Prospek Kinerja Investasi di Tahun 2013

advertisement
Prospek Kinerja Investasi di Tahun 2013
Selamat tahun baru 2013 dan semoga di tahun ini segalanya lebih baik
dari sebelumnya!
Sekilas melihat kinerja investasi di 2012, bursa IHSG dan bursa
obligasi pemerintah Indonesia membukukan return tahunan sekitar +13%
dan +9% secara berurutan, meski kali ini tidak setinggi kinerja bursa
Thailand dan Filipina. Meski ditengah kekuatiran kondisi ekonomi
dunia dan tekanan geo-politik di Timur Tengah, kinerja bursa dunia
kembali positif berkat dukungan aksi likuiditas bank sentral utama
dunia. Problem hutang di Yunani dan Spanyol yang sempat meruncing di
awal 2012, berbalik terlihat lebih tenang saat ini, dimana proses
negosiasi politik atas kebijakan moneter telah berada di jalan yang
benar dan diharapkan dapat berlanjut pada resolusi jangka panjang
yang lebih baik. Pandangan suram atas melemahnya pertumbuhan ekonomi
di semua blok ekonomi terbesar dunia di 2012, saat ini juga mulai
sirna seiring ekonomi Cina dan AS yang menunjukkan sinyal-sinyal
pertumbuhan di awal tahun 2013.
Namun, investor di tahun 2013 masih akan dibayangi kekuatiran, dimana
negosiasi politik di AS dan Eropa akan menentukan apakah bursa dapat
menghindari gejolak terkait problem "debt-ceiling" dan apakah Zona
Eropa mampu melanjutkan perubahan struktural meskipun masih terjebak
resesi. Ditengah ketidakpastian global ini, nasabah Generali
setidaknya masih bisa bersikap optimistis dan siap menghadapi segala
kemungkinan dalam berinvestasi dengan resolusi sistem ARMS (Auto Risk
Management System) dimana setiap nasabah bisa leluasa mengatur
sendiri campuran aset investasinya dan memadukan berbagai fitur
metode manajemen risiko yang dijalankan secara otomatis. Dengan
demikian, risiko investasi diharap dapat terjaga tidak melebihi batas
toleransi sekaligus menjaga kinerja investasi secara keseluruhan saat
pasar modal bergerak naik maupun turun. Perlu diingat, gejolak bursa
dunia dapat saja dengan mudah muncul kembali, terutama bila regulator
kelompok negara maju gagal belajar dari krisis finansial yang lalu.
Risiko sistemik di bursa global masih terlihat, seperti pengetatan
fiskal jangka pendek secara berlebihan di AS dan risiko stagnasi
berkepanjangan di Eropa. Singkat kata, kami ingin mengucapkan selamat
melanjutkan perjalanan investasi kepada seluruh nasabah Generali,
dengan ARMS mari kita utamakan selamat!
Prospek ekonomi Indonesia dalam jangka panjang masih cukup cerah.
Bank Dunia dalam laporan resminya di bulan Oktober menilai prediksi
pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berpotensi tumbuh lebih tinggi
yaitu 6.1%YoY di 2013 dibanding tahun sebelumnya yaitu 6.0%YoY, meski
ditengah rapuhnya pertumbuhan global. Sejak awal tahun lalu,
Indonesia juga menjadi primadona baru investor dunia setelah MIST
(Meksiko, Indonesia, Korea Selatan dan Turki) diproyeksikan menjadi
motor penggerak pertumbuhan dunia selanjutnya setelah BRICS (Brazil,
Russia, India, Cina dan Afrika Selatan). IMF turut memprediksi
perekonomian Indonesia dapat loncat dari peringkat ke-16 di 2012 ke
peringkat ke-10 terkuat dunia dalam 7 tahun ke depan. Hal ini karena,
Indonesia dianggap berada di tengah momentum gelombang konsumsi yang
besar dan berkelanjutan; berkat tren lonjakan populasi berpendapatan
kelas menengah. Bank Dunia memproyeksikan populasi di Indonesia
berpendapatan Rp 1,5-5,2 juta per kapita/bulan, akan melonjak dari
15% di tahun 2010 menjadi 80% dari total penduduk 270 juta jiwa di
tahun 2020. Pada dekade ini, akselerasi pembangunan infrastruktur dan
tingkat pendidikan baik oleh pemerintah dan swasta menjadi faktor
terpenting untuk mendongkrak daya kompetisi Indonesia.
