Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pasar Modal
2.1.1.1 Pengertian Pasar Modal
Pasar modal menurut UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995
adalah:
“Kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan
perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan
efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek.”
Pengertian pasar modal menurut Martalena dan Malinda
(2011: 2) adalah:
“Pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang
yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti
(saham), reksadana, instrumen derivatif maupun instrumen
lainnya.”
Sedangkan pengertian pasar modal menurut Brigham dan
Houston (2006:150) yaitu:
“Pasar keuangan untuk saham dan utang jangka menengah dan
jangka panjang (satu tahun atau lebih lama).”
Pasar modal mirip dengan pasar-pasar lain, tempat bertemunya
pihak yang berlebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana. Yang
membedakan antara pasar modal dengan pasar-pasar yang lain adalah
komoditi yang diperdagangkan, dimana yang diperjualbelikan adalah
dana-dana jaka panjang. Jika ada orang yang ingin membeli jumlahnya
lebih banyak daripada yang ingin menjual, harga akan menjadi lebih
13
tinggi, bila tidak ada seorang pun yang membeli dan banyak yang mau
menjual, maka harga akan jatuh (Widiatmodjo, 2009:11).
2.1.1.2 Peranan Pasar Modal
Pasar modal memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi.
Dibanyak negara, terutama di negara-negara yang menganut sistem
ekonomi pasar, pasar modal telah menjadi salah satu sumber kemajuan
ekonomi, sebab pasar modal dapat menjadi sumber dana alternatif bagi
perusahaan. Walaupun perusahaan-perusahaan tersebut merupakan
salah satu agen produksi, yang secara rasional akan membentuk gross
domestic product (GDP), tetapi dengan adanya pasar modal akan
menunjang peningkatan GDP atau dengan kata lain, berkembangnya
pasar modal akan mendorong pula kemajuan ekonomi suatu negara
(Widiatmodjo, 2009:12).
Menurut Rusdin (2006:2) menjelaskan bahwa pasar modal
memiliki beberapa peran dan manfaat, yaitu:
1.
Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien.
2.
Pasar modal sebagai alternatif investasi.
3.
Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang
sehat dan berprospek baik.
4.
Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan
transparan.
5.
Peningkatan aktivitas ekonomi nasional.
14
2.1.1.3 Instrumen Pasar Modal
Menurut Martalena dan Malinda (2011:12) menjelaskan
instrumen-instrumen yang terdapat pada pasar modal sebagai berikut:
1.
Saham (Stock)
Saham merupakan salah satu instumen pasar keuangan yang paling
popoler. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan ketika
memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi lain, saham
merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih para investor
karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang
menarik. Saham merupakan tanda penyertaan seseorang atau pihak
(badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.
Dengan menyertakan modal tersebut maka pihak tersebut memiliki
klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan dan
berhak hadir dalam RUPS.
2.
Obligasi (Bond)
Obligasi adalah efek yang bersifat hutang jangka panjang. Jenisjenis obligasi terdiri dari obligasi biasa dan obligasi konversi.
a.
Obligasi Biasa
Obligasi biasa merupakan suatu bentuk hutang jangka panjang
yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pihak lain dengan
kewajiban membayar bunga setiap periode tertentu dan pokok
pinjaman pada akhir periode (jatuh tempo).
b.
Obligasi Konversi
Obligasi konversi adalah obligasi yang dapat dikonversikan ke
saham obligasi adalah surat berharga yang menunjukan bahwa
penerbit obligasi meminjam sejumlah dana kepada masyarakat
15
dan memiliki kewajiban untuk membayar bunga secara
berkala, dan kewajiban melunasi pokok hutang pada waktu
yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.
3.
Right
Right adalah hak memesan saham terlebih dahulu dengan
harga tertentu, diperdagangkan dalam waktu yang sangat
singkat (2 minggu).
4.
Waran
Waran adalah hak untuk membeli saham baru pada harga
tertentu
di
masa
yang
akan
datang.
waran
dapat
diperdagangkan 6 bulan setelah diterbitkan dengan masa
berlaku sekitar 3-5 tahun.
5.
Reksadana
Reksadana adalah portofolio aset yang dibentuk oleh manajer
investasi.
2.1.1.4 Pasar Perdana (Primary Market)
Menurut Brigham dan Houston (2006:150) pasar perdana
yaitu:
“Pasar dimana perusahaan mendapatkan modalnya dengan
menerbitkan sekuritas-sekuritas baru.”
Sedangkan menurut Jones (2007: 83) pasar primer yaitu:
“The market for new issues of securities, typically involving
investment bankers.”
16
Pasar perdana merupakan tempat transaksi surat berharga
diperjualbelikan pertama kalinya yang dilakukan investor atau tempat
transaksi penjualan surat berharga pertama kalinya yang dilakukan
perusahaan. Harga saham yang terbentuk di pasar perdana merupakan
harga kesepakatan antara perusahaan dengan underwriter. Dengan kata
lain investor tidak bisa melakukan penawaran di pasar perdana. Pada
pasar ini investor melakukan transaksi pembelian langsung dengan
emiten yang mengeluarkan saham melalui pialang sebagai perantara
atau yang biasa disebut underwriter.
