1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah industri farmasi di Indonesia diawali dengan berdirinya pabrik farmasi
pertama yang didirikan di Hindia Timur pada tahun 1817, yaitu NV. Chemicalien
Rathkamp & Co dan NV. Pharmaceutische Handel Vereneging J. Van Gorkom &
Co. pada tahun 1865. Sedangkan industri farmasi modern pertama kali di Indonesia
adalah pabrik kina di Bandung pada tahun 1896.
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1957-1959 setelah perang kemerdekaan
usai perusahaan-perusahaan farmasi milik Belanda yaitu Bovasta Bandoengsche
Kinine Fabriek yang memproduksi pil kina dan Onderneming Jodium yang
memproduksi Iodium dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia yang pada
perkembangan selanjutnya menjadi PT Kimia Farma (persero). Sementara pabrik
pembuatan salep dan kasa, Centrale Burgelijke Ziekeninrichring yang berdiri pada
tahun 1918 menjadi perum Indofarma yang saat ini menjadi PT Indofarma (persero).
Perkembangan yang cukup signifikan bagi perkembangan industri farmasi di
Indonesia adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing
(PMA) pada tahun 1967 dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) pada tahun 1968 yang mendorong perkembangan industri farmasi Indonesia
hingga saat ini. Dewasa ini, industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu
industri yang berkembang cukup pesat dengan pasar yang terus berkembang dan
merupakan pasar farmasi terbedar di kawasan ASEAN. Dari data Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM RI, 2005), pertumbuhan industri farmasi Indonesia ratarata mencapai 14,10% per tahun lebih tinggi dari angka pertumbuhan nasional yang
hanya mencapai 5-6% per tahun. Total angka penjualan tahun 2004 mencapai lebih
kurang Rp 20 triliun (untuk tahun 2005 sebesar Rp 22,8 triliun, dan tahun 2006
sebesar Rp 26 triliun). Akan tetappi jika dilihat dari omzet penjualan secara global
(all over the world), pasar farmasi Indonesia tidak lebih dari 0,44% dari total pasar
farmasi dunia.
Demikian pula jika dilihat dari angka konsumsi obat per kapita yang hanya
mencapai kurang dari US$ 7,2 per kapita/tahun (IMS, 2004) dan merupakan salah
1
2
satu angka terendah di kawasan ASEAN (sedikit di atas Vietnam). Konsumsi obat
tertinggi adalah Singapura, disusul oleh Thailand, Malaysia, dan Filipina.
Berikut adalah data konsumsi obat di negara-negara ASEAN:
Gambar 1.1 Persentase Konsumsi Obat di Negara-negara ASEAN
Sumber:
http://moko31.wordpress.com/2009/05/24/potret-industri-farmasi-di-
indonesia/
Indonesia diprediksikan masih mempunyai pertumbuhan yang cukup tinggi
mengingat konsumsi obat per kapita Indonesia paling rendah di antara negara-negara
ASEAN. Rendahnya konsumsi obat per kapita Indonesia tidak hanya disebabkan
karena rendahnya daya beli tapi juga pola konsumsi obat di Indoneisa berbeda
dengan di negara-negara ASEAN lainnya. Di Malaysia misalnya, pola penggunaan
obat lebih mengarah pada obat paten. Harga obat paten jauh lebih mahal
dibandingkan dengan harga obat branded generic.
Dengan makin membaiknya pendapatan per kapita dan sistem jaminan kesehatan
Indonesia di masa mendatang, maka nilai peredaran obat di Indonesia akan besar.
Keadaan ini tentu akan mempunyai korelasi postif dengan pertumbuhan industri
farmasi Indonesia di masa mendatang.
Ekpor obat Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan meskipun
nilainya relatif belum besar yaitu sekitar 5% dari total penjualan industri farmasi
Indonesia. Dengan diberlakukannya harmonisasi regulasi farmasi ASEAN selambatlambatnya tahun 2010 maka akan tercipta pasar tunggal ASEAN di bidang farmasi,
dalam arti tidak ada lagi hambatan tarif maupun nontarif dalam perdagangan farmasi
3
di region ASEAN. Ini berarti terbuka peluang bagi industri farmasi untuk
mengembangkan ekspor di pasar ASEAN, tetapi pada saat yang sama pasar domestik
Indonesia akan terancam masuknya produk-produk farmasi ASEAN dengan lebih
leluasa di Indonesia.
Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang farmasi adalah PT Samco Farma
yang memproduksi obat jadi, obat tradisional, dan suplemen makanan. PT Samco
Farma telah memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). PT Samco
Farma beralamat di Jl. Gatot Subroto Km 1,2 No. 27 Tangerang – Banten. Telp 0215524084 Fax. 021-5537097. PT Samco Farma memiliki karyawan sebanyak 200
orang dan kapasitas produksi 200 juta tablet, 33 juta kapsul dan 100.000 liter cairan.
Berikut adalah data keuangan dari PT Samco Farma pada 6 tahun terakhir:
Tabel 1.1 data penjualan
Data Penjualan tahun 2008 s/d 2012
Tahun
Rp
2008
18.081.313.246,00
2009
23.894.075.280,00
2010
24.573.285.322,00
2011
30.536.088.454,00
2012
36.366.488.228,00
2013
20.437.660.300,00
Sumber: PT Samco Farma
Jika dilihat dari tabel di atas memang terjadi kenaikan pendapatan PT Samco
Farma pada tahun 2008 hingga 2012 meskipun kenaikan pendapatan tidak konsisten,
akan tetapi terjadi penurunan yang sangat drastis pada tahun 2012 – 2013, berikut
adalah persentase peningkatan serta persentase penurunan pendapatan pertahunnya
akan tampak seperti ini:

