nilai-nilai pendidikan karakter pada kitab ta`lim al

advertisement
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
PADA KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALIM
KARYA AL-ZARNUJI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
NURTADHO
NIM: 111 09 028
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA TAHUN 2016
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
‫ا‬ْٛ ُٕ٠ِّ ‫ك اَ ََل فَ َع‬
َ ٍَ‫إَ ّْ هللاَ ِا ْسز َْر‬
ِ ٍُ‫ ُحس َْٓ اٌ ُر‬َٚ ‫ ِٕ ُى ُْ ِا اَل اٌ اسرَب َء‬٠ْ ‫َظْ ٍُ ُح ٌِ ِس‬٠ ‫ ََل‬َٚ ِٗ ‫ َْٓ ٌَِٕ ْف ِس‬٠‫ض َ٘ َصا اٌ ِّس‬
) ٕٝ‫ َّب (ا ذطخٗ اٌسضلط‬ِٙ ِ‫َٕ ُى ُْ ث‬٠ْ ‫ِز‬
“Sesungguhnya Allah telah menyelamatkan Agama (Islam) ini
karena dirinya Dan Allah tidak akan memberi kebaikan pada agama
kalian kecuali dengan bersikap dermawan dan akhlak baik, maka
perhiasilah agama kalian dengan keduanya.” (dikeluarkan oleh
Daruquthni)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:
 Bapak-ibuku tercinta yang senantiasa tak pernah
berhenti memberikan kasih sayang, semangat serta
do’anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.
 Almukarrom romo K.H. Maslikhuddin Yazid, K.H.
Muslimin al-’Asy’ary, K. Sa’dullah, serta guru-guru PP.
Sunan Giri yang
telah berjuang bersama dengan
penuh keihlasan dalam pendidikan pesantren.
vii
KATA PENGANTAR
ُ١‫ثسُ هللا اٌطحّٓ اٌطح‬
ّ ‫ث‬ٚ ،ٓ١
‫ظ َط ثظبئ َط‬
َ ِ‫ َح اٌسّؼبز ِح ٌٍِّزم‬ِٕٙ ًَ ّٙ‫س‬ٚ ،ٓ١
َ ‫ك ٌٍطبٌ ِج‬
َ ٠‫ػ َح اٌطبض‬ٚ‫ أ‬ٞ‫اٌحّ ُس هللِ اٌّ ِص‬
ْ‫اإلحسب‬
‫ا َض‬ٛٔ‫أ‬ٚ ْ‫ّب‬٠‫اإل‬
‫ُ أسطا َض‬ٙ‫ِٕ َح‬ٚ ،ِٓ ٠ِّ‫ اٌس‬ٟ‫األحىبَ ف‬ٚ
ُ‫اٌحى‬
‫ثسبئط‬
ٓ١
َ ِ‫اٌّظسل‬
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ّ
ّ ‫ ُس‬ٙ‫أش‬ٚ ،ٓ١‫اٌّج‬
ْ ‫ ُس‬ٙ‫أش‬ٚ ،ٓ١‫م‬١ٌ‫ا‬ٚ
ُ
ُّ ‫ه اٌح‬
ُ ٌٍّ‫ه ٌُٗ ا‬
‫ّ َسٔب‬١‫أْ س‬
‫ك‬
َ ٠‫ح َسٖ َل شط‬ٚ ُ‫ إٌٗ إَل هللا‬٢ ْ‫أ‬
ِ
ُ
ُ
ُ ‫ٌٗ اٌظّبز‬ٛ‫ضس‬ٚ ٖ‫ِحّسًا ػج ُس‬
،ِٓ ٠ْ ‫ اٌ ِّس‬ِٟ‫ُٗ ف‬ْٙ ِّ‫ُفَم‬٠ ‫طًا‬١ْ ‫ ُِط ِز هللاُ ِث ِٗ َذ‬٠ ْٓ َِ ًُ ‫ اٌمبئ‬،ٓ١ِ‫اَل‬
‫ػ ُس‬ٌٛ‫ق ا‬
.ٓ٠
ٌُٙ ،ٓ١
َ ‫اٌزّبث ِؼ‬ٚ ٗ‫أطحب ِث‬ٚ ٌِٗ‫ آ‬ٍَٝ‫ػ‬ٚ ِٗ ١ٍ‫ هللاُ ػ‬ٍّٝ‫ط‬
ِ ٌَٝ‫ثئحسبْ إ‬
ٍ
ِ ‫َ اٌ ّس‬ٛ٠
Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah
„Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh
dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi
cakrawala rindu para umatnya (Nabi Muhammad SAW).
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat
diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. dekan FTIK IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Salatiga.
4. Bapak Dr. H. Miftahuddin, M.Ag. pembimbing yang telah
membimbing dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak/ibu dosen dan seluruh karyawan IAIN yang telah
memberikan pelayanan kepada penulis.
viii
ix
ABSTRAK
Nurtadho. 2016. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim alMuta‟allim Karya al-Zarnuji. Jurusan Tarbiyah Pendidikan Agama
Islam.Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing: Dr. Miftahuddin, M.Ag.
Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter
pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya al-Zarnuji. Pertanyaan yang ingin dijawab
melalui penelitian ini adalah: (1) Apa nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab
Ta‟lim al- Muta‟alim? (2) Apa relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada
Kitab Ta‟lim al-Muta‟alim pada dunia pendidikan Islam?
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research). Sumber data primer adalah Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim, sumber
sekundernya diambil dari buku-buku lain, jurnal, artikel dan lain sebagainya yang
bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data
menggunakan metode deskriptif analitis dan content analysis.
Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim
masih relevan samapai saat ini di dalam dunia pendidikan Islam. Nilai-nilai
pendidikan karakter yang terkandung di dalamnya antara lain, nilai musyawarah,
wara‟, tekun, cita-cita luhur, hormad dan hidmad, repek terhadap diri, usaha
sekuat tenaga, dan sabar. Nilai-nilai pendidkan karakter tersebut akan sangat
membantu di dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam.
x
DAFTAR ISI
1. JUDUL ...................................................................................................... i
2. LOGO IAIN .............................................................................................. ii
3. NOTA PEMBIMBING ............................................................................iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN ..............................................................iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................v
6. MOTTO.....................................................................................................vi
7. PERSEMBAHAN....................................................................................vii
8. KATA PENGANTAR......................................................................... viii
9. ABSTRAK ...........................................................................................
x
10. DAFTAR ISI .............................................................................................xi
BAB I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................
7
C. Tujuan Penelilitian ...........................................................
7
D. Kegunaan Penelitian ........................................................
7
E. Penegasan Istilah .............................................................. 8
F.
Tinjauan Pustaka…...……………………..…………….. 10
G. Metode Penelitian ..............................................................15
H. Sistematika Penulisan ........................................................18
xi
BAB II. KAJIAN TEORI
A. Pengertiannilai…………………………….…………… 19
B. Pengertian Karakter …………………….…………....... 21
C. Pendidikan Karakter ……………………..……………. 26
D. Nilai-nilai Pendidikan Karakter …………………........... 29
E. Prinsip Pendidikan Karakter………………....………..... 36
BAB III. BIOGRAFI AL-ZARNUJI
A. Riwayat Hidup al-Zarnuji……………………………… 38
B. Riwayat Pendidikan al-Zarnuji ………………………... 41
C. Situasi Pendidikan pada Masa al-Zarnuji……...……..
42
D. Gambaran Umum Kitab Ta‟lim al-Muta‟alim……....…
44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kitab Ta‟lim al Muta‟allim …...………………………... 56
B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim alMuta‟allim karya al-Zarnuji ……...…………………… 70
C. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab
Ta‟lim al-Muta‟allim bagi Dunia Pendidikan Islam ….... 80
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 83
B. Saran ..............................................................................
11. DAFTAR PUSTAKA
12. LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
84
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, pendidikan di Indonesia semakin kehilangan ruhnya. Hal ini
dipengaruhi oleh efek negatif kemajuan teknologi dan informatika yang semakin
mudah diakses, tanpa disertakan mental dan moral yang berkualitas. Akibatnya
masyarakat bangsa Indonesia dengan mudah menghilangkan nilai-nilai tujuan
pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat
jasmani dan rohani, kepribadian mantab dan mandiri serta rasatanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pendidikan adalah wadah untuk menciptakan manusia yang berkualitas.
Proses pengembangan kemampuan manusia dalam aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik hendaknya berjalan dengan seimbang. Namun, pada kenyataannya
pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata seimbang. Karena gaya pendidikan
dan pembelajaran yang cenderung formalistik dan hanya mementingkan capaian
akademik semata (Darmiyati zuchdi, dkk., 2013:2).
Model pendidikan semacam di atas akan melahirkan para cendikiawan dan
pemimpin yang cerdas dan terampil, namum tidak memiliki mental dan moral
(karakter) yang berkualitas. Karakter (akhlaqul karimah) yang seharusnya
menjadi “perhiasan” manusia dan menjadi pembeda antara manusia dengan hewan
1
malah kurang diperhatikan, bahkan telah dilupakan. Apabila pendidikan yang
demikian itu dilestarikan dan dibudayakan, maka degradasi moral pun tidak akan
terhindarkan.
Degradasi moral tesebut dapat ditunjukan dengan rendahnya rasa hormat,
santun, ramah, jiwa kebhinnekaan, kebersamaan, dan kegotong-royongan dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Selain itu, msyarakat Indonesia juga terjangkit
“penyakit” anarkisme, narkoba, KKN, dan lain-lain. Perilaku-perilaku semacam
itu menunjukan bahwah masyarakat Indonesia terlilit oleh problem moral, ahlak,
atau karakter.
Melihat fenomena demikian itu, melahirkan keprihatina bangsa Indonesia
yang amat mendalam sehingga pada tahun 2010, saat peringatan hari Raya Nyepi
di
Bali
Presiden
Susilo
Bambang
Yudoyono
menyampaikan
pesan
pidato:”Pembangunan watak (character building) amat penting. Kita akan
membangun manusia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berbudi perilaku baik.
Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban
demiakian dapat kita capai apabila masyarakat kita juga merupakan masyarakat
yang baik (goog society).” (Samani dan Hariyanto, 2013:6).
Dengan demikian, pendidikan karakter amatlah penting untuk membangun
suatu bangsa yang besar, beradab, dan berperadaban. Ir. Soekarno menegaskan:
“Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter
(character building) karena character building inilah yang akan menjadi bangsa
yang besar, maju, dan jaya, serta bermartabat. Kalau character building ini tidak
2
dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.” (Samani dan
Hariyanto, 2013:1-2).
Dalam agama Islam karakter (akhlakul karimah) adalah hal yang amat
diutamakan.
Nabi
meneyempurnakan
Muhammad
akhlak
diutus
oleh
karimah
Allah
(karakter).
dengan
misi
Dalam
untuk
hadist
(http:articles.islamweb.net) disebutkan:
ُ ‫ َسٍا َُ ِأا َّب ثُ ِئ ْث‬َٚ ِٗ ١ْ ٍَ‫ هللا َػ‬ٍّٝ‫ط‬
َُ ِّّ َ‫ذ ِألُر‬
َ ‫هللا‬
ِ ‫ ُي‬ُْٛ ‫ هللاُ َػ ُْٕٗ لَب َي َضس‬ٟ
ِ ‫ َطحَ َض‬٠ْ ‫ ُ٘ َط‬ٝ‫َػ ْٓ أَ ِث‬
َ ‫ػ‬
)‫ ػجبغ‬ٝ‫اٖ أحّس ػٓ أث‬ٚ‫ق (ض‬
ِ َ‫بض ََ األَ ْذل‬
ِ ‫َِ َى‬
Dari Abu Hurairah, Rasulluallh berkata, “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia”(diriwayatkan oleh Ahmad dari Abaas).
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oeleh Daraquthni dan Tirmidzi yang
penulis ambil dari kitab Ihya‟ Ulumuddin (al Ghozali, t.th:48-49) dikatakan:
‫ا‬ْٛ ُِّٕ٠‫ك اَ ََل فَ َع‬
َ ٍَ‫إَ ّْ هللاَ اِ ْسزَ ْر‬
ِ ٍُ‫ ُح ْس َٓ اٌ ُر‬َٚ ‫ِٕ ُى ُْ اِ اَل اٌ اس َرب َء‬٠ْ ‫َظْ ٍُ ُح ٌِ ِس‬٠ ‫ ََل‬َٚ ِٗ ‫ َٓ ٌَِٕ ْف ِس‬٠ْ ‫ض َ٘ َصا اٌ ِّس‬
) ٕٝ‫ َّب (ا ذطخٗ اٌسضالط‬ِٙ ِ‫َٕ ُى ُْ ث‬٠ْ ‫ِز‬
“Sesungguhnya Allah telah menyelamatkan Agama (Islam) ini dan Allah
tidak akan memberikan kebaikan pada agama kamu semua kecuali dengan
bersikap dermawan dan akhlak baik. Oleh karena itu perhiasilah agama kamu
semua dengan keduanya.” (dikeluarkan oleh Daruqudni)
‫ثُ َّب‬١ْ ‫ك هللاَ َح‬
َ َ‫ فَم‬ِٕٝ‫ط‬
ِ ْٚ َ‫ ا‬:َُ ‫ َسٍا‬َٚ ِٗ ٌَِ‫ ا‬ٍَٝ‫ َػ‬َٚ ِٗ ١ْ ٍَ‫ هللاُ َػ‬ٝ‫طٍا‬
َ ِ‫ ِي هللا‬ْٛ ‫لَب َي َض ُخً ٌِ َط ُس‬َٚ
ِ ‫ اِرا‬:‫بي‬
ُ ٍُ‫بغ ِث ُر‬
ٍٓ ‫ك َح َس‬
ِ ‫ك إٌا‬
ِ ٌِ‫ َذب‬:‫ لَب َي‬ِٝٔ‫َب لَب َي ِظ ْز‬ِّٙ ْ‫ِّئَخَ اٌ َح َسَٕخَ رُح‬١‫ أَ ْر ِج ِغ اٌ ّس‬:‫ لَب َي‬ِٝٔ‫ُو ْٕذَ لَب َي ِظ ْز‬
)ٜ‫(أذطخٗ رطِص‬
3
“Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi (semoga rahmat dan salam
tercurahkan kepada nabi dan keluarganya): “berikanlah wasiat kepadaku!”
Maka Nabi bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah sebagaimana engkau menjadi
(bertaqwa)!”Laki-laki itu berkata:”Tambahkanlah!”Nabi berkata: “Sertakanlah
perbuatan buruk dengan perbuatan baik, Maka berbuatan baik akan melebur
perbuatan buruk!” Laki-laki itu berkata lagi: “Tambahkanlah!” Nabi berkata:
“Jadikanlah manusia berakhlak baik!” ( dikeluarkan oleh Tirmidzi)
Pendidikan karakter dalam Islam berkiblat pada diri Nabi Muhammad saw.
sebagai utusan dan nabi terahir. Nabi telah disetting oleh Allah sebagai hamba
Allah yang paling sempurna. Nabi adalah suri tauladan (uswatun khasanah) yang
sempurna. Dan dalam diri Nabi terdapat nilai-nilai karakter yang “agung”. Dalam
Qur‟an surat Al- Qolam ayat 4 Allah berfirman:
)4:ٍُ‫ُ (اٌم‬١ْ ‫ ُذٍُك َػ ِظ‬ٍَٝ‫ه ٌَ َؼ‬
َ ِّٔ‫ا‬َٚ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
Aisah pun mengatakan:
ْ ٌَ‫ فَمَب‬,َُ ٍَ‫ َس‬َٚ ‫ط َلح‬
ْ ٍَِ‫ُسئ‬
ْ‫ب‬
َ ‫ذ َو‬
َ ِٗ ١ْ ٍَ‫ َػ‬ِٝ‫ك إٌّج‬
ِ ‫ َْٓ َػبئِ َشخُ َض‬١ِِِٕ ‫ذ أُ َُّ اٌ ُّ ْؤ‬
َ ‫ػ‬
ِ ٍُ‫َب َػ ْٓ ُذ‬ْٕٙ‫ هللاُ َػ‬ٟ
)ٍُ‫اٖ اٌّس‬ٚ‫ُذٍُمُُٗ اٌمُطْ أَ َْ (ض‬
Ummul Mu‟minin („Aisah) ditanya tentang akhlak Nabi „alaihi sholatu wa
salam, „Aisah menjawab, “Akhlaq rasul adalah qu‟an.”(H.R. Muslim)
(http:almoslim.net/node/160472).
Dengan demikian, pendidikan karakter dalam perspektif Islam adalah proses
internalisasi nilai-nilai adab Nabi kedalam pribadi peserta didik. Nilai-nilai adab
4
(karakter) Nabi adalah hal yang paling diutamakan untuk dicapai dan dimiliki
oleh peserta didik. Ibnu Jama‟ah mengatakan bahwa:
... hal paling penting yang harus segera dicapai dan dimiliki oleh
seorang intelektual sejak usia muda ialah adab yang baik (Íusn al-adab). …
orang yang paling berkewajiban dan paling utama menyandang sifat yang
baik dan memangku kedudukan yang luhur adalah kaum intelektual (ahlal‟ilm). Mereka adalah orang-orang yang memperoleh puncak pujian dan
terdepan dalam memperoleh julukan pewaris para nabi. Hal itu karena
mereka telah mempelajari akhlak dan adab Nabi saw. serta sarah (rekam
jejak) para imam dan ulama salaf (Hery Noer Aly, 2012:56).
Proses internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspektif
pendidikan islam tidak lepas dari konsep teologi dan moralitas. Gagalnya
pendidikan karakter selama ini, dapat disebabkan karena minus kosep teologi
(keimanan) dan adab (moral). Melihat fungsi pendidikan Islam yang amat penting,
sebagaimana, Abdurrahman an Nahlawi mengatakan bahwa fungsi pendidikan
Islam sebagai pembebasan dan penyelamatan anak didik (Muhammad Arif,
2008:239). Oleh karena itu, untuk membebaskan dan menyelamatkan peserta
didik dengan cara membentuk pribadi yang berkarakter dan beradab, maka
pendidikan Isalm harus mengarahkan target pendidikan kepada pembangunan
individu yang memahami kedudukanya di hadapan Tuhan, dirinya sendiri, dan
masyarakat (lingkungan).
Di dalam persidangan mengenai pendidikan Islam yang di adakan di Jeddah,
Mekah al Mukarramah tahun 1977 melibatkan 320 tokoh ilmuwan Islam dari 33
buah negara telah menggariskan bahawa matlamat Pendidikan Islam adalah:
“Pendidikan haruslah bermatlamatkan membentuk perkembangan
individu yang seimbang melalui perkembangan rohani, intelek, emosi dan
jasmani. Perkembangan ini membolehkan seseorang individu merasai
keterikatan emosinya dengan Islam dan membolehkannya mentaati alQur‟an dan as-Sunnah dan dikawal oleh sistem akhlak Islam dengan rela
5
hati dan gembira yang memungkinkannya menjalankan amanahnya sebagai
Khalifah Allah di muka bumi” (Fairus dan Satiman, 2014:50).
Pendidikan Islam sangat menghendaki pembangunan individu secara
integral. Pembangunan individu dalam aspek rohaniyah (soft skill) dan
pembangunan dalam aspek jasmaniyah (hard skill). Sebagaimana, Fairus dan
Satiman mengatakan bahwa, pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang
mampu membentuk manusia seimbang dari segi rohani dan jasmani (Fairus dan
Satiman, 2014:50).
Berbicara tentang pendidikan Islam, tentu tidak akan terlepaskan dari tokohtokoh pendidikan Islam. Salah satu tokoh yang karyanya sangat terkenal dan
monumental adalah al-Zarnuji. Karyanya yang berjudul Ta‟lim al Muta‟alim
adalah satu-satunya karya al-Zarnujiyang membahas tentang pendidikan Islam
dan telah menjadi rujukan para pakar pendidikan baik di dunia Timur maupun
Barat.
Dalam
kitabnya, al-Zarnuji
menawarkan konsep pendidikan yang
mengkonsentrasikan learning by doing yang mengacu pada oriented ethic
(Hilyatus Saihat, 2008:6). Selain itu, kitab ini juga mengajarkan bahwa,
pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan semata,
namun yang terpenting adalah transfer nilai moral (Wahdati, 2014:5). Niliai-nilai
moral yang diajarkan adalah nilai moral, baik yang bersifat batiniyah maupun
lahiriyah. Namun, dalam kitab ini nilai-nilai moral lebih cenderung ditekankan
pada aspek nilai moral-transendensi.
Dari latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian terhadap
al-Zarnujitentang nilai-nilai pendidikan karakter yang termuat dalam kitab Ta‟lim
6
al Muta‟alim. Dan penelitian ini, penulis sajikan dengan judul “Nilai-nilai
Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Karya al-Zarnuji”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitian yang akan diteliti
pada:
1. Apa nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al- Muta‟allim?
2. Apa relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim alMuta‟allim pada dunia pendidikan Islam?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter dalam Kitab Ta‟lim alMuta‟allim karya al-Zarnuji.
2. Mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim alMuta‟allim pada dunia pendidikan Islam.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoretis
a. Memberikan sumbangan teori keilmuan tentang nilai-nilai pendidikan
karakter dalam Islam.
b. Dapat digunakan penelitian lebih lanjut secara filosofis dalam membahas
nilai-nilai pendidikan karakter yang lebih radikal, rasional, dan
sistematis.
2. Kegunaan praktis
7
Dapat digunakan oleh praktisi pendidikan islam (dosen, guru, dan
lain-lain) dalam masalah pendidikan karakter.
E. Penegasan Istilah
1. Penegasan konseptual
a. Nilai
Dalam kamus pendidikan umum nilai dapat diartikan harga, kualitas,
pada tingkatan atau dapat diartikan sesuatu yang dianggap berharga dan
menjadi tujuan yang hendak dicapai. Dalam kamus pendidikan umum
juga disebutkan nilai pembentuk, nilai praktis dan nilai religious. Nilai
pembentuk ialah nilai usaha pendidikan yang dapat mempertinggi
pengetahuan, kemampuan prestasi, dan pembentukan watak. Nilai praktis
ialah nilai yang dianggap bermanfaat dan berguna bagi kehidupan seharihari. Sedangkan nilai religious ialah sesuatu yang dianggap bermanfaat
ditinjau dari perspektif keagamaan (M. Sastrapradja,1978:339).
Sedangkan Henry Hazlitt berpendapat bahwa, “Bagi manusia nilai
bukan hanya “ada”; nilai itu sangat penting. Nilai merupakan setandar
baku yang dengan itu kita pandang penting. Semua manusia berbuat.
