BAB II

advertisement
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pencemaran Air di Lingkungan
Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input)
menjadi keluaran (output). Pengamatan terhadap sumber pencemar sektor industri
dapat dilaksanakan pada masukan, proses maupun pada keluarannya dengan
melihat spesifikasi dan jenis limbah yang diproduksi. Pencemaran yang
ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik dan
mengandung bahan beracun dan berbahaya (B-3). Bahan pencemar keluar
bersama-sama dengan bahan buangan (limbah) melalui media udara, air, dan
tanah yang merupakan komponen ekosistem alam. Bahan buangan yang keluar
dari pabrik dan masuk ke lingkungan dapat diidentifikasikan sebagai sumber
pencemaran, dan sebagai sumber pencemaran perlu diketahui jenis bahan
pencemar yang dikeluarkan, kuantitas dan jangkauan pemaparannya (Kristanto,
2012).
Sumber bahan beracun dan berbahaya dapat diklasifikasikan menjadi :
Industri kimia organik maupun anorganik, Penggunaan B-3 sebagai bahan baku
atau bahan penolong, proses kimia, fisika, dan biologi di dalam pabrik.
Lingkungan sebagai wadah penerima akan menyerap bahan limbah tersebut sesuai
dengan kemampuan asimilasinya, dimana wadah penerima (air, udara, tanah)
masing-masing mempunyai karakteristik berbeda, misalnya air pada suatu saat
dan tempat tertentu akan berbeda karakteristiknya dengan air pada tempat yang
9
sama tetapi pada saat yang berbeda. Perbedaan karakteristik air tersebut
merupakan akibat peristiwa alami dan juga faktor lain (Kristanto, 2012).
Limbah air bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air
dalam proses produksinya. Air dari pabrik membawa sejumlah padatan dan
partikel, baik yang larut maupun yang mengendap. Bahan ini ada yang kasar dan
ada yang halus. Kerap kali air buangan pabrik berwarna keruh dan bersuhu tinggi.
Air limbah yang telah tercemar mempunyai ciri yang dapat diidentifikasi secara
visual dari kekeruhan, warna, rasa, bau yang ditimbulkan dan indikasi lainnya.
Sedangkan identifikasi secara laboratorium ditandai dengan perubahan sifat kimia
air. Jenis industri yang menghasilkan limbah cair di antaranya adalah industri pulp
dan rayon, pengolahan crumb rubber, besi dan baja, kertas, minyak goreng,
tekstil, electroplating, polywood dan lain-lain (Kristanto, 2012).
2.2
Kualitas Limbah
Kualitas limbah menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah
kandungan bahan pencemarnya. Kandungan pencemar di dalam limbah terdiri
dari beberapa parameter. Semakin kecil jumlah parameter dan semakin kecil
konsentrasinya, menunjukkan semakin kecil peluang untuk terjadinya pencemaran
lingkungan. Beberapa kemungkinan yang akan terjadi akibat masuknya limbah ke
dalam lingkungan (Kristanto, 2012), yaitu :
a. Lingkungan tidak mendapat pengaruh berarti. Hal ini disebabkan karena
volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam limbah
sedikit dengan konsentrasi yang kecil.
b. Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran.
c. Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.
10
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah, antara lain volume
limbah, kandungan bahan pencemar, frekuensi pembuangan limbah (Kristanto,
2012).
2.3
Klasifikasi Limbah Industri
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat dibagi menjadi
(Kristanto, 2012). :
a.
Limbah cair
Limbah cair umumnya bersumber dari pabrik yang banyak menggunakan air
dalam proses produksinya. Air yang digunakan pada pabrik membawa sejumlah
padatan dan partikel yang larut maupun yang mengendap. Bahan ini ada yang
kasar dan ada yang halus. Kerap kali air limbah buangan pabrik berwarna keruh
dan bersuhu tinggi.
b.
Limbah gas dan partikel
Limbah gas dan partikel adalah limbah yang banyak dibuang ke udara. Gas atau
asap, partikulat, dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik ke udara akan dibawa
angin sehingga akan memperluas jangkauan paparannya.
c.
