BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Konflik
Menurut Veeger dalam bukunya Argyo Demartoto yang berjudul
Mosaik Dalam Sosiologi, konflik menurut pendapat Lewis Coser adalah
perselisihan mengenai nilai – nilai aau tuntutan – tuntutan berkenaan dengan
status, kekuasaan, dan sumber – sumber kekayaan yang persediaannya tidak
mencukupi, dimana pihak – pihak yang sedang berselisih tidak hanya
bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga
memojokkan, merugikan, atau menghancurkan lawan mereka. Lebih lanjut,
Coser menyatakan, bahwa perselisihan atau konflik dapat berlangsung antara
individu – individu, kumpulan – kumpulan (collectivities), atau antara individu
dengan kumpulan. Bagaimanapun, konflik baik yang bersifat antar kelompok
maupun yang intra kelompok senantiasa ada di tempat orang hidup bersama.
Coser juga menyatakan, konflik itu merupakan unsur interaksi yang penting,
dan sama sekali tidak boleh dikatakan bahwa konflik, selalu tidak baik atau
memecah belah atau merusak. Konflik itu bisa menyumbang banyak
kelestarian kelompok dan mempererat hubungan antar anggotanya. Orang telah
lama mengetahui, bahwa hal seperti menghadapi musuh bersama dapat
mengintegrasikan orang, menghasilkan solidaritas dan keterlibatan, dan
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
11
digilib.uns.ac.id
membuat orang lupa akan perselisihan intern mereka sendiri. (Demartoto,
2007: 92)
Bagi Lewis A. Coser, konflik yang terjadi di dalam masyarakat tidak
semata – mata menunjukkan fungsi negatifnya saja, melainkan dapat pula
menimbulkan dampak positif dan oleh karena itu menguntungkan bagi sistem
yang bersangkutan. Baginya, konflik adalah merupakan salah satu bentuk
interaksi dan tak perlu mengingkari keberadaannya. Pemikiran Coser mengenai
konflik sebagai berikut:
a.
Konflik Sebagai Bentuk Interaksi
Menurut Coser, kita tidak perlu melihat konflik sebagai gejala
patologis, atau gejala yang harus dihindari dari kehidupan sosial. Konflik
merupakan gejala yang normal – normal saja, bahkan merupakan unsur
yang penting di dalam interaksi segenap anggota masyarakat.
b.
Fungsi Positif Konflik
Konflik dapat merupakan cara atau alat untuk mempertahankan,
mempersatukan, dan bahkan mempertegas sistem sosial yang ada.
c.
Safety Valve (Katup Pengaman)
Dalam setiap masyarakat seringkali berkembang suatu mekanisme
untuk meredakan ketegangan yang ada, sehingga struktur sebagai
keseluruhan tidak terancam keutuhannya. Mekanisme ini oleh Coser
dinamakan Safety Valve (katup pengaman). Coser memang mengakui
bahwa konflik itu dapat membahayakan persatuan, oleh karena itu perlu
dikembangkan cara agar bahaya tersebut dapat dikurangi atau bahkan
commit to user
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diredam. Baginya katup pengaman ini sebagai institusi (Safety Valve
Institution). Hal ini mengisyaratkan bahwa semua elemen yang terdapat
dalam institusi sosial harus terdapat pula di katup pengaman ini. Menurut
Coser, katup pengaman di samping dapat berbentuk intitusi sosial, dapat
juga berbentuk tindakan – tindakan atau kebiasaan – kebiasaan yang dapat
mengurangi
ketegangan
karena
konflik
tidak
dapat
tersalurkan.
(Demartoto, 2007: 94-98)
B. Konsep
1. Peranan
Secara etimologi, peranan berasal dari kata peran yang berarti sesuatu
yang mengambil peran atau yang memegang pimpinan terutama. Sedangkan
sercara terminologi peranan berarti aspek dinamis dari suatu kedudukan,
dimana seseorang melaksanakan hak – haknya dan kewajiban – kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya. Untuk itu peranan merujuk pada perilaku
seseorang pada posisi atau status tertentu sebagai apa dan terhadap siapa.
