pengaruh model pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan

advertisement
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF DALAM MENGENAL
KONSEP BILANGAN ANAK KELOMPOK B
Luh Wina Andriyani1, Luh Putu Putrini Mahadewi2, Luh Ayu Tirtayani3
1,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini,
2
JurusanTeknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Ganesha
E-mail: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini didasari atas permasalahan yang ditemukan dari hasil observasi yaitu kurangnya
pemahaman anak terhadap konsep bilangan. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran
yang kurang bervariasi dan tidak menggunakan benda konkrit. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh model pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan kognitif anak
dalam mengenal konsep bilangan Jenis penelitian merupakan penelitian eksperimen semu.
Desain penelitian yang digunakan Post Test Only Control Group Design. Populasi penelitian
merupakan anak kelompok B semester II TK Kartika VII-3 Singaraja tahun pelajaran
2015/2016 yang berjumlah 50 anak. Data dikumpulkan menggunakan lembar observasi. Data
yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik
inferensial yaitu uji-t. Hasil análisis data dengan menggunakan uji-t, diketahui thitung = 15.37
dan ttabel dengan taraf signifikasi 5% = 0.2021. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
thitung > ttabel, sehingga hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kemampuan kognitif
dalam mengenal konsep bilangan anak antara kelompok kontrol dengan kelompok
eksperimen. Rata-rata M% pada kelompok eksperimen 88%, berada pada kategori tinggi dan
pada kelompok kontrol sebesar 66% berada pada kategori rendah. Hasil ini membuktikan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajarn kontekstual terhadap
kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan.
Kata-kata Kunci: Model Pembelajaran Kontekstual, Kognitif, Konsep Bilangan
Abstract
The research based on the problems identified from the observation that a lack of children's
understanding of the concept of numbers. This is because the learning model that is less
varied and do not use concrete objects. This study aims to determine the influence of
contextual learning model to the child's cognitive ability to recognize the concept of numbers.
This type of research is a quasi-experimental research. The design study Post Test Only
Control Group Design. The study population is children in group B the second semester VII-3
TK Kartika Singaraja 2015/2016 school year totaling 50 children. Data were collected using
observation sheet. Data were analyzed using descriptive statistical analysis techniques and
inferential statistics ie t-test. The results of the data analysis by using t-test, t = 15:37 and is
known ttable with significance level of 5% = 0.2021. The results of these calculations show
that thitung> t table, so that the results showed differences in cognitive abilities in recognizing
the concept of numbers of children between the control group and the experimental group.
The average M% in the experimental group 88%, at the high category and in the control group
by 66% in the low category. These results prove that there is significant influence pembelajarn
contextual models of the cognitive ability to recognize the concept of numbers
Keywords: Contextual Learning Model, Kognitive, Numerial Concept.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
PENDAHULUAN
Menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 1
tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional
menyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha
sadar
dan
terencana
untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya. Masyarakat, bangsa dan
negara adalah aspek universal yang selalu
dan harus ada dalam kehidupan manusia,
sehingga pendidikan untuk membentuk
karakter tidak hanya dapat dilakukan di
sekolah formal, namun akan memperoleh
hasil maksimal jika diberikan sejak usia dini.
Pendidikan anak usia dini atau PAUD
adalah pendidikan yang ditujukan bagi anakanak usia dini pada rentang usia 0-6 tahun di
bawah lembaga pendidikan yang bertujuan
untuk mengembangkan potensi anak usia
dini, sehingga anak berkembang sesuai
dengan capaian perkembangan. Oleh
karena itu, pendidik dituntut mampu dan
mau memberikan berbagai stimulasi sesuai
dengan potensi kecerdasan anak. Stimulasi
didasarkan pada keyakinan bahwa setiap
anak memiliki berbagai kecerdasan yang
perlu dikembangkan.
