1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kanker

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit penyebab kematian yang dominan
di seluruh dunia. Kanker menjadi penyebab 7,6 juta kematian pada tahun 2008
dan 8,2 juta kematian pada tahun 2012. Kanker paru-paru, kanker prostat dan
kanker kolorektal merupakan jenis kanker yang paling sering terjadi untuk lakilaki. Sedangkan kanker payudara, kanker kolorektal, dan kanker serviks
merupakan kanker yang paling sering terjadi untuk perempuan. Menurut statistik,
64% dari kematian yang disebaban oleh kanker ini terjadi di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia. [1] Berdasarkan data riset kesehatan dasar 2013
Indonesia, tercatat sebanyak 347.792 kasus kanker dan menghasilkan nilai
prevalensi sebesar 1,4 ‰. Provinsi dengan prevalensi kasus kanker terbanyak
adalah D.I. Yogyakarta, diikuti dengan provinsi Jawa Tengah dengan nilai
prevalensi sebesar 4,1‰ dan 2,1‰. Sedangkan Jawa Tengah dan Jawa Timur
mengkontribusi kasus kanker terbanyak sebesar 68.638 dan 61.230 kasus. Pada
tahun 2013, kanker serviks menduduki urutan nomor satu frekuensi kasus yang
terjadi dengan angka prevalensi sebesar 0,8‰, diikuti dengan kanker payudara
dengan angka prevalensi sebesar 0,5‰. Kasus kanker serviks paling banyak
terjadi di provinsi Jawa Timur, dan Jawa Tengah sebanyak 21,313 dan 19.734
kasus. [2]
Kanker Serviks, atau kanker leher rahim, merupakan kanker yang terjadi
pada leher rahim (serviks) uterus. Human papillomavirus (HPV) diperkirakan
mengkontribusi mayoritas dari kasus kanker serviks, namun faktor-faktor lain
seperti merokok dan konstrasepsi oral juga diperkirakan memberi kontribusi
meskipun kecil [3]. Virus HPV ini mengganggu sel-sel leher rahim untuk
berfungsi secara normal dan memicu terbentuknya sel kanker. Karena virus
sebagai penyebab utama jenis kanker ini, Vaksin HPV menjadi solusi yang manjur
untuk mengatasi kanker serviks dan telah diteliti untuk menghindari 70% dari
1
2
kasus kanker di Inggris [4]. Meskipun program vaksin berjalan, program
screening kanker serviks juga dilakukan untuk mendeteksi kanker serviks pada
tahap-tahap awal. Metode screening seperti pap smear diperkirakan untuk
mengurangi insiden kanker serviks invasif sebesar 50% atau lebih pada negaranegara berkembang. Di Indonesia screening dan kesadaran masyarakat masih
kurang. Diperkirakan sekitar 98.692 kasus kematian oleh kanker serviks di
Indonesia pada tahun 2013. [2] Angka kematian oleh kanker serviks di Indonesia
yang relatif tinggi diperkirakan karena keterlambatan diagnosis. Sekitar 76,6
persen kasus kanker serviks yang terdeteksi sudah memasuki stadium lanjut (IIIB
ke atas). [5]
Ada beberapa pilihan untuk mengobati kanker serviks, dilihat dari stadium
kanker yang terdiagnosis. Untuk stadium stadium awal, umumnya dilakukan
operasi, radioterapi menggunakan radioterapi eksternal, dan brachyterapy.
Sedangkan untuk stadium-stadium lanjut dianjurkan untuk melakukan kemoterapi,
disertai dengan radioterapi untuk meringankan gejala kanker.
Radioterapi dapat dipisah menjadi dua : radioterapi eksternal dan radioterapi
internal. Radioterapi eksternal, seperti pada alat linear accelerator (LINAC),
memberikan sejumlah dosis radiasi dari luar tubuh pasien untuk membunuh
jaringan kanker. Radioterapi Internal ,seperti pada brachyterapy, menggunakan
material radioaktif seperti 60Co atau 192Ir untuk memberi sejumlah dosis ke tumor
dengan mendekatkan sumber tersebut pada jaringan kanker. Radioterapi eksternal
dan internal telah banyak digunakan untuk membunuh sel-sel kanker namun salah
satu kendala utama dari terapi ini adalah selektivitas pemberian dosis. Jaringanjaringan sehat di sekitar harus menerima sejumlah dosis dari terapi. Untuk
mengatasi hal ini, perlu dilakukan fraksinasi dosis, yaitu dengan memberi dosis
sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang cukup lama (sekitar 4-5 minggu
untuk kanker serviks). Selain itu. beberapa teknologi penembakan sinar
radioterapi eksternal telah dikembangkan untuk mengurangi dosis pada jaringan
sehat seperti Stereotactic Radiotherapy,
Intensity-Modulated Radiotherapy
3
(IMRT), Image-Guided Radiotherapy (IGRT) namun fraksinasi masih tetap harus
dilakukan. [6, 7]
Boron Neutron Capture Therapy (BNCT) merupakan salah satu jenis terapi
tumor yang dikembangkan untuk memberikan sejumlah dosis ke tumor dengan
selektivitas yang tinggi.
