upaya-upaya pencegahan dan pola pencarian

advertisement
UPAYA-UPAYA PENCEGAHAN DAN POLA PENCARIAN PELAYANAN
INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PEREMPUAN PEKERJA SEKS DI
TEMPAT PROSTITUSI BANDANG RAYA KOTA SAMARINDA
EFFORTS SERVICE AND PATTERN SEARCH SEXUALLY TRANSMITTED
INFECTIONS (IMS) WOMEN SEX WORKERS IN THE CITY OF GREATER
FLASH PROSTITUTION SAMARINDA
Hariyati,1 HM. Rusli Ngatimin,2 Sudirman Natsir 2
1
2
Konsentrasi Promosi Kesehatan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin
Konsentrasi Promosi Kesehatan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi :
HARIYATI
Dinas Kesehatan Kab. Kutai Timur KALTIM
JL. Hasanuddin RW 07 RT 07 No. 71 Sangata
HP: 081350126963
[email protected]
ABSTRAK
Perempuan Pekerja Seksual merupakan kelompok resiko tinggi tertular dan menularkan IMS.
Berdasarkan Laporan Bulanan Penderita Infeksi Menular Seksual pada wanita pekerja seksual di Puskesmas
Pembantu Bandang Raya tahun 2011 mengalami peningkatan sebanyak 236 kasus dengan 303 orang penderita.
Tujuan penelitian adalah menggali secara mendalam perilaku dan kepercayaan kesehatan wanita pekerja seks
dalam pencegahan infeksi menular seksual.Penelitian ini berjenis studi kualitatif dengan rancangan penelitian
studi kasus. Pemilihan informan penelitian dilakukan secara incidental. Informan dalam penelitian ini adalah
wanita pekerja seksual, petugas kesehatan dan perwakilan mucikari.Hasil penelitian terhadap upaya pencegahan
infeksi menular seksual menunjukkan bahwa penyebab IMS karena hubungan seks dan kotoran pada kelamin
dan dapat dicegah dengan menggunakan kondom. Walaupun keseriusan dan manfaat yang dirasa baik namun
dalam kenyataannya kerentanan terhadap kondisi kesehatannya masih kurang. Hambatan terhadap konsistensi
penggunaan alat pelindung di pengaruhi oleh pelanggan. Faktor pendorong untuk bertindak berasal dari
kesadaran sendiri, pengalaman dan penyuluhan.Saran perlu kerjasama lintas sektoral instansi kesehatan,
masyarakat khususnya lembaga swadaya, dan perguruan tinggi untuk mengintervensi komunitas wanita pekerja
seksual sehingga kasus infeksi menular seksual di Lokalisasi Bandang Raya dapat ditekan.
Kata Kunci : Wanita Pekerja Seks, Perilaku, dan Infeksi Menular Seksual
ABSTRACT
Female Sexual Workers are a group at high risk of contracting and transmitting STIs. Based on the
Monthly Report on Sexually Transmitted Infections Patients prostitute at the health center Bandang Kingdom in
2011 increased by 236 cases with 303 sufferers. The purpose of research is exploring in depth the behavior and
health beliefs of female sex workers in the prevention of sexually transmitted infections.The research was a
qualitative study of type design case study. Selection of studies conducted incidental informant. Informants in
this study were female sex workers, health officials and representatives of the pimps.The study of the prevention
of sexually transmitted infections suggests that the cause of STIs because of sex and dirt on the genitals and can
be prevented by using condoms. Despite the seriousness and the perceived benefits of both, but in reality
susceptibility to the condition of his health is still lacking. Barriers to consistent use of personal protective
equipment is influenced by the customer. Motivating factor to act comes from his own consciousness, experience
and education.Advice agencies need cooperation across the health sector, the public, especially nongovernmental organizations, and community colleges to intervene prostitute so that cases of sexually
transmitted infections in the localization Bandang Kingdom can be suppressed.
Keywords: Female Sex Workers, Behavior, and Sexually Transmitted Infections
PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta
penderita baru IMS di negara-negara berkembang di Afrika, Asia, Asia Tenggara, dan
Amerika Latin. Di negara-negara berkembang infeksi dan komplikasi IMS adalah salah satu
dari lima alasan utama tingginya angka kesakitan. Dalam kaitannya dengan infeksi HIVAIDS, United States Bureau of Census pada 1995 mengemukakan bahwa di daerah yang
tinggi prevalensi IMS-nya, ternyata tinggi pula prevalensi HIV-AIDS dan banyak ditemukan
perilaku seksual berisiko tinggi. Salah satu kelompok seksual yang berisiko tinggi terkena
IMS adalah Perempuan Pekerja Seks (Sarwi, 2003).
