SIARAN PERS DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Telp/Fax. 021-23528400/23528456 www.depdag.go.id KTT ASEAN Ke-14 dan Hasil-hasil Perundingan: Komitmen Bersama untuk Menjawab Situasi Ekonomi Dunia Jakarta, 25 Pebruari 2009 - Indonesia bersama 9 (sembilan) negara anggota ASEAN saat ini sedang melakukan persiapan akhir menjelang penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT) ke-14 yang akan berlangsung pada 28 Februari sampai 1 Maret 2009. KTT yang akan digelar di kota peristirahatan Hua Hin, 281 km selatan Bangkok ini akan didahului oleh serangkaian pertemuan tingkat menteri bidang politik-keamanan dan bidang ekonomi (26-27 Februari). Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian serta Presiden RI direncanakan hadir pada KTT tersebut. “Ini merupakan KTT ASEAN pertama yang diselenggarakan setelah diberlakukannya secara resmi ASEAN Charter mulai 15 Desember 2008 lalu dan pertama kalinya akan ada pertemuan ASEAN Economic Community (AEC) Council”, kata Mendag Mari Pangestu dalam Media Briefing yang dilaksanakan hari ini di Departemen Perdagangan. Sebagai bagian dari implementasi ASEAN Charter, ada perubahan kelembagaan ASEAN dimana ada Council tingkat Menteri yang masing-masing mengkoordinasikan pertemuanpertemuan menteri-menteri sektoral dan implementasi dari cetak biru untuk mencapai ASEAN Economic Community, Political-Security Community dan Socio Cultural Community. Menteri yang mewakili Indonesia di AEC Council adalah Menteri Koordinator Perekonomian, dengan alternate Menteri Perdagangan. Pembahasan di AEC Council akan terpusat kepada evaluasi dan penilaian mengenai pencapaian AEC. Dalam KTT ke-14 ini beberapa agenda penting yang akan dibahas oleh Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN, seperti implementasi ASEAN Charter, masalah-masalah internasional dan regional termasuk masalah pangan, energi dan manajemen krisis. Di bidang ekonomi, para Menteri akan membahas berbagai perkembangan seperti kerjasama internal ASEAN dan kerjasama ASEAN dengan Mitra Dialog. Dalam kesempatan ini akan dilakukan juga penandatanganan beberapa dokumen bidang ekomomi dalam rangka memenuhi Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Blueprint), maupun ASEAN Australia New Zealand FTA. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) ATIGA telah ditandatangani oleh enam negara ASEAN pada 16 Desember 2008 di Singapura. Dalam pertemuan di Hua Hin kali ini, empat negara anggota lainnya, yakni Myanmar, Filipina, Thailand dan Vietnam, akan menandatangani ATIGA, dan terhitung 180 hari setelah penandatanganan ini ATIGA akan berlaku efektif di ASEAN. ATIGA merupakan hasil integrasi dari berbagai kesepakatan ASEAN di bidang perdagangan barang. Dengan kata lain, ATIGA merupakan perjanjian komprehensif di bidang perdagangan barang yang merangkum dan menyempurnakan Agreement on Common Effective Preferential Scheme for the ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) yang ditandatangani pada tahun 1992, serta berbagai kesepakatan lainnya yang terkait seperti di bidang kepabeanan (1997), mutual recognition arrangements (1998), e-ASEAN (2000), nomenklatur (2003), Sektor Prioritas Integrasi (2004), dan perjanjian ASEAN Single Window (2005). Khusus untuk penurunan/penghapusan dan hambatan non-internal ASEAN, ATIGA menegaskan kembali kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya. ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) ACIA juga telah ditandatangani oleh enam negara ASEAN pada 16 Desember 2008 dan dalam pertemuan di Thailand akhir bulan ini Myanmar, Filipina, Thailand dan Vietnam akan bergabung. ACIA pada dasarnya merupakan hasil modifikasi dan penyempurnaan kesepakatan ASEAN di bidang investasi, yakni ASEAN Invesment Guarantee Agreement (IGA, 1987) dan Framework Agreement on the ASEAN Investment Area (AIA, 1998). Dengan ACIA ini negara anggota ASEAN sepakat untuk mengubah kedua kesepakatan tersebut menjadi satu perjanjian komprehensif yang forward-looking, memuat bagian-bagian dan aturan yang disempurnakan, dan memperhatikan international best practices guna meningkatkan investasi intra-ASEAN dan menarik lebih banyak investasi ke ASEAN. ACIA memuat empat pilar kerjasama investasi ASEAN, yakni liberalisasi, proteksi, fasilitasi, dan promosi. Sedangkan prinsip yang mendasari ACIA adalah progresif, menguntungkan, perlakuan khusus untuk anggota, tidak ada back-tracking dari komitmen di bawah IGA dan AIA, special and differential