7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Skabies 1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Skabies
1. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada
tubuh Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang mudah menular.
Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit)
misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual.
Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian,
handuk, sprei, bantal, dan selimut (Djuanda, 2007). Skabies adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi Sarcoptes
scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga the itch,
seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau
penyakit ampera (Harahap, 2008). Scabies adalah penyakit kulit akibat
investasi dan sensitisasi oleh tungau Sarcoptes scabei. Scabies ini tidak
membahayakan manusia namun adanya rasa gatal pada malam hari ini
merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas.
Penyakit scabies ini banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang padat
penduduknya, (2) lingkungan kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat
kebersihan kurang. Scabies cenderung tinggi pada anak- anak usia sekolah,
remaja bahkan orang dewasa (Siregar, 2004).
2. Etiologi
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun
lalu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau
pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes
scabieitermasuk filum Arthropoda , kelas Arachnida , ordo Acarina, super
famili Sarcoptes (Sudirman, 2006). Secara morfologi tungau ini berbentuk
7
8
oval dan gepeng, be rwarna putih kotor, transulen dengan bagian
punggung lebih lonjong dibandingkan perut, tidak berwarna, yang betina
berukuran 300-350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200
mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan
kaki depan dan 2 pasang lainnya kakibelakang. Siklus hidup dari telur
sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulan. Sarcoptes Scabiei betina
terdapat bulu cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan ke-4. Sedangkan pada
yang jantan bulu cambuk demikian hanya dijumpai pada pasangan kaki ke3 saja (Aisyah, 2005)
3. Epidemiologi
Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain sosial
ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual dan sifatnya
promiskuitas
(ganti-ganti
pasangan),
kesalahan
diagnosis
dan
perkembangan demografi serta ekologi. Selain itu faktor penularannya bisa
melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur, lewat pakaian,
perlengkapan tidur atau benda -benda lainnya. Cara penularan (transmisi )
:kontak langsung misal berjabat tangan, tidur be rsama dan kontak seksual.
Kontak tidak langsung misalnya melalui pakaian, handuk, sprei, bantal,
dan lain-lain (Djuanda, 2007)
4. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies,
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman
atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan
kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu
kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain.
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi
sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi
tungau (Djuanda, 2007).
9
Siklus hidup tungau mulai dari telur sampai dewasa memerlukan
waktu selama 10- 14 hari. Pada suhu kamar (21°C dengan kelmbaban
relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup diluar pejamu selama 24-36 jam.
(Aisyah, 2005) .
5. Cara Penularan
Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun
kontak tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang
saling bersentuhan atau dapat pula melalui alat- alat seperti tempat tidur,
handuk dan pakaian (Djuanda, 2007).
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan
dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersamasama disatu tempat yang relatif sempit. Penularan skabies terjadi ketika
orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan
rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan
pemondokan, serta fasilitas -fasilitas kesehatan yang dipakai oleh
masyarakat luas, dan fasilitas umum lain yang dipakai secara bersamasama
di lingkungan padat penduduk (Benneth dalam Kartika, 2008).
6. Gambaran Klinis
Keluhan pertama yang dirasakan penderita adalah rasa gatal
terutama pada malam hari (pruritus noktural) atau bila cuaca panas serta
pasien berkeringat (Sudirman, 2006). Diagnosa dapat ditegakkan dengan
menentukan 2 dari 4 tanda dibawah ini :
a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau
yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misaln ya dalam
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga, perkampungan yang padat
penduduknya, sebagian tetangga yang berdekatan akan diserang oleh
tungau tersebut. Dikenal dengan hiposensitisasi yang seluruh anggota
keluarganya terkena.
10
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata 1 centi meter, pada ujung terowongan ditemukan papula
(tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder,
timbul poli morf (gelembung leokosit).
d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostig. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat
terutama pada malam hari sebelum tidur Adanya tanda : papula (bintil),
pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan), bekas -bekas lesi
yang berwarna hitam.
e. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada
kulit yang umumnya muncul disela- sela jari, selangkangan dan lipatan
paha, dan muncul gelembung berair pada kulit (Aisyah, 2005)
7. Klasifikasi Skabies
Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada
manusia adalah sebagai berikut:
a. Skabies pada orang bersih (Scabies in the clean)
Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular
lain. Ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan.
