3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum (Sudiatso, 1982) yang memiliki karakteristik batang yang tebal, kandungan sukrosa yang tinggi, kadar serat yang rendah dan berdaun lebar yang baik untuk fotosintesis, oleh sebab itu spesies ini yang paling banyak diusahakan untuk perkebunan (Purseglove, 1971). Saccharum officinarum, Saccharum spontaneum L., dan Saccharum robusta merupakan tiga spesies tebu yang terkenal. Menurut Fauconnier (1993) Saccharum sinense dan Saccharum barberi merupakan dua sub spesies dari tebu. Tebu merupakan tanaman yang efisien dalam memanen energi matahari, karena itu tebu termasuk dalam golongan tanaman C4. Produktivitas tebu pada dasarnya merupakan suatu sistem yang mengeksploitasi energi matahari melalui proses fotosintesis (Naik, 2001). Untuk dapat tumbuh dengan baik tanaman tebu membutuhkan suhu yang tinggi dan sinar matahari yang melimpah (Purseglove, 1971). Menurut Sudiatso (1982), tebu dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dan subtropis di daerah khatulistiwa. Tebu dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah mulai dari tanah yang mengandung liat (klei) sampai berpasir. Di Jawa tebu banyak ditanam pada tanah alluvial dan grumusol, tetapi jenis tanah yang paling baik menurut Sudiatso (1982) adalah tanah lempung berliat (lom berklei) dengan solum yang dalam. Selain itu aerasi yang baik, solum dalam, gembur, dan pH 5,5-8,0 dapat menunjang pertumbuhan tebu dengan baik (Fauconnier, 1993). Menurut Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim (2005) fase-fase pada tanaman tebu sebelum menghasilkan gula adalah fase perkecambahan, fase pertunasan (1-3 bulan), fase pemanjangan batang (3-9 bulan) dan fase pemasakan (10-12 bulan). Pada fase perkecambahan sangat ditentukan oleh faktor inheren (genetik) yang mencakup varietas, umur bibit, panjang stek, jumlah mata, cara meletakkan bibit, hama penyakit pada bibit dan status hara bibit. Pada fase pertunasan, tebu membutuhkan kondisi air, oksigen, unsur hara dan penyinaran matahari yang cukup. Pada fase pemanjangan batang, pertumbuhan tunas mulai 4 terhenti. Fase ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama sinar matahari, kelembaban tanah, aerasi, ketersediaan hara nitrogen dan faktor inheren (genetik) tebu. Fase pemasakan tebu secara visual ditandai dengan pertumbuhan tajuk berwarna kekuningan dan pada kondisi tertentu ditandai dengan keluarnya bunga. Pada fase pertumbuhan, tebu membutuhkan jumlah air yang cukup banyak tetapi pada fase pemasakan ini, curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan rendemen yang rendah (Sudiatso, 1982). 2.2. Tebu Transgenik Tebu transgenik merupakan salah satu contoh tanaman hasil rekayasa genetika. Tanaman hasil rekayasa genetika adalah tanaman yang dihasilkan melalui transformasi gen dari makhluk hidup lain dengan tujuan menghasilkan tanaman baru dengan sifat yang lebih unggul dari tanaman lainnya. Gen fitase yang telah disisipkan diharapkan mampu meningkatkan ketersediaan fosfor dalam tanaman dengan cara mengubah asam fitat (bentuk P-organik yang sulit digunakan oleh tanaman) dalam jaringan menjadi P tersedia bagi tanaman (Susiyanti et al., 2007). Tebu sudah memiliki enzim fitase alami walaupun dalam jumlah yang kecil (Nurhasanah, 2007). Penyisipan gen fitase akan dapat meningkatkan aktifitas enzim fitase tersebut. Gen fitase dapat menghasilkan enzim yang dapat mengubah senyawa fitat yaitu senyawa organik menjadi fosfat di dalam sel tanaman (Zul, 2006). Kadar P yang tinggi akan: (1) meningkatkan pembentukan bunga, buah dan biji, (2) mempengaruhi perkembangan sel, (3) mengimbangi pengaruh N, (4) ketahanan terhadap penyakit meningkat, (5) meningkatkan kualitas produksi tanaman, (6) membuat tanaman tidak mudah rebah dan mempengaruhi pertumbuhan akar halus. Lambers et al. (2006) juga mengatakan meningkatnya kadar P akan berpengaruh terhadap perkembangan akar dan meningkatnya interaksi akar dengan fungi mikoriza. 