Pendidikan yang diberikan anak sejak
usia dini akan berpengaruh pada kehidupan
anak selanjutnya. Perlunya stimulasi yang
tepat
sehingga
dapat
menunjang
pertumbuhan dan perkembangan kelima
aspek yang harus dikembangkan. Kelima
aspek tersebut terdiri dari perkembangan
moral dan agama, perkembangan bahasa,
perkembangan
kognitif,
perkembangan
sosial emosional dan perkembangan fisik
motorik anak. Anak adalah generasi penerus
bangsa, untuk itu harus disiapkan sejak dini
agar mempunyai kemampuan, karakter dan
kepedulian terhadap perkembangan bangsa
dan negaranya. Kemampuan, karakter dan
kepedulian terhadap lingkungan dapat
ditanamkan sejak usia pra sekolah.
Perkembangan
merupakan
suatu
proses yang bersifat kumulatif, yang artinya
perkembangan terdahulu akan menjadi
dasar perkembangan selanjutnya. Oleh
karena itu, jika terjadi masalah pada
perkembanagan
terdahulu
maka
perkembangan selanjutnya cendrung akan
mengalami hambatan. Anak usia dini berada
pada masa keemasan dalam sepanjang
perkembangan manusia. Masa usia dini
merupakan periode kritis, periode kritis
merupakan
saat
dimana
individu
memperoleh rangsangan, perlakuan atau
pengaruh lingkungan pada saat yang tepat,
jika baik stimulasi yang diproleh anak maka
akan berdampak baik bagi perkembangan
anak begitu pula sebaliknya (Reber dalam
Mutiah, 2010). Pada masa peka ini terjadi
pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis
sehingga anak siap merespon dan
mewujudkan
semua
tugas-tugas
perkembangan yang diharapkan muncul
pada pola perilaku sehari-hari.
Salah satu aspek terpenting yang perlu
dikembangkan
anak
yaitu
aspek
perkembangan kognitif. Kelima aspek
perkembangan pada anak usia dini akan
berkembang didasari oleh kemampuan
kognitif anak. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Osborn dan Bloon (dalam
Mutiah, 2010) mengemukakan bahwa sejak
lahir hingga usia 8 tahun anak mengalami
perkembangan otak hingga 80%. Apabila
masa ini tidak dimanfaatkan secara
maksimal oleh orang dewasa yang ada
disekitar anak, maka perkembangan sel
otak akan sia-sia karena sel-sel otak yang
tidak terpakai akan mati dengan sendirinya.
Namun jika sel-sel otak pada anak semakin
berkembang
dengan
stimulasi
yang
diberikan oleh orang dewasa disekitar anak
maka anak akan semakin cerdas. Hal ini
membuktikan bahwa perkembangan kognitif
pada
anak
sangat
penting
untuk
dikembangkan sejak usia dini.
Perkembangan
kognitif
merupakan
suatu
proses
berpikir
yaitu
suatu
kemampuan individu untuk menghubungkan,
menilai, dan mempertimbangkan suatu
kejadian atau peristiwa. Selain itu Gardner
(dalam Susanto, 2011:47) menyatakan
bahwa kognitif sebagai kemampuan untuk
memecahkan masalah. Jadi perkembangan
kognitif merupakan kemampuan anak dalam
memecahkan masalah yang dialaminya
melalui bernalar menggunakan kognitifnya.
Untuk melatih kemampuan kognitif anak
perlunya stimulasi melalui benda konkrit.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
Piaget
(dalam
Santrock,
2007:252)
menyatakan bahwa pemikiran anak secara
simbolik, egosentris dan animisme. Anak
belajar melalui benda-benda konkrit yang
ada disekitarnya, meliputi gerakan meraih,
menggenggam, melambai, dan menulis.
Dengan pola pikir anak yang bersifat konkrit
maka dalam proses pembelajaran perlunya
media nyata sehingga pembelajaran jadi
bermakna.
Dari hasil observasi terdapat beberapa
masalah yang dialami terkait dengan
perkembangan kognitif anak diantaranya
yaitu: (1) anak belum mampu memahami
konsep angka dan lambang bilangan, anak
kurang memahami konsep warna, bentuk,
ukuran serta anak belum mampu mengenal
bentuk geometri. (2) Kurangnya media
pembelajaran berbentuk nyata yang dapat
dilihat, diraba dan dirasakan oleh anak. (3)
Penggunaan model pembelajaran yang
kurang efektif dengan menerapkan metode
ceramah, sehingga anak mudah bosan dan
sulit
untuk
fokus
dalam
kegiatan
pembelajaran. (4) Sistem pembelajaran lebih
sering menggunakan lembar kerja LKA dan
diberikan sesui dengan tema pembelajaran.
