strategi penanggulangan pencemaran lahan pertanian dan

advertisement
Strategi penanggulangan
pencemaran
Pengembangan
Inovasi Pertanian
1(2),lahan
2008:...125-128
125
STRATEGI PENANGGULANGAN PENCEMARAN
LAHAN PERTANIAN DAN KERUSAKAN
LINGKUNGAN
Tim Sintesis Kebijakan
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123
PENDAHULUAN
Kegiatan pembangunan di Tanah Air,
seperti pembangunan kawasan industri
dan pertambangan berdampak positif bagi
masyarakat luas, yaitu menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun, keberhasilan tersebut
sering kali diikuti oleh dampak negatif yang
merugikan masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kawasan industri di
daerah-daerah pertanian dan sekitarnya
telah mengurangi luas areal pertanian
produktif dan juga mencemari tanah dan
badan air. Akibatnya kualitas dan kuantitas
hasil atau produk pertanian menurun, serta
kenyamanan dan kesehatan manusia atau
makhluk hidup lainnya terganggu.
Adanya pencemaran udara dalam kegiatan industri dan emisi gas-gas rumah
kaca (GRK), seperti CO2, CFC, CH4, O3, dan
N2O dari kendaraan bermotor, telah diketahui sebagai penyebab pemanasan
bumi global. Kegiatan pertambangan juga
dapat menyebabkan pencemaran lahan
pertanian akibat digunakannya zat-zat
kimia berbahaya dan beracun (B3) sewak-
1)
Naskah disampaikan pada Rapat Pimpinan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bulan Februari 2007.
tu pemisahan bijih tambang. Kerusakan
tanah, erosi, sedimentasi, banjir, dan kekeringan juga sering terjadi akibat kegiatan ini. Pertambangan sering mengubah
atau menghilangkan bentuk permukaan
bumi (landscape). Kegiatan pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened
mining) membuka vegetasi/pohon-pohonan, menggali tanah di bawahnya, dan meninggalkan lubang-lubang besar di permukaan bumi. Untuk memperoleh bijih
tambang, permukaan tanah dikupas dan
digali menggunakan alat-alat berat seperti
buldoser dan backhoe. Para pengelola
pertambangan umumnya meninggalkan
areal bekas tambang tanpa melakukan
rehabilitasi dan/atau reklamasi lahan, sehingga tidak sejalan dengan komitmennya
dalam pengendalian dampak lingkungan.
Aktivitas pertanian juga dapat menyebabkan dampak yang merugikan. Erosi
dan kerusakan tanah terjadi akibat budi
daya pertanian yang melampaui daya
dukung tanah. Penggunaan bahan-bahan
agrokimia yang berlebihan dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kelestarian lahan. Cara-cara budi daya pertanian yang tidak mengindahkan kaidahkaidah konservasi lahan menyebabkan
kualitas lahan menurun sejalan dengan
hilangnya lapisan tanah subur akibat erosi
dan pencucian hara.
126
Tim Sintesis Kebijakan
Kerusakan tanah dan lingkungan makin meningkat manakala terjadi perluasan
areal pertanian untuk pengembangan
komoditas ekonomis dengan membuka
lahan-lahan baru yang tidak sesuai dengan
kemampuan dan kelas kesesuaian lahan.
Kondisi ini makin diperparah bila pembukaan lahan dilakukan dengan pembakaran, sehingga terjadi pencemaran
udara dan peningkatan konsentrasi CO2 di
atmosfir.
PERMASALAHAN
Penggunaan bahan-bahan agrokimia, seperti pupuk dan pestisida yang berlebihan
dapat mencemari tanah, air, tanaman, dan
sungai atau badan air. Pupuk nitrogen (N)
yang digunakan dalam budidaya pertanian
mengalami berbagai perubahan di dalam
tanah, seperti dalam bentuk amonium
(NH4), nitrat (NO3), dan/atau nitrit (NO2).
Sebagian dari N pupuk (NH3/N2 dan N2O)
menguap ke udara (volatilisasi), sebagian
lagi hilang melalui pencucian atau erosi.
Di daerah tropis, 40-60% N-urea hilang
dalam bentuk NH3. Penggunaan pupuk N
dosis tinggi, seperti pada budi daya sayuran dataran tinggi, dapat mencemari
lingkungan, karena sebagian besar N dari
pupuk hanyut terbawa aliran permukaan
dan erosi. Berdasarkan hasil penelitian,
jumlah hara yang hilang dari lahan pertanian berkisar antara 240-1.066 kg N/ha,
80-120 kg P2O5/ha, dan 108-197 kg K2O/ha
per musim tanam, suatu jumlah yang
cukup besar dan berpotensi mencemari
lingkungan.