Di Indonesia lokasi transaksi seks komersial terdapat hampir di setiap
Kabupaten/Kota. Seks komersial ditandai dengan perilaku yang berisiko secara berganti-ganti
pasangan, rendahnya penggunaan kondom pada transaksi seks, akses pada layanan kesehatan
yang masih terbatas. Pekerja seks bekerja dalam berbagai macam bentuk. Mereka dapat
bekerja di lokalisasi terdaftar di bawah pengawasan medis yang disebut sebagai WPS
Langsung (direct sex workers) atau dapat juga sebagai WPS Tidak Langsung (indirect sex
workers). WPS Tidak Langsung (indirect sex workers) mendapatkan klien dari jalan atau
ketika bekerja di tempat-tempat hiburan seperti kelab malam, panti pijat, diskotik, cafe,
tempat karaoke atau bar (Wong, et.al, 1999).
Berdasarkan laporan bulanan penderita yang berkunjung ke klinik IMS Program
Pengobatan Berkala tahun 2010 Puskesmas Temindung merupakan salah satu Puskesmas
yang mengalami peningkatan kasus dan penderita IMS di Samarinda. Dengan WPS
merupakan kelompok yang berisiko tinggi IMS yaitu 605 kasus dan 339 orang penderita
(Dinas Kesehatan Kota Samarinda, 2010).
Tempat Prostitusi Bandang Raya adalah salah satu Lokalisasi yang memiliki Klinik
IMS atau disebut juga Puskesmas Pembantu Bandang Raya yang merupakan wilayah kerja
Puskesmas Temindung Samarinda. Karena letaknya yang strategis dengan jaraknya yang
dekat menyebabkan Lokalisasi ini mudah untuk dikunjungi, sehingga dapat dikatakan tempat
ini berisiko terhadap penularan penyakit IMS. Berdasarkan Laporan Bulanan Penderita
Infeksi Menular Seksual di Puskesmas Pembantu Bandang Raya tahun 2011 dari bulan
januari sampai juni IMS mengalami peningkatan sebesar 1.219 kasus dengan penderita 1.168
orang pada kelompok perempuan. Dengan kelompok yang berisiko tinggi pada WPS
sebanyak 236 kasus dan 303 orang penderita. Hal ini menunjukkan bahwa WPS merupakan
salah satu kelompok berisiko tinggi yang rentan terhadap penularan IMS. Oleh karena itu,
diperlukan suatu upaya pencegahan terhadap IMS pada WPS (Puskesmas Temindung, 2011).
Tujuan Penelitian ini untuk menggali secara mendalam tentang perilaku perempuan pekerja
seks dalam upaya-upaya pencegahan dan pola pencarian pelayanan IMS dikalangan
perempuan pekerja seks di tempat prostitusi Bandang Raya
tahun 2012. Teknik
Pengumpulan Data dengan Wawancara, Focus Group Discussion dan Observasi.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk
memperoleh informasi yang spesifik mengenai nilai, opini, perilaku dan konteks sosial
menurut keterangan populasi. Rancangan penelitian adalah studi kasus (case study) yaitu
studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan yang terperinci, memiliki
pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi (Saryono &
Anggraeni, 2010).
HASIL PENELITIAN
Dari kegiatan wawancara mendalam (Indepth Interview) yang dilakukan pada saat
penelitian, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Pengetahuan wanita pekerja seks mengenai upaya pencegahan IMS
Pengetahuan mengenai cara pencegahan IMS, Pemakaian kondom saat berhubungan
seksual, dinyatakan oleh Informan sebagai upaya pencegahan infeksi menular seksual. Selain
itu, menggunakan antibiotic atau mengkonsumsi obat-obatan seperti ampicillin/ supertetra/
binotal juga dianggap perlu untuk membantu mencegah infeksi seperti pernyataan Informan
dibawah ini :
“ pake kondom, jaga kebersihan itu, kadang-kadang suntik, ampisilin, kebersihan harus dijaga pake ampisilin,
supertetra atau apalah pokoknya antibiotiklah agar mencegah ”
(WTT, Wisma MND)
“ obat-obat, antibiotic itu aja ya kayak ampisilin, binotal. Beli mba, dari apotik, klu dari penyuluhan cuma
dikasi kondom aja. Iya, selalu menjaga kesehatan ”
(WFT, Wisma MND)
Praktik perempuan pekerja seks terhadap upaya pencegahan IMS
Yang dimaksud dengan praktik Informan terhadap upaya pencegahan IMS adalah
tindakan yang berhubungan dengan upaya yang dilakukan untuk pencegahan terhadap infeksi
menular seksual oleh Informan.