Menurut Ross, Wasterfield dan Jaffe (2010:617) terdapat dua
jenis pasar perdana dalam penerbitan sekuritas baru, yakni initial public
offering (IPO) dan seasoned new issues atau seasoned equity offerings
(SEO) (disebut juga right issue). IPO terjadi untuk perusahaan yang
baru pertama kali menerbitkan dan menjual sekuritasnya ke publik atau
belum mempunyai sekuritas yang beredar di pasar modal. Sedangkan
SEO terjadi jika perusahaan sebelumnya telah menerbitkan sekuritas
dan sekuritas itu masih beredar atau diperdagangkan di pasar modal.
2.1.1.5 Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pengertian pasar sekunder menurut Jones (2007:86) adalah:
“Market
where existing
securities are
traded
among
investors.”
Pengertian pasar sekunder menurut Brigham dan Houston
(2006:150) adalah:
“Pasar dimana sekuritas dan aktiva-aktiva keuangan lainnya
diperdagangkan di antara para investor setelah diterbitkan oleh
perusahaan.”
Pasar sekunder merupakan pasar yang sudah tidak ada
kaitannya lagi langsung dengan emiten yang sebelumnya ada di pasar
17
primer. Walaupun demikian, tetap saja emiten harus tetap menjaga
harga saham di pasar sekunder karena jika kinerja suatu emiten merosot
maka tentu saja harga saham di pasar sekunder juga akan menurun.
2.1.2 Penawaran Umum Perdana/Initial Public Offering (IPO)
2.1.2.1 Pengertian Penawaran Umum Perdana/Initial Public
Offering (IPO)
Menurut UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 penawaran
umum perdana adalah:
“Kegiatan penawaran Efek oleh Emiten kepada masyarakat
pemodal berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undangundang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.”
Penawaran umum menurut Darmadji dan Fakhruddin
(2012:58) adalah:
“Kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan
oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual
saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang
di atur oleh undang-undang yang mengatur tentang pasar
modal dan peraturan pelaksanaannya.”
Penawaran umum perdana merupakan kegiatan corporate
action pertama kali yang dilakukan perusahaan untuk menjual saham
kepemilikan ke publik atau masyarakat luas atau dalam hal ini disebut
investor. Melalui penawaran umum perdana ini, status perusahaan
berubah yang semula perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka.
2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Initial Public Offering
Penawaran umum perdana merupakan kegiatan yang mudah
dalam hal mendapatkan dana, namun penawaran umum juga melibatkan
proses yang rumit dan memerlukan persiapan yang matang. Terlebih
lagi adanya biaya yang harus dikeluarkan emiten, maka dari itu
perlunya pertimbangan emiten sebelum melakukan penawaran umum
perdana.
18
Terdapat kelebihan penawaran umum perdana menurut
Darmadji dan Fakhruddin (2012:61) yaitu:
1.
Dapat memperoleh dana yang relatif besar dan diterima sekaligus
(tidak dengan termin-termin).
2.
Biaya go public relatif murah.
3.
Proses relatif mudah.
4.
Pembagian dividen berdasarkan keuntungan.
5.
Penyertaan masyarakat biasanya tidak masuk dalam manajemen.
6.
Perusahaan dituntut lebih terbuka, sehingga hal ini dapat memacu
perusahaan untuk meningkatkan profesionalisme.
7.
Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta
memiliki
saham
perusahaan,
sehingga
dapat
mengurangi
kesenjangan sosial.
8.
Emiten akan lebih dikenal masyarakat (go public merupakan media
promosi) secara gratis.
9.
Memberikan kesempatan bagi koperasi dan karyawan perusahaan
untuk membeli saham.
Sedangkan terdapat kerugian penawaran umum perdana
menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:62), yaitu:
1.
Keharusan untuk melakukan keterbukaan (full disclosure).
2.
Keharusan untuk mengikuti peraturan-peraturan Pasar Modal
mengenai kewajiban pelaporan.
3.
Gaya manajemen perusahaan berubah dari informal menjadi
formal.
4.
Kewajiban membayar dividen bila perusahaan mendapatkan laba.
5.
Senantiasa berusaha untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan
perusahaan.
19
2.1.2.3 Prosedur Initial Public Offering
Menurut
Martalena
dan
Malinda
(2011:22),
proses
penawaran umum saham dapat dikelompokkan menjadi empat tahapan
berikut:
1.
Tahap Persiapan
Tahapan
ini
merupakan
tahapan
awal
dalam
rangka
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses
penawaran umum. Pada tahap yang paling awal, perusahaan yang
akan menerbitkan saham terlebih dahulu melakukan rapat umum
pemegang saham (RUPS) untuk meminta persetujuan para
pemegang saham dalam rangka penawaran umum saham. setelah
mendapat persetujuan, selanjutnya emiten melakukan penunjukan
penjamin emisi serta lembaga dan profesi penunjang pasar, yaitu:
a.
