Identifikasi Gugus Molekul Fotoaktif Hasil Ekstraksi Kulit

advertisement
JURNAL APLIKASI FISIKA
VOLUME 8 NOMOR 1
FEBRUARI 2012
Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe
Taufik Q, Firdaus, Deniyatno
Jurusan Fisika FMIPA Universtas Haluoleo
e-mail : [email protected], [email protected]
Abstrak
Telah dilakukan pemetaan ancaman bencana tanah longsor untuk mengetahui daerah rawan tanah
longsor di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Parameter tanah longsor yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu kemiringan lereng, curah hujan, penggunaan lahan dan jenis tanah. Data yang
digunakan adalah data sekunder berupa peta parameter tanah longsor. Tingkat kerawanan tanah longsor
ditentukan berdasarkan akumulasi perkalian bobot dan skor parameter fisis yang berpengaruh pada proses
terjadinya tanah longsor. Teknik pembobotan dan skoring menggunakan skala borgadus, sedangkan
penentuan kelas interval tingkat kerawanan menggunakan metode aritmatik. Hasil dari penelitian ini berupa
peta tematik ancaman tanah longsor yang dibuat menggunakan software ArcView 3.3. Hasil penelitian
menunjukkan 0,56% wilayah Kabupaten Konawe merupakan daerah dengan tingkat kerawanan tinggi,
64,42% merupakan daerah dengan tingkat kerawanan menengah, 26,97% merupakan daerah dengan tingkat
kerawanan rendah dan 8,05% merupakan daerah dengan tingkat kerawanan sangat rendah. Daerah dengan
tingkat kerawanan tinggi tersebar di beberapa lokasi dengan kemiringan lereng >40% serta merupakan
lahan yang dipergunakan untuk tegalan/ladang/sawah. Daerah dengan tingkat kerawanan tinggi di
Kecamatan Routa, Tongauna, Anggaberi, Meluhu, Pondidaha dan Amonggedo juga dipengaruhi oleh faktor
jenis tanah ultisol di daerah tersebut, sedangkan. di Kecamatan Onembute, Puriala dan Uepai juga
dipengaruhi oleh faktor curah hujan yang tinggi (301-400 mm/bulan).
Kata Kunci :Pemetaan ancaman, parameter tanah longsor, Tingkat kerawanan, peta tematik
Pemetaan
ancaman,
kerentanan,
kapasitas, dan risiko bencana bermanfaat
untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat
terhadap perlunya kesiapsiagaan menghadapi
bencana alam yang saat ini menjadi bagian
kritis dalam kehidupan sebagian besar
masyarakat di Indonesia. Dengan demikian
akan bermanfaat untuk menekan semaksimal
mungkin kerusakan atau resiko akibat
bencana melalui peta.
Permukaan tanah Kabupaten Konawe
pada umumnya bergunung dan berbukit yang
diapit dataran rendah. Areal dengan
kemiringan lereng terjal (>60%) yang sebagian
besar merupakan hutan, luasnya mencapai
50,16% dari luas total Kabupaten Konawe.
Kondisi alam ini menjadikan wilayah
Kabupaten
Konawe
memiliki
potensi
terjadinya bencana alam tanah longsor.
Kebijakan pemerintah untuk menarik investor
dalam bidang pertambangan dan perkebunan
kelapa sawit (rencana revisi tata ruang wilayah
kawasan hutan di Sulawesi Tenggara) juga
menimbulkan
kekhawatiran
akan
1. Pendahuluan
Bencana tanah longsor merupakan
salah satu jenis bencana alam yang banyak
menimbulkan korban jiwa dan kerugian
material yang sangat besar. Bencana alam
tanah longsor sering terjadi di daerah yang
memiliki derajat kemiringan tinggi, yang
diperburuk oleh penataan penggunaan lahan
yang tidak sesuai. Tanah longsor umumnya
terjadi pada musim basah dimana terjadi
peningkatan curah hujan.
Tanah Longsor dapat terjadi secara
alamiah jika disebabkan oleh faktor-faktor
alam dan dapat menimbulkan bencana jika
merugikan manusia dari aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan. Terjadinya bencana
tanah longsor dapat dipercepat karena dipicu
oleh manusia, yaitu adanya perubahan tata
guna
lahan
yang
tidak
terkontrol.