Limbah padat
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, dan
bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan
menjadi dua bagian, yaitu limbah padat yang dapat didaur ulang dan yang tidak
memiliki nilai ekonomis.
2.4
Logam
Logam pada umumnya merupakan unsur-unsur kimia yang dapat
membentuk padatan berkilau serta memiliki sifat konduktor panas dan listrik yang
11
baik. Namun, tidak semua logam sesuai dengan definisi ini. Sebab terdapat pula
logam yang memiliki bentuk selain padatan, yaitu merkuri. Berdasarkan fungsi
biologisnya, logam dibagi menjadi logam yang dibutuhkan oleh makhluk hidup
dengan fungsi biologis yang telah diketahui (logam esensial), logam beracun dan
metaloid serta logam yang tidak diperlukan oleh makhluk hidup dengan fungsi
biologis yang belum diketahui (logam non-essensial) (Roane et al., 2009).
Logam esensial sangat diperlukan oleh makhluk hidup untuk proses
katalisis enzim, transportasi molekul, struktur protein serta mengontrol tekanan
osmotik dalam tubuh. Logam esensial diangkut ke dalam sel melalui sistem
transportasi membran. Yang termasuk ke dalam logam esesnsial, antara lain Ca,
Co, Cu, Fe, K, Mg, Mn, Mo, Na, Ni, Se, V, W dan Zn. Meskipun logam ini sangat
diperlukan untuk pertumbuhan dan metabolisme makhluk hidup, tetapi juga harus
dijadikan poin penting untuk diperhatikan sebab pada konsentrasi tinggi logam ini
dapat menjadi racun, misalnya, Cu dan Se (Roane et al., 2009).
Logam beracun dan metaloid diantaranya, yaitu Ag, Al, Au, Ge, Hg, Pb,
Sb, Sn, Cd dan Tl telah dianggap tidak memiliki fungsi biologis, tetapi data baru
menunjukkan beberapa logam tersebut memiliki penggunaan fisiologis. Sebagai
contoh kadmium diperlukan oleh fitoplankton laut untuk mempertahankan
aktivitas enzim (Roane et al., 2009). Logam ini memiliki kemampuan untuk
terakumulasi di dalam rantai makanan sehingga makhluk hidup yang terkena
paparan akan mengakumulasinya dalam jaringan tubuh. Akibatnya mereka akan
bertindak sebagai racun sistemik yang secara langsung mempengaruhi perilaku,
merusak fungsi mental dan neurologis (Obiria et al, 2010). Logam non-esensial
merupakan logam yang tidak diperlukan tubuh makhluk hidup serta tidak
12
memiliki sifat beracun. Logam ini biasa ditemukan terakumulasi dalam sel
sebagai hasil dari penyerapan spesifik dan transportasi. Yang termasuk ke dalam
golongan logam non-esensial diantaranya Rb, Cs, Sr, dan Ti (Roane et al., 2009).
2.4.1
Logam Berat
Logam berat merupakan unsur kimia yang berpotensi menimbulkan
masalah pencemaran pada lingkungan. Logam berat biasanya didefinisikan
berdasarkan sifat-sifat fisiknya dalam keadaan padat dengan karakteristik sebagai
berikut : memiliki berat atom dan kepadatan melebihi 5 g/cm3, mempunyai nomor
atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan aktinida (Manahan, 1992).
Beberapa logam berat berfungsi sebagai mikronutrien pada konsentrasi
rendah, seperti tembaga (Cu), seng (Zn) dan besi (Fe), tetapi akan beracun ketika
konsentrasi tinggi. Sementara untuk logam timbal (Pb), kadmium (Cd), merkuri
(Hg), arsen (As), Aluminium (Al) dan Nikel (Ni) akan beracun pada konsentrasi
yang sangat rendah (Schwartz et al., 2010).
2.4.2
Timbal (Pb)
Timbal merupakan unsur paling umum diantara unsur-unsur logam berat
lainnya. Merupakan logam lunak yang tahan terhadap korosi dan memiliki titik
leleh yang rendah sebesar 327°C (Wang et al., 2009). Timbal yang terletak pada
golongan IV A dalam sistem periodik, mempunyai massa atom relatif 207,19
gram/mol dan nomor atom 82 dengan konfigurasi elektron [ 54 Xe] 4f14 5d10 6s2
6p2. Pada umumnya membentuk senyawa-senyawa dengan tingkat oksidasi +2
(lebih stabil) dan +4 (Sugiarto dan Suyantri, 2010).
