MANUSKRIP LAPORAN KASUS PENGELOLAAN NYERI PADA AN

advertisement
MANUSKRIP
LAPORAN KASUS
PENGELOLAAN NYERI PADA AN. H DENGAN TONSILITIS FARINGITIS AKUT
DI RUANG EDELWEISS RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
Oleh:
OCTAVIO DE JESUS
NIM. 0131820
AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
1
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
2
Pengelolaan Nyeri Pada An. H Dengan Tonsilitis Faringitis Akut Di Ruang Edelweiss RSUD Pandan
Arang Boyolali
Octavio de Jesus*, Siti Haryani **, Eka Adimayanti***
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
Karya Tulis Ilmiah, Mei 2016
ABSTRAK
Keterlibatan tonsil pada faringitis tidak menyebabkan perubahan pada durasi atau derajat
beratnya penyakit. Faringitis biasa terjadi pada anak, meskipun jarang pada anak berusia dibawah
1 tahun. Faringitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Oleh karena itu diperlukan strategi
untuk melakukan diagnosis dan memberikan tatalaksana, agar dapat membedakan pasien-pasien
yang membutuhkan terapi antibiotik dan mencegah serta meminimalisasikan penggunaan
medikamentosa yang tidak perlu. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan pengelolaan
nyeri pada pasien tonsilitis faringitis akut di ruang Edelweiss RSUD Pandan Arang Boyolali.
Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa asuhan keperawatan
pasien dalam mengelola nyeri. Pengelolaan nyeri dilakukan selama 2 hari pada An H. Tehnik
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tehnik wawancara, pemeriksaan fisik,
observasi dan pemeriksaan penunjang.
Hasil pengelolaan dilakukan dengan mengkaji nyeri catat lokasi nyeri, karakteristik dan
nyeri 4 menjadi 3. Memberikan obat medis untuk menurunkan nyeri yang dirasakan pasien.
Evaluasi didapatkan nyeri klien mengatakan nyeri sudah berkurang, tidak ada tanda-tanda nyeri.
Saran bagi perawat hendaknya lebih teliti dalam melakukan pengkajian supaya dalam
menegakan diagnosa tepat pada masalah sebenarnya pasien.
Kata kunci: nyeri, tonsilitis faringitis akut
PENDAHULUAN
Faringitis merupakan peradangan
dinding faring yang disebabkan oleh virus
(40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma,
iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya ± 40
juta orang mengunjungi pusat pelayanan
kesehatan karena faringitis. Anak-anak dan
orang dewasa umumnya mengalami 3−5 kali
infeksi virus pada saluran pernafasan atas
termasuk faringitis. Faringitis merupakan
penyebab utama seseorang absen bekerja
atau sekolah (Pusat Data dan Informasi
Kesehatan RI, 2014).
Faringitis merupakan salah satu
Infection Respiratory Acute (IRA)-atas yang
banyak terjadi pada anak. Keterlibatan tonsil
pada
faringitis
tidak
menyebabkan
perubahan pada durasi atau derajat
beratnya penyakit. Faringitis biasa terjadi
pada anak, meskipun jarang pada anak
berusia di bawah 1 tahun, insidens
meningkat sesuai dengan bertambahnya
umur, mencapai puncaknya pada usia 4-7
tahun, dan berlanjut hingga dewasa.
Insidens faringitis Streptokokus tertinggi
pada usia 5-18 tahun, jarang pada usia di
bawah 3 tahun dan sebanding antara lakilaki dan perempuan (Rahajoe, Supriyanto, &
Setyanto, 2008).
Berbagai bakteri dan virus dapat
menjadi etiologi faringitis, baik furingitis
sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai
bagian dari penyakit lain. Virus merupakan
etiologi terbanyak faringifis akut, terutama
pada anak berusia ≤ 3 tahun (prasekolah).