Penjamin Emisi (underwriter), merupakan pihak yang paling
banyak keterlibatannya dalam membantu emiten dalam rangka
penerbitan saham. kegiatan yang dilakukan penjamin emisi,
antara lain menyiapkan berbagai dokumen, membantu
menyiapkan prospektus, dan memberikan penjaminan atas
penerbitan.
b.
Akuntan Publik (auditor independen), bertugas melakukan
audit atau pemeriksaan atas laporan keuangan calon emiten.
c.
Konsultan Hukum untuk memberikan pendapat dari segi
hukum (legal opinion).
d.
Notaris untuk membuat akta-akta perubahan anggaran dasar,
akta perjanjian-perjanjian dalam rangka penawaran umum dan
juga notulen-notulen rapat.
2.
Tahap Pengajuan Pernyataan Pendaftaran
Pada tahap ini, dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung
calon emiten menyampaikan pendaftaran kepada Badan Pengawas
Pasar Modal hingga Bapepam menyatakan pernyataan pendaftaran
menjadi efektif.
20
3.
Tahap Penawaran Saham
Tahapan ini merupakan tahapan utama karena pada waktu inilah
emiten menawarkan saham kepada masyarakat investor. Investor
dapat membeli saham tersebut melalui agen-agen penjual yang
telah ditunjuk. Masa penawaran sekurang-kurangnya 3 hari kerja.
Perlu diingat pula bahwa tidak seluruh keinginan investor terpenuhi
dalam tahapan ini.
4.
Tahap Pencatatan Saham di Bursa Efek
Setelah selesai penjualan saham di pasar perdana, selanjutnya
saham tersebut dicatatkan di Bursa Efek. Di Indonesia, saham
dapat dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham yang
dicatatkan di BEI dibagi atas 2 papan pancatatan, yaitu Papan
Utama dan Papan Pengembangan dimana penempatan dari emiten
dan calon emiten yang di setujui pencatatannya didasarkan pada
pemenuhan persyaratan pencatatan awal pada masing-masing
papan pencatatan.
2.1.3 Saham
2.1.3.1 Pengertian Saham
Saham adalah salah satu surat berharga yang diperdagangkan
di pasar modal. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:5) saham
yaitu:
“Sebagai tanda pernyetaan atau pemilikan seseorang atau
badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham
berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik
kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan
surat berharga tersebut.”
2.1.3.2 Jenis-jenis Saham
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:6) terdapat dua
jenis saham, antara lain:
21
1.
Saham Biasa (Common Stock)
Saham
biasa
yaitu
merupakan
saham
yang
mendapatkan
pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen, dan hak atas
harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
2.
Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik
gabungan antara obligasi dan saham biasa. Karena bisa
menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga
bisa mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.
2.1.3.3 Keuntungan dan Risiko Saham
Menurut Martalena dan Malinda (2011:13) pada dasarnya
ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau
memiliki saham, yaitu:
1.
Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan
perusahaan
dan
berasal
dari
keuntungan
yang
dihasilkan
perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari
pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin
mendapatkan dividen, pemodal tersebut harus memegang saham
tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama, yaitu hingga
kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui
sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.
2.
Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual.
Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham
di pasar sekunder.
Sedangkan risiko dari saham menurut Martalena dan
Malinda (2011:14), antara lain:
22
1.
Capital Loss
Merupakan kebalikan dari capital gain, yaitu suatu kondisi dimana
investor menjual saham lebih rendah dari harga beli.
2.
Risiko Likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh
pengadilan atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini, hak
klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah
seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan
kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan
kekayaan perusahaan tersebut, sisa tersebut dibagi secara
proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak
terdapat sisa kekayaan perusahaan, pemegang saham tidak akan
memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan
risiko terberat dari pemegang saham. Untuk itu, seorang pemegang
saham
di
tuntut
untuk
secara
terus
menerus
mengikuti
perkembangan perusahaan.
2.1.4 Underpricing
2.1.4.1 Pengertian Underpricing
Menurut Manurung (2013) underpricing yaitu:
“Bila harga IPO saham lebih rendah dari harga penutupan
saham pada hari pertama diperdagangkan maka harga IPO
saham tersebut disebutkan underpricing.”
=
−
Dimana:
R
= Tingkat Underpricing
= Harga saham pada penutupan hari pertama
= Harga IPO
23
Saham pertama kali diperdagangkan melalui pasar perdana.
Berbeda dengan pasar sekunder, harga penawaran di pasar perdana
tidak
melalui
mekanisme penawaran dan
permintaan.
Karena
berlakunya mekanisme permintaan dan penawaran, maka biasanya akan
terjadi penurunan atau bahkan kenaikan harga dari harga saham
sebelumnya di pasar perdana. Jika kondisi harga di pasar sekunder lebih
tinggi dibandingkan harga di masa penawaran umum, maka hal itu
disebut dengan underpricing. namun jika sebaliknya maka fenomena
tersebut disebut overpricing.