Berdasarkan laporan OECD terkini, di Q3 2012 ekonomi Indonesia
mencatat pertumbuhan PDB triwulanan tertinggi kedua setelah Cina di
kelompok negara G-20. Turut mendukung, menurut laporan BKPM,
realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Indonesia terus menunjukkan
akselerasi hingga Q4 2012 bahkan ditengah perlambatan arus investasi
di Cina, India dan Brazil. Di sepanjang 2012, realisasi PMA tumbuh
26% dan mencapai Rp 313 tln; melampaui target tahunan Rp 283 tln. Hal
ini menunjukkan kepercayaan luar biasa dari investor dunia.
Di sisi negatif, kenaikan PMA mendorong melebarnya defisit neraca
berjalan akibat lonjakan impor barang modal dan bahan mentah disaat
ekspor komoditas melemah, sehingga menekan nilai Rupiah terhadap USD
hampir 7% menjadi Rp 9679/USD di 2012. Mengantisipasi perkembangan
ini, di semester I 2013, BI memiliki kesempatan untuk menjaga nilai
tukar Rupiah terhadap USD di kisaran Rp9.400-Rp9.600. Aksi intervensi
BI akan didukung oleh: 1.) kuatnya cadangan devisa nasional yang naik
mencapai Rp112,8 miliar per Desember 2012 dan 2.) kebijakan yang
mengharuskan Pertamina dan PLN untuk memenuhi kebutuhan valuta
asingnya lewat BI. Ikut menjaga stabilitas Rupiah, berkat peraturan
BI yang mewajibkan eksportir memarkir devisa hasil ekspor (DHE) di
Indonesia, DHE yang ditempatkan di perbankan dalam negeri selama 2012
telah mencapai 90% dari total ekspor Indonesia atau USD 157,28 miliar.
Lalu, apakah kita perlu kuatir bahwa ekonomi Indonesia sedang
kepanasan alias "overheating"? Pesatnya pertumbuhan investasi
menegaskan bahwa ekonomi Indonesia belum kepanasan. Lonjakan
investasi PMA dan PMDN mencerminkan prospek akselerasi kapasitas
produksi pabrik dapat mengimbangi lonjakan permintaan konsumsi
masyarakat, sehingga overheating tidak terjadi. Pertumbuhan kredit
perbankan di 2012 juga terkendali dengan NPL di bawah 2,5%, sementara
pertumbuhan pinjaman perbankan 2012 sekitar 23%YoY didominasi kredit
investasi dan kredit untuk kegiatan produktif. Defisit fiskal (APBN)
yang rendah, rasio hutang pemerintah yang sehat, harga aset properti
yang jauh dari bubble melihat permintaan yang lebih tinggi daripada
suplai. Berbagai hal tersebut menunjukkan masih kokohnya prospek
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ditambah lagi, depresiasi Rupiah atas
USD di sepanjang 2012 juga tidak memicu inflasi, yang tercatat hanya
4,3%YoY di akhir 2012. Proyeksi pertumbuhan PDB Indonesia 6,1-6,3% di
2013 juga masih dibawah kapasitas idealnya.
Prospek Pasar di Tahun 2013
Mari kita awali analisa pasar dengan tantangan global yang jelas
terlihat. Di 2013, perekonomian negara maju masih harus mangatasi
problem tingginya hutang dan pertumbuhan ekonomi yang terseok-seok
seiring berjalannya program disiplin anggaran dan masih lemahnya
sistem keuangan. Di tengah optimisme para pemimpin politik dan bisnis
global bahwa periode terburuk krisis finansial telah berlalu, Dana
Moneter Internasional (IMF) pada awal 2013 justru kembali memangkas
proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2013 dan 2014 menjadi 3,5% dan
4,0% secara berurutan, turun 0,1% dibandingkan perkiraan pada Oktober
2012. Ekonomi Uni Eropa diproyeksikan tumbuh negatif 0.2% di
sepanjang 2013. Namun seperti pengalaman di tahun lalu, pada momen
dimana bank-bank sentral utama dunia memompa likuiditas, indeks bursa
utama dunia mudah untuk melanjutkan reli.