Hal ini menyebabkan anak-anak kurang
memahami tentang konsep dasar dari materi
yang
disampaikan
dalam
kegiatan
pembelajaran, salah satunya yaitu tentang
konsep matematika dasar terkait dengan
pengenalan konsep bilangan untuk anak
usia dini.
Kegiatan pembelajaran harus dikemas
ke dalam contoh-contoh atau benda nyata
agar anak lebih mudah memahami,
mengingat perkembangan anak pada saat
ini berada pada masa konkrit. Hal ini
membuat anak memahami benar konsep
bilangan
yang
diajarkan
melalui
bereksplorasi, mengamati dan praktik
langsung saat kegiatan belajar berlangsung.
Penggunaan media yang tepat dan
bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat
motivasi dalam kegiatan belajar mengajar di
sekolah.
Suatu proses pembelajaran tidak akan
dapat berjalan sesuai dengan tujuan
pembelajaran
tanpa
adanya
model
pembelajaran tepat yang digunakan oleh
guru.
Suatu tujuan pembelajaran tidak dapat
tercapai secara maksimal tanpa adanya
perencanaan strategi pembelajaran dan
penggunaan model pembelajaran yang
tepat. Rusman (2010:133) menyatakan
“Model merupakan pola umum perilaku
pembelajaran
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran yang diharapkan”. Dalam
kegiatan proses pembelajaran pentingnya
peranan
model
untuk
memberikan
pemahanan anak terkait materi yang
diberikan.
Selain itu, Joyce dan Weil (2010:133)
menyatakan bahwa “Model pembelajaran
adalah suatu rencana yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum, merancang
bahan pembelajaran dan membimbing
pembelajaran di kelas”. Model memiliki
peranan
penting
dalam
proses
pembelajaran. Model disini memegang
peranan sebagai sarana yang sangat
menunjang
tercapainya
tujuan
pembelajaran.
Dari teori tersebut dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran merupakan pola
pilihan yang artinya guru dapat memilih
model pembelajaran yang efisien dengan
tujuan pembelajaran. Pemilihan model
pembelajaran yang tepat akan sangat
mempengaruhi keberhasilan tercapainya
tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Model
pembelajaran
kontekstual
merupakan salah satu model pembelajaran
yang sangat dekat dengan dunia anak, hal
ini dilihat dari pola pikir anak bahwa anak
belajar dari hal konkrit menuju hal yang
bersifat abstrak. Jhonson (dalam Rusman,
2010:187)
mengatakan
bahwa
“Pembelajaran kontekstual adalah sebuah
sistem yang merangsang otak untuk
menyusun pola-pola yang mewujudkan
makna”. Lebih lanjut, Elaine (dalam Rusman,
2010:187)
menyatakan
“Pembelajaran
kontekstual
adalah
suatu
sistem
pembelajaran yang cocok dengan otak yang
menghasilkan
makna
dengan
menghubungkan muatan akademis dengan
konteks dari kehidupan sehari-hari”. Model
pembelajaran kontekstual merupakan model
pembelajaran yang menekankan proses
keterlibatan anak dalam menemukan sendiri
materi pelajaran, mengaitkan materi dengan
situasi dunia nyata, sehingga materi tersebut
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
tertanam dalam pemaham anak, dan materi
yang
didapat
melalui
pembelajaran
kontekstual
(contextual
teaching
and
learning)
dapat
diterapkan
dalam
kehidupan.
Selaras dengan itu, Keneth (dalam
Rusman, 2010:189) juga menyebutkan
bahwa: Model pembelajaran kontekstual
adalah pembelajaran yang memungkinkan
terjadinya proses belajar dimana siswa
menggunakan pemahaman dan kemampuan
akademiknya dalam berbagai konteks dalam
dan luar sekolah untuk memecahkan
masalah yang bersifat simulatif atau nyata,
baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Pembelajaran kontekstual merupakan usaha
untuk membuat anak-anak aktif dalam
mengikuti pembelajaran dan meningkatkan
kemampuan dirinya. Sebab anak belajar
mempelajari konsep sekaligus menerapkan
dan mengaitkannya dengan kehidupan
nyata.