Artinya peranan dapat dilihat sebagai suatu peran sosial, tapi bukan individu
yang berhenti pada dirinya (Soekanto, 2003:243)
Dalam kehidupan bermasyarakat, peranan menentukan bagaimana
seseorang harus bertingkah laku dalam masyarakat. Peranan tersebut
dirumuskan dan diakui oleh masyarakat melalui norma sosial yang berlaku
dalam masyarakat tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13
digilib.uns.ac.id
Menurtut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt dalam buku Sosiologi
Jilid 1, mengartikan peranan sebagai perilaku yang diharapkan dari seseorang
yang mempunyai suatu status. Mempelajari suatu peranan sekurang –
kurangnya melibatkan dua aspek, yaitu: pertama, kita harus belajar untuk
melaksanakan kewajiban dan menuntut hak – hak suatu peran; kedua, memiliki
sikap, perasaan dan harapan – harapan yang sesuai dengan peran tersebut. Oleh
karena itu, untuk mencapainya seseorang akan mengadakan interaksi dengan
orang lain (baik dengan individu maupun dengan kelompok) yang dalam
interaksi ini akan terjadi adanya tindakan sebagai suatu rangsangan dan
tanggapan sebagai suatu respon ( Horton, 1987: 118)
Peranan adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang atau
kelompok yang mempunyai status. Sedangkan status sendiri sebagai suatu
peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu
kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain. Dalam arti tertentu,
status dan peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah
seperangkat hak dan kewajiban, sedangkan peranan adalah pemeranan dari
perangkat kewajiban dan hak – hak tersebut.
Sedangkan pengertian peranan menurut Bruce J. Cohen dalam
bukunya Sosiologi Suatu Pengantar adalah “suatu perilaku yang diharapkan
oleh orang lain dari seseorang yang menduduki status tertentu.”
Bruce J. Cohen membagi peranan menjadi dua macam, yaitu:
1) Prescribed Role (peranan yang dianjurkan) yaitu jika dalam
melaksanakan suatu peranan tertentu kita diharapkan oleh
masyarakat agar menggunakan cara – cara yang sesuai dengan
commit to user
yang mereka harapkan.
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Enacted Role (peranan nyata) yaitu jika orang – orang yang
diharapakan melaksanakan suatu peranan tidak berperilaku
menurut cara – cara konsisten dengan harapan – harapan orang
lain, tetapi mereka masih bisa dianggap menjalankan peranan
yang diberikan oleh masyarakat walaupun tidak konsisten dengan
harapan – harapan si pemberi peran.
Menurut Hendropuspito dalam buku Sosiologi Sistematik, peranan
adalah suatu konsep fungsional yang menjelaskan fungsi (tugas) seseorang dan
dibuat atas tugas – tugas yang dilakukan seseorang. Peranan sebagai konsep
yang menunjukkan apa yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok.
Wujud dari status atau peran itu adalah adanya tugas – tugas yang
dijalankan oleh seseorang berkaitan dengan posisi atau fungsinya dalam
masyarakat. Salah satunya adalah peranan Bhabinkamtibmas, dalam kaitannya
dengan upaya deteksi dini terhadap konflik pada masyarakat kota Semarang,
khususnya di Kecamatan Banyumanik.
Jadi, dapat disimpulkan pengertian peranan menurut peneliti adalah
seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang
sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.
Bhabinkamtibmas merupakan alat Negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat. (UU No.
2
Tahun
2002
tentang
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia)
Bhabinkamtibmas sendiri dibentuk sebagai pemantau potensi gangguan
keamanan dan ketertiban masyarakat yang dimulai dari Desa atau Kelurahan
oleh Polsek sebagai satuan operasional Kepolisian terdepan perlu adanya
to user
hubungan baik antara Polri dancommit
masyarakat.
15
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peran Bhabinkamtibmas disini sebagai; pembimbing masyarakat bagi
terwujudnya kesadaran hukum, dan kamtibmas serta meningkatkan partisipasi
masyarakat di Desa atau Kelurahan; pelindung, pengayom, dan pelayan
masyarakat bagi terwujudnya rasa aman dan tentram di masyarakat Desa/
Kelurahan; mediator dan fasilitator dalam penyelesaian permasalahan –
permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat Desa atau Kelurahan; serta
dinamisator dan motivator masyarakat yang bersifat positif dalam rangka
menciptakan dan memelihara kamtibmas. (SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas di Desa atau Kelurahan, Oktober 2011)
Bhabinkamtibmas sebagai bagian dari Polri yang bertugas menjadi
pengaman dan pelayanan masyarakat di setiap kelurahan atau desa. Menurut
Dir Binmas Poldasu Kombes DR H Hery Subiansauri, SH, MH, MSi bahwa
dalam sebulan personel Bhabinkamtibmas sudah dapat memetakan wilayah
desa binaannya dan dapat mengetahui semua masyarakat yang ada di desa
tersebut, baik pekerjaannya sehari-hari maupun nama-nama mereka, serta adat
yang ada di desa tersebut. Sehingga keamanan dapat lebih terjaga dan masalahmasalah yang terjadi di antara masyarakat dapat terselesaikan tanpa harus
diproses
di
(http://polsek-
pengadilan.
gunungpuyuh.blogspot.com/2012/08/peranan-dan-kehadiranbhabinkamtibmas.html)
Peran Bhabinkamtibmas sendiri berupa pembinaan ketertiban
masyarakat,
pembinaan
keamanan
swakarsa,
masyarakat, dan pembinaan potensi masyarakat.
commit to user
pembinaan
perpolisian
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Deteksi Dini
Terdapat dua pengertian deteksi dini yaitu menurut UNDP/UNISDR
dan PP No.50/2005
a.
