BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian Belajar
Pandangan umum sering mengartikan belajar adalah kegiatan di dalam
kelas yang disitu ada seorang guru menerangkan suatu materi dan para siswa
memperhatikan guru tersebut. Padahal definisi dari belajar sebenarnya sangat luas,
sejak seorang bayi lahir hingga meninggal dunia selalu melakukan proses belajar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 23), secara etimologis
belajar memiliki arti “Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,
berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”. Dari
definisi tersebut memiliki arti bahwa belajar adalah aktivitas seseorang untuk
mencapai kepandaian atau ilmu yang tidak dimiliki sebelumnya.
Suprijono (2009: 2) yang mengutip dari pakar pendidikan Harold Spears
menyatakan “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something
themselves, to listen, to follow direction” (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah
mengamati, membaca, meniru mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah
tertentu)
Suprijono (2009: 4) juga mengungkapkan “salah satu prinsip belajar
adalah belajar merupakan proses”. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan
tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis,
konstruktif, dan organik.
Menurut Smith (2009: 201), mengatakan bahwa “belajar adalah menyusun
pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaborasi, dan refleksi serta
interpretasi”.
Berdasarkan beberapa definisi belajar tersebut, dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses pembentukan atau penyusunan suatu pengetahuan melalui
kegiatan mengamati, membaca, mendengar serta interaksi pada diri individu,
9
10
interaksi individu dengan lingkungannya dalam perbuatan melalui beberapa
aktivitas, praktek, pengalamannya.
b. Pengertian Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 23), secara etimologis
Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk
hidup belajar.
Rahyubi (2012: 75) menyatakan “pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran”.
Sementara itu, Sagala (2003 : 61) berpendapat bahwa “pembelajaran ialah
membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar
merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”. Konsep pembelajaran
menurut Corey adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.
Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan sumber belajar yang
sengaja dirancang oleh guru sesuai asas pendidikan sehingga peserta didik
memperoleh ilmu dan pengetahuan.
Sedangkan pembelajaran matematika adalah proses interaksi siswa dengan
sumber belajar yang sengaja dirancang oleh guru sesuai asas pendidikan sehingga
peserta didik memperoleh pengalaman, ketrampilan, dan pengetahuan tentang
matematika dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran matematika.
2. Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu perubahan dalam disposisi (watak) atau
kapabilitas (kemampuan) manusia yang berlangsung selama jangka waktu
tertentu, dan tidak sekedar menganggapnya sebagai proses pertumbuhan.
11
Pandangan Bruner (Suwarsono, 2002: 25), belajar di definisikan sebagai suatu
proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar
(melebihi) informasi yang diberikan kepada dirinya.
Menurut Hudoyo (1988: 144), menyatakan bahwa, “dalam belajar terjadi
proses berfikir, yaitu melakukan kegiatan mental dan dalam kegiatan itu tersusun
hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang diperoleh sebagai
pengertian untuk dipahami kemudian menguasai hubungan-hubungan itu,
menampilkan penguasaan bahan pelajaran yang dipelajari”.
Hasil belajar dalam pandangan Sujana (1990: 20) adalah kemampuankemampuan yang telah dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya, perubahan sikap dan prilaku akan terlihat dalam perubahan kebiasaan,
ketrampilan, pengamatan, sikap dan kemampuan.
Menurut Soedijarta (1993: 49), bahwa “hasil belajar merupakan tingkatan
penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar
sesuai dengan pendidikan yang ditetapkan”. Setiap pelajar memiliki cara
tersendiri untuk mengerti, memiliki cara yang cocok untuk mengkonstruksi
pengetahuannya yang terkadang sangat berbeda dengan teman-teman yang lain.
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan
pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disampaikan oleh Benjamin S. Bloom
pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa
domain (ranah/kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam
pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dibagi ke
dalam tiga domain, yaitu:
1. Ranah Kognitif (Cognitive Domain), yang berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir.
2. Ranah Afektif (Affective Domain), yang berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi,
dan cara penyesuaian diri.
12
3. Ranah Psikomotor (Psychomotor Domain) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik,
berenang, dan mengoperasikan mesin.
Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya dan tergantung pada apa yang telah
diketahui siswa tentang konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi
interaksi dengan bahan yang dipelajarinya, dipengaruhi oleh pengalaman siswa
dengan dunia fisik dan lingkungannya.
