(Agency Theory) Teori keagenan menya

advertisement
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A.
Kajian Pustaka
1.
Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi
oleh konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang
timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai dan mempertahankan tingkat
kemakmuran yang dikehendakinya. Adanya perbedaan kepentingan antara
manajemen dan pemilik tersebut dapat dipengaruhi kebijakan yang diputuskan
manajemen. Sehingga laba perusahaan dapat diatur, dinaikan atau diturunkan sesuai
dengan keinginan manajemen (agent).
Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu model kontraktual antara dua
atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agen dan pihak yang lain
disebut prinsipal. Prinsipal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision
making kepada agen, hal ini dapat pula dikatakan bahwa prinsipal memberikan
suatu amanah kepada agen untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan
kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agen maupun
principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
Scott (2014) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak,
misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para pemiliknya dan kontrak
pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Dimana antara agen dan prinsipal
ingin memaksimumkan utilitas masing-masing dengan informasi yang dimiliki.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
Tetapi di satu sisi, agen memiliki informasi yang lebih banyak (full information)
dibanding dengan prinsipal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetri
informasi. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajemen dapat memicu
manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan
kepentingan untuk memaksimumkan utilitasnya. Sedangkan bagi pemilik modal
dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang
dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada. Oleh
karena itu, terkadang kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal atau investor.
Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata
termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agen. Pemegang saham sebagai pihak prinsipal
mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan
profitabilitas yang selalu meningkat. Agen termotivasi untuk memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal
memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan
muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agen, yaitu perilaku manajemen
untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan
kepentingan prinsipal. memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metoda
akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan
mendapatkan bonus dari prinsipal. Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa
jika kedua kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang
berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka alasan yang kuat untuk meyakini bahwa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Jensen
dan Meckling (1976) mengidentifikasi biaya keagenan menjadi tiga kelompok,
yaitu: (1) the monitoring expenditure by the principal adalah biaya pengawasan
yang harus dikeluarkan oleh pemilik; 2) the bonding cost adalah biaya yang harus
dikeluarkan akibat pemonitoran yang harus dikeluarkan prinsipal kepada agen; 3)
the residual loss adalah pengorbanan akibat berkurangnya kemakmuran prinsipal
karena perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen.
2.
Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)
Menurut Ghozali dan Chariri (2007), teori akuntansi positif (positive
accounting
theory)
menganut
paham
maksimisasi
kemakmuran
(wealth-
maximisation) dan kepentingan pribadi individu. Jadi teori ini dapat digunakan
untuk menjelaskan sifat manajer yang memiliki dorongan untuk memaksimalkan
kemakmurannya sendiri. Teori ini juga dapat digunakan untuk memprediksi kinerja
buruk manajer yang dapat ditutupi oleh kenaikan laba yang diperoleh perusahaan.
Pendapat Watts (2002; 2003a) mengenai situasi kenaikan laba untuk
kepentingan manajer adalah pemegang saham dan kreditur meminta manajer
melakukan prosedur konservatif atas laporan keuangan perusahaan untuk
menghindari kelebihan pembayaran kepada manajer. Watts dan Zimmerman (1986)
berpendapat bahwa terdapat tiga hipotesis dalam teori akuntansi positif (positive
accounting theory) yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba.
Hipotesis-hipotesis tersebut adalah: (1) Hipotesis program bonus (bonus plan
hypotesis), (2) Hipotesis perjanjian hutang (debt covenant hypotesis), dan (3)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Hipotesis biaya politik (political cost hypotesis).
2.1
Hipotesis Program Bonus (Bonus Plan Hypotesis)
Hipotesis ini menjelaskan tentang perolehan bonus manajer perusahaan atas
perhitungan dan pelaporan laba yang diperoleh perusahaan yang dijalankan manajer.
Hipotesis ini juga yang membuat manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi
yang meningkatkan laba atau manajer memilih prosedur yang optimis, karena
perhitungan bonus dihitung dari laba yang diperoleh perusahaan.
2.2
Hipotesis Perjanjian Hutang (Debt Covenant Hypotesis)
Hipotesis selanjutnya adalah masalah perjanjian hutang / debt convenant.
Pada umunya, dalam perjanjian kontrak utang kreditor mensyaratkan kriteriakriteria tertentu sebagai perjanjian atas utang yang diberikan. Kreditor melakukan
itu agar memperoleh jaminan dari perusahaan bahwa memiliki cukup kas untuk
memenuhi kewajiban tersebut terhadap kreditor.
Perjanjian utang tersebut
berpedoman pada angka atau rasio akuntansi seperti debt to equity, debt to asset dan
lain sebagainya. Menurut Watts dan Zimmerman (1990), semakin tinggi jumlah
pinjaman
yang
ingin diperoleh perusahaan,
maka perusahaan berupaya
menunjukkan kinerja yang baik agar kreditur yakin bahwa perusahaan mampu
menutup hutang-hutangnya.
Pada situasi laba yang tinggi, kreditur akan
beranggapan dapat mengurangi tingkat risiko utang tidak dibayar. Pada kasus ini
standar akuntansi yang konservatif mungkin akan melindungi kreditor.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
2.3
Hipotesis Biaya Politis (Political Cost Hypotesis)
Hipotesis selanjutnya berkaitan dengan biaya politis.
Watts dan
Zimmerman (1978) menyatakan bahwa biaya politis muncul karena adanya konflik
kepentingan antara manajer atau perusahaan dengan pemerintah sebagai pihak
ketiga yang memiliki wewenang untuk mengalihkan kekayaan dari perusahaan
kepada masyarakat sesuai peraturan yang berlaku, meliputi regulasi, subsidi
pemerintah, pajak, tarif dan lain sebagainya. Dalam hipotesis ini Watts dan
Zimmerman (1978) juga menyatakan bahwa perusahaan besar secara politis lebih
sensitive daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu perusahaan tidak semuanya
sama dalam pemilihan prosedur akuntansi terkait dengan biaya politis. Menurut
Wydia (2004), jika suatu perusahaan tersebut semakin besar maka perhatian
pemerintah semakin tertuju pada perusahaan tersebut dan semakin besar untuk
diatur. Maka dari itu perusahaan besar cenderung menjadi perhatian pemerintah
dalam setiap peraturan yang berlaku.
