. berlandaskan pada bentuk
dasar. Kata dasar merupakan istilah dalam tata bahasa tradisional yang maknanya hampir
sama dengan bentuk bebas yakni kata yang belum mengalami perubahan atau penambahan.
(Alisahbana, 1954:6). Umumnya kata dasar bahasa Indonesia dan juga semua bahasa yang
sekeluarga dengan bahasa Indonesia terjadi dari dua suku kata (Keraf,1982:51) .
Dengan berbedanya konsepsi dalam membahas pengulangan, maka jelaslah hasilnya
pun akan berbeda. Berdasarkan hasil teori, saya cenderung terhadap pendapat yang
menggunakan bentuk dasar sebagai konsepsi penggolongan pengulangan. Dengan perkataan
lain, bentuk dasar pengulangan mungkin merupakan bentuk (satuan) yang bermorfem tunggal
mungkin pula jamak.
2)
Menentukan Bentuk Dasar Kata Ulang
Untuk mementukan bentuk dasar suatu kata ulang, Ramlan, (1983:57) rnenggunakan
dua prinsip. Kedua prinsip tersebut ialah:
1) Reduplikasi (pengulangan) pada dasarnya tidak mengubah golongan atau jenis
kata. Dengan berpegang pada prinsip tersebut dapatlah ditentukan jika kata ulang itu
termasuk jenis kata kerja, maka bentuk dasarnya pun kata kerja. Jika kata ulang tersebut
termasuk kata benda, maka bentuk dasarnya pun kata benda. Perhatikan contoh-contah
27 | P a g e
berikut!
berkata-kata (k. kerja): bentuk dasarnya berkata (kata kerja) bukan kata (kata benda)
gunung-gunung (k. benda): bentuk dasarnya gunung (kata benda)
kemerah-merahan (k. sifat): bentuk dasarnya merah (k. sifat )
melemparkan (k. kerja): bentuk dasarnya melempar (k. kerja)
pemikiran-pemikiran (k. benda) : bentuk dasarnya pemikiran (k. benda)
2) Bentuk dasar kata ulang selalu berupa bentuk (satuan) yang terdapat dalam
penggunaan bahasa. Contohnya:
mempertahan-tahankan
: bentuk dasarnya mempertahankan bukan memertahan
karena tidak terdapat di dalam pemakaian bahasa
rnengata-ngatakan
: bentuk dasarnya mengatakan
berdesak-desakkan
: bentuk dasarnya berdesakkan
Pada kata ulang menulis-nuliskan, ada dua kemungkinan sebagai bentuk dasarnya.
Pertama bentuk dasarnya mungkin menulis diulang menjadi menulis-nulis, setelah itu
mendapat afiks -kan menjadi menulis-nuliskan. Kedua, bentuk dasarnya mungkin menuliskan
diulang menjadi menulis-nuliskan.
3)
Macam-macam Pengulangan
Pengulangan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi empat macam.
Pembedaan ini ditinjau dari cara mengulang suatu bentuk dasarnya. Berikut ini paparan
keempat macam pengulangan tersebut.
1. Pengulangan Utuh atau Pengulangan Seluruhnya
Pengulangan utuh atau pengulangan seluruhnya yaitu pengulangan seluruh bentuk
dasar, tanpa perubahan fonem dan juga tidak berkombinasi dengan proses afiksasi. Hasilnya
disebut kata ulang seluruhnya atau kata ulang utuh, istilah Keraf (1982:119) dwilingga,
sedangkan Parera (1982:52) menyebutnya bentuk ulang simetris.
Contohnya:
tong → tong-tong
buku → buku-buku
kebaikan → kebaikan-kebajkan
pembangunan → pembangunan-pembangunan
2) Pengu1angan Sebagian
Pengulangan sebagian ialah proses pembentukan kata dengan cara mengulang
sebagian bentuk dasarnya, Perhatikanlah contoh berikut!
tamu → tetamu
laki → lelaki
ditarik → ditarik-tarik
dilemparkan → dilempar-lemparkan
tumbuhan → tumbuh-tumbuhan
Berdasarkan contoh-contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa
pengulangan sebagian pada bentuk dasar bermorfem tunggal, yang diulang hanya suku kata
awalnya (lelaki, tetangga). Vokal suku kata yang diulang mengalami pelemahan dan bergeser
ke posisi tengah menjadi é pepet (contoh lain: luasa menjadi leluasa; luhur menjadi leluhur).
Pengulangan sebagian yang, bentuk dasarnyab bentuk kompleks, cenderung hanya
mengulang bentuk asalnya (ditarik-tarik, dilempar-lemparkan, tumbuh-tumbuhan, yang
diulang tarik, lempar, tumbuh).
28 | P a g e
Parera (1982:53) memperkenalkan istilah lain, yaitu bentuk ulang regresif dan bentuk
ulang progresif. Pengertian itu akan menjadi jelas dengan melihat korpus berikut.
Bentuk Ulang
Regresif
dorong
−
sepak
−
tolong
−
Bentuk Dasar
mendorong
menyepak
menolong
mendorong
menyepak
terbatuk
berbeda
berganti
perlahan
pertama
Progresif
−
−
−
−
−
−
−
dorong
nyepak
batuk
beda
ganti
lahan
tama
Jadi apakah bentuk ulang regresif dan bentuk ulang progresif? Sebuah bentuk ulang
disebut bentuk ulang regresif, jika dalam bentuk ulang tersebut dapatt ditemukan atau tampak
―dasar kata‖ (bentuk asal, pen.). Sedangkan bentuk ulang progresif adalah sebuah bentuk
ulang yang mengulang sebagian bentuk dasar dan bentuk itu terikat kepada bentuk dasar.
Tampak jelas dari contoh-contoh di atas, bentuk dasar yang berafiks meN- pada umumnya
mengalami bentuk ulang regresif dan kadang-kadang progresif. Bentuk dasar yang berafiks
ter-, ber-, dan per- pada umumnya mengalami bentuk ulang progresif (Parera, 1982:53). Pada
bentuk ulang regresif, tampaklah bahwa bentuk dasar yang diulang letaknya di belakang
―morfem ulang‖, sedangkan bentuk ulang progresif bentuk dasar yang diulang terletak di
depan ―morfem ulang‖.
3) Pengu1anan Serempak dengan Afiksasi
Pengulangan golongan ini dilakukan dengan cara mengulang seluruh bentuk dasar
sekaligus dengan afiksasi dan bersama-sama mendukung satu fungsi dan satu arti. Misalnya
kata anak-anakan. Berdasarkan prinsip ke-2, yang menyatakan bahwa ‖bentuk dasar kata
ulang merupakan satuan atau bentuk yang terdapat dalam bahasa,‖ kita dapat menentukan
bahwa bentuk dasarnya anak, bukan anakan. Anakan tidak terdapat dalam penggunaan
bahasa Indonesia,
Berdasarkan penjelasan di atas, kita mencoba mencari proses terbentuknya kata anakanakan. Pertama bentuk dasar anak-anakan mungkin anak-anak, lalu mendapat imbuhan
menjadi anak-anakan. Kedua bentuk dasar anak-anakan bentuk dasarnya anak diulang dengan
mendapat afiks -an sekaligus.
Berdasarkan faktor arti, alternatif pertama tidaklah mungkin. Pengulangan anak
menjadi anak-anak mempunyai makna atau arti banyak, sedangkan pada kata anak-anakan
makna tersebut tidak ada. Yang ada adalah arti atau makna ‗menyerupai apa yang tersebut
pada bentuk dasar‘. Jelaslah bahwa satu-satunya alternatif ialah kata anak-anakan terbentuk
dari bentuk dasar anak yang diulang serempak dengan melekatnya afiks –an. Contoh lainnya
lihatlah berikut ini!
kereta → kereta-keretaan
hijau → kehijau-hijauan
cantik → secantik-cantiknya
Dengan melihat contoh di atas, Prawirasumantri (1986:7) merumuskan reduplikasi
serempak dengan afiksasi tiga macam yaitu: (1) R-an (Peduplikasi + afiks
-an), (2) ke-an
(Reduplikasi + afiks ke-an), dan (3) se-R-nya (Peduplikasi + afiks se-nya).
29 | P a g e
4) Pengulangan dengan Perubahan Fonem
Pengulangan dengan perubahan fonem ialah pengulangan seluruh bentuk dasar
dengan disertai adanya perubahan fonem bentuk dasar yang diulangnya, baik vokal maupun
konsonan. Perhatikan contoh berikut!
gerak → gerak-gerik
serba → serba-serbi
lauk → lauk-pauk
ramah → ramah-tamah
sayur → sayur-mayur
Parera (1982:55) menyebutnya dengan istilah lain yaitu bentuk ulang vokal dan
bentuk ulang konsonan. Beliau meninjau dari segi struktur. Bentuk ulang vokal ialah
pengulangan terhadap vokal-vokal bentuk dasar sedangkan bunyi-bunyi konsonan mengalami
variasi atau berselisih dengan bunyi-bunyi konsonan bentuk dasar. Bentuk ulang konsonan
sebaliknya dan bunyi ulaing vocal yaitu pengulangan konsonan-konsonan dan bentuk dasar
dan bunyi-bunyi vokal mengalami variasi atau berselisih dengan bunyi-bunyi vokal bentuk
dasar. Agar pengertian tersebut jelas, perhatikan contoh-contoh berikut.
Bentuk Ulang
Bunyi yang
Bentuk Dasar
Diulang
Vokal
Konsonan
serba
−
serba-serbi
s, r, b
warna
−
warna-warni
w, r, n
balik
−
bolak-balik
b, l, k
gerak
−
gerak-gerik
g, r, k
ramah
ramah-tamah
−
a, a
lauk
lauk-pauk
−
a, u
cerai
cerai-berai
−
e, ai
tegap
tegap-begap
−
e, a
Dapatlah dilihat bahwa penggolongan ini melihat apa yang diulang. Empat contoh
pertama menunjukkan bahwa yang diulang adalah bunyi-bunyi konsonan, bentuk ulangnya
disebut bentuk ulang konsonan, (yang diulang adalah a, r, b pada serba-serbi, w, r, n pada
warna-warni, b, 1, k pada bolak-balik, g r, k pada gerak-gerik), sedangkan empat contoh
berikutny memperlihatkan bahwa yang diulangnya adalah vokal-vokal bentuk dasar, itu
termauk bentuk ulang vokal (yang diulangnya ialah: a, a pada ramah-tamah, a, u pada 1aukpauk, e, ai pada cerai—berai, dan e, a pada tegap-begap).
4)
Bentuk-bentuk Lain yang Mirip Kata Ulang
Pada suatu malam, ada seseorang yang berteriak, Maling! Maling! atau Kebakaran!
Kebakaran!. Ada seoran pedagang mengucapkan, ―Pisang! Pisang! Kacang ! Rokok! Rokok!.
Dengar pula nyanyian, ―Boleh, boleh, boleh, dipandang, asal jangan, jangan dipegang!‖.
Jika dilihat secara sekilas, bentuk-bentuk di atas tampaknya sama dengan kata ulang
(Parera menyebutnya bentuk ulang). Memang secara struktur, bentuk-bentuk tersebut dapat
dikembalikan pada bentuk dasar masing-masing, akan tetapi ada kaitan rnakna di antara
unsur-unsurnya. Dalam hal ini kata-kata yang diulang ini mempunyai otonomi sendirisendiri. Hubungan makna unsur-unsur yang diulang itu tidak ada. Bentuk-bentuk seperti
itulah yang kadang-kadang membuat kita tersesat. Bentuk-bentuk itu terdiri atas beberapa
kata, berbeda dengan kata ulang termasuk satu kata. Bentuk-bentuk itu disebut ulangan kata.
Perhatikan pula bentuk-bentuk seperti: cumi-cumi, lobi-lobi, ani-ani, kupu-kupu.
Bentuk-bentuk ini pun tampaknya seperti kata ulang. Namun kalau kita kaji lebih jauh,
bentuk-bentuk seperti ini tidak mempunyai bentuk dasar. Cumi, lobi, ani, kupu tidak ada
30 | P a g e
dalam penggunaan bahasa, oleh karena itu tidak mungkin merupakan bentuk dasar. Bentukbentuk seperti teramasuk kata dasar atau kata yang bermorfem tunggal.
Bentuk lain yang sering dikacaukan dengan kata ulang antara lain bentuk-bentuk
seperti: simpang-siur, sunyi-senyap, lalu-lalang, beras-petas. Effendi (1958:44), misalnya
menyebutkan bentuk-bentuk seperti itu termasuk kata ulang berubah bunyi. Kalau kita
menyebutkan bentuk-bentuk seperti itu kata ulang, mungkinkah siur, senyap, lalang, dan
petas masing-masing perubahan dan simpang, sunyi, lalu, dann beras? Perubahan-perubahan
seperti itu sukar dijelaskan dan secara deskriptif hal itu tidak mungkin. Oleh karena itu,
Ramlan (1983:51) menggolongkan bentuk-bentuk seperti itu masuk kata majemuk yang salah
satu unsurnya berupa morfem unik, yakni morfem-morfem yang hanya mampu berkombinasi
dengan satu bentuk tertentu .
31 | P a g e
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
11
Komposisi atau Pemajemukan dalam Bahasa Indonesia
Komposisi atau Pemajemukan dalam Bahasa Indonesia
Pembicaraan tentang kata majemuk dan pemajemukan sampai sekarang belum pernah
memuaskan semua pihak. Faktor-faktor yang terlibat di dalamnya tidak selalu dapat
dijelaskan secara kebahasaan. Di antara penulis tata bahasa, ada yang mencoba
menjelaskannya dari sudut arti yang dikandungnya, ada pula yang rnencoba menjelaskan dari
segi struktur dengan menentukan ciri-cirinya (Ahmadslamet, 1982:65), bahkan ada pula yang
menggabungkan kedua segi tinjau tersebut.