Underpricing yang terjadi merupakan suatu kerugian untuk
perusahaan, karena penghimpunan dana dari IPO tidak maksimal.
Padahal tujuan dari penghimpunan dana dari IPO tersebut adalah untuk
mendapatkan modal jangka panjang yang sangat berguna untuk
mengembangkan perusahaan, membayar hutang dan tujuan lainnya
(Wahyusari, 2013).
2.1.4.2 Tinjauan Literatur Underpricing
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat beberapa teori
mengenai underpricing yaitu:
1.
Informasi Asimetris
Kebanyakan teori yang menjelaskan Harga Penawaran Perdana
(IPO) yang underpriced didasarkan pada asumsi bahwa terjadi
perbedaan informasi antara berbagai pihak terhadap nilai saham
yang baru tersebut. Salah satu dari teori tersebut menganggap
bahwa underwriter secara signifikan mempunyai informasi yang
lebih baik daripada issuer [(Baron dan Holmstrom, (1980) dalam
Ronni 2003)]. Oleh karena itu underwriter memiliki informasi
yang lebih lengkap, underwriter akan mampu meyakinkan issuer
bahwa harga yang rendah lebih baik jika issuer tidak pasti terhadap
nilai sahamnya sendiri. Perspektif ini didasarkan pada anggapan
24
bahwa meskipun issuer mengetahui lebih banyak karakteristik
survei pasar, melakukan investigasi terhadap issuer, mendapatkan
informasi dari issuer dan juga punya pengalaman dalam
pengeluaran saham baru [(Ibbotson, Sindelar, Ritter, (1988)
dalam Ronni (2003)].
2.
Tulah Bagi Pemenang (Winner’s Curse)
Penjelasan lain dari Underpricing dikembanglan oleh [Rock (1986)
dalam Ronni (2003)], yang dikenal sebagai istilah “Winner’s
Curse” ini menekankan adanya informasi asimetris diantara
investor potensial. Menurut pandangan ini, beberapa investor
(informed investor) mempunyai akses informasi mengetahui berapa
sesungguhnya nilai saham yang akan dikeluarkan. Investor lainnya
(uninformed investor) tidak mengetahui karena sangat sulit atau
mahal untuk mendapatkan informasi tersebut. Underwriter
diasumsikan tidak mengetahui dengan pasti nilai saham tersebut.
Underwriter (sekaligus issuer) melakukan kesalahan acak (random
error) dalam penetapan harga: beberapa saham ditetapkan
overvalued dan lainnya undervalued. Investor yang punya
informasi akan membeli saham yang tidak punya informasi sulit
mendapatkan saham undervalued, karenanya akan mendapatkan
return yang lebih kecil. Karena issuer harus terus menerus menarik
investor yang tidak mendapatkan informasi seperti investor yang
punya informasi, maka rata-rata harga saham baru tersebut harus
underpriced agar investor yang tidak punya informasi tersebut
mendapatkan return yang memadai [(Rock, 1986) dalam Ronni
(2003)].
3.
Tradisional
Selain teori underpricing IPO yang berdasarkan informasi asimetris
ada juga penjelasan tradisional yang diberikan [Ibbotson (1975)
dalam Ronni (2003)] antara lain:
25
a. Undang-undang membuat underwriter menetapkan harga
perdana dibawah harga yang diharapkan (walaupun pada
kenyataannya tidak semua negara secara eksplisit menetapkan
ini).
b. Terjadi kolusi diantara para underwriter dengan menetapkan
kondisi underpriced, hal yang seharusnya tidak boleh terjadi,
untuk mengeksplotasi issuer yang tidak berpengalaman dan
menyenangkan investor.
c. Saham yang underpriced meninggalkan kesan yang baik
terhadap investor sehingga apada waktu berikutnya, saham baru
yang dikeluarkan dapat dijual pada harga yang lebih menarik.
d. “Firm
Commitment”
membuat
Underwriter
mencoba
mengurangi resiko dengan cara underpriced saham perdana
untuk mengkompensasinya. Pada situasi ini, investor jelas akan
mendapat keuntungan dn mau membeli saham tersebut untuk
mendapatkan keuntungan.
e. Proses underwriting biasanya memasukkan unsur underpricing
dalam IPO, kondisi ini terjadi karena kebiasaan/tradisi atau
berdasarkan perjanjian yang disepakati antara issuer dan
underwriter.
f. Perusahaan yang mengeluarkan saham (issuer) dan underwriter
menganggap bahwa underpricing merupakan bentuk jaminan
terhadap tuntutan hukum. SEC Act of 1993 memberlakukan
Civil Liability Act pada situasi atau kasus misinformasi yang
dilakukan issuer dan underwriter.
4.