treatment sesuai tingkat pembangunan dan sensitivitas sektoral, perlakuan timbal-balik (reciprocal), dan mengakomodasikan kemungkinan perluasan cakupan perjanjian. The 7th Package of Commitments under ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS-7) Sepertinya halnya ATIGA dan ACIA, enam negara ASEAN telah menandatangani AFAS-7 pada 16 Desember 2009 lalu dan kini empat negara lainnya siap untuk menandatangani perjanjian ini. AFAS-7 merupakan proses berkelanjutan untuk mengurangi hambatanhambatan dalam perdagangan jasa di ASEAN. Target yang akan dicapai ASEAN adalah integrasi empat sektor jasa prioritas (perhubungan udara, e-ASEAN, kesehatan dan pariwisata) pada tahun 2010, satu sektor jasa prioritas lainnya (jasa logistik) pada tahun 2013 dan sektor jasa lainnya pada tahun 2015 sesuai Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) Negosiasi AANZFTA diluncurkan pada bulan November 2004 dan merupakan pengalaman pertama bagi ASEAN dalam merundingkan sebuah FTA yang komprehensif (mencakup tidak saja barang tetapi juga jasa dan investasi) sebagai satu kesatuan atau sebuah single undertaking. Setelah proses negosiasi hampir 4 tahun, perundingan AANZFTA ini dinyatakan selesai pada bulan Agustus 2008 untuk ditandatangani pada bulan Desember 2008. Namun karena adanya pengunduran jadwal penyelenggaraan KTT bulan Desember 2008, maka penandatanganan AANZFTA baru akan dilaksanakan pada saat KTT ASEAN di Hua Hin, Thailand. Penyelesaian perundingan AANZFTA ini memiliki arti strategis bagi ASEAN dan khususnya Indonesia karena dapat menyeimbangkan persaingan antara ASEAN dan RRT dalam memasuki pasar Australia dan New Zealand. Saat ini Indonesia tidak mendapat akses ke pasar Australia dan NZ yang sama dibandingkan dengan beberapa negara pesaingnya karena belum memiliki FTA dengan Australia maupun NZ. Sedangkan Malaysia, Singapura dan Thailand sudah memiliki FTA bilateral dengan Australia sejak beberapa tahun terakhir, dan RRT sedang dalam proses finalisasi negosiasi dengan Australia. Sementara New Zealand telah menandatangani FTA bilateral dengan RRT pada bulan April 2008, dan dengan Singapura sebelumnya. Hasil negosiasi telah dirumuskan sedemikian rupa sehingga kepentingan nasional Indonesia dikedepankan, dengan memperoleh keuntungan dari segi akses pasar, fasilitasi perdagangan dan investasi, dan peningkatan kapasitas untuk bersaing. Di sisi lain kepentingan melindungi kepentingan nasional bagi sektor yang belum siap diperoleh melalui kombinasi skedul pembukaan akses yang terbatas atau diberikan terakhir, yang juga disertai program peningkatan kapasitas di sektor tersebut. Untuk sektor yang strategis dikecualikan dari skedul. Beberapa pencapaian penting adalah sebagai berikut: Akses Pasar Pada saat implementasi (2009) dan 2010 (jangka pendek): - - - Australia: 93% dari nilai impor (80,7% dari pos tarif) Indonesia akan masuk dengan nol persen, dan 5,1 persen lagi (11,1% dari pos tari) dari nilai impor pada 2010 i.e. 98,1% dari nilai impor Indonesia yang akan masuk dengan nol persen pada 2010. Hal tersebut termasuk beberapa kategori alas kaki dan TPT yang saat ini bea masuknya relatif tinggi. New Zealand: 79,8% dari nilai impor (79,8% dari pos tarif) Indonesia akan masuk dengan nol persen dan 1.2 persen (4,9% dari pos tarif) i.e. 81,1% dari nilai impor Indonesia akan masuk dengan nol persen pada 2010. Indonesia: 86,9% dari impor (85,2% pos tarif) dan 64,4% dari nilai impor (85,2% pos tarif) akan menjadi nol persen dalam kurun waktu 2009-2014. Khusus untuk TPT yang saat ini memiliki bea masuk antara 5-17,5%, Australia memenuhi permintaan Indonesia dengan mempercepat penurunan bea masuknya dari 2012, menjadi 2009-2010 dan dari 2020 menjadi 2015. Australia juga memberi komitmen penurunan bea masuk atas 25 produk otomotif lebih cepat dibanding dengan komitmen Australia kepada Malaysia dan Thailand. Sementara itu New Zealand juga memenuhi permintaan Indonesia untuk mempercepat penghapusan tarif produk tekstil dan pakaian yang saat ini berada di kisaran 7,75-19%, dari semula tahun 2020 menjadi 2017 dan sejumlah kecil lainnya pada tahun 2018. Sedangkan komitmen waktu eliminasi tarif ini untuk Indonesia juga lebih baik dari komitmen yang diberikan New Zealand kepada RRT, karena pada saat Entry Into Force New Zealand memberikan komitmen eliminasi hanya sebesar 60% dan pada tahun 2012 sebesar 85%. Selama perundingan berlangsung, Australia terutama menargetkan pembukaan pasar produk