Menurut UNDP/UNISDR
Suatu mekanisme yang berupa pemberian informasi secara tepat
waktu dan efektif, melalui institusi yang dipilih, agar masyarakat atau
individu di daerah rawan mampu mengambil tindakan menghindari atau
mengurangi resiko dan mampu bersiap – siap untuk merespon secara
efektif.
b.
Menurut PP No.50/2005
Upaya memberitahukan kepada warga yang berpotensi dilanda suatu
masalah untuk menyiagakan mereka dalam menghadapi kondisi dan situasi
suatu masalah.
Jadi,
pengertiam
Deteksi
Dini
menurut
penulis
adalah
memberitahukan informasi untuk mengenali dan menandai suatu gejala atau
ciri – ciri akan adanya suatu permasalahan agar dapat diambil tindakan untuk
mengindari atau mengurangi resiko tersebut, dalam hal ini adalah konflik.
Fungsi dari deteksi dini antara lain:
a. Untuk mengetahui lebih awal akan kemungkinan terjadinya suatu konflik.
Dengan melakukan deteksi dini, kita dapat membaca adanya
kemungkinan terjadinya suatu konflik sejak awal, artinya kita dapat
melakukan upaya penanggulangan sejak konflik tersebut masih berskala
kecil.
commit to user
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Untuk menghindari keterkejutan akan terjadinya suatu konflik.
Dengan pengetahuan akan kemungkinan terjadinya suatu konflik,
maka kita akan lebih siap dalam menghadapi segala kemungkinan atau
perkembangan kondisi yang terjadi. Sehingga, apabila konflik benar
terjadi, kita
sudah sigap dan cepat
dalam
memberikan reaksi
penanggulangan atas konflik tersebut.
c. Menyiapkan lebih awal langkah – langkah penanggulangan konflik apabila
konflik yang sudah terdeteksi tidak dapat dicegah.
Dengan demikian kita dapat mereduksi kerusakan yang mungkin
timbul akibat konflik tersebut serta mencegah konflik tersebut membesar.
Dengan persiapan langkah – langkah penanggulangan atas konflik yang
mungkin terjadi, maka dampak yang mungkin timbul dapat direduksi atau
diminimalisir sedemikian rupa sehingga tidak jatuh korban yang lebih
besar (baik korban jiwa, materiil, dan imateriil). Selain itu, dengan upaya
penanggulangan yang dini atas konflik, maka eskalasi konflik untuk
menjadi
lebih
besar
dapat
ditekan
atau
dihindari.
(http://gombinx.blogspot.com/2008)
Cara Deteksi Dini
a. Pemahaman konflik yang sudah pernah terjadi (Database konflik)
1) Pemetaan
konflik
(yang
sudah
pernah
terjadi
dan
upaya
penyelesaiannya)
Tujuan dari pemetaan konflik ini adalah bilamana kita berada di suatu
tempat atau wilayah baru yang harus dilakukan adalah melakukan
commit to user
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemetaan konflik terlebih dahulu, yakni konflik – konflik yang sudah
pernah terjadi beserta upaya – upaya penyelesaian yang pernah
dilakukan. Dari pemetaan tersebut, dapat diketahui perkembangan yang
terjadi saat ini mengenai berbagai konflik yang pernah ada di wilayah
tersebut. Hal ini akan berkaitan dengan upaya pendeteksian konflik
yang terjadi, baik konflik yang merupakan konflik lanjutan atau laten
dari konflik yang pernah terjadi sebelumnya, maupun konflik yang baru
pertama kali muncul atau terjadi.
2) Koordinasi antar instansi yang terkait
Menjaga hubungan dengan instansi – instansi yang terkait antara lain
pihak Polri, TNI, Kejaksaan, Imigrasi, bea cukai, dan unsur terkait
lainnya dalam penyelesaian konflik di masa lalu atau yang pernah
terjadi di daerah atau tempat tersebut. Hal ini perlu dilakukan guna
tetap menjalin hubungan dalam rangka koordinasi dalam penangan
konflik yang terjadi di masa datang.
3) Peran serta masyarakat
Peran serta masyarakat yang telah terbina selama ini dapat dilihat
sebagai bagian dari sejarah penyelesaian konflik yang terjadi
sebelumnya. Masyarakat dalam hal ini dapat dijadikan bahan
pembelajaran atau sejarah dalam penyelesaian konflik yang akan
datang.
commit to user
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pemahaman tentang indikasi terjadinya konflik baru.