Pb merupakan elemen alami yang pada dasarnya dapat ditemukan di
lingkungan dalam dua bentuk senyawa kimia yang berbeda, antara lain sebagai
13
senyawa anorganik dan sebagai organologam. Pb dalam bentuk senyawa
anorganik cenderung dalam bentuk kation Pb2+. Senyawa anorganik ini akan
langsung masuk ke dalam aliran darah untuk didistribusikan lebih lanjut ke
seluruh tubuh. Beberapa contoh logam Pb dalam bentuk senyawa anorganik,
antara lain oksida, nitrat, halida dan sulfida. Pb sebagai organologam biasa disebut
dengan senyawa alkil-timbal. Pada bentuk ini ligan organik (metil, etil, dll) terikat
pada atom Pb membentuk oraganologam (tetra etil timbal, tetra metal timbal, dll).
Senyawa ini memiliki sifat lipofilik sehingga mampu menembus kulit dan saluran
pernapasan (Palacios and Capdevila, 2013).
Sekitar 60% dari produksi di seluruh dunia, timbal digunakan untuk
pembuatan baterai (terutama baterai mobil), sedangkan sisanya digunakan dalam
produksi pigmen, glasir, solder, plastik, selubung kabel, amunisi dan aditif bensin.
Industri seperti ini terus menimbulkan resiko signifikan untuk masyarakat sekitar.
Namun, industri baterai penyimpanan listrik mungkin memiliki dampak yang
relatif rendah terhadap lingkungan karena sekitar 80% dari semua baterai didaur
ulang (Sarkar, 2002). Selama 50 tahun terakhir, penggunaan timbal senyawa
organik sebagai anti-knocking telah menjadi sumber gangguan utama di seluruh
dunia yang mengarah ke lingkungan (McCally, 2002).
Pb merupakan racun spesifik yang menghambat kegiatan enzimatik. Efek
khas dari keracunan Pb adalah efek pada hematologi, sistem saraf pusat dan
fungsi reproduksi. Anak-anak memiliki risiko yang lebih tinggi untuk keracunan
Pb daripada orang dewasa. Anak-anak dapat menyerap proporsi yang lebih tinggi
dari Pb yang tertelan, mendistribusikannya lebih dalam jaringan lunak. Sedangkan
pada orang dewasa terdapat penghalang yang dapat menetrasi timbal ke dalam
14
sistem saraf pusat dan telah mengembangkan sistem tubuh (darah, tulang,
kekebalan tubuh, ginjal, otak dan sistem saraf) (Woolf et al., 2007).
Logam Pb dapat masuk ke dalam perairan secara alamiah melalui
pengkristalan di udara dengan bantuan air hujan dan proses korosifikasi mineral
dari batuan akibat hempasan gelombang dan air (Panjaitan, 2010). Sedangkan cara
Pb dapat masuk ke dalam tubuh tergantung pada sifat kimia dan fisikanya. Pb
anorganik dapat masuk ke dalam tubuh terutama melalui cara terhirup dan tertelan
serta tidak mengalami transformasi biologis. Sedangkan Pb organik seperti
tetraetil Pb (yang digunakan sebagai anti-knocking) masuk ke dalam tubuh
terutama melalui kontak kulit dan inhalasi kemudian akan dimetabolisme di dalam
hati. Setelah masuk ke dalam darah, Pb didistribusikan terutama antara tiga
kompartemen, yaitu darah, jaringan lunak (seperti ginjal, sumsum tulang, hati, dan
otak) dan jaringan mineralisasi (tulang dan gigi). Pb terakumulasi dalam tubuh
selama seumur hidup, sehingga keracunan Pb dapat disebabkan oleh dosis kecil
dari waktu ke waktu. Gejala khas keracunan Pb secara umum, yaitu kelelahan,
tremor, sakit kepala, muntah, dan kejang. Pb juga mengganggu sintesis
hemoglobin dan sangat merusak fungsi ginjal (Bradl, 2005).