Meningkatnya
kebutuhan
lahan
untuk
permukiman,
kegiatan
ekonomi,
atau
infrastruktur akibat bertambahnya jumlah
penduduk dapat pula meningkatkan resiko
terjadinya tanah longsor (Kuswaji, dkk. 2006).
36
Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe…………..….(Taufik, dkk)
meningkatnya ancaman bencana tanah longsor
di Kabupaten Konawe.
Contoh kasus bencana tanah longsor
terjadi di Desa Abeli Sawa dan Desa Galu,
Kecamatan Sampara pada Februari 2010 lalu.
Tanah longsor terjadi setelah hujan deras
selama dua hari (liputan6.com, 10/2/2010).
Data yang ada menunjukkan bahwa wilayah
kecamatan sampara memiliki areal dengan
kemiringan lereng antara 9 % sampai 60 %
(Dinas Pertanian dan PT MCS, 2008).
Berdasarkan
karakteristik
wilayah
Kabupaten Konawe maka perlu dilakukan
pemetaan tingkat kerawanan bencana alam
tanah longsor dengan menggunakan Metoda
Analisa Data Spasial menggunakan Aplikasi
Sistem Informasi Geografis (SIG), yang
bertujuan untuk memberikan informasi lokasi–
lokasi yang memiliki kerawanan bencana
tanah longsor yang tinggi. Pemetaan ancaman
bencana tanah longsor ini diharapkan dapat
mencegah atau mengurangi dampak dari
bencana tersebut yang mungkin terjadi di
Kabupaten Konawe.
2. Metode Penelitian
Secara garis besar, tahapan dari penelitian ini
adalah seperti diagram alir berikut:
Mulai
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
1.
2.
3.
4.
Analisis Data:
Overlay data spasial
editing data atribut
Analisis tabuler
Presentasi grafis (spasial)
hasil analisis
Peta Rawan
Longsor
Berikut adalah penjelasan mengenai tahapan
penelitian:
Tahap Awal dilakukan identifikasi terhadap
masalah yang ada yaitu mengenai tanah
longsor, kemudian dilakukan studi literatur.
Pengumpulan Data; berupa peta parameter
penyusun ancaman bencana tanah longsor
meliputi peta curah hujan tahun 2010, peta
lereng tahun 2008, peta jenis tanah tahun 2008
dan peta penggunaan lahan tahun 2008. Data
tersebut diperoleh dari Kantor Dinas Pertanian
dan Tanaman Pangan Kabupaten Konawe dan
BMKG Kota Kendari.
Pengolahan Data yang diperoleh kemudian
diolah dan dilakukan editing agar dapat
dilakukan analisa. Peta parameter penyusun
bencana yang diperoleh dalam bentuk jpg/bmp
dibuat ulang dalam bentuk shp agar dapat
dilakukan analisis spasial.
Analisis Data menggunakan pendekatan
spasial dengan unit lahan sebagai satuan
analisisnya. Analisis spasial dilakukan dengan
menumpangsusunkan (overlay) beberapa data
spasial (parameter penentu rawan longsor)
untuk menghasilkan unit pemetaan baru (unit
lahan) yang akan digunakan sebagai unit
analisis. Proses analisis spasial untuk
penentuan rawan longsor menggunakan
software ArcView GIS dengan bantuan
ekstensi Geoprocessing.
Secara garis besar tahapan dalam
analisis spasial untuk pembuatan peta rawan
longsor terdiri dari 4 tahap, yaitu (a) tahap
overlay data spasial, (b) tahap editing data
atribut, (c) tahap analisis tabuler, dan (d)
presentasi grafis (spasial) hasil analisis
(Kumajas, 2006).
Metode yang digunakan dalam analisis
tabuler
adalah
metode
pembobotan
menggunakan skala bogardus berdasarkan
sistem penilaian bobot dan skor. Berikut
persamaan untuk menentukan nilai tingkat
kerawanan bencana alam berdasarkan metode
skala bogardus (Mutia, 20
Tingkat kerawanan =
Selesai
Gambar 1. Diagram alir penelitian
37
Bobot Skor
(1)
Nilai bobot dan skor dapat dilihat pada tabel
1,2,3,4 dan 5.
38
JAF, Vol. 8 No. 1 (2012), 36-40
Pemberian nilai bobot dan skor untuk
setiap parameter dilakukan berdasarkan
kekontinuan data dimana terdapat parameter
yang memiliki skor yang lebih rendah dan
lebih tinggi. Parameter bencana yang paling
berpengaruh akan mendapat bobot lebih besar
daripada parameter yang kurang berpengaruh
(BAPEDA, 2008).
