identifikasi satuan panas (heat unit) dan suhu

advertisement
3 MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian
Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor dan di perumahan Muara Ciapus Bogor pada bulan Oktober - Januari 2006
3.2 Nyamuk Uji
Nyamuk uji yang digunakan adalah nyamuk Aedes aegypti dewasa (strain
Cikarawang), yang dipelihara di laboratorium (insektari) di FKH IPB.
3.3 Metode Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan pembiakan telur nyamuk Aedes aegypti
sampai tumbuh dewasa. Untuk menghindari kesalahan dalam pemilihan telur
nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk yang lain, maka sebelumnya dilakukan
peneluran dari nyamuk Aedes aegypti dewasa, karena pada nyamuk dewasa lebih
mudah dibedakan dengan nyamuk yang lain, misalnya Aedes albopictus. Setelah
nyamuk bertelur maka baru dimulai pengukuran suhu.
Penelitian pada stadium larva diberikan tiga perlakuan yang berbeda dan
perlakuan suhu pada empat lokasi dengan suhu yang berbeda, kemudian dilakukan
perhitungan heat unit dan suhu dasar. Untuk lebih terperincinya sebagai berikut :
1. Perlakuan pemberian makanan yang berbeda :
a. Makanan pelet ikan,
b. Makanan hati ayam yang direbus, dan
c. Tanpa diberikan makanan.
2. Perlakuan suhu pada empat lokasi yang berbeda :
a. Suhu di dalam ruangan insektarium,
b. Suhu di luar insektarium,
c. Suhu Muara Ciapus Bogor, dan
d. Lemari berpendingin.
3. Perhitungan heat unit dan suhu dasar
Nilai heat unit diperoleh dari pengurangan suhu lingkungan (Ta)
dengan suhu dasar (Tb), kemudian dikalikan dengan jumlah hari yang
diperlukan nyamuk Ae. aegypti untuk menyelesaikan satu tahapan
pertumbuhan, sehingga diperoleh simpangan baku atau standar deviasi
satuan panas terkecil. Suhu dasar diperoleh dari proses iterasi
(percobaan yang diulang-ulang) dari berbagai suhu yang dicobakan.
Pengukuran suhu lingkungan dilakukan setiap 12 jam sekali, tetapi pada
stadium telur dilakukan setiap 6 jam sekali karena perubahan stadium telur ke
larva cukup singkat.
Setelah dewasa nyamuk diberikan pakan gula 10% (sumber glukosa) yang
ditambahkan calsidol (vitamin B12) sebanyak 4 - 5 tetes, kemudian dimasukkan
dalam botol kecil dan disumbat dengan kapas. Nyamuk Aedes aegypti akan
menghisap glukosa lewat kapas tersebut.
3.4 Pengamatan Terhadap Perkembangan Aedes aegypti
3.4.1 Pengamatan Stadium Telur
Pengamatan telur dilakukan setelah proses peneluran (oviposisi). Dalam
hitungan hari proses oviposisi berlangsung kurang lebih selama 3 - 4 hari setelah
nyamuk menghisap darah marmut. Untuk tempat bertelur nyamuk, yaitu
disediakan gelas plastik kecil yang diberikan air kira - kira ¾ tinggi gelas tersebut.
Kemudian disediakan kertas saring yang telah diberi ukuran dan dimasukkan ke
dalam air pada gelas plastik tersebut, tetapi kertas saring tidak boleh semuanya
tenggelam hanya ¾ yang ditenggelamkan. Telur - telur nyamuk akan diletakkan
dikertas saring pada garis kotak - kotak berukuran 1 x 1 cm. Kertas saring diberi
garis kotak - kotak bermaksud untuk mempermudah penghitungan jumlah telur
dengan menggunakan mikroskop pada setiap kotak.
Telur Aedes aegypti biasanya diletakkan terpisah satu persatu berbeda
dengan Culex sp. yang diletakkan secara berkelompok. Telur Aedes aegypti akan
menetas kurang lebih 1,26 hari (Chandler & Read 1961). Pengamatan dilakukan
pada suhu yang berbeda, yaitu dalam suhu kamar , suhu lingkungan, suhu Muara
dan lemari berpendingin.
Cara kerja dalam tahap pengamatan telur, yaitu telur yang akan ditetaskan
dari tempat peneluran (rearing), kemudian ditaruh di dalam nampan yang berisi
air beserta kertas saring tempat nyamuk meletakkan telur. Telur yang telah
dipindahkan kemudian dihitung jumlahnya. Selanjutnya dipisahkan telur yang
baik dengan yang jelek. Dalam penelitian ini dibutuhkan telur kurang lebih 300
butir telur yang baik, tetapi untuk menghindari kegagalan dalam penetasan maka
di butuhkan 500 butir telur. Pada stadium telur, telur tersebut tidak membutuhkan
makanan.
3.4.2 Pengamatan Stadium Larva
Tahapan kedua setelah stadium telur adalah fase larva. Pada larva Aedes
aegypti akan mengalami empat kali moulting, yaitu larva instar 1, instar 2, instar
3, dan instar 4 (Tabel 1). Perubahan larva instar satu ke tahapan selanjutnya
dengan cara moulting, yaitu dengan cara melepaskan kulit bagian luar (cangkang).