BNCT dilakukan dengan membawa sejumlah
konsentrasi senyawa boron-10 ke dalam tumor, dibantu dengan senyawa carrier.
Senyawa carrier ini akan mendistribusi konsentrasi boron-10 agar tinggi pada
jaringan tumor dan rendah pada jaringan sehat. Pasien kemudian disinari radiasi
neutron untuk mereaksi senyawa boron-10 dan memberi dosis terapi yang tinggi
untuk tumor dan dosis yang relatif rendah ke jaringan sehat [8]. BNCT mula-mula
dikembangkan untuk tumor glioblastoma pada otak namun beberapa jenis kanker
lain mulai diteliti. Jenis-jenis kanker ini meliputi melanoma, kanker payudara,
kanker paru-paru, dan kanker hati. Karena sifat penetrasi sinar neutron, umumnya
BNCT dilakukan untuk kanker yang terletak dekat dengan permukaan (kurang
dari 3 cm). Namun beberapa penelitian juga memperkirakan bahwa BNCT
memiliki potensi untuk tumor yang terletak lebih dalam seperti pada kanker
kolorektal dan hati [9, 10].
Hal ini memberi peluang untuk meneliti pengobatan BNCT untuk kanker
serviks. BNCT diharapkan untuk memberi alternatif radioterapi yang lebih
selektif dalam pemberian dosis kanker serviks serta memperpendek waktu
pengobatan pasien.
Perumusan Masalah
Program utama yang akan digunakan untuk menghitung dosis yang akan
diterima oleh kanker ini adalah Monte Carlo N-Particle (MCNP). Beberapa hal
yang perlu dibahas sebelum melakukan pembuatan kode MCNP adalah jenis,
posisi dan ukuran kanker, sumber neutron yang akan digunakan, bentuk phantom,
reaksi-reaksi yang terjadi dalam terapi BNCT serta kontribusinya terhadap
distribusi dosis yang diberikan ke kanker dan jaringan-jaringan di sekitarnya.
Tinjauan pustaka kemudian dilakukan untuk mencari spesifikasi sumber neutron
4
serta dosis yang cukup untuk mengatasi kanker serviks. Penelitian akan
dilanjutkan dengan penulisan kode MCNP untuk pemodelan sumber neutron,
phantom, serta kanker untuk mensimulasi keadaan pada terapi BNCT.
Batasan Masalah
Penelitian ini memiliki batasan masalah:
1. Jenis tumor yang dipilih adalah Squamous cell cervical cancer
2. Letak tumor di leher rahim dengan kedalaman 7 cm.
3. Tumor yang disimulasikan berbentuk bola dengan diameter sebesar 3
cm dan berada dalam stage IIA (T2a1, N0, M0)
4. Agen pembawa
10
B yang digunakan adalah BPA dengan ratio
konsentrasi boron di kanker dan jaringan sehat adalah 4:1
5. Sumber neutron yang digunakan adalah siklotron 30 MeV
6. Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi boron-10 dengan
konsentrasi sebesar 20, 40, 60, 80, 100 µg/g
7. Penelitian dilakukan dengan simulasi menggunakan perangkat lunak
MCNPX
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui kedalaman fluks neutron optimal
2. Mengetahui distribusi dosis pada jaringan tubuh
3. Menentukan waktu yang diperlukan untuk memberi dosis yang cukup
ke jaringan kanker
4. Menentukan konsentrasi boron yang memberikan kerusakan minimum
pada jaringan sehat
5
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Mengembangkan pemanfaatan teknologi BNCT untuk terapi kanker di
Indonesia
2. Menjadi referensi mengenai dosimetri untuk jenis-jenis kanker yang
belum pernah diteliti untuk BNCT
3. Menjadi referensi untuk penelitian lanjut mengenai BNCT
Download