BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi.
Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi
apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama
sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan
termaksud (dalam Soerjono Soekanto, 1982). Menurut Ibid (dalam Soerjono
Soekanto, 1982) interaksi yang dilakukan tidak mungkin terjadi tanpa adanya (1)
kontak social, (2) adanya komunikasi. Kontak tidak semata-mata tergantung dari
tindakan, tetapi juga dari tanggapan terhadap tindakan tersebut. Bentuk-bentuk
interaksi sosial dapat terwujud ke dalam suatu hubungan kerja sama, pertemanan,
persahabatan dan pernikahan.
Pernikahan adalah suatu hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan
yang diakui secara sosial, menyediakan hubungan seksual dan pengasuhan anak
yang sah, dan didalamnya terjadi pembagian hubungan kerja yang jelas bagi
masing-masing pihak baik suami maupun istri. (Duvall dan Miller , 1985).
Pernikahan memberikan keintiman, komitmen, persahabat, afeksi, pemuas
seksual, persahabatan, dan kesempatan untuk pertumbuhan emosional, juga
sebagai sumber identitas dan harga diri (Gradiner & Kosmitzky, 2005;Myers,
1
2
2000 dalam Papalia Olds Feldman, 2009). Idealnya keluarga memiliki anggota
yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keluarga adalah satu unit orang-orang,
yang selalu berhubungan, biasanya hidup bersama dalam bagian hidup mereka,
bekerja bersama untuk memuaskan kebutuhan mereka dan saling berhubungan
untuk memuaskan keinginannya (Duvall dan Miller, 1985). Menurut Friedman
(1998) tipe keluarga dapat terbagi menjadi ; (a) keluarga inti atau nuclear family
(b) keluarga besar atau extended family (c) keluarga single parent (d) keluarga
dyad (e) keluarga berantai atau serial family (f) keluarga usila. Keluarga single
parent adalah keluarga dengan satu orang atau orangtua tunggal baik itu ayah
maupun ibu. Menurut Hamner dan Turner (dalam Duvall, dkk, 1985), bahwa
suatu keluarga dianggap sebagai keluarga orangtua tunggal bila hanya ada satu
orangtua yang tinggal bersama anak-anaknya dalam satu rumah
Keluarga dengan orangtua tunggal dapat disebabkan oleh perceraian,
pasangan yang terpisah jarak karena satu dan lain hal dan kematian pasangan.
Wanita yang ditinggalkan oleh pasangan karena kematian disebut orangtua
tunggal wanita atau single mother. Kematian pasangan memberikan dampak
tersendiri pada individu yang mengalaminya terlebih pada wanita. Adanya rasa
terguncang dan tidak percaya, terobsesi dengan kenangan orang yang sudah
meninggal, serta pemecahan adalah suatu tahapan yang dibuat oleh Kubler-Ross
(dalam Papalia Olds Feldman, 2009). Disamping itu, selain faktor kedukaan yang
dialami oleh orangtua tunggal wanita,
peran ayah dalam keluarga yang
sebelumnya disandang oleh seorang laki-laki saat ini harus diperankan oleh
seorang wanita.
3
Jika dahulu orang tua lengkap, maka seiring dengan perjalanan waktu hal
tersebut dapat berubah, yakni dapat menjadi tidak lengkap yang disebabkan
karena adanya perpisahan, yaitu kematian, perceraian, sakit, perang atau bencana
alam, sehingga orang tua harus menjalankan peran sebagai orang tua tunggal, di
mana hanya terdapat satu orang tua saja dalam menjalankan peran sebagai kepala
keluarga dan orang tua tunggal,untuk itu ia harus dapat menjalankan peran dan
tanggung jawab secara total baik sebagai ibu sekaligus sebagai ayah.