Penggunaan alat pelindung dalam berhubungan seksual dengan klien, Semua Informan
berusaha untuk menggunakan alat pelindung yaitu kondom selama melakukan hubungan
seksual (intercourse) namun hanya beberapa orang saja yang tetap berupaya menggunakan
kondom. Mereka menyadari bahwa dengan menggunakan kondom maka akan mencegah
penularan IMS.
“aku nanya dulu, pake kondom kah, ya sudah bisa pake aja katanya, kadang-kadang kalau udah kenal ya uda,
kalau lama uda tau, klu yang baru aku ngga tau, ya dipaksa, ya uda klu ngga mau, ya uda, ya kadang-kadang
ngga mau, ya uda klu ngga mau pake kondom, ya uda gapapa (g jadi) ”
(WMI, Wisma BNT)
Tetapi tidak semua tamu yang Informan layani mau memakai kondom. Tidak jarang
mereka pun kalah posisi dengan para tamu dan akhirnya melakukan hubungan seksual tanpa
kondom. Selain itu ada juga Informan yang minum obat terlebih dahulu seperti supertetra,
ampisilin atau pinotal sebelum melayani klien.
“kadang-kadang tamunya ngga mau, ya terpaksa kita layani, ya ada tamunya sendiri yang, yang ngga kondom
padahal mbanya sebenarnya lebih suka kondom kan lebih, lebih apa, lebih menjaga gitu na, kadang-kadang
tamunya ngga mau. Ya, tergantung kitanya jaga kebersihan, klu lakinya jorok kita jorok waduh sudah,
hahaaa…”
(WTT, Wisma MND)
Cara memperoleh alat pelindung , Sebagian Informan mengakui mereka mendapatkan
alat pelindung dengan gratis dari Puskesmas yang datang ke lokalisasi atau di klinik.
Terkadang ada juga yang mendapatkan alat pelindung dengan membeli. Mereka pada
umumnya selalu mempersiapkan kondom di dalam kamarnya jika habis mereka akan
meminta di klinik atau membelinya lagi di eceran di lokalisasi.
“ kemarin thu ada edaran dari anu thu juga dari puskesmas juga, itu dikasi waktu pengobatan thu na, presumtif
thu, 4 bulan sekali kayaknya, itu stok klu kita ngga ngambil pasti dibagi-bagi, tapi gratis ”
(WMN, Wisma GMB)
Kerentanan yang dirasa perempuan pekerja seks terhadap IMS
Kerentanan yang dirasakan yaitu persepsi/pemahaman subyektif subjek penelitian
menyangkut resiko dari kondisi kesehatannya terhadap IMS. Pemahaman tentang perempuan
pekerja seks termasuk kelompok resiko tinggi IMS, Informan mengakui bahwa menjadi
Wanita pekerja Seks beresiko terkena IMS. Sebenarnya ada juga yang sudah mau berhenti
akan tetapi karena masalah ekonomi dan hutang sehingga mereka mau bekerja sebagai
Informan. Seperti pernyataan dibawah ini:
“ Mudah sekali. Karena kan sering gonta-ganti pasangan. Ada yang ngga mau pake kondom, kebanyakan
tamu-tamukan ngga mau pake kondom kan”
(WMA, Wisma CND)
“ ya batin tersiksa mba tapi semua demi anak, kerja apa, sebenarnya mba ngga mau melakukan mau berhenti,
tapi yang berhentikan ini modalnya apa gitu, ya memang keadaanlah yang bikin kita begini, sebenarnya ngga
ada mba cewek atau perempuan batinnya tersiksa kayak gini, wis namanya liku-liku masa depan kan pasti,
banyak aja ngga disini jugakan, ya, kadang-kadang tu orang menilai kita itu kotor sampah padahal kita ya
sama-sama perasaan thu na “
(WTT, Wisma MND)
Terdapat pula WPS yang menyatakan tidak berpikir terhadap peluang terkena IMS
yang penting adalah mereka sehat dan bisa tetap mendapatkan uang.
“ kadang ya berpikir kadang ya ngga, klu kita memang sehat kita ngga berpikir sampe kesitu. klu waktu kita
sehat-sehat haha..yang penting uang hehee.. ”
(WMN, Wisma GMB)
Keseriusan yang dirasa perempuan pekerja seks terhadap IMS
Keseriusan yang dirasakan yaitu keyakinan subjek penelitian mengenai kegawatan
terhadap suatu penyakit dalam hal ini yaitu IMS. Tempat pengobatan yang dijangkau
perempuan pekerja seks, Pelayanan kesehatan seperti pengobatan berkala menjadi salah satu
tujuan perempuan pekerja seks apabila akan melakukan pengobatan. Untuk tempat selalu
berpindah-pindah setiap bulannya sehingga koordinator lokalisasi akan memberikan surat
kepada seluruh wisma yang datang agar mereka bisa hadir untuk berobat.