Virus penyebab penyakit respiratori seperti
Adenovirus,
Rhinooims
dan
virus
Parainfluenza dapat menjadi penyebab
faringitis. Virus Epstein Barr (Epstein Barr
Wus, EBV) dapat menyebabkan faringitis,
tetapi disertai dengan gejala infeksi
mononukleosis seperti splenomegali dan
limfadenopati generalisata, Infeksi sistemik
seperti
infeksi
virus
campak,
Oywmegalovirus (CMV), virus Rubella dan
berbagai virus lainnya juga dapat
menunjukkan gejala faringitis akut (Rahajoe
et al., 2008).
Bakteri maupun virus dapat
secara langsung menginvasi mukosa
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
3
faring yang kemudian menyebahkan
respon peradangan local. Rhivivirus
menyebabkan iritasi mukosa faring
sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian
besar
peradangan
melibatkan
nasofaring, uvula, dan palatum mole.
Perjalanan penyakitnya ialah terjadi
inokulasi dari agen infeksius di faring
yang menyebabkan peradangan lokal,
sehingga menyebabkan eritema faring,
tonsil
atau
keduanya.
Infeksi
Streptokokus ditandai dengan invasi
lokal
serta
pelepasan
toksin
ekstraselular dan protease. Transmisi
dari virus yang khusus dan SBHGA
terutama terjadi akibat kontak tangan
dengan sekret hidung dibandingkan
dengan kontak oral. Gejala akan tampak
setelah masa inkubasi yang pendek,
yaitu 24-72 jam (Rahajoe et al., 2008).
Beberapa
kasus
faringitis
berlanjut menjadi otitis media purulen
bakteri. Pada faringitis bakteri dan virus
dapat ditemukan komplikasi ulkus
kronik yang cukup luas. Komplikasi
faringitis
bakteri
terjadi
akibat
perluasan langsung atau secara
hematogen. Akibat perluasan langsung,
faringitis dapat berlanjut menjadi
rinosinusitis, otitis media, mastoiditis,
adenitis servikal, abses retrofaringeal
atau parafaringeal, atau pneumonia.
Penyebaran hematogen, atau arthritis
septic,
sedangkan
komplikasi
nonsupuratif berupa demam reumatik
dan glomerulonefritis (Rahajoe et al.,
2008).
Usaha untuk membedakan
faringitis bakteri dan virus bertujuan
agar pemberian antibiotic sesuai
indikasi. Faringitis streptokokus grup A
merupakan satu-satunya faringitis yang
memiliki indikasi kuat dan aturan
khusus dalam penggunaan antibiotic
(selain difteri yang disebabkan oleh
Corynebacterium
diptheriae).
Pemberian antibiotic tidak di perlukan
pada faringitis virus, karena tidak akan
mempercepat waktu penyembuhan
atau mengurangi derajat keparahan.
Istirahat cukup dan pemberian cairan
yang sesuai merupakan terapi suporatif
yang dapat diberikan (Rahajoe et al.,
2008).
Pemberian gargles (obat kumur)
dan lozenges (obat hisap), pada anak
yang cukup besar dapat meringankan
keluhan nyeri tenggorok. Apabila
terdapat nyeri yang berlebih atau
demam, dapat diberikan parasetamol
atau ibuprofen. Pemeberian aspirin
tidak dianjurkan, terutama pada infeksi
influenza, karena insidens sindrom
kerap terjadi (Rahajoe et al., 2008).
Hasil pengkajian Febriani (2012)
tentang asuhan keperawatan pada anak
D dengan gangguan sistem pernafasan
faringitis akut di Rumah Sakit
Muhammadiyah
Surakarta
menunjukkan bahwa setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3x24 jam
didapatkan hasil bersihan jalan nafas
kembali efektif, nyeri pasien berkurang
dari skala nyeri 5 menjadi 2, aktivitas
sehari –hari pasien meningkat.
Berdasarkan fenomena diatas,
penulis tertarik untuk menyusun Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pengelolaan
nyeri pada An. H dengan tonsilitis
faringitis akut di Ruang Edelweiss RSUD
Pandan
Arang
Boyolali”.