Dalam menentukan tingkat kerawanan
longsor diperlukan suatu kelas yang
menggambarkan tingkat kerawanan. Dinas
ESDM membagi zona kerentanan gerakan
tanah menjadi empat yaitu: sangat rendah,
Peta
Kemiringan
Lereng (4)
0 – 8 % (1)
9 – 15 % (2)
16 – 25 % (3)
26 – 45 % (4)
> 45 % (5)
rendah, menengah dan tinggi (Sulistiarto dan
Cahyono, 2010).
Untuk
mengklasifikasikan
hasil
overlay ke dalam tingkat kerawanan longsor
maka diperlukan suatu interval kelas. Interval
tersebut dihitung dengan rumus (Sulistiarto
dan Cahyono, 2010):
i
Nilai tertinggi Nilai terendah
k
(2)
Keterangan; i : interval kelas, k : jumlah
kelas yang diinginkan.
Peta Curah
Hujan (3)
Peta
Penggunaan
lahan (2)
0 – 100 mm/bln (1)
0 – 100 mm/bln (2)
0 – 100 mm/bln (3)
0 – 100 mm/bln (4)
Rawa, tubuh air (1)
Semak belukar (2)
hutan (3)
Sawah, ladang,
tegalan, perkebunan
(4)
Pemukiman (5)
Peta Jenis
Tanah (1)
Histosol (1)
entisol (2)
Inceptisol (3)
Alfisol (4)
Ultisol (5)
Oxisol (6)
Overlay
1.
2.
Pembobotan dan penskoringan:
Nilai = ∑ (Bobot x Skor)
Klasifikasi tingkat kerawanan
Peta Rawan
Longsor
Gambar 2. Diagram alir analisis data spasial
3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan peta ancaman tanah longsor di
Kabupaten Konawe (lihat gambar 16),
diketahui bahwa daerah dengan tingkat
kerawanan tinggi tersebar di beberapa lokasi
dengan kemiringan lereng >40%.
Daerah dengan tingkat kerawanan
tinggi di Kecamatan Routa, Tongauna,
Anggaberi,
Meluhu,
Pondidaha
dan
Amonggedo adalah lahan tegalan/ sawah/
ladang dengan kemiringan lahan terjal yang
merupakan tanah ultisol meskipun curah hujan
Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe…………..….(Taufik, dkk)
di wilayah ini tergolong dalam kategori
menengah (201-300 mm/bulan).
Di Kecamatan Onembute, Puriala dan Uepai
yang merupakan wilayah dengan curah hujan
tinggi (301-400 mm/bulan), daerah dengan
tingkat kerawanan tinggi adalah lahan terjal
39
yang dipergunakan untuk ladang/sawah
meskipun jenis tanah di daerah tersebut adalah
inceptisol.Penggunaan lahan seperti tegalan
maupun persawahan pada daerah-daerah yang
mempunyai kemiringan lahan terjal umumnya
sering terjadi tanah longsor.
Gambar 3. Peta tematik ancaman tanah longsor di Kabupaten Konawe
Daerah dengan tingkat kerawanan
menengah mendominasi di sepanjang wilayah
pegunungan Kabupaten Konawe yang
sebagian besar merupakan kawasan hutan.
Daerah dengan tingkat kerawanan menengah
ini tersebar di Kecamatan Routa, Latoma,
Asinua, Abuki, Tongauna, Anggaberi, Meluhu,
Amonggedo, Pondidaha, Bondoala, Besulutu,
Sampara, Lalonggasumeeto, Soropia, Uepai,
Lambuya, Puriala, dan Onembute. Tingkat
kerawanan menengah juga terdapat pada areal
tanah ladang/ tegalan/ sawah di daerah dengan
kemiringan lereng >40 % yang tersebar di
Kecamatan Routa, Latoma, Asinua, Abuki,
dan Pondidaha.
Pada wilayah dengan intensitas curah
hujan tinggi meliputi Kecamatan Uepai dan
Lambuya, tingkat kerawanan menengah juga
terdapat pada daerah dengan kemiringan
lereng >16 % untuk penggunaan lahan hutan,
sawah dan ladang. Di pulau wawonii, tingkat
kerawanan sedang terdapat pada lahan dengan
kemiringan lereng 26% - 40% untuk
penggunaan lahan sebagai kawasan hutan dan
ladang. Di Kecamatan Wawonii Barat,
Wawonii Tenggara dan Wawonii Timur,
tingkat kerawanan menengah juga terdapat
pada daerah dengan kemiringan lereng >40 %
untuk penggunaan lahan semak belukar.