Hasil belajar meliputi pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan
proses (aspek psikomotor), dan sikap siswa (aspek afektif). Hasil belajar dalam
penelitian tindakan kelas yang dilakukan terhadap kelas XI TKJ 2 SMK Negeri 1
Banyudono Tahun pelajaran 2015/2016 untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Kemampuan pemecahan masalah (aspek kognitif)
Pemecahan masalah menurut Isriani (2012: 86) merupakan suatu
proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat
diterapkan dalam upaya mengatasi situasi baru. Hal tersebut menjadi
gagasan George Polya (Sujono, 1988: 218) untuk mengemukakan langkahlangkah pemecahan masalah yaitu memahami masalah, membuat rencana
penyelesaian masalah, melaksanakan rencana tersebut, dan terakhir
memeriksa kembali. Untuk ranah kognitif ini hasil belajar yang diteliti pada
penelitian ini adalah hasil belajar pada aspek kognitif yaitu kemampuan
pemecahan masalah siswa pada materi yang dipelajari. Aspek kognitif ini
dapat diketahui peningkatannya dari perolehan nilai tes disetiap siklus.
b. Keterampilan proses/kinerja dalam praktik (aspek psikomotor)
Usman dan Setiawati (Susanto, 2015: 9) mengemukakan bahwa
keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada
pembangunan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak
kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Kurinasih (2014:
62) mengatakan bahwa, “penilaian kinerja (performence) adalah suatu
penilaian yang meminta siswa untuk melakukan suatu tugas pada situasi
13
yang sesungguhnya yang mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan
yang dibutuhkan”. Kemudian pada ranah psikomotorik ini hasil belajar yang
diteliti pada penelitian ini adalah penilaian kinerja/praktik dari siswa melalui
lembar kerja yang disediakan.
c. Sikap (aspek afektif)
Menurut Sardiman (Susanto, 2015: 11), sikap merupakan
kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola, dan
teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu
maupun objek-objek tertentu. Sikap merujuk pada perbuatan, perilaku, atau
tindakan seseorang. Untuk ranah afektif ini hasil belajar yang diteliti pada
penelitian ini adalah pengamatan tiap pembelajaran dari sikap aktif,
kemandirian serta mampu bekerjasama.
Maka akan dijelaskan lebih meruncing pada setiap ranah yang akan diukur
pada penelitian kali ini, dimulai dari ranah afektif yaitu sikap keaktifan,
kemandirian dan bekerja sama serta kemudian dijelaskan untuk ranah kognitif
yaitu kemampuan pemecahan masalah.
3. Keaktifan Belajar
Dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, sebab pada prinsipnya
belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Itulah sebabnya aktivitas
merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 31) aktif adalah giat
bekerja, berusaha, kemuadian aktivitas adalah kegiatan, kerja atau salah satu
kegiatan kerja yang dilakasanakan dalam tiap bagian di dalam perusahaan,
sedangkan keaktifan adalah kegiatan atau kesibukan.
Seperti yang dijelaskan oleh Sardiman A.M (2012: 99) menyatakan bahwa
“belajar adalah berbuat dan sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik
harus aktif”.
Peserta didik sebenarnya secara alami memiliki dorongan untuk mencipta,
berkembang secara mandiri dan sebagainya. Namun disini peserta didik dalam
melakukan aktivitas juga memerlukan sebuah dorongan, bimbingan, serta
14
motivasi dari seorang pendidik. Seorang pendidik dalam kegiatan pembelajaran
hanya sebagai fasilitator, ini semua menunjukkan bahwa yang aktif dan
mendominasi aktivitas adalah siswa.
Dalam suatu proses pembelajaran dengan adanya keaktifan siswa yang
tinggi menyebabkan adanya interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa
ataupun siswa dengan sendirinya. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas
menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan
kemampuannya semaksimal mungkin. Hal tersebut akan mengakibatkan pula
terbentuknya pengetahuan dan ketrampilan yang akan mengarah pada peningkatan
prestasi.
Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah.
Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim
terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Diedrich (Sardiman, 2012: 100) membuat
suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat
digolongkan sebagai berikut :
1. Visual
activities,
yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca,
memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi
3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan : uraian, percakapan,
diskusi, music, pidato
4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin
5. Drawing activities, misalnya : menggambar, membuat grafik, peta, diagram
6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain : melakukan
percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun,
beternak.
7. Mental activities, sebagai contoh misalnya, menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan
15
8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Klasifikasi aktivitas di atas cukup banyak, hal itu menunjukkan bahwa
aktivitas di sekolah sangat bervariasi. Dari berbagai macam kegiatan di atas
apabila di terapkan di sekolah-sekolah dengan baik dapat dimungkinkan sekolah
tersebut mendapat hasil prestasi yang optimal. Jenis – jenis kegiatan yang akan
diamati dalam penelitian ini sesuai pada jenis kegiatan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Keaktifan Siswa yang Akan ditingkatkan
No
1.
