Disonansi Kognitif dalam Pemakaian Baju Sisa Import `Awul

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi
di dalam diri komunikator sendiri. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan
internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan.
Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan
balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Komunikasi
intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan
mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran
(awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator.
Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka
seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena
pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka pada dasarnya letak persepsi
adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan ataupun obyek.
Aktivitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari-hari dalam
upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdo’a, bersyukur, instrospeksi diri
dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan
kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif. Pemahaman diri pribadi ini
berkembang sejalan dengan perubahan perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita
tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi prilaku kita selama ini
memainkan peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini.
Kesadaran pribadi (self awareness) memiliki beberapa elemen yang mengacu
pada identitas spesifik dari individu (Fisher 1987:134). Elemen dari kesadaran diri
adalah konsep diri, proses menghargai diri sendiri (self esteem), dan identitas diri kita
yang berbeda beda (multiple selves).
Unsur/elemen Komunikasi Intrapersonal :
a.
Sensasi, proses menangkap stimulus pesan informasi (verbal maupun non verbal).
Pada proses sensasi ini maka panca indera manusia dibutuhkan, khususnya mata
dan telinga.
b.
Persepsi, proses pemberian makna terhadap informasi yang ditangkap oleh
sensasi.Pemberian makna ini melibatkan unsur subyektif. Contohnya, nyaman
tidaknya proses komunikasi dengan orang yg kita ajak bicara.
c.
Memori, proses penyimpanan informasi dan evaluasinya dalam kognitif
individu. Kemudian informasi dan evaluasi komunikasi akan dikeluarkan atau
diingat kembali dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
d.
Berfikir, proses mengolah, memanipulasi informasi untuk memenuhi
kebutuhan atau menyelesaikan masalah. Proses ini meliputi pengambilan
keputusan, pemecahan masalah dan berfikir kreatif.
2.2
Komunikasi Antar Personal
Dalam penelitian ini, peneliti lebih fokus pada komunikasi interpersonal di
mana memiliki efektifitas cukup tinggi dalam proses komunikasi. Pengertian
Komunikasi
Antar Pribadi
menurut Josep A.Devito dalam bukunya “the
Interpersonal communication book” komunikasi interpersonal adalah :
“The process of sending and receiving message beetwen two persons, or among a
small group of person with some effect and some immediate feedback”
(proses penerimaan dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara
kelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik dalam
berkomunikasi secara seketika) (Devito ,1989 : 4).
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi
interpersonal adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan secara langsung
tatap muka dan bersifat pribadi oleh minimal dua orang.
Komunikasi
interpersonal adalah komunikasi yang mampu menjalin keakraban antara
komunikator dan komunikannya. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang
langsung dialogis, sehingga dapat menciptakan keterbukaan dan hal utama
seseorang dalam melakukan hubungan antar pribadi adalah untuk dua hal yaitu
perasaan dan ketergantungan yang akhirnya terjalin hubungan yang lebih akrab
dengan orang lain dan dapat membentuk kinerja bersama. Komunikasi
interpersonal adalah komunikasi dalam bentuk verbal maupun non verbal, yang
proses komunikasinya berlangsung secara timbal balik antara komunikator
dengan komunikan.
Dalam penelitian ini,
proses komunikasi interpersonal dapat saling
menafsirkan, memperjelas dan menyimpulkan masalah yang dibahas
yaitu
mengenai penggunaan Baju Sisa Import , karena terdapat proses mulai dari
pengertian bersama tentang pemahaman Baju Sisa Import, kemudian melakukan
tindakan yang dikehendaki, mencoba mendatangi penjual Baju Sisa import.
Dengan demikian dalam proses komunikasi interpersonal tidak sekedar
menyampaikan pesan tapi perlu diperhitungkan kadar hubungan interpersonal
(relationship ). Pergaulan manusia merupakan salah satu bentuk peristiwa komunikasi
dalam masyarakat. Menurut Schramm (1974) di antara manusia yang saling bergaul,
ada yang saling membagi informasi, namun ada pula yang membagi gagasan dan
sikap.