Hal ini dikarenakan, di satu sisi ia harus memenuhi kebutuhan psikologis
anak-anaknya (pemberian kasih sayang, perhatian, rasa aman) dan disisi lain ia
pun harus memenuhi semua kebutuhan fisik anak-anaknya (kebutuhan sandang,
pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lain yang berkaitan dengan
materi). Artinya, wanita yang berstatus sebagai orangtua tunggal harus mampu
mengkombinasikan antara pekerjaan domestik dan publik demi tercapainya tujuan
keluarga yang utama, yakni membentuk anak yang berkualitas.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga mengakibatkan seseorang
menjadi orang tua tunggal yang berarti akan membawa seseorang untuk
beradapatasi dengan kondisi yang baru yakni penambahan peran dan serangkaian
tugas-tugas ganda yang harus dilakukan. Adaptasi atau penyesuaian dibutuhkan
oleh wanita sebagai orang tua tunggal yang memiliki peran ganda, yakni selain
memilki tugas dalam mengasuh anak sebagai seorang ibu, peran ayah dalam
keluarga harus dilakukan oleh seorang single mother atau orang tua tunggal
wanita. Peran sebagai pengurus rumah tangga dan anak-anak harus diiringi oleh
penggerak ekonomi keluarga yang biasanya diperankan oleh seorang ayah.
4
Kondisi seperti ini memerlukan suatu proses adaptasi atau penyesuaian diri oleh
seseorang dengan kondisi barunya. Masa transisi ini disebut juga dengan masa
penyesuaian, yang merupakan suatu proses memodifikasi,mengadaptasi dan
mengubah individu dan pola perilaku pasangan serta adanya interaksi untuk
mencapai kepuasan yang maksimum dalam pernikahan (DeGenova, 2008).
Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri
sendiri dan pada lingkungannya. Penyesuaian atau biasa yang disebut adjustment
dalam istilah psikologi merupakan suatu hubungan yang harmonis dengan
lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 2000). Proses penyesuaian diri ini bukan
hanya dilakukan oleh para wanita dewasa akhir yang memang lebih banyak
menjadi orangtua tunggal seperti penelitian yang dilakukan oleh Boerner,
Wortman, dan Bonanno, 2005 (dalam Papalia Olds Feldman, 2009) bahwa di AS,
setiap tahunnya lebih dari 900.000 orang menjadi janda/duda, hampir 3 dari 4
adalah yang berusia diatas 65 tahun dan kebanyakan dari mereka adalah wanita.
Wanita AS yang berusia 65 tahun 3 kali lebih mungkin berstatus sebagai janda
dibandingkan dengan pria yang berusia sama, yaitu 44 persen berbanding 14
persen. Bahkan dikebanyakan negara, lebih dari setengah wanita lansia adalah
janda menurut Kinsella dan Velkoff, 2001 (dalam Paplia Olds Feldman, 2009).
Namun status janda atau orangtua tunggal wanita juga banyak disandang
oleh individu dewasa madya bahkan dewasa awal. Individu dewasa madya dengan
segala kematangannya harus mampu melewati proses penyesuaian diri dengan
kondisi baru yang disandangnya. Salah satu faktor penting dalam penyesuaian diri
adalah pelepasan emosional dari mantan pasangan atau belum menemukan
5
pasangan baru mengalami distress lebih besar (Papalia Olds Feldman, 2009).Hal
ini tidak bisa terjadi juga pada individu dewasa madya.
Selain penyesuaian diri yang dibutuhkan dalam menghadapi perubahan
yang terjadi, dibutuhkan pula upaya kognitif dan perilaku yang berubah secara
konstan untuk mengelola tuntutan eksternal dan atau internal yang dinilai berat
dan melebihi sumber daya (kekuatan) seseorang, ini yang disebut coping oleh
Lazarus & Folkman (1984). Strategi koping ini diperlukan ketika seseorang
merasakan hubungan antara internal dengan lingkungan sebagai suatu yang
mengancam dan dinilai melebihi batas kemampuannya Lazarus & Folkman
(1984).
Perubahan yang terjadi pada suatu kondisi baru dapat membuat stres dan
reaksi beberapa orang terhadap stres adalah dengan jatuh sakit (Paplia Olds
Feldman, 2009). Salah satu faktor yang dapat menimbulkan stres berdasarkan
tabel dari Holmes & Rahe, 1976 (Paplia Olds Feldman, 2009) adalah faktor
kematian pasangan yang memperoleh nilai 100 lalu diikuti faktor perceraian
dengan nilai 73 dan faktor perpisahan pernikahan dengan nilai 65.