Tahun 2008 – 2009 meningkat sebesar 32%

Tahun 2009 – 2010 meningkat sebesar 2,4%

Tahun 2010 – 2011 meningkat sebesar 24%

Tahun 2011 – 2012 meningkat sebesar 19%

Tahun 2012 – 2013 menurun sebesar 30%
4
Dapat dilihat pada tahun 2009 – 2010 hanya terjadi peningkatan sebesar 2,4%,
yang bisa dibilang sangatlah kecil dibandingkan dengan peningkatan persentase
pendapatan pada tahun 2008 – 2009. PT Samco Farma dapat menaikkan kembali
persentase pendapatan menjadi 24% di tahun 2010 – 2011 namun masih lebih rendah
dibandingkan kenaikan pada tahun 2008 – 2009 yang mencapai 32%. Dan PT Samco
Farma kembali mengalami penurunan persentase pendapatan di tahun 2011-2012.
Dan pada tahun 2012 – 2013 pendapatan PT Samco Farma mengalami penurunan
pendapatan dengan selisih sebesar Rp 15.928.827.928,00 dengan kata lain
mengalami penurunan sebesar 30%.
Melihat faktor-faktor di atas terjadi penurunan kinerja di PT Samco Farma dari
hasil wawancara dengan salah satu manajer PT Samco Farma terdapat penurunan
penjualan dari 2012-2013 hal ini dicurigai karena kurangnya dorongan berinovasi
yang dilakukan para pemimpinannya terhadap bawahannya sehingga menyebabkan
kurangnya inovasi pada PT Samco Farma. Dalam hal ini perusahaan tidak mampu
memenuhi variasi permintaan dari konsumen. Hasil produksi yang kurang inovatif,
rendahnya inovasi dalam pengembangan pangsa pasar serta minimnya ide-ide yang
disampaikan anggota organisasi tetapi tidak diterapkan, ketidakjelasan proses
inovasi, dan perubahan lingkungan yang terlalu cepat membuat PT Samco Farma
mengahadapi kesulitan dalam merespon secara tepat pada saat yang tepat.
Adapun yang menjadi pesaing utama bagi PT Samco Farma adalah PT
Meprofarm dan PT Combiphar. PT Meprofarm dan PT Combiphar adalah
perusahaan yang juga bergerak di industri farmasi. PT Meprogarm memiliki produk
sebanyak 130 jenis dan PT Combiphar memiliki produk sebanyak 122 jenis. Dimana
produk PT Meprofarm dan PT Combiphar memiliki produk yang lebih bervariasi
dibandingkan PT Samco Farma yang hanya memiliki produk sebanyak 100 jenis. PT
Meprofarm dan PT Combiphar memiliki website sendiri dimana konsumen dapat
lebih mengenal produk dan perusahaan, ini adalah salah bentuk inovasi pasar.
Terlebih PT Combiphar memasarkan produk mereka melalui sosial media seperti
facebook dan twitter.
Jika hal ini terus dibiarkan oleh perusahaan maka hal buruk yang dapat terjadi
adalah PT Samco Farma akan kalah bersaing terhadap industry farmasi negara
ASEAN yang mulai masuk ke Indonesia dan tekanan dari perusahaan-perusahaan
farmasi di Indonesia. Dan bisa saja PT Samco Farma akan mengalami pailit. Maka
salah satu usaha untuk dapat bertahan adalah dibutuhkannya inovasi baik itu kepada
5
produk, proses, pemasaran ataupun perilaku, karena inovasi adalah salah satu kunci
kompetitif dari setiap perusahaan.
Dan faktor – faktor yang dapat mendukung terjadinya inovasi yang baik adalah
knowledge sharing dan transformasional leadership. Maka daripada itu peneliti ingin
mengangkat sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Knowledge Sharing dan
Transformasional Leadership terhadap Inovasi PT Samco Farma”
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pengaruh knowledge sharing terhadap inovasi PT Samco Farma?
2. Bagaimana pengaruh transformasional leadership terhadap inovasi PT
Samco Farma?
3. Bagaimana pengaruh knowledge sharing dan transformasional leadership
terhadap inovasi PT Samco Farma?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh knowledge sharing terhadap
inovasi
2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh transformasional leadership
terhadap inovasi
3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh knowledge sharing dan
transformasional leadership terhadap inovasi
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan bahan masukan bagi perusahaan
PT Samco Farma dalam mengembangkan industrinya.
2. Dapat dijadikan sebagai referensi dan penerapan pengetahuan bagi pembaca
dalam melakukan penelitian selanjutnya.
Download