Tujuan
penulisan
untuk
menggambarkan
pengelolaan nyeri pada Anak H dengan
tonsilitis faringitis akut di Ruang
Edelweiss Rumah Sakit Pandan Arang
Boyolali.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan
merupakan
bertambahnya jumlah dan besarnya sel
diseluruh bagian tubuh yang secara
kwantitatif dapat di ukur atau suatu
”peningkatan dalam berat atau ukuran dari
seluruh/sebagian dari organisme” (Sacharin,
2006).
Definisi
berikutnya
adalah
perkembangan
merupakan
bertambah
sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat
dicapai melalui tumbuh, kematangan dan
belajar atau peningkatan kemahiran dalam
penggunaan tubuh (Sacharin, 2006).
Faringitis akut digunakan untuk
menunjukan semua infeksi akut pada faring,
termasuk tonsillitis atau jika keduanya
disebut tonsilofaringitis yang kondisinya
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
4
berlangsung hingga 14 hari. Tonsilofaringitis
merupakan peradangan akut membrane
mukosa faring tonsil yang menyebar hingga
faring dan struktur lain disekitarnya. Karena
letaknya yang sangat dekat dengan hidung
dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi local
faring atau tonsil. Tonsilofaringitis adalah
inflamasi pada faring yang menyebabkan
sakit tenggorok (Medical ensiklopedi).
Tonsilofaringitis akut merupakan salah satu
penyakit tersering pada anak-anak yang
berkunjung ke dokter umum. Oleh karena
itu, pengertian Tonsilofaringitis secara luas
mencakup tonsillitis, nasofaringitis dan
tonsilofaringitis. Infeksi pada daerah faring
dan sekitarnya ditandai dengan keluhan
nyeri tenggorok. Faringitis streptokokus beta
hemolitikus grup A (SBHGA) (Rahajoe et al.,
2008).
Faringitis akut adalah keradangan
akut pada mukosa faring dan jdaringan
limfoid pada dinding faring yang disebabkan
oleh streptokokus hemolitikus dan virus.
Faringitis akut serign kali merupakan gejala
prodromal dari penyakit lain misalnya
morbili, pneumonia, bronchitis akut dan lainlain (Herawati & Rukmini, 2014).
LAPORAN KASUS
Pengkajian dilakukan pada hari Rabu tanggal
13 April 2016 Jam 11.10 WIBB di Ruang
Edelweiss RSUD Pandan Arang Boyolali.
Pengelolaan anak H, usia 4 tahun, dengan
keluhan utama, Ibu pasien mengatakan
anaknya kepala pusing dan badan lemas. Ibu
pasien mengatakan anaknya sebelum masuk
rumah sakit RSUD pandan arang untuk
mengetahui lebih lengkap. Awalnya panas
sudah bertambah dan nafsu makan sudah
berkurang.dan pasien mengatakan anaknya
sudah pernah sakit kurang lebih 4 hari. ibu
pasien memutuskan untuk dirujuk ke rumah
sakit RSUD pandan arang Boyolali untuk
pengobatan selanjutnya.
Analisa Data
Ibu klien mengatakan anaknya nyeri pada
daerah tonsil sebelah kiri. Nyeri pada daerah
tonsil sebelah kiri, Nyeri seperti denyutdenyut, Nyeri bagian leher, Skala nyeri 6,
Nyeri terus-menerus. Pasien terlihat
merintih kesakitan, Pasien menangis, Pasien
masih lemas, Suhu 36,4 C, Tonsil terlihat
memerah.
Rencana Keperawatan
Kaji nyeri dan catat lokasi nyeri, Pertahankan
posisi miring kanan, Ajarkan tehnik relaksasi,
Berikan kompres es pada leher, Melakukan
injeksi obat sesuai resep dokter.
Tindakan Keperawatan
Mengkaji nyeri catat lokasi nyeri,
karakteristik dan nyeri 4 menjadi 3, Posisi
tidur tetap miring ke kanan, memberikan
injeksi Obat Ceftriazone 2 x 500 mg/IV, Dexa
2 x ½ amp, Dycinone 2 x ½ amp dan PCT
3x500.