Koping memiliki fungsi utama yakni dapat mengubah permasalahan yang
dapat menyebabkan stres dan dapat mengatur respon emosional individu terhadap
permasalahan Lazarus & Folkman, 1984 (dalam Sarafino, 2012). Permasalahan
yang dapat menimbulkan stres membutuhkan sebuah penyesuaian yang tidak
hanya dilakukan oleh individu dewasa awal dan akhir saja, namun juga oleh
individu dewasa madya.
6
Masa dewasa tengah atau dewasa madya pada individu adalah masa dimana
telah dilewatinya seperempat abad perkembangan, dimana masa ini juga
merangkul keanekaragaman jalur hidup yang lebih besar dibandingkan
sebelumnya menurut Brown, Bulanda dan Lee, 2005 (dalam Papalia Olds
Feldman, 2009).
Masa dewasa merupakan waktu yang paling lama dialami setiap manusia
dalam rentang kehidupan ( Hurlock, 1999). Dewasa madya merupakan individu
yang memiliki banyak pengalaman yang bervariasi berdasarkan kesehatan,
gender, ras/suku bangsa/status ekonomi dan budaya. Selain itu, variasi terjadi juga
berdasarkan kepribadian, status perkaawinan dan orang tua serta pekerjaan
Lachman,2004 (dalam Papalia Olds Feldman, 2009).
Bagi banyak orang masa dewasa madya dipenuhi tanggung jawab berat serta
peran banyak dan sulit; menjalankan rumah tangga, department atau bisnis; anak
yang sudah siap meninggalkan rumah dan mungkin merawat orang tua yang sudah
lanjut usia atau memulai karir baru Lachman, 2001, 2004 (dalam Papalia Olds
Feldman, 2009). Banyak yang mengalami perasaan bebas dan kemandirian yang
meningkat (Lachman,2001 dalam Papalia Olds Feldman, 2009). Banyak yang
mengalami perasaan berhasil dan memiliki kendali di dalam pekerjaan dan
hubungan social yang memuncak, bersamaan dengan kesadaran yang lebih
realistis akan keterbatasan mereka dan kekuatan luar yang tidak bisa mereka
kendalikan Clark-Plaskie & Lachman,1999;Lachman,2004 (dalam Papalia Olds
Feldman,2009).
7
Individu dewasa madya mungkin bahagia dengan pernikahannya, kohabitasi
atau justru perceraian. Individu dewasa madya dapat memiliki jaringan
pertemanan, kerabat dan rekan sejawat yang besar, yang lain bisa saja tidak
mengenal kerabatnya yang masih hidup dan hanya memiliki sedikit teman akrab.
Namun demikian bagi kebanyakan orang usia paruh baya, hubungan dengan orang
lain sangatlah penting entah itu sebagai sahabat atau teman dekat maupun
hubungan dengan tingkat yang lebih tinggi (Papalia Olds Feldman, 2009). Sumber
lain seperti Carstensen, Gross dan Fung, 1997 (dalam Papalia Olds Feldman,
2009) menyebutkan bahwa dewasa tengah, kebutuhan emosional makin penting.
Dari masa dewasa madya, kebutuhan emosional makin penting (Sumber:
Diadaptasi dari Caarstensen, Gross dan Fung,1997). Interaksi sosial memiliki 3
tujuan utama : (1) sebagai sumber informasi; (2) membantu orang-orang
mengembangkan dan mempertahankan kesadaran diri; dan (3) sumber kenikmatan
dan kenyaman atau kesejahteraan emosional. Kebutuhan emosional yang dinilai
semakin penting ini untuk kesejahteraan emosional ini justru akan jauh lebih sulit
diperoleh ketika individu dewasa madya kehilangan pasangan hidupnya karena
kematian. Pada saat inilah proses penyesuaian dibutuhkan terhadap individu
dewasa madya.
Kebutuhan akan kenyamanan dan hubungan yang dekat secara emosional
pada wanita dewasa tengah yang telah ditinggal oleh pasangannya dengan
memiliki bentuk komunikasi yang baik dengan anak-anaknya, menjalin
persahabatan dengan sesama wanita dewasa tengah yang lebih besar dibandingkan
pria menurut Antonucci & Akiyama, 1997 (dalam Papalia Olds Feldman, 2008)
8
Selain kebutuhan akan kenyaman secara emosional, keamanan pada sisi
keuangan atau finansial lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak
menikah kembali jelas Wilmoth & Koso, 2002 (dalam Papalia Olds Feldman)..