Semua manusia berusaha untuk mengubah keadaan yang tidak
memuaskan menjadi keadaan yang lebih memuaskan (Henry Hazlitt,
2003:206)”.
b. Pendidikan karakter
8
Imam Al Ghozali mengemukakan bahwa karakter ialah watak yang
telah tertanam dalam hati yang mudah keluar dalam bentuk perbuatan
tanpa melalui proses berfikir dan merenung. Apabila watak itu muncul
dengan perbuatan yang baik secara akal dan syara‟ maka itu disebut
karakter yang baik (khuluqon khasanan). Dan apabila watak itu mucul
dengan perbuatan jelek („afalu qobikhah) maka disebut karakter yang
jelek (khuluqon syyian) (Al Ghozali, t.th.:52).
Pendidikan karakter didefinisikan oleh Winton ialah usaha sadar dan
sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai pada
siswanya. Sedangkan Lickona mengartikan pendidikan karakter ialah
usaha secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa (Samani dan
Hariyanto, 2013:43-45).
c. Ta‟lim al-Muta‟alim
Merupakan kitab klasik dan monumental karya Imam Burhanuddin
al-Zarnuji. Kitab ini menerangkan tentang etika (ahlak) peserta didik
dalam menuntut ilmu agar mendapatkan manfaat ilmu yang dipelajarinya.
Dalam kitab ini terdapat 13 bab (fasal).
Al-Zarnuji menulis Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim secara terus terang
didasari oleh rasa keprihatinan terhadap peserta didik yang salah saat
belajar (dalam pendidikan). Dalam muqodimah kitab ini, Al-Zarnuji
mengungkapkan: “ketika saya memperhatikan siswa (thulabul ilmi) pada
zamanku sebenarnya mereka telah bersungguh-sungguh menuntut ilmu,
akan tetapi mereka tidak dapat manfaat dan buah ilmunya. Yaitu dapat
9
mengamalkan ilmunya dan menyebarkanya. Hal ini terjadi karena cara
mereka dalam menuntut ilmu salah dan meninggalkan syarat-syaratnya.
Karena, barang siapa yang salah jalan, tentu ia akan tersesat dan tidak
akan mendapatkan tujuannya baik sedikit maupun banyak”.
2. Penegasan oprasional
Agar tidak terjadi kerancuan dan kesamaan dalam penelitiaan ini
dengan penelitian yang lain, maka penulis memberikan penegasan bahwa
penelitian yang berjudul Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab
Ta‟lim al-Muta‟allim Karya al-Zarnujiini adalah membahas tentang nilainilai pendidikan karakter yang tercantum dalam teks Kitab Ta‟lim alMuta‟allim karya al-Zarnuji baik secara implisit maupun ekplinsit.
F. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelusuran peneliti, peneliti menemukan ada beberapa
penelitian sebelumnya yang mengkaji kitab Ta‟lim al Muta‟allim. Judul-judul
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Relevansi Sistem Pendidikan Tradisonal di Era Konteporer (Studi Kritis
Kitab “Ta‟lim al Muta‟alim Tariq al Ta‟alum” Karya Syekh al-Zarnuji)
Penelitian ini ditulis oleh Istambul Arifin pada tahun 2003. Fakultas
Tarbiyah UIN Malang. Dalam penelitian ini menjelaskan tentang system
belajar dan pengajaran yang ditawarkan oleh al-Zarnujidan relevansinya
dengan system pendidikan pada masa kontemporer.
10
Penelitian ini dilakukan untuk menyikapi pengapilkasian konsep yang
ditawarkan al-Zarnuji pada pendidikan masa kini dalam hubungan guru dan
peserta didik yang dirasa tidak terlalu harmonis dalam pembelajaran,
dikarenakan peserta didik harus pasif dalam pembelajaran. Hal ini akan
menyebabkan ketidak berhasilan dalam pembelajaran, yaitu mencetak
manusia yang memiliki kecerdasan secara utuh dalam hal kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
2. Konsep Pendidkan Islam dalam Perspektif
Syeh al-Zarnuji(Studi Kitab
Ta‟lim al-Muta‟allim Tariq al Ta‟alum)
Penelitian ini ditulis oleh Unun Zumairoh Asr Himsyah pada tahun
2006. Fakultas Tarbiyah UIN Malang. Dalam penelitian ini dia
mengungkapkan kosep pendidikan secara umum menurut al-Zarnuji.
3. Konsep Pembelajaran Menurut Imam al Ghozali dan al-Zarnuji(Sebuah
Tela‟ah Komparatif)
Penelitian ini ditulis oleh Wahyu Wicaksono IAIN Walisongo pada
tahun 2012. Penelitian ini membahas persamaan pemikiran konsep
pembelajaran Imam al Ghozali dan al-Zarnuji. Bawasanya konsep
pembelajaran kedua imam tersebut ialah berlandaskan pada tauhid, moral
dan akhlak yang mengacu pada al Qur‟an dan al Hadist.
4. Pendidikan Anak (Studi Pemikiran Ibnu Maskawaih, al-Ghozali dan alZarnuji)
Tesis Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, 2001, yang
ditulis oleh Maemonah, yang mana dalam hubungannya dengan metode
11
reward and punishmemnt, dalam kitab Ta‟lim al-Muta'allim menurutnya
dapat dilihat melalui hubungan guru dan murid.
5. Internalisasi Pendidikan Karakter pada Santri Menurut Seykh Burhanuddin
al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al Muta‟alim
Sekripsi yang ditulis oleh Erwin Laila Wahdati, IAIN Tulungagung
tahun 2014. Dalam penelitian ini dia menemukan bahwa internalisasi
pendidikan karakter lebih mengarah pada nilai-nilai spiritual yang
seharusnya menjadi dasar penanaman karakter bagi peserta didik.
Internalisasi karakter tersebut adalah mudzakarah, pemberian nasehat,
danstrategi pembentukan mental jiwa secara religius, diantaranya dengan
niat dan istifadah.
6. Studi Analisis Pemikiran imam al-Zarnuji Tentang Pola Hubungan Guru
Murid dalam Kitab Ta‟limul Muta‟allim
Karya Sri Khomsatun Khoiriyah Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
Yang mana dalam kajian ini peneliti meneliti secara khusus tentang pola
hubungan guru-murid berdasarkan pemikiran imam al-zarnuji. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa beberapa pemikiran imam al-Zarnuji dalam
kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim, yang memberi acuan terhadap pola hubungan
guru dan murid, yaitu: (1) Murid tidak akan memperoleh ilmu yang
manfa‟at tanpa adanya pengagungan dan pemuliaan terhadap ilmu dan
orang yang mengajarnya (guru), menjadi semangat dan dasar adanya
penghormatan murid terhadap guru. (2) Kontekstualisasi hubungan guru
murid menurut imam al-Zarnujimenunjukkan,bahwa penempatan guru pada
12
posisi terhormat, sehingga pemikiran imam al-Zarnuji berupaya membawa
lingkungan belajar pada tingkat ketekunan dan kewibawaan guru dalam
ilmu dan pengajarannya.
7. Konsep Belajar dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim
Penelitian Individu (Puslit IAIN Walisongo Semarang, 2000) yang
ditulis oleh Drs. Nurul Huda M.Ag. Di dalamnya terdapat pembahasan
tentang konsep belajar menurut al-Zarnuji dan ini lebih menawarkan konsep
belajar dalam batas kewajaran yang kesemuanya dapat diterima oleh akal
dan didasarkan dari hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawab.kan
secara ilmiah.
8. Pemikiran Pendidikan Syeh al-Zarnuji(Studi Tentang Hubungan antara
Guru dan Peserta Didik dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Tariq al
Ta‟alum)
Ditulis oleh Suprihatin pada 2004. Fakultas Tarbiyah UIN Malang.
dalam penelitan ini, dijelaskan tentang hubungan dan kedudukan antara
guru dan murid dalam perspektif al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim alMuta‟allim Tariq al Ta‟alum.
9.
Konsep Etika Peserta Didik dalam Perspektif Burhanuddin al-Zarnuji
Sekripsi dengan judul ini ditulis oleh Eka Fitriyah Anggraini Fakultas
Tarbiyah UIN Malang pada tahun 2009. Dia menjelaskan konsep etika yang
harus dimiliki oleh peserta didik
ketika menuntut ilmu serta relevansi
konsep tersebut dalam konteks masa kini menurut al-Zarnuji.
13
10. Relevansi Konsep Pendidikan al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim
dalam Sistem Pendidikan Pesantren
Penelitian yang ditulis oleh Supriyanto STAIN Tulungagung pada
tahun 2011 memaparkan bahwa system pendidika pesantren sangat relevan
dengan Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya al-Zarnuji. Hal ini diungkapkan
karena dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim ilmu yang harus dipelajari terlebih
dahulu ialah ilmu hal, sesuwai dengan system pendidikan pesantren yang
sangat mengutamakan ilmu hal (akhlak/budi pekerti).
11. Etika Terhadap Guru (Analiss Kitab Ta‟lim Muta‟alim Karangan Syikh Az
Zarnuji)
Penelitian itu ditulis oleh Anisa Nandiya pada tahun 2013 di STAIN
Salatiga. Dalam penelitian ini dia menemukan ada dua etika yang harus
dimiliki oleh murud yaitu etika murid terhadap ilmu dan etika murid
terhadap guru. Etika murid terhadap ilmu yaitu membersihkan hati dari sifat
buruk, mengisi jiwa dengan fadhilallah, tidak mengganti guru dan berpikir
panjang jika ingin menggantinya, menghormati guru, tidak boleh
membebani guru dengan banyak pertanyaan, bersungguh-sungguh dan
tekun belajar, mengulang-ulang pelajaran, member salam kepada guru,
mencintai dan jiwa persaudaraan dengan sesame murid. Sedangkan etika
murid kepada guru yaitu tidak berjalan di depan guru, tidak duduk ditempat
guru kecuali ada ijin guru, tidak memulai bicara kecuali ada ijin guru, tidak
berbicara di depan guru, tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek,
14
harus menjaga waktu, tidak boleh mengetuk pintunya, dan menunggu
sampai guru keluar.
12. Pengaruh Pengajaran Kitab Ta‟limul Muta‟alim Terhadap sikap Ta‟dzim
Siswa Kelas XI MA Ma‟arif Ponggol Grabag Magelang Tahun Pengajaran
2014/2015
Sekripsi ini ditulis oleh Zuhanul Khasanah tahun 2015 di STAIN
Salatiga. Dalam skripsi dia menemukan dan menyimpulkan bahwa
pengajaran kitab Ta‟limul Ta‟alim terdapat pengaruh yang signifikan
terhadap sikap ta‟dzim
siswa kelas XI di Ma MA”RIF kelas Ponggol
Grabag Magelang tahun pengajaran 2014/2015 dengan ketentuan:
pengajaran Kitab Ta‟limul Ta‟alim dengan kategori sangat baik 36%,
kategori baik 58%, dan ketegori cukup 6%. Sedangkan dalam pembentukan
sikap ta‟dzim siswa dengan kategori sangat baik 78%, kategori baik 25%,
dan kategori cukup 3%.
Berdasarkan penelitian yang telah ada sebelumnya, belum ada yang
meneliti tentang nilai-nilal pendidikan karakter dalam perspektif al-Zarnuji.
Dengan demikian penulis bermaksud melakukan penelitian pendidikan
karakter dalam perspektif al-Zarnuji dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim
dengan judul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim alMuta‟allim Karya Imam al-Zarnuji.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
15
Bentuk penelitian ini adalah bentuk penelitian kepustakaan (library
research). Mestika (2008:3) mengartikan library research adalah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca
dan mengolah bahan penelitian. Sedangkan Sutrisno (1989:9) berpendapat,
library research adalah penelitian dengan cara mengadakan studi secara teliti
literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas.
Metode di atas juga bisa disebut metodologi penelitian kualikatif.
Metodologi penelitian kualaikatif biasanya memanfaatkan metode wawancara,
pengamatan, dan pemanfaatan dokumen (Lexy J.moleong, 2010:5). Metode
penelitian kualikatif juga dapat disebut denga metode artistic, karena proses
penelitian lebih bersifat seni (tidak terpola) (Sugiono: 2009:7).
2. Sumber data
Dalam penelitian ini, sumber data diambil dari dua sumber yaitu dari
sumber data primr dan sumber data sekunder.
a. Sumber data primer
Sumber data primer ialah sumber data yang diambil secara langung
dari naskah asli karya al-Zarnuji. Dalam peneitian ini penulis
menggambil data langsung dari naskah syarah (penjabaran) Kitab Ta‟lim
al-Muta‟allim karya Ibrahim bin Isma‟il.
b. Sumber data sekunder
Dalam sumber data sekunder penulis mengambil data dari
dokumen-dokumen yang mendukung dalam penelitian ini tentang nilainilai pendidikan karakter pada kitab Ta‟im al Muta‟alim karya al-Zarnuji.
16
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumen yaitu
pengambilan sumber data dari dokumen-dokumen, baik berbentuk buku,
majalah, artikel, jurnal, dan lain-lain yang berkaitan dengan tema penelitian
yaitu tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim
karya Al-Zarnuji.
4. Teknik analisa data
a. Metode analisis deskriptif
Metode analisis deskriptif adalah usaha mengumpulkan suatu data dan
menyususun suatu data dari bentuk yang umum, kemudian dilakukan
analisis terhadap data itu. Lexy J. Moleong menambahkan bahwa data yang
dikumpukan berupa kata-kata dan gambar, bukan berupa angka-angka. Hal
ini disebabkan karena paparan metode kualikatif, selain itu semua yang
dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti
(Lexy J. Moleong, (2010:11). Dengan demikian, laporan penelitian ini akan
berisi kutipan-kutipan data dari dokumen untuk menggambarkan penyajian
penelitiaan.
b. Metode content analyses (kajian isi)
Metode ini digunakan untuk mengetahui isi dan ma‟na dari berbagai
data penelitian. Pendekatan dengan metode ini mengharuskan analisis yang
obiektif, sitematis, dan general supaya dalam pembuatan dan penarikan
kesimpulan memeroleh hasil yang shohih. Noeng Muhajir (1996:69)
mengatakan “content analysis harus mengikuti hal-hal berikut: objektif,
17
sistematis, dan general”. Sedangkan Weber menambahkan, kajian isi
merupakan metodologi penelitian yang dimanfaatkan seprangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang shohih dari sebuah buku atau dokumen
(dalam Lexy J. moleong 2010:220).
H. Sistematika Penulisan Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, penulis akan membagi menjadi lima bab
yang meliputi, BAB I Pendahuluan, BAB II Kajian Teori, BAB III Biografi alZarnuji, IV Hasil Penelitian, dan BAB V Penutup.
1. Bab I Pendahuluan: untuk mengantarkan penelitian secara metodologis yang
berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, tinjauan teori, teknik pengumpulan data, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
2. Bab II Kajian Teori: dalam kajian teori ini penulis akan menjelaskan tentang
pengertian nilai, pengertian karakter, pendidikan karakter, nilai-nilai
pendidikan karakter, dan prinsip pendidikan karakter.
3. Bab III Biografi al-Zarnuji: dalam bab ini penulis akan memaparkan riwayat
hidup, riwayat pendidikan, situasi pendidikan pada masa al-Zarnujidan
gambaran umum karya al-Zarnuji.
4. Bab IV Hasil Penelitian: dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang isi
kitab Ta‟lim Muta‟alim terlebih dahulu, kemudian membahas tentang nilainilai pendidikan karakter yang ada dalam kitab Ta‟lim al Muta‟alim.
5. Bab V Penutup: berisi kesimpulan dan saran-saran.
18
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Nilai
Masalah nilai memang sulit untuk dijelaskan dan digambarkan. Akan tetapi,
nilai merupakan yang menarik, yang dicari, yang disukai, dan diinginkan, dengan
kata lain “sesuatu yang baik”. Hans Jonas mengatakan nilai adalah sesuatu yang
ditunjukan dengan kata “Iya” (Bertens, 1997:139). Sebagaimana, Henry Hazlitt
(2003:206) mengatakan;
“Bagi manusia nilai bukan hanya “ada”; nilai itu sangat penting. Nilai
merupakan setandar baku yang dengan itu kita pandang penting. Semua
manusia berbuat. Semua manusia berusaha untuk mengubah keadaan yang
tidak memuaskan menjadi keadaan yang lebih memuaskan.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (http://kbbi.web.id/nilai)
nilai memiliki beberapa arti. Nilai adalah harga, harga uang angka kepandaian.
Nilai juga diartikan banyak-sedikitnya isi, kadar, dan mutu. Selain itu nilai juga
mempunyai arti sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Dan nilai
berarti sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Dalam
Wikipedia Bahasa Indonesia (diperbarui 23 Juni 2014, pukul 06:54) nilai adalah
alat yang menunjukan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan ahir
tertentu secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan ahir yang
berlawanan”. Dalam Encyclopedia Britanica dalam (Sarjono, 2005:136)
disebutkan nilai adalah sesuatu yang menentukan atau suatu kualitas obyek yang
melibatkan suatu jenis atau apresiasi atau minat.
19
Berdasarkan analisis K. Bertens (1997:141) sekurang-kurangnya nilai
mempunyai tiga ciri, yaitu:
1. Nilai berkaitan dengan subyek,
2. Nilai tampil dalam konteks praktis, dan
3. Nilai-nilai menyangkut sifat-siyat yang “ditambah” oleh supyek pada sifatsifat yang dimiliki oleh obyek.
Dari analisis Bertens dapat dikatakan nilai adalah hal yang subyektif dalam
memberikan apresiasi (penilaian) terhadap obyek. Sebuah obyek akan dianggap
memiliki nilai tergantung pada subyek yang memandang. Misalnya, musik punk
akan memiliki nilai keindah apabila didengarkan dan dinikmati oleh orang yang
menyukai musik punk, sedangkan orang yang tidak menykai music punk akan
menganggap music punk tidak memiliki nilai apa-apa (non-nilai).
Sedangkan Prof. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Nilai matrial
Nilai matrial adalah nilai yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
Seperti contoh, makanan, pakaian, rumah, dll.
2. Nilai vital
Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna untuk aktivitas manusia.
Contohnya, bagi pelajar buku memiliki nilai vital, karena adalah benda yang
penting bagi aktifitas dalam pembelajaran.
20
3. Nilai kerohaniaan
Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia. Nilai kerohanian dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu:
a. Nilai kebenaran, bersumber pada unsur rasio manusia, budi, dan cipta.
b. Nilai keindahan, bersumber pada unsur rasa atau intuisi.
c. Nilai moral, bersumber pada kehendak manusia atau kemauan (karsa,
etika).
d. Nilai religi, bersumper pada nilai ketuhanan , merupakan nilai
kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber dari
keimanan dan keyakinan kepada Tuhan. Nilai religi bersumber pada
penghayatan yang bersifat transedental, dalam usaha manusia untuk
memahami arti dan ma‟na kehadirannya di dunia. Nilai ini berfungsi
sebagi sumber moral yang dipercayai sebagi rahmat dan rida Tuhan
(Syarbaini, 2011:34).
Dengan demikian, dari apa yang telah dipaparkan, penulis mengambil
kesimpulan bahwa nilai adalah harga dan guna dari kualitas obyek (benda) yang
diberikan oleh subyek (penilai). Sebuah benda (obyek) akan bernilai jika memiliki
kegunaan. Baik kegunaan yang bersifat jasmani maupun kegunaan yang bersifat
rohani.
B. Pengertian Karakter
Karakter bila ditelusuri berasal dar bahasa Latin “Kharakter”, “kharassein”,
“kharax”, dalam bahasa inggris, “character”, dan dalam bahasa Indonesia,
“karakter”, Yunani “character” dari kata “chrassein” yang berarti membuat
21
tajam, membuat (Abdul Majid, dkk., 2013:11). Karakter dalam Kamus Ilmiah
Populer berarti tabiat, watak, pembawan, dan kebiasaan (Partanto dan Dahlan,
1994:306). Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan karakter
merupakan sifat-sifat kejiwaan , ahlak atau budipekerti yang membedakan
seseorang dengan orang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang
unik-baik yang terpatri dalam diri dan terejawentahkan dalam perilaku.
Menurut Syarbaini (2011:211) karakter adalah sistem daya juang (daya
dorong, daya gerak, dan daya hidup) yang berisikan tata kebijakan akhlak dan
moral yang terpatri dalam diri manusia. Jack Corly dan Thomas Phillip
beranggapan bahwa karakter adalah sikap dan kebiasaan seseorang yang
memungkinkan dan mempermudah dalam tindakan moral (Samani dan Hariyanto,
2013:42). Kant menambahkan, tindakan moral harus mampu memenuhi tujuanya
yaitu mencapai kebaikan tertinggi. Kebaikan tertinggi ialah keluhuran budi
(virtue) (Palmquis, 2007:301). Oleh karena itu, kehidupan yang berbudi luhur
harus dicari tanpa mempedulikan kebahagiaan pribadi.
Ki Hajar Dewantara memberikan pemahaman definisi karakter dengan
menyebutkan susila dan adab (Suyata, dkk., 2001:14). Kedua sikap itu diartikan
dengan arti yang sama, tetapi keduanya dirangkai untuk menyempurnakan sifat
manusia; hidup batin manusia yang luhur (adab) dan hidup lahirnya yang halus
dan indah. Sehingga dimensi kemanusiaan dan ke-Tuhanan tercermin dalam
pribadi manusia yang susila dan beradab.
Menurut Lickona karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan
tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan
22
akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu
kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi
(motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills) (Muhdar HM,
2013:110). Hal lain, karakter didefinisikan berbeda oleh Robert Marine karakter
adalah gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan
kemampuan yang membangun pribadi seseorang (Samani dan Hariyanto,
2013:42). Doni Koesoema mendefinisikan kareakter adalah kepribadian yang
merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari
bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan
bawaan sejak lahir (Marzuki, http:.//staff.uny.ac.id.). Di dalam kultur Jawa
karakter di gambarkan dengan istilah “Kacang ora ninggal lanjaran.” dengan
maksud bahwa karakter adalah sifat keturunan (heredidtas) yang terdapat dalam
didri seseorang yang berasal dari kedua orang tuanya.
Selanjutnya, untuk menghilangkan kebiasan istilah yang sering berlaku
dalam pembahasan pendidikan karakter antara karakter, akhlak, etika, dan moral,
maka penulis akan menguraikan persamaan dan perbedaan secara singkat istilahistilah tersebut.