“ wisma gunung sari itukan tempatnya berobatkan, ya disitu sering aku ikut (pengobatan berkala)”
(WMI, Wisma BNT)
“ga tentu juga kadang klu itu, apa itu tempat pengobatannya kadang pindah juga, diwisma apa, kadang
pindah-pindah pokonya, itukan kebersamaan jadi kitakan harus datang, waktu ada apa, undangan itu datang.
Ya, undangannya biasanya dikasi anu koordinatornya, adakan sini kayak itu lho dikasi lembaran
pemberitahuan gitu lho, itukan ada petugasnya sendiri . itu yang periksa orang puskesmas juga, puskesmas
temindung he’e, oo banyak ”
(WMN, Wisma GMB)
Berobat atas anjuran orang lain atau kesadaran sendiri, Berdasarkan hasil wawancara
mendalam informan melakukan pengobatan itu berasal dari kemauan sendiri. Mereka
mengakui akan berobat jika mereka merasakan sesuatu yang terjadi pada tubuh mereka.
“ ya anjuran sendirilah, kan kita sendiri mau jaga kesehatan sendiri ”
(WFT, Wisma MND)
Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasa Perempuan pekerja seks dalam upaya
pencegahan IMS
Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasa (Perceived Barriers) yaitu keuntungan
dan hambatan yang dirasakan atau dialami oleh Perempuan pekerja seks dalam mencegah dan
mengobati IMS
Sikap terhadap penggunaan kondom ketika berhubungan seksual, Berdasarkan hasil
wawanvcara mendalam, Informan setuju terhadap penggunaan kondom ketika berhubungan.
Mereka sadar terhadap penyakit yang dapat menyerang kapan saja ketika berhubungan
seksual dengan pola berganti - ganti pasangan.
“ supaya sehat kita, ya tapi klu ngga mau ya ngga jadi gitu aja hehee..,orang kita jaga kok ”
(WFT, Wisma MND)
“ kita ngga tau laki-laki itu punya apa-apakan (penyakit) ngga tau, kita dapat 200 terus kena penyakit
habis buat berobat ”
(WMI, Wisma BNT)
Pengertian mengenai manfaat dari pemakaian kondom, Berdasarkan wawancara
mendalam Informan mengatakan bahwa keuntungan pemakaian kondom pada saat
berhubungan yaitu mencegah penyakit dan mencegah penularan penyakit dari laki-laki.
“ ya bagus untuk pencegahan itu…”
(WMA, Wisma CND)
“ ya supaya ngga sakit aja, supaya ngga tertular, menjaga kesehatan gitu aja ”
(WFT, Wisma MND)
Pengertian mengenai kerugian dari pemakaian kondom, Informan menyatakan tidak ada
kerugian dalam pemakaian kondom terhadap kesehatan mereka sendiri. Sedangkan sebagian
menyatakan tidak ada keuntungan maupun kerugian dalam hal penggunaan kondom, yang
penting kondisinya sehat .
“ ya ‘ya ruginya tamunya ngga mau ”
(WTT, Wisma MND)
“ ngga ada untung ngga ada rugi..sama aja, ngga juga gapapa yang penting orangnya sehat, bersih ”
(WMN, Wisma GMB)
Faktor pendorong untuk melakukan upaya pencegahan IMS, Faktor pendorong untuk
bertindak (cues to action) yaitu media massa, nasehat dokter, dan lain-lain, memberikan
pengaruh secara tidak langsung yang berkaitan dengan perilaku dalam upaya pencegahan dan
pengobatan IMS.
Akses media informasi tentang IMS, Informan menyatakan bahwa informasi tentang
IMS di dapatkan dari pengalaman penyakit yang pernah mereka dapatkan dan dari hasil
pemeriksaan oleh dokter/klinik. Ada juga yang menyatakan bahwa mereka pernah
mempelajarinya semasa duduk di bangku sekolah.seperti materi pelajaran IPA.
“ Pengalaman aja, cuma waktu sakit itu kedokter, oo ini infeksi ini ”
(WMN, Wisma MND)
“ ya dari kesehatan juga, iya, kan bukannya kesehatan itu, masalahnya itu apa, kami thu pernah kena
sakit itu nda. Cuma dulukan pernah metode pelajaran IPA, walaupun SD thu sudah dipelajari, kalau
di Jawa itu mulai kelas 3 sampe kelas 6 sudah dipelajari ”
(WLS, Wisma MND)
Hasil Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama penelitian berlangsung
di
lokalisasi Bandang Raya Samarinda. Dalam hal ini Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
melakukan kerjasama dengan Puskesmas Temindung dalam lebih sering melakukan
pelaksanaan pengobatan berkala di Lokalisasi Bandang Raya.