Dibelakangi hal diatas, implikasinya adalah tesis prospek positif
bursa pasar modal dunia di 2013 akan bergantung pada asumsi
berlanjutnya dua kebijakan yang sangat krusial:1.) Pelaku kebijakan
Zona Eropa harus mengadopsi kebijakan yang secara bertahap
melonggarkan kondisi keuangan di negara Yunani, Spanyol, Portugal dan
Irlandia, dimana bank sentral nasional negara-negara yang membutuhkan
dapat mengakses dana talangan European Stability Mechanism (ESM),
sambil terus mengusahakan tercapainya integrasi fiskal dan perbankan
di zona Euro. 2.) Pelaku politik di AS yang telah berhasil mencegah
kenaikan drastis atas pajak dan pemotongan anggaran belanja ("fiscal
cliff") di awal 2013, harus melanjutkan momentum positif dengan
menaikkan pagu batas atas hutang pemerintah ("debt ceiling") pada
waktunya sekaligus mencapai kesepakatan politik atas rencana
komprehensif untuk menyehatkan anggaran nasionalnya. Dengan segenap
tindakan politik, kondisi bursa global sudah jauh lebih tenang saat
ini, tetapi kita harus tetap waspada, sambil berharap berlanjutnya
aksi likuiditas bank sentral dunia berada dalam kondisi terkontrol
dan tidak memicu kenaikan inflasi global yang diluar dugaan.
Lalu bagaimana prospek investasi di Indonesia di tahun Ular Air, yang
dari sudut fengshui bersifat tenang namun rentan gejolak?
Prospek investasi obligasi: setelah reli +9.1%YoY di sepanjang 2012,
indeks obligasi pemerintah masih berpeluang naik seiring ekspektasi
return 7-8% selama 2013. Arus masuk dana asing ke Indonesia cenderung
berlanjut di sepanjang semester I 2013, seiring Aksi stimulus bank
sentral Jepang, AS dan Eropa. Imbal hasil obligasi Indonesia yang
relatif tinggi dibanding regional dan stabilnya status Investment
Grade menjadi daya tarik utama bagi investor global.
Dengan asumsi tidak ada kenaikan suku bunga, dan nilai Rupiah stabil
di level Rp 9600-9800/USD, bursa obligasi cenderung positif di H1
2013. Angka inflasi tahunan 2012 yang stabil di level 4,3% mendukung
optimisme bahwa inflasi tidak akan melampaui target 2013 sebesar 4,5
±1% yang berarti suku bunga BI-rate bisa bertahan 5,75% di semester
awal; BI cenderung menaikkan suku bunga Fasilitas BI (FASBI rate)
mendekati BI-rate untuk menjaga tekanan inflasi, ketimbang menaikkan
BI-rate. Apabila BI mampu menjaga stabilitas Rupiah di kisaran
Rp9.400-Rp9.600, minat beli asing cenderung bertahan sehingga
meredakan sentimen negatif atas bursa obligasi Indonesia akibat
melebarnya defisit neraca perdagangan yang telah mencapai USD 1,33
miliar Januari-November 2012. Di H2 2013, kinerja bursa obligasi
Indonesia cenderung dibatasi risiko seperti: 1) IDR melemah terbatas
atas USD seiring kemungkinan berlanjutnya pelebaran defisit
perdagangan RI, 2) risiko ekspektasi inflasi rentan menembus 5,5% di
H2 2013 setelah memperhitungkan kenaikan tarif listrik dan UMP sejak
Januari 2013 serta menimbang pengaruh banjir pada angka inflasi awal
tahun. 3) Arus investasi asing di obligasi cenderung mereda seiring
aksi "wait and see" di Q4 2013 menjelang periode Pemilu 2014.