Terdapat tiga pendekatan utama tentang pemikiran Komunikasi Antar
Personal berdasarkan:
1. Komponen-komponen utama.
Bittner (1985:10) menerangkan Komunikasi Antar Pribadi berlangsung, bila
pengirim menyampaikan informasi berupa kata-kata kepada penerima dengan
menggunakan medium suara manusia (human voice). Menurut Barnlund (dikutip
dalam Alo Liliweri;1991), ciri-ciri mengenali Komunikasi Antar Pribadi sebagai
berikut:
1. Bersifat spontan.
2. Tidak berstruktur.
3. Kebetulan.
4. Tidak mengejar tujuan yang direncanakan.
5. Identitas keanggotaan tidak jelas.
6. Terjadi sambil lalu.
Seperti itulah yang terjadi pada percakapan antara penjual Baju Sisa Import
dengan pembeli, segala sesuatunya bersifat spontan, tidak direncanakan, serba
kebetulan, bahkan penjual tidak mengejar tujuan, terkesan tidak butuh dan terdapat
pola terbalik yaitu pembeli yang butuh penjual Baju Sisa Import. Tidak seperti
penjual baju (toko resmi/baju baru) pada umumnya, yang mereka mencoba mengejar
tujuan , yaitu agar baju yang dijual laku.
2. Hubungan diadik.
Hubungan diadik mengartikan Komunikasi Antar Pribadi sebagai komunikasi
yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas.
Untuk memahami perilaku seseorang, harus mengikutsertakan paling tidak dua orang
peserta dalam situasi bersama (Laing, Phillipson, dan Lee (1991:117).
Trenholm dan Jensen (1995:26) mendefinisikan KAP sebagai komunikasi
antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat
komunikasi ini adalah:
1. Spontan dan informal.
2. Saling menerima feedback secara maksimal.
3. Partisipan berperan fleksibel.
Peneliti menggambarkan komunikasi diadik terjadi pada saat pembeli
menceritakan pengalamannya setelah membeli Baju Sisa Import kepada teman (calon
pembeli), semuanya bersifat spontan. Percakapan dapat mengarah ketika salah satu
mulai membahas mengenai fashion yang kerap menjadi perbicangan anak muda
terutama perempuan. Pembeli menceritakan tentang pengalaman kemudian teman
(calon pembeli) menanggapi. Dalam proses menanggapi terjadi juga perhatian yang
dapat menimbulkan ketertarikan calon pembeli. Ketika komunikasi diadik
berlangsung, secara tidak langsung orang lain dapat masuk berbaur mengikuti
perbincangan yang sedang terjadi.
3. Pengembangan
Komunikasi Antar Pribadi dapat dilihat dari dua sisi sebagai perkembangan
dari komunikasi impersonal dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh karena itu,
derajat Komunikasi Antar Pribadi berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman
informasi sehingga merubah sikap.
Pendapat Berald Miller dan M. Steinberg (1998: 274), pandangan
developmental tentang semakin banyak komunikator mengetahui satu sama lain,
maka semakin banyak karakter antar pribadi yang terbawa dalam komunikasi
tersebut.
2.3 Disonansi Kognitif
Festinger menamakan perasaan yang tidak seimbang ini sebagai disonansi
kognitif, yang merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka “menemukan
diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka
ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang
mereka pegang”. Roger Brown (1965) mengatakan dasar dari teori ini mengikuti
sebuah prinsip yang cukup sederhana : Keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai
keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha
untuk mencapai konsonansi. Disonansi adalah sebutan untuk ketidakseimbangan dan
konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan.