3.
Manajemen Laba
3.1
Definisi Manajamen Laba
Manajemen laba sebagai suatu proses mengambil langkah yang disengaja
dalam batas prinsip akuntansi yang berterima umum baik didalam maupun diluar
batas General Accepted Accounting Princips (GAAP). Merchan
dan Rockness
(dalam Hwihanus dan Qurba, 2010). Manajemen laba adalah tindakan yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan
yang bisa memberikan informasi mengenai keuntungan ekonomis (economic
advantage) yang sesungguhnya tidak dialami perusahaan, yang dalam jangka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
panjang tindakan tersebut bisa merugikan perusahaan. Scott (2014) membagi cara
pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai
perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam
menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs (oportunistic
earnings management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari
perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana
manajemen laba memberi manajemen suatu fleksibilitas untuk melindungi diri
mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga
untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian,
manajemen dapat mempengaruhi
nilai pasar saham perusahaannya melalui
manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing)
dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.
Healy dan Wahlen (1998), menyatakan bahwa definisi manajemen laba
mengandung beberapa aspek. Pertama intervensi manajemen laba terhadap
pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya
judgment yang dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di
masa depan untuk ditunjukan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur
ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggungjawab untuk pensiun, pajak yang
ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai asset. Disamping itu
memiliki pilihan untuk metode akuntansi, seperti metode penyusutan dan metode
biaya. Kedua, tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai
kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki akses
terhadap informasi yang tidak dapat diakses oleh pihak luar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan
eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba
merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan
keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat
mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil
rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Na’im, 2000).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen
laba adalah intervensi manajemen terhadap laporan keuangan, yang berupa pilihan
yang dilakukan oleh manajemen terhadap kebijakan-kebijakan akuntansi, yang
diperkenankan dalam proses pelaporan keuangan eksternal untuk mencapai
tujuan/maksud tertentu, sehinggga dapat mengurangi kredibilitas laporan
keuangan.
Positive accounting theory menyebutkan bahwa terdapat tiga hipotesis yang
melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu:
a. Bonus Plan Hypothesis
Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan
utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Perusahaan yang memberikan bonus besar
berdasarkan earnings lebih banyak manajemen akan menggunakan metode
akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
b. Debt Covenant Hypothesis
Manajemen perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit
cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
(Sweeney, 1994). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak
eksternal.
c. Political Cost Hypothesis
Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan
tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut
dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil
tindakan, misalnya: mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan
perusahaan, dan lain-lain.
Scott (2014) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba:
a. Bonus Purposes
Manajemen yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan
bertindak secara oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan
memaksimalkan laba saat ini.
b. Contracting Motivation
Manajemen laba digunakan untuk menghindari biaya atau tingkat bunga
yang tinggi
c. To Meet Investor’s Earnings Expectation
Motivasi supaya laba yang didapat sama atau lebih besar dari laba yang
diharapkan menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Perusahaan yang
melaporkan laba lebih tinggi daripada yang diharapkan, maka akan terjadi
kenaikan harga saham perusahaan tersebut begitu pula sebaliknya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
d. Initital Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan
menyebabkan perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam
prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
e. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor
sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa
perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000)
dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:
a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara
manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap
estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih,
estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak
berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
b. Mengubah metode akuntansi, perubahan metode akuntansi yang
digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh: merubah metode
depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode
depresiasi garis lurus.
c. Menggeser periode biaya atau pendapatan. Contoh rekayasa periode
biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat/menunda pengeluaran
untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi
berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke
pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak
dipakai.
Pola manajemen laba menurut Scott (2014) dapat dilakukan dengan cara:
a. Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk
pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah
besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa
datang.
b. Income Minimization
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami
tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode
mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil
laba periode sebelumnya.
c. Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan
atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income
yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan
oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
d. Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba
yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu
besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif
stabil.
3.2
Klasifikasi Manajemen Laba
Menurut
Sastradipraja
(2010;
33-34),
diklasifikasikan sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
manajemen
laba
11
1)
Cosmetic Earnings Management
Cosmetic Earnings Management terjadi jika manajer memanipulasi
akrual yang tidak memiliki konsekuensi cash flow. Teknik ini
merupakan hasil dari kebebasan dalam akuntansi akrual yang
mungkin terjadi. Standar Akuntansi Keuangan dan mekanisme
pengawasan mengurangi kebebasan ini tetapi tidak mungkin untuk
meniadakan pilihan karena kompleksitas dan keragaman aktivitas
usaha. Akuntansi akrual membutuhkan estimasi dan pertimbangan
(judgement)
yang
menyebabkan
kebebasan
manajer
dalam
menetapkan angka akuntansi. Meskipun kebebasan ini memberikan
kesempatan bagi manajer untuk menyajikan gambaran aktivitas usaha
perusahaan yang lebih informatif, kebebasan ini juga memungkinkan
mereka mempercantik laporan keuangan (window-dress financial
statement) dan mengelola earnings.
2)
Real Earnings Management
Real Earnings Management terjadi jika manajer melakukan aktivitas
dengan konsekuensi cash flow. Insentif untuk melakukan earnings
management mempengaruhi keputusan investing dan financing oleh
manajer. Real earnings management lebih bermasalah dibandingkan
dengan cosmetic earnings management karena mencerminkan
keputusan usaha yang sering kali mengurangi kekayaan pemegang
saham.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
4.
Asimetri Informasi
4.1 Definisi Asimetri Informasi
Asimetri
informasi
merupakan
suatu keadaan
dimana
manajer
memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh
pihak luar perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menambahkan bahwa
jika
kedua kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang
berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk
meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk
kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya
dengan menetapkan
insentif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk
membatasi aktivitas agen yang menyimpang.
4.2 Jenis-jenis Asimetri Informasi
Menurut Scott (2014; 13-15), terdapat 2 (dua) macam asimetri informasi,
yaitu:
1)
Adverse Selection
“Adverse selection is a type of information asymmetry whereby one
or more parties to a business transaction, or potential transaction,
have an information advantage over other parties”.