Akhlak secara bahasa bentuk jamak dari kata khuluq yang artinya budi
pekerti, tingkah laku atau tabiat (Djatnika, 1987:25). Dalam kepustakaan, akhlak
diartikan sikap yang melahirkan perbuatan yang mungkin baik atau mungkin
buruk (Daud Ali, 2008:346). Dengan demikian, akhlak dapat disebut sikap yang
melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia yang mungkin memiliki nilai baik
atau buruk. Perbuatan bisa disebut sebagai pencerminan akhlak jika memenuhi
23
dua syarat yaitu, dilakukan berulang-ulang dan timbul dengan sendirinya tanpa
ada pemikiran atau pertimbangan (Daud, 2008:348).
Istilah etika dan moral. Etika adalah ilmu yang membicarakan masalah
perbuatan atau tingkah laku manusia (Istighfarotur Rahmaniyah, 2010:57). Dalam
perkembanganya etika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas moralitas
manusia. Pembahasanya meliputi kajian praksis dan reflektif filsafat atas
moralitas secara normatif. Kajian praksis menyentuh moralitas sebagai perbuatan
sadar yang dilakukan dan didasarkan pada norma-norma masyarakat yang
mengatur perbuatan susila atau asusila. Sementara, refleksi filsafat tentang ajaran
moral filsafat adalah mengajarkan bagaimana moral tersebut dapat dijawab secara
rasional dan bertanggung jawab (Syahrial Syarbaini, 2011:11). Selanjutnya istilah
“moral” biasa diartikan sebagai kesusilaan atau akhlak yang mengandung tata
tertib batin yang menjadi pembibing tingkah laku batin dalam hidup (Masnur
Muslich, 2011:20). Secara etimologi moral berasal dari bahasa Latin yaitu kata
“mos” yang berarti, tata cara, adat istiadat atau kebiasaan. Moral memiliki arti
yang sama dengan kata “etika” yang berasal dari bahasa Yunani yaitu kata
“ethos”, dan dalam bahasa Arab memiliki arti yang sepadan dengan kata
“akhlaq” (Bamabng Daroeso, 1986:20).
Dengan demikian, dapat disimpulkan atara karakter, akhlak, etika dan moral
memiliki pesamaan di dalam istilah. Sedangkan perbedaannya, Moral adalah
pengetahuan individu tentang baik dan buruk. Karakter adalah watak yang timbul
secara langsung dari otak. Etika adalah cabang ilmu filsafat tentang moral.
Sedangkan akhlak adalah sifat manusia yang terdidik.
24
Di dalam penelitian Muhdar HM (2013:115-116) yang berjudul Pendidikan
Karakter Menuju SDM Paripurna, Muhammad al-Abd memberikan gamabaran
perbedaan antara moral, karakter, dan akhlak. sebagai berikut:
Moral, karakter dan akhlak memiliki perbedaan. Moral adalah
pengetahuan seseorang terhadap hal baik dan buruk yang ada dan melekat
dalam diri seseorang. Istilah moral berasal dari bahasa Latin mores dari
suku kata mos, yang artinya adat istiadat, kelakuan tabiat, watak. Moral
merupakan konsep yang berbeda. Moral adalah prinsip baik buruk
sedangkan moralitas merupakan kualiras pertimbangan baik buruk.
Pendidikan moral adalah moral pendidikan. Moral pendidikan adalah nilainilai yang terkandung secara built in dalam setiap bahan ajar atau ilmu
pengetahuan. Akhlak (bahasa Arab), bentuk plural dari khuluq adalah sifat
manusia yang terdidik. Karakter adalah tabiat seseorang yang lansung didrive oleh otak. Munculnya tawaran istilah pendidikan karakter (character
education) merupa kankritik dan kekecewaan terhadap praktik pendidikan
moral selama ini. Walaupun secara substansial, keduanya tidak memiliki
perbedaan yang prinsipil.
Sementara, Dharma Kesuma dkk. (2012:24) memposisikan istilah karakter
pada posisi yang lebih luas daripada istilah-istilah yang lain. karakter sekurangkurangnya berada pada wilayah disiplin psikologi, etika, antropologi budaya dan
pedagogik. Studi karakter dan pendidikan karakter sudah sangat maju. Studi
psikologi ini bersifat empiris-analitis. Studi filsafat etika bukan tertuju pada
karakter, tetapi pada isi karakter atau ajaran karakter/moral/akhlak/etika/susila.
Studi filsafat etika bersifat rasional, radikal, kritis, sebagaimana halnya studi
filsafat.
Studi
antropologi
budaya
tertuju
pada
isi
karakter/moral/akhlak/etika/susila dalam bentuknya yang empiris yang dihidupi
dalam kehidupan harian kelompok sosial. Setudi pedagogik melibatkan
melibatkan semua studi tersebut dengan tujuan membantu individu atau kelompok
agar mengalami perkembangan karakter moral/akhlak/etika/susila/watak/tabiat.
25
C. Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah menciptakan manusia yang lebih manusiawi. Andrias
Harefa (2002:41) mengutarakan sudut pandangnya, bahwa pembelajaran
(pendidikan) harus melahirkan manusia yang mampu memanusiakan dirinya,
masyarakat lingkungan dan bangsa. Artinya pendidikan harus mampu membentuk
dan mengembangkan potensi (fitroh) manusia yang sudah ada secara alamiah
yaitu sifat aktif dan kreatif sebagai perwujudan diri. Manusia adalah pribadi yang
hidup, yang dapat tumbuh dan berkembang dan maksud dari pendidikan
sebagaimana Whitehead adalah untuk merangsang dan membibing perkembangan
diri pribadi manusia (Soewandi, dkk. 2005:7).
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003
pendidikan ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadiaan, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat.
Kihajar Dewantara mendefinisikan pendidikan adalah tuntunan di dalam
hidup-tumbuhnya anak-anak, maksudnya adalah menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak itu agar mereka menjadi manusia dan menjadi anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya
(http://belajarpsikologi.com di akses tgl., 30 september 2015 jam 12:44).
Dari uraian diatas, penulis mencoba mengambil kesimpulan dan menyusun
kembali definisi pendidikan secara sederhana. Menurut hemat penulis, pendidikan
26
adalah peoses dan usaha sadar dalam merangsang, membimbing membentuk, dan
mengembangkan potensi manusia (afektif, kognitif, dan psikomotorik) lahir dan
batin agar menjadi manusia sempurna (insan kamil).
Dari definisi-definisi pendidikan yang telah dipaparkan diatas, Nampak
bahwa praktik pendidikan di Indonesia tidak berjalan sempurna, pendidikan yang
dilembagakan dalam bentuk pendidikan formal atau pun nonformal tidak
mencerminkan arti pendidikan yang sesungguhnya. Pratik pendidikan yang terjadi
cenderung bersifat formalistik dan hanya sekedar transfer ilmu kepada peserta
didik. Sehingga pendidikan mengalami reduksi ma‟na.
Penulis mengutip peryataan Andrias (2002:194) dari bukunya yang berjudul
Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup untuk menujukan bahwa lembaga pendidikan
telah kehilangan fungsinya. Dia menyatakan bahwa:
… lembaga persekolahan sebenarnya diberi misi terselubung, yaitu
untuk melestarikan kekuasaan dan status quo. Terlepas dari pernyataan misi
(mission statement) resmi yang tercantum dalam AD/ART lembagalembaga pengajaran tersebut, yang umumnya berisi kata-kata luhur dan
mulia, misi lembaga pesekolahan yang sesungguhnya adalah yang
terselubung itu …
Disadari atau tidak, banyak pihak memandang lembaga pendidikan tak
ubahnya sebagai sebuah pabrik. Peserta didik dipandang sebagai “bahan baku”
yang siap dioleh mesin-mesin. (Djoko dan Gatut, 2012:48). Dalam hal ini, “bahan
baku” adalah benda mati yang tidak memiliki hak untuk menentukan dirinya.
Alangkah
baiknya,
lembaga
pendidikan
formal
atau
nonformal
membersihkan image yang semacam di atas dan kembali kepada ma‟na
pendidikan yang sebenarnya. Karena lembaga pendidikan formal ialah institusi
pendidikan kedua setelah keluarga yang berperan besar dalam pembentukan dan
27
pengembangan pengetahuan, ketrampilan, dan kepribadian peserta didik.
Sangatlah wajar dan logis, jika lembaga pendidikan diharapkan berperan besar
dalam pendidikan karakter. David Brooks mengemukakan alasan bahwa, sekolah
adalah tempat yang sangat setrategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak
dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah (Djoko dan Gatut,
2012:50).
Pendidikan karakter di Indonesia merupakan ilmu dan hal yang masih baru.
Meskipun, pendidikan karakter sesungguhnya telah dikenalkan sejak tahun 1900an oleh Thomas Lickon, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul The
Return of Character Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for
Character:How
Our
School
Can
Teach
Respect
and
Responsibility
(http:.//staff.uny.ac.id./sites). Sehingga, pendidikan karakter di Indonesia belum
bisa dipahami secara menyeluruh.
Menurut Lickon pendidikan karakter ialah suatu usaha yang disengaja untuk
membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan
melakukan nilai-nilai etika yang inti (Samani dan Hariyanto, 2013:44).
Pendidikan karakter didefinisikan oleh Aunillah (2011:65) sebagai sebuah
sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang
mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya
kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga
akan terwujud insan kamil.
28
Winton mendefinisikan pendidikan karakter adalah upaya sadar dan
sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada
siswanya. Sedangkan, Burke memberikan pemahaman bahwa, pendidikan
karakter adalah bagian dari pembelajaran yang baik, dan merupakan pendidikan
fundamental dari pendidikan yang baik (Samani dan Hariyanto, 2013:43).
Dengan demikian, pendidikan karakter bukan hanya mengajarkann ilmu
pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebaikan di dalam kepribadian
seseorang. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku
yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga,
masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang
dapat dipertanggungjawabkan (Wanda Chrisyana, 2005:83).
D. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter berkaitan dengan nilai-nilai, perilaku yang baik, dan
sikap positif guna mewujudkan individu yang dewasa dan bertanggung jawab
(Zamroni, dkk., 2011:174). Pendidikan karakter barkaitan dengan pengembangan
kemampuan individu, menentukan tujuan dalam hidup, dan mengambil sikap
dalam bertindak. Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus dibiasakan dan
dilaksanakan secara berkelanjutan agar tidak berhenti pada satu titik tertentu.
Aristoteles mengatakan, pendidikan karakter itu erat kaitanya dengan
“habit” atau kebiasaan yang terus menerus dilakukan atau dipraktikan (Zuchdi,
dkk. 2009:10). Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan terus menerus oleh individu
akan memengaruhi individu dalam mengambil sikap dan tindakan. sikap dan
29
tindakan inilah yang akan memberikan kredit “berkarakter” atau tidak kepada
individu.
Pendidikan karakter memiliki fungsi yang amat penting. Dalam Pedoman
Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Hasana, 2013: 190) dinyatakan bahwa
pendidikan karakter berfungsi:
1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, dan berperilaku baik.
2. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur.
3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Berdasarkan fungsi-fungsi di atas, tentu dalam pengambilan nilai-nilai
pendidikan karakter tidak lepas dari idiologi pribadi bangsa Indonesia. Indonesia
yang merupakan bangsa dan negara berke-Tuhanan, mengedepan tradisi, sosial,
serta kebudayaan, lantas, buakan mustahil apabila dalam pengambilan nilai-nilai
pendidikan karakter berdasarkan nilai-nilai yang terdapat dalam hal-hal tersebut.
Sebagaimana Hasana, menyebutkan, nilai-nilai pendidikan karakter yang
berkembang di Indonesia bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan Tujuan
Pendidikan Nasional. Terdapat 18 nilai pendidikan karakter yang dikembangkan
di Indonesia saat ini, yaitu:
1. Religius, merupakan suatu sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur, adalah perilaku yang didasarkan pada kebenaran, menghindari
perilaku yang salah, serta menjadikan dirinya menjadi orang yang selalu
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
30
3. Toleransi, suatu tindakan dan sikap yang menghargai pendapat, sikap dan
tindakan orang lain yang berbeda pendapat, sikap, dan tindakan dengan
dirinya.
4. Disiplin, suatu tindakan tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan yang harus dilaksanakannya.
5. Kerja keras, suatu upaya yang diperlihatkan untuk selalu menggunakan
waktu yang tersedia untuk suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya sehingga
pekerjaan yang dilakukan selesai tepat waktu.
6. Kreatif, berpikir untuk menghasilkan suatu cara atau produk baru dari apa
yang telah dimilikinya.
7. Mandiri, kemampuan melakukan pekerjaan sendiri dengan kemampuan
yang telah dimilikinya.
8. Demokratis, sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain dalam kedudukan yang sama.
9.
Rasa ingin tahu, suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam dan meluas
dalam berbagai aspek terkait.
10. Semangat kebangsaan, suatu cara berfikir, bertindak, dan wawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11. Cinta tanah air, suatu sikap yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan
penghargaan yang tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi
dan politik bangsanya.
31
12. Menghargai prestasi, suatu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui
serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/komunikatif, suatu tindakan yang memperlihatkan rasa senang,
bergaul dan bekerjasama dengan orang lain.
14. Cinta damai, suatu sikap dan tindakan yang selalu menyebabkan orang lain
senang dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain, masyarakat dan
bangsa.
15. Senang membaca, suatu kebiasaan yang selalu menyediakan waktu untuk
membaca bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli sosial, suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan
bantuan untuk membantu orang lain dan masyarakat dalam meringankan
kesulitan yang mereka hadapi.
17. Peduli lingkungan, suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan
upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
18. Tanggung jawab, sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Penelitian Liliek Channa, Dosen FITK UIN Sunan Ampel yang berjudul
Pendidikan Karakter dalam Perspektif Hadis Nabi SAW menjelaskan tentang
nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspektif Islam dibagi menjadi empat,
yaitu:
32
1. Nilai perilaku terhadap Tuhan, meliputi, taat kepada Tuhan, syukur, ikhlas,
sabar, dan tawakkal (berserah diri kepada Tuhan).
2. Nilai perilaku terhadap diri sendiri, meliputi, reflektif, percaya diri, rasional,
logis, kritis, analitis, kreatif, inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung
jawab, cinta ilmu, sabar,berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat
dipercaya, jujur, menepati janji, adil,rendah hati, malu berbuat salah,
pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet atau gigih, teliti,
berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja,
bersemangat, dinamis, hemat, efisien, menghargai, dedikatif, pengendalian
diri, produktif, ramah, cinta keindahan, sportif, tabah, terbuka, dan tertib.
3. Nilai-nilai perilaku manusia terhadap sesama manusia meliputi: taat
peraturan, toleran, peduli, kooperatif, demokratis, apresiatif, santun,
bertanggung jawab, menghormati orang lain, menyayangi orang lain,
pemurah (dermawan), mengajak berbuat baik, berbaik sangka, empati dan
konstruktif.
4. Nilai-nilai perilaku manusia terhadap lingkungan meliputi: peduli dan
bertanggung jawab terhadap pelestarian,pemeliharaan dan pemanfaatan
tumbuhan, binatang dan lingkungan alam sekitar.
Sementara, Mochlas Samani dan Hariyanto (2011:70) mengutip Direktorat
Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan dalam Bahan Pendampingan
Guru Sekolah Swasta Tradisional (Islam) telah menginventarisasi Domain Budi
Pekerti Islami sebagai nilai-nilai karakter yang seharusnya dimiliki dan
33
ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari oleh warga sekolah Islam sebagaimana
disampaikan sebagai berikut :
1. Nilai karakter terhadap tuhan: iman dan taqwa, tawakal, syukur, ihlas, sabar,
mawas diri, disiplin, berfikir jauh kedepan, jujur, amanah, pengabdian,
susila, dan beradap.
2. Nilai karakter terhadap diri sendiri: Adil, jujur, mawas diri, disiplin, kasih
sayang, kerja keras, pengambil resiko, berinisiatif, kerja cerdas, kreatif,
berpikir jauh ke depan, berpikir matang, bersahaja, bersemangat, berpikir
konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien,
gigih, angguh, ulet, berkemauan keras, hemat, kukuh, lugas, mandiri,
menghargai kesehatan, pengendalian diri, produkti, rajin, tekun, percaya
diri, tertib, tegas, sabar, dan ceria atau periang.
3. Nilai karakter terhadap keluarga: adil, jujur,disiplin, kasih sayang, lembut
hati, berpikir jauh ke depan, berpikir konstruktif, bertanggug jawab,
bijaksan, hemat, menghargai kesehatan, pemaaf, rela berkorban, rendah hati,
setia, tertib, kerja keras, kerja cerdas, amanah, sabar, teggang rasa, bela rasa
/ empati, pemura, ramah tamah, sopan santun, sportif, dan terbuka.
4. Nilai karakter terhadap orang lain: Adil, jujur, disiplin, kasih sayang, lembut
hati, bertanggung jawab, bijaksana, menghargai kesehatan, pemaaf, rela
berkorban, rendah hati, tertib, amanah, sabar, tenggang rasa, bela rasa /
empati, pemurah, ramah tamah, sopan santun, sportif, dan terbuka.
5. Nilai karakter terhadap masyarakat dan bangsa: adil, jujur, disiplin, kasih
sayang, lembut hati, berinisiati, erja keras, kerja cerdas, berpikir jauh ke
34
depan, bijaksana, berpikir konstrukti, bertanggung jawab, menghargai
kesehatan, produktif, rela berkorban, setia, tertib, amanah, sabar, tenggang
rasa, bela rasa / empati, penurah, dan ramah tamah.
6. Nilai karakter terhadap alam lingkungan: adil, amanah, disiplin, kasih
sayang, kerja keras, kerja cerdas, berinisiatif, berpikir jauh ke depan,
berpikir konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, menghargai kesehatan
dan kebersihan, dan rela berkorban.
Sementara menurut CEO IDEAL (Zuchdi, 2009:44) terdapat tujuh nilai
karakter yang dipilih dan dibudayakan. Dalam penelitianya, ternyata tujuh nilai
karakter yang itu dipilih berbeda-beda. Dari keseluruhan karakter yang dipilih
ialah sebagai berikut:
1. Honest (jujur)
2. Forward looking (berpandangan jauh)
3. Competent (kompeten)
4. Inspiring (bisa member inspirasi)
5. Intelligent (cerdas)
6. Fair minded (adil)
7. Broad minded (berpandangan luas)
8. Supportive (mendukung)
9. Straightforward (terus terang)
10. Dependable (bisa diandalkan)
11. Cooperative (kerjasama)
35
12. Determined (tegas)
13. Imaginative (berdaya imaginasi)
14. Ambitious (berambisi)
15. Courageous (berani)
16. Caring (perhatiaan)
17. Mature (matang)
18. Loyal (setia)
19. Self-controlled (penguasaan diri)
20. Independent (independen)
Dari semua butir nilai-nilai pendidikan karakter yang telah disebutkan di
atas, dapat diketahi bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang harus dimiliki oleh
semua peserta didik meliputi nilai-nilai yang bersumber dari agama maupun nilainilai yang bersumber dari ajaran moral.
E. Prinsip Pendidikan Karakter
Untuk menju pendidikan karakter holistik dan agar sampai pada tujuan
pendidikan karakter, maka tidak boleh lepas dari prinsip-prinsip pendidikan
karakter. Karena prinsip adalah hal yang paling fundamental dan utama, hal yant
tidak boleh tak ada dalam bertindak. Prinsip merupakan roh dari sebuah
perkembangan ataupun perubahan, dan merupakan akumulasi pengalaman dan
pema‟naan oleh sebuah obyek atau subyek tertentu.
Ending Mulyatiningsih (http:.//staff.uny.ac.id.), dosen FT UNY dalam
penelitianya yang berjudul Analisis Model-Model Pendidikan Karakter untuk
Usia Anak-Anak, Remaja, dan Dewasa mengutip 11 prinsip pendidikan karakter
36
yang disusun oleh The Character Education Partnership, sebagai berikut; (1)
mempromosikan nilai-nilai kode etik berdasarkan karakter positif; (2)
mendefinisikan karakter secara komprehensip untuk berpikir, berperasaan dan
berperilaku; (3) menggunakan pendekatan yang efektif, komprehensif, intensif
dan proaktif; (4) menciptakan komunitas sekolah yang penuh kepedulian; (5)
menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dan mengembangkan
tindakan bermoral; (6) menyusun kurikulum yang menantang dan bermakna untuk
membantu agar semua siswa dapat mencapai kesuksesan; (7) membangkitkan
motivasi instrinsik siswa untuk belajar dan menjadi orang yang baik di
lingkungannya; (8) menganjurkan semua guru sebagai komunitas yang
profesional dan bermoral dalam proses pembelajaran; (9) merangsang tumbuhnya
kepemimpinan yang transformasional untuk mengembangkan pendidikan karakter
sepanjang hayat; (10) melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra
dalam pendidikan karakter; (11) mengevaluasi karakter warga sekolah untuk
memperoleh informasi dan merangcang usaha usaha pendidikan karakter
selanjutnya.
Sedangkan Marzuki, dalam penelitaannya berjudul Prinsip Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam membandingkan prinsip pendidikan karakter
dalam Islam melalui tokoh Islam Fahru Ad Den Ar Rozi dan Al Ghozali dengann
tokoh sekuler Michele Borba dan Howard Kirschenbaum. Dr. Marzuki
memberikan penjelasan bahwa prinsip pendidikan karakter akan lebih menuai
hasilnya apabila kedua prinsip itu dipadukan (digabungkan) menjadi satu. Yaitu
prinsip yang bersifat teologi dan prinsip moralitas.
37
Jepang dalam pendidikan karakter mengenalkan 7 Prinsip Bushido Jepang,
yaitu: gi (integritas), yu (berani dan setiya), jin (murah hati dan mencintai
sesame), re (santun), makoto (tulus dan ihlas), meiyo (kemulyaan dan
kehormatan), dan chugo (loyal) (Zuchdi, 2009:47).
38
BAB III
BIOGRAFI al-Zarnuji
A. Riwayat Hidup al-Zarnuji
Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah karya yang amat terkenal dan
monumental di berbagai dunia akademik, baik di bangku perkuliahan, pendidikan
persekolah, maupun di dalam dunia pesantren, baik salafi maupun modrn. Hal
yang amat kontradiksi terjadi kepada pengarangnya yang biasa disebut al Zarnuj.
Bukan tanpa sebab para pengkaji Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim tidak mengetahi
riwayat penulis, memang literature yang menuliskan riwayatnya belum diketahui
secara pasti.