Kalau kita membaca buku-buku tata bahasa, lebih terlihat adanya pertentangan
tentang pembahasa pemajemukan dan tata majemuk. Golongan pertama yang rnengatakan
bahwa kata majemuk itu ada dalam bahasa Indonesia seperti Slametmulyana (1957) dalam
bukunya Kaidah Bahasa Indonesia II, St. Takdir Alisyahbana (1953) dalam bukunya Tata
Bahasa Baru Bahasa Indonesia Jilid II, Gorys Keraf (1982) dalam bukunya Tata Bahasa
Indonesia untuk SLA, dan Ramlan (1983) dalam bukunya Ilmu Bahasa Indonesia, Morfologi,
Suatu Tinjauan Deskritif. Golongan kedua, A.A. Fokker (1972) dalam Sintaksis Indonesia
terjemahan Jonhar dan Jos Daniel Parera dalam bukunya Pengantar Linguistik Umum Bidang
Morfologi Seri B (Parera, 1980:59).
Yang tidak setuju mengemukakan argumentasi bahwa konsep yang diberikan
terhadap penamaan kata majemuk tidak sesuai dengan contoh-contoh fakta kebahasaan yang
dikemukakan. Contoh-contoh yang diajukan tidak mendukung definisi kata majemuk yang
berbunyi, ―gabungan dua kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan.dan menimbulkan
pengertian baru‖. Contohnya kamar mandi dan semangat juang, tidak memperlihatkan adanya
kesatuan baik secara struktur maupun semantis. Secara struktur di antara kata-kata tersebut
sebenarnya masih dapat disisipkan kata-kata lain. Di antara kamar mandi masih dapat
disisipkan kata untuk sehingga menjadi kamar untuk mandi, pada semangat juang dapat
disispkan bentuk-bentuk dalam dan bentuk ber- sehingga menjadi selamat dalam berjuang.
Secara semantis, gabungan kamar mandi dan semangat juang tidak memperlihatkan adanya
makna yang benar-benar baru yang benar-benar berbeda dengan makna dasar unsurunsurnya. Pada gabungan kamar mandi masih terasa makna kamar dan pada semangat juang
masih tarkandung makna semangat (Sitindoan, l984:99).
Parera (1980:60) mengemukakan alasan lain, ditilik dari segi definisi terlihat adanya
kontadiksi dalam definisi tersebut. Yang dimaksud oleh beliau yakni satu kata yang terdiri
dari dua kata atau lebih. Secara matematis, 1+1 = 1 atau 1+1+1 = 1. Dalam hal ini, definisi
tersebut kekurangan satu konsep yang lain yaitu konsepsi kata. Satu kata ditambahi satu kata
yang nilainya sama pastilah hasilnya dua kata, dan bukan satu kata seperti definisi, ―kata
majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung satu pengertian‖.
Keberatan lain yang dikernukakan Parera terhadap pendapat yang ada yaitu dalam
membahasa kata majemuk bahasa Indonesia, terdapat pencampuradukan aspek makna dan
aspek bentuk dalam satu definisi, karena pada akhirnya aspek makna yang akan menjadi
pedoman dan dominan dalam analisis bahasa kita. Itu berbahaya.
Di sini, penulis tidak akan mempertentangkan dua golongan secara mendetail.
Terlepas dan setuju atau tidaknya ada kata majemuk dalam bahasa Indonesia, penulis akan
32 | P a g e
mengernukakan pendapat yang menyetujui adanya pendapat kata majemuk dalam bahasa
Indonesia. Hal ini penulis lakukan karena pendapat ini banyak dikutip dan dipergunakan
sebagai pedoman bahan pengajaran di sekolah-sekolah. Berikut ini, penulis akan
memaparkan pendapat Ramlan (1983), yang ditunjang oleh Prawirasumantri (1986),
Ahmadslamet (I982), dan Badudu (1976).
1)
Pengertian Pemajemukan dan Kata Majemuk
Pemajemukan yaitu proses morfologis yang berupa perangkaian (bersama-sama) dua
buah bentuk dasar (bentuk asal) atau lebih yang menghasilkan satu kata (Prawirasumantri,
1986:10), Hasil proses pemajemukan disebut kata majemuk, Ramlan (1983:67)
mendefinisikan kata majemuk yakni kata yang terdiri dari dua kata atau lebih sebagai
unsurnya. Sedangkan Badudu (1976: 8) mendefinisikannya, gabungan dua buah morfem
dasar atau lebih yang mengandung (memberikan) suatu pengertian baru. Kata majemuk
tidaklah menonjolkan arti tiap kata, tetapi gabungan kata tersebut bersama-sama membentuk
suatu makna.
Dan definisi yang dikemukakan ada perbedaan pengertian kata majemuk menurut
Ramlan dengan Badudu, Jika Ramlan mendefinisikan kata mjemuk, ―kata yang terdiri dan
dua kata atau lebih‖, maka kata-kata seperti beras-petas, lalu-lalang, simpang-siur yang oleh
Ramlan dimasukkan ke dalam kata majemuk, hal itu tidak dapat dipertahankan lagi.
Benarkah petas, lalang, dan siur termasuk kata? Jelas tidak benar. Supaya kata-kata seperti itu
dapat digolongkan ke dalam kata majemuk, maka definisi kata majemuk ialah ― kata yang
dihasilkan dengan cara menggabungkan dua buah bentuk dasar atau lebih yang berbeda‖.
Sedangkan proses pemajemukan atau komposisi dapat didefinisikan, proses penggabungan
dua buah bentuk dasar atau lebih yang berbeda untuk menghasilkan sebuah kata baru.
2)
Ciri-ciri Kata Majemuk
Ramlan (1983:67), Prawirasumantri (1986:11), dan Ahmadslamet (1982:66)
menerangkan, sekilas kata majemuk sukar dibedakan dan bentuk lingual atau satuan gramatik
yang berupa konstruksi predikatif, yakni suatu konstruksi yang terdini atas subjek dan
predikat, dan konstruksi endosentris yang atributif yakni frase yang rnempunyai distribusi
yang sama dengan salah satu atau semua unsurnya.
Agar perbedaannya jelas, analisislah bentuk kamar mandi dan adik mandi.
Tampaknya dua bentuk tersebut sama, karena sama-sama dibangun oleh KB + KK. Akan
tetapi kalau kita analisis, kedua bentuk tersebut mempunyai sifat yang berbeda. Bentuk kamar
mandi bukanlah konstruksi predikadif atau frase endosentris yang atributif, tetapi merupakan
sebuah kata benda. Berbeda dengan bentuk adik mandi , ia merupakan sebuah konstruksi
predikatif (adik sebagai subjek dan mandi sebagai predikat). Kamar mandi termasuk kata
majemuk, sedangkan mandi bukan kata majernuk.
Berdasarkan penjelasan di atas, Ramlan (1983:69) mengemukakan ciri-ciri kata
majemuk sebagai berikut.
l) Gabungan dua buah bentuk dasar (bentuk asal) atau lebih yang salah satu atau semua
unsurnya berupa pokok kata termasuk kata majemuk.
Pokok kata yaitu bentuk lingual atau satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri
dalam tuturan biasa dan secara gramatis tidak memiliki sifat bebas tetapi dapat dijadikan
bentuk dasar sutu kata kompleks. Bentuk yang terdiri dari bentuk dasarnya yang berupa
morfem bebas dengan pokok kata atau pokok kata semua, maka gabungan tersebut pastilah
termasuk kata majemuk. Contohnya: kolam renang, medan tempur, temu karya, tanggung
jawab.
2) Unsur-unsur kata majemuk tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah
33 | P a g e
strukturnya.
Untuk memperjelas ciri tersebut, perhatikanlah dan bandingkan bentuk-bentuk yang
berada dalam korpus.
I
kamar mati
meja makan
rumah sakit
kaki tangan
kamar kecil
tangan kanan
II
tikus mati
adik makan
burung sakit
kaki dan tangan
kamar yang kecil
tangan yang kanan
Bentuk-bentuk yang ada pada lajur I merurakan kata majemuk, sedangkan lajur II
bukan kata majemuk. Bentuk kamar mati tidak dapat dipisahkan. menjadi kamar yang mati,
begitu pula. dengan meja dengan meja makan, rumah sakit, kaki tangan, kamar kecil, tangan
kanan. Bentuk-bentuk itu juga tidak dapat ditukar tempatnya menjadi mati kamar, makan
meja, sakit rumah dan seterusnya. Bentuk-bentuk kaki tangan, kamar kecil, dan tangan kanan
mungkin bisa dipisahkan oleh bentuk atau satuan yang atau dan seperti terlihat pada kolorn
II, namun arti atau makna yang dikandungnya akan berubah sama sekali. Tangan kanan pada
lajur I artinya ‗orang kepercayaan‘ sedangkan tanan (yang) kanan pada lajur II artinya
―anggota badan dari siku ke ujung jari yang ada di sebelah kanan‘. Bentuk-bentuk yang ada
pada lajur I itulah yang disebut dengan kata majemuk.
Akhirnya, perlu disinggung lagi di sini bentuk yang terdiri atas bantuk dasar dan
morfem unik yakni morfem yang tidak pernah hadir dalam pemakaian bahasa kecuali dalam
keadaan berkombinasi dengan bentuk tertentu. Gabungan seperti itu disebut kata majemuk
yang salah satu bentuk dasarnya berupa morfem unik. Contoh kata majemuk. yang
mengandung morfem unik ialah tumpah ruah, simpang siur, sunyi senyap, terang benderang,
gelap gulita, lalu lalang, kering kerontang, tua bangka, tua renta, muda belia. Tentukan mana
yang termasuk morfem uniknya?
Lebih terinci Keraf (1982:125) menyatakn cirri-ciri kata majemuk sebagai berikut:
1) Gabungan itu membentuk suatu arti.
2) Gabungan itu dalam hubungannnya ke luar membentuk satu pusat, yang menarik
keterangan-keterangan atas kesatuan itu, bukan atas bagian-bagiannya.
3) Biasa terdiri atas kata-kata dasar.
4) Frekuensi pemakaiannya tinggi.
5) Terutama kata-kata majemuk yang bersifat endosentris, terbentuk menueur hukum
DM (Diterargkan mendahului menerangkan).
3)
Macam-macam Kata Majemuk
Kata majemuk dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kata majemuk endosentris
dan eksosentris. Kata majemuk endosentris yaitu kata majemuk yang konstruksi distribusinya
sama dengan kedua (ketiga) atau salah satu unsurnya. Kata majemuk eksosentris, sebaliknya,
yaitu kata majemuk yang konstruksinya itu berlainan distribusinya dan salah satu unsurnya
(Samsuri, 1982:200). Untuk menjelaskan hal itu, beliau mengemukakan contoh bentukan
rumah sakit dan jual beli, yang kedua-duanya merupakan kata majemuk. Yang pertama kata
majemuk endosentris, sedangkan yang kedua eksosentris. Perhatikanlah:
l) a.Rumah sakit itu baru dibangun.
b.Rumah itu baru dibangun.
Melihat contoh di atas, jelaslah bahwa rumah berdistribusi sama dengan rumah sakit,
sehingga selain kalimat l.a. kalimat 1.b. pun ada dalam bahasa Indonesia. Dengan perkatan
34 | P a g e
lain satuan rumah dapat menggantikan satuan rumah sakit.
2) a. Kedua orang itu mengadakan jual beli.
b. Kedua orang itu mengadakan jual. *)
c. Kedua orang itu mengadakan beli. *)
Tanda *) berarti kalimat 2.b. dan 2,c. tidak ada dalam bahasa Indonesia. Jelaslah distribusi
jual beli berlainan distrubusinya dengan jual ataupun beli. Itulah yang disebut kata majemuk
eksosentris.
Kata majemuk endosentris dapat dibedakan menjadi: kata majemuk koordinatif yaitu
kata majemuk yang unsur-unsurnya mempunyai hubungan yang setara atau sederajat,
misalnya: budi bahasa (Suwarso, 1979:38); kata majemuk atributif atau subordinatif yaitu
kata majemuk yang salah satu unsurnya menjadi penjelas atau atribut unsur lainnya,
misalnya: rumah sakit, orang tua (Suwarso, 1979:38) ; dan kata majemuk yang salah satu
unsurnya berupa morfem unik, misalnya: lalu lalang (Ramlan, l983:50).
35 | P a g e
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
12
Konsep Dasar Morfofonemik
MORFOFONEMIK
Pada bagian ini, akan ditemukan paparan tentang:
1) pengertian morfofonemik;
2) penghilangan bunyi:
3) penambahan bunyi;
4) perubahan bunyi;
5) perubahan dan penambahan bunyi:
6) perubahan dan penghilangan bunyi;
7) peloncatan bunyi; serta
8) asimilasi dan desimilasi.
A.
Apakah Morfofonemik Itu?
Morfofonemik adalah cabang linguistic yang mempelajari perubahan bunyi yang
diakibatkanoleh adanya pengelompokkan morfem. Nelson Francis (1958) mengatakan bahwa
morfofonemik mempelajari variasi-variasi yang tampak pada struktur fonemik alomorfalomorf sebagai akibatpengelompokkan menjadi kata (Ahmadslamet, 1982:69). Penegertian
lain dilontarkan oleh Samsuri (1982:201) bahwa morfofonemik merupakan studi tentang
perubahan-perubahan fonem yang disebabkan hubungan dua morfematau lebih serta
pemberian tanda-tandanya.
Prawirasumantri (1986:37) memberikan contoh untuk memperjelas bidang garapan
morfofonemik yakni dengan pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar menghasilkan
bentuk belajar. Pada proses morfologis ini terjadi perubahan /r/ menjadi /l/. pertemuan
morfem meN- dengan lihat menjadi melihat. Disini tampak bunyi /N/ hilang menjadi me-.