1) Pemahaman tentang situasi dan kondisi terkini (current affairs)
Kondisi terkini atau termutakhir dapat kita gunakan sebagai tahap awal
dari upaya pendeteksian kemungkinan terjadinya suatu konflik. Dalam
hal ini, kita harus memahami situasi dan kondisi terkini dalam semua
aspek kehidupan (ipoleksosbudhankam) yang dapat memicu terjadinya
konflik. Sehingga apabila terjadi konflik, kita selaku aparat, tidak
terlalu terkejut dan dapat lebih sigap dalam melakukan penanganan
terhadap konflik yang muncul tersebut.
2) Memahami reaksi masyarakat
Setelah memahami situasi dan kondisi terkini, kita harus dapat
membaca dan memahami reaksi yang timbul di masyarakat akibat
adanya perkembangan dari situasi dan kondisi terkini tersebut. Adapun
reaksi masyarakat ini dapat kita lihat dalam berbagai bentuk, seperti
reaktif maupun reaksi yang “laten” atau bergerak di bawah permukaan,
maupun tidak memberikan reaksi yang berarti terhadap perkembangan
situasi kondisi terkini.
3) Memahami peristiwa yang menyertai atau muncul pada tahap awal
indikasi adanya konflik
Adanya reaksi yang muncul di masyarakat akan menimbulkan gejolak
di masyarakat. Gejolak – gejolak yang terjadi dapat dijadikan indikasi
awal adanya konflik, karena apabila gejala – gejala tersebut tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20
digilib.uns.ac.id
ditangani dengan baik, maka dari gejala tersebut dapat bergerak atau
berkembang ke arah eskalasi konflik yang lebih besar lagi.
4) Pengumpulan dan pemetaan dari peristiwa-peristiwa yang ada
Maksudnya, dari peristiwa – peristiwa yang ada, dalam hal ini yang
berkaitan dengan isu atau perkembangan terkini tersebut mulai untuk
dikumpulkan, untuk selanjutnya dilakukan kategorisasi (mana saja yang
berkaitan dengan kemungkinan terjadinya konflik). Setelah dilakukan
pengumpulan dan pemilihan, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah
pemetaan masalah. Adapun tujuan dari pemetaan masalah adalah tidak
hanya sekedar memisah – misahkan permasalahan yang ada, tetapi juga
membaca jaring yang terhubung dari rangkaian peristiwa tersebut.
5) Koordinasi antar instansi yang terkait
Koordinasi dengan instansi – instansi yang terkait antara lain pihak
Polri, TNI, Kejaksaan, Imigrasi, bea cukai, dan unsur terkait lainnya
dalam rangka memberikan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan
adanya indikasi awal terjadinya suatu konflik. Pihak – pihak tersebut
memberikan informasi dan melakukan pengawasan atau pengamatan
terhadap kegiatan – kegiatan yang mencurigakan, misal pengajian yang
menyimpang atau adanya kerumunan massa yang menyebarkan berita
yang berpotensi menciptakan ketegangan antar SARA.
6) Peran serta masyarakat
Peran serta masyarakat di sini lebih kepada lingkar terluar dalam sistem
deteksi dini konflik dan pengamanan. Peran lingkar luar adalah
commit to user
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat dapat dijadikan sumber informasi yang berkaitan tentang
hal-hal mencurigakan yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat.
Hal ini bisa dilakukan oleh masyarakat karena masyarakat bersentuhan
langsung dengan kondisi sehari – hari di lapangan dan saling
berinteraksi satu sama lain, sehingga adanya info – info mengenai
indikasi kemunculan suatu konflik dapat lebih mudah diketahui. Hal ini
dapat dilakukan dengan pembangunan central informasi atau pusat
informasi terutama di daerah yang dinilai rawan terhadap konflik.
Sedangkan peran sebagai pengamanan adalah masyarakat berperan
untuk menjaga situasi dan kondisi di lingkungan masyarakat agar tetap
aman, dan terhindar dari upaya – upaya untuk terjadinya konflik dengan
cara membangun kesadaran diri dan masyarakat serta pengawasan
melekat
terhadap
lingkungan
sekitar.
(http://gombinx.blogspot.com/2008)
3. Konflik
Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan,
perselisihan, pertentangan.
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha
menyingkirkan
pihak
lain
dengan
menghancurkannya
atau
membuatnya tidak berdaya. Sedangkan menurut Taquiri dalam Newstorm dan
Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku
commit to user
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam
berbagai
keadaan
akibat
daripada
berbangkitnya
keadaan
ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih
pihak secara berterusan. (id.wikipedia.org/wiki/Konflik)
Robert M. Z Lawang mengemukakan bahwa konflik adalah
perjuangan untuk memperoleh nilai, status, dan kekuasan dimana tujuan dari
mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk
menundukkan saingannya. Sedangkan Soerjono Soekanto, konflik merupakan
proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk
memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai
dengan ancaman dan kekerasan.