Penggunaan pestisida dalam budi daya
pertanian, khususnya komoditas bernilai
ekonomi tinggi, seperti kentang dan cabai,
sangat intensif. Pemberian pestisida dalam dosis tinggi bertujuan untuk menjamin
keberhasilan usaha tani. Hasil penelitian
menunjukkan 30-50% dari total biaya produksi hortikultura digunakan untuk pembelian pestisida. Akibatnya, kandungan
residu pestisida pada beberapa komoditas
sayuran di Indonesia telah melebihi ambang batas yang ditetapkan.
Pembangunan kawasan industri pada
areal pertanian subur, produktif, dan potensial selain mengurangi luas lahan pertanian, juga sering kali menimbulkan permasalahan lingkungan bagi masyarakat
sekitarnya, yaitu pencemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) melalui limbahnya. Limbah industri yang dibuang ke
badan air atau sungai dan lingkungan
sekitarnya dapat mencemari tanah, air, dan
tanaman apabila digunakan sebagai sumber air pengairan. Pada umumnya tanaman
tidak mengalami gangguan fisiologis,
namun kualitas hasil/produk pertanian
tercemari berbahaya bagi konsumen.
Kegiatan pertambangan seperti pada
penambangan emas tanpa izin (PETI)
biasanya menggunakan zat kimia berbahaya (merkuri) dalam proses pemisahan
bijih emas. Apabila pendulangan dilakukan di sekitar lahan pertanian atau perairan umum, maka lahan pertanian dan
perairan tersebut ikut tercemar. Pada
penambangan batu bara, unsur-unsur kimia seperti ion besi (Fe) dan sulfat (S) dari
senyawa pirit, terbawa aliran permukaan
dan masuk ke lahan pertanian atau badan
air/sungai di bagian hilir. Akibatnya terjadi
pemasaman tanah.
Selain menimbulkan pencemaran,
kegiatan penambangan meninggalkan
lubang-lubang bekas galian seperti pada
pertambangan batu bara dan timah. Lubang-lubang tersebut (biasa disebut kolong) berukuran luas dan dalam dan dapat
terisi air pada musim hujan, namun kualitas
airnya sangat buruk akibat terjadinya pe-
127
Strategi penanggulangan pencemaran lahan ...
masaman oleh senyawa pirit ion besi (Fe)
dan sulfat (S). Dalam kondisi demikian, pH
tanah dapat mencapai 3,0 atau lebih rendah.
Peningkatan GRK seperti CO2, CH4, dan
N2O terjadi akibat kegiatan: (a) pertanian,
pembakaran lahan, pemberian pupuk
organik dan anorganik; (b) pertambangan
dan industri: pembakaran bahan bakar fosil
(BBF) yang meliputi minyak bumi, gas, dan
batu bara yang digunakan dalam pembangkit tenaga listrik untuk keperluan
rumah tangga, industri, dan sumber energi
industri, dan (c) transportasi. Emisi CO2
memberikan kontribusi 50-60% terhadap
pemanasan global, dengan kenaikan suhu
sebesar 1,5oC, sedangkan emisi CH4 meningkatkan suhu 0,3oC. Bagi pertanian,
dampak buruk dari kondisi tersebut adalah
terjadinya anomali iklim seperti EI-Nino
(kekeringan) dan La-Nina (banjir).
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
Upaya penanggulangan pencemaran lahan pertanian dan kerusakan lingkungan
seharusnya didasarkan pada permasalahan
di sumber penyebab pencemaran (hulu),
maupun di objek yang terkena dampak
(hilir). Sumber pencemar dan penyebab
pencemaran/kerusakan lahan dan lingkungan, dalam hal ini pelaku industri, pabrik, pertambangan, seharusnya merupakan
sasaran utama dari pengendalian. Bila ini
tidak dilakukan secara serius, tepat, dan
tegas, maka pencemaran akan tetap berlangsung, sehingga upaya penanggulangan objek yang terkena dampak akan
sia-sia. Untuk mengatasi hal tersebut,
identifikasi sumber penyebab pencemaran
dan jenis pencemaran/kerusakan lahan
merupakan prioritas.
Bagi objek yang terkena dampak pencemaran, seperti lahan pertanian, badan air
dan/atau sungai, identifikasi sumber penyebab terjadinya pencemaran dan jenis
pencemaran harus dilakukan sedini mungkin, agar penanganannya lebih cepat dilakukan, terarah, dan tepat sasaran. Teknologi penanggulangan, baik yang berupa
pengendalian maupun pencegahan dampak pencemaran, harus dipilih secara tepat
dan akurat.