Perubahan-perubahan bunyi akibat pertemuan dua morfem atau lebih disebut morfofonemis,
sedangkan tanda huruf besar pada meN- yang pada ralitas fonemis bisa berupa beberapa
macam bunyi/fonem disebut morfofonem, dan ilmu yang mempelajarinya disebut
morfofonemik.
Morfofonernis bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu: (1)
penghilangan bunyi; (2) penambahan bunyi; (3) perubahan bunyi; (4) perubahan dan pe
nambahan bunyi; (5) perubahan dan penghilangan bunyi; dan (6) peloncatan bunyi.
B.
Penghilangan Bunyi
Proses penghilangan bunyi dapat terjadi atas:
1) Bunyi /N/ pada meN- dan peN- yang hilang karena pertemuan kedua morfem
tersebut dengan bentuk dasar yang berbunyi atau berfonem awal /r, l, y, w/ dan
nasal.
Misalnya:
meN- + ramu
→
meramu
meN- + lucu
→
melucu
36 | P a g e
meN- + yakini (?)
meN- + wangi
meN- + nyanyi
meN- + minyak
meN- + ngeong
meN- + nanti
→
→
→
→
→
→
meyakini
mewangi
menyanyi
meminyak
mengeong
menanti
peN- + rusak
peN- + lacak
peN- + yakin
peN- + wajib
peN- + nyala
peN- + mabuk
peN- + nanti
→
→
→
→
→
→
→
perusak
pelacak
peyakin
pewajib
penyala
pemabuk
penanti
1. Fonem /r/ pada morfern ber-, ter-, dan per- hilang bila yang berbunyi atau
berfonem awal /r/ atau yang suku pertamanya berakhir dengan bunyi /r/.
misalnya:
ber- + rambut
→
berambut
ber- + serta
→
beserta
ber- + kerja
→
bekerja
ter- + rasa
ter- + pedaya
ter- + rayu
→
→
→
terasa
terpedaya
terayu
ter- + ramal
ter- + ramai
ter- + serta
→
→
→
peramal
peramai
peserta
C.
Penambahan Bunyi
Proses penambahan bunyi terjadi pada:
1) Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an, menyebabkan timbulnya
fonem atau bunyi /?/ bila bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/.
Misalnya:
-an + sapa
→
sapaan
ke-an + sama
→
kesamaan
per-an + kata
→
perkataan
Catatan
Jika peN-an dipertemukan dengan bentuk dasar yang diawali bunyi /p, t, k, dan s/ dan
diakhiri oleh vocal maka morfofonemis yang terjadi berupa perubahan, penghilangan dan
penambahan bunyi.
Contoh:
peN-an + tanda
→
penandaan
peN-an + padu
→
pemaduan
peN-an + kaji
→
pengajian
peN-an + sampai
→
penyampaian
2) Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang
berakhir dengan bunyi /i/ akan menyebabkan timbulnya bunyi /y/.
37 | P a g e
Misalnya:
-an + hari
→
harian
ke-an + serasi
→
keserasian
per-an + api
→
perapian
3) Pertemuan antara morfem , ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang
berkhir dengan fonem /u, o/ akan menyebabkan timbulnya fonem /w/.
Misalnya:
-an + jamu
→
jamuan
ke-an + lucu
→
kelucuan
per-an + sekutu
→
persekutuan
-an + kilo
ke-an + loyo
per-an + toko
→
→
→
kiloan
keloyoan
pertokoan
D.
Perubahan Bunyi
Perubahan bunyi akan terjadi pada:
1) Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang dimulai
oleh fonem atau bunyi /d/ dan bunyi /s/ khusus pada bentuk dasar yang
berasal dari bahasa asing akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /n/.
meN- + datang
→
mendatang
meN- + survai
→
mensurvei
peN- + damar
peN- + supply
→
→
pedamar
pensupply
2) Pertemuan morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang berawal
dengan bunyi atau fonem /b, f/ akan terjadi perubahan bunyi /N/
menjadi /m/.
Misalnya:
meN- + buru
→
memburu
meN- + fitnah
→
memfitnah
peN- + buang
peN- + fitnah
→
→
pembuang
pemfitnah
3) Pertemuan morfem meN- den peN- dengan bentuk dasar yang berawal
dengan fonem /c, j/, maka fonem /N/ akan berubeh menadi /n/
Misalnya:
meN- + cakar
→
mencakar
meN- + jajal
→
menjajal
peN- + ceramah
peN- + jamu
→
→
penceramah
penjamu
4) Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan. bentuk dasar yang berbunyi
awal /g, h, x/ dan voka1 , maka fonem /N/ akan berubah menjadi /η/.
Misalnya:
meN- + garap
→
menggarap
meN- + hasut
→
menghasut
38 | P a g e
meN- + khayal
meN- + ambil
meN- + intip
meN- + ukur
meN- + ekor
meN- + orbit
→
→
→
→
→
→
mengkhayal
mengambil
mengintip
mengukur
mengekor
mengorbit
peN- + garis
peN- + harum
peN- + khianat
peN- + angkat
peN- + isap
peN- + umpat
peN- + olah
→
→
→
→
→
→
→
penggaris
pengharum
pengkhianat
pengangkat
pengisap
pengumpat
pengolah
5) Pertemuan morfem ber- dan per— pada bentuk dasar ajar
mengakibatkan perubahan bunyi /r/ men jadi /1/. Peristiwa ini
sebenarnya merupakan peristiwa unik, sebab hanyac terjadi pada bentuk
dasar ajar sehingga ada yang mengatakan suatu ―kekecualian‖.
Perhatikanlah:
ber- + ajar
→
belajar
per- + ajar
→
pelajar
6) Pertemuan morfem ke-an dan -i dengan bentuk dasar berfonem akhir /?/
menyebabkan fonem tersebut berubah menjadi /k/.
Misalnya:
duduk /dudu?/ + ke-an
→
kedudukan
bedak /beda?/ + -i
→
bedaki
E.
Perubahan dan Penambahan Bunyi
Proses perubahan dan penambahan fonem doat terjadi pads:
1) Pertemuan morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang terdiri atas
satu suku kata menyebabkan perubahan bunyi /N/ menjadi /η/ dan
penambahan bunyi /∂/.
Misalnya:
meN- + bel
→
mengebel
meN- + cat
→
mengecat
meN- + tik
→
mengetik
2) Pertenuan morfem peN-an pada bentuk dasar berfonem awal /d, c, j/ dan berfonem akhir
/a, i, u, dan o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi /n/ dan bertambahnya /?, y, w/.
Contonnya:
peN-an + data
→
pendataan
peN-an + dahulu
→
pendahuluan
peN-an + cahaya
→
pencahayaan
peN-an + cari
→
pencarian
peN-an + calo
→
pencaloan
peN-an + jaga
→
penjagaan
peN-an + juri
→
penjurian
39 | P a g e
3) Pertemuan morfem peN-an pada bentuk dasar yang berfonem awal /b, f/ dan berfonem
akhir vokal /a, i, u, dan o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi /m/ dan bertambahnya bunyi
/?, y, w/.
Contohnya:
peN-an + buka
→
pembukaan
peN-an + beri
→
pemberian
peN-an + buku
→
pembukuan
peN-an + blangko
→
pemblangkoan
peN-an + fakta
→
fakta
peN-an + foto
→
foto
4) Pertemuan morfem peN-an pada bentuk dasar yang berfonem awal /g, h, kh/ dan berfonem
akhir vocal /a, i, u, o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi /m / dan bertaoibahnya bunyi /?,
Y, w/.
Contohnya:
peN-an + guna
→
penggunaan
peN-an + gali
→
penggalian
peN-an + gadai
→
penggadaian
peN-an + ganggu
→
penggangguan
peN-an + harga
→
penghargaan
peN-an + hijau
→
penghijauan
5) Pertemuan morfem peN-an pada bentuk dasar yang dimulai oleh vokal dan diakhiri oleh
vokal /a, i, u, o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi / / dan bertambahnya bunyi /?, y, w/.
Contohnya:
peN-an + ada
peN-an + adu
peN-an + andai
peN-an + utama
peN-an + urai
peN-an + intai
peN-an + operasi
→
→
→
→
→
→
→
pengadaan
pengaduan
pengandaian
pengutamaan
penguraian
pengintaian
pengoprasian
F.
Perubahan dan Penghilangan Bunyi
Proses perubahan dan penghilangan bunyi terjadi pandai:
1) Pertemuan peN- dan meN- pada bentuk dasar yang dimulai oleh fonem /p/ akan perubahan
/N/ menjadi /m/ dan fonem awal bentuk dasar hilang.
Contohnya:
peN- + peras
→
pemeras
meN- + paksa
→
memaksa
2) Pertemuan morfem peN- dan meN- pada bentuk dasar yang dimulai oleh fonem /t/ akan
mengakibatkan perubahan /N/ menjadi /n/ dan hilangnya fonem awal bentuk dasar.
Contohnya:
peN- + tari
→
penari
meN- + tendang
→
menendang
40 | P a g e
3) Pertemuan morfem peN- dan meN- pada bentuk dasar yang diawali fonem /k/ akan
mengakibatkan perubahan fonem /N/ menjadi /η/ dan hilangnya fonem awal bentuk dasar.
Contohnya:
peN- + karang
→
pengarang
meN- + kurung
→
mengurung
4) Pertemuan morfem peN— dan meN— pada bentuk dasar yang diawali fonem /s/ akan
mengakibatkan perubahan fonem /N/ menjadi /η/ dan hilangnya fonem awal bentuk dasar
yang bersangkutan.
Contohnya:
peN- + sayang
→
penyayang
meN- + saring
→
menyaring
G.
Peloncatan Bunyi
Prawirasumantri (1986:40) menambahkan satu lagi bentuk morfofonemik bahasa
Indonesia yaitu peloncatan burnyi. Peloncatan fonem ini terjadi apabi1a dua atau 1ebih
bertukar tempat akibat petemuan morfem-morfem dalam bahasa Indonesia ditemukan sebuah
gejala ini, yakni peloncatan fonem /a/ dan /m/ pada kata padma dalam merah padam.
H.
Mengapa Asimilasi dan Disimilasi?
Setelah kita memaparkan masalah morofonemik yang dalam bahasa Indonesia, kita
mengetahui bahwa apabila dua morfem berkombinasi sering terjadi perubanan fonem, fonem
yang berdampingan akan menjadi sama atau lebih bersaingan. Yang dimaksud dengan
bersamaan di sini ialah bersamaan dalam ciri-ciri artikulatisnya. Kalau /N/ berubah menjadi
/m/ karena morfem awal bentuk dasar yang dilekatinya ialah /p/ maka terjadilah persamaan
ciri-ciri artikumatoris yakni sama-sama bunyi bilabial. Proses yang menyebabkan dua fonem
yang berbeda itu menjadi sama atau bersamaan disebut (Ahmadslamet, 1982:74). Asimilasi
dapat dibagi berdasarkan beberapa segi, yaitu berdasarkan tempat fonem yang dihasilkan ,
dan sifat asimilasi itu sendiri (Keraf, 1982:37).
1) Penggolongan asimilasi berdasarkan tempat fonem yang diasimilasikan.
Berdasarkan tempat fonem yang diasimilasikan, asimilasi dapat dibedakan menjadi
asimilasi progresif dan asimilasi regresif. Berikut ini penjelasannya.
a. Asimilasi progresif
Suatu asimilasi dikatakan asimilasi progresif apabila bunyi yang diasimilasikan
terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikan.
Contohnya: colnis (latin kuno) → collis (latin)
peN- + sabar → penyabar
meN- + pugar → memugar
b. Asimilasi regresif
Suatu asimilasi dikategorikan asimilasi regresif apabila bunyi yang diasimilasikan
mendahului bunyi yang mengasimilasikan.
Contohnya: in- + possible → impossible
en- + power → empower
peN- + bela → pembela
meN- + dengar
→ mendengar
2) Penggolongan asimilasi berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri.
Berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri, asimilasi dapat dibedakan menjadi asimilasi
total dan parsial.
41 | P a g e
a. Asimilasi Total
Yang dimaksud dengan asimilasi total yaitu penyamaan fonem yang diasimilasi
benar-benar serupa, atau degnan perkataan lain dua buah fonem yang disamakan tersebut,
dijadikan serupa betul.
Contohnya:
Dalam
Bahasa
Proses Asimilasi
Hasil Asimilasi
Indonesia
ad + salam (Arab)
assalam
asalam
in + moral (Ingg.)
immoral
imoral
ad + similatino (Lat)
assimilasi
asimilasi
meN- + periksa (Ind)
memeriksa
memeriksa
b. Asimilasi Parsial
Suatu asimilasi dikategorikan asimilasi parsial bila kedua fonem yang disarnakan itu
tidak persis melainkan hanya sejenis secara artikulatoris.
Contohnya:
in- + possible
→ impossible
meN- + bawa
→ membawa
en + bitter
→ embitter
peN- + dengar
→ pendengar
Kebalikan dan asimilasi adalah disimilasi yakni prosa dua fonem yang sama atau
bersamaan menjadi tidak sama.
Contohnya:
in + noble
→ ignoble
saj + jana (skt)
→ sarjana
sayur + sayur
→ sayur mayor
42 | P a g e
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
13
Penggolongan Kata Bahasa Indonesia secara Tradisional I
PENGGOLONGAN KATA BAHASA INDONESIA SECARA TRADISIONAL I
Pada bagian ini akan anda temukan paparan tentang:
1) penggolongan kata oleh C.A. Mees;
2) penggolongan kata oleh Tardjan Hadidjaja;
3) penggolongan kata oleh Soetarno; dan
4) penggolongan kata oleh Soetan Moehamad Zain.