2.4.3
Kromium (Cr)
Kromium merupakan logam transisi yang mempunyai konfigurasi
elektron [Ar] 4s13d5 (Manahan, 1992), kromium memiliki nomor atom 24 dan
massa atom relatif 51,996 gram/mol, titik didih 2665oC, titik leleh 1875oC, dan
jari-jari atom 128 pm. Logam Cr berwarna abu-abu dan keras dengan berat jenis
7,19 g/mL serta panas laten penguapannya 1474 kal/kg (Vogel,1985). Logam ini
15
memiliki tingkat oksidasi +2 sampai +6, namun yang sering dijumpai adalah
tingkat oksidasi +3 dan +6 (Manahan,1992).
Toksisitas dari logam Cr bergantung dari tingkat oksidasinya. Cr
memiliki tingkat oksidasi dari II hingga VI. Tetapi hanya Cr(III) dan Cr(VI) yang
memiliki peran penting secara biologi. Cr(III) sering dianggap penting sebagai
nutrisi bagi manusia dan hewan, yang diperlukan untuk pemeliharaan glukosa,
lipid dan metabolisme protein sehingga banyak digunakan sebagai suplemen
makanan. Kekurangan Cr pada manusia menyebabkan gangguan toleransi glukosa
(glikosuria dan peningkatan dalam serum insulin)dan kolesterol. Pada hewan,
gejala seperti pertumbuhan terganggu dan penurunan fungsi reproduksi (Bradl,
2005). Sebaliknya, spesies Cr(VI) bersifat sangat beracun bagi bakteri, tumbuhan
dan hewan. Hal ini disebabkan sifat oksidatif yang dimilikinya sehingga
mengakibatkan iritasi kulit dan selaput lendir serta efek alergi pada paru-paru
(Sperling, 2014).
Perbedaan toksisitas antara Cr(III) dan Cr(VI) secara langsung berkaitan
dengan kemampuan mereka untuk memasuki sel dan sifat kimianya. Cr(III)
biasanya membentuk senyawa larut dalam media air sehingga tidak dapat dengan
mudah masuk ke dalam sel. Sebaliknya, Cr(VI) baik sebagai CrO 4 2- atau HCrO 4
dapat dengan mudah masuk ke dalam sel (Palacios and Capdevila, 2013).
Kromium banyak digunakan secara luas dalam penyepuhan, penyamakan
kulit, pelapis kromat dan pelapis logam (Malkoc, 2007). Kromium mempunyai
sifat tidak mudah teroksidasi oleh udara, karena itu banyak digunakan sebagai
pelapis logam, pengisi stainless steel, lapisan perlindungan untuk mesin-mesin
otomotif dan perlengkapan tertentu (Sax, 1987). Asam kromat di laboratorium
16
digunakan sebagai oksidator, mencuci peralatan laboratorium, dan sebagai katalis.
Na 2 Cr 2 O 7 dalam jumlah banyak digunakan dalam penyamakan kulit (Ahmad,
1992). Cr dalam bidang pengobatan dapat digunakan sebagai radio isotop
kromium (Palar, 1994). Asam kromat dalam bidang industri digunakan sebagai
bahan untuk kaca berwarna, pembersih logam, bahan untuk tinta, dan cat.
2.5
Logam dalam Perairan
Air sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik, seperti logam
berat yang berbahaya. Hal ini dikarenakan logam berat memilki banyak kegunaan
di dalam kegiatan industri. Logam-logam tersebut bersifat tahan lama dan dampak
keracunan yang diberikan juga bertahan dalam waktu yang sangat lama. Logam
berat cenderung mengendap di dasar perairan dengan cara membentuk ikatan
bersama senyawa-senyawa organik (Sumardjo, 2009).
Adanya logam berat pada sedimen perairan dapat berbahaya secara
langsung terhadap kehidupan organisme, dan berpengaruh secara tidak langsung
terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat
tersebut, yaitu :
1.
Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan
perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai.
2.
Dapat terakumulasi dalam organisme seperti ikan sehingga akan
membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme
tersebut.
3.
Mudah terakumulasi pada sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih
tinggi dari konsentrasi logam dalam air.