Model pembelajaran kontekstual ini
tidak hanya didasari oleh pemberian
pembelajaran
secara
teori,
namun
bagaimana pembelajaran yang diberikan
dapat berkaitan dengan kehidupan nyata
anak dan terkait dengan masalah-masalah
nyata yang dialami oleh anak. Dalam
mengaitkan materi pembelajaran dengan
keadaan nyata di lapangan guru dapat
menggunakan ilustrasi seperti media,
sumber belajar terkait yang memiliki
hubungan dalam kenyataan sehingga proses
pembelajaran akan lebih menarik dan
bermakna bagi anak (Rusman, 2010:187).
Lebih
tegas
Blanchard
(Trianto,
2008:10), menyatakan: Contextual Teaching
and Learning (CTL) merupakan suatu
konsepsi
yang
membantu
guru
menghubungkan konten materi ajar dengan
situasi-situasi dunia nyata dan memotivasi
siswa untuk membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapannya dalam
kehidupan
mereka
sebagai
anggota
keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.
Dengan kata lain, CTL adalah pembelajaran
yang terjadi dalam hubungan erat dengan
pengalaman sebenarnya..
Model
pembelajaran
kontekstual
memiliki
komponen-komponen
dalam
penerapannya pada proses pembelajaran,
prinsip-prinsip ini merupakan ciri khas yang
membedakan
model
pembelajaran
kontekstual dengan model pembelajaran
lain.
Terdapat
tujuh
prinsip
model
pembelajaran kontekstual menurut Jhonson
dan Elaine (dalam Rusman, 2010:193-199)
yaitu,
(a)
Kontruktivisme)
merupakan
kemampuan menyusun atau membangun
pengetahuan anak dengan struktur kognitif
melalui pengalaman yang terbentuk dari dua
faktor yaitu objek yang diamati dan subjek
yang mengamatinya. Pada dasarnya model
ini mendorong agar anak bisa mengkontruksi
pengetahuan melalui proses pengamatan
dan pengalaman. Menurut Trianto (2008:29),
dalam pandangan kontruktivisme strategi
memperoleh pengetahuan oleh siswa lebih
diutamakan. Hal ini mendorong guru harus
menjadikan pengetahuan lebih relevan,
memberi kesempatan anak untuk mencari
dan menemukan idenya. (b) Menemukan
(Inquiry), merupakan proses pembelajaran
didasarkan pada pencarian dan penemuan
melalui
proses
berpikir
sistematis
berdasarkan pengalamanan anak. Sehingga
hasil pembelajaran akan lebih tahan lama
karena anak memperoleh kepuasan dengan
mencari
dan
menemukan
sendiri
pengetahuannya.
Trianto
(2008:29),
menyebutkan siklus inkuiri terdiri dari
observasi, bertanya, mengajukan dugaan,
pengumpulan data dan menyimpulkan. (c)
Questioning, pertanyaan merupakan strategi
utama
dalam
model
pembelajaran
kontekstual. Melalui bertanya maka, guru
dapat
menggali
informasi,
mengecek
pemahaman anak, membangkitkan respon
anak, mengetahui sejauh mana rasa ingin
tahu anak, mengetahui pengetahuan anak,
memfokuskan
perhatian
anak,
dan
menyegarkan kembali pengetahuan yang
dimiliki anak. (d) Masyarakat Belajar
(Learning Community) Melatih anak untuk
belajar bekerja sama dengan orang lain.
Suatu
masalah
akan
lebih
mudah
dipecahkan
dengan
bekerja
sama.