Jenis Keaktifan
Visual activities
Jenis Kegiatan
1. Memperhatikan penjelasan guru atau pendapat
teman
2. Membaca materi di buku, LKS
3. Memeriksa hasil pekerjaan teman
2.
Oral activities
1. Bertanya mengenai materi yang disampaikan
oleh guru
2. Berdiskusi
dengan
teman
sekelompoknya
dalam memecahkan masalah
3. Menyampaikan
pendapat
atau
menjawab
pertanyaan yang diajukan
3.
Writing activities
1. Membuat ringkasan dan mencatat materi
selama pembelajaran
2. Mengerjakan LKS atau soal yang diberikan
guru
3. Menulis catatan kecil
4. Memberi skor, komentar pada pekerjaan teman
4.
Listening activities
1. Mendengarkan penjelasan guru dengan baik
2. Mendengarkan pendapat teman atau presentasi
teman.
16
No
5.
Jenis Keaktifan
Mental activities
Jenis Kegiatan
1. Menanggapi
pendapat
yang
disampaikan
teman atau menanggapi presentasi kelompok
lain
2. Memecahkan persoalan pada LKS dengan baik
4. Kemandirian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III (2001: 43) menyatakan
bahwa, kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapat awalan ke
dan akhiran an yang kemudian membentuk arti yang mengacu pada suatu keadaan
dimana seseorang dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Seorang peneliti bernama Lamman (Fatimah, 2006: 7) menyatakan bahwa,
“kemandirian merupakan suatu kemampuan individu untuk mengatur dirinya
sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain”. Sementara itu, Bahara (Fatimah,
2006: 8) mengungkapkan bahawa, “kemandirian berarti hal atau keadaan
seseorang yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain”.
Hal lain diungkapkan Parker (Ali, 2005: 3) yang menyatakan bahwa
kemandirian juga dapat diartikan sebagai kondisi seseorang yang tidak bergantung
kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh. Pakar lain bernama
Maslow (Ali, 2005: 3) mengungkapkan bahwa, “kemandirian merupakan salah
satu dari tingkat kebutuhan manusia yang disebut sebagai kebutuhan otonomi”.
Maslow juga menambahkan bahwa seseorang yang mencapai aktualisasi diri
memiliki sifat-sifat khusus pengaktualisasi yang salah satunya yaitu kebutuhan
akan privasi dan independensi, dimana orang yang mengaktualisasikan diri dalam
memenuhi kebutuhannya tidak membutuhkan orang lain.
17
Aspek yang menjadikan remaja mandiri menurut Doulvan dan Andelson
(Yusuf, 2001: 10) ada tiga meliputi, kemandirian emosional, kemandirian
perilaku, dan kemandirian nilai. Secara rinci karakteristik tersebut dijabarkan
sebagai berikut:
a)
Kemandirian emosi, kemandirian ini merujuk kepada pengertian yang
dikembangkan anak mengenai individuasi dan melepaskan diri atas
ketergantungan mereka dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari
orang tua mereka. Secara operasional aspek kemandirian ini terdiri dari
beberapa indikator seperti: 1) de-idealized artinya remaja memandang orang
tua apa adanya, 2) parent as people artinya remaja melihat orang tua sebagai
orang dewasa lainnya, 3) non-dependency artinya remaja dapat mengandalkan
dirinya sendiri dari pada bergantung pada orang tuanya, dan individuation
artinya remaja memiliki pribadi yang berbeda dengan orang tuanya.
b) Kemandirian perilaku yaitu kemampuan remaja untuk mengambil keputusan
secara mandiri dan konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Secara
operasional aspek kemandirian ini terdiri dari beberapa indikator yaitu
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan tanpa campur tangan
orang lain (changes in decision making abilities), memiliki kekuatan terhadap
pengaruh orang lain (changes in conformity and susceptibility to influence),
dan memiliki rasa percaya diri dalam mengambil keputusan (self reliance in
decision making).
c)
Kemandirian nilai merujuk kepada suatu pengertian mengenai kemampuan
seseorang untuk mengambil keputusan-keputusan dan menetapkan pilihan
yang lebih berpegang atas dasar prinsip-prinsip individual yang dimilikinya,
daripada mengambil prinsip-prinsip orang lain. Secara operasional aspek ini
terdiri dari beberapa indikator yaitu: 1) remaja memiliki keyakinan terhadap
nilai-nilai yang abstrak (moral) atau ukuran benar/salah (abstrack belief), 2)
remaja memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai yang mengarah pada prinsip
(principal belief), dan remaja memiliki keyakinan mantap yang terbentuk
pada dirinya sendiri (independent belief).