17
Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan massa air yang akan
melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga menjadi
sumber pencemarn potensial dalam skala waktu tertentu (Panjaitan, 2010).
2.6
Pengolahan Limbah Logam Berat Dengan Metode Biologi
Pengolahan
limbah
dengan
metode
biologi
merupakan
metode
pengolahan limbah yang lebih efisien, ekonomis, dan ramah lingkungan
dibandingkan metode pengolahan limbah secara fisika dan kimia. Pengolahan air
limbah dengan metode biologis menggunakan mikroorganisme dalam prosesnya
untuk menghilangkan polutan dalam lingkungan (Vayenas, 2011). Pada dasarnya,
reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis (Suyasa, 2015),
yaitu :
1.
Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor)
2.
Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor)
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi mikroorganisme tumbuh dan
berkembang dalam keadaan tersuspensi. Dalam aplikasinya, pengoperasian sistem
lumpur aktif cukup sederhana, namun biaya operasi yang diperlukan cukup tinggi
karena difusi oksigen sangat rendah dalam air limbah. Selain itu, proses lumpur
aktif tidak dapat menahan beban organik dan hidrolik tiba-tiba serta tidak mampu
untuk mengatasi beban organik yang tinggi sehingga memerlukan biaya modal
dan operasional yang besar (Vayenas, 2011).
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas
media pendukung dengan cara membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya
(Suyasa, 2015). Lapisan film dapat terbentuk dikarenakan mikroorganisme
menghasilkan matriks berlendir yang terdiri dari zat polimer ekstraseluler (EPS).
18
Sehingga mikroorganisme akan memiliki kecenderungan untuk berkembang biak
dan menanamkan diri dalam matriks berlendir tersebut. Pembentukan biofilm
akan lebih mudah terjadi pada permukaan yang kasar (Vayenas, 2011). Pada
reaktor jenis ini memiliki keuntungan utama, yaitu konsentrasi biomassa yang
tinggi sehingga memungkinkan stabilitas di bawah beban organik dan hidrolik
yang sangat tinggi saat lumpur tinggal dan biaya modal serta biaya operasional
yang relatif murah.
2.6.1
Kebutuhan Nutrien
Untuk mencapai penanganan limbah secara biologis yang memuaskan,
limbah harus mengandung karbon, nitrogen, fosfor, dan unsur kelumit yang cukup
untuk mempertahankan laju sintesis mikroba yang optimum. Nutrien yang
dibutuhkan harus ditambahkan sesuai dengan laju sintesis sel. Apabila limbah
kekurangan nutrien, maka nutrien harus ditambahkan pada sistem yang sebanding
dengan nutrien dalam padatan mikroba yang hilang dalam efluan dan atau
dibuang dari sistem (Laksmi, 2003).
2.6.2
Kurva Pertumbuhan Mikroba
Pertumbuhan mikroba merupakan proses peningkatan jumlah sel mikroba
akibat dari proses pembelahan sel. Apabila mikroba ditumbuhkan dalam media
yang sesuai dan dalam kondisi yang optimum maka pertumbuhannya akan
meningkat dengan waktu yang relatif singkat. Pada umumnya bakteri mampu
membelah diri antara waktu 1 hingga 3 jam. Adapula beberapa baktreri yang
membutuhkan waktu 10 menit hingga beberapa hari untuk membelah diri. Kurva
pertumbuhan bakteri dibagi menjadi 4 fase (Suyasa, 2015), yaitu :
19
1. Fase adaptasi atau fase log
Fase log merupakan fase adaptasi bakteri terhadap lingkungan tempat
pertumbuhannya. Pada fase ini belum terjadi pertambahan jumlah sel.
2. Fase akselerasi
Pada fase eksponensial terjadi pembelahan sel dimulai dengan
peningkatan jumlah sel dengan kecepatan lambat kemudian meningkat
dengan kecepatan cepat sehingga terjadi peningkatan jumlah sel yang
luar biasa.
3. Fase stasioner
Fase stasioner membatasi pertumbuhan eksponensial sehingga tidak
terjasi peningkatan maupun penurunan jumlah sel. Hal ini terjadi karena
nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri telah berkurang.