Catatan Perkembangan
Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
dengan skala nyeri 3, Pasien terlihat
semangat, masalah nyeri sudah teratasi,
hentikan intervensi.
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Hasil pengkajian yang dilakukan
pada hari rabu tanggal 13 april 2016
didapatkan data ibu klien mengatakan
anaknya nyeri pada daerah tonsil
sebelah kiri. Nyeri pada daerah tonsil
sebelah kiri, nyeri seperti denyutdenyut, nyeri bagian leher, skala nyeri 6
dan nyeri dirasakan terus-menerus.
Pasien terlihat merintih kesakitan,
pasien tambah menangis, pasien masih
lemas dan suhu 36,40 C. Data yang
didapatkan dari pasien tentang nyeri
sejalan dengan hasil penelitian Sapitri
(2013), dimana pada usia 4-14 tahun
kasus tonsilitis didapatkan sejumlah 50%
dari seluruh kasus tonsilitis. Keluhan
nyeri pada pasien sesuai dengan
penelitian
sapitri
(2013)
yang
medapatkan bahwa 100 % penderita
tonsilitis faringitis mengeluhkan adanya
nyeri pada tengorokan dan menjalar
sampai kebagian leher. Adanya nyeri
pada penderita menyebabkan hasil
observasi merintih dan kesakitan serta
obstruksi saluran napas bagian atas.
Data pengkajian ini sesuai
dengan (Herdman & Kamitsuru, 2015)
bahwa pasien dengan masalah nyeri
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
5
memunculkan data Laporan secara
verbal atau non verbal fakta dan
observasi, gerakan melindungi, tingkah
laku berhati-hati, gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai), tingkah laku
distraksi (jalan-jalan, menemui orang
lain, aktivitas berulang-ulang) respon
autonom
(diaphoresis,
perubahan
tekanan darah, perubahan pola nafas,
nadi dan dilatasi pupil) tingkah laku
ekspresif (gelisah, marah, menangis,
merintih, waspada, napas panjang,
iritabel), berfokus pada diri sendiri,
muka topeng, fokus menyempit
(penurunan persepsi pada waktu,
kerusakan proses berfikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan),
perubahan nafsu makan dan minum.
Penyebab nyeri adalah agen injuri baik
secara fisik, biologis maupun fisiologis.
Pada kondisi pasien termasuk agen injuri
secara fisik karena terdapat peradangan
pada tonsil dan faring.
B. Diagnosis keperawatan
Nyeri akut merupakan sensori
yang
tidak
menyenangkan
dan
pengalaman emosional yang muncul
secara aktual atau potensial, kerusakan
jaringan atau menggambarkan adanya
kerusakan (Herdman & Kamitsuru,
2015). Nyeri digolongkan sebagai
gangguan
sensorik
positif.
Pada
hakikatnya nyeri tidak dapat ditafsirkan
dan tidak dapat diukur, namun tidak
dapat
dipungkiri
bahwa
nyeri
merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan bahkan menyakitkan
(Price & Wilson, 2011). Nyeri adalah
suatu sensasi yang unik. Keunikannya
karena derajat berat dan ringan nyeri
yang dirasakan tidak ditentukan hanya
oleh intensitas stimulus tetapi juga oleh
perasaan dan emosi pada saat itu.
C. Intervensi
Diagnosis tersebut menjadi
prioritas masalah pada pasien karena
kebutuhan biologis secara umum sudah
terpenuhi,
selanjutnya
kebutuhan
tingkatan berikutnya berdasarkan Hirarki
Maslow adalah kebutuhan rasa aman
dan nyaman (Potter & Perry, 2006).
Nyeri akut yang dirasakan pasien
merupakan bagian dari pemenuhan
kebutuhan aman dan nyaman sehingga
diangkat sebagai prioritas masalah pada
klien. Nyeri tonsilitis faringitis akut jika
tidak teratasi akan menjadikan adanya
komplikasi.