Selain itu ada juga penjangkau dari LSM seperti BKKBN, LARAS biasanya terlebih
dahulu lapor ke Puskesmas Temindung. LARAS merupakan LSM yang kadang melakukan
pemeriksaan secret dan penyuluhan di lokalisasi Bandang Raya. Walaupun harapan
coordinator lokalisasi LSM maupun instansi kesehatan ini dapat bergabung namun dalam
perjalanannya terkadang jalan masing-masing tergantung program yang dilakukannya
sehingga kurang kerjasama dalam penanggulangan pencegahan IMS. Dalam upaya
mendukung pelaksanaan kegiatan di Lokalisasi, oleh koordinator lokalisasi dilakukan
kerjasama dengan pihak kepolisian dan dinas kesehatan Samarinda.
KPA merupakan bagian dari unsur pemerintah yang menjalankan fungsi koordinasi.
Diantara tugasnya memfasilitasi dan koordinasi semua kegiatan oleh berbagai sektor, seperti
polisi, pelayanan sosial, dan kesehatan melalui KPA di setiap jenjang, melakukan advokasi
kepada para pengambil keputusan dalam pengembangan peraturan perundangan dan
memberikan dukungan kepada lingkungan demi terlaksananya program pengendalian IMS.
Pelaksanaan untuk pengobatan berkala di tempat prostitusi Bandang Raya yang paling
sering dilakukan baik oleh KPA satu bulan sekali maupun dari Puskesmas dua kali sebulan
biasanya dilakukan di wisma-wisma secara bergantian agar dapat menjangkau kesadaran dan
perhatian perempuan pekerja seks. Sehingga koordinator akan memberikan undangan yang
berisi pengumuman pelakasanaan kegiatan pada seluruh wisma yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian selama meneliti sering juga peneliti bertemu dengan
perempuan pekerja seks yang mendatangi pelayanan kesehatan ada yang jalan kaki bersama
teman-temannya dan ada juga yang diantar naik motor. Hal yang dilakukan seperti
melakukan pemeriksaan terhadap kesehatannya, meminta KB ataupun suntik KB, ada juga
yang melakukan pemeriksaan kehamilan biasanya petugas klinik memeriksanya namun untuk
kelanjutan lebih disarankan ke Puskesmas pembantu solong atau Puskesmas temindung. Hal
ini dikarenakan klinik IMS lebih kepada pelayanan IMS baik pemeriksaan, pengobatan,
kondom maupun KB serta pemberian penyuluhan.
PEMBAHASAN
Penelitian ini memperlihatkan bahwa umur PPS pada penelitian ini di dominasi
kelompok umur 20 – 27 tahun yaitu sebanyak 6 orang. Untuk tingkat pendidikan PPS ada
yang SD, SMP maupun SMA. Mayoritas status pernikahannya yaitu sudah bercerai dengan
lamanya bekerja sebagai PPS paling lama 3 tahun. Dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa wanita yang berprofesi sebagai WPS adalah wanita yang tidak terikat oleh pernikahan
sehingga ia harus menghidupi diri sendiri dan keluarga di sekitarnya. Mayoritas pekerja
berasal dari pulau jawa yaitu Surabaya, Bondowoso, Lumajang maupun Madura.
Uraian berikut memberikan gambaran mengenai perilaku perempuan pekerja seks
dalam pencegahan infeksi menular seksual di tempat prostitusi Bandang Raya Samarinda :
Perilaku Kesehatan
Menurut Green (2000), perilaku ditentukan oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi
(predidposing factors) yaitu faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu
perilaku, faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors) meliputi semua karakter
lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang mendukung atau memungkinkan
terjadinya suatu perilaku dan faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yaitu faktor
yang memperkuat terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman atau kelompok
sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para pejabat pemerintahan daerah
atau pusat (Ngatimin Rusli, 2005).
Pengetahuan WPS mengenai upaya pencegahan IMS, Pengetahuan merupakan
domain yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Penerimaan seseorang terhadap
suatu perilaku baru karena suatu rangsangan yang melalui proses kesadaran, merasa tertarik,
menimbang, mencoba dan akhirnya subyek berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. (Notoatmodjo, S. 2003)
Praktik WPS terhadap upaya pencegahan IMS, Dalam pembahasan ini akan
dijelaskan mengenai tindakan yaitu tindakan perempuan pekerja seks berhubungan dengan
upaya yang dilakukan untuk pencegahan dan pengobatan terhadap IMS, dalam hal ini
penggunaan kondom sebelum melakukan hubungan seksual.
Mereka menyadari bahwa dengan menggunakan kondom maka akan mencegah
penularan IMS. Penggunaan kondom tidak hanya dapat mencegah kehamilan tetapi juga
dapat mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. Penggunaan kondom yang konsisiten (selalu
menggunakan kondom dalam setiap hubungan seksual) merupakan perilaku yang efektif
untuk mencegah penularan IMS.