4. Fase kematian
Pada fase kematian jumlah sel akan berkurang karena nutrisi dalam
media cair dan cadangan makanan dalam sel telah habis. Kecepatan
kematian sel jauh lebih lambat daripada kecepatan pertumbuhannya.
Gambar 2.1 Kurva Perumbuhan Bakteri
20
2.6.3
VSS (Volatile Suspended Solid)
VSS merupakan konsentrasi padatan tersuspensi yang menguap pada suhu
± 550oC. Umumnya digunakan sebagai perkiraan konsentrasi mikroorganisme
dalam unit penanganan biologik. Dalam penentuannya, VSS diperoleh dengan
memanaskan residu hasil analisa zat padat total pada suhu ± 550oC. Bagian yang
terbakar atau hilang selama pemanasan disebut sebagai residu volatile (Volatile
Suspended Solid) atau zat padat organik sedangkan bagian yang tersisa disebut
residu terikat atau zat padat anorganik (Suyasa, 2015).
Peningkatan nilai VSS menyatakan peningkatan jumlah biomassa,
semakin tinggi jumlah biomassa yang tumbuh, maka akan semakin tinggi aktivitas
mikroorganisme dalam mengolah bahan organik atau anorganik. Saat VSS
mencapai fase akselerasi, ditunjukkan dengan nilai VSS sebesar 2000 mg/L
Penurunan nilai VSS dapat terjadi karena adanya kompetisi untuk mendapatkan
nutrien antar mikroba dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini akan
menyebabkan menurunnya aktivitas mikroorganisme yang digambarkan dengan
penurunan nilai VSS (Atlas and Bartha, 1987).
Dalam melangsungkan hidupnya, mikroorganisme akan berkembang
pesat apabila waktu dan komponen yang dibutuhkan tersedia dengan cukup
seperti halnya nutrien untuk pertumbuhannya (Soeparno, 1992). Nutrien
merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan sel. Jumlah
mikroorganisme yang dapat tumbuh pada proses pembibitan dipengaruhi oleh
faktor aerasi dan nutrien. Pemberian aerasi dan nutrien yang seimbang akan
memenuhi
kebutuhan
mikroorganisme
untuk
tumbuh,
sehingga
dapat
21
meningkatkan pertumbuhan yang akan berbanding lurus dengan jumlah bahan
pencemar yang akan diturunkan atau dihilangkan (Sudaryati et al., 2011).
2.7
Mikroorganisme Pengurai Komponen Limbah
Proses penanganan air limbah secara biologis terdiri atas campuran
mikroorganisme yang mampu memetabolisme limbah. Mikroorganisme yang
ditemukan dalam air dan air limbah digolongkan dalam empat golongan, yaitu :
virus, organisme prokariotik, organisme eukariotik, dan invertebrata sederhana
(Laksmi, 2003).
Organisme prokariotik dan eukariotik bersel tunggal, sedangkan
invertebrata bersel jamak. Virus adalah partikel-partikel yang tidak hidup dan
berikatan dengan mikroorganisme yang mendapat perhatian utama baik dalam air
maupun dalam penanganan air limbah. Sedangkan bakteri merupakan kelompok
mikroorganisme terpenting dalam sistem penanganan air limbah karena kultur
bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan bahan organik dan mineral-mineral
yang tidak diinginkan dalam air limbah (Laksmi, 2003).
2.7.1
Peran Mikroorganisme dalam Pengolahan Limbah Logam Berat
Mikroorganisme yang terus menerus terkena paparan logam berat lambat
laun akan membuat mekanisme beradaptasi untuk kontaminan logam berat
tersebut. Mikroorganisme dapat melindungi diri dari zat-zat beracun di
lingkungan dengan mekanisme penyisihan dan penyerapan logam berat melalui
mekanisme biosorbsi, bioakumulasi, dan biotransformasi (Chojnacka, 2010).