Intervensi yang dirancang untuk
menyelesaikan masalah nyeri yang
dialami pasien antara lain kaji nyeri dan
catat lokasi nyeri, Pertahankan posisi
miring kanan, Ajarkan tehnik relaksasi,
Berikan kompres es pada leher,
Melakukan injeksi obat sesuai resep
dokter.
Intervensi
tersebut
sesuai
dengan Wilkinson and Ahern (2012)
yang menyatakan bahwa penanganan
nyeri dilakukan dengan memberikan
pengelolaan
nyeri
dengan
baik.
Pengelolaan nyeri dilakukan bertujuan
untuk
mengurangi
nyeri
dan
menurunkan
tingkat
nyeri
yang
dirasakan pasien. Intervensi yang
dirancang adalah lakukan pengkajian
nyeri secara komprehensif, termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi observasi
reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
kurangi faktor presipitasi pilih dan
lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal) kaji
tipe
dan
sumber
nyeri
untuk
menentukan intervensi ajarkan tentang
teknik non farmakologi berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri, evaluasi
keefektifan
kontrol
nyeri
serta
tingkatkan istirahat.
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
6
D. Implementasi dan evaluasi
Implementasi dilakukan pada
hari rabu tanggal 13 april 2016, jam
09.00 WIB mengkaji nyeri catat lokasi
nyeri, karakteristik dan nyeri 4 menjadi
3. Melakukan pengkajian nyeri dengan
baik dan tepat, mendapatkan data secra
amendalam terhadap maslaah nyeri,
penting
dilakukan
untuk
mengidentifikasi tingkat nyeri, sehingga
dapat
memberikan
tindakan
pengurangan nyeri sesuai dengan
tingkatan nyeri dan berdampak efektif
bagi pasien.
Manajemen nyeri merupakan
salah satu cara yang digunakan dibidang
kesehatan untuk mengatasi nyeri yang
dialami
oleh
pasien.
Pemberian
analgesik biasanya dilakukan untuk
mengurangi nyeri. Teknik relaksasi
merupakan
salah
satu
metode
manajemen nyeri non farmakologi
dalam strategi penanggulangan nyeri,
disamping
metode
TENS
(Transcutaneons
Electric
Nerve
Stimulation), biofeedack, plasebo dan
distraksi. Memberikan obat medis untuk
menurunkan nyeri yang dirasakan
pasien. Pemberian obat merupakan
penggunaan agen farmakologi untuk
menghentikan atau mengurangi nyeri.
Implementasi
berikutnya
dilakukan pada jam 10.00 WIB adalah
pemberian obat. Sebelumnya dilakukan
pengkajian
nyeri
dengan
cara
menenentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
cek riwayat alergi pilih analgetik yang
diperlukan atau kombinasi dari analgetik
ketika pemberian lebih dari satu
tentukan pilihan analgetik tergantung
tipe dan beratnya nyeri tentukan
analgetik pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur monitor vital sign
sebelum dan sesudah pemberian
analgetik pertama kali berikan analgetik
tepat waktu terutama saat nyeri hebat
evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala (efek samping dari pengobatan
yang diberikan) (Wilkinson & Ahern,
2012).
Obat yang diberikan kepada
pasien adalah ceftriaxon 500 mg,
dexamethason 10 mg dan dycinone ½
amput dan paracetamol 500 mg. Obat
tersebut
diberikan
untuk
untuk
mengurangi tanda dan gejala nyeri yang
dialami oleh pasien (Sukandar et al.,
2008).
Tindakan
yang
dilakukan
berikutnya untuk mengatasi nyeri pada
hari kamis, tanggal 14 april 2016 jam
10.00 WIB adalah mengajarkan tehik
relaksasi.
Relaksasi
merupakan
kebebasan mental dan fisik dari
ketegangan dan stress, karena dapat
mengubah persepsi kognitif dan
motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi
membuat pasien dapat mengontrol diri
ketika terjadi rasa tidak nyaman atau
nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri
(Potter & Perry, 2006). Menurut
Carpenito (2011) kebutuhan rasa
nyaman adalah suatu keadaan yang
membuat seseorang merasa nyaman,
terlindungi dari ancaman psikologis,
bebas dari rasa sakit terutama nyeri.