2.3. Fosfor Menurut Havlin et al. (1999), fosfor di dalam tanah dibedakan menjadi P- organik dan P-anorganik. P-organik terdapat sekitar 50% dari total larutan tanah 5 dan bervariasi antara 18-35% pada jenis tanah yang lainnya. P-anorganik biasanya tidak tersedia dalam tanah begitu juga unsur P pada umumnya. Di dalam tanah, terjadi pengikatan ion fosfat oleh Al, Fe, dan Ca pada tanah masam sehingga pemupukan menjadi tidak efisien (Sanchez, 1992). Fosfor pada umumnya diambil oleh tanaman dalam bentuk H2PO4-. Elemen ini diperlukan sekali untuk pembentukan fospolipid dan nukleoprotein. Ada pengaruh timbal balik antara pengambilan fosfor dengan nitrogen. Jika fosfat yang tersedia dalam tanah tidak cukup banyak maka nitrogen akan berkurang. Selain itu air merupakan hal penting dalam penyerapan fosfor dalam tanah. Ini menunjukkan bahwa ketergantungan tanaman pada air untuk dapat melakukan difusi fosfor pada permukaan partikel tanah ke dalam dan melalui lapisan tipis air ke akar tanaman (Dwijoseputro, 1980). Menurut Nyakpa et al. (1988) pergerakan ion fosfat umumnya terjadi melaui proses difusi, tetapi jika kandungan larutan P tanah lebih tinggi maka pergerakan ion fosfat akan terjadi melalui proses aliran massa. Kekurangan fosfor pada tanaman tebu dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur hara yang lainnya. Dalam pemupukan tanaman, biasanya pemupukan P ditentukan dari sifat pupuk, sifat tanah dan reaksi antara P pupuk dengan tanah. Semuanya akan menentukan P yang dapat diambil oleh tanaman. Peranan P dalam tanah terhadap tanaman adalah untuk pertumbuhan sel, pembentukan sel akar, membuat agar tanaman tidak mudah rebah, memperbaiki kualitas tanaman, membantu pembentukan bunga, buah dan biji. Dalam pemupukan P, ada beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi pemupukan. Menurut Leiwakabessy et al. (2004), faktor-faktor tersebut adalah: (1) pH tanah dan struktur tanah, (2) bentuk senyawa P, (3) waktu dan cara pemupukan, (4) dosis P, (5) kehilangan P melalui pencucian dan (6) pemberian P melalui daun. Pemberian P melalui daun peranannya sangat kecil terhadap efisiensi pemupukan yang diperoleh. Faktor-faktor inilah yang harus diperhatikan agar terciptanya efisiensi pemupukan. 2.4. Nitrogen Amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) yang terdapat dalam larutan tanah adalah bentuk nitrogen yang dapat diserap oleh tanaman. Nitrogen bersifat mobil 6 sehingga mudah tercuci dan menguap (Soepardi, 1983). Nitrogen bersama tiga unsur yang lain (C, H, dan O) membentuk molekul kompleks yang disebut dengan protein (C, H, O, dan N) dalam jaringan tanaman (Ma’shun et al., 2003). Nitrogen (berdasarkan volume) di atmosfer terdapat sebanyak 79% dan tidak bereaksi dengan unsur-unsur lainnya untuk menghasilkan suatu bentuk nitrogen yang dapat digunakan oleh sebagian besar tanaman. Peningkatan penyediaan nitrogen di dalam tanah untuk tanaman melalui proses penambatan N 2 secara biologis atau penambahan pupuk nitrogen. Penyediaan nitrogen berhubungan dengan penggunaan karbohidrat. Apabila persediaan N sedikit maka hanya sebagian kecil hasil fotosintesis ini yang akan diubah menjadi protein kemudian sisanya diendapkan. Ada beberapa jenis fiksasi yang terjadi sehingga gas N2 diubah menjadi bentuk yang dapat dipakai oleh tanaman. Diantaranya adalah yang pertama dengan fiksasi secara biologi yaitu dengan cara bakteri simbiotik mengikat N pada daerah perakaran, yang kedua adalah dengan loncatan listrik yang terjadi di udara. Dan yang ketiga adalah dengan cara fiksasi oleh salah satu industri pupuk (pemupukan). Kekurangan nitrogen mengakibatkan daun tebu menjadi tampak kuning, daun menjadi gugur, dan terganggu dalam proses pembentukan klorofil. Jenis tanaman lainnya juga mengambil nitrogen dalam bentuk NO3- atau NH4+ dari tanah. Unsur ini penting dan dapat disediakan oleh manusia melalui pemupukan. Pemberian pupuk N yang banyak dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif berlangsung cepat dan warna daun menjadi hijau tua. Kelebihan N dapat menyebabkan umur tanaman menjadi lebih panjang dan menyebabkan keterlambatan proses kematangan. Pada pemupukan N ada beberapa faktor yang harus diperhatikan agar efisiensi pemupukan meningkat, yaitu, membuat pupuk lambat tersedia dan memberikan senyawa penghambat nitrifikasi atau penghambat urease (Leiwakabessy et al., 2004). 