Mekanisme biosorpsi merupakan pengambilan ion logam berat secara pasif yang
tidak tergantung pada siklus metabolisme sel. Pengambilan ion logam secara pasif
dapat terjadi ketika ion logam berat mengikat dinding sel melalui pertukaran ion
22
monovalen dan divalen, dan membentuk kompleks antara ion-ion logam berat
dengan gugus fungsional pada dinding sel (Suhendrayatna, 2001). Mekanisme
bioakumulasi merupakan pengambilan ion logam berat secara aktif bergantung
pada siklus metabolisme dan ion logam akan masuk ke dalam sel bakteri (Kapoor
and Viraraghavan, 1995; Gadd, 1992). Pengambilan ion logam berat secara aktif
terjadi secara simultan sejalan dengan konsumsi ion logam oleh mikroba, logam
berat dapat diendapkan pada proses metabolisme dan diekskresikan pada tahap
berikutnya (Suhendrayatna, 2001). Sedangkan mekanisme biotransformasi dapat
terjadi dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh bakteri. Enzim tersebut dapat
mereduksi, mengoksidasi, dan memetilasi ion logam sehingga menjadi bentuk
yang kurang atau tidak toksik (Hughes and Poole, 1989).
Menurut Hughes dan Poole (1989) teori penyisihan dan penyerapan
logam berat oleh bakteri terdiri dari :
1.
Pengikatan kation logam pada permukaan sel atau di dalam sel yang
melibatkan pengubahan sistem transport. Hal ini dapat terjadi sebab kation
logam dapat terikat pada permukaan sel (biosorpsi) atau dalam dinding sel
(bioakumulasi) melalui proses mikropresipitasi.
2.
Translokasi logam berat ke dalam sel. Ion logam dapat aktif translokasi
dalam sel melalui pengikatan ion logam dengan protein.
3.
Pembentukan presipitat yang mengandung logam hasil reaksi dengan
polimer ekstrasel. Presipitat dapat terbentuk melalui proses presipitasi
logam yang terjadi ketika logam berat bereaksi dengan polimer
ekstraseluler atau dengan anion (mis. sulfida atau fosfat) yang dihasilkan
oleh mikroba.
23
4.
Detoksifikasi oksidasi atau reduksi enzimatik menjadi bentuk yang kurang
atau tidak toksik. Proses ini dapat terjadi dengan bantuan enzim yang
dihasilkan
oleh
bakteri.
Enzim
tersebut
dapat
mereduksi
atau
mengoksidasi ion logam sehingga menjadi bentuk yang kurang atau tidak
toksik. Gadd (1990) menyatakan bahwa mekanisme detoksifikasi terhadap
ion-ion logam berat dapat berupa sintesis protein khusus (metallothionin),
atau ektrapolimer yang dapat mengikat ion logam tersebut.
Gambar 2.2 Mekanisme penyisihan dan penyerapan logam berat oleh
bakteri
Kemajuan dalam bidang mikrobiologi lingkungan dan bioteknologi
menunjukkan bahwa bakteri, jamur, ragi dan ganggang baik dalam bentuk murni
atau sebagai kultur campuran dapat mengurangi ataupun menghilangkan Cr(VI)
dari larutan. Spesies seperti Acinetobacter, Pseudomonas, Sporophyticus, Bacillus
dan Phanerochaete telah dilaporkan efisien untuk mengurangi kromium. Terdapat
pula jamur yang mampu mengurangi kromium, diantaranya ragi dari genus
Candida, Saccharomyces, jamur filamen dari genus Aspergillus, Penicillium,
Phanerochaete, Rhizopus dan Trichoderma (Vayenas, 2011). Beberapa mikroba
seperti Pseudomonas marginalis, Bacillus megaterium, Plectonema boryanum,
Saccharomyces
cerevtsiae,
Bradyrhizobium
joponicum,
Desulfosporosinus
24
orientis dan Pseudomonas stutzeri diketahui mampu meremediasi Pb pada tanah
terkontaminasi (Margareth dan Mangkoedihardjo, 2010).