Berdasarkan pernyataan di atas, adverse selection adalah jenis
informasi yang diperoleh antara satu pihak dan lainnya berbeda
ketika akan atau melangsungkan suatu transaksi bisnis. Adverse
selection ini timbul karena manajer perusahaan dan orang dalam
(insider) lain yang mengetahui lebih banyak mengenai kondisi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
terkini dan prospek mendatang dari suatu perusahaan dari para
investor sebagai pihak luar.
2)
Moral Hazard
“Moral Hazard is a type of information asymmetry whereby one or
more parties to a business transaction, or potential transaction, can
observe their action in fulfillment of the transaction but order
parties cannot”.
Berdasarkan pernyataan di atas, moral hazard adalah jenis informasi
dimana satu pihak dapat mengamati tindakan pihak lain sedangkan
pihak lainnya tidak dapat mengamati. Moral hazard timbul karena
adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian yang merupakan
karakter sebagian besar entitas bisnis besar.
4.3 Pengukuran Asimetri Informasi
Dalam melakukan pengukuran terhadap asimetri informasi, penulis
menggunakan proksi bid-ask spread. Bid-ask spread adalah selisih dari
harga bid dan ask sehingga disebut bid-ask spread. Menurut Wasilah
(2005), estimasi asimetri dapat dilakukan berdasarkan 3 kategori utama,
yaitu:
1)
Berdasarkan analyst forecast.
Metode ini dikembangkan berdasar;kan pemikiran dari Blackwell
dan Dubins. Proxy yang digunakan adalah keakuratan analis dalam
melakukan prediksi atas earning per share (EPS) dan diprediksi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
para analis sebagai ukuran asimetri informasi. Masalah yang sering
timbul dari perhitungan ini adalah para analis seringkali bersikap
over-reacting terhadap informasi positif dan bersikap under-reacting
terhadap informasi negative. Selain itu, penggunaan forecast error
sebagai
cara
menghitung
asimetri
informasi
selalu
tidak
berhubungan dengan tingkat risiko yang dihadapi oleh perusahaan
melainkan mungkin berhubungan dengan fluktuasi dari earning dan
bukan disebabkan oleh asimetri informasi yang lebih tinggi. Namun,
Chung, et al. (1995) dalam Wasilah (2005), berpendapat bahwa ada
hubungan yang positif antara pendapat dengan selisih harga bid-ask.
2)
Berdasarkan kesempatan berinvestasi.
Bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi mempunyai
kemampuan lebih baik untuk memprediksi arus kas pada periode
mendatang, prediksi tersebut berdasarkan aset perusahaan. Beberapa
proksi yang banyak digunakan adalah rasio market value to book
value dari ekuitas, market to book value dari asset, price earning
ratio. Alasan penggunaan rasio tersebut adalah:
a. Rasio market to book value dari ekuitas dan asset, selain
mencerminkan kinerja perusahaan, juga mencerminkan potensi
pertumbuhan perusahaan dengan aset yang dimilikinya.
b. Price earning ratio mencerminkan risiko dari pertumbuhan
earning yang dihadapi perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
3)
Berdasarkan teori market microstructure.
Yang menjadi perhatian luas dari teori ini adalah bagaimana harga
dan volume perdagangan dapat terbentuk. Untuk melihat kedua
faktor tersebut terbentuk melalui bid-ask spread yang menyatakan
bahwa terdapat suatu komponen spread yang turut memberikan
kontribusi kerugian yang dialami dealer (perusahaan) ketika
melakukan transaksi dengan pedagang terinformasi (informed
traders). Bid-ask spread merupakan selisih harga beli tertinggi
dimana trader (pedagang saham) bersedia membeli suatu saham
dengan harga jual terendah dimana trader bersedia menjual saham
tersebut.
4.4 Teori Bid-Ask Spread
Jika seorang investor ingin membeli atau menjual suatu saham atau
sekuritas lain di pasar modal, dia biasanya melakukan transaksi melalui
broker/dealer
yang
memiliki
spesialisasi
dalam
suatu
sekuritas.
Broker/dealer inilah yang siap untuk menjual pada investor untuk harga
ask jika investor ingin membeli suatu sekuritas. Jika investor sudah
mempunyai suatu sekuritas dan ingin menjualnya, maka broker/dealer ini
yang akan membeli sekuritas dengan harga bid.
Perbedaan antara harga bid dan harga ask adalah spread. Jadi, bidask spread merupakan selisih harga beli tertinggi bagi broker/dealer
bersedia untuk membeli suatu saham dan harga jual dimana broker/dealer
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
bersedia untuk menjual saham tersebut. Dalam mekanisme pasar modal,
pelaku pasar juga menghadapi masalah keagenan. Pasrtisipan pasar saling
berinteraksi di pasar modal guna mewujudkan tujuannya, membeli atau
menjual sekuritas. Aktivitas yang mereka lakukan utamanya dipengaruhi
oleh informasi yang diterima, baik secara langsung (laporan publik)
maupun tidak langsung (insider trading).
Dealers atau market makers sebagai salah satu partisipan pasar
modal mempunyai kemampuan yang terbatas terhadap persepsi yang akan
datang, dan menghadapi potensi kerugian dari pedagang yang terinformasi
(informed traders) karena mereka tidak memiliki informasi yang superior
sebagaimana pedagang yang terinformasi. Timbulnya masalah adverse
selection yang mendorong dealer untuk menutupi kerugian dari pedagang
yang terinformasi dengan meningkatkan spread-nya terhadap pedagang
yang liquid. Jadi, dapat dikatakan bahwa asimetri informasi yang terjadi
antara dealer dan pedagang yang terinformasi tercermin pada spread yang
ditentukannya (Komalasari, 2001). Sesuai hasil penelitian Richardson
(2000), maka penelitian ini mengajukan tiga variabel sebagai proxy atas
bid-ask spread yaitu harga pasar
saham, volume perdagangan dan
volatilitas return, sedangkan variabel likuiditas pasar dan adverse selection
tidak dimasukkan. Dasar pemilihan proksi atas bid- ask spread adalah:
1)
Quotes merupakan harga pasar saham (quotes) yang diukur dengan
rata- rata bid-ask spread pada hari perdagangan terakhir untuk satu
tahun tertentu (Wasilah, 2005).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
2)
Volume perdagangan (volume trading) merupakan jumlah volume
penjualan perusahaan diukur dengan nilai rupiah dari volume
perdagangan selama satu periode (Wasilah, 2005).