Teori ini juga memungkinkan dua elemen untuk memiliki tiga hubungan yang
berbeda satu sama lain: Mungkin saja konsonan (consonant), disonan (dissonant),
atau tidak relevan (irrelevant). Hubungan konsonan (consonant relationship) ada
antara dua elemen ketika dua elemen tersebut ada pada posisi seimbang satu sama
lain. Misalnya, jika Anda meyakini bahwa kesehatan dan kebugaran adalah tujuan
yang penting dan Anda berolahraga sebanyak tiga sampai lima kali dalam seminggu,
maka keyakinan Anda mengenai kesehatan dan perilaku Anda sendiri akan memiliki
hubungan yang konsonan antara satu sama lain.
Hubungan disonan (dissonant relationship) berarti bahwa elemen-elemennya
tidak seimbang satu dengan yang lainnya. Contoh dari hubungan disonan antar
elemen adalah seorang penganut agama yang mendukung hak perempuan untuk
memilih melakukan aborsi. Dalam kasus ini, keyakinan keagamaan orang itu
berkonflik dengan keyakinan politiknya mengenai aborsi.
Hubungan tidak relevan (irrelevant relationship) ada ketika elemen-elemen
tidak mengimplikasikan apapun mengenai satu sama lain. Disonansi kognitif dapat
memotivasi perilaku komunikasi saat seseorang melakukan persuasi kepada orang
lain dan saat orang berjuang dalam melawan disonansi kognitifnya.
Gambar 2.1. Proses Disonansi Kognitif
Sikap, pemikiran,
dan perilaku yang
tidak konsisten
berakibat pada
mulainya disonansi
berakibat pada
rangsangan
yang tidak
menyenangkan
dikurangi dengan
perubahan
yang menghilangkan
inkonsistensi
(Sumber : Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi 1 Richard West, Lynn H. Turner: 2007)
Festinger menyebutkan dua situasi umum yang menyebabkan munculnya
disonansi, yaitu ketika terjadi peristiwa atau informasi baru dan ketika sebuah opini
atau keputusan harus dibuat, di mana kognisi dari tindakan yang dilakukan berbeda
dengan opini atau pengetahuan yang mengarahkan ke tindakan lain. Terdapat empat
sumber penyebab munculnya disonansi, yaitu :
a.
Inkonsistensi Logika, yaitu logika berpikir yang mengingkari
logika berpikir yang lain.
b.
Nilai Budaya, yaitu bahwa kognisi yang dimiliki seseorang di suatu budaya,
kemungkinan akan berbeda di budaya lainnya.
c.
Opini umum, yaitu disonansi mungkin muncul karena sebuah pendapat yang
berbeda dengan yang menjadi pendapat umum.
d.
Pengalaman masa lalu, yaitu disonansi akan muncul bila sebuah kognisi tidak
konsisten dengan pengalaman masa lalunya.
2.3.1 Asumsi dari Teori Disonansi Kognitif
Terdapat empat asumsi dasar dari teori ini, yaitu :
a.
Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan
perilakunya.
b.
Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologi.
c.
Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan
tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur.
d.
Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha
untuk mengurangi disonansi.
2.3.2 Tingkat Disonansi
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi tingkat disonansi yang dirasakan
seseorang (Zimbardo, Ebbsen & Maslach, 1977):
1. Kepentingan (importance) atau beberapa signifikan suatu masalah, berpengaruh
terhadap tingkat disonansi yang dirasakan.
2. Rasio disonansi (dissonance ratio) atau jumlah kognisi disonan berbanding
jumlah kognisi yang konsonan.
3. Rasionalitas (rationale) yang digunakan individu untuk menjustifikasi
inkonsistensi. Faktor ini merujuk pada alasan yang dikemukakan untuk
menjelaskan mengapa sebuah inkonsistensi muncul. Makin banyak alasan yang
dimiliki seseorang untuk mengatasi kesenjangan yang ada, maka semakin sedikit
disonansi yang seseorang rasakan.