Studi terbaru menunjukkan bahwa terdapat spesies tertentu dari bakteri
yang mampu mengubah Cr(VI) yang memiliki toksisitas tinggi menjadi Cr(III)
yang memiliki toksisitas rendah. Reduksi enzimatik Cr(VI) menjadi Cr(III)
diyakini menjadi salah satu mekanisme pertahanan yang digunakan oleh
mikroorganisme yang tinggal di lingkungan tercemar Cr(VI) (Dermou and
Vayenas, 2007). Sampai saat ini, sebagian besar studi tentang pengurangan
biologis Cr(VI) dilakukan dalam peralatan skala laboratorium (reaktor),
menggunakan kondisi steril dan kultur murni mikroorganisme. Namun, laporan
terbaru muncul di Cr (VI) reduksi biologis dalam proses skala besar menggunakan
sistem pertumbuhan melekat dan kultur campuran dari mikroorganisme yang
berasal dari lumpur industri. Proses pertumbuhan melekat memberikan tingkat
reduksi Cr(VI) yang sangat tinggi (Dermou et al., 2007).
2.8
Biofiltrasi
Biofiltrasi merupakan suatu cara pemurnian limbah dengan bantuan bahan
pengendali biologis yang sangat efektif dan tidak membahayakan perairan,
bahkan dapat menyerap logam berat (Muhammad, 2010). Proses dari biofiltrasi
berupa suatu reaktor biologis film-tetap (fixed-film) menggunakan packing berupa
kerikil, plastik atau bahan padat lainnya dimana limbah cair dilewatkan
melintasinya. Adanya bahan isian padat menyebabkan mikroorganisme yang
terlibat tumbuh dan melekat atau membentuk lapisan tipis (biofilm) pada
permukaan media tersebut (MetCalf dan Eddy, 2003). Pengolahan air limbah
dengan
proses
biofilter
mempunyai
beberapa
keunggulan,
antara
lain
25
pengoperasiannya mudah, lumpur yang dihasilkan sedikit, dapat digunakan untuk
pengolahan air limbah dengan konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi,
tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi, dan
pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil (Said dan Ruliasih,
2005).
Berdasarkan posisi media biofilter dalam bioreaktor, proses pertumbuhan
melekat dibagi menjadi 3 macam (MetCalf and Eddy,2003), yaitu :
a.
Proses pertumbuhan melekat dengan biakan tidak terendam (nonsubmerged) merupakan proses pengolahan limbah secara biologis dimana
media biakan tidak terendam dalam badan cairan. Unit proses yang
termasuk ke dalam kelompok ini antara lain adalah trickling filter.
b.
Proses pertumbuhan tersuspensi dengan packing film tetap (suspended
growth process with fixed-film packing) pada dasarnya merupakan proses
pengolahan dengan biakan tersuspensi sebagaimana halnya dalam sistem
sludge active. Akan tetapi penggunaan jenis bahan packing yang
tersuspensi ke dalam tangki menyebabkan mikroorganisme yang terlibat
melekat pada bahan packing tersebut.
c.
Proses pertumbuhan melekat dengan biakan terendam (submerged)
merupakan proses pengolahan limbah secara biologis dimana media
biakan terendam sepenuhnya dalam badan cairan. Unit proses yang
termasuk ke dalam kelompok ini antara lain adalah reaktor biologis
unggun-tetap aliran ke atas (upflow) dan aliran ke bawah (downflow),
unggun terfluida (fluidized bed), Upflow Anaerobic Sludge Blanket
(UASB).
26
Dari ketiga jenis sistem biofilter tersebut, proses pertumbuhan melekat
dengan biakan terendam merupakan metode pengolahan limbah cair yang relatif
baru khususnya dalam pengolahan biologis aerobik. Sistem biofilter aerob
merupakan pengembangan dari sistem pengolahan limbah anaerob dengan biakan
tersuspensi, dimana dengan adanya filter tersebut konsentrasi padatan biologis
(biomassa) dalam reaktor dapat dipertahankan. Dengan penahanan padatan
biologis ini diperoleh sludge retention time (SRT) yang lebih lama meskipun pada
aliran limbah cair yang besar.
2.8.1
Kapasitas Pengolahan Biofiltrasi
Kapasitas pengolahan biofiltrasi merupakan suatu ukuran yang
digunakan untuk menentukan kemampuan dari suatu biosistem dalam menyerap
suatu pencemar. Kapasitas pengolahan ditentukan untuk waktu tinggal yang
menghasilkan efektifitas tertinggi dari biosistem dalam menurunkan kadar
pencemar, sedangkan efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa
jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah dicapai oleh suatu sistem
pengolahan (Sugianthi, 2011).
Download