Perubahan
rasa
nyaman
akan
menimbulkan perasaan yang tidak enak
atau tidak nyaman dalam berespon
terhadap stimulus yang berbahaya.
Kesimpulan
1. Hasil pengkajian didapatkan ibu klien
mengatakan anaknya nyeri pada daerah
tonsil sebelah kiri. Nyeri pada daerah
tonsil sebelah kiri, nyeri seperti denyutdenyut, nyeri bagian leher, skala nyeri 6
dan nyeri dirasakan terus-menerus.
pasien terlihat merintih kesakitan,
pasien tambah menangis, pasien masih
lemas dan suhu 36,4 C.
2. Diagnosis yang ditegakkan adalah nyeri
akut.
3. Intervensi yang dirancang untuk
menyelesaikan masalah nyeri yang
dialami pasien antara lain kaji nyeri dan
catat lokasi nyeri, Pertahankan posisi
miring kanan, Ajarkan tehnik relaksasi,
Berikan kompres es pada leher,
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
7
Melakukan injeksi obat sesuai resep
dokter.
4. Mengkaji nyeri catat lokasi nyeri,
karakteristik dan nyeri 4 menjadi 3. Dan
Memberikan
obat
medis
untuk
menurunkan nyeri yang dirasakan
pasien.
5. Hasil
pengelolaan
nyeri
klien
mengatakan nyeri sudah berkurang,
tidak ada tanda – tanda nyeri.
Saran
1. Perawat
Sebagai seorang perawat hedaknya lebih
teliti dalam melakukan pengkajian
supaya dalam menegakan diagnosa
tepat pada masalah sebenarnya pasien.
2. Pasien
Pasien disarankan untuk tidak takut
dalam mengatakan apa yang dirasakan
saat pengkajian keperawatan, dan lebih
terbuka dengan perawat.
3. Instansi rumah sakit
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat
digunakan sebagai acuan pemberian
asuhan keperawatan Tonsilitis Faringitis
Akut serta dapat meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit.
4. Instansi pendidikan
Penulis menyarankan pada institusi
pendidikan untuk dapat menjadikan
karya tulis ini sebagai bahan bacaan
yang dapat menambah pengetahuan
tentang Tonsilitis Faringitis Akut.
Classification 2015-2017. West
Sussex UK: NANDA International Inc.
Potter, PA, & Perry, AG. (2006). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik (Edisi 4 ed.).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Price, S. A , & Wilson, Lorraine M. C. (2011).
Patofisiologi Clinical Concepts of
Disease Process (Terjemahan, Trans.
Edisi 6 ed. Vol. Vol 2). Jakarta: EGC.
Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI.
(2014). Kesehatan Ibu dan Anak.
Jakarta.
Rahajoe, N.N., Supriyanto, B., & Setyanto,
B.D. (2008). Buku Ajar: Respirologi
Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Sacharin, R. M. . (2006). Prinsip Keperawatan
Pediatrik. Jakarta: EGC.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., &
Kusnandar.
(2008).
ISO
Farmakoterapi. Jakarta: ISFI.
Wilkinson, Judith M., & Ahern, Nancy R.
(2012). Diagnosis Keperawatan
NANDA NIC NOC. Jakarta: EGC.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
L.J.
(2011).
Diagnosis
Keperawatan Aplikasi pada Praktik
Klinis. Jakarta: EGC.
Febriani, Alfiana Dewi. (2012). Asuhan
Keperawatan Pada An.D Dengan
Gangguan Sistem Pernafasan :
Faringitis Akut Di Ruang Mina Rs Pku
Muhammadiyah Surakarta. (Skripsi),
Universitas Muhamadiyah Surakarta,
Surakarta.
Herawati, S., & Rukmini, S. (2014). Penyakit
Telinga Hidung Tenggorok untuk
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Gigi. Jakarta: EGC.
Herdman, T., & Kamitsuru, Shigemi. (2015).
Nursing Diagnoses: Definition &
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
Download