Hal ini sejalan dengan pernyataan petugas klinik IMS bahwa hanya beberapa orang
saja yang tetap berupaya menggunakan kondom. Karena tidak semua klien yang mereka
layani mau memakai kondom seperti merasa tidak enak walaupun sudah diberi penjelasan
bagaimana cara supaya pake kondom dengan usaha merayunya. Namun tidak jarang mereka
pun kalah posisi dengan para klien dan akhirnya melakukan hubungan seksual tanpa kondom.
Sehingga minum obat baik sebelum melakukan hubungan seksual menjadi hal yang biasa
bagi WPS demi mencegah terjadinya infeksi menular seksual.
Salah satu faktor resiko tingginya penularan IMS adalah banyaknya pelanggan yang
dilayani seorang perempuan pekerja seks. Makin besar pelanggan, makin besar kemungkinan
tertular IMS. Sebaliknya jika Perempuan pekerja seks telah terinfeksi IMS maka makin
banyak pelanggan yang mungkin tertular darinya. Di lain pihak, sedikitnya jumlah pelanggan
dapat memperlemah kekuatan negoisasi perempuan pekerja seks untuk pemakain kondom,
karena mereka takut kehilangan pelanggan (Jazan S, dkk, 2004). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Sarwi (2003) bahwa penggunaan kondom di Resosialisasi Argorejo
sebesar 4,7%, hal ini dikarenakan posisi tawar PSK yang lemah sehingga ketidakberhasilan
dipengaruhi oleh pelanggan.
Kepercayaan Kesehatan
Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada 4
variabel kunci yang terlibat didalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan
terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan
yang dialami dalam tindakan melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan
tersebut. (Notoatmodjo, 2007).
Kerentanan yang dirasa perempuan pekerja seks terhadap IMS, Agar seseorang
bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan
(susceptibility) terhadap penyakit tersebut. Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan
terhadap suatu penyakit akan timbul apabila seseorang telah merasakan bahwa ia atau
keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut. (Notoatmodjo, 2007).
Terdapat dua pemahaman perempuan pekerja seks yaitu yang menyatakan bahwa
perempuan pekerja seks sebagai kelompok resiko tinggi dan yang menyatakan semua
pekerjaan memiliki resiko tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, didapatkan
bahwa alasan informan utama memilih jalan hidupnya untuk menjadi perempuan pekerja seks
adalah karena alasan ekonomi dan hutang, mereka membutuhkan uang untuk membiayai
hidup anak dan keluarganya.
Namun dilain pihak beberapa wanita pekerja seks menikmati perannya sebagai
wanita pekerja seks. Wanita pekerja seks dianggap sebagai pekerjaan yang menjanjikan
karena dengan menjadi wanita pekerja seks, uang dapat dengan mudah diperoleh sehingga
kebutuhan sehari-hari
dapat terpenuhi, namun dibalik itu semua, wanita pekerja seks
mengalami konflik dalam dirinya. Sehingga mereka
tidak mengetahui/berpikir bahwa
sebagai perempuan pekerja seks mudah terkena IMS karena menurut mereka itu semua
tergantung dari orangnya sendiri.
Hal ini sejalan dengan teori konsep teori proteksi motivasi bahwa seseorang yang
mempunyai persepsi yang baik mengenai kerentanan terkena penyakit, keparahan penyakit
yang dideritanya dan memiliki respon efektif serta kemampuan diri yang baik untuk
mengatasi atau mencegah suatu penyakit maka akan memiliki niat dan perilaku yang baik
(Shaluhiyah, 2007).
Menurut hasil penelitian perempuan pekerja seks menyatakan bahwa hak mereka
untuk menjaga diri dilakukan dengan bernegosiasi dengan klien tentang penggunaan kondom
dan ada juga dengan cara minum obat-obtan, antibiotik antiseptik. Hal ini dilakukan untuk
menjaga kesehatan mereka untuk melindungi diri dari tertularnya IMS.
Perempuan pekerja seks berusaha menggunakan kondom pada saat berhubungan
seksual. Adapula perempuan pekerja seks yang menyatakan tidak berpikir terhadap peluang
terkena IMS yang penting adalah mereka sehat dan bisa tetap mendapatkan uang. Mereka
mengakui memang bekerja seperti itu tetap ada resiko jika tidak dapat menjaga kesehatan.
Tetapi hal itu tidak berpengaruh besar bagi mereka. Justru mereka merasa tidak suka atau
mereka pikir akan berakibat buruk jika mereka tidak mendapatkan uang. Padahal mereka
termasuk dalam kelompok resiko tinggi yang perlu diwaspadai. Mereka adalah kelompok
yang sering sekali bergonta-ganti pasangan sehingga sangat memudahkan penularan IMS.