2.3.3 Disonansi Kognitif dan Persepsi
Secara spesifik, Teori Disonansi Kognitif berkaitan dengan proses pemilihan
terpaan (selective exposure), pemilihan perhatian (selective attention), pemilihan
interpretasi (selective interpretation), , pemilihan retensi (selective retention) karena
teori ini memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan
disonansi. Proses perseptual ini merupakan dasar dari penghindaran ini (West &
Turner : 2007)
a. Terpaan selektif (selective exposure), mencari informasi konsisten yang belum
ada, membantu untuk mengurangi disonansi. Teori ini memprediksikan bahwa
orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi dan mencari
informasi yang konsisten dengan sikap dan perilaku mereka.
b. Perhatian selektif (selective attention), merujuk pada melihat informasi secara
konsisten begitu konsistensi itu ada. Orang memerhatikan informasi dalam
lingkungannya yang sesuai dengan sikap dan keyakinannya sementara tidak
menghiraukan informasi yang tidak konsisten.
c. Interpretasi selektif (selective interpretation), melibatkan penginterpretasian
informasi yang ambigu sehingga menjadi konsisten. Dengan menggunakan
interpretasi selektif, kebanyakan orang menginterpretasikan sikap teman dekatnya
lebih sesuai dengan sikap mereka sendiri daripada yang sebenarnya terjadi.
d. Retensi
selektif (selective retention), merujuk pada mengingat dan
mempelajari informasi yang konsisten dengan kemampuan yang lebih besar
dibandingkan yang kita lakukan terhadap informasi yang tidak konsisten.
2.3.4 Mengatasi Disonansi Kognitif
Dalam kehidupan sehari hari, kita menemui keadaan tidak nyaman ketika
menghadapi situasi di mana kita harus berperilaku berbeda dengan sikap yang kita
miliki. Biasanya kita akan berusaha mengurangi ketidaknyamanan tersebut dengan
mengubah sikap atau perilaku kita untuk mencapai keseimbangan dalam diri kita.
Tiga jenis mekanisme untuk mengurangi disonansi kognitif adalah sebagai
berikut (Aronson, 1968; Festinger, 1957) :
1. Mengubah sikap atau perilaku kita menjadi konsisten satu sama lain.
2. Mencari informasi baru yang mendukung sikap atau perilaku untuk
menyeimbangkan elemen kognitif yang bertentangan.
3.
Trivilization,
mengabaikan
atau
menganggap
ketidaksesuaian antara sikap atau perilaku yang menimbulkan disonansi
sebagai suatu yang tidak penting.
2.4
Perilaku Konsumen
Perilaku Konsumen seperti didefinisikan oleh Schiffman dan Kanuk (2000)
adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang
diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen adalah suatu proses,
yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
a.
Tahap acquisition (perolehan); searching (mencari); dan
purchasing (membeli)
b.
Tahap
evaluating (mengevaluasi)
consumption
(konsumsi);
using
(menggunakan);
c.
Tahap disposition (tindakan pasca beli) apa yang dilakukan
oleh konsumen setelah produk itu digunakan atau dikonsumsi.
2.4.1 Motivasi
Schifmann dan Kanuk, 2000 memberikan pemahaman tentang motivasi
sebagai dorongan dari dalam individu yang menyebabkan dia bertindak. Sedangkan
Hilgard dan Atkinson, 1975 merumuskan motivasi sebagai keadaan aktif di dalam diri
seseorang yang mengarahkannya pada perilaku pencapaian tujuan. Kekuatan
pendorong (driving force) memicu suasana tegang (state of tension) yang disebabkan
adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi. Upaya seseorang untuk membebaskan diri
dan mengurangi ketegangan inilah yang disebut dengan motivasi. Motivasi inilah
yang penting bagi pemasar dengan satu pertanyaan, bagaimana motivasi ini bisa
membawa konsumen dalam proses perilaku beli terutama dalam proses mencari dan
mengevaluasi. Pada tataran ini perlu dipikirkan keterlibatan konsumen dengan
produk.