Signalling Equilibrium Phenomenon
Teori yang lainnya dalam menjelaskan underpricing IPO adalah
sebagai Signaling Equilibrium Phenomenon [Allen dan Faulhaber
(1989); Grinbalt dan Hwang (1989); dan Welch (1989) dalam
Ronni (2003)]. Dasar fundamental dari teori ini adalah perusahaan
yang baik atau bagus dapat memberikan signal (tanda) tentang tipe
26
atau kondisi perusahaannya yang jelek atau buruk tidak mau
melakukan underpricing adalah asumsi bahwa keuntungan masa
datang dari underpricing IPO lebih besar dari kerugiannya.
2.1.5 Penjamin Emisi Efek/Underwriter
Perusahaan dapat saja menerbitkan efeknya tanpa menggunakan jasa
penjaminan emisi (underwriter) namun demikian karena prosesnya begitu
rumit dan untuk itu diperlukan pengetahuan yang sangat spesifik, maka dapat
dikatakan bahwa perusahaan tidak mungkin memasuki pasar modal tanpa
bantuan penjamin emisi. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:49) underwriter
adalah penjamin emisi bagi setiap perusahaan yang akan menerbitkan
sahamnya di pasar modal.
Perusahaan dalam menjalankan kegiatan penawaran umum ingin
mendapatkan hasil yang maksimal agar tujuannya dapat terpenuhi. Banyak
risiko yang mungkin akan dihadapi perusahaan seperti tidak terjualnya saham
yang dijual, turunnya harga saham di bursa akibat harga di pasar perdana
yang terlalu tinggi. Maka meskipun perusahaan memiliki tim yang terdiri dari
pada konsultan ahli dengan keterampilan dan kemampuan untuk memberikan
advice dalam proses penawaran umum perdana, namun tetap saja underwriter
yang memiliki peran besar dalam proses penawaran umum.
Menurut Sitompul (2000:72) mengemukakan terdapat keahlian yang
setidaknya harus dimiliki underwriter, antara lain:
1. Pengalaman dalam pemasaran, hal ini diperlukan dalam menyusun
struktur penawaran, dan membentuk sindikasi dengan para penjamin emisi
dan para broker (agen penjualan) untuk mendukung penawaran efek
perusahaan setelah proses pendaftaran.
2. Pengetahuan yang luas, underwriter diharuskan mempunyai pengetahuan
yang luas tentang kondisi pasar dan berbagai tipe investor (pemodal).
27
3. Berpengalaman dalam penetapan harga penawaran efek, dengan demikian
dapat membuat perusahaan menjadi kelihatan menarik (attractive) dan juga
menghasilkan keuntungan yang cukup bagi investor.
4. Kemampuan memberi dukungan, underwriter yang baik harus mempunyai
kemampuan untuk membantu perusahaan dalam penawaran efek selanjutnya.
5. Memiliki bagian riset dan pengembangan dengan ruang lingkup kerjanya
untuk
menganalisis
perusahaan
kliennya,
pesaing
pasar
dan
juga
perekonomian secara mikro dan makro.
Menurut Rusdin (2006:38) pada umumnya terdapat empat macam tipe
penjamin emisi, yaitu:
1.
Kesanggupan Penuh (Full/Firm Commitment)
Penjamin model ini mengambil risiko penuh. Penjamin emisi
menyatakan kesanggupan penuh (full commitment). Dalam hal saham/
obligasi terjual sebagian maupun seluruhnya, penjamin emisi akan
membeli seluruh saham/obligasi yang tidak laku itu dengan harga yang
sama dengan harga penawaran kepada pemodal secara umum.
2.
Kesanggupan Terbaik (Best Efforts Commitment)
Kesanggupan model ini hanya menuntut penjaminan emisi agar berusaha
sebaik mungkin menjual banyak/semuanya laku saham/obligasi emiten.
Bila pada akhir masa penjualan masih ada saham/obligasi yang tidak
laku, saham/obligasi itu akan dikembalikan kepada emiten. Tidak ada
kewajiban bagi penjamin emisi untuk membeli saham-saham yang tidak
laku itu.
3.
Kesanggupan Siaga (Standby Commitment)
Menurut kesanggupan siaga ini, bila ada saham/obligasi yang tidak laku
sampai batas waktu penjualan yang telah ditentukan, penjamin emisi
akan bersedia pula membeli saham/obligasi yang tidak laku itu. Hanya
saja harga pembelian oleh penjamin emisi itu tidak sama dengan harga
penawaran umum.
28
4.
Kesanggupan Semua atau Tidak Sama Sekali (All of None Commitment)
Penjamin emisi akan berusaha menjual saham/obligasi emiten sampai
laku semua. Bila saham/obligasi yang ditawarkan itu tidak laku semua,
maka saham/obligasi yang telah dipesan oleh pemodal, transaksi
dibatalkan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data yang didapat dari IDX
Statistic yang mana sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ihsany
(2013) dengan menggunakan data frekuensi perdagangan saham, melalui
pehitungan:
=
penjualan
penjualan keseluruhan
2.1.6 Return On Equity (ROE)
Return on equity (ROE) merupakan salah satu ukuran profitabilitas
yang digunakan investor dalam pembelian saham karena menujukkan laba
setelah pajak yang dihasilkan dengan jumlah modal yang ditanamkan emiten.