Nama asli al-Zarnuji belum diketahui kepastiannya, setidaknya terdapat tiga
nama yang dikemukakan oleh Erwin Laila Wahdati dalam sekripsinya yang
berjudul Internalisasi Pendidikan Karakter pada Santri Menurut Seykh
Burhanuddin al-Zarnuji dalam Kitab Ta‟lim al Muta‟alim. Ia mengutip dari
penelitian-penelitian sebelumnya:
Beberapa penelitian telah menyebutkan nama lengkap al-Zarnuji
dengan nama yang berbeda-beda. Sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sholeh
dalam literature sekripsinya, khoiruddin al-Zarkeli menyebut nama alZarnujiadalah al Nu‟man bin Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji Tajuddin.
Sebagimana dikutip oleh Muhammad Arifin, M. Ali Hasan Umar, dalam
sampul buku al-Zarnuji, menyebutkan nama lengkap al-Zarnujiadalah Syaih
al Nu‟man bin Ibrahim bin Isma‟il bin Kholil al-Zarnuji. Disisi lain ada juga
menyebutkan nama lengkapnya adalah Syaikh Tajuddin Nu‟man bin
Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji (Wahdati, 2014:39-40).
Dari kutipan di atas, dapat diketahui ketiga nama itu adalah al Nu‟man bin
Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji Tajuddin, al Nu‟man bin Ibrohim bin Isma‟il bin
39
Kholil al-Zarnuji, dan Tajuddin Nu‟man bin Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji.
Sementara, nama yang disebutkan terahir hampir terdapat kemiripan dengan alZarnuji yang lain, nama lengkapnya adalah Tajudin Nu‟man bin Ibrohim alZarnuji, dia juga ulama besar dan pengarang yang wafat pada tahun 640 H/1242
M (Dicky Wirianto, 2013:175).
Sebutan “al Zarnuji” adalah nama marga yang diambil dari sebuah tempat di
mana dia berada yaitu kota Zarnuj. Selain dikenal denangan nama itu, ada yang
menuliskan gelar Burhanuddin (bukti kebenaran agama) sehingga menjadi Syaikh
Burhanuddin al-Zarnuji. Ada juga yang menyebutnya dengan Burhan al Islam
(bukti kebenaran Islam) (Anisa Nandiya, 2013:14).
Sebagaimana peneliti-peneliti sebelumnya, mengenai tempat kelahiran alZarnuji penulis juga belum menemukan literature yang baru dan bisa menunjukan
keterangan yang pasti dimana al-Zarnuji dilahirkan. Dan sesuai dengan keterang
yang penulis dapatkan, al-Zarnujin dilahirkan di dairah Zarnuj diambil dari nama
marganya yang tersemat di nama belakang. Sedangkan dairah Zarnuj itu sendiri
terjadi tiga penafsiran yaitu Negara Afghanistan, Turki, dan Turkistan. Untuk
menunjukan hal itu, penulis mengutip pernyataan Maryati dalam sekripsi yang
berjudul “Konsep Pemikiran Buhannudin al-ZarnujiTentang Pendidikan Islam”
yang dia kutip dari beberapa peneliti, sebagai berikut:
Mengenai daerah tempat kelahiran juga tidak ada keterangan yang
pasti. Tapi jika dilihat dari nasabnya, yaitu al-Zarnuji, maka sebagian
peneliti mengatakan bahwa beliau berasal dari Zarandji, sebuah kota di
Persia dan Sijistan sebuah kota selatan Heart (sekarang Afganistan).
Mengenai hal ini Mochtar Affandi mengatakan “It is a city in Persia wich
was formally a capital and city of Sajidjistan to the south of Heart (now
Afghanistan)”. Pendapat senada dikemukakan oleh Abdul Qodir Ahmad
bahwa al-Zarnujiberasal dari suatu dairah yang kini dikenal dengan nama
40
Afghanistan. Pada sisi lain, ada yang berbeda pendapat menurut al Quraisyi,
Sebutan “Zarnuj”, yaitu sebuah perkampungan yang terletak di Turki.
Sedangkan Yaqut al Humawi menisbatkan kata “Zarnuj” kepada
perkampungan pekerja di Turkistan (Maryani, 2014:31).
Diduga al-Zarnuji lahir pada tahun 570 H, informasi itu penulis temukan
dalam skripsi Hilyatus Saihat yang berjudul Konsep Memulyakan Guru Menurut
al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim yaitu:
. “… Afandi Muchtar mendapat informasi lain tentang tentang alZarnuji berdasar dari Ibn Khalilkan , yaitu;
Menurutnya imam al-Zarnuji adalah seorang guru Imam Rukn Zada
Addin Imam Zada (wafat 573/1177-1178) dalam bidang fiqih. Imam Zada
juga berguru pada Syekh Ridau al Din an Nishapuri (wafat 550 dan 600)
dalam bidang mujahadah. Kepopuleran Imam Zada diakui karena
prestasinya dalam usuluddin bersama kepopuleran ulama lain yang juga
mendapat gelal Rukn (sendi). Mereka antara lain, Rukn ad Din al „Amidi
(wafat 651) dan Rukn ad Din at Tawusi (wafat 600). Dari data ini, dapat
dikatakan al-Zarnujihidup sezaman dengan Syaih Rida ad Din an Nisaphuri.
Sehingga mengenai kelahiran atau masa hidup al-Zarnujidapat
diperkirakan lahir pada sekitar tahun 570 H. …” (Hilyatus, 2008:28-29).
Sedangkan wafat al-Zarnuji terdapat dua spekulasi pendapat terkemuka.
Pendapat pertama, al-Zarnuji wafat pada 591 H./1195 M. Pendapat ke-dua, alZarnuji wafat pada tahun 840 H./1243 M (Abuddin Nata, 2001:104). Sementara,
Prof.Moch Muizzuddin (2012:4) mengemukakan hal yang lain mengenai
wafatnya yaitu pada tahun 630 H.
Al-Zarnuji hidup pada dinasti Abbasiyah di Irak (750-1258 M.), pada
periode kelima dinasti Abbasiyah di zaman al Mun‟tasim (1226-1242 M.).
Sementara Maryati (2014:30) mengemukakan bahwa al-Zarnuji hidup di abad ke12 ( 591 H./1195 M.) menjelang ahir dan awal abad 13 (640 H./1243 M.). Hal ini,
senada dengan Abdul Munif (2011:39) al Zarnji hidup pada seperempat ahir abad
ke-6 H. sampai dua pertga dari abad 7 H.
41
B. Riwayat Pendidikan al-Zarnuji
Mengenai riwayat pendidikan al-Zarnujidapat diketahui melalui para
peneliti. Djudi mengatakan bahwa al-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan
Samarkand (Syamsuddin, 2012:3). Yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan
keilmuan, pengajaran dan lain-lainya. Masjid-masjid di kedua kota itu dijadikan
sebagai lembaga pendidikan dan ta‟lim yang diasuh antara lain oleh, Burhanuddin
al Marginani, Syamsuddin Abdl. Al Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abd
as Sattar al Amidi dan lain-lain.
Dicky Wirianto (2013:176) menjelaskan al-Zarnuji belajar kepada ulamaulama besar, antara lain:
1. Burhanuddin Ali bin Abu Bakar al Marghinani, ulama besar bermazhab
Hanafi, sauatu kitab fiqih rujukan utama dalam mazhabnya. Beliau wafat
pada 593 H./ 1177 M.).
2. Ruknul Muhammad bin Abu Bakar, populernya Khowahir Zadeh. Beliau
ulama besar bermazhab Hanafi, pujangga sekaligus penyair, pernah menjadi
mufti di Bochara dan sangat masyhur fatwa-fatwanya. Wafat pada 573 H.
3. Muhammad bin Ibrahim, seorang ulama ahli fiqih bermazhab Hanafi,
sastrawan dan ahli kalam. Wafat pada 573 H.
4. Fahruddin al Kayani, yaitu Abu Bakar bin Mas‟ud al Kayani. seorang ulama
ahli fiqih bermazhab Hanafi. Wafat pada 587 H.
5. Fahruddin Qodhi Khan al Ouzjandi, dikenal sebagai ulama besar dan
mujtahid dalam mazhab Hanafi. Wafat pada 592 H.
42
6. Ruknuddin al Farfhani, seorang ulama ahli fiqih bermazhab hanafi dan
pujangga sekaligus penyair. Wafat pada 594 H.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa al-Zarnuji adalah seorang ulama
fiqih pengikut Mazhab Hanafi. Hal ini dapat dilihat dari guru-guru yang
mengajarnya kebanyakan ulama-ulama ahli fiqih mazhab Hanafi. Sehingga
dimungkinkan beliau tergolong orang yang banyak menggunakan akal dalam
berbahas, kerana diketahui salah satu ciri mazhab ini adalah lebih mengutamakan
akal (rasional) dan analogi (secara qiyas) dalam berpikir (Dicky Wirianto,
2013:176).
Bukti bahwa al-Zarnujipengikut
mazhab Hanafi dapat dilihat dalam
kitabnya, beliau banyak mengutip pendapat Abu Hanifah misalnya, “al fiqhu
ma‟rifat al nafsi ma laha wa ma „alaiha. Ma al „ ilmu illa li al „amali bihi wa al
„amalu bihi tarku al ajili lillajili”. Fiqih adalah pengetahuan tantang hal-hal yang
berguna dan yang membahayakan bagi diri seseorang. Ilmu itu hanya
diamalkannya, sedangkan mengamalkanya berarti meninggalkan orientasi dunia
demi ahirat (Fairus dan Satiman, 2014:52).
C. Situasi Pendidikan pada Masa al-Zarnuji
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, siklus sejarah peradaban islam terbagi
menjadi tiga periode yaitu:
1. Perode klasik (650-1250 M.)
Pada periode klasik meliput masa Nabi Muhammd, Khulafa‟urrasidin,
Bani Umayah, dan masa-masa permulaan dawlah Abbasiyah.
43
2. Periode pertengahan (1250-1800 M)
Pada periode ini terjadi dua masa, yaitu masa kemunduran dawlah
Abbasiyah dan tiga kerajaan besar, antara lain, Turki Usmani, Dawlah
Shafawiyah, dan Kerajaan Mongol. Tiga kerajaan besar mengalami
kemajuaan pada tahun 1500-1700 M. dan mengalami kemunduran pada
tahun 1700-1800 M.
3. Periode modern (1800 M.-sekarang)
Pada periode ini, banyak umat islam belajar dari dunia barat untuk
mengembalikan balance of power. Dalam era ini dunia islam mulai bangkit
kembali
dengan
melakukan
pembaharuan
(tajdid)
(https://tatangjm.wordpress.com diakses 09 Oktober jam 23:40).
Sedangkan, dalam sejarah pendidikan islam, sekurangnya tercatat lima
periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam. Lima periode itu
antara lain, masa Nabi Muhammad saw. (571-632 m.), masa Khulafa‟ur Rasidin
(632-661 M.), masa Bani Umayah (661-750 M.), masa Bani Abbasiyah (750-1250
M.), dan masa jatuhnya Khalifah di Baghdad (1250-sekarang) (Syamsudin,
2012:4).
Jika dilihat dari siklus periodesai islam, al-Zarnuji hidup pada masa periode
klasik. Jika dilihat dari sejarah pendidikan Islam dalam perkembangan dan
pertumbuhan islam, al-Zarnuji hidup pada periode keempat yaitu pada masa Bani
Abbasiyah (750-1258 M.).
44
Pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah mencapai puncak popularitas pada
masa Khalifah Harun ar Rosyid (786-809 M.) dan al Ma‟mun (813-833 M.). Pada
kedua khalifah ini, kekayaan kerajaan banyak digunakan dibidang kemajuan
sosial, pembangunan infra struktur, pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan,
filsafat, kebudayaan dan kesusastraan. Satu hal yang menjadi maha karya
Khalifah al Ma‟mun ialah Baitul Hikmah, pusat penerjemahan dan berfungsi
sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan besar. Pada masa al Ma‟mun inilah
Bagdad menjadi pusat peradaban dunia (Wikipedia, diperbarui pada 24 Mei 2015,
jam 18:55).
Namun, secara khusus, al-Zarnuji hidup pada periode kelima Bani
Abbasiyah, pada zaman Khalifah al Mu‟tasim (1226-1242 M.), dimana pada masa
ini Bani Abbasiyah mengalami kemunduran. Mereka hanya menguasai kota
Bagdad saja. Hal ini, penulis mengutip penelitia Ilun Mualifah yang berjudul
Integrasi Spirit Pendidikan Islam dan Barat yang dikutp dari beberapa peneliti,
yaitu:
“Zarnuji hidup di masa dinasti Abbasiyah di Iraq (750-1258 M.). Pada
periode kelima dinasti Abbasiyah di zaman al Mu‟tasim (1226-1242 M.).
Waktu itu wilayah kekuasaan dinasti Abbasiyah sudah menyempit. Banyak
dairah memerdekakan diri dan melepaskan diri dari pusat.Mereka hanya
menguasai Bagdad saja. Ketika berbagai propinsi memisahkan diri, gejolak
politik dalam negri terjadi dan membuat perekonomian kian terpuruk …”
Dengan demikian, jika al-Zarnuji disebut sebagai seorang ahli fiqih atau
seorang filosof, tentu hal itu sangat dimungkinkan. Karena pada masa sebelumnya
dinasti Abbasiyah pernah mengalami kemajuan ilmu pengetahuan dan filsafat di
45
era Harun ar Rosyid dan al Ma‟mun. Meskipun al-Zarnujihidup di masa yang
mulai hancur, tentu masih ada warisan-warisan ilmu pengetahuan yang tersisa.
D. Gambaran Umum Kitab Ta’lim al-Muta’alim
Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah satu-satunya karya al-Zarnujiyang masih
tersisa. Hal ini dijelaskan oleh Rahmat Darmawan dalam, (Wahdati, 2014:45)
bahwa, diantara 150.000 judul literatur yang dimuat pada abad 17 itu terdapat
penjelasan bahwa Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah satu-satunya kitab yang
ditulis oleh al-Zarnuji.
Keistimewaan dari kitab Ta‟lim al-Muta'allim tersebut adalah terletak pada
materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan
hanya membicarakan tentang metode belajar, namun sebenarnya membahas
tentang tujuan belajar, prinsip belajar, strategi belajar dan lain sebagainya yang
secara keseluruhan didasarkan pada moral religius (Syamsuddin, 2012:6).
Dalam penulisan kitab ini, al-Zarnujibanyak mengutip syair-syair dari para
guru-gurunya dan ulama terdahulu untuk menuangkan ide-idenya dalam
persoalan-persoalan yang ditulisnya. Namun, beliau tidak banyak mengutip dalildalil al Qur‟an dan Hadis untuk memperkuat apa yang ia bicarakan. Dikarenakan
syair akan mudah diterima sebagai nasihat dan pembelajaran, semisal ia mengutip
syair Imam Syafi‟i,
ُ ْٛ‫َش َى‬
ٝ‫ط‬
ِ ‫ن اٌ َّ َؼب‬
ِ ْ‫ رَط‬ٌَِٝ‫ ا‬ِٝٔ‫ * فَأ َضْ َش َس‬ٝ‫ ِغ ُس َؤ اٌ ِح ْف ِظ‬١ْ ‫ ِو‬َٚ ٌَِٝ‫د ا‬
Aku (imam Syaf‟i) mengadu kepada Waki‟ atas lemahnya hafalanku, lalu
beliau menyanyikan syair untukku, supaya meninggalkan ma‟siyat
46
ٝ‫ط‬
ِ ‫ ٌِ ٍْ َّ َؼب‬ٝ‫ُ ْؼ ِط‬٠‫فَؼْ ًُ هللِ ََل‬َٚ * ِٗ ٌِ‫لَب ِ اْ اٌ ِح ْفعَ فَؼْ ً ِِ ْٓ ا‬
Sesunggunya hafalan adalah keutamaan dari Allah, sedangkan keutamaan
Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berma‟siyat
Al-Zarnuji mengawali tulisanya dengan memuji Allah, mendo‟akan
sholawat kepada Nabi Muhammad, pemimpin bangsa Arab dan Ajam (selain
bangsa Arab), dan kepada sahabat-sahabat Nabi Muhammad. Dari hal itu, alZarnuji dapat dilihat bahwa ia adalah sosok yang religius.
Sedangkan hal yang melatar belakangi al-Zarnuji menulis Kitab Ta‟lim alMuta‟allim ialah berdasarkan fenonmena yang dilahat di masa itu. Dia melihat
banyak pelajar yang sudah belajar sunguh-sungguh, tetapi tidak mendapatkan
manfaat dan barakah ilmunya. Penyebabnya, menurut pandangan al-Zarnuji,
mereka telah salah dalam menuntut ilmu. Hal itu, ia paparkan dalam muqodimah
kitab ini.
Pembicaraan Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim
terdiri dari 13 pokok
permasalahan, yaitu:
1. Hakikat ilmu, Fiqih, dan keutamaanya
Dalam pandangan al-Zarnuji, ilmu yang wajib dimiliki terbatas pada
ilmu khal. Ilmu khal adalah ilmu yang diperlukan pada waktu melaksanakan
suatu ibadah. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;
ٌَُٗ ‫َمَ ُغ‬٠ ‫ اٌ ُّ ْس ٍُِ ؽٍََتُ ِػ ٍْ ُِ اٌ َحب ِي َِب‬ٍَٝ‫ُفزَ َطعُ َػ‬٠ .‫ؼ ًُ اٌ َؼ َّ ًِ ِح ْفغُ اٌ َحب ِي‬
َ ‫أَ ْف‬َٚ .‫اٌؼ ٍْ ُِ ِػ ٍْ ُُ اٌ َحب ِي‬
َ ‫أَ ْف‬
ِ ًُ ‫ؼ‬
ّ ٌ‫ فَبُّٔٗ ََلثُ َس ٌَُٗ َِِٓ ا‬, َْ‫ َحب ٍي َوب‬ٞ
ّ َ‫ أ‬ِٝ‫ َحب ٌِ ِٗ ف‬ِٝ‫ف‬
‫طلرِ ِٗ ِث َم ْسضْ َِب‬
َ ِٝ‫َمَ ُغ ٌَُٗ ف‬٠ ‫ ِٗ ِػ ٍْ ُُ َِب‬١ْ ٍَ‫َ ْفزَ ِطعُ َػ‬١َ‫ظل ِح ف‬
ّ ٌ‫طع ا‬
‫ظل ِح‬
َ َ‫ ِث ِٗ ف‬ٜ‫ُ َؤ ِز‬٠
47
Ilmu yang lebih utama adalah ilmu khal. Keutamaan amal adalah
menjaga khal (tingkah laku). Difardhukan bagi seorang muslim mencari
ilmu khal yang berhubungan denganya di dalam semua keadaan. Seorang
muslim wajib melaksanakan shalat, maka wajib baginya mencari ilmu yang
berhubungan dengan shalat dengan kadar dapat melaksanakan kefardhuan
shalat.
2. Niat belajar
Niat merupakan pokok dari segala amal. Dalam mencari ilmu bagi
pelajar sebaiknya berniat mencari ridho Allah, kebahagiaan ahirat,
menghilangkan kebodohan dirinya sendiri dan segenap orang bodoh,
menghidupkan dan melanggengkan agama Islam. Dalam hal ini al-Zarnuji
menjelaskan;
... ‫ا ِي‬ٛ ْ‫ ِغ اَلَ ح‬١ْ ّ‫ َخ‬ٝ‫ اَلَطْ ًُ ِف‬َٟ ِ٘ ُ‫خ‬١َ ٌِّٕ‫اِ ِش ا‬
ْٓ ‫ َػ‬َٚ ِٗ ‫ ًِ َػ ْٓ َٔ ْف ِس‬ْٙ ‫ اِ َظاٌَخَ اٌ َد‬ٚ ‫اٌ َسا َض األَ ِذ َط ِح‬ٚ ٍٝ‫هللا رَ َؼ‬
َ ِٛ ْٕ َ٠ ْْ َ‫ أ‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬٠َٚ
ِ ‫ت اٌ ِؼ ٍْ ُِ ِضػب‬
ِ ٍََ‫ اٌ ُّز َؼٍِّ ُُ ِثط‬ٞ
َِ ‫اِ ْثمَب َء ِاَل ْسل‬ٚ ِٓ ٠‫َب َء اٌ ِس‬١ ْ‫اِح‬َٚ ًِ ْٙ ‫َسبئِ ِط اٌ َد‬
Niat adalah pokok dari segalah keadaan (tingkah)…
Sebaiknya, bagi muta‟alim (peserta didik) mencari ilmu dengan niat
memeroleh ridho Allah Ta‟ala, akhirat, menghilangkan kebodohan dalam
dirinya dan dari kebodohan yang lain, menjaga agama dan menjaga Islam.
3. Memilih ilmu, guru, teman dan menetapinya (tsabaat)
Dalam memilih ilmu, al-Zarnujimengutamakan ilmu tauhid yang
pertama dipelajari, kemudian baru mempelajari ilmu klasik.sedangkan guru
yang dipilih adalah guru yang memiliki sifat waro‟ dan yang lebih tua.
48
Demikian pula, dalam memilih teman hendaknya yang memiliki sifat waro‟,
memiliki watak yang baik, dapat memahami masalah, dan menjahui teman
yang pemalas, penganggur, banyak bicara, suka gaduh, dan suka memfitnah.
Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;
ِٗ ١ْ ٌَِ‫َحْ زب َج ا‬٠ ُّ ُ‫ اٌ َحب ِي ث‬ِٝ‫ِٕ ِٗ ف‬٠‫ اَ ِْ ِط ِز‬ِٝ‫ ِٗ ف‬١ْ ٌَِ‫َحْ زب َج ا‬٠ ‫ َِب‬ٚ َُٕٗ‫َ ْرزَب َض ِِٓ ُو ًِ ِػ ٍٍُ أَحْ َس‬٠ َْ‫ ٌِطَبٌِت اٌ ِؼ ٍُِ أ‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬٠
َُ ٍَ ‫َ ْرزَب َض َاَل ْػ‬٠ َْ‫ ا‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬١َ‫َب ًض ُاَل ْسزَب ِش ف‬١ِ‫أَ ِّب اِذز‬َٚ ... ًِ ١ٌِ‫ ِثبٌ ّس‬ٌٝ‫َ ْؼ ِطفَ هللاَ رَ َؼب‬٠ ‫ ِس‬١‫ْ ِح‬َٛ‫ُمَ ّس ََ ِػٍ َُ اٌز‬٠َٚ ‫ اٌ َّب ِي‬ِٝ‫ف‬
ُِ ١ْ ِ‫ت اٌطَ ْج ِغ اٌ ُّسزَم‬
َ ‫طب ِح‬
َ َٚ ‫ َض َع‬ٌٛ‫ا‬ٚ
ِ ٠‫َب ُض اٌ اش ِط‬١ِ‫أَ ِّب اِذز‬َٚ ... َٓ‫األَ َس‬َٚ ‫ْ َض َع‬َٚ‫اٌل‬َٚ
َ ‫َ ْرزَب َض اٌ ُّ َد ِّس‬٠ ْْ َ‫ أ‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬١َ‫ه ف‬
ِْ ‫اٌفِزَب‬ٚ ‫اٌ ُّ ْف ِس ِس‬ٚ ‫بض‬
ِ َ‫اٌ ُّ ْىث‬ٚ ًِ ِّ‫اٌ ُّ َؼط‬ٚ ِْ ‫َفِ ُّط ِِ ْٓ اٌ َى ْس َل‬٠ٚ ُِ َّٙ‫اٌ ُّزَف‬
Bagi peserta didik, dalam memilih ilmu sebaiknya memilih ilmu yang
dapat memberikan kebaikan bagi dirinya, bagi agama, dan bagi masa yang
akan dating. Sebaiknya, ilmu yang didahulu dipelajari adalah imu tauhid
dan ilmu untuk mengenali Allah dengan dalil… dalam memilih guru
sebainya memilih guru yang alim, waro‟, dan lebih tua… sedangkan dalam
memilih teman, sebaiknya memilih teman yang tekun, waro‟, dan yang
memiliki watak yang baik dan memahami masalah, serta menjahui teman
yang pemalas, penganggur, banyak bicara, suka berbuat onar dan suka
memfinah.
4. Memulyakan ilmu dan ahli ilmu
Memulyakan ilmu sama halnya memulyakan guru. memulyakan guru
salah satunya dengan tidak membuat marah guru. Dalam hal ini al-Zarnuji
menjelaskan;
ُُ ١‫ُ اٌ ِؼ ٍُِ رَ ْؼ ِظ‬١ِ ‫ ِِٓ رَ ْؼ ِظ‬َٚ ...ِٗ ٍِ ْ٘ َ‫ ا‬َٚ ُِ ٍْ ‫ْ ُِ اٌ ِؼ‬١‫ ْٕزَ ِف ُغ ثِ ِٗ اِ اَل ِثزَ ْؼ ِظ‬٠َ ‫ ََل‬َٚ َُ ٍْ ‫ٕب ُي اٌ ِؼ‬٠َ ‫ت اٌ ِؼ ٍُِ ََل‬
َ ٌِ ‫اِ ْػٍَُ ِثأ َ ّْ ؽَب‬
...ُِ ٍِّ‫اٌ ُّ َؼ‬
49
Ketahuilah! Peserta didik tidak akan mendapatkan ilmu dan
manfaatnya kecuali dengan memulyakan ilmu dan guru… sebagian dari
memulyakan ilmu adalah memulyakan guru.
5. Tekun, berkelanjutan, dan cita-cita
Bagi seorang pelajar hendaknya bersungguh-sunguh, istiqomah, dan
berkelanjutan dalam mencari ilmu. Selain itu semua, hendaknya seorang
pelajar memiliki cita-cita dalam belajar. karena pangkal kesuksesan adalah
kesungguhan dan cita-cita yang tinggi. Dalam hal ini al-Zarnuji
menjelaskan;
‫َٕب‬١ِ‫ا ف‬ٚ‫َٓ َخبَ٘ َس‬٠‫اٌّ ِص‬َٚ " ٌٝ‫ٌِ ِٗ رَؼب‬َٛ‫ ل‬ٝ‫ اٌمُطأَ ِْ ف‬ِٝ‫ ِٗ ا َِل َشب َضحُ ف‬١ْ ٌَِ‫ ا‬َٚ ٍُِ ‫ت اٌ ِؼ‬
ِ ٌِ‫اظَجَ ِخ ٌِطب‬َٛ ُّ ٌ‫ا‬ٚ ‫ثُ اُ ََلثُ َس ِِٓ اٌ ِد ِّس‬
ُ‫ اّخ‬ِٙ ٌ‫ا‬ٚ ‫َب ِء اٌ ِد ُّس‬١‫ ًِ اَلَ ْش‬١‫ظ‬
ِ ْ‫اٌ اطأْغُ رَح‬ٚ ..."‫ُُ ُسجٍََُٕب‬َٕٙ‫ا‬٠‫ ِس‬ْٙ ٌََٕ
Bagi peserta didik dalam menuntut ilmu hendaknya bersungguhsungguh dan berkelanjutan. Sebagaimana firman Allah Ta‟ala di dalam ql
Qur‟an “Orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Ku,
niscaya Aku akan menunjukan kepada mereka jalan menuju-Ku”… Pokok
kesuksesan adalah bersungguh-sungguh dan memiliki cita-cita yang tinggi.
6. Sistematika pembelajaran yang baik
Dalam hal ini, sebaiknya seorang pelajar dalam belajar menentukan
waktu belajar, kadar ilmu yang harus dipelajari, dan mengulang-ulang.
Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;
َ
ٝ‫ثٓ أَ ِث‬
ِ ‫د اٌمَب‬
ِ ‫ ا َِل‬ٝ‫ػ‬
ِ ‫ِبَ َػ ّْ ِط‬
ِ ‫أَ ِّب لَ ْس ُض اٌ َس‬َٚ
ِ ١ْ ‫ َػٓ اٌ اش‬ٝ‫َ ْح ِى‬٠ ُ‫فَخَ َض ِح َّٗ هللا‬١ٕ‫ َح‬ُٛ‫ ا َِل ْثزِ َسا ِء فَ َىبَْ أث‬ِٝ‫جك ف‬
‫ا لَ ْس َض َِب‬
ِ ‫ك ٌِ ٍْ ُّجزَ ِس‬
ِ ‫َْ لَ ْس ُض اٌ َس ْج‬ٛ‫ ُى‬٠َ ْْ َ‫ ا‬ٝ‫ ْٕ َج ِغ‬٠َ :ُ‫ُُ هللا‬َّٙ ‫ ُرَٕب ًض ِح‬٠ِ ‫ لَب َي َِ َشب‬:‫ َض ِح َُّٗ هللاُ أُّٔٗ لَب َي‬ٝ‫َث ْى ِط اٌ َعضْ ُٔ ِد‬
ُ ‫اِ ْْ ؽَب َي اٌ َس ْج‬َٚ ُٗ‫ أَ ا‬َٝ‫ْ ًَ َو ٍِ َّخً َحز‬ٛ٠َ ًَ ‫ ُس ُو‬٠ْ ‫ ِع‬٠َ ٚ ِٓ ١ْ َ‫ػ ْجطَُٗ ِثب َِل َػب َز ِح َِ ّطر‬
َُٗ‫ػجْط‬
َ ُٓ‫ُ ّْ ِى‬٠ ‫ َو ْث ُط َِب‬َٚ ‫ك‬
َ ُٓ‫ُ ّْ ِى‬٠
50
ُ ‫اَ ِّب اِشا ؽَب َي اٌ اس ْج‬ٚ ‫ح‬٠
‫ اِ َػب َز ٍح َػ ْش َط‬ٌَِٝ‫احْ زَب َج ا‬َٚ ‫ ا َِل ْثزِ َسا ِء‬ِٝ‫ك ف‬
ِ ‫بٌط ْف‬
ِ ِ‫ ُس ث‬٠ْ ‫َع‬٠ َٚ ِٓ ْ١َ‫ثِب َِلػب َز ِح َِ اطر‬
ِ ‫ اٌزّ ْس ِض‬َٚ ‫ك‬
ُ ‫ ْز ُط‬٠َ ‫ ََل‬َٚ ‫ه‬
‫ ٍط‬١ْ ِ‫ه اٌ َؼب َزحَ اِ اَل ِث َدحْ ٍس َوث‬
ً ٠ْ َ‫ب ِء ا‬ٙ‫ ا َِل ْٔ ِز‬ٝ‫ ِف‬َٛ َُٙ‫د ف‬
َ ٍ‫ن ِر‬
َ ٌِ ‫ ْؼزَب ُز َش‬٠َ َٗٔ‫ه َل‬
َ ٌِ ‫ُْ َو َص‬ٛ‫ ُى‬٠َ ‫ؼب‬
ٍ ‫َِ َطا‬
Ukuran seberapa banyak ilmu yang akan dipelajari, menutut Abu
Hanifa ra. Dari qodli Umar bin Abi Bakar az Zarnuji berkata “bagi
seorang pemula dalam belajar mengawali pelajaran yang dapat dipahami
dan setelah mengulang dua kali, dan untuk setiap hari menambah sedikit
demi sedikit sehingga setelah masa yang lama dan banyak yang dipelajari
masih bisa memahami dan menghafal setelah mengulang dua kali. Dalam
menambah pelajaran hendaknya dilakukan dengan tidak tergesa-gesa dan
sedikit demi sedikit. Apabila pelajaran itu telah lama dipelajari, dan
memerlukan 10 kali pengulangan untuk dapat dipahami dan dihafalkan,
maka untuk seterusnya dilakukan seperti itu. Hal itu, harus menjadi
kebiasaan dan tidak meninggalkan kecuali dalam keadaan payah”.
7. Tawakal
Dalam hal ini, al-Zarnuji menjelaskan nasiahat kepada pelajar supaya
tidak gelisah dalam memikirkan dunia, karena gelisah tidak akan
menghindarkan dari musibah dan tidak aka ada manfaatnya, bahkan akan
membahyakan hati dan akal. Oleh karena itu, hendaknya bagi pelajar
menyerahkan segala urusan dunia hanya kepada allah dan menjalankan
peran sebagai pelajar dengan kesungguhan hati dan tekat yang kuat. Dalam
hal ini al-Zarnuji menjelaskan;
51
‫َب‬١ٔ‫ْزَ اُ اٌ َؼبلِ ًُ َِلَ ِْ ِط اٌ ُس‬َٙ٠ ‫ ََل‬َٚ ‫اَ٘ب‬َٛ َِٙ‫ ََل رَ ْشز ِغ ًَ َٔ ْف َسُٗ ث‬َٝ‫ط َحز‬١
ِ ‫َ ْش ُغ ًَ َٔ ْف َسُٗ ثِأ َ ْػّب ِي اٌ َر‬٠ ْْ َ‫ ٌِ ُى ًّ أَ َح ٍس ا‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬١َ‫ف‬
َِ
ُُّ ‫ َز‬ْٙ ٠َ َٚ ‫ ِط‬١ْ ‫ َر ًُّ ِثب َ ْػ َّب ِي اٌ َر‬٠َ َٚ َْ‫اٌ َج َس‬ٚ ًَ ‫اٌ َؼ ْم‬ٚ ‫ت‬
ُ َ٠ ًْ‫َ ْٕفَ ُغ َث‬٠ ‫ ََل‬َٚ ً‫َخ‬١‫ظ‬
َ ٍْ َ‫ؼ ُّط اٌم‬
ِ ‫ ِط ُز َِ ْؼ‬٠َ ‫ ََل‬َٚ َْ‫اٌ َر َع‬ٚ ُ‫ ا‬َٙ ٌ‫َل اْ ا‬
َِ
‫ ْٕ َف ُغ‬٠َ َُٗٔ‫أل ِْ ِط األَ ِذ َط ِح أل‬
Sebaiknya, bagi setiap orang menyibukan diri mengerjakan amalamal baik, sehihngga dirinya tidak sibuk dengan hawa nafsunya. Sebaiknya,
orang yang berakal tidak memprihatinkan urusan dunia, karena gelisah,
susah tidak akan menghindarkan dari ma‟siyat dan tidak bermanfaat,
bahkan hal itu dapat merusak hati, akal, dan badan, serta dapat merusak
amal ahirat. Orang yang berakal hendaknya bersedih dalam urusan ahirat,
karena hal itu dapat memberikan manfaat.
8. Waktu belajar
Dalam bab ini, al-Zarnuji menerangkan waktu-waktu yang baik untuk
belajar. Menurut al-Zarnuji, waktu yang baik utuk belajar adalah semenjak
masih muda. Selain itu, waktu yang baik untuk belajar adalah pada waktu
sepertiga malam, waktu magrib, dan waktu „isya‟. Apabila merasa jenuh
saat belajar sauatu ilmu, hendaknya berganti ilmu yang lain. Dalam hal ini
al-Zarnuji menjelaskan;
ُ ‫ ْل‬ٚ ٚ ‫ة‬
‫ْ لَبرِ ِٗ فَب ِ َشا‬َٚ‫ َغ أ‬١ِّ ‫ق َخ‬
َ ‫غط‬
َ ‫أَف‬َٚ
ِ ‫د َشطْ ُخ اٌ َشجب‬
ِ ‫ْ لَب‬ٚ‫ؼ ًُ األ‬
ِ َ‫َ ْسز‬٠ ْْ َ‫ أ‬ٝ‫َْٕجَ ِغ‬٠ ٚ ِٓ ْ١َ‫َٓ اٌ ِؼشبئ‬١ْ َ‫ ث‬ٚ ‫ذ اٌ َسحْ ِط‬
‫َ ْشزَ ِغ ًُ ثِ ِؼ ٍٍُ أَ َذ َط‬٠ ٍُ ٍْ ‫َِ اً َػ ْٓ ِػ‬
Waktu yang
baik untuk belajar adalah pada masa muda, waktu
sahur,dan diantara waktu magrib dan „isa‟. Sebaiknya peserta didik
menggunakan semua waktunya untuk belajar. Apabila merasa jenuh pada
suatu ilmu, maka berganti pada ilmu yang lain.
52
9. Simpati dan nasihat
Al-Zarnuji menjelaskan bagi seorang pelajar hendaknya salng
mengasihi, saling memberi nasihat dan tidak saling hasaud, karena sifat
hasud sangat membahayakan dan tidak ada manfaat. Dalam hal ini alZarnuji menjelaskan;
“Sebaiknya, peserta didik saling mengasihi, memberikan nasihat, dan
tidak saling hasad. Karena hasad sangat adalah hal yang berbahaya dan
tidak bermanfaat”.
10. Mengambil manfaat
Seorang pelajar hendaknya bisa mengambil manfaat apa yang
dipelajari. Yaitu dengan cara menggunakan waktu dengan baik dan
mengambil faidah ilmu dari guru. Karena tidak semua hal yang telah berlalu
dapat kembali lagi. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;
َٚ ‫خ‬
ِ ‫ا‬َٛ ٍْ ‫اٌ َر‬َٚ ٌِٝ ‫َب‬١ٌٍَ‫َ ْغزَ ِٕ َُ ا‬٠ َٚ ‫د‬
ِ ‫اٌ اسب َػب‬َٚ ‫د‬
ِ ‫ْ لَب‬َٚ‫ َغ األ‬١‫ؼ‬
ِ ُ٠ ‫ اَ ْْ ََل‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬١َ‫ف‬
ِ ُْٛ١‫َ ْغزَ ِٕ َُ اٌ ُش‬٠ ْْ َ‫ ا‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬٠ َٚ ...‫د‬
ُْ ُْٕٙ ِِ ‫ َس‬١ْ ِ‫َ ْسزَف‬٠
Sebaiknya, bagi peserta didik tidak menyia-nyiakan waktu dan
sebainya mengambil kesempatan di waktu malam dan di waktu sendiri …
sebainya, bagi peserta didik mampu mengambil kesempatan dan faidah dari
guru.
11. Bersikap wara‟
Sikap wara‟ adalah sesuatu yang amat penting dimiliki oleh seorang
pelajar. Dengan bersikap wara‟, maka ilmu yang didapatkan akan lebih
bermanfaat, belajar lebih mudah, dan mendapatkan banyak manfaat.
53
Sebagian dari sikap wara‟ antara lain; menjaga diri tidak terlalu kenyang,
tidak banyak tidur, dan tidak banyak membicarakan hal-hal yang tidak
bermanfaat. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;
ً
َ
َ
َ
‫َزَ َح اط َظ‬٠ ْْ َ‫ع أ‬
ِ ‫ َض‬َٛ ٌْ‫ َِِٓ ا‬َٚ ‫ا ِئ ُسُٖ أ ْوثَ ُط‬َٛ َ‫ ف‬َٚ ‫ َس َط‬٠ْ ‫اٌزا َؼٍُّ ُُ ٌٗ أ‬ٚ ‫ْ َض َع َوبَْ ِػ ٍْ ُُّٗ أ ْٔفَ ًغ‬ٚ‫ َّب َوبَْ ؽَب ٌِتُ اٌ ِؼ ٍْ ُِ أ‬ْٙ َّ َ‫ف‬
‫َ ْٕ َف ُغ‬٠ ‫ َّب ََل‬١ْ ِ‫ َو ْث َط ِح اٌْ َى َل َِ ف‬َٚ َ ْٛ‫ َو ْث َط ِح إٌا‬َٚ ‫َػ ِٓ اٌ ِّشجَ ِغ‬
Ketika peserta didik memiliki sifat waro‟ maka ilmunya akan lebih
bermanfaat, belajarnya lebih mudah, dan manfaatnya lebih banyak.
Diantara sifat waro‟ yaitu tidak terlalu kenyang, tidak banyak tidur, dan
tidak banyak bicara yang tidak ada manfaat.
12. Hal-hal yang menguatkan hafalan dan lupa
Dalam bab ini, al-Zarnujimenjelaskan hal- hal yang dapat menguatkan
hafalan dan lupa. Sebagian hal yang dapat menguatkan hafalan antara lain;
kesungguhan, istiqomah, mengurangi makan, dan shalat malam. Sedangkan,
sebagian hal yang menyebabkan lupa antara lain; berbuat maksiat, berbuat
dosa, dan sibuk dengan urusan dunia. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;
ُ ‫ْ ِض‬ُٛ٠ ‫ أَ اِب َِب‬َٚ ...ًِ ١ْ ٌَ‫ط َلحُ ا‬
َْ‫َب‬١‫س إٌِّ ْس‬
َ َٚ ‫ ًُ اٌ ِغ َصا ِء‬١ْ ٍِ‫ رَ ْم‬َٚ ُ‫اظَجَخ‬َٛ ُّ ٌْ‫ا‬َٚ ‫ة اٌْ ِح ْف ِع اٌ ِد ُّس‬
ِ ‫ أَ ْسجَب‬َٜٛ ‫أَ ْل‬َٚ
‫ك‬
ِ ُْٛٔ‫ َو ْث َطحُ اٌ ُّص‬َٚ ٝ‫ط‬
ِ ‫فَب ٌْ َّ َؼب‬
ِ ِ‫ا ٌْ َؼ َلئ‬َٚ ‫ َو ْث َطحُ األَ ْش َغب ِي‬َٚ ‫َب‬١ْٔ ‫ْ ِض اٌ ُّس‬ُِٛ ُ ‫ أ‬ِٝ‫ ْاألَحْ َعا ِْ ف‬َٚ َِ ُّْٛ ٌُْٙ ‫ ا‬َٚ ‫ة‬
Hal-hal yang dapat menguatkan hafalan adalah tekun, belajar secara
berkesinambungan, mengurangi makan, dan shalat malam… sedangkan
hal-hal yang dapat mewariskan lupa adalah berbuat maksiyat, berbuat
dosa, gelisah dan bersedih memikirkan urusan dunia, karena hal itu akan
menjadi penghalang.
54
13. Hal-hal yang dapat mendatangkan rejeki, mencegah rejeki, menambah dan
mengurangi umur
Pelajar perlu mengetahui hal-hal yang bisa menambah rejeki, umur
dan lebih sehat, sehingga dapat mencurahakan segala kemampuannya untuk
mencapai yang dicita-citakan. Sebagian hal yang dapat menarik rejeki antara
lain; bangun pagi, shalat dengan ta‟dhim, khusyu‟, sempurna rukun, wajib,
sunnah dan adatnya. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;
َ ْ َٜٛ ‫أَ ْل‬َٚ
‫ق اِلَب َِخ اٌ ا‬
‫ َسب ِئ ِط‬َٚ ِْ ‫ ًِ األَضْ َوب‬٠ْ ‫رَ ْؼ ِس‬َٚ ‫ع‬
ُ ْ‫ة اٌ َدبٌِجَ ِخ اٌ َّح‬
ِ ‫اَل ْسجَب‬
ِ ‫ظٍَ ِخ ٌِ ٍْ ِط ْظ‬
ِ ْٛ‫اٌ ُر ُش‬َٚ ُِ ١ْ ‫ظ َل ِح ثِبٌزا ْؼ ِظ‬
ُّ ٌ‫ط َل ِح ا‬
...‫ْ َضح‬ُٛٙ‫ه ُِ ًؼ اطفَخ َِ ْش‬
َ ٌِ‫ َش‬ِٝ‫ ف‬ٝ‫ؼ َح‬
َ َٚ ‫َب‬ِٙ‫أ َزاث‬َٚ ‫َب‬َِٕٕٙ‫ ُس‬َٚ ‫ا ِخجَ ِخ‬َٛ ٌ‫ا‬
Sebab-sebab yang dapat menarik rejeki antara lain shalat dengan
penuh ta‟dzim, khusu‟,dengan menyempurnakan semua rukun, sunah-sunah,
dan adabnya, melaksanakan shalat dhuha
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan memaparkan nilai-nilai pendidikan karakter
pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya Imam al-Zarnuji. Sebelum membahas
nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya imam alZarnuji, penulis akan memaparkan isi Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim secara lebih
detail.
A. Kitab Ta‟lim al Muta‟alim
Dalam sub bab ini, penulis akan memaparkan isi Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim
dengan menggunakan sarah kitab tersebut yang berjudul Ta‟lim al Muta‟alim
Thoriq at Ta‟alum yang ditulis oleh Ibrahim Bin Isma‟il dan kitab aslinya yang
diterbitkan oleh penerbit Dar al Kutub tahun 2007.
Kitab ini berisi moqoddimah dan 13 pasal yang masing-masing akan
diuraikan secara terperinci. Dalam 13 pasal tersebut Al-Zarnuji menjelaskan
tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh para penuntut ilmu, mulai dari ilmu
yang harus dipelajari terlebih dahulu, cara memilih guru, cara memilih teman,
metode belajar, waktu dan tempat yang tepat untuk belajar sampai hal-hal yang
dapat merusak keberhasilan belajar bagi para penuntut ilmu.