Jadi, pengertian konflik menurut penulis adalah benturan antara
berbagai nilai dan kepentingan tertentu yang terjadi pada masyarakat atau
kelompok untuk mendapatkan atau memperjuangkan kedudukan atau suatu
keuntungan.
Jika dilihat definisi secara sosiologis, konflik senantiasa ada dalam
kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya
dapat diminimalkan.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan
hilang
bersamaan
dengan
hilangnya
masyarakat
itu
sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri – ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi. Perbedaan – perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23
digilib.uns.ac.id
lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri – ciri individual dalam interaksi
sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya
atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan
sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan
menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat
menciptakan konflik. Konflik sebagai suatu gejala sosial, akan kita dapatkan
dalam kehidupan bersama artinya konflik merupakan gejala yang bersifat
universal. Tidak ada kehidupan bersama tanpa adanya konflik, baik pada skala
besar maupun skala kecil.
Sedangkan menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel jenis-jenis
konflik terbagi atas :
a. Konflik intrapersonal.
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya
sendiri. Konflik ini terjadi pada saat yang bersamaan memiliki dua
keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
b. Konflik interpersonal.
Konflik ini adalah konflik seseorang dengan orang lainnya karena
memiliki perbedaan keinginan dan tujuan.
Konflik antar individu – individu dan kelompok – kelompok, Hal ini
sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan – tekanan
commit to user
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk mencapai konformitas yang ditekankan pada kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh seorang individu dapat dikenai hukuman karena tidak
memenuhi norma – norma yang ada. Konflik interorganisasi.
Konflik antar grup dalam suatu organisasi adalah suatu yang biasa
terjadi, yang tentu menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan integrasi
dalam kegiatan yang menyangkut tugas – tugas dan pekerjaan. Karena hal ini
tak selalu bisa dihindari maka perlu adanya pengaturan agar kolaborasi tetap
terjaga dan menghindari disfungsional.
4. Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok
orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Kata masyarakat sendiri berakar dari kata dalam bahasa
Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan – hubungan antar entitas – entitas. Masyarakat adalah sebuah
komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya,
istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup
bersama
dalam
satu
komunitas
yang
teratur.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat)
Masyarakat adalah kumpulan sekian banyak individu kecil atau besar
yang terikat oleh satuan, adat ritus atau hukum khas dalam hidup bersama. J.L.
Gillin dan J.P. Gillin mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia
yang tersebar dan memiliki kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan
commit to user
25
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang sama. Sedangkan R. Linton seorang ahli antropologi mengemukakan
bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama
hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya
dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas – batas
tertentu.
Dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa Masyarakat adalah suatu
kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma – norma,
adat istiadat yang sama – sama ditaati dalam lingkungannya. Masyarakat dalam
arti luas adalah keseluruhan hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi
oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Sedangkan dalam arti sempit,
masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek – aspek
tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan lain sebagainya.
Dalam kehidupan sehari – hari, kita menemukan kenyataaan bahwa
manusia sebagai makhluk sosial ada kecenderungan untuk melakukan
kesalahan sesama manusia. Kecenderungan yang bersifat sosial ini selalu
timbul pada diri setiap manusia ada sesuatu yang saling membutuhkan. Dari
kenyataan ini kemudian timbulah suatu struktur antar hubungan yang beraneka
ragam. Keragaman itu dalam bentuk kolektivitas - kolektivitas serta kelompok
– kelompok dan pada tiap – tiap kelompok tersebut terdiri dari kelompok –
kelompok yang lebih kecil. Apabila kolektivitas – kolektivitas itu dan
kelompok – kelompok mengadakan persekutuan dalam bentuk yang lebih
besar, maka terbentuklah apa yang kita kenal dengan masyarakat.
commit to user
26
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial tidak
hanya satu, disamping itu individu sebagai warga masyarakat dapat menjadi
bagian dari berbagai kelompok dan atau kesatuan sosial yang hidup dalam
masyarakat tersebut.
C. Penelitian Terdahulu
1. Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Perjudian di Wilayah
Kecamatan Jebres.