Pengertian ROE menurut Horne dan Wachowicz (2012) adalah:
“Mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi nilai buku
pemegang saham.”
ROE =
Laba neto setelah pajak
Ekuitas pemegang saham
Dengan demikian, semakin besar persentase ROE menunjukkan
efektifitas kemampuan perusahaan dalam mengolah dana yang ditanam atau
dalam hal ini modal sendiri baik sehingga menghasilkan laba yang tinggi.
29
2.1.7 Return On Assets (ROA)
Return on assets (ROA) merupakan salah satu alat ukur profitabilitas
lainnya
yang
digunakan
investor
dalam
pembelian
saham
karena
menunjukkan laba yang dihasilkan dengan jumlah aset yang dimiliki
perusahaan. Menurut Wahyusari (2013) ROA adalah:
“Rasio digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam
menghasilkan
keuntungan
dengan
memanfaatkan
aktiva
yang
dimilikinya.”
=
Laba Bersih Setelah Pajak
Total Aktiva
Semakin tinggi persentase ROA suatu perusahaan mencerminkan
semakin besar kemampuan perusahaan dalam mengelola efektifitas
pengelolaan operasional dan menghasilkan laba.
2.1.8 Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Menurut Yasa (2008) ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total
aset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar aset perusahaan akan
mengindikasikan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Ukuran
perusahaan menunjukkan seberapa besar perusahaan dan dapat dikenal
masyarakat.
Ukuran Perusahaan = Log Total Assets
2.1.9 Hubungan Reputasi Underwriter terhadap Underpricing
Underwriter adalah lembaga swasta atau BUMN yang menjembatani
kepentingan emiten dan investor yakni menjadi penanggung jawab atas
terjualnya efek emiten kepada investor. Masalah penetapan harga saham yang
ditawarkan kepada calon pembeli merupakan perkerjaan yang tidak mudah
karena rentannya kesalahan kecil yang terjadi saat IPO dapat menyebabkan
30
kegagalan IPO. Harga jual yang terlalu mahal akan menyebabkan sekuritas
tidak laku. Sebaliknya, harga yang terlalu murah akan menyebabkan
perusahaan mengalami oppurtunity loss (Hapsari dan Mahfud, 2012).
Seringkali underwriter menekan harga saham perdana karena adanya risiko
yang ditanggung apabila jumlah saham tidak terjual di pasar.
2.1.10 Hubungan Return On Equity (ROE) terhadap Underpricing
Menurut Yolana dan Martani (2005) dalam Hapsari dan Mahfud
(2012) Return on equity (ROE) merupakan rasio perbandingan antara net
income dengan total equity. Pertimbangan menggunakan variabel ROE
karena kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa
mendatang merupakan indikator dan pemberian informasi kepada pihak luar
mengenai keberhasilan efektifitas operasi perusahaan sehingga dapat
mengurangi ketidakpastian terhadap perusahaan tersebut dan mengurangi
underpricing.
2.1.11 Hubungan Return On Assets (ROA) terhadap Underpricing
Return on Assets (ROA) merupakan suatu rasio penting yang dapat
dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang
telah ditanamkan untuk mendapatkan laba. ROA juga merupakan salah satu
rasio profitabilitas yang dipergunakan investor dalam keputusan investasi
(Saputra dan Wardoyo, 2008). ROA memberikan informasi mengenai
efektifitas operasional perusahaan dalam mengelola aset yang dimiliki
sehingga mengurangi ketidakpastian.
2.1.12 Hubungan Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing
Ukuran perusahaan menggunakan proksi jumlah total aset sebagai
penilaian. Perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang tinggi di
anggap mampu bertahan dalam waktu yang lama. Kebanyakan investor lebih
memilih untuk menginvestasikan modalnya di perusahaan yang memiliki
ukuran perusahaan yang tinggi, karena investor menganggap perusahaan bisa
31
mengembalikan modalnya dan investor akan mendapatkan keuntungan yang
tinggi pula.
2.2 Kerangka Pemikiran
Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya memiliki empat pilar utama yang
harus diemban bersamaan agar tujuan perusahaan tercapai dengan efektif dan
tepat. Salah satu pilar tersebut adalah manajemen keuangan. Menurut Harjito
(2010:4) menjelaskan pengertian manajemen keuangan sebagai berikut:
“Manajemen keuangan (financial management), atau dalam literatur lain
disebut pembelanjaan adalah segala aktivitas perusahaan yang berhubungan
dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana dan mengelola aset
sesuai dengan tujuan perusahaan secara menyeluruh.”