Keseriusan yang dirasa perempuan pekerja seks terhadap IMS, Tindakan individu
untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan
penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat. (Ngatimin Rusli, 2005)
Sebagian besar dari mereka memeriksakan diri ke Klinik IMS dan Pengobatan
Presumtif Berkala yang di adakan di lokalisasi dengan tempat yang berpindah-pindah di
setiap wisma. sehingga koordinator lokalisasi akan memberikan surat kepada seluruh wisma
yang datang agar mereka bisa hadir untuk berobat. Bahkan ada yang pergi keluar periksa ke
bidan yang ada di Puskesmas setempat.
Perempuan pekerja seks mengaku motivasi pergi untuk berobat atas keinginan sendiri
karena untuk menjaga kesehatan mereka sendiri jika sakit, mereka sangat merasakan
dampaknya secara pribadi. Biaya pengobatan gratis sehingga tidak begitu memberatkan bagi
semua subjek yang diteliti. Walaupun gratis tidak semua dari mereka yang rutin melakukan
pengobatan tapi hanya sebagian dari mereka yang merasa bahwa pengobatan ini untuk
kepentingan mereka sendiri yang akan berakibat fatal bagi pekerjaannya jika keluhan yang
dirasakan tidak segera diobati.
Rata-rata perempuan pekerja seks melihat IMS sebagai suatu penyakit yang
menakutkan. Tetapi adapula yang mengatakan bahwa kalau mau berusaha maka segala
penyakit akan dapat diobati. Secara umum mereka memang dapat melihat suatu masalah
dalam diri mereka yaitu resiko terkena IMS. Mereka cukup tahu dengan perilaku mereka
yang bergonta-ganti pasangan maka akan mempermudah IMS masuk ke dalam tubuh. Tetapi
ada anggapan bahwa semuanya itu dapat dicegah dengan berbagai pengobatan yang
sebenarnya merupakan mitos di dalam komunitas mereka.
Semua sikap perempuan pekerja seks membenarkan jika orang yang sering bergantiganti pasangan mempunyai resiko lebih tinggi tertular IMS. Tetapi ada sebagian kecil dari
perempuan pekerja seks yang mempunyai angapan bahwa seseorang yang dapat menjaga
kebersihan alat kelamin dengan baik dapat membantu mengeluarkan kuman-kuman yang
menurut mereka ada di dalam alat kelamin. Padahal anggapan tersebut merupakan salah satu
mitos seputar IMS. Disamping itu meskipun mereka yang terkena penyakit kelamin tampak
sehat dan bersih tetap saja bisa menularkan penyakit tersebut pada orang lain.
Pengobatan berkala di wisma adalah salah satu tempat yang mereka datangi untuk
memeriksakan kesehatan secara rutin. Pengobatan berkala dilakukan satu bulan sekali
bersama KPA dan dua bulan sekali oleh petugas dari puskesmas Temindung. Sebagian
informan menyatakan tidak pergi jika memang tidak sangat memerlukan.
Manfaat dan penghalang yang dirasa perempuan pekerja seks dalam upaya
pencegahan IMS, Berdasarkan teori Health Belief Model oleh Rosentock menyebutkan
bahwa variabel manfaat dan rintangan mendorong individu serius dalam melakukan suatu
tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan
yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Sehingga untuk meningkatkan
pengetahuan tentang IMS tidak selalu memperhatikan pendidikan tetapi lebih ditekankan
pada upaya memberikan kesadaran akan manfaat yang dirasakan.
Faktor pendorong untuk melakukan upaya pencegahan IMS, Untuk mendapatkan
tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan keuntungan tindakan,
maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut
misalnya pesan-pesan pada media massa, nasihat atau anjuran kawan-kawan atau anggota
keluarga lain dari si sakit dan sebagainya. (Notoatmodjo, S. 2007)
Informasi dari teman sebenarnya membawa pengaruh yang lebih besar karena belajar
dari pengalaman lebih efektif dari pada membaca. Mereka menanggapi secara positif akan
kehadiran dari informasi tersebut. Manfaat yang mereka terima dari informasi yang mereka
dapatkan cukup memuaskan mereka, dari yang tidak pernah atau tidak suka berobat menjadi
mau berobat. Dari yang tidak tahu tentang sesuatu hal menjadi tahu akan sesuatu hal
walaupun terkadang pengetahuan yang mereka miliki masih kurang tepat dan bercampur
dengan mitos yang sebelumnya sudah dipegang.