2.5. Klorofil Fotosintesis merupakan kegiatan penting dalam sebuah siklus hidup semua tanaman termasuk tebu. Fotosintesis terjadi akibat adanya bantuan dari klorofil yang mampu mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Klorofil terlihat sebagai butir-butir hijau dalam kloroplas. Pada umumnya kloroplas berbentuk 7 oval dan bahan-bahan dasarnya disebut stroma, sedangkan butir-butir yang terdapat di dalamnya disebut grana. Menurut Dwijoseputro (1980) pada tanaman tingkat tinggi terdapat dua macam klorofil yaitu klorofil-a (C55H72O5N4Mg) yang berwarna hijau tua dan klorofil-b (C55H72O6N4Mg) yang berwarna hijau muda. Rumus bangunnya berupa cincin yang terdiri atas empat pirol dengan Mg sebagai inti seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Rumus bangun ini hampir serupa dengan rumus bangun zat darah tetapi intinya bukan Mg melainkan Fe. Klorofil bersifat flouresence, artinya dapat menerima sinar dan mengembalikannya dalam gelombang yang berlainan. Gambar 1. Struktur Klorofil (Streitweiser and Heathcock, 1981) Klorofil tidak larut dalam air, melainkan larut dalam etanol, methanol, eter, aseton, bensol dan kloroform. Untuk memisahkan klorofil-a dan klorofil-b beserta pigmen-pigmen lain seperti karotin dan xantofil digunakan suatu teknik yang disebut kromatografi, dimana larutan klorofil dilewatkan pada suatu tabung berisi bubuk sukrosa atau bubuk magnesium yang halus (Dwijoseputro, 1980). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan klorofil. Pertama, pembentukan klorofil seperti pembentukan pigmen-pigmen lain pada hewan dan manusia disandi oleh gen tertentu didalam kromosom (faktor genetik). Kedua, terlalu banyak cahaya berpengaruh buruk pada klorofil karena larutan klorofil yang dihadapkan kepada sinar kuat akan tampak berkurang hijaunya. Larutan klorofil ini sama seperti daun yang terus menerus terkena sinar matahari, maka warnanya akan hijau kekuningan. Ketiga, jika tidak ada oksigen maka kecambah tidak akan dapat tumbuh. Keempat, karbohidrat dalam bentuk gula ternyata dapat 8 membantu pembentukan klorofil pada daun yang mengalami etiolasi. Kelima, nitrogen, magnesium, dan besi merupakan bahan utama pembentuk klorofil. Terakhir adalah Mn, Zn, Cu, air dan temperatur (Dwijoseputro, 1980). Pada tanaman tebu, pemupukan N dan P merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi kandungan klorofil. Hal ini disebabkan unsur N dan P diperlukan dalam pembentukan klorofil. Unsur N merupakan unsur utama pembentuk klorofil sedangkan unsur P mampu meningkatkan fotosintesis dan metabolisme tebu dengan cara mengikat mineral penting (Ca2+, Fe2+, Mg2+) dan protein yang juga komponen utama pembentukan klorofil (Widowati, 2008). Unsur P dalam proses fotosintesis juga berperan penting karena mampu mengubah karbohidrat menjadi energi, menyimpan dan mengedarkan ke seluruh bagian tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Dalam kaitannya klorofil dengan proses fotosintesis, fotosintesis itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya ketersediaan air (H2O), ketersediaan CO2, intensitas cahaya, ketersediaan hara, dan temperatur. Apabila stomata tertutup akibat kekeringan, maka konsentrasi CO2 akan meningkat sehingga laju fotosintesis meningkat. Kemampuan daun untuk berfotosintesis meningkat sampai daun berkembang penuh dan menurun seiring dengan penuaan daun (Salisbury & Ross, 1995).