Kutu biasanya menghilang akibat mandi secara teratur.
b. Skabies pada bayi dan anak kecil
Gambaran klinis tidak khas, terowongan sulit ditemukan namun
vesikel lebih banyak, dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk kepala,
leher, telapak tangan, telapak kaki.
c. Skabies noduler (Nodular Scabies)
Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah
tertutup. Nodul dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun
walaupun telah diberikan obat anti skabies.
11
d. Skabies in cognito
Skabies akibat pengobatan dengan menggunakan kostikosteroid
topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki
gejala klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan tetap menular.
e. Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies)
Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi
terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dapat sembuh sendiri bila
menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.
f. Skabies krustosa (crustes scabies / scabies keratorik)
Tipe ini jarang terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi
keterlambatan diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular.
g. Skabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus terbaring
di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
h. Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain
Apabila ada skabies di daerah genital perlu dicari kemungkinan
penyakit menular seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan
biakan atau gonore dan pemeriksaan serologi untuk sifilis.
i. Skabies dan Aquired Immuodeficiency Syndrome (AIDS)
Ditemukan skabies atipik dan pneumonia pada seorang penderita.
j. Skabies dishidrosiform
Jenis ini di tandai oleh lesi ber upa kelompok vesikel dan pustula pada
tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan obat
antiskabies (Emier, 2007).
8. Diagnosis Skabies
Diagnosis ditegakkan atas dasar : (1). Adanya terowongan yang
sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau kelok-kelok, panjangnya
beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada ujungnya tampak vesikula,
papula, atau pustula. (2). Tempat predileksi yang khas adalah sela jari,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria).
12
Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali pada
penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh
permukaan kulit. (3). Penyembuhan cepat setelah pemberian obat
antiskabies topikal yang efektif. (4). Adanya gatal hebat pada malam hari.
Bila lebih dari satu anggota keluarga menderita gatal, harus dicurigai
adanya scabies. Gatal pada malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh
menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat (Mawali, 2000).
9. Penatalaksanaan Skabies
Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2
bagian :
a. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi
teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah
digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan
air panas. Demikian pula halnya dengan anggota keluarga yang
beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus
dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari
terjadinya kontak langsung. Secara umum tingkatkan kebersihan
lingkungan maupun perorangan dan tingkatkan status gizinya. Beberapa
syarat pengobatan yang harus diperhatikan :
1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus
diberi pengobatan secara serentak.
2) Hygiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian
yang akan dipakai harus disetrika.
3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei,
bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar
matahari selama beberapa jam.
b. Penatalaksanaan secara khusus.
Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia
dalam bentuk topikal antara lain:
13
1) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salap atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada
bayi berumur kurang dari 2 tahun.
2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,
sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah
dipakai.
3) Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus
dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
5) Permetrin
dengan
kadar
5%
dalam
krim,
kurang
toksik
dibandingkangameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali
dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah
seminggu. Tidak dilanjutkan pada bayi di bawah umur 12 bulan.
10. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta
syarat pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit
ini memberikan prognosis yang baik (Handoko, 2008).
B. Pencegahan Skabies
Siregar (1996) yang dikutip Ruteng, 2007, penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu
untuk mencegah penyebaran penyakit ini dapat dilakukan dengan cara :
1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun
14
2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu
3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi tungau skabies.
6. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi
parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung
dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun
penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan
jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari (Prabu,
1996). Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin
terbebas dari infeksi ulang. Dariansyah, 2006 yang mengutip pendapat
Azwar, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di
cairan antiseptik.
2. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan
seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering (drycleaned).
3. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
4. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.
Departemen
Kesehatan
RI,
2002,
memberikan
beberapa
cara
pencegahan yang dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas
kesehatan tentang cara penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan
penderita skabies dan orang-orang yang kontak meliputi :
1. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
2. Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang
dilakukan.
3. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai
dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi
15
sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif.
Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh
penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan
menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan,
hal ini membunuh kutu dan telur. Tindakan ini tidak dibutuhkan pada
infestasi yang berat. Mencuci sprei, sarung bantal dan pakaian pada
penderita (Ruteng, 2007).
C. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Skabies
Penyakit skabies adalah penyakit yang mudah menular melalui kontak
langsung dengan penderita Tinggal bersama dengan sekelompok orang
seperti di pesantren berisiko mudah tertular berbagai penyakit skabies.