40
JAF, Vol. 8 No. 1 (2012), 36-40
Daerah dengan tingkat kerawanan
rendah dan sangat rendah mendominasi
wilayah dataran rendah Kabupaten Konawe.
Wilayah ini sebagian besar dimanfaatkan
sebagai lahan pertanian.
[5]. Barus, B., 1999, Pemetaan Bahaya Longsoran
Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah
tunggal Menggunakan SIG: Studi Kasus
Daerah Ciawi-Puncak-Pacet, Jawa Barat,
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 2(1), 716.
4. Kesimpulan
Ancaman bahaya tanah longsor dapat
diketahui berdasarkan klasifikasi tingkat
kerawanannya, 0,56% wilayah Kabupaten
Konawe merupakan daerah dengan tingkat
kerawanan tinggi, 64,42% merupakan daerah
dengan tingkat kerawanan menengah, 26,97%
merupakan daerah dengan tingkat kerawanan
rendah dan 8,05% merupakan daerah dengan
tingkat kerawanan sangat rendah.
Berdasarkan peta tematik ancaman tanah
longsor di Kabupaten Konawe, daerah dengan
tingkat kerawanan tinggi tersebar di beberapa
lokasi dengan kemiringan lereng >40% serta
merupakan lahan yang dipergunakan untuk
tegalan/ladang/sawah. Daerah dengan tingkat
kerawanan tinggi di Kecamatan Routa,
Tongauna, Anggaberi, Meluhu, Pondidaha dan
Amonggedo juga dipengaruhi oleh faktor jenis
tanah ultisol di daerah tersebut, sedangkan. di
Kecamatan Onembute, Puriala dan Uepai juga
dipengaruhi oleh faktor curah hujan yang
tinggi (301-400 mm/bulan).
[6]. BPS, 2010, Kabupaten Konawe dalam Angka
2010, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Konawe, Unaaha.
[7]. Guswanto, 2007. Dasar dan Aplikasi Sistem
Informasi Geografis. Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika. Jakarta.
[8]. Kumajas, M., 2006, Inventarisasi dan
Pemetaan Rawan Longsor Kota Manado –
Sulawesi Utara, Forum Geografi, 20(2), 190197.
[9]. Kuswaji, D.P., Priyana, Y., dan Priyono,
2006, Analisis Tingkat Bahaya Longsor
Tanah
Di
Kecamatan
Banjarmangu
Kabupaten Banjarnegara, Forum Geografi,
20(2), 175-189.
[10]. Mutia, N., 2011, Pemetaan Ancaman Bahaya
Tanah Longsor di Kota Kendari, Universitas
Haluoleo, Kendari.
[11]. Nugroho, A.J., Sukojo, B.M., dan Sari, I.L.,
2009, Pemetaan Daerah Rawan Longsor
Dengan Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografis (Studi Kasus Hutan
Lindung Mojokerto), ITS, Surabaya.
[12]. Simandjuntak, T.O., Surono, dan Sukido,
1994. Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi
Skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
[13]. Sulistiarto, B., dan Cahyono, A.B., 2010,
Studi Tentang Identifikasi Longsor dengan
Menggunakan Citra Landsat dan Aster (Studi
Kasus: Kabupaten Jember), ITS, Surabaya.
[14]. Wahyunto, Sastramiharja, H., Supriatna, W.,
Wahdini, W., Sunaryo, 2003, Kerawanan
Longsor Lahan Pertanian di Daerah Aliran
Sungai Citarum, Jawa Barat, Prosiding
Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi
Lahan Pertanian, 99-112.
Daftar Pustaka
[1]. Arifin, S., Carolina, I., dan Winarso, C., 2006,
Implementasi Penginderaan Jauh dan SIG
untuk Inventarisasi Daerah Rawan Longsor
(Propinsi Lampung), Jurnal Penginderaan
Jauh, 3(1), 77-86.
[2]. Arsyad, S., 1989, Konservasi Tanah dan Air,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[3]. Mada University Press, Yogyakarta.
[4]. BAPPEDA, 2008, Metode Pemetaan Risiko
Bencana
Provinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta 2008, Pemerintah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta.
Download