3)
Volatilitas return mencerminkan volatilitas pendapatan perusahaan
dan didefinisikan sebagai koefisien variasi profit. Variabel ini
diukur menggunakan standar deviasi dari perubahan harga saham
bulanan (Wasilah, 2005). Semakin besar risiko pasar, maka akan
semakin besar risiko kepemilikan sahamnya.
5.
Ukuran Perusahaan
Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan
yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak
lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash
flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan
berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektifitas
peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Ukuran
perusahaan menunjukkan besarnya skala perusahaan. Ukuran perusahaan dapat
diukur oleh total aktiva (asset). Aktiva itu sendiri menurut Kieso (2011; 192)
adalah sebagai berikut:
“Asset is a resource controlled by the entity as a result of past events and
from which future economic benefits are expected to flow to the entity”.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa aktiva adalah sumber daya dikendalikan
oleh suatu perusahaan sebagai akibat peristiwa masa lalu dan diharapkan akan
mendapat manfaat ekonomi masa depan untuk perusahaan. Ukuran perusahaan
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap manajemen laba
perusahaan. Perusahaan besar cenderung bertindak hati–hati dalam melakukan
pengelolaan perusahaan dan cenderung melakukan pengelolaan laba secara
efisien.
Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga
mereka akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga
berdampak perusahaan tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat (Nasution
dan Setiawan, 2007). Veronica dan Utama (2005) menemukan bukti adanya
pengaruh negatif antara ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Hasil
serupa juga dikemukakan oleh Nuryaman (2008) bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa ukuran perusahaan yang besar dapat mengurangi praktik manajemen laba
perusahaan.
Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan
yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak
lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash
flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan
berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektivitas peran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Ukuran perusahaan
yang biasa dipakai untuk menentukan tingkat perusahaan adalah:
1)
Tenaga kerja, merupakan jumlah pegawai tetap dan kontraktor yang
terdaftar atau bekerja di perusahaan pada suatu saat tertentu.
2)
Tingkat penjualan, merupakan volume penjualan suatu perusahaan
pada suatu periode tertentu misalnya satu tahun.
3)
Total utang ditambah dengan nilai pasar saham biasa, merupakan
jumlah utang dan nilai pasar saham biasa perusahaan pada saat atau
suatu tanggal tertentu.
4)
Total aset, merupakan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan
pada saat tertentu.
Klasifikasi ukuran perusahaan menurut Small Bussiness Administration (SBA),
yaitu:
Tabel 2.1
Klasifkasi Ukuran Perusahaan Menurut SBA
Small
Bussiness
Family size
Small
Medium
Large
Employment
Size
1-4
5-19
20-99
100-499
Asset Size
Under $100,000
$100,000-500,000
$500,000-5 million
$5-25 million
Sales Size
$100,000-500,000
$500,000-1 million
$1 million-10 million
$10 million-50 million
Sumber: Small Bussiness Administration (Agustiyana, 2010)
Watts dan Zimmerman (1986) dalam teori akuntansi positif menyatakan bahwa
ukuran perusahaan digunakan sebagai pedoman biaya politik dan biaya politik
akan meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan risiko perusahaan.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa perusahaan besar mempunyai motivasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
melakukan manajemen laba dengan menurunkan laba guna menurunkan biaya
politik. Sebaliknya terjadi bagi perusahaan kecil yang berupaya menampilkan laba
yang lebih baik.
Kualitas Audit
6.
Auditor yang berkualitas adalah auditor yang bisa memberikan informasi
yang akurat. Informasi yang akurat adalah informasi yang bisa dengan tepat
menunjukkan nilai perusahaan. DeAngelo (1981) mendefinisikan kualitas audit
sebagai probabilitas dimana seorang auditor
tentang
adanya
menemukan
dan
melaporkan
suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Hasil
penelitiannya menunjukkan
bahwa
KAP
yang
besar
akan
berusaha
untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan KAP
yang kecil. KAP yang besar jika tidak memberikan kualitas audit yang tinggi
akan kehilangan reputasinya, dan jika ini terjadi maka dia akan mengalami
kerugian yang lebih besar dengan kehilangan kepercayaan klien.
Auditor yang berkualitas harus memberikan informasi yang tepat, tidak
hanya mengenakan fee yang lebih tinggi agar pilihan itu benar- benar
mencerminkan informasi yang ada pada perusahaan. DeAngelo (1981)
menggunakan reputasi auditor sebagai proksi kualitas audit. Dia beranggapan
bahwa auditor yang berkualitas tersebut berhubungan dengan ukuran kantor
akuntan.
Menurut Luhgiatno (2010) dan Aloysia (2003), kualitas audit sebagai
variabel
dependen
dalam
penelitian
diproksikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dengan ukuran kantor
21
akuntan publik yang diukur dengan menggunakan variabel dummy yaitu nilai 0
untuk KAP non BIG4 dan nilai 1 untuk KAP yang berafiliasi dengan KAP BIG4
internasional. Dengan mengasumsikan bahwa auditor KAP BIG4 memiliki
kualitas audit relatif lebih baik dibandingkan dengan auditor KAP non BIG4.
Beberapa penelitian di Amerika dan Australia menyebutkan bahwa
adanya hubungan
antara
kualitas
audit
dengan ukuran KAP. Hubungan
tersebut terjadi dalam kaitannya dengan reputasi KAP tersebut. Lennox (1999),
menyatakan bahwa perusahaan audit yang besar lebih mampu menangkap sinyal
akan penyelewengan keuangan yang terjadi dan mengungkapkannya dalam
pendapat audit mereka.