Pentingnya Penggolongan Kata
Sejak ilmu bahasa dikembangkan dil Eropa, kata mempunyai kedudukan yang sangat
penting. Pada abad Ke-4 S.M. Aristoteles dalam karyanya Peri Hermenies menekankan kelas
kata menjadi inti pembahasan tentang bahasa (Kridalaksana, 1986:l). Bahkah sebelumnya,
Plato(429-347 S.M.) dalam Dialoog juga berbuat seperti itu yakni sangat memperhatikan
penjelasan kata (Parera, 115:43). Plato orang yang pertama kali yang membedakan kata
menjadi ōnoma dan rhēna yang kemudian menjadi kata benda (noun) dan kata kerja (verb).
Aristoteles makin menekanan pembedaan itu dan menambahan kategori ketiga yang disebut
sŷndemol yang meliputi kojugasi, artikel, dan
kata ganti (pronoun) (Bornsten, l979:2). Karya Plato dan Aristoteles inilah yang menjadi
induk pembahasan tata bahasa selanjutnya. Bagi tatabahasawan Eropa, deskripsi dan
preskripsi gramatika kelas kata dianggap begitu sentral, sehingga ada anggapan gramatika
tidak lain adalah kelas kata. Tradisi ini berkembang ke tanah air kita, sehingga pada awal
penyajian tata bahasa Indonesia, para tata bahasawan kita membahasnya berkisar pada kelas
kata (Kridalaksana, 1986:1).
Ilmu. bahasa semakin berkembang. Kini kita hidup di jaman linguistik modern. Jika
dahulu para pakar bahasa medeskripsikan suatu kiblatnya adalahtata bahasa Yunani Latin,
kini tidak lagi. Jika kita mempelajari suatu bahasa, maka sistem bahasa itulah yang
dipelajarinya secara langsung. Dengan kata lain para pakar bahasa atau linguis
mendeskripsikan sistem yang adapada bahasa yang bersangkutan. Itulah yang membedakan
linguis dengan tata bahasawan tradisional.
Berdasarkan kenyataan itulah, hasil linguis berlainan dengan hasil karya tata
bahasawan tradisonal. Dalam tata bahasa tradisonal, kelas kata diperlakukan begitu istimewa,
sebagai inti tata bahasa. Dalam linguistik modern, klasifikasi atau kategori kata hanyalah
sebagai salahh satu aspek tata bahasa, sejajar dengan aspek-aspek lainnya yang harus
mendapatkan perlakuan yang seimbang jika akan mendeskripsikan tata bahasa secara
memadai (Krida1aksana, 1986:5).
Bahwa penjenisan kata da1am suatu bahasa itu penting, kita tidak bisa menyankalnya.
Crystal (1967) menyatakan, ―Penggolongan kata menyederhanakan pemerian struktur bahasa
dan merupakan tahapan yang tidak boleh dilalui dalam penyusunan tata bahasa suatu bahasa
(Ramlan, 1935:1), oleh karena itu, setiap membicarakan mengenai tata bahasa tentu akan
43 | P a g e
melibatkan penbicaraan tentang jenis kata. Tanpa penjenisan kata, kita tidak akan bisa
membahas struktur frase, klausa, dan kalimat, untuk memperjelas pernyataan itu Ramlan
(1935:1) memberikan ccntoh yang menggambarkan tentang pentingnya penjenisan kata
dalam suatu bahasa Perhatikan kalimat berikut.
Wartawan Meliput Berita
Secara fungsional kata wartawan menduduki subjek, predikatnya adalah meliput, dan
berita sebagai objek. Dengan demikian, kalimat tersebut berpola S+P+O.
Pada tataran frase pun sama. Kita ambil contoh frase rumah baru. Rumah sebagai
uncur pusat dan baru sebagai atribut. Japi frase itu berpola UP + U Atr. Unsur pusattidak
hanya dapat oleh kata rumah, juga dapat diganti oleh kata-kata lair setipe itu. Demikian pula
untuk atributif, bisa diisi oleh jenis kata lain yang setipee dengan baru. Dengan pernyataan
lain bahwa frase itu berpola N + V Terasalah oleh kita bahwa penjenisan atau penggolongan
kata menegang peranan yang penting bagi penerian struktur.
B.
Kriteria Penggolongan Kata
Ada beberaps kriteria yang dipegang dalam menagolongkan kata. ―Perlakuan‖
terhadap kata akan berbeda, jika kita memegang kriteria yang berbeda pula. Itulah sebabnya
pembagian kata antara satu pakar dengan pakar lainnya antara satu aliran atau golongan yang
satu dengan yang lain, kadang-kadang tidak sama. Ada empat kriteria yana dipegang untuk
menggolongkan atau membicarakan kata. Keempat kriteria itu ialah: (1) semantis (makna) ;
(2) ortografik; (3) fonologik; dan (4) gramatik. (Ramlan, 1985:5)
Bila kita membicarakan kata secara semantik, seperti tata bahasa tradisional, bahwa
kata ialah kumpulan huruf yang mengandung arti. Jadi setiap kata tentu mengandung arti
(Hadidjaja; Zainuddin dalam Ramlan, 1985:5).
Pembahasan kata yang kedua adalah secara ortografik. Secra ortografik kata dibatasi
oleh spasi. Jika satuan gramatik ditulis antara dua spasi maka satuan itu termasuk kata.
Pembahasan kata secara ortografik pun jelas tidak mencakup semua satuan gramatik
(Ramlan, 1985:5).
Pembicaraan kita yang ketiga yaitu dari segi fonologik. Ini sebenarnya dipelopori oleh
L. Bloomfield dalam bukunya yang mengatakan bahwa kata sebagai bentuk bebas yang
paling kecil. Batas kata yang dikemukakan itu berdasarkan pendapatnya tentang perbedaan
bentuk bebas dan bentuk ikat. Sebagai bentuk yang tidak pernah berdiri sendiri sebagai
tuturan. Setiap bentuk bebas yang tidak terdiri dari bentuk bebas yang lebih kecil, menurut
batasan yang dikemukakan oleh Bloomfield, termasuk kata. Berdasarkan definisi itu tentulah
satuan-satuan seperti: bhwa, terhadap, kepada, meskipun tentu tidak dapat dimasukkan ke
dalam kata. Jika demikian, pembahasan kata dari segi fonologis pun tidak mencakup semua
satuan gramatik (Ramlan, 1985:5).
Pembicaraan kita yang keeempat ditinjau dari segi gramatik. Berdasarkan itu kata
yang dapat didefinisikan sebagai satuan gramatik bebas yang paling kecil. Kata bebas disini
dipakai dalam arti secara gramatik, atau dengan kata lain dapat diisolasikan. Kata dapat
dijelaskan sebagai morf atau derretan morf yang memiliki mobilitas luar yang potensial
dalam struktur yang lebih besar dan stabilitas dalam (Ramlan, 1985:7).
Ramlan selanjutnya menjelaskan bahwa sebenarna batasan Blommufield pun rnasih
dapat dipergunakan (kata adalah bentuk bebas yang terkecil), asal kata bebas di artikan secara
gramatik, maksudnya secara gramatik bebas atau dengan perkataan lain dapat diisolasikan,
dan istilah bentuk digantikan dengan satuan arti berdasarkan hal itu, satuan-satuan setipepe: lah termasuk kata karena secara gramatik, lah memiliki sifat bebas, tau dapat diisolasikan.
Satuan-satuan seperti juang, giur, alir bukan tarmasuk kata, karena secara gramatik
tidak memiliki sifat bebas. Satuan seperti itu disebut pokok kata. Terakhir satuan seperti ku,
mu, dan, kau temasuk klitik, karena kependekan dari aku, kamu, dan engkau. Satuan ada
44 | P a g e
yang termasuk klitik dan ada yang termasuk afiks. Satuan nya pada bukunya termasuk klitik,
sedangkan pada kiranya, agaknya termasuk afiks (Ramlan, l985:6).
A.
Prakata
Seperti telah dipaparkan pada bagian terdahulu bahwa para tata bahasawan tradisional
menganalisi bahasa dari segi arti. Hal itu terlihat pada berbagai buku tata bahasa yang terbit
sekitar tahun 1950-an, misalnya buku-buku tata bahasa karangan Soetan Moehamad Zain, S.
Zainuddin Gl. Png. Batuah, C.A. Mees, Madong Lubis, I.R. Poedjawijatna, dan P.J.
Zeotmulder, S. T. Alisjahbana, Tardjan Hedidjaja, dan juga Soetarno yang terbit pertama
kalinya pada thun 1955. Definisi-definisi kata yang nereka kemukakan antara lain, kata benda
ialah nama dari suatu benda atau sesuatu yang dibendakan, kata kerja ialah kata yang
menyatakan kerja atu perbuatan, kata sifat ialah kata yang menyatakan sifat atau keadaan dan
sebagainya. Jelas bahwa penggolongan itu memiliki segi arti, walau tidak semua golongan
kata secara tradisional berdasarkan arti (Ramlan,1985:9).
Jumlah penjenisan kata secara tradisional paling banyak sepuluh dan yang paling
sedikit enam. Agar lebih jelas, berikut ini akan dipaparkan pembagian jenis kata oleh para
tata bahasawan tradisional satu persatu.
B.
Penggolongan Kata oleh C.A. Mees
C. A Mees (1955:49-279) dengan judul buku Tatabahasa Indonesia cetakan kelima,
membedakan kata menjadi sepuluh golongan yaitu: 1) kata benda atau nomen substantivurn;
2) kata keadaan atau nomen adjiectivum; 3) kata. ganti atau pronomina; 4) kata kerja atau
verbum; 5) kata bilangan atau numeri; 6) kata sandang atau articulus; 7) kata depan atau
praepositio, 8) kata keterangan atau adverbium, 9) kata sambung atau conjunctio; dan 10)
kata seru atsu interjectio.
1) Kata Benda atau Nomen Substantivum
Kata benda yaitu kata yang menyebut nama substansi atau perwujudan. Kata benda
dapat dibagi menjadi dua yaitu kata benda kongkret dan abstrak. Kata benda ini bisa berupa
kata dasar, bisa pula kata yang diturunkan.
2) Kata Keadaan atau Nomen Adjiectivum
Menurutnya, kata keadaan mempunyai tiga fungi yaitu:
a. atributif (aneksi) yaitu kata kedaan berfungsi membentuk aneksi yang letaknya sesudah
kata benda, seperti: peralatan besar, teh dingin, sahabat baru;
b. predikatif yaitu kata keadaan yang menduduki jabatan predikat, dalam kalimat nominal,
seperti: mukanya pucat bagi mayat, rumahnya besar; dan
c. substantif yaitu apabila kata keadaan itu disubstantifkan oleh kata sandang dan mengganti
substansi yang bersangkutan, seperti: si Kurik, yang rendah.
3) Kata Ganti Pronomina
Kata ganti ialah kata yang tugasnya menggantikan sebuah kata benda yang telah
disebut, setidak-tidaknya yang terkenal, atau menunjukkan dan menanyakan tentang kata
benda. Kata ganti dapat dibedakan menjadi:
1. Kata ganti persona yaitu kata yang menggantikan nama persona. Ia dapat dibedakan
menjadi: (1) kata ganti persona pertama ialah pembicara, seperti patik, hamba, saya,
kami; (2) kata ganti persona kedua ialah lawan berbicara seperti: Bapak, Ibu. engkau,
kalian; (3) kata ganti persona kedua ialah yang dibicarakan, seperti: dia, mereka, ia;
2. Kata ganti mandiri yaitu kata ganti yang menggantikan diri persona, diri, dan diri sendiri;
3. Kata ganti petunjuk yaitu kata ganti yang menunjukkan sebuah benda dan dapat pula
menggantikannya apabila ia sudah disebut, seperti: ini, itu;
45 | P a g e
4. Kata ganti relatif yaitu kata ganti yang menyatakan hubungan antara sebuah substansi
dengan kalimat yang menjelaskannya, seperti: yang.
5. Kata ganti penanya yaitu kata ganti yang menyatakan pertanyaan mengenai nama
substansi, seperti: yang
6. Kata ganti tak tentu yaitu kata yang menyatakan pertanyaan mengenai nama substansi,
seperti apa –apa, siapa-siapa, mana-mana, seseorang.
4) Kata Kerja atau Verbum
Sebuah kata kerja menurut namanya pada urnumnya mengucapkan sesuatu
pekerjaan, perbuatan, atau gerak, tetapi juga dalam keadaan diam (seperti tidur), demikian
pula hanya mempunyai apa-apa yang bukan bersifat perbuatan atau gerak, dan hal menerma
yang sebenarnya menyatakan arah gerak menuju subjek. Golongan ini dapat dibedakan
menjadi:
a. kata kerja transitif, yaitu kata kerja yang membutuhkan substansif supaya sepurna
artinya; dan
b. kata kerja intransitif yaitu kata kerja yang tidak membutuhkan substansif karena
artinya sudah sempurna.
5) Kata Bilangan atau Nuneri
Kata bilangan dapat dibedakan menjadi:
a, induk kata bilangan, seperti: satu, dua, seratus, seribu;
b. kata bi1angar tak tentu, seperti: beberapa, segala
c. kata bilangan kumpulan misalnya: ketiga, bertiga
d. kata bilangan tingkat ketiga, keempat, kelima; dan
e. kata bilangan pecahan, seperti: dua pertiga, seperdua.
6) Kata Sandana atau Articulus
Menurut fungsi dan pemakaiannya, kata sandang daepat dibedakan menjadi:
a, kata sandang tentu, yaitu kata yang;
b. kata sandang tak tentu, yaitu seorang, sebuah, sesuatu; dan
c, kata sandang persona, yaitu si dan sang.