Pada tahapan larva pengamatan dilakukan dengan suhu yang berbeda, suhu kamar
dan suhu lingkungan, serta pengukuran suhu yang diberikan perlakuan tanpa
makanan di perumahan Ciapus Bogor. Perbedaan suhu ini akan memberikan
gambaran tingkat kecepatan siklus nyamuk yang berbeda pula. Pada suhu di
dalam insektarium akan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan suhu di luar
insektarium.
Tabel 1. Ciri-ciri Spesifik Pada Setiap Instar (Chandler & Read 1961) :
No
Stadium
Ciri-ciri Khusus
1.
Instar 1
Dalam waktu 2,64 hari, mempunyai ciri bulu-bulu
protoraks berjumlah 5 pasang, sisik-sisik sisir, gigi
pekten dan bulu-bulu sifon belum terlihat dengan
jelas.
2.
Instar 2
Dalam waktu 1,46 hari, mempunyai bulu-bulu
protoraks berjumlah 7 pasang, sisik-sisik sisir, gigi
pekten dan bulu-bulu sifon belum terlihat dengan
jelas.
3.
Instar 3
Dalam waktu 1,72 hari, mempunyai bulu-bulu
kepala, bulu-bulu protoraks 7 pasang, sisik-sisik sisir,
gigi pekten dan bulu-bulu sifon terlihat jelas dengan
mikroskop.
4.
Instar 4
Dalam waktu 6,16 hari, mempunyai bulu-bulu kepala
bulu-bulu protoraks, sisik-sisik sisir, gigi pekten dan
bulu-bulu
sifon
terlihat
jelas
sekali
dengan
mikroskop.
Ciri-ciri khusus tersebut merupakan dasar pegangan dalam membedakan
antara larva instar yang satu dengan yang lainnya.
Cara pengamatan pada stadium larva, yaitu telur yang telah menetas
menjadi larva dipisahkan ke tempat yang lain, kemudian diberikan tiga perlakuan
yang berbeda, stadium larva biasanya aktif bergerak karena mempunyai pedal dan
biasanya muncul kepermukaan karena pada tahap ini membutuhkan O2 yang
cukup untuk metabolisme tubuhnya dengan alat pernafasan yang disebut sifon.
Setiap perlakuan pada lokasi yang berbeda dilakukan pencatatan suhu yang telah
terbaca pada termometer (pengukur suhu). Pancatatan suhu dilakukan setiap 12
jam sekali, sehingga diharapkan diperoleh data yang akurat setiap perlakuan pada
masing - masing lokasi yang berbeda.
3.4.3 Pengamatan Stadium Pupa
Stadium pupa relatif pendek karena hanya berlangsung selama 1,33 hari
dan mempunyai ciri : terompet (sifon) sebagai alat pernafasan, dayung (pedal)
sebagai alat gerak (Chandler & Read 1961). Seperti stadium larva, pada stadium
pupa juga dilakukan pencatatan suhu setiap 12 jam sekali pada setiap perlakuan
pada tempat yang berbeda, yaitu suhu ruang (kamar) dan suhu luar (lingkungan).
Ukuran kepala pupa lebih besar dari ukuran tubuhnya, biasanya kurang aktif
bergerak, dan tidak begitu membutuhkan makanan.
3.4.4 Pengamatan Stadium Dewasa (Imago)
Pengamatan pada stadium dewasa dimulai setelah stadium pupa selesai.
Nyamuk dewasa dipindahkan dalam kandang nyamuk berukuran 40 x 40 cm yang
berjumlah 6 buah, dengan perlakuan 3 buah kandang dalam suhu kamar dan yang
lainnya pada suhu lingkungan. Dalam setiap kandang diisi 50 ekor nyamuk. Alat
pencatat suhu diletakkan pada setiap kandang. Nyamuk dewasa akan memperoleh
makanan dari gula (sumber glukosa) yang ditaruh dalam botol kecil. Botol
tersebut ditutup dengan kapas supaya memudahkan nyamuk dalam menghisapnya.
Untuk menjaga metabolisme tubuh nyamuk sebaiknya setiap 3 - 4 hari sekali
nyamuk - nyamuk tersebut diberikan darah marmut, dengan cara memfiksirnya
dalam kandang jepit, kemudian dimasukkan ke dalam kandang nyamuk. Suhu
dicatat setiap 12 jam sekali dan dilakukan sampai jumlah populasi nyamuk
berkurang. Jumlah nyamuk yang mati setiap harinya, diamati.
3.5 Analisis Data
Hasil pengukuran morfologi pada setiap instar larva dan panjang periode
larva hingga dewasa ditabulasi, dianalisis dengan ANOVA dan apabila berbeda
nyata, dilanjutkan dengan analisis Duncan ( α = 0,05). Penentuan heat unit
dilakukan dengan rumus DH atau derajat hari (WMO 1981) berikut ini :
HU = n(Ta-Tb), di mana
HU : Heat unit atau satuan panas (derajat hari)
n
: Jumlah hari (hasil pengamatan) yang diperlukan untuk menyelesaikan
satu tahap pertumbuhan atau perkembangan nyamuk
Ta
: Suhu lingkungan (hasil pengamatan)
Tb
: Suhu dasar
Suhu dasar didapatkan dari proses iterasi perhitungan dengan berbagai
nilai suhu dasar yang dicobakan, sehingga mendapatkan nilai standar deviasi
(simpangan baku) satuan panas minimum.
Download