Sesuai dengan penelitian Oktarina (2009), orang yang memiliki sumber informasi
yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu sumber
informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media massa. Pengetahuan
masyarakat khususnya tentang kesehatan bisa didapat dari beberapa sumber antara lain media
cetak, tulis, elektronik, pendidikan sekolah dan penyuluhan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap Perempuan Pekerja Seks di
tempat prostitusi Bandang Raya Kota Samarinda dapat disimpulkan perilaku perempuan
pekerja seks dalam pencegahan IMS dalam hal ini pengetahuan tentang IMS masih cukup
rendah sedangkan tindakan (praktik) yang dilakukan adalah dengan menggunakan kondom.
Kerentanan dan keseriusancukup dirasakan oleh PPS terhadap IMS sehingga mereka cukup
menyadari manfaat kondom dalam menjaga diri dari penularan IMS.
Adapun saran, Bagi para perempuan pekerja seks di tempat prostitusi Bandang Raya
Samarinda diharapkan dapat lebih meningkatkan perilaku pencegahan terhadap IMS dengan
menggunakan kondom dengan benar dan melakukan pemeriksaan secara rutin pada
pengobatan berkala, pengobatan berkala yang dilakukan oleh Puskesmas maupun KPA
merupakan akses terdekat pelayanan kesehatan perempuan pekerja seks. Oleh karena itu ke
depan dapat lebih meningkatkan pelayanan dan pembinaan kepada para WPS dengan lebih
memperluas jaringan kerjasama misalnya bekerja sama dengan institusi pendidikan kesehatan
(Kedokteran, Keperawatan dan Analis Kesehatan), institusi Pendidikan Kesehatan
harapannya dapat memberikan perhatian pada kasus IMS yang menimpa para perempuan
pekerja seks. Support mental dan sosial diperlukan oleh para perempuan pekerja seks
disamping tambahan pengetahuan tentang IMS. Selain itu perguruan tinggi dapat membuat
rancangan sebuah model penyuluhan efektif berupa iklan spot di tempat-tempat lokalisasi
untuk segmentasi klien, perlunya dilakukan penelitian lanjut tentang hubungan antara
perilaku perempuan pekerja seks terhadap kejadian IMS dengan mengangkat variabel lain
seperti douching vaginal dan sosial ekonomi, bagi dinas kesahatan kota samarinda agar rutin
melakukan kegiatan VCT pada daerah lokalisasi yang ada di kota Samarinda khususnya pada
lokalisasi bandang raya, bagi dinas kesejahteraan sosial kota samarinda agar melakukan
upaya pembinaan keterampilan bagi perempuan pekerja seks seperti salon kecantikan, kursus
menjahit, Komputer dll agar mereka bisa meninggalkan pekerjaan sebagai PPS dan membuka
usaha sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Daily,S.F. (2007).Tinajuan Penyakit Menular Seksual Dalam ilmu penyakit Kulit dan
kelamin edisi 3 Jakarta FK UI
Dinas Kesehatan Kota Samarinda.Laporan Program PengobatanBerkala (2010). Samarinda.
Green L.W.,Kreuter M.W., (2000). Health Promotion Planning an Educationaland
Environmental Approach.Maylield Publishing Company.
Widodo, Edy. (2008). Praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) Dalam Pencegahan Penyakit
Infeksi Menular Seksual (IMS) Dan HIV&AIDS Di Lokalisasi Koplak, Kabupaten
Grobogan. JurnalPromosi Kesehatan Indonesia, Vol. 4.
Lokollo, Yuliawati, Fitriana. (2009). Studi Kasus Perilaku Wanita Pekerja Seksual Tidak
Langsung Dalam Pencegahan IMS, HIV dan Aids di Pub&Karaoke, Cafe dan
Diskotek di Kota Semarang.Tesis Tidak Diterbitkan. Semarang : Program Studi
Magister Promosi Kesehatan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). PendidikandanPerilakuKesehatan. Jakarta : PT.
RinekaCipta.
PuskesmasTemindung. Laporan Bulanan Penderita Infeksi Menular Seksual 2011.
Samarinda.
Saryono & Anggraeni, D. Mekar. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta : Mulia Medika.
Sarwi. (2003). Hubungan anatara pengetahuan, sikap dengan praktik pekerja seks komersial
(PSK) dalam pencegahan penyakit infeksi menular seksual (IMS) di Resosialisasi
Argorejo kelurahan kalibanteng kulon kecamatan semarang barat kota Semarang.
Skripsi Tidak Diterbitkan.Semarang : Program Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro.
Wong, ML., et.al. (1999).Sexually transmitted diseases and condom use among free-lance
sex and brothel-based sex workers in Singapore. Singapore.
World Health Organization and UNAIDS. (2000). Guidelines for Second Generation
Surveillance for HIV,The Next Decade. Geneva : World Health Organization.
Download