Di Indonesia, beberapa penelitian lainnya juga menggunakan ukuran
kantor akuntan publik sebagai proksi kualitas audit seperti penelitian
yang
dilakukan oleh Nuraini dan Sumarno Zain (2007). Mereka mengasumsikan
bahwa auditor KAP BIG4 memiliki kualitas audit relatif lebih baik
dibandingkan dengan auditor KAP non BIG4. Berikut ini adalah daftar KAP
yang termasuk ke dalam kelompok Big Four di Indonesia:
1)
Purwantono, Suherman & Surja yang berafiliasi dengan Ernst
and Young International.
2)
Tanudireja, Wibisana & rekan berafiliasi dengan PriceWaterhouse
Coopers.
3)
Shidharta dan Widjaja berafiliasi dengan Klynveld Peat Marwick
Goeldener (KPMG) International.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
4)
Osman, Bing, Satrio, dan rekan berafiliasi dengan Delloitte
Touche and Tohmatsu.
Leverage
7.
Leverage menunjukkan seberapa besar tingkat aset yang dibiayai oleh
hutang. Tingkat leverage dapat diketahui melalui perbandingan total hutang
dengan
total
aset.
Menurut
Van
Horn
(1997)
Financial
Leverage
merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap, dengan harapan
akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari pada beban
tetapnya, sehingga keuntungan pemegang saham bertambah. Perusahaan yang
memiliki hutang besar, memiliki kecenderungan melanggar perjanjian hutang
jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki hutang lebih kecil
(Mardiyah, 2005). Perusahaan yang melanggar hutang secara potensial
menghadapi berbagai kemungkinan seperti, kemungkinan percepatan jatuh
tempo, peningkatan tingkat bunga, dan negosiasi ulang masa hutang (Beneish
dan Press, 1995 dalam Herawaty dan Baridwan, 2007
8.
Penelitian Terdahulu
Penelitian serupa telah dilakukan Ni Ketut Muliati (2011) dengan
menjadikan asimetri informasi dan ukuran peruasahaan sebagai variabel
independen dan manajemen laba sebagai variable dependen menggunakan The
Modified Jones Model untuk menghitung discretionary accrual yang menjadi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
proksi dari manajemen laba. menunjukkan bahwa terdapat perngaruh asimetri
informasi dan ukuran perusahaan pada manajemen laba.
Peneliti selanjutnya dilakukan oleh Rahmawati, dkk. (2006): Variabel yang
diteliti yaitu: asimetri informasi sebagai variabel independen dan manajemen laba
sebagai variabel dependen, sedangkan variabel kontrol dalam penelitian ini yaitu:
varian,
ukuran
perusahaan,
pertumbuhan
perusahaan,
dan
rata-rata
kapitalisasi pasar. Teknik analisis data yang digunakan yaitu regresi sederhana.
Hasil penelitian
tersebut
membuktikan
bahwa
variabel
independen
asimetri informasi berpengaruh secara positif signifikan dan mampu menjelaskan
variabel dependen manajemen laba. Rahmawati, dkk. (2006) menemukan juga
bahwa berdasarkan hasil regresi antara variabel dependen manajemen laba
dengan masing-masing
variabel kontrol didapatkan hasil bahwa variabel
ukuran perusahaan tidak mampu menjadi variabel kontrol karena R2 ukuran
perusahaan lebih besar daripada R2 asimetri informasi yaitu sebesar 0.183306 <
0.267580.
Halim, dkk. (2005) menemukan bahwa perusahaan manufaktur yang termasuk
Indeks LQ-45 terlihat melakukan tindakan manajemen laba. Asimetri informasi,
kinerja masa kini dan masa depan, faktor leverage, ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan pada manajemen laba.
Penelitian lain dilakukan oleh Becker dkk (1998) yang menguji pengaruh
kualitas auditor terhadap manajemen laba dan dihasilkan bahwa manajemen
laba besar dalam perusahaan dengan kualitas auditor yang lebih rendah daripada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
perusahaan dengan kualitas auditor lebih tinggi. Berdasarkn hasil penelitiannya
dapat sisimpulkan bahwa perusahaan dengan auditor non Big Six memiliki variasi
yang besar secara signifikan dalam discretionary accruals dibandingkan
perusahaan dengan auditor Big Six.
Cristie & Zimmerman (1994) membuktikan bahwa perusahaan yang
melakukan takeover cenderung memilih metode depresiasi dan metode pencatatan
persediaan, yang dapat meningkatkan laba akuntansi. Berdasarkan penelitian
tersebut juga disimpulkan bahwa terdapat sikap opportunistic manajemen dalam
kasus ambil alih perusahaan, sekalipun alasan utama pemilihan metode akuntansi
didasarkan pada pertimbangan efisiensi atau pertimbangan memaksimalkan nilai
perusahaan. Adapun penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:
Tabel. 2.2
Hasil penelitian
Terdahulu
No.
Nama
Peneliti
1 Becker
1
dkk
(1998)
Judul
Variabel
Penelitian
Penelitian
The Effect of
Kualitas
Audit Quality on Auditor dan
Earnings
Manajemen
Management
Laba
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hasil Penelitian
bahwa perusahaan
dengan auditor non Big
Six memiliki variasi yang
besar secara signifikan
dalam discretionary
accruals dibandingkan
perusahaan dengan
auditor Big Six.
25
No.
Nama
Judul
Peneliti
2 Richardson
(1998)
Penelitian
Information
Asymmetry and
Earnings
Management:
Some Evidence
3 Linda
Auditor Size
and Audit
Elizabeth
DeANGELO
Quality
(1981)
4 Inten Meutia Pengaruh
(2004)
Independensi
Auditor
Terhadap
Manajemen
Laba untuk
KAP Big 5 dan
Non Big 5
Variabel
Hasil Penelitian
Penelitian
Asimetri
terdapat hubungan yang
Informasi dan sistematis antara asimetri
informasi dengan tingkat
Manajemen
manajemen laba, asimetri
Laba
informasi akan
mendorong manajemen
untuk menyajikan
informasi yang tidak
sebenarnya terutama jika
informasi tersebut
berkaitan dengan
pengukuran kinerja
manajer.
Auditor size
Kualitas audit secara
and
Audit quality.
langsung berhubungan
dengan ukuran dari
KAP.