Pengetahuan akan banyak diperoleh dari
orang disekitar anak. Sehingga adanya
interaksi sosial dan usaha untuk saling
membantu dalam kelompok tertentu. (e)
Pemodelan (Modelling) Pemodelan adalah
proses
pembelajaran
dengan
memperagakan sesuatu sebagai contoh
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
yang dapat ditiru oleh anak. Pemodelan
dapat dilakukan oleh guru sebagai model
atau anak sendiri yang dianggap mampu
atas bimbingan dari guru. Pemodelan juga
dapat dilakukan dengan menggunakan
model nyata sesuai dengan fungsinya. (f)
Refleksi (Reflection), adalah bepikir tentang
apa yang baru terjadi atau baru saja
dipelajari. Dalam model pembelajaran
kontekstual setiap akhir pertemuan guru
memberikan kesempatan pada anak-anak
untuk mengingat kembali pembelajaran yang
diberikan kemudian menyimpulkannya. Hal
ini dilakukan untuk memperkuat materi yang
diberikan. Trianto (2008:29) menyatakan
refleksi dapat dilakukan dengan memberikan
pertanyaan tentang aktivitas selama belajar,
meminta kesan dan saran mengenai
aktivitas hari itu, diskusi dan menunjukkan
hasil karya anak. (g) Penilaian nyata
(Authentic
Assessment)
proses
yang
dilakukan guru
untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar
yang dilakukan anak. Penilaian menekankan
pada proses belajar bukan hasil belajar saja.
Beberapa
kelebihan
model
pembelajaran
kontekstual
berdasarkan
Depdiknas (dalam Trianto, 2008:23-24),
yaitu, Pembelajaran menyandarkan pada
memori spesial (pemahaman makna.
Pemilihan informasi
dalam proses
pmbelajaran. Anak didik lebih aktif dalam
proses pembelajaran Pebelajaran dikaitkan
dengan
dunia
nyata
anak.
Selalu
mengaitkan informasi dengan pengetahuan
yang anak miliki. Mengaitkan pembelajaran
dengan banyak bidang dan tidak hanya
terfokus pada satu bidang saja. Anak
menggunakan waktu belajarnya dengan
menemukan, menggali, berdiskusi, berfikir
kritis, atau memecahkan masalah secara
berkelompok. Perilaku anak dibangun
berdasarkan kesadaran sendiri. Ketrampilan
dikembangkan berdasarkan pemahaman.
Hadiah dan perilaku baik adalah kepuasan
diri. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat,
konteks, dan setting. Anak akan memiliki
kesadaran dalam berperilaku, sehingga kecil
kemungkinan berperilaku buruk karena anak
paham hal tersebut merugikan. Hasil belajar
diukur melalui penerapan penilaian autentik.
METODE
Jenis
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
eksperimen
semu
(quasi
experiment) sebab tidak semua variabel dan
kondisi eksperimen dapat diatur dan
dikontrol secara ketat (full randomize). Hal
ini karena sampel penelitian terdistribusi
dalam kelas-kelas yang utuh dan tidak
mungkin mengkontrol variabel-variabel yang
lain secara utuh selain variabel yang diteliti.
Dalam penelitian ini yang diuji keefektifannya
adalah pengaruh model pembelajaran
kontekstual terhadap kemampuan kognitif
dalam mengenal konsep bilangan.
Penelitian ini dilaksanakan di TK Kartika
VII-3 Singaraja, pada rentang waktu
semester II Tahun Pelajaran 2015/2016.
Penelitian ini menggunakan rancangan Post
Test Only Control Group Design. Desain ini
dipilih
karena
eksperimen
tidak
memungkinkan mengubah kelas yang ada.
Kelompok yang diberi perlakuan disebut
kelompok eksperimen, sedangkan kelompok
yang tidak mendapat perlakuan disebut
kelompok kontrol (Sugiyono, 2012).
Tabel 01. Design Post-Test Only Control
Group Design
Kelas
Treatment
Post-Test
E
K
X1
-
O1
O2
Agung
(2014:
69),
menyatakan
“Populasi adalah keseluruhan objek dalam
suatu penelitian. Dalam penelitian ini,
populasi didefinisikan sebagai jumlah atau
kesatuan individu yang memiliki beberapa
kesamaan ciri atau sifat. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelompok
B TK Kartika Singaraja. Jumlah kelas
keseluruhan ialah 2 kelompok kelas. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik total sampling. Total
sampling adalah teknik pengambilan sampel
dimana jumlah sampel sama dengan
populasi (Sugiyono, 2012). Setelah diadakan
uji keserataan maka keseluruhan populasi
setara
sehingga
Untuk
menentukan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
kedua kelompok itu di undi. Hasil undian
menemukan kelompok eksperimen adalah
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
kelompok B1 dan kelompok kontrol adalah
B2.
Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan
metode
observasi.
Observasi/pengamatan
adalah
metode
pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian dengan cara
pengamatan.
Observasi
ini
dilakukan
dengan jalan mengadakan pengamatan
terhadap kegiatan yang sedang berlangsung
dengan menggunakan pedoman observasi.
Skala
pengukuran
merupakan
kesepakatan yang digunakan sebagai acuan
untuk menentukan panjang pendeknya
interval yang ada dalam alat ukur, sehingga
alat ukur tersebut apabila digunakan dalam
pengukuran
akan
menghasilkan
data
kuantitatif. Instrumen penelitian dibuat dalam
bentuk cheklist. Sebelum lembar ovservasi
dapat digunakan maka diadakan uji coba
instrument yang terdiri dari 1) uji validitas isi
menggunakan formula Gregory (dalam
Candiasa, 2011, 2) Uji Validitas Butir
Instrumenbutir instrumen digunakan teknik
korelasi product moment dan Uji Reliabilitas
Instrumen dihitung dengan rumus AlphaCronbach.
Analisis data yang dilakukan dalam
penelitian ini terdiri dari kegiatan pengolahan
data dan analisis statistik. Analisis data
dalam penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap
yaitu analisis data deskripsi yang dilakukan
dengan mencari mean, median modus dan
skala PAP 5, uji prasyarat analisis yang
terdiri dari uji normalitas dengan analisis uji
Liliefor, uji homogenitas varians dengan ujiF, dan uji hipotesis menggunakan analisis
uji-t.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil análisis data membuktikan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
kemampuan kognitif dalam mengenal
konsep bilangan antara anak yang mengikuti
pembelajaran melalui model pembelajaran
kontekstual dengan anak yang tidak
mengikuti pembelajaran model pembelajaran
kontekstual (pembelajaran konvensional).
Hal ini ditunjukkan dari hasil análisis data
dengan menggunakan uji-t, diketahui thitung =
15.37 dan ttabel dengan taraf signifikasi 5% =
0.2021,
hasil
perhitungan
tersebut
menunjukkan bahwa thitung
lebih besar
daripada ttabel (thitung >ttabel), sehingga hasil
penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti,
terdapat perbedaan signifikan kemampuan
kognitif dalam mengenal konsep bilangan
antara kelompok anak yang belajar melalui
model
pembelajaran
kontekstual
dan
kelompok
anak
yang
belajar
tidak
menggunakan
model
pembelajaran
kontekstual
(model
pembelajaran
konvensional) pada anak kelompok B
Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 di
TK Kartika VII-3 Singaraja.
Perbedaan dilihat dari rata-rata skor
hasil kemampuan kognitif dalam mengenal
konsep bilangan pada anak kelompok
eksperimen
dan
kelompok
kontrol.
Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian,
kelompok anak yang belajar dengan model
pembelajaran kontekstual memiliki hasil
kemampuan kognitif mengenal konsep
bilangan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok anak yang belajar tanpa
model pembelajaran kontekstual. Tinjauan
ini didasarkan pada rata-rata skor hasil
kemampuan kognitif dalam mengenal
konsep bilangan pada anak. Rata-rata skor
hasil perkembangan anak yang belajar
melalui model pembelajaran kontekstual
adalah 88% yang berada pada kategori
tinggi dan rata-rata skor hasil kemampuan
kognitif dalam mengenal konsep bilangan
anak
yang
belajar
tanpa
model
pembelajaran kontekstual adalah 66% yang
berada pada kategori rendah. Jika skor pada
kelompok eksperimen digambarkan dalam
grafik polygon tampak bahwa kurve sebaran
data merupakan juling negatif yang artinya
sebagian besar skor anak cenderung tinggi.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan
kelompok kontrol, jika digambarkan dalam
grafik polygon tampak bahwa kurve sebaran
data merupakan juling positif yang artinya
sebagian besar skor anak kelompok kontrol
cenderung rendah.