Bebrapa hal yang dapat mempengaruhi terjadinya skabies diantaranya:
1. Pengetahuan
Skabies masih merupakan penyakit yang sulit diberantas, pada
manusia terutama dalam lingkungan masyarakat pada hunian padat
tertutup dengan pola kehidupan sederhana, serta tingkat pendidikan dan
pengetahuan yang masih rendah, pengobatan dan pengendalian sangat sulit
(Iskandar, 2000).
2. Sanitasi/ Lingkungan
Berdasarkan penelitian Wardhani (2007), 33 orang (84,6%)
menderita skabies. Penyakit skabies adalah penyakit kulit yang
berhubungan dengan sanitasi dan hygiene yang buruk, saat kekurangan air
dan tidak adanya sarana pembersih tubuh, kekurangan makan dan hidup
berdesak-desakan, terutama di daerah kumuh dengan sanitasi yang sangat
jelek. Skabies juga dapat disebabkan karena sanitasi yang buruk.
Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal/ asrama,
kebersihan tempat tinggal/ asrama dilakukan dengan cara membersihkan
jendela dan perabot santri, menyapu dan mengepel lantai, mencuci
peralatan makan, membersihkan kamar, serta membuang sampah.
Kebersihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman dan
16
selokan dan membersihkan jalan didepan asrama dari sampah ( Ponpes,
2007).
3. Perilaku
Salah satu penyebab dari kejadian skabies adalah pakaian yang
kurang bersih dan saling bertukar- tukar pakaian dengan teman satu kamar.
Hal itulah yang tidak diperhatikan serius oleh pimpinan pondok dan santri
itu sendiri. Para santri dapat menghindari penyakit skabies dengan
menjaga kebersihan pakaiannya. Dengan rajin mencuci dan menjemur
pakaian sampai kering dibawah terik matahari. Dan jangan menggunakan
pakaian yang belum kering atau lembab, biasakan mencuci sedikit tapi
sering ( Emier, 2007).
4. Kepadatan Penduduk
Permasalahan yang berkaitan dengan kejadian skabies di Pondok
Pesantren adalah penyakit skabies merupakan penyakit kulit yang banyak
diderita oleh santri, kasus terjadi pada daerah padat penghuni dan jumlah
kasus banyak pada anak usia sekolah. Penyakit gudik (skabies) terdeteksi
manakala menjangkiti lebih dari 1 orang dalam sebuah keluarga (Cakmoki,
2007). Kepadatan hunian merupakan syarat mutlak untuk kesehatan rumah
pemondokan, karena dengan kepadata hunian yang tinggi terutama pada
kamar tidur memudahkan penularan penyakit Scabies secara kontak dari
satu santri kepada santri lainnya (Ma’rufi,2005).
5. Air
Menurut Azwar (1995) dalam Ma’rufi: Penyediaan air bersih
merupakan kunci utama sanitasi kamar mandi yang berperan terhadap
penularan penyakit Scabies pada para santri Ponpes, karena penyakit
Scabies merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih
(water washed disease) yang dipergunakan untuk membasuh anggota
badan sewaktu mandi (Ma’rufi, 2005).
6. Sosial Ekonomi
17
Laporan terbaru tentang skabies sekarang sudah sangat jarang dan
sulit ditemukan diberbagai media di Indonesia (terlepas dari faktor
penyebabnya), namun tak dapat dipungkiri bahwa penyakit kulit ini masih
merupakan salah satu penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup
dan kerja sehari-hari. Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies
masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk,
status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas
higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang
ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga
ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya
waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya
disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama,
maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya
mengakibatkan menur unnya kualitas hidup masyarakat (Keneth dalam
Kartika, 2008)
18
D. Kerangka Teori
Karasteristik santri
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
Praktek santri dalam
upaya pencegahan
terkena skabies
Faktor yang
mempengaruhi
terjadinya skabies
a. Pengetahuan
b. Sanitasi/
lingkungan.
c. Perilaku
d. Kepadatan
hunian
e. Air
f. Sosial ekonomi
Sumber : (Keneth dalam Kartika, 2008), (Azwar, 1995), (Ma’rufi,2005),
( Emier, 2007), (Iskandar, 2000).
E. Kerangka Konsep
Variabel independent ( babas)
Jenis kelamin santri
Variabel Dependent ( terikat)
Praktek
dalam
pencegahan
upaya
terkena
skabies
F. Hipotesa
Ada perbedaan Praktek dalam upaya pencegahan terkena skabies pada santri
putra dan putri .
Download