Diantara ke 13 pasal tersebut akan dipaparkan secara terperinci sebagai
berikut :
Sebelum menjelaskan pasal-pasalnya, Kitab ta‟lim al muta‟allim ini
mempunyai muqoddimah yang berisi tentang ucapan syukur kepada Sang
Pencipta serta lantunan sholawat kepada Baginda Rosulullah saw dan para
56
sahabat dan keluarga. Setelah itu Syekh Burhanuddin Al-Zarnuji
memaparkan tentang latar belakang penulisan kitab ini. Beliau terharu
melihat kondisi para santri yang telah bersungguh-sungguh dalam mencari
ilmu, namun mereka tidak mendapat manfaat dari ilmu yang telah
diperolehnya. Hal ini terjadi karena cara yang mereka gunakan ketika
mencari ilmu adalah cara yang salah, Mereka juga meninggalkan syaratsyarat yang harus dipenuhi santri ketika menuntut ilmu. Beliau berkata
(2007:9):
ُ ٠ْ َ‫فٍََ اّب َضأ‬
َٟ ِ٘ َٚ ِٗ ِ‫ثَ ّْ َطار‬َٚ ِٗ ‫ْ ِِ ْٓ ََِٕبفِ ِؼ‬َٚ‫ أ‬, َْ ٍُْٛ‫ظ‬
ُ ْ‫َح‬٠ َ‫ َل‬ٚ ٍُِ ‫ اٌ ِؼ‬ٌَِٝ‫ْ َْ إ‬ٚ‫َ ِد ُس‬٠ ‫ َظ َِبَِٕٔب‬ِٝ‫ة اٌ ِؼ ٍُِ ف‬
ِ ‫ ًطا ِِٓ ؽُ َل‬١ْ ِ‫ذ َوث‬
َُٗ‫ا َش َطائِط‬ٛ‫رَ َط ُو‬َٚ َُٗ‫ا ؽَ َطائِم‬ُٛ‫ُ ُْ أَ ْذطَئ‬َّٙٔ‫ْ َْ ٌِ َّب أ‬ُِٛ ‫َحْ ِط‬٠ ‫ إٌا ْش ُط‬َٚ ٗ‫اٌ َؼ َّ ًُ ث‬
Ketika aku melihat, banyak pelajar yang bersungguh-sungguh pada
ilmu, namun tidak mendapatkan manfaat dan buah ilmunya yaitu
mengamalkan dan mengajarkan. Hal ini, disebabkan karena mereka
salah dan meninggalkan syarat-syaratnya.
Oleh karena itu, Beliau menulis kitab ta‟lim al muta‟allim ini yang
berisi tentang cara mencari ilmu menurut kitab-kitab yang pernah Beliau
baca dan menurut nasihat-nasihat yang pernah Beliau terima dari guruguru Beliau.
1. Bab I Ilmu, Fiqih, dan Keutamaannya
Dalam bab ini dijelaskan kuwajiban menuntut ilmu bagi setiap orang,
baik laki-laki maupun perempuan. Pembebanan hukum wajib untuk menuntut
ilmu hanya terkusus pada orang dewasa (mukalaf) (Ibrahim Bin Isma‟il,
57
2007:2). Al-Zarnuji mewajibkan menuntut ilmu hanya terbatas pada ilmu hal
saja, tidak untuk semua disiplin ilmu.Beliau berkata (2007:2)
‫ ِٗ ؽٍََتُ ِػ ٍْ ُِ اٌ َحب ِي‬١ْ ٍَ‫ُ ْفزَ َطعُ َػ‬٠ ًْ‫ َث‬,ٍُ ٍْ ‫ ُِ ْس ٍِ َّ ٍخ ؽٍََتُ ُو ًِّ ِػ‬َٚ ٍُ ٍِ ‫ ُو ًِّ ُِ ْس‬ٍَٝ‫ُ ْفزَطعُ َػ‬٠ َ‫َل‬
Tidak diwajibkan bagi setiap orang laki-laki dan perempuan menuntut
semua disiplin ilmu, akan tetapi hanya diwajibkan menuntut ilmu hal
Ilmu hal adalah ilmu yang diperlukan dalam ibadah seperti Ilmu Usulu
Din dan Ilmu Fiqih. Yang dimaksud hal (keadaan) dalam hal ini adalah
sesuatu yang baru bagi manusia seperti kafir, iman, sholat, zakat, puasa, dan
lain-lain, bukan keadaan masadepan. Sehingga dikatakan (Al Zarnuji,
2007:2);
‫بي‬
َ ‫ أَ ْف‬ِٚ ,‫اٌؼ ٍُِ ِػ ٍْ ُُ اٌ َحب ِي‬
َ ‫أَ ْف‬
ِ ًُ ‫ؼ‬
ِ ‫ؼ ًُ اٌ َؼ َّ ًِ ِح ْفعُ اٌ َح‬
Ilmu yang lebih utama adalah ilmu hal, dan amal yang lebih utama
adalah mejaga hal
Disamping mewajibkan ilmu hal, Beliau juga mewajibkan untuk
menuntut ilmu yang berhubungan dengan segala keadaan. Seperti contoh
dalam ibadah sholat, maka harus mengetahui rukun dan syarat sholat. Ilmu
ini, didapatkan sekira dapat menggugurkan kewajiban. Sebagaimana dalam
kaidah usul fiqih;
‫ا ِخت‬َٚ َٛ َُٙ‫ا ِختُ إِ اَل ثِ ِٗ ف‬َٛ ٌ‫َزِ ُُّ ا‬٠ ‫َِب ََل‬
Sesuatu hal, jika suatu kuwajiaban tidak akan terlaksana kecuali
dengan hal tersebut, maka hal tersebut wajib adanya.
Selain itu, dalam pasal satu dijelaskan bahwa ilmu adalah hal yang
paling mulia dan hanya kusus dimiliki manusia. Ilmu adalah perhiasan,
58
kemuliyaan, dan tanda pada perkara yang dipuji bagi yang memilikinya.
Sebagaimana dalam sya‟ir Muhammad bin Hasan bin Abdullah (dalam alZarnuji, 2007:15)
َ ِ ٓ٠ْ ‫رَ َؼٍا ُْ فَئ ِ اْ اٌ ِؼٍ ُّ َظ‬
‫اْ ٌِ ُى ًِّ اٌ َّ َحب ِِ ِس‬َٛ ْٕ ‫ ِػ‬َٚ ً ْ‫فَؼ‬َٚ ♯ ِٗ ٍِ ْ٘ ‫أل‬
Belajarlah! Ilmu adalah perhiyasan, keutamaan, dan tanda pujian bagi
orang yang memilikinya
Ilmu menjadi mulia karena menjadi wasilah (perantara) taqwa kepada
Allah. Dengan taqwa, manusia mendapatkan kedudukan yang mulia di sisi
Allah dan mendapatkan kebahagiaan yang abadi.
Begitu pula dengan ilmu-ilmu yang telah disebutkan di atas, Beliau juga
mewajibkan kepada pelajar untuk mempelajari ilmu akhlak. Baik akhlak yang
wajib dimiliki seperti, dermawan, pemberani, rendah hati, „ifah, maupun yang
wajib dihindari seperti, pelit, penakut, sombong, sifat berlebihan, penghitung
dalam nafkah, dan lain sebagainya (al Zarnuji, 2007:17).
Selain itu hendaknya mereka juga mempelajari tentang ilmu yang
dibutuhkan pada saat-saat tertentu (ilmu yang hukumnya fardhu kifayah),
yaitu seperti ilmu obat yang hanya diperlukan saat-saat tertentu. Adapun
mempelajari ilmu nujum hukumnya adalah haram. Karena sangat berbahaya
dan tidak ada manfaatnya, lagi pula tidak mungkin seseorang dapat
menghindar dari takdir Allah SWT.
Setelah itu dipaparkan juga definisi ilmu, yaitu kondisi sedemikian rupa
yang jika dimiliki seseorang maka menjadi jelas apa yang diketahuinya.
Disamping itu dikemukakan juga definisi fiqih, yaitu pengetahuan tentang
59
detil-detil ilmu. Sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa fiqih
adalah pengetahuan tentang hal yang berguna dan yang berbahaya bagi diri
seseorang.
2. Bab II Niat belajar
Niat merupakan hal yang kusus (pokok) dalam mencapai tujuan. Dalam
pandangan kalangan madzhab Syafi‟iyah mengenai niat adalah suatau amal
akan sah jika disertai niat, sedangkan menurut kalangan madzhab Hanafiyah
adalah suatu perbuatan akan diberi pahala dan balasan jika disertai niat
(Ibrahim bin Isma‟il, 2007:21).
Dalam pasal ini Beliau menjelaskan bahwa niat belajar hendaknya
untuk mencari ridho Allah, mencari ahirat, menghilangkan kebodohan, dan
menjaga agama. Selain itu juga berniat mensukuri nikmat akal dan kesehatan
badan. Seyogyanya, seorang pelajar dalam belajar tidak berniat untuk
dihormati, mendapatkan hadiah, mendapatkan kemulyaan di sisi penguasa
dan lain-lain (al Zarnuji, 2007:22-23)
3. Bab III Memilih Ilmu, Guru, Teman, dan Menetapinya
Ilmu yang dipilih sebaiknya ilmu yang dapat memberikan manfaat dan
kebaikan. Yaitu ilmu yang dibutuhkan oleh agama dan ilmu yang dibutuhkan
untuk masa depan. Beliau (2007:27) menjelaskan;
ِٝ‫ِٕ ِٗ ف‬٠ْ ‫ أَ ِْ ِط ِز‬ِٝ‫ ِٗ ف‬١ْ ٌَِ‫َ ْحزَب ُج ا‬٠ ‫ َِب‬َٚ ,َُٕٗ‫َ ْرزَب َض ِِٓ ُو ًِّ ِػ ٍْ ٍُ أَحْ َس‬٠ ْْ َ‫ت اٌ ِؼ ٍْ ُِ أ‬
ِ ٌِ‫ ٌِطَب‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬٠
‫ اٌ َّأ َ ِي‬ِٝ‫ ِٗ ف‬١ْ ٌَِ‫َحْ زَب ُج ا‬٠ ‫ ثُ ُّ َِب‬,‫اٌ َحب ِي‬
60
Seyogyanya bagi pelajar memilih limu yang dapat memberikan
kebaikan baginya, ilmu yang dibutuhkan oleh agama dalam segala keadaan,
dan ilmu yang dibutuhkan untuk masa depan.
Lalu beliau menjelaskan ilmu yang hendak didahulukan adalah ilmu
tauhid. Ilmu tauhid adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui Allah
dengan dalil. Iman dengan cara taqlid, menurut Beliau itu sah, akan tetapi
tetap berdosa karena meninggalkan dalil. Lain halnya denagan kaum
mu‟tazilah, iman dengan cara taqlid dalam pandangan mereka tidak sah
(Ibrahim bin Isma‟il, 2007:27).
Kemudian memilih ilmu yang kuno. Para ulama berkata (dalam AlZarnuji 2007:27) ;
‫د‬
ِ ‫اٌ ُّ َح ِّسثَب‬َٚ ُ‫ّب ُو‬٠ِ‫ْ إ‬ٚ ‫ك‬
ِ ١ْ ِ‫ ُىُ ِثبٌ َؼز‬١ْ ٍَ‫َػ‬
Tekunilah ilmu kuno (qodim), dan jauhilah ilmu baru.
Ilmu kuno(al „atiq) adalah ilmu yang datang dari Nabi Muhammad,
shohabat, tabi‟in, dan tabi‟tabi‟in. Sedangkan ilmu muhadist adalah ilmu
yang tidak ditemukan di zaman Nabi Muhammad, shohabat, tabi‟in, dan
tabi‟tabi‟in (Ibrahim bin Isma‟il, 2007:27).
Dalam hal memilih guru, sebaiknya memilih guru yang „alim, waro‟
dan lebih tua (al Zarnuji, 2007:28). Demikian pula Mengenai memilih teman,
hendaknya memilih orang yang tekun, wira‟i, berwatak jujur dan mudah
memahami masalah. Janganlah memilih teman yang pemalas, pengangguran,
suka cerewet, suka mengacau dan gemar memfitnah (al Zarnuji,2007:32).
61
Dianjurkan juga bagi santri untuk selalu sabar dan tabah dalam
menuntut ilmu, karena sabar dan tabah adalah pangkal yang besar dalam
setiap urusan. Kemudian dianjurkan untuk selalu bermusyawarah dalam
setiap urusan untuk mengambil suatu keputusan, karena Allah pun
memerintahkan kepada Rasul-Nya agar bermusyawarah dalam setiap urusan.
Firman Allah QS.Ali Imran:159
‫ األَ ِْ ِط‬ِٝ‫ض ُ٘ ُْ ف‬ٚ‫ب‬
ِ ‫ َش‬َٚ ٌَُُٙ ‫ا ْسزَ ْغفِط‬َٚ ُْ ُْٕٙ ‫فَب ْػفُ َػ‬
Mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu
4. Bab IV Memulyakan Ilmu dan Ahlinya
Dalam pasal ini, Beliau menjelaskan bahwa seorang pelajar tidak akan
mendapat ilmu dan juga tidak dapat memetik manfaat ilmu selain dengan
menghargai ilmu dan menghormati ahli ilmu (guru). Di antara cara
menghormati guru adalah dengan tidak melintas di hadapannya, tidak
memduduki tempat duduknya, tidak memulai bicara kecuali atas izinnya,
tidak banyak bicara di sebelahnya, dan tidak menanyakan sesuatu yang
membosankannya (al Zarnuji, 2007:34-36).
Selain itu untuk mendapatkan manfaat ilmu, hendaknya seorang pelajar
harus memuliakan kitab. Di antaranya dengan tidak mengambil kitab kecuali
dalam keadaan suci, tidak menjulurkan kaki ke arah kitab, hendaklah
meletakkan kitab tafsir di atas kitab yang lain dengan niat memuliakan, tidak
meletakkan barang apapun di atas kitab, tidak mencorat-coret serta tidak
membuat catatan-catatan yang mengaburkan tulisan kitab, kecuali keadaan
62
terpaksa, dan hendaklah tidak ada warna merah dalam kitab (al Zarnuji,
2007:28-29).
5. Bab V Tekun, Kontinuitas, dan Cita-cita
Seorang pelajar harus tekun dan bersikap istiqomah dalam belajar agar
mendapatkan apa yang menjadi tujuanya. Sebagaimana Firman Allah dalam
Surat Al Ankabut, 69:29;
‫ُُ ُسجٍََُٕب‬َٕٙ‫ا‬٠‫ ِس‬ْٙ ٌََٕ ‫َٕب‬١ِ‫ا ف‬ٚ‫َٓ َخبَ٘ َس‬٠‫اٌّ ِص‬َٚ
Orang-orang
yang
bersungguh-sungguh
mencari
keridhoan-Ku,
niscaya Aku akan tunjukan kepada mereka jalan menuju-Ku.
Selain tekun dan kontinuitas, seorang pelajar hendaknya memiliki citacita yang tinggi. Dengan cita-cita yang tinggi, seorang pelajar mudah dalam
mencapai kesuksesan. Sebagaimana Beliau mengatakan (2007:48);
ُ‫ اّخ‬ِٙ ٌ‫ا‬ٚ ‫ب ِء اٌ ِد ُّس‬١َ ‫ ًِ األَ ْش‬١ْ ‫ظ‬
ِ ْ‫ رَح‬ٝ‫اٌَطأْغُ ِف‬َٚ
Hal yang pokok dalam mendapatkan sesuatu adalah tekun dan tekun.
Lalu beliau melanjutkan penjelasannya;
ْ َٔ‫فَأ َ اِب اِ َشا َوب‬
‫ ََل‬,‫َخ‬١ٌِ‫َ ُى ْٓ ٌَُٗ ِ٘ اّخ َػب‬٠ ُْ ٌََٚ ‫ْ َوبَْ ٌَُٗ ِخس‬َٚ‫ ا‬,‫َ ُىٓ ٌَُٗ ِخس‬٠ ُْ ٌَ َٚ ‫َخ‬١ٌِ‫ذ ٌَُٗ ِ٘ َّخ َػب‬
ً١ٍَِ‫ظ ًُ ٌَُٗ إِ اَل ِػٍُ ل‬
ُ ْ‫َح‬٠
Apabila seorang pelajar memiliki cita-cita, tetapi tidak tekun, atau
tekun, namun tidak memiliki cita-cita, maka baginya tidak akan mendapatkan
ilmu kecuali hanya sedikit.
6. Bab VI Permulaan Belajar, Kapasitas, dan Tata Tertib Belajar
Permulaan belajar yang baik adalah diawali pada hari rabu. Karena
pada hari itulah Allah menciptakan nur (cahaya) dan pada hari itulah hari sial
63
bagi orang kafir, maka berarti hari rabu adalah hari berkah bagi orang
mukmin.
Untuk kapasitas belajar bagi pemula, hendaknya dimulai dengan
pelajaran yang mudah dipahami dan menghafal pelajaran sepanjang
kemampuan yang mereka miliki dan kemudian ditambah sedikit demi sedikit.
Dengan demikian pelajaran mereka akan bertambah setapak demi setapak.
Dalam hal ini, Beliau menceritakan cerita Abu Hanifah yang mendapatkan
cerita dari gurunya (2007:58);
َ
ٝ‫ ِاَل َِ ِبَ ػّط ثٓ أث‬ٝ‫ػ‬
ِ ‫د اٌمَب‬١
ِ ‫أَ ِّب لَ ْس ُض اٌ َس ْج‬َٚ
ِ ‫ َػ ْٓ اٌ َش‬ٝ‫َحْ ِى‬٠ ُ‫فَخَ َض ِح َّٗ هللا‬١ِٕ‫ ح‬ُٛ‫ ا َِل ْثزِ َساء فَ َىبْ أث‬ِٝ‫ك ف‬
‫ا لَ ْس َض َِب‬
ِ ‫ك ٌِ ٍْ ُّجزَ ِس‬
ِ ‫َْ لَ ْس ُض اٌ َس ْج‬ٛ‫َ ُى‬٠ ْْ َ‫ ا‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬٠ :ُ‫ُُ هللا‬َّٙ ‫ِ ُرَٕب ًض ِح‬٠‫ لَب َي َِ َشب‬:‫ ضحّٗ هللا أًَّٔٗ لَب َي‬ٝ‫ثىط اٌعضٔد‬
ُ ‫اِ ْْ ؽَب َي اٌ َس ْج‬َٚ ُٗ‫ أَ ا‬َٝ‫ْ ًَ َوٍِ َّخً َحز‬َٛ٠ ًَ ‫ ُس ُو‬٠ْ ‫َ ِع‬٠ٚ ِٓ ١ْ َ‫ػ ْجطَُٗ ثِب َِل َػب َز ِح َِ ّطر‬
َُٗ‫ػجْط‬
َ ُِٓ‫ُ ّْى‬٠ ‫ َو ْث ُط َِب‬َٚ ‫ك‬
َ ُِٓ‫ُ ّْى‬٠
ُ ‫اَ ِّب اِشا ؽَب َي اٌ اس ْج‬ٚ ‫ح‬٠
‫ اِ َػب َز ٍح َػ ْش َط‬ٌَِٝ‫احْ زَب َج ا‬َٚ ‫ ا َِل ْث ِز َسا ِء‬ٝ‫ك ِف‬
ِ ‫بٌط ْف‬
ِ ‫ ُس ِث‬٠ْ ‫ع‬٠َ َٚ ِٓ ْ١َ‫ِثب َِلػب َز ِح َِ اطر‬
ِ ‫ اٌزّ ْس ِض‬َٚ ‫ك‬
ُ ‫ ْز ُط‬٠َ ‫ ََل‬َٚ ‫ه‬
‫ ٍط‬١ْ ِ‫ه اٌ َؼب َزحَ اِ اَل ِث َدحْ ٍس َوث‬
ً ٠ْ َ‫ب ِء ا‬ٙ‫ ا َِل ْٔ ِز‬ٝ‫ ِف‬َٛ َُٙ‫د ف‬
َ ٍ‫ن ِر‬
َ ٌِ ‫ ْؼزَب ُز َش‬٠َ َٗٔ‫ه َل‬
َ ٌِ ‫ُْ َو َص‬ٛ‫ ُى‬٠َ ‫ؼب‬
ٍ ‫َِ َطا‬
Ukuran seberapa banyak ilmu yang akan dipelajari, menutut Abu
Hanifa ra. Dari qodli Umar bin Abi Bakar az Zarnuji berkata “bagi seorang
pemula dalam belajar mengawali pelajaran yang dapat dipahami dan setelah
mengulang dua kali, dan untuk setiap hari menambah sedikit demi sedikit
sehingga setelah masa yang lama dan banyak yang dipelajari masih bisa
memahami dan menghafal setelah mengulang dua kali. Dalam menambah
pelajaran hendaknya dilakukan dengan tidak tergesa-gesa dan sedikit demi
sedikit. Apabila pelajaran itu telah lama dipelajari, dan memerlukan 10 kali
pengulangan untuk dapat dipahami dan dihafalkan, maka untuk seterusnya
64
dilakukan seperti itu. Hal itu, harus menjadi kebiasaan dan tidak
meninggalkan kecuali dalam keadaan payah.
7. Bab VII Tawakkal
Pelajar harus bersikap tawakkal dalam menuntut ilmu, jangan
menghiraukan pengaruh rejeki dan jangan mengotori hati dengan hal tersebut.
Karena orang yang hatinya telah terpengaruh oleh urusan rejeki maka jarang
sekali yang dapat memusatkan perhatiannya untuk mencapai akhlak karimah
dan obsesi mulia. Oleh karenanya sangat dianjurkan kepada setiap orang agar
mampu mengendalikan hawa nafsunya dengan banyak beramal sholih,
sehingga tidak ada lagi peluang untuk menuruti hawa nafsu (al-Zarnuji,
2007:70).
Tidak sepatutnya bagi orang yang berakal digelisahkan oleh urusan
duniawi, karenan gelisah disini tidak akan dapat menolak musibah, tidak
bermanfaat bahkan dapat membahayakan hati, akal, dan badan. Maka
hendaklah memusatkan perhatian pada urusan akhirat, karena hal inilah yang
akan bermanfaat ( al-Zarnuji, 2007:71).
Pelajar harus mampu hidup secara prihatin dan sanggup menderita
selama belajar. Karena harus dimaklumi bahwa perjalanan belajar tidak akan
pernah terlepas dari kesulitan, belajar itu pekerjaan yang agung, pahalanya
sesuai dengan kesulitan dan kesusahan yang dihadapi ( al-Zarnuji, 2007:71).