Manajemen keuangan memiliki tiga fungsi pokok yaitu keputusan investasi,
dividen, dan pendanaan. Keputusan pendanaan merupakan fungsi utama yang
harus diperhatikan perusahaan karena berkaitan dengan bagaimana perusahaan
dapat memperoleh, mengalokasikan hingga mengolah dana sehingga kebutuhan
modal kerja dapat terpenuhi. Menurut Kasmir (2010) keputusan pendanaan yaitu:
“Manajer keuangan harus mampu berinteraksi dengan eksekutif lain dan
bersama-sama merencanakan kegiatan apa saja yang harus dilakukan untuk
ke depan.”
Pendanaan tersebut dapat dipenuhi dengan dua alternatif yaitu sumber dana
yang berasal dari sisi debt capital yakni hutang dan sumber dana yang berasal dari
equity capital yakni modal sendiri. Hutang merupakan alternatif sumber dana
yang biasa terpikirkan pertama kali oleh perusahaan dalam pendanaan. Dengan
adanya hutang, perusahaan dapat memperkecil pembayaran biaya pajak akibat
adanya pembayaran biaya bunga terlebih dahulu didalam laporan laba/rugi.
Namun, menurut Arifin (2005) semakin besar beban tetap (biaya bunga) yang
harus dikeluarkan perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan
mengalami kesulitan keuangan yang mengarah ke arah kebangkrutan. Ketika
32
perusahaan bangkrut maka manajer akan kehilangan pekerjaan dan prospek
kariernya menjadi buruk sementara itu pemegang saham pada umumnya akan
kehilangan seluruh uangnya yang ditanamkan di perusahaan tersebut.
Alternatif sumber dana lainnya adalah dengan modal sendiri. Pengertian
modal sendiri menurut Wolk et. Al (1989:679) dalam Rusdin (2006:58) adalah:
“Owners equity is defined as stockholders residual interest in the net assets of
the firm.”
Sebagai pemilik-pemilik sebelumnya (founders), tidak semua pemilik lama
berkenan untuk menambah uangnya sebagai tambahan investasi yang akan
digunakan untuk
kegiatan
perusahaan
dikarenakan
adanya
keterbatasan
kemampuan pemilik dalam pemenuhan dana. Maka dari keadaan tersebut muncul
sebuah gagasan pendanaan modal dengan cara menerbitkan saham ke berbagai
pihak (masyarakat) di pasar modal yang disebut go public.
Kegiatan perusahaan melakukan penerbitan saham ke berbagai pihak
(masyarakat) pertama kali disebut dengan Penawaran Umum Perdana atau Initial
Public Offering (IPO). IPO merupakan pendanaan yang dapat dilakukan dengan
cepat dan mudah. Salah satu komoditi yang diperjualbelikan dalam kegiatan IPO
adalah saham. Saham merupakan suatu bukti kepemilikan seseorang atau badan
terhadap suatu perusahaan. Salah satu jenis saham tersebut adalah saham biasa.
Menurut Fahmi dan Hadi (2009:68) saham biasa yaitu:
“Jenis Efek yang paling sering dipergunakan oleh emiten untuk memperoleh
dana dar masyarakat dan juga merupakan jenis yang paling populer di Pasar
Modal.”
Namun, IPO juga bukan tanpa kelemahan menurut Darmadji dan
Fakhruddin (2012:62), yaitu: (1) Keharusan untuk melakukan keterbukaan (full
disclosure); (2) Keharusan untuk mengikuti peraturan-peraturan Pasar Modal
mengenai kewajiban pelaporan; (3) Gaya manajemen perusahaan berubah dari
33
informal menjadi formal; (4) Kewajiban membayar dividen bila perusahaan
mendapatkan laba; (5) Senantiasa berusaha untuk meningkatkan tingkat
pertumbuhan perusahaan.
Pada kenyataannya tidak semua corporate action ini dapat membuahkan hasil
yang diinginkan. Sebagai pihak yang membutuhkan dana, maka kesempatan IPO
digunakan sebagai sarana penunjang untuk mendapatkan dana sebanyakbanyaknya melalui penawaran harga saham yang tinggi. Tetapi, sebagai pihak
pembeli yaitu investor agar tertarik untuk melakukan pembelian saham, maka
harga saham tersebut harus mencerminkan nilai perusahaan. Maka dari itu,
perusahaan dituntut untuk memiliki kinerja keuangan yang baik sebagai cerminan
apakah perusahaan tersebut mampu mengalokasi dan mengelola sumber dananya.
Menurut Habib (2008:91):
“Kinerja keuangan adalah suatu hasil yang dicapai oleh perusahaan atas
berbagai aktivitas yang dilakukan dalam menggunakan sumber keuangan
yang tersedia dan dapat dilihat dari laporan keuangan dan analisis rasio
keuangan.”
Faktor yang digunakan adalah reputasi underwriter, return on equity (ROE)
return on assets (ROA), dan ukuran perusahaan dalam mengukur bagaimana
pengaruh underpricing. Underpricing menurut Manurung (2013) yaitu:
“Bila harga IPO saham lebih rendah dari harga penutupan saham pada hari
pertama diperdagangkan maka harga IPO saham tersebut disebutkan
underpricing.”