Motivasi adalah daya dorong untuk berperilaku dan perilaku itu mengarah
kepada tujuan tertentu. Tujuan adalah hasil yang dicapai oleh perilaku yang
termotivasi. Singkatnya, semua perilaku berorientasi pada tujuan, jadi tujuan adalah
daya tarik untuk berperilaku. Bila diterapkan pada perilaku beli konsumen, pilihan
tujuan mana (generik atau tujuan produk khusus) yang akan diambil untuk memenuhi
kebutuhannya, tergantung pada :
1. Pengalaman pribadi si konsumen
2. Persepsi konsumen akan dirinya sendiri (self image)
3. Kapasitas fisik
4. Norma-norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku
5. Aksesibilitas tujuan di lingkungan fisik maupun sosial
Keterlibatan dapat dipahami sebagai motivasi untuk memproses informasi
produk dalam situasi dimana ada hubungan antara kebutuhan, tujuan, atau nilai – nilai
dan pengetahuan tentang produk. Bila keterlibatan suatu produk meningkat, maka
konsumen akan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap informasi yang
berhubungan dengan produk tersebut. Ada beberapa istilah untuk proses keterlibatan
yaitu:
1.
Inertia, yaitu keterlibatan konsumen terhadap suatu produk
sehingga dia memperhatikan setiap informasi tentang produk tersebut.
2.
Passion, yaitu keterlibatan konsumen terhadap suatu produk
karena pengaruh masa lalunya.
3.
Trend, yaitu menciptakan dan meningkatkan keterlibatan
konsumen pada produk dengan membentuk suatu komunitas.
Berdasarkan pemahaman ini, terdapat tiga faktor penting yang mempengaruhi
pemrosesan informasi yaitu:
1. Persepsi
Adalah
proses
dimana
individu
diekspos
untuk
menerima
informasi,
memperhatikan informasi tersebut dan memahaminya. Pada faktor ini proses yang
terjadi pada setiap tahapan adalah:
a. Pada tahap exposure (exposure stage) konsumen menerima
informasi melalui panca inderanya
b. Pada tahap perhatian (attention stage) mereka mengalokasikan
kapasitas pemrosesan menjadi rangsangan
c. Pada tahap pemahaman (comprehension stage), mereka
menyusun dan mengintepretasikan informasi untuk mendapatkan arti tentang
informasi tersebut. Pemahaman merupakan proses rangsangan panca indera
sehingga mereka dapat memahaminya.
2. Tingkat keterlibatan konsumen
Tingkat keterlibatan mempengaruhi apakah konsumen akan bergeser dari
exposure ke perhatian, dan akhirnya sampai pada tahap pemahaman persepsi.
Keterlibatan juga mempengaruhi fungsi memori.
3. Memori
Memori memandu proses exposure dan perhatian dengan membiarkan konsumen
mengantisipasi rangsangan yang mereka hadapi. Memori juga membantu proses
pemahaman keonsumen dengan menyimpan pengetahaun tentang lingkungan.
2.4.2 Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Proses keputusan pembelian konsumen yang dikemukakan Kotler (2002:204)
terdiri dari lima tahap yang dilakukan oleh seorang konsumen sebelum sampai pada
keputusan pembelian dan selanjutnya pasca pembelian. Hal ini menunjukkan bahwa
proses membeli yang dilakukan oleh konsumen dimulai jauh sebelum tindakan
membeli dilakukan serta mempunyai konsekuensi setelah pembelian tersebut
dilakukan.
Model lima tahap proses pembelian (Gambar 2.2) tersebut menjelaskan bahwa
konsumen harus melalui lima tahap dalam proses pembelian sebuah produk. Namun
hal ini tidak berlaku, terutama atas pembelian dengan keterlibatan yang rendah.