Kualitas
Terdapat hubungan
audit dan
manajemen
laba.
negatif antara kualitas
audit dengan absolute
discretionary accruals.
Perusahaan yang diaudit
oleh KAP Big 5
memiliki absolute
discretionary accruals
yang lebih rendah
dibandingkan dengan
perusahaan yang diaudit
oleh KAP Non Big 5.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
No.
Nama
Peneliti
5 Veronica,
Sylvia N.P
Siregar dan
Siddharta
Utama
(2005)
6 Nuraini A
dan
Sumarno
Zain (2007)
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
Penelitian
Pengaruh
Struktur
Kepemilikan,
Ukuran
Perusahaan, dan
Praktek
Corporate
Governance
Terhadap
Pengelolaan
Laba (Earning
Management)
Penelitian
Struktur
Kepemilik
an
Analisis
Kepemilikan
Kepemilikan
institusional,
kualitas
audit,
manajemen
laba.
Asimetri
Informasi
institusional
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap
absolute discretionary
accrual.
asimetri informasi dan
ukuran perusahaan
Kualitas audit
pengaruh
kepemilikan
institusional dan
kualitas audit
terhadap
manajemen
7 Desmiyawati, Pengaruh
dkk. 2009
Asimetri
Informasi dan
Ukuran
Perusahaan
terhadap
Manajemen Laba
pada Perusahaan
Manufaktur yang
terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
Ukuran
Perusahan
Praktek
Corporate
Governan
ce
Manajemen
Laba
Ukuran
Perusahaan
Manajemen
Laba
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ukuran perusahaan
berkorelasi secara
positif dengan
manajemen laba.
Perusahaan besar
mempunyai insentif
yang cukup besar untuk
melakukan manajemen
laba, karena salah satu
alasan utamanya adalah
perusahaan besar harus
mampu memenuhi
ekspektasi dari investor
atau pemegang
sahamnya.
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
manajemen laba
27
No.
Nama
Peneliti
8 Nini dan
Estralita
Trisnawati
(2009)
Judul
Variabel
Penelitian
Pengaruh
Independensi
Auditor Pada
Kap Big Four
Terhadap
Manajemen Laba
Pada Industri
Bahan Dasar,
Kimia
Penelitian
Etika profesi,
Non audit
services, audit
fee pada KAP
Big four,
praktik
manajemen
laba.
dan Industri
Barang
Konsumsi
9 Luhgiatno
(2010)
10 Ni Ketut
Muliati.
(2011
Hasil Penelitian
(1) Penerapan prinsip
etika profesi pada auditor
yang bekerja di KAP Big
four terbukti memiliki
pengaruh terhadap
praktik manajemen laba ;
(2) Independensi auditor
pada KAP big four
sangat tinggi, imbalan
atau audit fee tidak akan
mempengaruhi auditor
dalam membatasi praktik
manajemen laba;
(3) Semakin tinggi non
audit services yang
diberikan oleh auditor
pada KAP big four,
semakin kecil
kemungkinan praktik
manajemen laba.
Analisis
KAP BIG4,
KAP BIG4 dan KAP
Pengaruh
Kualitas Audit
terhadap
Manajemen
Laba Studi pada
Perusahaan
Pengaruh
Asimetri
yang
Melakukan
Informasi
dan
Ukuran
IPO di
Perusahaan
pada
Manajemen Laba
Indonesia.
di Perusahaan
Perbankan yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
KAP
spesialis
industri,
manajemen
laba.
Asimetri
Informasi
spesialis industri samasama tidak berpengaruh
secara signifikan
terhadap praktik
manajemen laba pada
perusahaanperngaruh
yang
Terdapat
asimetri
informasi
melakukan
IPO di dan
ukuran
perusahaan
pada
Indonesia.
manajemen laba
Ukuran
Perusahaan
Manajemen
Laba
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
No.
Nama
Peneliti
11 Angelia
(2012)
12 Luhgiatno
2010
13 Maya
Indriastuti
(2012)
Judul
Variabel
Penelitian
Pengaruh
Penelitian
Ukuran
Ukuran
Perusahaan,
Leverage,
Kualitas Audit,
dan
Independensi
Auditor
terhadap
Manajemen
Laba pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia.
Analisis
Pengaruh
Kualitas Audit
Terhadap
Manajemen Laba
Studi Pada
Perusahaan yang
Melakukan IPO
di Indonesia
perusahaan,
leverage,
kualitas
audit,
Analisis Kualitas
Auditor dan
Corporate
Governance
terhadap
manajemen laba
Kualitas
auditor,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
proporsi
dewan
komisaris
independen.,
manajemen
laba.
independensi
auditor,
manajemen
laba.
Hasil Penelitian
Ukuran perusahaan,
kualitas audit, dan
independensi auditor
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba.
Sedangkan leverage
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen
laba.
KAP BIG4,
KAP BIG4 dan KAP
spesialis industri samaKAP spesialis sama tidak berpengaruh
industri,
secara signifikan
manajemen
terhadap praktik
laba.
manajemen laba pada
perusahaan yang
melakukan IPO di
Indonesia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Variabel kualitas auditor,
kepemilikan manajerial,
dan kepemilikan
institusional masingmasing berpengaruh
secara parsial terhadap
manajemen laba.
Sedangkan variabel
proporsi dewan komisaris
independen tidak
berpengaruh secara
signifikan.
29
No.
Nama
Judul
Variabel
Peneliti
14 Antonius
Herusetya.
2012
Penelitian
Penelitian
Analisis Kualitas Kualitas Audit
Audit Terhadap
Manajemen Laba
Akuntansi : Studi
Manajemen
Pendekatan
Laba
Composite
Measure Versus
Conventional
Measure
15 Annisa Ayu
Fitria. 2013
Kualitas Audit
Pengaruh
Kualitas Audit
terhadap
Manajemen Laba
dengan Fee Audit Manajemen
Laba
sebagai Variabel
Intervening.