65
8. Bab VII Waktu keberhasilan
Masa belajar adalah semenjak ayunan/buaian sampai masuk liang
lahad. Sedang waktu yang paling cemerlang untuk belajar adalah permulaan
masa remaja, waktu sahur dan waktu di antara maghrib dan isya‟. Apabila
telah jenuh dengan satu bidang ilmu maka beralihlah ke suatu bidang ilmu
yang lain. Sebagaimana Beliau (2007:73) menjelaskan;
ُ ‫ ْل‬ٚ ٚ ‫ة‬
‫ْ لَبرِ ِٗ فَب ِ َشا‬َٚ‫ َغ أ‬١ِّ ‫ق َخ‬
َ ‫غط‬
َ ‫أَف‬َٚ
ِ ‫د َشطْ ُخ اٌ َشجب‬
ِ ‫ْ لَب‬ٚ‫ؼ ًُ األ‬
ِ َ‫َ ْسز‬٠ ْْ َ‫ أ‬ٝ‫َْٕجَ ِغ‬٠ ٚ ِٓ ْ١َ‫َٓ اٌ ِؼشبئ‬١ْ َ‫ ث‬ٚ ‫ذ اٌ َسحْ ِط‬
‫َ ْشزَ ِغ ًُ ثِ ِؼ ٍٍُ أَ َذ َط‬٠ ٍُ ٍْ ‫َِ اً َػ ْٓ ِػ‬
Waktu yang
baik untuk belajar adalah pada masa muda, waktu
sahur,dan diantara waktu magrib dan „isa‟. Sebaiknya peserta didik
menggunakan semua waktunya untuk belajar. Apabila merasa jenuh pada
suatu ilmu, maka berganti pada ilmu yang lain
9. Bab IX Kasih Sayang dan Nasehat
Orang alim hendaklah memiliki rasa kasih sayang, mau memberi
nasehat dan jangan berbuat dengki. Beliau (2007:73-74) memaparkan;
ُ ‫ ْل‬ٚ ٚ ‫ة‬
‫ْ لَبرِ ِٗ فَب ِ َشا‬َٚ‫ َغ أ‬١ِّ ‫ق َخ‬
َ ‫غط‬
َ ‫أَف‬َٚ
ِ ‫د َشطْ ُخ اٌ َشجب‬
ِ ‫ْ لَب‬ٚ‫ؼ ًُ األ‬
ِ َ‫َ ْسز‬٠ ْْ َ‫ أ‬ٝ‫َْٕجَ ِغ‬٠ ٚ ِٓ ْ١َ‫َٓ اٌ ِؼشبئ‬١ْ َ‫ ث‬ٚ ‫ذ اٌ َسحْ ِط‬
‫َ ْشزَ ِغ ًُ ِث ِؼ ٍٍُ أَ َذ َط‬٠ ٍُ ٍْ ‫َِ اً َػ ْٓ ِػ‬
Sebaiknya, peserta didik saling mengasihi, memberikan nasihat, dan
tidak saling hasad. Karena hasad sangat adalah hal yang berbahaya dan
tidak bermanfaat.
Pelajar hendaknya selalu berusaha menghiasi dirinya dengan akhlak
mulia. Dengan demikian orang
yang benci akan luluh sendiri. Jangan
66
berburuk sangka dan melibatkan diri dalam permusuhan, sebab hal itu hanya
menghabiskan waktu serta membuka aib sendiri (al Zarnuji, 2007:74).
10. Bab X Mengambil Manfaat
Seorang pelajar hendaknya memanfaatkan semua kesempatannya untuk
belajar, hingga dapat mencapai keutamaan. Caranya dengan menyediakan alat
tulis disetiap saat untuk mencata hal-hal ilmiah yang diperolehnya.
Al-Zarnuji mengingatkan bahwa umur itu pendek, sedangkan ilmu itu
banyak. Oleh karena itu, seorang pelajar dapat mempergunakan waktunya
sebaik mungkin untuk belajar dan tidak menyia-nyiakan. Sebagaimana
perkataan al-Zarnuji (2007:78);
ٍَِٝ١ٌٍَ‫َ ْغزَِٕ َُ ا‬٠ٚ ‫د‬
َ ُ٠ ‫ أَ ْْ ََل‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬١َ‫ ف‬.‫ط‬١ِ‫اٌ ِؼٍ ُُ َوث‬َٚ ‫ط‬١‫ظ‬
ِ ‫اٌ َس َؼب‬ٚ ‫د‬
ِ ‫ْ لَب‬َٚ‫ِّ َغ األ‬١‫ؼ‬
ِ َ‫فَبٌ ُؼ ّْ ُط ل‬
‫د‬
ِ ‫ا‬َٛ ٍْ ‫اٌ ُر‬ٚ
Umur itu pendek, sedangkan ilmu itu banyak. Hendaknya, bagi seorang
pelajar tidak menyia-nyiakan waktu, dan menyelami malam.
11. Bab XI Bersikap Wara‟
Di waktu belajar hendaknya santri berlaku wara‟, sebab dengan begitu
ilmunya akan lebih bermanfaat, lebih besar faidahnya dan belajarpun menjadi
lebih mudah. Sebagaimana Beliau (2007:80) memaparkan;
‫ َس َط‬٠ْ َ‫اٌزَ َؼٍُّ ُُ ٌَُٗ أ‬ٚ ‫ْ َض َع َوبَْ ِػ ٍْ ُُّٗ أَ ْٔفَ َغ‬ًٚ‫ َّب َوبَْ ؽَبٌِتُ اٌ ِؼ ٍْ ُِ أ‬ْٙ َّ َ‫ف‬
Jika seorang pelajar bersikap Waro‟, maka ilmunya akan bermanfaat
dan belajarnya menjadi lebih mudah.
67
Sedangkan yang termasuk perbuata wara’ antara lain menjaga diri dari
terlalu kenyang, terlalu banyak tidur dan terlalu banyak membicarakan halhal yang tidak bermanfaat dan lain-lain.
Di samping itu jangan sampai mengabaikan adab kesopanan dan
perbuatan-perbuatan
sunnah.
Hendaknya
memperbanyak
shalat
dan
melaksanakannya secara khusyu‟, sebab hal itu akan membantunya dalam
mencapai keberhasilan studinya. Dalam hal ini Al-Zarnuji juga mengingatkan
kembali agar santri selalu membawa buku untuk dipelajari dan alat tulis
untuk mencatat segala pengetahuan yang didapatkannya. Ada ungkapan
bahwa barang siapa tidak ada buku di sakunya maka tidak ada hikmah dalam
hatinya (al Zarnuji, 2007:82).
12. Bab XII Hal-hal Yang menguatkan Hafalan dan Lupa
Yang paling kuat menyebabkan mudah hafal adalah kesungguhan,
kontinu, mengurangi makan, melaksanakan shalat malam, membaca AlQur‟an, banyak membaca shalawat Nabi dan berdoa sewaktu mengambil
buku serta seusai menulis (al Zarnuji, 2007:83).
Adapun penyebab mudah lupa antara lain perbuatan maksiat, banyak
dosa, gelisah karena urusan-urusan duniawi dan terlalu sibuk dengan urusanurusan duniawi (al Zarnuji, 2007:86).
13. Bab XII Hal-hal yang Dapat Mendatangkan Rejeki, Mencegah Rejeki,
Menambah dan Mengurangi Umur
Pelajar perlu mengetahui hal-hal yang bisa menambah rejeki, umur dan
lebih sehat, sehingga dapat mencurahakan segala kemampuannya untuk
68
mencapai yang dicita-citakan. Bangun pagi-pagi itu diberkahi dan membawa
berbagai macam kenikmatan, khususnya rejeki. Banyak bersedekah juga bisa
menambah rejeki. Adapun penyebab yang paling kuat untuk memperoleh
rejeki adalah shalat dengan ta‟dhim, khusyu’, sempurna rukun, wajib, sunnah
dan adatnya.
Di antara faktor penyebab tambah umur adalah bebrbuat kebajikan,
tidak menyakiti orang lain, bersilaturrahim dan lain sebagainya. Sedangkan
terlalu berlebihan dalam membelanjakan harta, bermalas-malasan, menundanunda dan mudah menyepelekan suatu perkara, semua itu bisa mendatangkan
kefakiran seseorang
Setelah membahas isi kitab Ta‟lim al Muta‟allim yang terdapat tiga belas
poin pembahasan di atas, selanjutnya penulis akan menyajikan indikator teori
pendidikan karakter dan kitab Ta‟lim al Muta‟allim dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
1.
Indikator pendidikan
karakter
Religius
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Kejururan
Kecerdasan
Ketangguhan
Demokratis
Kepedulian
Kemandirian
Berpikir
Keberanian
Berorientasi
Kerja keras
12.
13.
Tanggung jawab
Gaya hidup sehat
No.
Kitab Ta‟lim al
Muta‟allim
Hakiakat dan keutamaan
ilmu
Niat belajar
Ilmu,guru, teman
Cita-cita luhur
Tentang ilmu
Tawakal
Waktu belajar
Saling mengasihi
Muasyawarah
Waro‟
Hal
yang
dapat
menambah hafalan
Menarik rejeki
Sabar dan tabah
69
Metode
Sistem among
Inspiratif
Keteladanan
Intelektualistik
Aktualistik
Eksemplar
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Kedisiplianan
Percayadiri
Keingintahuaan
Cinta ilmu
Kesadaran akan hak dan
kewajiban diri dan orang
lain
Kepatuhan
Kesantunan
Respek terhadap diri
Usaha sekuat tenaga
Tekun
Hormad dan hidmad
B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta’lim al-Muta’allim Karya alZarnuji
Dalam kitab ini, al-Zarnuji menekankan pada aspek nilai adab, baik yang
bersifat batiniah atau yang bersifat lahiriyah. Dengan demikian, dapat diketahui
bahwa pendidikan bukan hanya proses transfer ilmu pengetahuan dan
ketrampilan, bahkan yang terpenting adalah pembentukan karakter pada peserta
didik.
Untuk membentuk peserta didik yang berkarakter dan bermartabat, maka
pendidikan islam harus mengarahkan peserta didik pada nilai-nilai pendidikan
karakter yang harus dimilikinya. Nilai-nilai pendidikan karakter yang harus
dimiliki peserta didik menurut al-Zarnuji dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim
sebagai berikut:
1. Musyawarah
Musyawarah adalah suatu sikap mau berdiskusi kepada orang lain
untuk mengambil suatu keputusan. Cara berpikir, bersikap, dan bertindak
berdasarkan dengan memandang hak dan kewajiban antara diri pribadi dan
orang lain sama (deni Damayanti, 2014:43). Nilai pendidikan karakter ini
70
perlu kiranya dimiliki oleh seorang pelajar. Sebab, dengan bermusyawarah
seorang pelajar akan mendapatkan keputusan terbaik dan tidak ada
penyesalan dengan keputusan yang diambilnya. Sebagaiman ungkapan alZarnuji(2007:61) “ Musyawarah, adanaya untuk mencari kebenaran”.
Dalam hal ini, ulama mengatakan, “Ada tiga golongan orang yang
berkaitan dengan musyawarah. Pertama, orang yang sempurna yaitu orang
yang memiliki pendapat benar dan mau bermusyawarah. Kedua, orang yang
setengah sempurna yaitu orang yang memiliki pendapat benar tetapi tidak
mau bermusyawarah. Ketiga, orang yang tidak sempurna yaitu orang yang
tidak mempunyai pendapat tetapi juga tidak mau bermusyawarah”.
Dari pendapat di atas menunjukan bahwa musyawarah adalah hal
yang penting sebelum
bertindak dan bersikap. Oleh karena itu, Allah
memerintahkan kepada manusia untuk sesalau bermusyawarah dalam segala
hal. Dalam Surat Ali Imron ayat 159, Allah berfirman:
"...‫ األَ ِْ ِط‬ِٝ‫ضْ ُ٘ ُْ ف‬ٚ‫ب‬
ِ ‫ َش‬َٚ ..."
Bermusyawarahlah bersama mereka didalam perkara.
Adapun faidah bermusyawarah di jelaskan Ar-Rozi dalam kitab
Mafatih al Ghaib (http://muslim.or.id) secara ringkas sebagai berikut:
a.
Menunjukan ketinggian derajat seseorang.
b.
Mencari keputusan yang terbaik untuk kemaslahatan.
c.
Sebagai teladan.
d.
Mencerminkan sikap cinta dan ihlas terhadap sesuatu yang utama.
2. Sabar dan Tabah dalam Belajar
71
Sabar adalah suatu sikap yang senatiasa betah untuk menahan diri
pada kesulitan yang dihadapinya. Namun, bukan berarti menyerah tanpa
upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi. Oleh karena itu,
sabar yang dimaksud adalah sikap yang diawali oleh ihtiyar dan ihlas
dengan segala cobaan yang ditimpakan kepadanya. Sabar merupakan
ketangguhan dalam bersikap dan berperilaku pantang menyerah atau tidak
mudah putus asa ketika menghadapi kesulitan dalam melaksanakan aktifitas,
sehingga dapat mengatasi kesulitan itu dan mencapai tujuan (Deni
Damayanti (2014:43)
Bagi seorang pelajar wajib kiranya mempunyai karakter sabar. Karena
kesabaran merupakan kunci mencapai kesuksesan. Sebagaimana alZarnuji(2007:30) menyebutkan dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim sebagai
berikut;
ُ
َ َ‫ اٌثَج‬ٚ ‫ظ ْج َط‬
‫ع‬٠‫ٌَ ِىٕاُٗ َػ ِع‬َٚ ‫ض‬ٛ
َ ٌ‫ا ْػٍَ ُْ ِثأ َ اْ ا‬َٚ
ِ ُِ ‫ ِغ األ‬١ْ ِّ ‫ َخ‬ٝ‫ط ِف‬١‫بد أَطْ ً َو ِج‬
Ketahuilah! Sabar dan bertahan adalah pokok dari segala hal, namun
jarang sekali orang yang bisa melakukannya.
Dalam hadist juga disebutkan bahwa sabar adalah sebagian dari iman.
Hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhori dan Muslim ini penulis kutip
dari artikel Zulkifli yang berjudul “Sabar Bukan Berarti Sikap Orang Yang
Lemah” (http://lingkedin.com) berbunyi sebagai berikut;
)‫س‬١‫ سؼ‬ٝ‫ربْ ػٓ أث‬١‫ٖ اٌش‬ٚ‫أغ ِِٓ اٌ َد َس ِس (ض‬
َ ٌ‫ا‬
ِ َّ ٠ْ ‫اإل‬
ِ ِِٓ ‫ظ ْج ُط‬
ِ ‫بْ ثِ َّ ْٕ ِعٌَ ِخ اٌ َط‬
72
Sikap sabar merupakan sebagian dari iman, yang kedudukanya
sebagaimana kepala dari sebagian jasad. (H.R. Bukhori dan Muslim dari
Abi Sa‟id).
Tidak mudah untuk menjaga diri untuk tetap bersabar. Bagi seorang
pelajar hendaknya dalam belajar memulai dari hal yang mudah dan mudah
dipahami, serta menambah pelajaran sedikit demi sedikit. Sebagaimana alZarnuji(2007:58) mengutip imam Abu Hanifah dari cerita „Amr bin Abu
Bakar al-Zarnuji,
Sebaiknya bagi seorang pemula belajar sebanyak pelajaran yang dapat
dipahami dan dihafalnya serta menambah sedikit demi sedikit, sehingga
setelah masa yang lama dan banyak yang telah dipelajari masih dapat
menghafal dan paham.
Sikap untuk tetap bersabar juga ditunjukan dalam al Qur‟an, salah
satunya dalam surat al Baqoroh:45;
ّ ٌ‫ا‬ٚ ‫جط‬
‫ا ِثبٌ ا‬ُٕٛ١ْ ‫ا ْسزَ ِؼ‬َٚ
)44:‫َٓ ( اٌجمطح‬١‫ اٌ َر ِش ِؼ‬ٍَٝ‫ َطح إِ اَل َػ‬١ْ ِ‫َب ٌَ َىج‬ٙ‫ظ َلح فَئ ِٔا‬
ِ ‫ظ‬
Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat bagi orang-orang yang khusuk (al
Baqoroh:45)
3. Waro‟
Waro‟ secara sederhana dapat didefinisikan meninggalkan perkara
haram dan subhat. Menurut Ibrahim bin „Adhama waro‟ adalah meninggalkan
perkara subhat dan berlebihan (Abi Qosim Abdil Karim bin Hawazin al
Qusyairiyah, tth:110). Sifat Waro‟ dalam nilai pendidikan karakter adalah hal
73
yang sama dengan nilai pendidikan karakter yang dikembangkan di Indonesia
yaitu nilai religius. Nilai religius adalah sikap dan perilaku yang taat dan
patuh kepada agama yang dianut.
Dalam
Kitab
Ta‟lim
al-Muta‟allim
al-Zarnuji
(2007:80-81)
menyebutkan:
Sebagian dari sifat waro‟ diantaranya tidak banyak makan, tidur,
banyak bicara yang tidak ada manfaat, tidak makan makanan pasar jika
mampu ... Diwasiatkan dari seorang ahli fiqih: wajib bagi seorang pelajar
menjaga diri dari ghibah dan perkumpulan yang tidak ada manfaatnya.
Dari hal di atas, al-Zarnuji menjelaskan bahwa waro‟ berarti menjaga
diri dari segala sesuatu yang tidak berguna menurut agama, baik sesuatu itu
mubah, makruh, maupun haram. Oleh karena itu, hendaknya seorang pelajar
selalu memperhatikan segala hal yang berkaitan dengan belajarnya
mengenai hukum halal dan haramnya. Dengan demikian sesuai dengan
sikap religiusnya yang selalu patuh terhadap ajaran agamanya yang
berkaitan tentang larangan terhadap hal-hal yang dilarang agama.
Al-Zarnuji (2007:80) juga menjelaskan bahwa pelajar yang memiliki
sifat waro‟ ilmunya akan bermanfaat, belajar lebih mudah, dan memiliki
faidah yang banyak. Dengan ilmu yang bermanfaat seorang pelajar akan
mendapatkan kedudukan dan derajat yang tinggi. Selain itu, sifat waro‟ juga
akan mendekatkan diri kepada Allah dengan banyak beribadah. Dalam
hadist (dalam, al Qusyairiyah, tth:100) disebutkan;
‫بغ أحطخٗ إثٓ ِبخخ‬
ِ ٌّٕ‫ ِض ًػب رَ ُىٓ أَ ْػجُ ُس ا‬َٚ ٓ‫ ُو‬:‫طح‬٠‫ ٘ط‬ٝ‫ ِألَ ِث‬.‫لَب َي ِح ّّس ص‬
74
Nabi Muhammad saw. berkata kepada Abi Hurairah:Berwira‟ilah!
Maka kamu akan menjadi manusia yang lebih dalam beribadah.
Dikeluarkan oleh Ibn Majah.
4. Hormat dan Hidmad
Hormad dan hidmad merupakan nilai pendidikan karakter yang perlu
dikembangka di dunia pendidikan. Sikap menghargai, menyayangi, seta
persahabatan akan ditunjukkan oleh seorang pelajar, bila mereka memiliki
sifat hormat dan hidmad. Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang
lain adalah sikap tahu dan mengerti akan hak dan kewajiban diri dan orang
lain (Deni Damayanti 2014:45). Sehingga, dengan hormat dan hidmad
seorang pelajar akan lebih mudah dalam belajar karena tercipta lingkungan
yang nyaman, aman dan damai. Sebagaimana al-Zarnuji(2007:34), karakter
hormat dan hidmad perlu dimiliki oleh seorang pelajar. Dalam kitab Ta‟lim
al Muta‟alim, Beliau menyebutkan;
Seorang pelajar tidak akan mendapatkan ilmu dan manfaatnya
kecuali dengan memulyakan ilmu, ahlinya, serta menghormati guru.
Dikatakan dalam sebuah ungkapan, “tidaklah akan sampai seseorang
pada sesuatu yang dituju kecuali dengan memulyakan …”
Ma‟na menghormati guru menurut al-Zarnujiadalah mencari ridho
guru, menghidari murkanya, dan melaksanakan perintahnya yang tidak
mengandung maksiyat. Sedangkan ma‟na menghormati ilmu adalah selalu
bersikap rasa ingin tahu pada ilmu dan hikmah.
5. Tekun
Tekun merupakan kesungguhan hati untuk tetap bekerja keras dalam
memeroleh sesuatu, meskipun mengalami hambatan, kesulitan, dan
75
rintangan. Tekun merupakan nilai berorientasi pada tindakan untuk
mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata (Deni armayanti, 2014:44).
Sebagai seorang pelajar, sifat tekun dapat diwujudkan dengan semangat
belajar yang berkesinambungan dan tidak kendur dalam menghadapi
kesulitan-kesulitan dalam belajar semisal, tetap belajar meskipun tidak akan
menghadapi ujian.
Sifat tekun dalam al Qur‟an disebutkan dalam surat al Ankabut:69
yang berbunyi;
)96:‫د‬ٛ‫ُ سجٍٕب (اٌؼٕىج‬ٕٙ٠‫س‬ٌٕٙ ‫ٕب‬١‫ا ف‬ٚ‫ٓ خب٘س‬٠‫اٌص‬ٚ
Orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhoaan-Ku,
niscaya Aku akan menunjukan jalan menuju-Ku (al Ankabut:69)
Dalam surat al Isro‟:84 juga disebutkan;
)44:‫ْ ًل (اإلسطاع‬١‫ َس ِج‬ٜ‫ أَ ْ٘ َس‬َٛ ُ٘ َّٓ ‫ َشب ِوٍَ ِز ِٗ فَ َطثُّ ُىُ أَ ْػٍَ ُُ ِث‬ٍَٝ‫ ْؼ َّ ًُ َػ‬٠َ ًُّ ‫لًُْ ُو‬
Katakanlah! Setiap orang berbuat menurut keadaannya masingmasing, maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanya
(al Isro‟:84)
Sementara dalam hal ini, al-Zarnuji(2007:42) mengutip sebuah
ungkapan tentang tekun sebagai berikut;
‫ٌَ َح‬َٚ ‫ٌَ اح‬َٚ ‫بة‬
َ َ‫ َِٓ لَ َط َع اٌج‬َٚ ,‫ َخ َس‬َٚ ‫ َخ اس‬َٚ ً ‫أ‬١ْ ‫ت َش‬
َ ٍََ‫ ًَ َِٓ ؽ‬١ْ ِ‫ل‬
Barang siapa mencari sesuatu dengan bersungguh-sunggu, maka ia
akan mendapatkanya, barang siapa mengetuk pintu berusaha untuk
memasuki, maka ia akan memasukinya.