Prospek investasi saham: kinerja IHSG disepanjang tahun 2013
berpeluang menguat meskipun rentan gejolak terkait risiko global. Di
sisi makro, resolusi atas jurang fiskal di AS telah bergerak ke arah
yang benar, namun pergulatan politik di Kongres AS akan datang
kembali. Di tahun 2013, "make or break moment" atau momen yang paling
berisiko akan ditentukan oleh apa yang terjadi di AS, dimana resolusi
atas kenaikan pagu utang diatas USD 16,4 triliun dan kesepakatan
pemangkasan anggaran harus dicapai partai Republik dan Demokrat
sebelum tenggat 18 Mei 2013. Tanpa kesepakatan ini, risiko default
atau gagal bayarnya pemerintah AS meningkat, dan bisa berujung pada
turunnya peringkat hutang AS seperti episode 2011 yang memicu gejolak
bursa dunia.
Secara fundamental, prospek bursa saham Indonesia di 2013 masih
kondusif, terutama didorong oleh pertumbuhan pendapatan rata-rata
emiten (EPS growth) yang berkelanjutan. Setelah reli +12.9%YoY di
2012, indeks saham IHSG masih berpeluang naik seiring ekspektasi
return 13% di sepanjang 2013. Konsensus rata-rata analis
memperkirakan earnings dapat tumbuh 13% di tahun 2013; perkiraan ini
juga didukung oleh katalis positif seperti peningkatan investasi
modal, pertumbuhan populasi kelas menengah Indonesia, serta
pertumbuhan kredit perbankan. Rasio P/E dari IHSG di akhir 2012
adalah 13.9x pendapatan 1-tahun ke depan. Dimata investor, valuasi
bursa Indonesia juga masih menarik, melihat rasio 13.9x masih berada
di median regional dan masih dibawah rata-rata rasio P/E IHSG dalam 5
tahun terakhir (14x).
Di semester I 2013, aksi pompa likuiditas tak terbatas oleh bank
sentral AS, Eropa dan Jepang dapat membawa momentum positif bursa
global dan memicu aliran modal masuk ke bursa Indonesia. Sejalan
prediksi inflasi global yang stabil, dana asing cenderung tertarik
oleh prospek pertumbuhan ekonomi dan pendapatan korporasi di Asia
yang di 2013 diprediksi tumbuh lebih tinggi berkat ditopang naiknya
permintaan dalam negeri dan ekspor ke AS dan China ditengah sinyal
pemulihan ekonomi di dua perekonomian terbesar dunia tersebut.
Apalagi, aksi stimulus Jepang bisa menguntungkan negara-negara Asia
Tenggara. Menyusul tekanan dari PM Shinzo Abe, Bank of Japan (BoJ)
akhirnya mengadopsi target inflasi 2% dan berencana meluncurkan
program pembelian asset tak terbatas senilai JPY 13 triliun per bulan
(USD 145 miliar) sejak Januari 2014. Di awal 2013, kabinet Jepang
juga menyetujui program stimulus JPY 10,3 triliun (USD116 miliar)
yang diajukan PM Abe. Korporasi dan pembangunan infrastruktur
Indonesia berpotensi diuntungkan oleh kebijakan moneter ini, seiring
kenaikan permintaan dan investasi Jepang di Asia Tenggara.
Selanjutnya, risiko gejolak bursa akan ditentukan oleh resolusi debt
ceiling di AS. Di semester II 2013, arus investasi asing cenderung
diwarnai aksi "wait and see" di triwulan IV, seiring naiknya tensi
politik mendekati Pemilu di bulan April 2014. Namun, investor lokal
cenderung tetap aktif dalam perdagangan saham dibelakangi oleh
pengamatan pada periode Pemilu 2004 dan 2009 dimana terjadi kenaikan
belanja pemerintah dan swasta sekaligus aktivitas konsumsi pada satu
atau dua kuartal sebelum Pemilu dimulai. Pada periode tersebut, IHSG
mencatat tren kenaikan.
(Versi lengkap terdapat pada Gentalks Vol 9)
Untuk Rekomendasi Strategi ARMS, klik linkini
Download