Penelitian terdahulu dilakukan oleh Arif Madya Prasetya (2007)
mahasiswa
FKIP
UNS
yang
berjudul
Peranan
Kepolisian
Dalam
Menanggulangi Tindak Perjudian di Wilayah Kecamatan Jebres ini bertujuan
untuk mengetahui tindak perjudian di wilayah Kecamatan Jebres, untuk
mengetahui peranan kepolisian dalam menanggulanginya, dan bagaimana
upayanya, serta hambatan apa saja yang dihadapi. Dengan menggunakan
metode deskriptif kualitatif , teknik sampling dengan purposive sampling guna
menyaring sebanyak mungkin informasi. Teknik pengumpulan data dengan
wawancara dan dokumen, serta dengan trianggulasi data untuk menguji
validitas data. Dari hasil penelitiannya, dapat disimpulkan: 1) Perjudian yang
terjadi di wilayah Kecamatan Jebres disebabkan karena pelaku perjudian ingin
mendapatkan uang sampingan dengan jalan pintas, yang para pelakunya adalah
hampir 50% bermata pencaharian buruh dan mereka yang berasal dari kalangan
bawah atau miskin yang memiliki penghasilan rendah. 2) Peranan kepolisian
dalam menanggulangi perjudian di wilayah Kecamatan Jebres semenjak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27
digilib.uns.ac.id
pergantian Kapolri menunjukkan peningkatan yang lebih baik dibandingkan
dengan sebelumnya. 3) Berbagai upaya yang dilakukan oleh Kepolisian sektor
kota besar Jebres yaitu melalui upaya: preventif, antara lain yaitu: penangkapan
para pelaku perjudian dan proses tindak lanjut. 4) Hambatan yang dihadapi
oleh Kepolisian sektor besar kota Jebres dalam menanggulangi masalah
perjudian di wilayah kecamatan Jebres, yaitu: masalah personil atau anggota
kepolisian memiliki sumber daya manusia yang kurang, kesadaran masyarakat,
setelah dilakukan penggrebekan arena judi sudah bubar, tempat sering
berpindah – pindah.
2. Implementasi Program Perpolisian Masyarakat di Kelurahan Kratonan,
Kecamatan Serengan, Kota Surakarta.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sutarto (2010) mahasiswa
S2 Administrasi Public yang berjudul Implementasi Program Perpolisian
Masyarakat di Kelurahan Kratonan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta ini
bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisa proses
implementasi Polmas serta faktor pendorong dan penghambat implementasi
Perpolisian Masyarakat di Kelurahan Kratonan, Kota Surakarta. Dengan
menggunakan teori implementasi model Van Metter dan Van Horn, teori
Partisipasi, dan Kemitraan. Teori implementasi model Van Metter dan Van
Horn digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa proses dan faktor – faktor
implementasi dalam Polmas. Teori partisipasi dan kemitraan digunakan untuk
menjelaskan dan menganalisa bentuk – bentuk partisipasi masyarakat dalam
kemitraan untuk menunjang implementasi polmas. Penelitian ini menggunakan
commit to user
28
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
metode kualitatif. Satuan kajian dalam penelitian ini yaitu: dokumen kebijakan,
pedoman program. Sumber data primer dilakukan dengan tehnik purposive
sampling dengan informan yaitu Kapolsek Serengan, Bhabinkamtibmas, Lurah,
Pengurus
FKPM
dan tokoh
masyarakat.
Tehnik
pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara, studi dokumentasi kebijakan dan
pedoman program. Tehnik analisis data menggunakan tehnik analisis interaktif.
Kesimpulan menunjukkan : 1) Penerapan polmas terkait dengan pelaksanaan
fungsi Bhabinkamtibmas, meliputi : kunjungan rutin, patroli bersama, dialog,
kegiatan bersama, penyuluhan kamtibmas. 2) Terdapat faktor – faktor
pendukung dalam penerapan Polmas khususnya partisipasi dalam kegiatan
polmas. 3) Terdapat faktor-faktor penghambat dalam penerapan polmas seperti
kurangnya pemahaman dari implementor dan kurangnya dukungan sumber
daya. Rekomendasi dari penelitian ini : 1) Perlunya membangun keinginan dan
komitmen di instansi Kepolisian, Pemerintah Kota Surakarta dan kelembagaan
masyarakat terkait penerapan Polmas dalam bentuk sharing sumber daya
seperti dukungan anggaran. 2) Meningkatkan sosialisasi dan dialog antara
Kepolisian, Pemerintah Daerah (Kelurahan), FKPM dan kelembagaan
masyarakat serta warga masyarakat tentang program Polmas dan persoalan
kamtibmas. 3) Melaksanakan kegiatan – kegiatan bersama dalam rangka
membangun kondisi keamanan, ketertiban masyarakat.
commit to user
29
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Kolaborasi Pemerintah, Polisi, dan Masyarakat. Pengalaman COP
Malioboro
Artikel ini di tulis oleh Yanuar Agung Anggoro dalam Jurnal
Kebijakan dan Administrasi Publik Volume 10 Nomer 2 Tahun 2006 tentang
masyarakat berorientasi polisi merupakan upaya pemantauan keamanan dengan
menekankan pada inisiatif lokal, kemitraan publik dan swasta dan kepolisian
dengan masyarakat itu ditujukan, membangun dan memelihara komunitas –
polisi – pemerintah kemitraan melalui pemecahan masalah pendekatan
responsif terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat. COP mempromosikan
dan mendukung stategis organisasi untuk mengatasi penyebab dan untuk
mengurangi rasa takut kejahatan dan gangguan sosial. Oleh kemitraan, COP
bersikeras perubahan peran dan paradigma dan pemerintah, polisi dan
masyarakat. Makalah ini menggambarkan upaya kolaborasi dan masalah
mereka di kalangan masyarakat, polisi dan Pemerintah Daerah.