7) Kata Depan atu Prepositio
Pada umunya kata depan dipergunakan untuk menguraikan perhubungan kata-kata.
Kata depan ada yang tulen. seperti: di, ke, dari, ada yang majemuk seperti: akan, dengan, di
dalam, ke luar, dan ada kata dengan bentuk lain, sepertiakan, dengan, serta, antara, peri,
tentang, dan sebagainya.
8) Kata Keterangan atau adverbium
Kata keterangan ialah kata yannj menerangkan:
a. kata kerja dalam segala fungsinya;
b. kata keadaan dalam segala fungsinya;
c, kata keterangan;
d. kata bilangan;
e. predikat kalimat tak peduli jenis apa predikat itu; dan
f. menegaskan subjek dan pedikat kalimat.
Kata keterangan dapat digolongkanmenjadi:
1. Keterangan waktu, seperti: dahulu, kemarin, selamanya;
2. Keterangan modal yang meliputi: (1) kepastian, (2) pengakuan, (3) kesangsian, (4)
keinginan, (5) ajakan, (6) kewajiban, (7) 1arangan, (8) ingkaran, dan (9) keheranan.
46 | P a g e
3.
4.
5.
6.
Kata keterangan tempat dan jurusan, seperti: di sini, dari mana;
Kata keterangan kaifat atau kualitatif seperti: dengan gembira, kuat-kuat.
Kata keterangan derajat dan permana, seperti: amat, hamper, sangat, kurang; dan
Kata keterangan tekanan, sepert: gerangan, pula, pun, lah.
9) Kata Sambung atau Conjunctio
Kata sambung menghubungkan kata-kata, bagian-bagian kalimat atau kalimat-kalimat. Di
samping itu, temasuk kata sambung juga, kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang berdiri
pada permulaan sebuah kalimat, berguna untuk mengantar sebuah ceritera, suatu pasal, atau
kalimat yang baru. Yang termasuk golongan kata sambung, misalnya: serta, apabila, agar,
sebab, sedangkan, jika, dan sebagainya.
10) Kata Seru atau Interjection
Kata seru merupakan kata-kata yang paling tua dalam bahasa. Kata seru ialah kata-kata yana
menirukan bunyi manusia, yaitu bunyi panggilan, peringatan bahaya, kesakitan, dan bebagai
rasa heran. Kadang-kadang kata seru menirukan bunyi yang jelas, seperti hm, yaitu bunyi
dehem, ha singkatan ha-ha-ha menirukan bunyi tertawa, sst menyerupai bunyi hembusan
angin, dan sebagainya.
C.
Penggolongan Kata oleh Tardjan Hadidjaja
Tardjan Hadidjaja (1965:53-99) dalam bukunya Tatabahasa Indonesia cetakan
keempat. menggolongkan kata menjadi seuluh. Kesepuluh jenis atau golongan tersebut ialah:
1) kata benda, 2) kata kerja, 3) kata ganti, 4) kata bilangan, 5) kata sifat, 6) kata tambahan, 7)
kata depan, 3) kata penghubung, 9) kata sanding, dan 10) kata seru.
1) Kata Benda
Kata benda ialah kata-kata yang menyatakan benda. Kata benda dapat dibedakan
berdasarkan:
a. Bentuknya.
Menurut bentuknya, kata benda dapat dibedakan menjadi: (1) kata benda kata asal,
seperti: hati, orang, rakit; (2) kata benda kata majernuk, seperti: burung kakak tua, Lautan
Teduh; (3) kata benda kata berulang, seperti: tengah-tengahnya, batang-batang; dan 4.) kata
benda kata bersambung, seperti: keadaan, lautan, pikiran.
b. Keadaannya
Menurut kedaannya, kata benda ddapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) kata benda
kongkrit yaitu kata benda yang menyatakan bahwa benda-bendanya itu memang benar-benar
ada, seperti: orang, burung, buku pelajaran, dan yang menyatakan benda khayal, seperti:
hantu, pelesit, bidadari, dan (2) kata benda abstrak yaitu kata yang menyatakan nama benda
yang hanya dapat difahami oleh pikiran akan peri adanya itu, seperti: ilham, angan-angan,
perdamaian.
c. Artinya
Menurut artinya, kata benda dapat dibagi menjadi: (1) kata benda nama jenis, seperti:
rumah, daun, matahari; (2) nama diri, seperti: Leutan Teduh, Torstein; (3) kata benda nama
zat, seperti: air, angin dan (4) kata benda nama kumpulan, seperti: berkas, rumpun,
kelompok,
2) Kata Kerja
Kata kerja dapat dibagi bermacam-macam, bergantung dari segi tinjaunya. Untuk
menggolongkan kata kerja dapat ditinjau dari:
a. Bentuknya
Menurut bentuknya, kata kerja dapat dibedakan menjadi empat yaitu: (1) kata kerja
47 | P a g e
kata asal, seperti: hendak, jatuh; (2) kata kerja kata majemuk, seperti: turun naik,
ditandatangani, (5) kata kerja kata berulang, seperti: Berkejar-kejaran; dan (6) kata kerja
bersambungan, seperti: menghadapi, terdorong.
b. Hubungannya
Berdasarkan hubungan antara pokok dan sebutannya, kata kerja digolongkannya
mnjadi dua, yaitu:
a. Kata keja bentuk tindak, ialah apabila pokok itu bertindak yakni melakukan atau
mengenakan pekerjaan, seperti: duduk, turun naik, berlari-lari, berjual-beli;
b. Kata kerja bentuk taggap ialah. apabila pokok itu menanggapi yakni diberlakukan atau
dikenai pekerjaan, seperti: dipukul, dipukul mundur, terjerumus, tertunda-tunda.
3) Kata Ganti
Kata ganti ialah perkataan yang akan menjadi pengganti nama orang atau nama
benda. Jenisnya dapat dibedakan:
a. Kata ganti orang, yang dapat dibedakan lagi menjadi: (1) kata ganti orang kesatu (tunggal
atau rufrad dan jamak). contohnya: aku, hamba, kami; (2) kata ganti orang kedua (tunggal
atau mufrad dan jarak), contohnya: engkau, kalian, kamu; (3) kata ganti orang ketiga (mufrad
dan jamak), contohnya: ia,dia, mereka.
b. Kata ganti pemilik, yang dapat dibedakan mejadi: (1) kata ganti pemilik kesatu (mufrad
dan jamak), contoh: aku, kami, kalian; (2) kata ganti pemilik kedua (mufrad dan jamak),
contohnya: tuan, mu, kamu; dan (3) kata ganti pemilik tiga (mufrad dan jamak), seperti: nya,
mereka.
c. Kata ganti penanya, seperti: apa, siapa;
d. Kata ganti penunjuk, seperti: ini dan itu;
e. Kata ganti penghubung ialah kata yang.
4) Kata Bilangan
Kata bilangan dapat digolongkan dengan segi tinjau:
a. Bentuk
Berdasarkan bentuknya, kata bilangan dapat dibedakan menjadi: (1) bentuk kata asal, sererti:
tujuh, banyak; (2) Bentuk kata majemuk, seperti: dua tiga hari, seorang dua; dan (5) bantuk
kata berulang, seperti: tiga-tiga, dua-dua;
b. Artinya
Menurut artinya kata bilangan dapat dibedakan atas: (1) Kata bilangan pokok, yang terdiri
lagi atas: a)kata bilangan pokok yang tertentu, satu, dua tiga; b) kata bilangan pokok yang tak
tentu, seperti: semua, segala, tiaptiap; (2) Kata bilangan tingkat, yang dapat dibedakan lagi
menjadi: a) kata bilangan tingkat yang tentu, misalnya: kesatu, kedua dan b) kata bilangan
yang tak tentu, Seperti: kesekian. (3) Kata bilangan pecahan, seperti: sepertiga, seperempat.
5) Kata Sifat
Kata sifat ialah kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu benda,
Macamnya dapat dilihat dari:
a. Bentuknya
Berdasarkan bentuknya, kata sifat dapat dibedakan menjadi: (1) kata sifat
bentuk kata asal, seperti: besar, lebar; (2) kata sifat bentuk kata majemuk, seperti: merah
putih, gagah berani, dan (3) kata sifat bentuk berulang, seperti: tegap-tegap, besar-besar, serta
(4) kata sifat bentuk bersambungan, sererti: berbau, meluas, kemerah-merahan.
b. Adat Pemakaiannya
Berdasarkan adat pemakainya, kata sifat dapat dibedakan menjadi: (1) yang
rnenentukan (pada) kata benda, seperti: jeruk manis, orang besar, padi menguning, dan (2)
48 | P a g e
sebagai sebutan dalam kalimat, seperti: di muara sungai pagi-pagi orang sudah sibuk.
6) Kata Tambahan
Kata tambahan ialah kata-kata yang berfungsi sebagai keterangan pada katakata yang bukan kata benda. Golongan ini dapat dibedakan menjadi:
a. penunjuk waktu, seperti: pagi-pagi, baru, setelah;
b. penunjuk tempat, seperti: di sini, di atas, ke sana;
c. penunjuk peri keaadaan, seperti: beribahati, sungguh-sungguh;
d. penunjuk banyak dan taraf ketandasan, seperi: terlalu, semata-mata, hanya, agak; dan
e. penunjuk taraf kepastian, yang dapat dibedakar lagi menjadi: (1) kepastian, seperti:
pasti, sungguh (2) kemungkinan, seperti: mungkin, barangkali, (3) pengharapan dan
permintaan, seperti: semoga, mudah-mudahan, dan (4) ingkar, seperti: tidak, jangan.
7) Kata Depan
Kata depan ialah kata-kata yang selalu berada di depan kata benda atau kata ganti,
sedangkan hubungannya dengan kata benda dan kata ganti yang mengikutinya itu lebih erat
daripda hubungan dengan kata yang di depannya, bahkan sering juga di depannya itu tidak
ada sepatah kata pun. Berdasarkan artinya, kata depan dapat dibagi menjadi:
a. kata depan pengantar tempat, seperti: ke, di, dari;
b. kata depan pengantar pihak yang akan menerima bagian, seperti: untuk, buat, bagi;
c. kata depan pergantar alat, kawan, atau lawan, ialah kata dengan;
d. kata maksud dan tujuan, seperti: akan, untuk, guna;
e. kata depan pengantar pelaku pekerjaan, ialah, oleh;
f. kata depan penatar waktu atau tempat, seperti: hingga, hamper, sampai; dan
g. kata depan pengantar sebab, seperti: atas, demi, sebab.
8) Kata Penghubung
Kata penghubung ialah kata-kata yang gunanya untuk menghubungkan sebuah
perkataan dengan perkataan yang mendahuluinya atau sebuah kalimat dengan kalimat yang
mendahuluinya. Menurut artinya, kata ini dapat dibedakan menjadi:
a. kata penghubung penunjuk gabungan, seperti: serta, dan, lagi pula;
b. kata penghuhung pengantar penunjuk waktu, seperti: waktu, ketika, setelah, sementara;
c. kata penghubung penunjuk maksud atau tujuan, seperti: agar, supaya, biar.
d. kata penghubung penunjuk perlawanan, seperti: tetapi, akan tetapi, melainkan;
e. kata penghubung penunjuk sebab atau akibat, seperti: sebab, karena, sampai;
f. kata penunjuk sebab yang tak dipedulikan atau peryataan mengalah, seperti: biar,
biarpun, walau, biar sekalipun; dan
g. kata penghubung penunjuk pelaku, pelengkap, atau keterangan, ialah bahwa (yang).
9) Kate Sandang
Kata sandang ialah kata yang gunanya untuk menegaskan kata yang berikutnya yang
disandanginya, hingga kata-kata itu mempunyai arti yang tentu, tersekat dari nada yang
lain—lain. Menurut fungsinya, kata sandang dapat dibedakan menjadi: a) kata sandang
pembentuk kata benda, Yang kurap, si Cebol, Merah putih; b) untuk mengeraskan arti,
menyekat, atau menceraikan kata benda daripada yang lain-lain, seperti: kembalikan saja
kepada si pengirim, saya sendiri menjemputmu kemarin; c) untuk menghormat, seperti.: sang
Bangsawan, sang Ibu; dan d) untuk menyekat atau menceraikan sesuatu dan kelornpok atau
―dunianya‘, seperti: sebuah kursi, seekor kambing.
10) Kata Seru
49 | P a g e
Kata seru ialah kata-kata yang gunanya hanya untuk ―melepaskan‖ perasaan,
keluarnya pun biasanya tiada dengan sengaja, seolah-olah terlompat begitu saja dari mulut.
Menurut sifatnya, kate seru dapat dibedakan menjadi:
a. kata seru sejati, aduh, amboi, wahai;
b. kata seru tiruan bunyi, seperti: ciap, meong, das
c. kata seru yang terjadi dan kata-kata biasa, seperti:kasihan, inalillahi, saying.
Selain itu, kata seru pun dapat dibedakan menurut maksudnya yaitu:
a. penyeru biasa, seperti: hai nenekku;
b. kata seru yang menyataka kata heran, seerti: wah;
d. kata seru yang menyataken rase sakit atau terancam behaya, seperti: aduh
d. kata seru yang menyatakan rasa iba atau sedih, seperti: kasihan, amboi
e. kata seru yang menyatakan kecewa, seperti: saying, celaka;
f. kata seru yang menyatakar kaget bercampur sedih, seperti: masyaallah;
g. kata seru menyetakan rasa lega, sererti: alhamdulillah;
h. kata seru yang menyatakan jijik, seperti: cih, cis.
D.