Underwriter pihak yang digunakan perusahaan untuk membantu proses
penawaran perdana agar berjalan dengan baik. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:
49):
“Underwriter adalah penjamin emisi bagi setiap perusahaan yang akan
menerbitkan sahamnya di pasar modal.”
34
Penelitian yang dilakukan Kristiantari (2013), Risqi dan Harto (2013),
Junaeni dan Agustian (2013), Yasa (2008), dan Yustisia dan Roza (2012)
menyebutkan bahwa reputasi underwriter berpengaruh terhadap underpricing.
Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi adalah return on equity (ROE).
Menurut Horne dan Wachowicz (2012) ROE adalah:
“Mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi nilai buku
pemegang saham.”
Hasil penelitian yang dilakukan Ratnasari dan Hudiwinarsih (2013),
Hapsari dan Mahfud (2012) menunjukkan bahwa variabel ROE memiliki
pengaruh terhadap underpricing.
Profitabilitas lainnya yang diukur adalah return on assets (ROA). Menurut
Wahyusari (2013) ROA adalah:
“Rasio digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.”
Penelitian yang dilakukan oleh Yasa (2008), dan Saputra dan Wardoyo
(2008) menunjukkan bahwa variabel ROA memiliki pengaruh terhadap
underpricing.
Ukuran perusahaan juga menentukan keberhasilan perusahaan dalam
kegiatan IPO. Menurut Yasa (2008):
“Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total aset yang dimiliki
perusahaan.”
Penelitian yang dilakukan oleh Kristiantari (2013), Retnowati (2013),
Hapsari dan Mahfud (2012), Risqi dan Harto (2013), dan Putra dan
Damayanthi (2013) menunjukkan hasil bahwa variabel ukuran perusahaan
memiliki pengaruh terhadap underpricing.
35
Para pemilik perusahaan menginginkan agar meminimalisasikan situasi
underpricing, karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer
kemakmuran dari pemilik kepada para investor [Beatty (1989) dalam Retnowati
(2013)].
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Underpricing Pada Saat IPO
No
Nama
Peneliti
1
Judul Penelitian
Indita A. Analisis FaktorRisqi & Faktor
Tahun
Variabel yang
Terbit
Digunakan
2013
Yang
Underwriter,
Auditor,
Hasil Penelitian
Hanya
variabel
ROE, Underwriter dan Ukuran
Puji
Mempengaruhi
Leverage, Umur Perusahaan
Harto
Underpricing
Perusahaan,
mempengaruhi
Ketika IPO Di
Ukuran
Underpricing.
BEI
Perusahaan, Jenis
yang
Industri
2
Roni
Analisis Faktor-
Indra S. Faktor
Yang
2008
Underwriter,
Hanya
variabel
Auditor,
DER, yang
& Paulus Mempengaruhi
ROA,
Umur Underpricing.
Wardoyo
Perusahaan
Tingkat
Underpricing
Pada Perusahaan
Yang Melakukan
IPO
Periode
2003-2007
Di
BEI
36
ROA
mempengaruhi
No
Nama
Peneliti
3
Venantia
Judul Penelitian
Analisis Faktor-
Anitya H Faktor
&
Tahun
Variabel yang
Terbit
Digunakan
2012
Yang
Underwriter,
Hasil Penelitian
Hanya variabel Current
Auditor, Current Ratio dan EPS yang tidak
M. Mempengaruhi
Ratio, EPS, ROE, mempengaruhi
Kholiq
Underpricing
Ukuran
Mahfud
Saham
Perusahaan
Pada
Underpricing.
Penawaran
Umum
Di
Perdana
BEI
2008-
Made
Pengaruh
Size,
Agus
ROA
Mahendr
Financial
2010
4
2013
Dan
a P. & Leverage
Hanya variabel Ukuran
Perusahaan,
perusahaan
ROA, Leverage
mempengaruhi
Pada
Eka
Tingkat
Damaya
Underpricing
nthi
Penawaran
Saham
Ukuran
yang
underpricing.
Perdana
Di BEI
5
Natali
Faktor-Faktor
Yutisia
Yang
Auditor,
&
Mempengaruhi
Skala Perusahaan, mempengaruhi
Mailana
Tingkat
Persentase
Roza
Underpricing
Penawaran
Saham
Saham
Perdana
2012
Underwriter,
Pada Perusahaan
Non
Keuangan
Go Public
37
Hanya
variabel
ROE, perusahaan
Underpricing.
Skala
yang
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian
Perusahaan
Manajemen
Kinerja
Nilai Perusahaan
Keuangan
Financial
Investment
Modal
Dividend
IPO
Saham Biasa
Sendiri
Underpricing
Pinjaman
Underwriter
ROE
ROA
Ukuran
Perusahaan
Dari uraian di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
Ha
: Terdapat Pengaruh Reputasi Underwriter, ROE, ROA dan
Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing baik secara simultan
maupun parsial
38
Download