18
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kemandirian itu meliputi tiga aspek yakni kemandirian emosi yang ditandai
dengan kemampuan melepaskan diri atas ketergantungan siswa dalam pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan dasar dari orang tua. Kemandirian perilaku yang ditandai
dengan kemampuan mengambil keputusan dan konsekuen dalam melaksanakan
keputusan tersebut. Kemandirian nilai yang ditandai dengan timbulnya keyakinan
terhadap nilai-nilai yang abstrak (moral) atau ukuran benar/salah.
Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kemandirian merupakan kemampuan melepaskan diri dari ketergantungan emosi
pada orang lain terutama orangtua, mampu mengambil keputusan dan
berkomitmen pada keputusan yang diambil, serta mampu bertingkah laku sesuai
nilai yang diyakini dan berlaku pada lingkungan. Pada penelitian kali ini
kemandirian yang akan diukur yaitu kemandirian perilaku yang tampak (dapat
dilihat) dalam proses pembelajaran di kelas.
5. Kerjasama
Soekanto (2012: 65) berpendapat bahwa kerjasama adalah suatu usaha
bersama antara orang perseorangan atau kelompok untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan bersama. Kerjasama timbul karena orientasi orang-perorang
terhadap kelompoknya (yaitu in group-nya) dan kelompok lainnya (yang
merupakan out group-nya). Kerjasama mungkin akan bertambah kuat apabila ada
bahaya dari luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau
institusional telah tertanam dalam kelompok, dalam diri seseorang atau
segolongan orang. Kerjasama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam
jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak
puas karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi karena adanya
rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu.
Menurut Coley (Soekanto, 2012) mengemukakan pendapatnya mengenai
kerjasama sebagai berikut:
19
Kerjasama timbul apabila orang-orang menyadari bahwa mereka
mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang
bersamaaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap
diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran
akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi
merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna
Selain itu, Samani dan Haryanto (Erwindiya, 2014: 4) menyatakan bahwa
kerjasama adalah mau bergotong royong, berprinsip bahwa tujuan akan lebih
mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan bersama-sama. Hal ini selaras dengan
pendapat Santosa (Erwindiya, 2014: 4) mengungkapkan bahwa kerjasama adalah
suatu bentuk interaksi sosial dimana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan
erat dengan tujuan anggota kelompok yang lain atau tujuan kelompok secara
keseluruhan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kerjasama merupakan proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya
mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil yang telah
disepakati bersama.
Menurut Lukita (2014: 6) sikap kerjasama dalam kelompok merupakan
perpaduan dari sikap individu yang terbentuk berdasarkan komitmen bersama
yang diwujudkan berupa satu sikap dan perilaku kelompok sesuai dengan
karakteristik dari pada sikap dan perilaku individu. Sikap kerjasama dalam
kelompok merupakan hal yang penting bagi para siswa untuk menyelesaikan
tugas secara efisien dan efektif. Karakteristik-karakteristik pribadi dari anggota
kelompok yang baik meliputi; 1) kesetiaan; 2) kesopanan; 3) kesabaran; 4)
semangat; 5) optimis; 6) komunikasi; 7)kemampuan untuk menyutujui; 8) dapat
diandalkan; 9) ketepatan waktu; 10) kehati-hatian; 11) humoris.
Pada penelitian ini bentuk kerjasama yang akan diukur yaitu kerjasama
saat proses berkelompok untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru.
Adapun indikator-indikator yang harus terpenuhi meliputi:
1.
Bertanya saat proses penyelesaian masalah dalam kelompok
2.
Ikut mengajukan pendapatnya saat proses penyelesaian masalah
20
3.
Bersedia diberi tugas dalam kelompoknya
4.
Ikut
andil
dalam
pengumpulan
data
saat
memecahkan
permasalahan dikelompok
5.
Ikut berpartisipasi saat penarikan kesimpulan dalam kelompok
6. Pemecahan Masalah
Isriani (2012: 86) menyatakan bahwa, pemecahan masalah dipandang
suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat
diterapkan dalam upaya mengatasi situasi baru. Pemecahan masalah tidak sekadar
sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui
kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses
untuk mendapatkan aturan pada tingkat yang lebih tinggi.