Penggolongan Kata oleh Soetarno
Sotrano (1976:132-178) dengan judul bukunya Sari Tata Bahasa Indonesia II
menggolongkan menjadi sepuluh macam yaitu: 1) kata benda, 2) kata kerja, 3) kata keadaan,
4) kata keterangan, 5) kata ganti, 6) kata bilangan, 7) kata sambung, 8) kata depan. 9) kata
sandang, dan 10) kata seru
1) Kata Benda
Kata benda ialah kata yang menyebut nama hal yang berdiri sendiri atau yang
dianggap berdiri-sendiri. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi kata benda yang
berwujud kongkret, dan kata benda yang tidak berwujud atau abstrak.
1. Kata Kerja
Kata kerja ialah kata yang menyatakan tindakan atau pengertian Yang dinamis.
Melihat pertaliannya dengan obyek, kata kerja dapat dibedakan menjadi kata kerja transitif,
dan kata kerja instransitif.Sedangkan dilihat hubungannya. dengan subjek, kata kerja dapat
dibedakan mernjadi kata kerja bentuk-bentuk tindak atau aktif, dan kata kerja bentuk tangga
atau pasif.
2. Kata Keadaan
Kata keadaan ialah kata yang menerangkan keadan, sifat khusus atau watak suatu
benda, seperti: lama, tamat, baru, jauh, panjang tangan, gilang-gemilang, menganak sungai.
3. Kata Keterangan
Kata keterangan atau kata tambahan ialah kata-kata yang berfungsi sebagai
keterangan pada kata-kata yang bukan kata benda. Menurut artinya, jenis kata ini dapat
dibedakan lagi menjadi: (1) Kata keterangan penunjuk waktu, (2) kata keterangan penunjuk
tempat, (3) kata keterengan penunjuk peri keaadaan, (4) kata keterangan penunjuk banyak
atau taraf ketandasan, (5) kata keterangan peninjuk taraf kepastian, (6) kata keterangan
penunjuk tekanan.
4. Kata Ganti
Kata ganti ialah kata yang bertugas menggantikan kata benda yang telah disebut atau
setidak-tidaknya telah dikenal. Menurutnya, kata ganti ini dapat dibedakan menjadi:
(1) kata ganti orang atau persona yang darat diaoiongkan lagi mejadi: a) kata gatti orang
pertama, seerti: aku, kami, b) kata ganti orang kedua, sererti: engkau, tuan, dan c) kata ganti
orang ketiga, (2) kata ganti pemilik, seperti: ku, mu, dalam suratku, (3) kata ganti penanya,
(4.) kata ganti tak tentu yang dapat dibeaaan ata: Kata ganti benda tak tentu, dan kata ganti
orang tak tentu, (5) kata ganti penunjuk, dan (6 kata ganti penghubung ialah kata ganti yang
50 | P a g e
berfungsi sebaai pengghubung kata benda atau hal yang disebut dahulu, dan penghubung
kalimat satu dengan kalimat lainnya.
5. Kata Bilangan
Kata penghubung ialah kata yang berfungsi menghubungkan sebuah perkataan
dengan perkataan yang mendahuluinya, atau sebuah kalimat dengan kalimat yang
mendahuluinya. Ini dapat membedakan kata penghubung : (1) penghubung gabungan, (2)
pengantar penghubung waktu, (3) penunjuk maksud atau tujuan, (4) penunjuk perlawanan,
(5) penunjuk sebab akibat, (6) penunjuk syarat atsu pengandaian, (7) penunjuk sebab yang
tak dipedulikan atau pernyataan mengalah.
6. Kata Sambung
Kata bilangan ialah kata yang menyatakan jumlah benda atau hal, atau rnenunjukkan
urutannya dalam deretan. Kata bilangan dapat dibedakan menjadi kata ganti: (1) tentu, (2) tak
tentu, (3) tingkat, (4) kumpulan; dan (5) kata bilangan pecahan,
7. Kata Depan
Kata depan ialah kata yang menghuhungkan pengertian satu dengan pengertian lain
serta menentukan sekali sifat perhubungannya. Kata depan dapat dibedakar menurut: (a)
asalnya, (b) bentuknya, (c) artinya.
8. Kata Sandang
Kata sandang ialah kata yang digunaan untuk menegaskan dan menentukan kata yang
mengikutinya sehingga tersekatnya kata-kata tersebut, misalnya: yang, si, sangat, para, ini,
itu, suatu, seorang.
9. Kata Seru
Kata seru ialah kata-kata yang merupakan tiruan bunyi atau seruan secara spontan
sebagai pelepas perasaan. Menurut artinya, kata seru dapat dibedakan menjadi: (1) kata seru
peniru bunyi, (2) kata seru yang menyatakan rasa hati yang dapat diklasifikasikan menjadi
kata seru: (a) biasa, (b) menyatakan rasa heran, (c) menyatakan rasa sakit atau terancarn
bahaya, (d) merasakan rasa iba atau sedih, (e) merasakan rasa terkejut bercampur sedih, (f)
menyatakan kekecewean, (g) nyatakan rasa kesal, (h) menyatakan meminta perhaetian, (i)
menyatakan tidak percaya, dan (j) menyatakan persetujuan.
E.
Penggolongan Kata oleh Soetan Moehammad Zain
Soetan Moehammad Zain dalam bukunya Djalan Bahasa Indonesia (1943:43-149)
menggolongkan kata ditinjau artinya terbagi atas: 1) kata pekerjaan, 2) nama benda, 3)
pengganti dan penunjuk benda, 4) nama bilangan, 5) nama sifat, 6) kata tambahan, 7) kata
perangkai, 8) kata penghubung, dan 9) kata seru.
51 | P a g e
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
14
Penggolongan Kata Bahasa Indonesia secara Tradisional II
PENGGOLONGAN KATA BAHASA INDONESIA SECARA TRADISIONAL II
1)
2)
3)
4)
Pada BAB 10 ini akan ditemukan paparan penggolongan kata oleh :
S. Zainuddin Gl. Png. Batuah ;
Madong Lubis;
S.Poedjawiyatna dan P.J. Zoetmulder; dan
S. Takdir Alis Jahbana
A.
Penggologan Kata Oleh S. Jainudin Gl. Png. Batuah dalam Bukunya Dasardasar Tata Bahasa Indonesia (1950;60-124)
Menggolongkan kata menjadi sembilan yaitu : (1) kata (peng) ganti; (2) kata benda;
(3) kata kerja; (4) kata sifat; (5) kata tambahan; (6) kata bilangan; (7) kata perangkai; (8) kata
penghubung dan (9) kata seru berikut ini paparannya.
1) Kata Pengganti
Kata pengganti adalah dapat dibedakan manjadi tujuh golongan, yaitu kata pengganti
orang yang dapat dibedakan lagi menjadi dua golongan, yaitu kata pengganti orang :(a) yang
sebenarnya tunggal yang terdiri atas kata pengganti orang sebenarnya tunggal (pertama,
kedua, ketiga), misalnya: aku, engkau, kamu, ia, dia, dan kata pengganti orang sebenarnya
jamak (pertama,kedua, ketiga) , misalnya : kami, kita, engkau sekalian, kamu sekalian
mereka dan yang tidak sebenarnya yang terdiri lagi atas :orang pertama, Misalnya :
Saya, hamba, beta, orang kedua, misalnya, tuan, nyonya, anda, tuan, dan orang ketiga
ialah kata :kata saya, danku pada buku saya dan bukuku (3) kata Petunjuk, misalnya: ini, itu;
(4) kata Tanya, misalnya: apa, siapa, mengapa, bagaimana ; (5) Kata penunjuk dan pertalian
orang (6) kata pengganti tak tentu, misalnya: orang, seseoran, barang sesuatu (7) kata ganti
ktaa diri ialah diri.
2) Kata Benda
Kata benda dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) kata benda sakala atau berwujud
ialah nama benda yang sesungguhnya, yang dapat dibedakan lagi menjadi (a) nana barang
ialah nama diri, misalnya: Ali, Indonesia, Merapi, (b) nama zat, misalnya: mas, timah, air,
dan (c) nama kumpulan ialah nama kumpulan mekhluk atau. benda yang semacam, yang
semuanya dianggap sebagai suatu setuan baru, misalnya: kawan, laskar, (2) kata benda
niskala atau tak berwujud.
3) Kata Kerja
Kata kerja ialah kata yang dalamnya terkandung seuatu gerak atau perbuatan dalam
arti yang seluas-luasnya atau yang menunjukkan keadaan hasil gerak sekalian anggota perasa,
baik gerak yang disengaja atau yang tidak maupun yang tersembunyi, maupun yang lahir,
52 | P a g e
biar yang dapat dilihat, didengar, biar yang tidak, misainya: jatuh, menulis, terbang, ada,
tinggal, diam
4) Kata Sifat
Kata sifat ialah kata-kata yang menyatakan sifat atau hal sesuatu barang. Sifat ialah
kedadaan yang tetap dan sejak semua seperti itu, hal baiknya menunjukkan suatu keadaan
yang dating kemudian, misalnya: sakit, berat, pucat, baik hati, manis mulut.
5) Kata Tambahan
Kata tambahan ialah kata-kata yang menjadi keterangan pada kata-kata selain kata
benda, ialah kata sifat, kata bilangan, kata kerja, dan juga pada kata tambahan sendiri. Kata
tambahan dapat dibedakan menjadi kata tambahan penunjuk: (sifat, missal: perlahan-lahan,
sepandai-pandainya; (2) taraf, misalnya: sama, kurang, ajar; (3) waktu, misalnya: sedang,
tengah, sekarang; (4) tempat, misalnya: di rumah, disekolah; dan (5) modalitas yang dapat
dibedakan lagi yakni yang menyatakan a) kesungguhan, b) kemungkinan, c) kehendak atau
harapan.
7) Kata Perangkai
Kata peragkai ialah kata-kata yang menyatakan perhubungan sebuah kata benda dengan katakata lain dalam kalimat itu juga, misalnya: di, dari, pada, bagi, akan, oleh.
8) Kata Penghubung
Kata penghubung ialah kata-kata yang menghubungan dua buah kata yang sama
fungsinya dalam kalimat, dua buah bagian kalimat, dari dua buah kalimat. Kata pengubung
dapat dibedakan menjadi kat penghubung: (1) penunjuk pengumpul, (2) penunjuk pengupul
dan pencerai, (3) penunjuk kosokbali, (4) penunjuk berlawanan, (5) penunjuk sebab-karena,
(6) penunjuk syarat atau penjanjian, (7) penunjuk peralahan. (8) penunjuk maksud, (9)
penunjuk penerangan, (10) penunjuk kehendak, (11) sebagai pembuka kata, (12) penghubung
yang lain-lain.
9) Kata Seru
Kata seru dapat. dibedakan menjadi tiga macam yaitu:(1) kata-kata tiruan bunyi,
misalnya: bak, buk, pang, cas; (2) kata-kata yang menyatakan perasaan, raisalnya: Ah, oh,
amboi dan (3) kata-kata yang menyatakan semboyan, misalnya: hai, ayuk, halo.
B.
Penggolongan Kata oleh Madong Lubis
Madong Lubis (l954:46-l27) dalam bukunya Paramasastera Lanjut yang sebenarnya
diperuntukkan bagi siswa-siswia Sekolah Menengah Pertama dan yang sederajat cetakan X,
menggolongkan kata menjadi sembilan yaitu: (1) kata benda; (2) kata kerja; (3) kata sifat atau
hal; (4) pengganti penunjuk benda (kata ganti; (5) kata bilangan; (6) kata tambah, (7) kata
depan atau perangkai, (8) kata penghubung; dan (9) karta seru.
1) Kata Benda
Yang dikatakan kata benda dalam ilmu saraf ialah segala sesuatu yang ada dalam
alam ini, baik manusia, baik binatang, dan tumbuh-tumbuhan maupun barang yang tidak
hidup. Kata ini dapat dibedakan menjadi kata benda: (1) Yang berwujud (berupa, berbentuk),
yang dapat dibagi lagi menjadi: (a) nama jenis, misalya: kursi, kuda, radi, (b) nana sendiri, (c)
nama zat misalnya: air, emas, besi, dan (d) nama himpunan, misalnya; tentara, rakyat, laut;
dan (2) yang tidak herwujud, misalnya hukum, kehendak, kemauan. Kata benda bisa berupa
kata asal, kata bersambungan.. (berafiks, pen), kata majemuk dan kata berulang.
53 | P a g e
2) Kata Kerja
Perkataan kata kerja sudah cukup jelas untuk menyatakan bahwa nama itu
menunjukan perbuatan atau pekerjaan, seperti: makan, bangkit, menengok, berlari, berembuk.
Dilihat dan segi bentukannya kata kerja bisa berupa kata asal, kata bersambungan, kata
majemuk, dan kata berulang
3) Kata Sifat atau Hal
Kata sifat adalah kata yang menyatakan sifat atau hal. Sebagai contoh, papan tulis
siatnya hitam akan tetapi jika sebagian diputihkan dengsn kapur, muka putih itu halnya.
Contoh-contoh lain yang termasuk kata sifat: bersudara, kesusahan, tinggi, penuh sesak.
4) Kata Pengganti dan Penunjuk Benda (kata ganti)
Kata pengganti dan penunjuk benda dapat dibedakan menjadi: (1) Pengganti benda
(orang atau benda lain), (2) kata pengganti dan penunjuk benda, (3) kata penggati dan
penunjuk benda yang berupa pertanyaan, dan (4) kata pengganti dan penunjuk benda yang
kurang tentu,
5) Kata Bilangan
Kata bilangan dapat dibedakan menjadi: 1) kata bilangan bulat, misalnya: esa, satu,
tiga, (2) kata bilangan pecahan, (3) kata bilangan taraf atau tingkat, misalnya kedua atau
kesebelas, (4) kata bilangan himpunan, (5) kata bilangan kurang tentu, dan (6) kata-kata
penyukat ialah kata-kata yang menunjukan ukuran atau penyukat (letak penyukat ini di
belakang kata bilangan atau di depan kata benda yang ditentukan oleh bilangan itu). Contoh
kata penyukat : helai, bidang, batang, buah, pucuk, dan sebagainya.