16 Yamaguchi et Acrual Based and
al. (2013)
Real Earnings
Management:An
International
Comparison for
Investor
Protection
Accrual based
earning
management,
real earning
management,
outside
investor
rights, legal
enforcement,
disclosure
regulations,
analyst
following.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hasil Penelitian
Pengaruh negatif kualitas
audit terhadap
manajemen laba akrual,
baik menggunakan
pengukuran kualitas audit
konvensional maupun
multidimensi. ditemukan
bukti bahwa Big 4
sebagai pengukuran
kualitas audit tunggal
memiliki tingkat validitas
yang lebih tinggi
dibandingkan dengan
proksi-proksi lainnya
maupun menggunakan
AQMS
Kualitas audit
berpengaruh terhadap
manajemen laba melalui
fee audit sebagai variabel
intervening
Manajemen laba berbasis
akrual terhambat,
sedangkan manajemen
laba riil di
implementasikan di
negara dengan
perlindungan investor
yang kuat. Kontrol
kualitas audit tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba.
30
B.
Rerangka Pemikiran
Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri
informasi Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari
agent,
yaitu
perilaku
manajemen
untuk memaksimumkan kesejahteraannya
sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal.
dorongan
untuk memilih dan menerapkan
Manajer
memiliki
metode akuntansi yang dapat
memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari
principal.
Asimetri informasi timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal
dan prospek perusahaan di masa depan dibandingkan dengan pemegang saham dan
stakeholder lainnya. Informasi yang lebih banyak dimiliki manajer dapat memicu
untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan manajer dan
kepentingan untuk memaksimumkan utility-nya. Adanya asimetri informasi akan
mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya, terutama
jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Oleh karena
itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan report mengenai kondisi
perusahaan kepada pemilik. Report yang diberikan dapat dilakukan melalui
pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan
tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini
berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002).
Rahmawati, dkk (2007, hal 68) menyatakan bahwa manajer sebagai
pengelola mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan pihak luar yang
tidak mungkin mendapatkan seluruh informasi perusahaan. Manajer yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
mendapatkan informasi relative lebih banyak mempunyai fleksibilitas dalam
mempengaruhi laporan keuangan khususnya laba yang digunakan untuk
memaksimalkan kepentingan atau nilai pasar perusahaan. Ketika asimetri informasi
tinggi, perusahaan tersebut dapat memanipulasi laba sebelum laporan keuangan
diaudit tanpa khawatir terdeteksi. Oleh karena itu, semakin tinggi asimetri informasi
yang terjadi, maka akan semakin besar kecenderungannya bahwa perusahaan
tersebut tidak akan dimonitor secara efektif.
Faktor lain yang mempengaruhi manajemen laba selain asimetri informasi
adalah ukuran perusahaan (Halim, dkk. 2005). Halim, dkk. (2005) menemukan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Defond
(1993) dalam Veronica dan Bachtiar (2003) menemukan bahwa ukuran
perusahaan berkorelasi secara positif dengan manajemen laba. Perusahaan besar
mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba, karena
salah satu alasan utamanya adalah perusahaan besar harus mampu memenuhi
ekspektasi dari investor atau pemegang sahamnya.
Sedangkan hasil berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakkan oleh Rina
Moestika
Setyaningrum
(2011),
menunjukkan
bahwa
ukuran
perusahaan
berpengaruh negatif terhadap manaj emen laba, yang berarti peningkatan ukuran
perusahaan memberikan kontribusi yang nyata terhadap penurunan manajemen laba
(diproksikan dengan Diecretionary Accruals). Hal ini disebabkan perusahaan yang
lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba
dibandingkan perusahaan- perusahaan kecil, karena perusahaan besar dipandang
lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Untuk mengatasi terjadinya konflik antara agen dan principal dalam
mengurangi perilaku manipulasi laba oleh manajemen, maka diperlukan beberapa
mekanisme pengawasan dan kontrak. Salah satunya adalah audit atas laporan
keuangan. Manajemen perusahaan sebagai agen memerlukan jasa pihak ketiga
agar tingkat kepercayaan pihak eksternal perusahaan (salah satunya principal)
terhadap pertanggungjawaban semakin tinggi, begitu pula sebaliknya pihak
eksternal perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk meyakinkan dirinya
bahwa laporan keuangan yang disajikan manajemen perusahaan dapat dipercaya
sebagai dasar pengambilan keputusan. Tingkat kepercayaan pihak pemakai
informasi laporan keuangan auditan, terutama pihak eksternal perusahaan
dipengaruhi oleh kualitas audit dari auditor.
Menurut Piot (2001) pengguna laporan keuangan lebih percaya pada hasil
audit dari auditor yang berkualitas. Karena hal tersebut di atas, maka kualitas
auditor menambah keyakinan investor bahwa perilaku manajer untuk melakukan
manajemen laba dapat diminimalisasi. Penelitian lain dilakukan oleh Becker dkk
(1998) yang menguji pengaruh kualitas auditor terhadap manajemen laba dan
dihasilkan bahwa manajemen laba besar dalam perusahaan dengan kualitas
auditor yang lebih rendah daripada perusahaan dengan kualitas auditor lebih tinggi.
Berdasarkn hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan auditor
non Big Six memiliki variasi yang besar secara signifikan dalam discretionary
accruals dibandingkan perusahaan dengan auditor Big Six.
Antonius Herusetya (2012), menemukan adanya pengaruh negatif kualitas
audit terhadap perilaku manajemen laba akrual yang diukur dengan akrual
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
diskresioner absolut. Pengujian menggunakan single proxy dari kualitas audit
menemukan pengaruh negatif ukuran KAP (Big 4) terhadap akrual diskresioner
absolut.
Salah satu penyebab manajemen laba adalah leverage. Dengan adanya
leverage hal itu dapat menunjukan seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai
oleh hutang. Leverage diukur dengan cara perbandingan total hutang dengan total
aset. Sweeney (dalam Veronica dan Bachtiar, 2004) manajemen perusahaan
melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk meningkatkan laba bersih
perusahaan sebelum ditemukan pelanggaran
perjanjian
hutang.
Sehingga,
berdasarkan penelitian ini leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Ni Ketut Muliati (2011) tentang
pengaruh asimetri informasi dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba.