Wankat dan Oreovocz (Made, 2010: 57) mengemukakan tahap-tahap
strategi operasional dalam pemecahan masalah sebagai berikut :
a. Saya mampu/bisa (I can) : tahap membangkitkan motivasi dan
membangun / menumbuhkan keyakinan diri siswa
b. Mendefinisikan (Define) : membuat daftar hal yang diketahui dan tidak
diketahui, menggunakan gambar grafis untuk memperjelas permasalahan.
c. Mengeksplorasi (Explore) : merangsang siswa untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan membimbing untuk menganalisa dimensidimensi permasalahan yang dihadapi
d. Merencanakan (plan) : mengembangkan cara berpikir logis siswa untuk
menganalisis masalah dan menggunakan flowchart untuk menggambarkan
permasalahan yang dihadapi
e. Mengerjakan (Do it) : membimbing siswa secara sistematis untuk
memperkirakan jawaban yang mungkin untuk memcahkan masalah yang
dihadapi
f. Mengoreksi kembali (Check in) : Membimbing siswa untuk mengecek
kembali jawaban yang dibuat, mungkin ada beberapa kesalahan yang
dilakukan
21
g. Generalisasi (Generalize) : membimbing siswa untuk mengajukan
pertanyaan apa yang telah saya pelajari dalam pokok bahasan ini ?
bagaimana agar pemecahan masalah yang dilakukan bisa lebih efisien ?
Jika pemecahan masalah yang dilakukan masih kurang benar, apa yang
harus saya lakukan ? Dalam hal ini dorong siswa untuk melakukan umpan
balik/refleksi dan mengoreksi kembali kesalahan yang mungkin ada
Menurut John Dewey (Sujono, 1988: 2) terdapat langkah-langkah
pemecahan masalah sebagai berikut :
1. Tahu bahwa ada masalah : kesadaran tentang adanya kesukaran, rasa putus
asa, keheranan atau keraguan
2. Mengenali masalah : Klasifikasi dan definisi termasuk pemberian tanda
pada tujuan yang dicari
3. Menggunakan pengalaman yang lalu : informasi
yang releven,
peneyelesaian soal yang dulu, atau gagasan untuk merumuskan hipotesa
dan proposisi pemecahan masalah.
4. Menguju secara berturut-turut hipotesa akan kemungkinan-kemungkinan
penyelesaian
5. Mengevaluasi penyelesaian dan menarik kesimpulan berdasarkan buktibukti yang ada
Dalam
pemecahan
masalah
tidak
hanya
menggunakan
dan
mengaplikasikan rumus-rumus yang sudah diperoleh sebelumnya, namun juga
menggunakan kegiatan penalaran, analisis, berpikir kritis dalam mengolah atau
mengkombinasikan rumus-rumus yang sudah diperoleh untuk mendapatkan jalan
keluar dalam memecahkan masalahnya. Hal tersebut menjadi gagasan George
Polya (Sujono, 1988: 218) untuk mengemukakan langkah-langkah pemecahan
masalah sebagai berikut :
1. Memahami masalah.
Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak
mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Kegiatan
22
yang dilakukan mengetahui apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, syaratsyarat apa yang harus dipenuhi.
2. Buatlah rencana penyelesaian masalah
Kemampuan disini tergantung pengalaman siswa dalam menyelesaikan
masalah. Semakin banyak pengalaman siswa tentang penyelesaian masalah,
kemungkinan semakin kreatif memecahkan masalah. Kegiatan yang
dilakukan adalah carilah hubungan antara yang diketahui dengan yang tidak
diketahui, menentukan pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian.
3. Laksanakan rencana tersebut
Kegiatan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat
pada langkah sebelumnya sesuai dengan rencana.
4. Periksa kembali
Terkadang siswa sudah menganggap bahwa jawabannya sudah pasti benar,
padahal dengan tidak teliti dalam mengerjakan menjadikan jawaban tersebut
salah. Dengan demikian perlu adanya pemeriksaan ulang langkah-langkahnya
serta jawaban. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengecek kembali
jawaban, mencoba cara lain untuk memperoleh jawaban yang sama,
menginterpretasikan jawaban yang telah diperoleh.
Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa,
digunakan suatu soal pemecahan masalah. Menurut Hudojo (1988: 119) suatu
pertanyaan akan merupakan masalah hanya jika seseorang tidak mempunyai
aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan
jawaban pertanyaan tersebut. Jadi suatu pertanyaan dapat merupakan masalah
bagi seseorang, namun bukan merupakan masalah bagi orang lain.