6) Kata Tambahan atau Kata Bantu
Kata tambahan ialah kata-kata yang menjadi keterangan selain kata benda. Dari segi
arti, kata tambahan ini dapat dibedakan menjadi kata tambahan penunjuk: (1) tempat
(jawaban dari pertanyaan, di mana, ke mana, dan sebagainya), misalnya: ke depan, di sini,
barang kemana; (2) keadaan (jawaban dari pertanyaan bagaimana), misalnya: hati-hati,
tergopoh-gopoh, (3) waktu (jawaban dari pertanyaan apabila), misalnya: tadi, tahun dahulu,
purbakala, (4) banyak, misalnya: sedikit, banyak-banyak, (5) taraf (tingkat keadaan),
misalnya: lebih, hampir, (6) sikap (kata modal), misalnya: patut, mesti, harus, betul-betul,
mustahil, dan sebagainya.
Berdasarkan kata yang diterangannya, kata tambahan dapat dibedakan menjadi kata
tambahan yang menerangkan: (1) kata kerja, (2) kata sifat, (3) kata bilangan, dan (4) kata
tambahan itu sendiri.
7) Kata Depan
Kata depan disebut juga kata perangkai atau kata penyelit. Kata penyelit ialah kata
yang diselitkan di antara dua patah kata dalam satu kalimat. Kata penyelit dapat dibedakan
menjadi: 1) Kata penyelit yang sebenarnya: ke-, di, dari; dan (2) kata penyelit berpadu yaitu
kata penyelit benarnya yang dipadukan dengan kata benda yang menunjukkan tempat,
seperti: atas, bawah, sisi, sehingga menjadi di atas, ke bawah, dari sisi.
8) Kata Penghubuna
Kata penghubung ilalah kata-kata yang gunanya terutama memperhubungkan kalimat
sehingga menjadi kalimat majemuk, tetapi ada kalanya dipergunakan juga memperhubungkan
bagian kalimat. Jenis kata ini dapat dibedakan menjadi kata penghubung penunjuk: (1)
himpunan, misalnya; lagi, dan, serta, maka, (2) waktu, misalnya: apabila, tatkala, sesudah,
54 | P a g e
waktu, sebelum, (3) sebab, misalnya: sebab, kerena, oleh sebab (4) maksud atau akibat,
misalnya: sehingga, supaya, jadi, (5) pertentangan, misalnya: tetapi, walaupun, sungguhpun,
dan (6) syarat, misalnya: kau, jikalau, jika, asal. Selain itu ada kata-kata penghubung yang
faedahnya untuk perhiasan saja. Kata-kata.seperti itu banyak diteukan pada karya-karya
sastra lama, Sebagai contoh: maka, bahwasanya, hatta, arkian, bermula,
9) Kate Seru
Kata seru ialah kata untuk.menyatakan perasaan yang sebenarnya tidak masuk
menjadi bagian kalimat. Kata seru dapat dibedakan menjadi: (1) tiruan bunyi, (2) ucapan
perasaan, misalnya: aduh, aduhai, ai, oi, sst, yayang, Allah.
C.
Penggolongan Kata oleh I.R. Poedjawijatna dan P.J Zoetmulder
I.R. Poedjawijatna dan P.J. Zoetmulder (1955:102- 135) dalam bukunya Tatabahasa
Indonesia, Mereka menggolongkan kata menjadi delapan yaitu: (1) kata sebut; (2) kata
tambah; (3) kata ganti; (4) kata keteranga tambahan; (5) kata bilangan; (6) kata depan; (7)
kate seru; dan (8) kata perangkai.
1) Kata Sebut
Kata sebut ialah kata-kata yang menyebutkan hal yang berdiri sendiri atau yang
dianggap berdiri sendiri. Jenis kata ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (1) kata
sebut yang kongkret ialah kata sebut yang menyatakan sesuatu hal yang sungguh-sungguh
ada, misalnya: bapak, anjing, kebun, pasir dan (2) Kata sebut yang abstrak ialah kata sebut
yang menyebutkan sifat kata sebut biasa. Halnya sebetulnya tidak ada, tetapi hanya ada
dalam pikiran saja yang menyatakan sifat, keadaan,.perhubungan. Contohnya:
kemauan, kekuatan, persaudaraan. Selain itu, jenis kata ini pun dapat dibedakan menjadi: (1)
kata sebut nama ialah kata sebut yang menyebutkan sesuatu atau seseorang, dan (2) kata
sebut nama jenis ialah kata sebut yang menunjuk semua dan satu jenis, misalnya: gajah,
rumah, manusia.
2) Kata Tambah
Kata tambah ialah kata-kata yang menyatakan apa yang ditambahkan kepada hal
lain. Jenis kata ini dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu: (1) kata keadaan ialah kata
tambah yang menyatakan keadaan, dan (2) kata kerja ialah kata tambah yang menyatakan
suatu tindakan yang dapat dibedakan lagi menjadi: (a) kata keria transitif; dan (b) kata keria
transitif, misalnya: menangis.
3) Kata Ganti
Kata ganti ialah kata yang menggantikan kata sebut menanyakan, dan
menunjukkannya. Jenis kata ini dapat diadakan menjedi tiga macam yaitu (1) kata ganti
orang, yang dapat dibedakan lagi menjadi kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga; (2)
kata ganti Tanya; dan (3) kata ganti tunjuk ialah kata itu dan ini.
4) Kata Keterangan Tambah
Kata keterangan tambah ialah kata-kata yang selalu dipakai sebagai keterangan
tambah. Berdasarkan artinya, jenis kata ini dapat dibedakan menjadi kata keterangan tambah
yang menunjuk: (1) waktu, misalnya: belum, kelak, sejak; (2) cara, misalnya: memang,
niscaya, barangkali; (3) tempat, misalnya: di sana, di sini, kemari; (4) derajat, rnisalnya:
amat, begini, hamper; (5) keadaan, misalnya: bersama-sama, seperti; dan (6) sebab, misalnya:
karena itu, sebab itu.
5) Kata Bilangan
Kata bilangan ialah kata yang digunakan untuk menyatakan sejumlah individu dan
kelompok semacam atau sejenis. Jenis kata ini dapat dibedakan menjadi: (1) kata bilangan
tentu, misalnya: satu, dua, sebelas, senibu; (2) kata bilangan tak tentu, misalnya: beberapa,
55 | P a g e
semua, banyak; (3) kata bilangan pecahan, misalnya: setengah, dua perlima dan (4) kata
bilangan tingkat, misainya: kedua, ketiga Di samping itu ada kata bilangan penunjuk jenis,
misalnya: ekor, orang, buah, helai, pucuk.
6) Kata Depan
Kata depan ialah kata-kata yang menyatakan hubungan antara pengertian satu
dengan lainnya. Berdasarkan hubungan yang dinyatakannya, jenis kata ini dapat dibedakan
menjadi kata depan yang menyatakan hubungan: (1) alat; (2) bersama-sama; 3) pelaku; (4)
maksud dan tujuan; (5) hubungan hal; dan (6) sebab.
7) Kata Seru
Kata seru ialah kata-kata yang menirukan suara atau bunyi yang merupakan seruan,
misalnys: bum, cis, aduh, wahai, amboi, aduhai.
8) Kata Perankai
Kata perangkai ialah kata-kata yang merangkaikan kalimat dengan kalimat lainnya,
misalnya: dan, lalu, agar, malahan, lagi, akan, untuk dan sebaginya.
D.
Penggolongan Kata oleh S. Takdir Alisjahbana
Dalam bukunya Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia S. Takdir Alisjahbana
(1954:95-96) menggolongkan kata menjadi enam yatu: (1) kata benda atau substantifa; (2)
kate kerja atau verba; (3) kata keadaan atau adjektifa; (4) kata sambung atau konjugasi; (5)
kata sandang atau artikal; dan (6) kata seru ateu interjeksi.
1) Kate Benda atau Substantifa
Kata benda ialah nama daripada benda dan seggala sesuatu yang dibendakan.
Kedala. kata benda masuk kata ganti atau pronominal.
2) Kata Kerja atau Verbe
Kata kerja ialah kata yang menyatakan kerja sebagai kerja, dan bukan sebagai suatu
benda atau keadaan. Kata kerja dalam bahasa Indonesia ialah kata-kata yang berawalan medan di-.
3) Kata Keadan ateu Adjektifa
Kata keadaan ialah kata yang memberi ketarangan tentang sifat khusus, watak atau
keadaan benda, pekerjaan, peristiwa, atau keadaan. Dalam bahasa Indonesia tidak ada alasan
untuk membedakan kata keadaan yang memberi keterangan tentang benda dengan yang
mernberi keterangan tentang pekerjaan, peristiwa, atau keadaan. Termasuk kata keadaan ialah
golongan kata bilangan atau numerelia oleh karena bilangan itu pun memberikan keterangan
tentang benda, pekerjaan, peristiwa, atau keadaan.
4) Kat Sambuni atru Konjusi
Di dalam kata sambung kita masukkan kata sambung yang rnenghubungkan kata
maupun kalimat, seperti: dan, tetaoi, dan sebagainya dan kata depan atau preposisi yang
menyatakan perhubungan kata benda dengan kata-kata lain dalam kalimat.
5) Kata Sandang atau Artikal
6) Kata Seru atau Interjeksi
56 | P a g e
Nama Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Jumlah SKS
Pertemuan ke
Pokok Bahasan
:
:
:
:
:
Morfologi Bahasa Indonesia
IN 103
4 SKS
15
Penggolongan Kata Bahasa Indonesia secara Nontradisional I
PENGGOLONGAN KATA BAHASA INDONESIA SECARA NONTRADISIONAL I
1. Prakata
Penggolongan kata secara tradisional berlandaskan arti, namun sejak Ferdinand de
Saussure memperkenalkan Linguistik struktural pada awal abad XX, para ilmu bahasawan
dan tata bahasawan bahasa Indonesia merasa tidak puas atas pembagian jenis kata secara
tradisional itu. Mereka yang merasa tidak puas itu antara lain Slametmulyana, Anton M.
Moeliono, Gorys Keraf, S. Wojowasito, dan Ramlan. Pada bagian ini akan dipaparkan
penggolongan kata menurut empat pakar bahasa seperti urutan di atas, selanjutnya pada bab
terpisah akan dipaparkan pendapat Ramlan.
2. Penggolongan Kata oleh Slametmulyana
Slametmulyana (1957:13-198) dalam bukunya Kaidah Bahasa Indonesia II
menggolongkan kata ditinjau dan fungsinya dalam kalirnat. Menurutnya, kata dapat
digolongkan menjadi empat regu yaitu: (1) kata-kata yang pada hakekatnya hanya rnelakukan
jabatan gatra sebutan; (2) kata-kata yang dapat melakukan jabatan gatra pangkal dan gatra
sebutan; (3) kata-kata pembantu regu II; dan (4) kata-kata pembantu pertalian. Ramlan
(185:39-41) mengikhtisarkannya sebagai berikut.
1) Kata-kata yang pada hakekatnya hanya rnelakukan jabatan gatra sebutan
Golongan kata ini terdiri atas dua golongan yaitu (1) kata keadaan, misalnya: besar,
sukar, sibuk, jauh; dan (2) kata kerja, misalnya: mendayung, digigit, tidur, yang dapat
dibedakan lagi menjadi: (a) kata kerja buntu yaitu kata kerja yang menyatakan bahwa
perbuatan yang ditujukan terbatas dalam lingkungannya sendiri, misalnya: jatuh, menangis,
(b) kata kerja langsung ialah kata kerja yang dapat berhubungan dengan pelaku kedua (objek)
tanpa perantaraan kata lain, misalnya: menggali, membaca, dan (c) kata kerja sambung ialah
kata kerja yang dalan hubungannya dengan pelaku kedua menggunakan perantara lain jadi
hubungannya langsung dengan sambungan, misalnya: cinta pada cinta kepada ayah.
2) Kata-kata yang dapat melakukan jabatan gatra pangkal dan gatra sebutan
Yang termasuk ke dalam golongan ini ialah kata benda, kata kerja, kata keadaan,
dan kata bilangan.
1. Kata benda dpt dibedakan menjadi dua yaitu: (1) kata benda nyata yang dapat dilihat,
didengar, diraba, dan dirasai, misalnya: batu, orang, laut dan (2) kata benda yang tidak
nyata yaitu kata bends yang menyatakan keadaan, hal, sifat, dan sebagainya yang
dikhayalkan seolah-olah berwujud. misalnya: keindahan, kebesaran, penghidupan.
2. Kata ganti benda dapat dibedakan menjadi: (1) kata penunjuk yakni itu dan ini (2) kata
pemisah yakni yang dan tempat (3) kata ganti diri dan milik yang dapat dibedakan lagi
menjadi kata ganti diri: (a) pertana, misalnya: aku, (b) kedua, engkau, dan (c) ketiga,
misalnya: ia; (4) kata ganti tanya, misalnya: apa, mana, berapa; dan (5) kata ganti sesuatu,
misalnya: suatu, sesuatu, apa-apa, seorang, siapa-siapa.
3. Kata bilangan yang dapat dibedakan menjadi enam golongan, yaitu: (1) bilangan pokok
57 | P a g e
yakni bilangan yang menyatakan banyaknya barang apa juga pun, misalnya: satu, sebelas,
dua belas (2) bilangan bantu yaitu kata yang menerangkan jenis benda yang berfungsi
membantu bilangan pokok, misalnya: batang, biji, bilah (3) bilangan tak tentu yaitu
bilangan yang menyatakan bilangan yang ditetapkan jumlahnya, misalnya: banyak,
sedikit, beberapa (4) bilangan himpunan ialah bilangan yang menyatakan banyaknya
benda, orang dan lain-lain dalam suatu himpunan, misalnya: ketika pada ketiga orang itu;
(5) bilangan tuturan ialah bilangan yang menyatakan bilangan yang berturut-turut,
misalnya: kedua, ketiga dan (6) bilangan pecahan, misalnya: setengah, tiga perempat.