otomotif Indonesia selain produk-produk lainnya, sementara New Zealand -sesuai dengan keunggulan ekonominya- menargetkan pasar daging (sapi) dan produk dairy. Indonesia memberikan komitmennya di ketiga sektor ini dengan tetap memperhatikan kepentingan strategis Indonesia. Untuk sektor otomotif, misalnya, eliminasi dilakukan secara selektif khususnya dari aspek kerangka waktu. Untuk itu, dari 1.409 pos tarif di sektor otomotif, maka 240 pos tarif akan dieliminasi pada tahun 2009-2010, 482 pos tarif pada tahun 2012-2013, 345 pos tarif pada tahun 2015 dan sisanya dieliminasi antara tahun 2011 sampai 2023. Komitmen di sektor otomotif ini diberikan kepada Australia dengan memperhatikan komitmen Indonesia dalam Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Untuk produk daging dan dairy, New Zealand menargetkan 11 pos tarif Indonesia yang memiliki MFN applied rate sebesar 5%. Mengingat sensitivitas kedua sektor ini, maka komitmen yang diberikan Indonesia adalah eliminasi pada tahun 2020 untuk empat pos tarif daging, dan eliminasi antara 2017 sampai 2019 untuk tujuh produk dairy . Peningkatan Kapasitas dan Keuntungan Lain: Komitmen Bilateral Dalam proses perundingan, Indonesia juga mendapatkan komitmen tambahan dari Australia maupun New Zealand sebagai “additional benefits” yang akan dibahas dan disalurkan melalui forum kerjasama bilateral. “additional benefits” yang disepakati Australia antara lain adalah pembentukan Task Force on Investment in Agriculture guna mengidentifikasi proyek-proyek di sektor meat and dairy products serta hortikultura yang secara komersial dimungkinkan untuk ditawarkan kepada investor Australia. Selanjutnya Australia akan melakukan kajian dan menyusun program kerja (scoping study) capacity building yang bertujuan untuk melihat proyek-proyek yang feasible untuk dibantu di bidang pertanian, khususnya sektor daging dan persusuan. Komitmen tersebut telah ditegaskan kembali dan ditindaklanjuti pada pertemuan antara Menteri Perdagangan Australia dan Indonesia (Trade Ministers Meeting) pada 19 Februari 2009 di Sydney. Pada dasarnya akan dirancang program peningkatan kapasitas dari Australia yang akan terkait dengan peningkatan daya saing perdagangan dan promosi investasi yang saling menguntungkan. Australia juga sepakat membahas permintaan Indonesia untuk mendapatkan fasilitas visa kerja untuk sejumlah profesi, pengembangan kapasitas industri otomotif Indonesia, bantuan sertifikasi bagi produk makanan, pelatihan dan sertifikasi bagi tenaga kerja welders (pengelas, khususnya pipa minyak dan gas), dan bantuan tenaga pengajar Bahasa Inggris bagi sekolah kejuruan industri dan perguruan tinggi industri. New Zealand juga menawarkan “additional benefits” kepada Indonesia yang akan dibahas dan diwujudkan melalui jalur bilateral. “Benefits” dimaksud mencakup fasilitas working holiday scheme untuk 100 pekerja Indonesia, kesempatan kerja (non-labor market tested quota) untuk 100 juru masak, 20 pemotong hewan bersertifikat halal, dan 20 tenaga asisten guru Bahasa Indonesia. New Zealand juga menawarkan “benefits” lain seperti program capacity building untuk sektor daging dan produk dairy, beasiswa, pendanaan proyek-proyek di sektor daging dan produk dairy melalui NZAID Government Agencies Fund, kerjasama di bidang keamanan pangan dan proses jaminan mutu, serta kemungkinan peningkatan kontribusi melalui Bank Dunia untuk pengembangan UKM di Indonesia Timur. AANZFTA ini perlu dilihat sebagai sebuah paket kesepakatan karena tidak saja mencakup sektor barang, jasa dan investasi tetapi juga komitmen melalui proses dan tindak lanjut bilateral. Mendag menyampaikan, “Penyelenggaraan KTT ASEAN kali ini sangat penting karena negara-negara ASEAN sudah mengalami dampak dari krisis perekonomian dunia dan untuk itu ASEAN perlu menegaskan komitmennya untuk membangun ketahanan ekonomi regional melalui penerapan yang efektif dari berbagai kesepakatan di bidang ekonomi.” Lebih lanjut Mendag menegaskan, “KTT kali ini dan beberapa kesepakatan yang telah dicapai akan memberikan kepastian dan kejelasan arah kebijakan perdagangan dan investasi kita bersama ASEAN kini, beserta dengan mitra dialog kita sehingga kita dapat menyikapi krisis dunia secara tepat dan secara bersama untuk menjaga momentum perdagangan dan investasi sebagai bagian dari respons terhadap krisis global.” -- selesai -- Informasi lebih lanjut, hubungi: Kepala Pusat Humas Telp/Fax: 021-23528400/23528456 Email: [email protected]