Setiap individu yang memulai suatu kondisi baru tentunya melewati masa transisi
diri dari kondisi sebelumnya dengan kondisi yang akan dihadapinya. Masa transisi
ini disebut juga dengan masa penyesuaian, yang merupakan suatu proses
memodifikasi,mengadaptasi dan mengubah individu dan pola perilaku pasangan
serta adanya interaksi untuk mencapai kepuasan yang maksimum dalam
pernikahan (DeGenova, 2008).
Dengan berbagai perubahan yang dialami dewasa madya saat menghadapi
kondisi barunya sebagai orangtua tunggal wanita atau single mother maka
dibutuhkan suatu poses adaptasi atau penyesuaian yang dalam istilah psikologi
disebut adjustment. Dimana proses penyesuaian tersebut akan mempengaruhi
kondisi psikologis dan strategi koping para orangtua tunggal wanita. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana proses penyesuaian dan strategi
koping dari para orang tua tunggal wanita dalam menghadapi permasalahan,
ketegangan-ketegangan, kebutuhan-kebutuhan pada masa transisinya dengan
kondisi baru menjadi seorang single parent. Bagaimana strategi dan faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap koping serta dimensi penyesuaian diri ini memberikan
dampak bagi
orang tua tunggal wanita dengan kematangan dan tugas
perkembangannya. Maka penelitian ini berfokus pada orang tua tunggal wanita
dewasa madya.
9
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana peneliti
secara langsung bertindak sebagai pencari data, pengolah data dan pengintepretasi
data hingga menjadi suatu bentuk kesimpulan. Dengan menggunakan metode
kualitatif dengan teknik pengumpul data wawancara dan observasi serta
dokumentasi diharapkan gambaran koping dan penyeusuaian diri dapat lebih jelas
diperoleh dari orangtua tunggal wanita dewasa madya.
1.1. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai
Bagaimana Gambaran Koping Dan Penyesuaian Diri Orang Tua Tunggal
Wanita Dewasa Madya.. Rumusan masalah yang telah dikemukakan akan
diturunkan menjadi pertanyaan-pertanyaan spesifik seperti dibawah ini :
1. Bagaimana gambaran koping dan bentuk penyesuaian diri orangtua
tunggal wanita dewasa madya?
2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi strategi koping dan
penyesuaian diri orang tua tunggal wanita dewasa madya?
1.2. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan terciptanya penelitian ini selain sebagai salah satu persyaratan dalam
kelulusan bidang studi Psikologi adalah sebagai berikut :
10
1. Untuk mengetahui gambaran strategi koping dan penyesuaian diri orang
tua tunggal wanita dewasa madya.
2. Untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi strategi
koping penyesuaian diri orangtua tunggal wanita dewasa madya.
1.3. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian
ini, diharapakan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Manfaat yang dimaksud adalah manfaat dari segi praktis dan teoritis.
Secara teoritis, diharapkan proposal ini dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Memberikan informasi dari sudut pandang psikologis mengenai
strategi koping dan penyesuaian diri dari sudut pandang orang tua
tunggal wanita dewasa madya.
2. Memperkaya khasanah penelitian psikologi tentang orang tua tunggal
wanita atau single mother dewasa madya
3. Menjadi referensi bagi peneliti dengan bidang kajian yang serupa
4. Memberi konstribusi terhadap pengembangan studi strategi koping dan
penyesuaian diri orangtua tunggal wanita dewasa madya.
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat :
11
1. Menjadi bahan masukan dan referensi bagi pemerintah di wilayah
tertentu untuk dapat membuat atau membangun program – program
pemberdayaan wanita dengan status single parent yang bermanfaat
dengan sasaran orangtua tunggal wanita dewasa madya bahkan sampai
masa dewasa akhir.
2. Untuk orang tua tunggal wanita, pengetahuan ini bertujuan untuk
memberi informasi dan ilmu dalam menyikapi proses penyesuaian diri
dan strategi koping yang terjadi pada orangtua tunggal wanita dewasa
madya.
Download