Menurut Hudojo (2003: 149) menyatakan soal-soal matematika dibedekan
menjadi dua yaitu soal latihan dan soal masalah. Soal latihan diberikan pada
waktu siswa belajar matematika diberikan pada waktu siswa belajar matematika.
Soal ini melatih siswa agar terampil atau sebagai aplikasi dari pengertian yang
baru saja diajarkan. Berbeda dengan soal latihan, masalah tadi menghendaki
siswa
untuk menggunakan sintesis dan analisis. Untuk menyelesaikan suatu
masalah, siswa harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya yaitu
23
mengenai pengetahuan, ketrampilan dan pemahaman, tetapi dalam hal ini ia
menggunakannya pada situasi baru.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan soal pemecahan masalah matematika
adalah soal yang menantang pikiran dan tidak otomatis dapat diketahui cara
penyelesaiannya.
Hal
tersebut
karena
penyelesaiannya
menggunakan
pengetahuan, prosedur-prosedur yang diketahui sebelumnya.
Dalam penelitian ini, pengukuran kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa mengacu pada tahap-tahap pemecahan masalah sebagai berikut:
a. Memahami masalah
b. Merencanakan penyelesaian masalah
c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
d. Menginterpretasikan hasil
7. Pendekatan Saintifik
Dalam Kurikulum 2013, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi
Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD) memiliki domain sikap, pengetahuan dan
keterampilan.
Kompetensi yang diperoleh siswa dalam pembelajaran dengan
Kurikulum 2013 diharapkan agar didasarkan pada pembelajaran yang mampu
mengantarkan siswa untuk eksis mengarungi kehidupan pada abad 21. Ciri-ciri
abad 21 antara lain: (1) informasi tersedia di mana saja dan kapan saja, (2)
komputasi lebih cepat menggunakan mesin, (3) otomasi menjangkau segala
pekerjaan rutin, (4) komunikasi darimana saja dan ke mana saja. Pembelajaran
dengan ciri-ciri tersebut adalah pembelajaran yang tidak cukup hanya
mengakomodasi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, namun juga
mengakomodasi
proses
mengamati,
menanya,
menalar,
dan
mencoba.
Pembelajaran dengan ciri-ciri tersebut, tidak lain adalah pembelajaran yang
menerapkan metode ilmiah. Pendekatan pembelajaran yang menerapkan tahapan
metode ilmiah dinyatakan sebagai pendekatan saintifik (Kemendikbud, 2013).
Daryanto (2014: 51) menyatakan
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran
yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif
24
mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan – tahapan
mengamati (untuk mengidentifikasi ataupun menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
ditemukan.
Kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat
pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan
kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika,
dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui
penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan,
kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna (Kemendikbud, 2013).
Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jejang
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik. Daryanto (2014)
menyatakan, langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah
sebagai berikut:
a. Mengamati
Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Kegiatan ini memiliki keunggulan
tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan
mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan
rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki
kebermaknaan
yang
tinggi.
Kegiatan
mengamati
dalam
pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81A tahun 2013,
hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan kepada peserta
didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak,
mendengar dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan
pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca,
mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau obyek. Adapun kompetensi
yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.
25
b. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan
dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Guru perlu
membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan, pertanyaan
tentang hasil pengamatan objek yang meliputi konsep, hukum, prosedur, atau hal
lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada
pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi dimana peserta didik dilatih
menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk
mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu
mengajukan pertanyaan secara mandiri.
Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau
memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab
pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk
menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Kegiatan “menanya” dalam
kegiatan pembelajaran sebagaimana dalam Permendikbud
81A tahun 2013,
adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa
yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa
yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai pertanyaan yang bersifat
hipotetik). Kompetensi yang diharapkan dalam menanya adalah mengembangkan
kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk
membentuk pikiran kritis.
c. Mengumpulkan informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi/eksperimen” merupakan tindak lanjut
dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku
yang lebih banyak, memperhatikan objek atau fenomena dengan teliti, atau
bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah
informasi. Dalam Permendikbud 81A tahun 2013, aktivitas mengumpulkan
informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks,
mengamati objek/kejadian, aktivitas wawancara dengan sumber dan sebagainya.
26
Kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan,
menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan
kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Kegiatan
“eksperimen” atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagia ranah
tujuan belajar yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru
hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid (2)
Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu
memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk
pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang
akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid
melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan
hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara
klasikal.
d. Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar” dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud 81A tahun 2013,
adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil
kegiatan mengumpulkan informasi atau eksperimen hasil dari kegiatan mengamati
dan kegiatan menanya. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang
bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi
yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang
berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk
menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan
pola dari keterkaitan informasi tersebut. Kompetensi yang diharapkan adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan
menerapkan prosedur dan kemampuan berfikir induktif serta deduktif dalam
menyimpulkan.