Adapun faktor-faktor yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya yaitu Adanya penambahan variabel lain yang mempengaruhi
manajemen laba yaitu kualitas auditor yang diproksikan dengan ukuran KAP dan
Leverage yang diproksikan Debt to Asset Ratio (DAR). Berdasarkan telaah
pustaka dan penelitian terdahulu variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah asimetri informasi, ukuran perusahaan, kualitas auditor dan leverage sebagai
variabel independen. Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,kualitas
audit dan proporsi dewan komisaris independen sebagai variabel modersi. Gambar
2.1 manyajikan kerangka pemikiran sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Asimetri
Informasi
Ukuran
Perusahaan
Manajemen
Laba
Kualitas
Auditor
Leverage
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis
Penelitian mengenai pengaruh asimetri informasi, ukuran perusahaan
terhadap manajemen laba merupakan topik yang menarik untuk dikaji ulang. Dalam
penelitian ini, selain proksi asimetri informasi, ukuran perusahaan, peneliti juga
menambah proksi penelitian berupa kualitas audit dan leverage, di mana asimetri
informasi, ukuran perusahaan ,kualitas audit dan leverage sebagai variabel
independen. dan manajemen laba sebagai variabel dependen.
Dengan demikian, diharapkan rerangka pemikiran (Gambar 2.2) dapat
menggambarkan skema yang menjelaskan hubungan antar variable dalam penelitian
ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Hipotesis merupakan jawaban sementara atau jawaban teoritis dari
pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dalam perumusan masalah yang masih
harus dibuktikan kebenarannya di dalam kenyataan (empirical verification),
percobaan (experimentation) atau praktek (implementation). Mengacu pada konsep
teoritis yang berkaitan erat dengan topik dan permasalahan penelitian serta hasilhasil penelitian sebelumnya, maka disusun hipotesis sebagai berikut.
Richardson
(1998)
melakukan
pangujian
asimetri
informasi
yang
mempengaruhi manajer untuk melakukan earning management, dimana dapat
disimpulkan bahwa adanya hubungan antara asimetri informasi dengan manajemen
laba. Ketika asimetri informasi tinggi, stakeholder tidak memiliki sumber daya yang
cukup atas informasi yang relevan dalam memonitor tindakan manajer sehingga
akan memunculkan praktik manajemen laba. Akibatnya asimetri informasi ini akan
mendorong manajer untuk tidak menyajikan informasi selengkapnya. Jika informasi
tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Penelitian yang dilakukan
oleh Wasilah (2005) juga menunjukkan bahwa variabel independen asimetri
informasi berpengaruh secara positif signifikan dan mampu menjelaskan variabel
dependen manajemen laba. Berdasarkan analisis di atas, peneliti menduga bahwa
asimetri informasi yang tinggi cenderung untuk melakukan manajemen laba
Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka hipotesis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H1
: Asimetri informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
manajemen laba.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Ukuran perusahaan diduga mampu mempengaruhi besaran pengelolaan laba
perusahaan, dimana jika pengelolaan laba tersebut oportunis maka semakin besar
perusahaan semakin kecil pengelolaan laba (berhubungan negatif) tapi jika
pengelolaan laba efisien maka semakin besar ukuran perusahaan semakin tinggi
pengelolaan labanya (berhubungan positif) (Silvia dan Siddharta, 2005). Perusahaan
yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas,
sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap
kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek
cash flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan
berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektivitas peran
pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Terdapat dua
pandangan yang berbeda mengenai bentuk hubungan ukuran perusahaan terhadap
manajemen laba. Pandangan pertama menyatakan bahwa ukuran perusahaan
memiliki hubungan positif dengan manajemen laba. Hal ini bisa dibuktikan pada
penelitian Halim, dkk (2005) dengan data LQ-45 di Bursa Efek Indonesia (BEI)
menemukan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Pandangan kedua menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh negative
terhadap manajemen laba. Penelitian Nuryaman (2008) menggunakan data sampel
perusahaan publik sektor manufaktur 2005 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan
manajemen laba. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan besar kecenderungan
melakukan tindakan manajemen labanya lebih kecil dibandingkan dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
perusahaan yang ukurannya lebih kecil. Berdasarkan analisis di atas, maka penulis
menduga ukuran perusahaan besar cenderung untuk melakukan manajemen laba
H2
: Ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
manajemen laba.
Untuk mengatasi terjadinya konflik antara agen dan principal dalam
mengurangi perilaku manipulasi laba oleh manajemen, maka diperlukan beberapa
mekanisme pengawasan dan kontrak. Salah satunya adalah audit atas laporan
keuangan. Manajemen perusahaan sebagai agen memerlukan jasa pihak ketiga
agar tingkat kepercayaan pihak eksternal perusahaan (salah satunya principal)
terhadap pertanggungjawaban semakin tinggi, begitu pula sebaliknya pihak
eksternal perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk meyakinkan dirinya
bahwa laporan keuangan yang disajikan manajemen perusahaan dapat dipercaya
sebagai dasar pengambilan keputusan. Tingkat kepercayaan pihak pemakai
informasi laporan keuangan auditan, terutama pihak eksternal perusahaan
dipengaruhi oleh kualitas audit dari auditor.
Berdasarkan analisis diatas, maka
penulis menduga kualitas audit dapat menghambat terjadinya praktik manajemen
laba.
H3
: Kualitas audit berpengaruh berpengaruh positif dan signifikan pada
praktik manajemen laba.
Mengacu pada hipotesis yang melatarbelakangi tindakan manajemen
laba yaitu debt covenanant hypotesis yang menyatakan bahwa jika suatu
perusahaan melakukan pelanggaran perjanjian kredit, cenderung akan memilih
metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba, maka semakin besar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
kemungkinan manajemen perusahaan memilih prosedur akuntansi yang menggeser
laba akuntansi dari periode mendatang ke periode sekarang (Watt dan
Zimmerman,1986).
Sweeney (dalam Veronica dan Bachtiar, 2004) manajemen perusahaan
melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk meningkatkan laba bersih
perusahaan sebelum ditemukan pelanggaran
perjanjian
hutang.
Sehingga,
berdasarkan penelitian ini leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Dengan demikian maka hipotesis yang dapat dikembangkan
H4
: leverage berpengaruh berpengaruh positif dan signifikan pada
praktik manajemen laba.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download