76
Dengan demikian, sikap tekun adalah salah satu modal dalam
mencapai kesuksesan dalam berbagai bidang sebagaimana yang telah
diimpikan. Denagn sikap tekun sesuatu yang mungkin sulit untuk diperoleh
akan menjadi lebih mudah. Dalam sya‟ir disebutkan (al Zarnuji, 2007:43);
‫ك‬
ٍ ‫َ ْفزَ ُح ُو اً ثَب‬٠ ‫اٌ ِد ُّس‬َٚ # ‫ ُو اً أَ ِْ ًط َشب ِس ًغ‬ِٝٔ‫ُ ْس‬٠ ‫اٌ ِد ُّس‬
ٍ ٍُ‫ة َِ ْغ‬
Kesungguhan itu akan mendekatkan hal yang jauh, dan membuka
segala pintu yang tertutup.
6. Cita-cita Luhur
Cita-cita atau impian hendaknya dimiliki oleh seorang pelajar. Citacita adalah nilai berpikir, berpikir dan melakukan cara sesuatau untuk
menghasilkan cara atau hasil yang baru nyata (Deni darmayanti, 2014:44).
Cita-cita merupakan suntikan motivasi agar selalu bersemangat dan bekerja
keras dalam memeroleh apa yang dimaksud. Cita-cita luhur merupakan
pokok dari segala sesuatu. Sebagaimana al-Zarnuji(2007:84) menyebutkan
dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim sebagai berikut;
ُ‫ اّخ‬ِٙ ٌ‫ا‬ٚ ‫َب ِء اٌ ِد ُّس‬١‫ ًِ األَ ْش‬١ْ ‫ظ‬
ِ ْ‫ رَح‬ِٝ‫اٌَطأْغُ ف‬َٚ
Hal pokok dalam memeroleh segala sesuatu adalah bersungguhsungguh dan cita-cita luhur.
Dengan cita-cita luhur yang telah tertanam dalam hati, seorang pelajar
akan fokus dan bersemangat dalam mewujudkan cita-citanya. Meski sering
kali, cita-cita luhur adalah sesuatu yang tinggi dan sulit untuk diraih.
Dengan demikian, seorang pelajar akan mantab dan teguh pendirian untuk
meraih kesuksesan.
77
Bagi seorang pelajar hendaknya jangan berpatah arang utuk bercitacita setinggi mungkin. Asalkan mau untuk berusaha untuk mewujudkannya,
niscaya apa yang diimpikan akan diraih. Sebagaimana dalam al Qur‟an
dsebutkan;
ُ
ٝ‫ا ِث‬ُِِٕٛ ‫ُؤ‬١ٌْ َٚ ٌِٝ ‫ا‬ُٛ‫ج‬١ْ ‫َ ْسزَ ِد‬١ٍْ َ‫اع إِ َشا َز َػب ِْ ف‬
َ ٌََ ‫اِ َشا َسأ‬َٚ
ِ ‫حَ اٌ اس‬َٛ ‫تُ َز ْػ‬١ْ ‫ت أ ِخ‬٠‫ لَ ِط‬ِّٝٔ‫ فَئ‬ّٕٝ‫ ػ‬ٜ‫ه ِػجَب ِز‬
)649:‫ْ َْ (اٌجمطح‬ٚ‫َطْ ُش ُس‬٠ ُْ ُٙ‫ٌَ ِؼٍا‬
Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah) bawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan orang yang
berdo‟a apabila ia berdo‟a kepda-Ku, maka hendaklah mereka itu beriman
kepada-Kuagar mereka selalu berada dalam kebenaran.
7. Menghargai (Respek) Diri Sendiri
Salah satu karakter yang harus dimiliki pelajar tehadap diri sendiri
adalah respek terhadap diri sendiri. Sebagai pelajar yang hari harinya
disibukkan dengan belajar, sudah barang tentu mengalami kepayahan dan
kebosanan. Maka disaat mereka sedang merasa payah, mereka harus
menghibur diri dengan cara yang positif.
Dalam
kitabnya,
al-Zarnuji(2007:69)
seorang
pelajar
tidak
diperkenankan untuk memaksa diri dalam belajar ketika sudah kepayahan,
karena hal itu akan menyebabkan berhentinya belajar.
‫ ُط‬١ْ ‫اض فَ َر‬
ِ ‫َ ْٕمَ ِط ُغ َػٓ اٌزِ ْى َط‬٠ ‫ ًل‬١ْ ‫ُ ْط َٔ ْف َسُٗ َو‬ٙ ْ‫َد‬٠ ‫ ََل‬َٚ ‫ ًطا‬ْٙ ‫ُطْ َخ‬ٙ ْ‫َد‬٠ ‫ ََل‬َٚ ‫ِٔ َشب ٍؽ‬َٚ ‫ ٍح‬ٛ‫ْ َْ ثِمُ ا‬ٛ‫َ ُى‬٠ ْْ َ‫ أ‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬٠
ُ
‫َب‬ُٙ‫ْ َسط‬َٚ‫ض أ‬ٛ
ِ ُِ ‫األ‬
78
Hendaknya seorang pelajar giat dan bersemangat dalm belajar.
Jangan memaksa diri yang dapat menyebabkan berhenti beljar. Sebaikbaiknya suatu perkara adalah tengah-tengahnya.
8. Usaha Sekuat Tenaga
Hendaklah pelajar bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu sampai
terasa letih guna mencapai kesuksesan dan tak kenal berhenti, dan dengan
cara menghayati keutamaan ilmu. Mereka hendaknya berusaha sema ksimal
mungkin, namun jangan sampai memforsir diri jika sudah merasa letih.
Usaha yang maksimal merupakan karakter yang harus dimiliki oleh
seorang yang menuntut ilmu. Karena hal itu termasuk sifat yang pantang
menyerah terhadap sesuatu. Menuntut ilmu itu adalah hal yang sulit dan
sangat melelahkan. Maka dari itu, hendaknya dihadapi dengan penuh
kesabaran dan kesungguhan agar kita dapat mencapai hasil yang maksimal.
Dalam belajar, seorang pelajar dituntut berperan aktif dalam
pembelajaran, dituntut untuk berpikir kritis dan mengulang-ulang pelajaran.
sebagaiman al-Zarnuji(2007:59) menjelaskan;
ُ
‫اض‬
ِ ‫ َو ْث َط ِح اٌزِّ ْى َط‬َٚ ‫اٌزافَ ُّى ِط‬ٚ ًِ ُِّ َ ‫ ِثبٌزّأ‬َٚ‫ ُِ ِِٓ األ ْسزَب ِش أ‬ْٙ َ‫ اٌف‬ِٝ‫ َس ف‬ِٙ َ‫َدْ ز‬٠ ْْ َ‫ أ‬ٝ‫َ ْٕجَ ِغ‬٠ َٚ
Hendaknya seorang pelajar mencurahkan kemampuanya untuk
memahami pelajaran dari guru atau denagn memahami sendiri, mengkaji
dan mengulang berulangkali.
Nilai-nilai pendidikan karakter di atas dapat dirumuskan dalam tabel
sebagai berikut:
79
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nilai karakter
Keterangan
Sikap senantiasa utuk bermusywarah
dalam mengambil suatatu keputusan
terbaik agar tidak ada penyesalan.
Sikap selalu sabar dan tabah dalam
Sabar dan tabah
menuntut ilmu, menghadapi cobaan dan
melawan hawa nafsu.
Sikap selalu menjaga diri dari segala
Waro‟
sesuatu yang tidak berguna menurut
agama, baik sesuatu itu mubah, makruh
maupun haram.
Hormat dan khidmad
Perilaku untuk selalu menghormati guru,
teman, serta ilmu itu sendir.
Tekun
Sikap untuk selalu memilki semangat dan
ketekunan dalam menuntut ilmu.
Sikap bagi santri untuk memiliki cita-cita
Cita-cita luhur
luhur dalam menuntut ilmu dan berfikir
jauh ke depan.
Perilaku untuk tidak selalu memforsir diri
Menghargai
(respek)
dalam menuntut ilmu sehingga ia tidakan
terlalu merasa payah dan bosan. Jadi ia
diri sendiri
perlu menghibur diri dengan cara yang
positi.
Sikap untuk selalu berusaha semaksimal
Usaha sekuat tenaga
mungkin dalam menuntut ilmu dengan
cara menghayati keutamaan ilmu.
Musyawarah
C. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta’lim al-Muta’allim
bagi Dunia Pendidikan Islam
Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim ialah karya yang paling monumental dan
merupakan satu-satunya karya populer al-Zarnuji yang dapat diketahui dan masih
ada sampai sekarang. Ta'lim al-Muta'llim merupakan salah satu dari beberapa
kitab kuning yang banyak dipelajari dan menjadi pedoman pelajar (santri) di
pesantren. Di pesantren-pesantren Jawa, kitab-kitab klasik keagamaan karya
ulama-ulama terdahulu (sebut kitab kuning) telah lama menjadi literatur pokok
80
dalam pembelajaran agama. Kajian kitab kuning telah menjadi tradisi pesantren
selama berabad-abad (Muslim Abdul Rohman, 1997:53).
Wajar bila kitab ini sangat popular di kalangan pesantren, kususnya
pesantren-pesantren tradisional yang lebih menitik-beratkan pada pendidikan
akhlak. Karena, kitab ini mejelaskan berbagai macam akhlak yang harus dimiliki
oleh seorang pelajar agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan barokah.
Al-Zarnuji menjelaskan bahwa seorang pelajar harus memiliki sepirit dalam
mencari ilmu, karena ilmu merupakan perhiasan bagi orang yang memilikinya.
Namun, dalam hal ini, sepirit untuk mencari ilmu al-Zarnuji hanya mengkususkan
pada ilmu-ilmu agama, dimana ilmu itu akan bermanfaat bagi kehidupan
keagamaan dalam setiap keadaan. Ilmu-ilmu yang dimaksud adalah ilmu-ilmu
yang bisa menyelamatkan manusia dari kekufuran, antara lain: ilmu keimanann,
shalat, zakat, puasa, dan lain sebagainya. Selain itu, ilmu yang berguna dalam
suatu keadaan tertentu dan ilmu yang berguna dalam bermu‟amalah (mencari
nafkah). Untuk masalah nilai sepirit mencari ilmu al-Zarnuji hanya bersikap
setengah-setengah, karena al-Zarnuji tidak memperbolehkan mempelajari ilmu
yang baru, seperti ilmu filsafat, astronomi dan ilmu-ilmu yang berbau baru (ilmu
yang tidak ada di zaman Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya).
Selain menjelaskan tentang sepirit tentang mencari ilmu, al-Zarnuji juga
menjelaskan nilai-nilai akhlak yang harus dimiliki oleh seorang pelajar, milsalnya,
menghormati guru, tekun dalam belajar, usaha sekuat tenaga, bercita-cita tinggi,
bersikap waro‟, dan lain sebagainya. Dengan sikap yang demikian itu, besar
kemungkinan seorang pelajar dapat mencapai kesuksesan dalam belajar.
81
Meliahat kondisi saat ini, dimana kemajuan dan perkembangan tekhnologi
dan informatika yang semakin menjamur, bila tidak disikapi dengan baik akan
mengakibatkan dampak nigatif yang lebih besar daripada dampak positifnya.
Banyak sekali modus kejahatan dan kriminal, seperti penipuan, pencurian, dan
lain sebagainya dilakukan melalu kemajuan tekhnologi.
Selain, masalah-masalah kriminal juga mengakibatkan problem digradasi
etika dan moral. Misalnya, terjadi KKN yang merajalela, seorang pelajar tidak
menghormati guru dan orang tua, berpakaian tidak sewajarnya, lebih suka
bermain game daripada belajar dan lain sebagainya.
Masalah-masalah yang terjadi saat ini adalah masalah-masalah yang paling
mendasar, yaitu masalah karakter. Karakter merupakan hal yang paling pokok.
Sebagaimana Albert Einstein (Intan Rizky Mutiaz, 2014:2) mengatakan sesuatu
yang dapat membuat ilmuwan menjadi hebat bukanlah apa, melainkan karakter.
Dengan demikian, melihat kondisi di atas sangat relevan apabila nilai-nilai
pendidikan karakter yang terdapat pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim dijadikan
acuan di dalam dunia pendidikan Islam. Nilai-nilai pendidikan karakter seperti,
musyawarah, waro‟, cita-cita luhur, usaha sekuat tenaga dan lain sebagainya,
apabila telah tertanamkan kepada peserta didik, maka keberhasilan dalam dunia
pendidikan Islam akan tercapai.
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dari analisa sekripsi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa nilai-nilai
pendidikan karakter yang terdapat dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim terdapat
delapan butir nilai pendidikan karakter yang akan penulis sajikan dalam tabel
sebagai berikut:
No.
Materi karakter
1.
Musyawarah
2.
Sabar dan tabah
3.
Waro‟
Hormat
Keterangan
Sikap senantiasa utuk bermusywarah dalam
mengambil suatatu keputusan terbaik agar
tidak ada penyesalan.
Sikap selalu sabar dan tabah dalam menuntut
ilmu, menghadapi cobaan dan melawan hawa
nafsu.
Sikap selalu menjaga diri dari segala sesuatu
yang tidak berguna menurut agama, baik
sesuatu itu mubah, makruh maupun haram.
dan
4.
Perilaku untuk selalu menghormati
teman, serta ilmu itu sendir.
khidmad
5.
Tekun
6.
Cita-cita luhur
guru,
Sikap untuk selalu memilki semangat dan
ketekunan dalam menuntut ilmu.
Sikap bagi santri untuk memiliki cita-cita
luhur dalam menuntut ilmu dan berfikir jauh
ke depan.
Menghargai
7.
(respek)
sendiri
Usaha
8.
tenaga
Perilaku untuk tidak selalu memforsir diri
diri dalam menuntut ilmu sehingga ia tidakan
terlalu merasa payah dan bosan. Jadi ia perlu
menghibur diri dengan cara yang positi.
sekuat
Sikap untuk selalu berusaha semaksimal
mungkin dalam menuntut ilmu dengan cara
menghayati keutamaan ilmu.
83
2. Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim masih relevan sampai saat ini di dalam dunia
pendidikan Islam. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung
didalamnya, seperti, musyawarah, waro‟, cita-cita luhur, usaha sekuat
tenaga dan lain sebagainya, akan sangat membantu di dalam mencapai
tujuan pendidikan Islam.
B. Saran-saran
1. Pelaksana Pendidikan
Bagi pelaksana pendidikan (guru, dosen, dll.) sekiranya harus mampu
memahami dan memerhatikan keadaan peserta didik dalam kegiatan belajar
mengajar. Terkadang guru, dosen dll. lupa, bahkan tidak dapat mengetahui apa
yang terjadi pada siswanya. Hal yang demikian ini, akan menghambat proses
belajar mengajar, karena dalam kegiatan belajar mengajar bukan hanya
kegiatan transfer ilmu pengetahuan saja, bahkan ranah yang terpenting ialah
transfer nilai (karakter).
Perlu kiranya dalam dunia pendidikan, terlebih dalam pendidikan islam,
pelaksana pendidikan (guru, dosen, dll.) memahami dalam pembelajaran
jangan hanya nguri-uri aspek kognitif semata, akan tetapi hal terpenting adalah
menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik.
2. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai fasilitas pendidikan
diharapkan mampu memenuhi apa yang dibutuhkan oleh pelaku pendidikan,
agar proses kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancer. Selain itu,
lembaga pendidikan harus mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang
84
kondusif, dalam arti lingkungan yang mendukung untuk menciptakan manusia
yang berkualitas, baik dalam kognitifnya, maupun dalam kepribadiaanya,
sehingga peserta didik setelah menjalankan pendidikanya dapat diterima dan
berkontribusi dalam masyarakat.
3. Masyarakat
Masyarakat supaya dapat berfungsi sebagai patner atau mitra yang
sama-sama peduli terhadap keberlangsungan pendidikan. Pada hakikatnya
antara masyarakat dan lembaga sekolah memiliki andil dalam tumbuh dan
berkembangnya peserta didik.
4. Peneliti Pelanjutnya
Bahwa hasil dari analisis tentang kajian nilai-nilai pendidikan karakter
dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya al-Zarnujiyang peneliti ini, belum
sepenuhnya bisa dikatakan final dan sempurna, sebab tidak menutup
kemungkinan masih banyak kekurangan di dalamnya sebagai akibat dari
keterbatasan waktu, sumber rujukan, metode serta pengetahuan dan ketajaman
analisis yang dimiliki, oleh karena itu terhadap peneliti selanjutnya supaya
dapat mengkaji ulang dari hasil penelitian ini secara lebih komprehensif dan
kritis.
85
DAFTAR PUSTAKA
Aunillah, Nurla. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah.
Jogjakarta: Laksana.
Bertens, K. 1997. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bin Isma‟il, Ibrahim. 2007. Ta‟lim al-Muta‟alim Thoriq at-Tallum. Bairut: At-Dar
al-Kutub al-Islamiyah.
Chrisiana, Wanda. 2005. Upaya Penerapan Pendidikan Karakter Mahasiswa. :
Jurnal Tehnik Industri: Vol. 7. No. 1
Daud, Ali Muhammad. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Departemen Agama RI. 1992. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: Pelita Empat.
Kesuma, Dharma, dkk..2012.Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah.). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Djatnika, Rahmat.1987. Sistem Etika Islam. Surabaya: Pustaka Islam.
Dwiyanto, Djoko dan Ing. Gatut Saksono. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis
Pancasila. Yogyakarta: Ampera Utama.
Fairuz, A. Adi Muhammad dan Amzan Satiman. 2014. Sifat Waro‟ dalam
Pendidikan Menurut Imam al-Zarnuji. Insan: Vol. 4. No. 2
AL-Ghozali. T.Th. Ihya‟ Ulumuddin 1. Singapura: Kharomain.
Harefa, Andreas. 2002. Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup. Jakarta: Gramedia.
Hasana. 2013. Implementasi Nilai-nilai Karakter Di Perguruan Tinggi. Jurnal
Pendidikan Karakter: Vol. III. No. 2
Hazlitt, Henry. 2003. Moralitas, terj. Cuk Ananta Wijaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
i
J. Moleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualikatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Lailia Wahdatin, Erwin.2014. Internalisasi Pendidikan Karakter pada Sentry
Menurut Syeh Burhanuddin al-Zarnuji Dalam Kitab Ta‟lima alMuta‟allim. Skripsi pada FTIK PAI IAIN Tulungagung.
Marzuki. Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Diambil dari,
http:.//staff.uny.ac.id./sites/defaut/pengabdian/dr-marzuki-mag
Muhaji, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualikatif. Yogyakarta: Rake
Sursin.
Mulyatiningsih, Endang. Analisis Model-Model Pendidikan Karakter untuk Usia
Anak-Anak, Remaja, dan Dewasa. Diambil dari, http:.//staff.uny.ac.id./
Munif, Abdul. 2011. Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut al-Zarnuji.
Skripsi FTIK IAIN Walisongo Semarang.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan
Mulidimesional. Jakarta: Bumi Aksara.
Mu‟izzudin, Moch. 2012. Etika Belajar dalam Kitab Ta‟lim Muta‟alim. : alIttijah: Vol. 1. No. 2.
Majid, Abdul, dkk. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.Bandug: Remaja
Rosda Karya.
Muhdar HM. 2013. Pendidikan Karakter Menuju SDM Paripurna. Jurnal AlUlum: 13. No. 1.
Mu‟alifah, Illun. Integritas Pendidikan Islam dan Barat (Studi Atas Pemikiran
ii
Zarnuji dan John Dewey). Diambil dari, http://Staff.uinsby.ac.id/
Nata, Abuddin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam (Kapita Selekta Pendidikan
Islam). Jakarta: Raja Grafindo.
Nandia, Anisa. 2013. Etika Terhadap Guru (Analiss Kitab Ta‟lim Muta‟alim
Karangan Syikh Az Zarnuji). Skeipsi Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
Noer, Hery Aly. 2012. Penciptaan Lingkungan Edukatif dalam Pembentukan
Karakter (Studi Terhadap Pemikiran Ibnu Jam‟ah. Jurnal Tsaqofah: Vol.
8. No. 1.
Qosim, Abi Abdul Karim. T.Th. Risalatul Qusyairiyah. Singapura-Jedah:
Kharomain.
Saihat, Hilyatus. 2008. Konsep Memulyakan Guru Menurut al-Zarnuji dalam
itab Ta‟lim al-Muta‟allim. Sekripsi Falkultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang.
Sarbaini, Syahrial. 2011. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai-nilai
Karakter Bangsa) Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Samani, muchlas dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karaktert.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sastrapadja, M. 1978. Kamus Istilah Pendidikan dan Umum. Surabaya: Usaha
Nasional.
Sarjono. 2005. Nilai-nilai Dasar Pendidikan. Jurnal Pendidikan Islam: Vol. II.
No.2
Soewandi, Slamet, dkk. 2005. Pelangi Pendidikan. Yogyakarta: Universitas
iii
Sanata Dharma.
Sugiono. 2009.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualikatif. dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Palmquis, Stepen. 2000. Pohon Filsafat, terj. Muhammad Shodiq. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Partanto, A. dan M. Dahlan Al-Bary. 1994. Kamus Ilmiah Popular. Surabaya:
Arkola.
Syamsudin. 2012. Konsep Pendidikan al-Zarnuji dan Ibnu Tamimiyah. Vol. I.
no.1, Diambil Dari, http://uin-alauddin.ac.id/
UU No. 20 Tahun 2003. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra
Umbara.
Wiriyanto, Dicky. 2013. Konsep Pedogogig al-Zarnuji. Islamic Studies Journal:
Vol. I.no. 2
Zamroni, dkk. 2011. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik.
Yogyakarta: UNY Press.
Al-Zarnuji. 2007. Ta‟lim al-Muta‟alillim. Bairut: At-Dar al-Kutub al-Islamiyah.
Zuchdi, Darmiyati, dkk. 2009. Pendidikan Karakter. UNY Press.
Zuchdi, Darmiyati. 2013. Pendidikan Karakter ( Konsep Dasar dan Implementasi
Di Perguruan Tinggi. Yogyakarta. UNY Press.
Nur, Muhammad Ihwan Muslim. Syuro dalam Pandangan Islam dan Demokrasi,
diakses dari http://muslim.or.com )
http:articles.islamweb.net
Http://kkbi.web.id.com
iv
http:almoslim.net/node/160472
http://belajarpsikologi.com
http://tatangjm.wordpress.com
http://lingkedin.com
v
vi
vii
Download