4. Building
Capability Throughout a
Change Effort: Leading the
Transformation of a Police Agency to Community Policing.
Artikel ini di tulis oleh J.Kevin Ford yang berada di dalam jurnal
American Journal of Community Psychology June 2007, Volume 39, pp 321 –
334. Kasus ini menggambarkan upaya perubahan untuk memindahkan agen
polisi untuk menjadi organisasi polmas. Upaya perpolisian masyarakat
dipandang sebagai sarana untuk melakukan perubahan transformasional untuk
menjadi organisasi pembelajaran dengan tujuan meningkatkan pemberian
layanan polisi. Kasus ini menjelaskan langkah - langkah yang diambil untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30
digilib.uns.ac.id
memenuhi visi baru perpolisian masyarakat serta langkah – langkah yang
diambil untuk mengatasi tantangan atau realitas mencoba untuk membuat
terjadinya perubahan. Pandangan untuk kasus ini adalah peran kepemimpinan
di seluruh tahap perubahan (eksplorasi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring
dan pelembagaan) dalam membangun kapasitas dalam organisasi untuk
mempertahankan upaya perubahan. Peningkatan kapasitas difokuskan pada
menggabungkan sistem berpikir ke dalam pola pikir para anggota organisasi,
mogok perintah dan pola pikir kontrol dengan membangun norma baru sekitar
keterlibatan tinggi dari tim berkomitmen, dan mengembangkan keahlian untuk
mendukung pembelajaran berkelanjutan dan perbaikan dalam rangka
menyelaraskan sistem organisasi. Sebuah pelajaran penting dipelajari adalah
bahwa pemimpin yang efektif tidak hanya mempersiapkan organisasi sebelum
upaya perubahan. Mereka harus memiliki kesabaran untuk terus membangun
kapasitas untuk perubahan di antara anggota organisasi di seluruh berbagai
tahap upaya perubahan.
5. A Comparative Perspective of Community Policing in Taiwan and
Washington State.
Artikel ini ditulis oleh Terry Gingerich dan Doris Chu yang berada di
dalam jurnal Asian Journal of Criminology, December 2006, Volume 1, Issue
2, pp 119 – 135. Penelitian ini membahas sikap dan perilaku polisi Taiwan
mengenai komunitas berorientasi kepolisian (COP) dengan membandingkan
sikap dan perilaku mereka dengan para perwira di Washington State. Data yang
digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari 375 petugas garis Taiwan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31
digilib.uns.ac.id
ditugaskan ke kota Tainan dan 167 petugas garis polisi Amerika dari berbagai
departemen sheriff 'di Washington State. Studi ini menemukan bahwa (1)
petugas Taiwan dan Amerika memiliki pendapat yang sama potensi COP untuk
mengurangi kejahatan, (2) kedua kelompok sama – sama terlibat dalam
menerapkan berbagai strategi dari COP, namun (3) perwira Amerika lebih
terlibat dalam merumuskan (perencanaan atau memikirkan strategi COP), dan
(4) lebih mudah menerima keterlibatan warga dalam COP, sedangkan (5)
petugas Taiwan lebih reseptif terhadap pengawasan sipil, dan (6) lebih setuju
untuk menerapkan hasil COP untuk tujuan evaluatif daripada rekan – rekan
Amerika. Implikasi kebijakan dan daerah untuk penelitian masa depan dibahas.
Dapat disimpulkan bahwa yang membedakan penelitian ini dengan
penelitian – penelitian diatas adalah penelitian yang penulis lakukan ini
menitikberatkan pada peranan Bhabinkamtibmas sebagai pilot project dari Sat
Binmas Polrestabes Semarang mewakili Polda Jateng dengan masyarakat sekitar
serta Pihak Pemerintahan dalam hal ini Kelurahan, di Kecamatan Banyumanik,
Kota Semarang.
D. Kerangka Berpikir
Di dalam kehidupan bermasyarakat, norma – norma yang sudah ada
dan sudah ditetapkan di dalam masyarakat memang sudah seharusnya ditaati dan
dijalankan oleh setiap individu yang menjadi bagian dalam masyarakat tersebut.