Konsumen dapat melewatkan atau membalik beberapa tahap. Dalam konteks
penelitian ini, seseorang dalam memutuskan membeli pakaian bekas impor yang biasa
digunakannya langsung mulai dari kebutuhan akan pakaian (fashion)
keputusan pembelian, dan melewatkan pencarian dan evaluasi informasi.
menuju
Gambar 2.2 Model lima tahap proses pembelian
Pengenalan
Pengenalan
Pencarian
Pencarian
Evaluasi
Evaluasi
Keputusan
Keputusan
Perilaku
Perilaku
Masalah
Masalah
Informasi
Informasi
Alternatif
Alternatif
Pembelian
Pembelian
Pasca-Pembelian
Pasca-Pembelian
Sumber : Buku Perilaku Konsumen, John Ihalauw; hal.8
Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengenalan Masalah
Pada tahap ini konsumen menyadari adanya kebutuhan akan adanya pakaian
yang murah, fashionable serta banyak pilihan. Kebutuhan yang timbul ini dapat
dipicu oleh adanya rangsangan dari dalam atau dari luar yang akan menimbulkan
minat beli serta menggerakkan konsumen untuk melakukan pembelian.
2. Pencarian Informasi
Setelah konsumen merasakan adanya kebutuhan dan minat belinya timbul,
maka dia akan berusaha untuk mencari informasi lebih lanjut. Ada beberapa sumber
pokok yang akan diperhatikan konsumen dan mempunyai peranan yang cukup
penting dalam keputusan pembelian. Sumber informasi konsumen digolongkan ke
dalam empat kelompok (Kotler, 2002:205), yaitu:
a. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.
b. Sumber komersial : iklan, penyalur, kemasan, pajangan di toko.
c. Sumber publik : media massa, organisasi penentu peringkat konsumen
d. Sumber pengalaman : penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk.
3. Evaluasi Alternatif
Sebagai hasil dari pengumpulan informasi, konsumen dapat mengetahui
merek-merek yang ada di dalam suatu kategori produk beserta karakteristiknya.
Dengan adanya pengetahuan akan keuntungan dan kerugian dari semua alternatif
merek, maka dia akan melakukan evaluasi akan merek-merek tersebut. Dalam
melakukan penilaian ini, ada beberapa proses yang mendasarinya, namun yang paling
umum adalah proses orientasi kognitif, yaitu dimana seorang konsumen dalam
melakukan keputusan pembelian akan suatu produk didasarkan pada pertimbangan
yang logis dan rasional.
4. Keputusan Pembelian
Dalam tahap penilaian alternatif, konsumen telah menentukan pilihan yang
terbaik di antara beberapa merek produk yang telah dikumpulkan. Di samping
konsumen telah memiliki keputusan dan kecendrungan atas suatu produk secara
mandiri, ada dua faktor yang turut menentukan pembentukan keputusan konsumen,
yaitu sikap orang lain serta faktor situasional yang tidak terduga. Selanjutnya
konsumen tersebut melakukan proses pengambilan keputusan konsumen yang paling
penting yaitu pembelian.
5. Perilaku Pasca Pembelian
Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses keputusan pembelian konsumen.
Pada tahap ini, seorang konsumen akan menemukan apakah produk yang dia beli
memuaskan atau tidak serta apakah produk itu sesuai dengan harapannya atau tidak.
Pada tahap ini meliputi kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan
pemakaian produk pasca pembelian.
2.5
KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Bagan 2.1
Baju Sisa Import “Awul-Awul’
Konsumen
•
•
•
•
•
Teori Perilaku
Konsumen
Pengenalan Masalah
Pncarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pasca Pembelian
Teori Disonansi
Kognitif
Pemakaian
Hasil
Proses perilaku konsumen merupakan hal yang mutlak terjadi ketika seseorang
hendak membeli sesuatu. Begitu pula yang terjadi ketika seseorang hendak membeli
Baju Sisa Import ‘Awul-awul yang notabennya memiliki citra negatif dikalangan
orang pada umumnya, mulai dari mengandung virus, penyakit, kuman, bahkan bekas
pakai orang lain yang kita tidak tahu kondisinya. konsumen akan mencari tahu
mengenai keberadaan informasi yang dapat mendukung dan mengevaluasi informasi
yang dapat meyakinkan konsumen. Berbagai macam pengaruh internal maupun
eksternal akan di dapat, maka dari situ akan timbul disonansi kognitif yang akan
mempengaruhi keputusan untuk membeli Baju Sisa import ‘Awul-awul’ atau tidak.
Download