3) Kata-kata pembantu regu II
Kata-kata pembantu regu II ini dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
1. Kata-kata yang menjelaskan tempat kedudukan kata benda. yaitu: ini, itu
2. Kata-kata yang menunjukkan kekianan, misalnya: dua, tiga.
3. Kata-kata keadaan dan kata benda yang memberikan penjelasan kata benda tentang
keadaannya, pemiliknya, dan sebagainya, misalnya: kaya pada orang kaya, kata saya
pada bapak saya.
4) Kata-kata pembantu pertalian
Yang dimaksud dengan kata-kata pembantu pertalian ialah kata-kata yang
menjelaskan pertalian kata yang satu dengan kata yang lain, kalimat yang satu dengan
kalimat yang lain atau sebagai penjelas tambanan. Kata ini dapat dibedakan menjadi tiga
macam.
1. Kata-kata yang menerangkan kata keadaan dan kata kerja, misalnya: sekali pada elok
sekali, terlalu, kerap kali, lebih baik.
2. Kata-kata yang menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain, kalimat yang satu
dengan kalimat yang lain, misalnya: dari, ke, untuk, dan, oleh.
3. Kata-kata yang disisipkan dalam kalimat seakan-akan berdiri sendiri, lepas dari ikatan
kalimat, Misalnya: nah, hai, sayang, aduh.
3. Penggolongan Kata oleh Anton M. Meoliono
Anton M. Moeliono (1967) dalam tulisanya, “Suatu Reonientasi dalam Tata
Bahasa Indonesia” yang termuat dalam Bahasa dan Kesusastran Indonsia halaman 45-52,
menggolongkan kata berdasarkan kesamaan perilaku sintaktik. Beliau menggolongkannya
menjadi tiga rumpun yaitu: (1) rumpun nominal, (2) rumpun verbal, dan (5) rumpun partikel.
Ihktisar Ramlan (l965:42-44) sebagai berikut.
1) Rumpun Nominal
Rumpun nominal ialah rurmpun yang diingkari oleh kata bukan dalam suatu
konstruksi endosentnik beratribut. Rumpun ini dapat dibedakn menjadi dua anak rumpun
yaitu:
1. Rumpun nominal yang dapat didaului oleh partikel preposisi direktif di, seperti: di rumah,
di air, di kertas. Secara arbitrer, anak rumpun ini disebut nominal tak bernyawa.
2. Rumpun nomial yang didahului oleh partikel pada, seperti: pada anak, pada ibu, pada
harimau, pada tanggal, pada hari. Anak rumpun ini secara atbitrer disebut nominal
bernyawa.
2) Rumpun Verbal
Rumpun verbal ialah rumpun kata yang diingkari oleh kata tidak dalam suatu
konstruksi endosentrik yang beratribut. Rumpon ini dapat dibedakan menjadi:
Rumpun verbal transitif ialah rumpun verbal yang secara potensial dapat mendahului obyek
nominal dalam konstruksi objektif, misal: bawa buku itu, tulis surat itu.
58 | P a g e
Rumpun verbal taktransitif ialah rumpun verbal yang tidak berkonstruksi dengan sebuah
obyek, tetapi dapat disertai oleh atribut, misalnya: terbang, jauh, tertawa sangat keras.
Rumpun verbal ajektif ialah rumpun verbal yang dapat didahului oleh partikel penunjuk
derajat seperti amat dan sangat dalam amat miskin, sangat miski.
3) Rumpun Partikel
Rumpun ini keanggotaannya terbatas. Di samping itu biasanya tidak diperluas lagi
bentuknya oleh imbuhan dan tidak dapat dijadikan bentuk alas (bentu dasar, pen.) untuk suatu
konstruksi morfologik yang lebih lanjut. Menurut kedudukannya dalam kalimat, rumpun
dapat dibedakan menjadi lima anak umpun.
1. Preposisi yang pada umumnya mendahului nominal dan tidak terarah terdapat pada akhir
kalimat, yang dapat digolongkan lagi menjadi tiga golongan yakni: (1) preposisi direktif,
misalnya: di, ke, dari, pada, (2) preposisi agentif yaitu oleh, dan (3) preposisi penunjuk
orang, misalnya: para, si, sang.
2. Konjungsi yang pada umumnya tidak terdapat pada akhir kalimat dan tidak selalu diikuti
oleh nominal, yang dipat dibedakan lagi menjadi. tiga golongan yaitu: (1) konjungsi
setara, misalnya: dan, tetapi, namun, atau, (2)konjungsi taksetara, misalnya: sambil,
seraya, demi, dan (3) konjungsi korelatif, misalnya: kian…kian, makin…makin,
baik…maupun, walau…sekalipun.
3. Penunjuk kecaraan atau modalita yang distribusinya lebih luas daripada preposisi dan
konjugasi. Ada di antaranya yang berbentuk klitika. Kelompok ini dapat dibedakan
menjadi sepuluh yaitu: (a) pengingkaran, misalnya: bukan, tidak, (b) penegasan,
misalnya: bahva, toh, lah, pun, (c) pertanyaan, misalnya: adakah , apakah, (d)
pelarangan, misalnya: jangan, jangan sampai, (e) pengharapan, misalnya: semoga,
mudah-mudahan, (f) permintaan, misalnya: silakan, sudila,. (g) penujuan, misalnya: agar,
supaya, (h) penguluran, misalnya: meski, biar, (i) pensyaratan, misalnya: jika jikalau, dan
(j) penyangsian, misalnya: jangan-jangan, gerangan, entah.
4. Penunjuk segi atau aspek yang biasanya tidak terdapat pada akhir kalimat dan pada
umumnya mendahului verbal. Kelompok ini dapat dibedakan menjadi: (1) segi
komplektif, misalnya: telah, sudah, (2) segi duratif, misalnya: sedang, tengah, dan (3)
segi berantisipasi, misalnya akar.
5. Penunjuk derajat yang berdistribusi preverbal atau purnaverbal dan kadang-kadang
terdapat pada akhir kalimat, misalnya: amat, sangat, agak, sekali, benar.
4. Penggolongan Kata oleh Gorys Keraf
Gorys Keraf dalam bukunya, Tatabahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas
(1982:82-92) membagi kata menjadi empat macam yaitu: (1) kata benda atau nomina
substantive; (2) kata kerja atau verba; (3) kata sifat atau adjektiva; dan (4) kata tugas atau
function word. Beliau membagi kata berdasarkan struktur morfologisnya. Yang dimaksud
dengan struktur morfologis adalah bidang bentuk yang memberi ciri khusus terhadap katakata itu. Bidang bentuk itu meliputi kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata
tersebut atau juga kesamaan cirri dan sifat dalam membentuk kelompok kata.
1) Kata Benda
Berdasarkan bentuknya, segala kata yang mengandung morfem terikat, ke-an, pean, -an, ke-, kita calonkan sebagai kata benda, misalnya: perumahan, perbuatan, kecantikan,
pelari, jembatan, kehendak. Berdasarkan kelompok kata, segala macam kata yang dapat
diterangkan atau diperluas dengan yang + kata sifat adalah kata benda. Contohnya: Tuhan,
angin dapat diperluas menjadi Tuhan yang adil, angin yang kencang. Kata ganti yang dalam
tatabahasa tradisional merupakan jenis kata tersendiri, dimasukkan menjadi subgolongan kata
benda.
59 | P a g e
2) Kata Kerja
Berdasarkan bentuknya, segala kata yang mengandung imbuhan me-, ter-, -kan, di-,
-i kita calonkan sebagai kata kerja. Ditinjau dari kelompok kata, segala macam kata yang
dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + kata sifat adalah kata kerja. Contohnya:
mendengar, buat dapat diperluas mendengar dengan cermat, buat dengan cepat.
3) Kata Sifat
Berdasrkan bentuknya, segala kata dalam bahasa Indonesia bisa mengambil bentuk
se + reduplikasi kata dasar + nya disebut kata sifat, misalnya: teliti, tinggi, cepat dapat
menjadi: seteliti-telitinya, setinggi-tingginya, secepat-cepatnya. Dari segi kelompok kata,
kata sifat dapat diterangkan oleh kata-kata: paling, lebih, sekali Contohnya: besar, tingsi
dapat diterangkan menjadi besar sekali, paling besar, lebih besar, tinggi sekali, paling tinggi,
lebih tinggi.
4) Kata Tugas
Dari segi bentuk, kata tugas umumnya sukar sekali mengalami perubahan, seperti:
dengan, telah, dan, tetapi. Narnun ada juga yang dapat mengalami perubahan bentuk,
walaupun jumlahnya sangat terbatas, seperti: tidak, sudah yang dapat berubah menjadi:
menidakkan, menyudahi. Dari segi kelompok kata, kata tugas hanya memiliki tugas untuk
memperluas atau mengadakan transformasi kelimat.
Kata tugas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: l) kata tugas yang
monovalen (bernilai satu) yaitu semata-mata bertugas untuk memperluas kalimat, misalnya:
dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari dan kata tugas yana ambivalen (berniali dua) yaitu di
samping berfungsi sebagai kata tugas yang monovalen dapat juga bertindak sebagai jenis kata
lain, baik dalam membentuk suatu kalimat minim maupun mengubah bentuknya, misalnya:
sudah tidak.
5. penggolongan Kata oleh S. Wojowasito
S. Wojowasito (1976:30-31) dalam bukunya Pengantar Sintaksis Indonesia (Dasardasar ilmu kalimat Indonesia) membagi kata menjadi sembilan jenis. Beliau menentukan
jenis kata berdasarkan hubungannya di dalam frase atau bentuk itu meliputi kesamaan
morfem-morfem yang membentuk kata tersebut atau juga kesamaan cirri dan sifat dalam
membentuk kelompok kata.
1) Kata Benda atau Substantif
Kata benda yang memiliki cirri-ciri (1) lazim menduduki fungsi subjek atau obyek;
(2) lazim diikuti kata itu, (3) dapat didahului oleh proposisi; (4) dapat diikuti oleh nama
pribadi; (5) dapat didahului oleh kata bilangan; dan (6) dapat didahulu atau diikuti oleh
sesuatu sifat.
2) Kata Kerja
Kata kerja memiliki ciri-ciri: (1) lazim menduduki fungsi predikat; (2) lazim
rnengikti subjek dan mendahului obyek; (3) dapat diikuti oleh preposisi; (4) dapat digunakan
untuk perintah; (5) dapat mengalami perubahan genus (aktif dan pasif); dan (6) dapat
didahului oleh kata-kata: boleh, akan, hendak, sedang, telah, sambil.
3) Kata Sifat
Kata sifat mempunysi ciri-ciri: (1) lazim mengikut kata benda sebagai kualifikasi
atau penjelasan; (2) dapat dimasukkan ke dalam imbangan pangkat-pangkat perbandingan
dengan menyertakan kata-kata: lebih, paling; (3) tidak dapat dipergunakan untuk perintah;
dan (4) tidak dapat didahului oleh kata-kata: hendak, akan, boleh, sedang, telah (sekalipun
terdapat pula peristiwa-peristiwa yang meragukan).
4) Adverbia
Adverbia memiliki ciri menduduki fungsi keterangan sekunder (kedua). Yang
60 | P a g e
dimaksud dengan keterangan sekunder ialah keterangan atas keterangan. Contohnya kata
amat dalam orang itu amat besar. Besar sebagai keterangan primer pada orang itu, dan amat
sebagai keterangan sekunder pada besar.
5) Kata Penghubung atau Konjugasi
Konjugasi memiliki ciri: (1) menghubungkan dua kalimat sejajar atau bertingkat;
dan (2) menghubungkan dua kata sejenis secara sejajar, misalnya: dan pada rumah dan
halaman, kaya dan miskin.
6) Kata Seru atau Interjeksi
Kata seru lazim dipergunakan sebagai motprase yaitu suatu kata yang bertindak
sebagai kalimat dengan intonasi seruan; wahai, cis, aduh.
7) Kata Buangan atau Numeral
Kata bilangan memiliki cirri-ciri: (1) menyebutkan sesuatu yang obyektif dan untuk
tujuan itu tidak dapat diganti oleh lain jenis; dan (2) selalu mendahuiui kata yang dijumlah.
Kata bilangan ini masih dapat menjadi kata bilangan tentu, misalnya: satu, dua, lima, dan
kata bilangan tak tentu, misalnya: segala, tiap-tiap.
8) Kata Ganti atau Pronomen
Kata ganti secara historis dapat dihubungkan dengan istilah pronoun, jadi tidak asal
menggantikan kata saja. Jenis ini dapat dibagi lagi menjadi: (1) kata ganti persona; (2) kata
ganti milik; (3) kata ganti Tanya; (4) kata ganti tunjuk; dan lain-lain yang pada umumnya
telah kita ketahui.
9) Preposisi
Preposisi disebut juga kata depan atau kata perangkai, ia memiliki ciri-ciri: (1)
rnemiliki fungsi adverbial; (2) biasanya berada di muka kata benda; dan (3) menyatakan
hubungan sebagai terkandung di dalam kate preposisi itu sendri terhadap pernyataan kanan
kirinya. Dalam kenyataannya, preposisi itu tidak selalu berada di muka kata benda, tetapi ada
pula preposisi yang di belakangnya. Yang terakhir sebenarnya hanya ada pada bahasa Barat.
61 | P a g e
62 | P a g e
Download