Namun pada kenyataanya, masih banyak di antara kita yang melakukan
pelanggaran terhadap norma – norma tersebut baik yang kita sadari maupun yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32
digilib.uns.ac.id
tidak kita sadari. Perilaku yang menyimpang dari norma – norma yang sudah
ditentukan inilah yang di sebut dengan penyimpangan sosial. Dengan kata lain
penyimpangan sosial adalah semua perilaku yang dilakukan oleh individu –
individu yang merupakan bagian dari suatu masyarakat yang tidak mampu
menyesuaikan diri terhadap peraturan – peraturan dan nilai – nilai kehidupan
bermasyarakat yang menjadi lingkungan tempat tinggalnya.
Semarang sebagai kota besar sekaligus ibukota bagi Jawa Tengah
memang sangatlah rawan terhadap adanya tindak kejahatan dan terjadinya
konflik, dikarenakan semakin banyaknya penduduk yang berasal dari berbagai
daerah dengan kebudayaan yang beraneka ragam, yang dapat menambah peluang
adanya tindak kejahatan. Tidak memungkiri, sifat manusia ataupun perilaku
masyarakat tidak selamanya berjalan sesuai kehendaknya, kadang kala juga
melakukan tindakan penyimpangan dari norma baik yang disengaja maupun tidak
disengaja.
Salah satu tugas dan wewenang kepolisian seperti yang tertulis dalam
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang mencegah dan menaggulangi
tumbuhnya penyakit masyarakat. Yang dimaksud penyakit masyarakat di sini
adalah perbuatan yang menyimpang dari norma dan nilai di dalam masyarakat.
Bhabinkamtibmas sendiri dibentuk sebagai pemantau potensi gangguan keamanan
dan ketertiban masyarakat yang dimulai dari Desa atau Kelurahan oleh Polsek
sebagai satuan operasional kepolisian terdepan perlu adanya hubungan baik antara
Polri dan masyarakat. Peran Bhabinkamtibmas bagi masyarakat tersebut pada
akhirnya dapat menciptakan dan memelihara kamtibmas.
commit to user
33
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pihak Kepolisian khususnya
Bhabinkamtibmas dalam memberantas dan menanggulangi tindak penyimpangan
sosial tersebut dengan berbagai cara. Upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian
khususnya Bhabinkamtibmas secara preventif yaitu dengan adanya Deteksi Dini,
agar nantinya masyarakat dapat mempersiapkan ataupun mencegah kemungkinan
terjadinya konflik.
Upaya kepolisian khususnya Bhabinkamtibmas dalam menanggulangi
adanya penyimpangan sosial ini bhabinkamtibmas mengalami berbagai kendala,
baik yang berasal dari dalam pihak kepolisian itu sendiri maupun dari luar.
Hambatan yang berasal dari dalam pihak kepolisian yaitu belum maksimalnya
Bhabinkamtibmas serta jumlah personel yang kurang. Sedangkan hambatan yang
berasal dari luar yaitu kurangnya kesadaran di dalam masyarakat.
commit to user
34
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kerangka berpikir tersebut di atas apabila digambarkan secara
keseluruhan adalah sebagai berikut:
Bagan. 1
Skema Kerangka Berpikir
Masyarakat
Bhabinkamtibmas
Pemerintah, LSM
Deteksi Dini
Konflik yang pernah terjadi
Konflik yang belum pernah terjadi
 Pemetaan Konflik
 Koordinasi antar instani yang
terkait
 Peran Masyarakat
 Pemahaman tentang situasi
 Memahami reaksi masyarakat
 Memahami peristiwa yang menyerta
 Pengumpulan dan pemetaan dari peristiwaperistiwa
 Koordinasi antar instansi yang terkait
 Peran serta masyarakat
Masyarakat Aman
E. Definisi Konseptual
1. Peranan
Seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya di dalam suatu sistem.
commit to user
35
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Deteksi Dini
Memberitahukan informasi untuk mengenali dan menandai gejala atau
ciri – ciri akan adanya suatu permasalahan agar dapat diambil tindakan untuk
menghindari atau mengurangi resiko tersebut.
3. Konflik
Benturan antara berbagai nilai dengan kepentingan tertentu yang
terjadi
pada
masyarakat
atau
kelompok
untuk
memperjuangkan kedudukan ataupun keuntungan.
F. Definisi Operasional
1. Peranan
Peranan dapat dilihat dari:
a.
Prescribed role (peranan yang diharapkan)
b.
Enacted role (peranan yang nyata)
2. Deteksi Dini
Deteksi dini dapat dilihat dari:
a.
Pemberian informasi
b.
Merespon informasi
c.
Mengenali gejala adanya kasus
d.
Menandai (ciri – ciri) kasus
e.
Mencegah (menghindari atau mengurangi) resiko
commit to user
mendapatkan
atau
36
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Konflik
Konflik dapat dilihat dari:
a.
Konflik intrapersonal (konflik dengan dirinya sendiri)
b.
Konflik interpersonal (konflik dengan orang lain)
commit to user
Download