STRATEGI KEBIJAKAN
Penanggulangan (pengendalian dan pencegahan) dampak pencemaran dan kerusakan lahan dan lingkungan pertanian,
dilakukan dengan penataan kembali tata
ruang. Kawasan industri, pabrik, pertambangan, dan lain-lain di sekitar areal pertanian perlu ditata dan diatur menggunakan instrumen hukum dan nonhukum. Penegakan dan pengetatan implementasi
undang-undang, peraturan dan keputusan
pemerintah, baik di pusat maupun di
daerah tentang pengelolaan lingkungan
hidup, termasuk optimalisasi fungsi pengawasan dan pengendalian oleh Badan
Pengendali Dampak Lingkungan perlu
dilakukan.
Bagi pengelola industri/pabrik, pertambangan, dan kegiatan lain yang berpotensi mencemari lahan pertanian dan
lingkungan, sudah saatnya pemerintah
memberlakukan pajak lingkungan, sebagai
kompensasi pemulihan atau rehabilitasi
sumber daya air dan lahan pertanian yang
tercemar dan mengalami kerusakan. Unsurunsur bahan berbahaya dan beracun (B3)
dan ambang batas pencemaran, yang
diberlakukan pemerintah melalui peraturan pemerintah, surat keputusan, dan lain-
128
lain harus dijadikan acuan untuk memberikan tindakan hukum bagi pelaku pencemaran dan kerusakan lahan/lingkungan.
Parameter-parameter baku mutu limbah
industri yang wajib dipantau bagi setiap
jenis industri, sesuai dengan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No.03/
MENLH/1/1998 dan Surat Keputusan Gubernur tentang baku mutu limbah industri
bagi kawasan industri, perlu dikaji ulang
dan direvisi. Pengalaman di lapangan menunjukkan terdapat unsur-unsur kimia lain
yang berbahaya bagi tanah dan tanaman,
belum termasuk yang diwajibkan untuk
dipantau.
Untuk mempertahankan kualitas tanah
dan produk pertanian agar tetap baik dan
tidak mengalami pencemaran, harus dilakukan penegakan aturan dan pengawasan yang ketat tentang kewajiban mengoptimalkan fungsi instalasi pengolah air
limbah (IPAL).
Bagi para pengelola pertambangan
perlu ditegaskan kembali tentang kewajibannya dalam melaksanakan rehabilitasi/reklamasi lahan yang mengalami
kerusakan. Ini sebagai tanggung jawabnya
dalam pengelolaan lingkungan hidup,
sehingga sanksi yang sesuai dan tegas
dapat dikenakan.
Keberhasilan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian memerlukan kegiatan pendukung,
yaitu penelitian laboratorium dan lapangan. Penelitian meliputi: (a) identifikasi dan karakterisasi sumber penyebab
dan jenis pencemaran, baik dari kegiatan
institusi (industri, pabrik, pertambangan)
maupun noninstitusi (pertanian/perkebunan, kehutanan); (b) penetapan baku
mutu tanah (soil quality standard) terutama daya sangga tanah terhadap B3/
logam berat; dan (c) penambatan karbon
(carbon sequestration).
Tim Sintesis Kebijakan
IMPLIKASI KEBIJAKAN
Penanggulangan pencemaran lingkungan
pertanian seharusnya didasarkan pada
hasil analisis sumber penyebab utama
terjadinya pencemaran. Oleh sebab itu,
diperlukan identifikasi dan karakterisasi
sumber dan penyebab pencemaran.
Pengendalian pencemaran lahan pertanian oleh unsur-unsur B3 dan logam
berat memerlukan acuan yang konkrit
tentang baku mutu tanah. Baku mutu B3
dan logam berat di dalam tanah yang
berlaku untuk kondisi Indonesia perlu
segera ditetapkan.
Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 1995 dan Surat
Keputusan Gubernur tentang baku mutu
limbah industri perlu dipelajari, dikaji ulang,
dan direvisi, karena terdapat unsur-unsur
kimia lain yang berbahaya bagi tanah dan
tanaman serta kesehatan manusia dan
makhluk hidup lainnya belum terakomodasi dalam keputusan tersebut. Untuk
mengatasi kehilangan unsur-unsur hara
tanah dan berpotensi mencemari lingkungan dapat dilakukan penerapan teknik
konservasi tanah.
Emisi GRK, khususnya CO2, yang dampak akhirnya dapat mengubah pola tanam
dan terjadinya anomali iklim (banjir dan
kekeringan), agar diatasi secepatnya melalui pengikatan kembali CO2 dengan
revegetasi atau rehabilitasi lahan rusak dan
kritis, termasuk pada kawasan lindung dan
konservasi.
Penanggulangan pencemaran lingkungan pertanian memerlukan kegiatan
pendukung berupa penelitian yang berkaitan langsung dengan upaya-upaya
tersebut di atas.
Download