27
e. Mengkomunikasikan
Pada pendekatan saintifik guru diharapkan memberi kesempatan siswa
untuk mengkomunikasikan apa yang telah merekan pelajari. Kegiatan ini dapat
dilakukan melauli menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam
kegiatan mencari informasi, mengasosiasi dan menemukan pola. Hasil tersebut
disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau
kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan
pembelajaran sebagimana disampaikan dalam Permendikbud 81A tahun 2013,
adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis
secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berfikir sistematis,
mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
8. Model Kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division)
a. Pengertian Model Kooperatif
Kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan pada
kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim
dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Hubungan antar
teman sebaya di dalam ruang kelas akan membantu para siswa meningkatkan
sikap positif dalam menanggapi proses pembelajaran. Tim MKPBM (2001: 265)
menyatakan bahwa, “pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil
siswa yang bekerjasama sebagi sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah,
menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan
bersama lainnya.
Menurut Depdikbud (2002: 11), “pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran”. Model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
28
a. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok
secara kooperatif.
b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang atau rendah.
c. Jika dalam kelas, terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras,
suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam
tiap kelompok pun terdiri dari ras, budaya, jenis kelamin yang berbeda
pula.
d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan
Langkah-langkah Kooperatif
Terdapat enam langkah dalam model kooperatif, seperti yang dapat dilihat
pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Langkah
1
2
Indikator
Aktivitas Guru
Menyampaikan
Guru
menyampaikan
tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran dan
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
memotivasi siswa
dalam belajar.
Presentasi/menyajik
Guru mempresentasikan / menyajikan
an informasi
informasi
kepada
tujuan
siswa
dengan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3
4
Membimbing
Guru membimbing kelompok-kelompok
kelompok belajar
belajar saat mereka mengerjakan tugas.
Evaluasi
Guru melakukan evaluasi hasil belajar
pada materi yang telah disajikan atau
masing-masing
kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
5
Memberikan
Guru
melakukan
upaya
menghargai
penghargaan
hasil belajar individu maupun kelompok.
(Depdikbud, 2002: 11)
29
b. Model Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Beberapa model kooperatif telah dikembangkan oleh para ahli, salah
satunya adalah STAD (Student Team Achievement Division). Metode STAD
dikembangkan oleh Robert Slavin dari Universitas Hopkins, inti dari tipe STAD
(Student Team Achievement Division) adalah guru menyampaikan suatu materi
kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat atau
lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru, setelah selesai
mereka (siswa) menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok
kepada guru (Tim MKPBM, 2001: 266). Langkah-langkah pembelajaran metode
STAD adalah:
1. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim,
masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok tiap tim memilik
anggota yang heterogin, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan
(tinggi, sedang, rendah).
2. Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja dan kemudian saling
membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi
antar sesama anggota tim.
3. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu guru
mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan ajar
yang telah dipelajari.
4. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar,
dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau
memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dilakukan seperti terlihat pada
tabel 2.3: Model Kooperatif STAD (Student Team Achievement Division) berikut.
30
Tabel 2.3 Model Kooperatif STAD (Student Team Achievement Division)
Model
Student Team Achievement Division
Segmen
(STAD)
Tujuan Kognitif
Informasi akademik sederhana
Tujuan Sosial
Kerjasama dalam kelompok
Struktur Kelompok
Kelompok heterogen dengan 4-5 anggota
Pemilihan Topik
Oleh Guru
Siswa dapat mengerjakan lembar kerja siswa dan
Indikator
saling bekerjasama dalam menguasai materi
Penilaian
Tes
Observasi
Lembar observasi
(Tim MKPBM, 2001:266)
9. Model Kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) dengan
Pendekatan Saintifik
Model pembelajaran kooperatif
tipe STAD menitikberatkan pada
pembagian beberapa kelompok atau tim, dimana masing-masing terdiri atas 4 atau
5 anggota secara heterogen. Dalam pengelompokan siswa berdiskusi untuk
menyelesaikan
permasalahan
pada
LK
(Lembar
Kerja),
kemudian
mempresentasikan hasil diskusi ke kelompok lain. Pemberian kuis dilakukan
setiap akhir pembelajaran, serta pemberian penghargaan diberikan apabila siswa
berani bertanya. Daryanto (2014) menyatakan, langkah-langkah pembelajaran
dengan pendekatan saintifik adalah mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, mengasosiasi dan mempresentasikan.
Langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Team Achievement Division) dengan pendekatan saintifik :
1) Kegiatan Pendahuluan
a. Guru memberikan salam, menanyakan kehadiran
b. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
31
c. Guru menginformasikan materi yang akan dipelajari, tujuan yang akan
dicapai, kriteria sukses kepada siswa pada awal pembelajaran
d. Guru melakukan apersepsi dengan materi yang akan dipelajari
e. Guru memberikan motivasi akan pentingnya materi yang akan dipelajari.
f. Guru menjelaskan strategi pembelajaran yang akan digunakan yaitu
model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement
Division) dengan pendekatan saintifik.
2) Kegiatan Inti
a) Tahap 1 (mengamati): Kegiatan membaca, mendengar dan menyimak
ketika guru memberikan materi atau permasalah serta melihat apa yang
guru kerjakan dengan alat atau tanpa alat.
b) Tahap 2 (menanya): Kegiatan mengajukan pertanyaan dari siswa tentang
informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati.
c) Tahap 3 (mengumpulkan data): Kegiatan melakukan eksperimen untuk
menyelesaikan permasalahan yang terdapat dalam LK, membaca sumber
lain selain buku teks serta melakukan aktivitas dengan kelompok.
d) Tahap 4 (menalar): Kegiatan mengolah informasi yang sudah
dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan eksperimen maupun hasil
dari kegiatan mengamati.
e) Tahap
5
(mengkomunikasikan):
Kegiatan
menyampaikan
hasil
pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis,
atau media lainnya. Guru juga memberikan penghargaan berupa tepuk
tangan kepada kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya serta
kepada siswa yang berani bertanya dan memberi tanggapan.
f)
Tahap 6 : Guru selanjutnya memberikan soal kuis secara individu.
3) Penutup
a) Bersama-sama dengan guru, siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang
telah dipelajari.
32
b) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan kesulitan
yang dialami dalam mengikuti pembelajaran tersebut, baik ketika proses
belajar maupun mengerjakan soal.
c) Guru menyampaikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan
latar
belakang
masalah
dapat
diidentifikasi
bahwa
permasalahan yang menjadi fokus penelitian adalah hasil belajar matematika
siswa kelas XI TKJ 2 SMK Negeri 1 Banyudono.
Rendahnya hasil belajar matematika siswa terjadi karena siswa belum bisa
memahami materi yang diajarkan dan merasa kebingungan dengan ide apa yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal itu terjadi karena
dimungkinkan proses pembelajaran yang terlalu banyak menggunakan metode
ceramah, diberi contoh soal dan dibahas bersama dengan gurunya kemudian siswa
menyalin jawaban tersebut. Latihan soal-soal yang diberikan dari gurunya juga
memiliki langkah-langkah penyelesaian yang mirip dengan contoh soal.
Akibatnya siswa hanya cenderung untuk menghafal rumus dan menirukan
langkah-langkah yang pernah diberikan guru. Selain itu juga melihat sudut
pandang pada proses penilaian yang diterapkan dalam pembelajaran tersebut.
Proses penilaian yang hanya melihat nilai siswa diakhir program, tanpa adanya
kegiatan mengevaluasi, mendiagnosis kesulitan siswa, dapat memberi dampak
pada prestasi siswa pula. Selain itu yang menjadi permasalahan lain adalah tingkat
keaktifan siswa yang masih rendah dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi, terlihat siswa hanya pasif mengikuti pembelajaran di
kelas. Hal itu terjadi karena dimungkinkan proses pembelajaran yang terlalu
berpusat pada guru.
Peneliti akan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Team Achievement Division) dengan pendekatan saintifik. Dalam model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan
pendekatan saintifik terdapat langkah-langkah yang dapat meningkatkan hasil
belajar matematika siswa. Langkah-langkah pembelajaran tersebut disesuaikan
33
untuk meningkatkan indikator-indikator hasil belajar matematika siswa yang telah
ditetapkan pada kajian teori.
Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Team Achievement Division) dengan pendekatan saintifik tersebut
dimungkinkan hasil belajar matematikanya menjadi meningkat.
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan
penelitian, yang masih harus diuji kebenarannya sampai terbukti melalui data
yang terkumpul. Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran tersebut,
maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: Model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan pendekatan
saintifik dapat meningkatakan hasil belajar matematika siswa kelas XI TKJ 2 di
SMK Negeri 1 Banyudono tahun pelajaran 2015/2016.
Download