Hasil temuan penelitian ini menunjukkan
bahwa pembelajaran pada anak kelompok B
di TK Kartika VII-3 Singaraja dengan model
pembelajaran kontekstual memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kemampuan
kognitif dalam mengenal konsep bilangan
pada anak. Melalui model pembelajaran
kontekstual pemerolehan skor pada anak
memiliki kecendrungan tinggi, hal ini
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
disebabkan oleh beberapa faktor kelebihan
model
pembelajaran
kontekstual
dibandingkan dengan model pembelajaran
pada kelompok kontrol (model pembelajaran
konvensional).
Terdapat tiga hal penting dalam
pembelajaran
kontekstual.
Pertama,
pembelajaran
kontesktual
menekankan
kepada proses keterlibatan anak untuk
menemukan materi. Artinya, proses belajar
diorientasikan pada proses pengalaman
secara langsung. Proses belajar dalam
konteks pembelajaran kontesktual tidak
mengharapkan agar anak hanya menerima
pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah
proses mencari dan menemukan sendiri
materi pelajaran. Kedua, pembelajaran
kontesktual mendorong agar anak dapat
menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.
Artinya,
anak
dituntut
untuk
dapat
menangkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Hal ini sangat penting sebab dengan dapat
mengkorelasikan materi yang ditemukan
dengan kehidupan nyata, materi yang
dipelajarinya itu akan bermakna secara
fungsional dan tertanam erat dalam memori
anak sehingga tidak akan mudah terlupakan.
Ketiga,
pembelajaran
kontesktual
mendorong anak untuk dapat menerapkan
pengetahuannya dalam kehidupan. Artinya,
Pembelajaran kontesktual tidak hanya
mengharapkan anak dapat memahami
materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana
materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran
dalam konteks pembelajaran kontesktual
tidak untuk ditumpuk di otak dan kemudian
dilupakan, tetapi sebagai bekal bagi mereka
dalam kehidupan nyata.
Model
pembelajaran
kontekstual
memberikan pengalama belajar secara
nyata kepada anak sehingga anak mampu
menggali pengetahuannya sendiri, dapat
medidik anak menjadi lebih percaya diri
terhadap kemampuannya untuk menemukan
jawaban dari setiap petanyaan yang muncul
dari dirinya. Penerapan model pembelajaran
kontekstual memperoleh respon positif dari
anak-anak ketika proses pembelajaran
berlangsung. Ketika pembelajaran model
pembelajaran kontekstual berlangsung, anak
tidak lagi menjadi penerima informasi yang
bersifat pasif sebagai pendengar saja.
Namun, anak menjadi lebih aktif, kreatif,
mampu berinteraksi dengan teman, mampu
bekerja sama, anak dapat mencari tahu
pengetahuannya
sendiri
dengan
bereksporasi. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Elaine (Rusmawan,
2010:193-199) dimana model pembelajaran
kontektual
memiliki
prinsip
dalam
penerapannya
diantaranya
yaitu
(1)
kontruktivisme, anak mampu menggali,
membangun
dan
memperoleh
pengetahuannya sendiri melalui pengamatan
dan pengalaman langsung, (2) inquiry, anak
belajar menemukan sendiri pengetahuannya
sehingga anak memiliki rasa percaya diri
yang lebih tinggi, (3) questioning, anak
selalu ingin bertanya dan memiliki rasa ingin
tahu yang lebih tinggi, (4) learning
community, anak belajar bekerjasama dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya
dan belajar bersosialisasi sesama teman, (5)
modeling,
dimana
dalam
proses
pembelajaran adanya suatu model sebagai
bahan atau topik pembelajaran, (6) reflection
dimana adanya refleksi disetiap akhir
pertemuan sehingga memperkuat ingatan
anak tentang hal yang telah dipelajari dan
(7) penilaian autentik, penilaian yang
dilakukan berdasarkan proses pembelajaran
yang terjadi bukanlah hasil.
Perkembangan kemampuan kognitif
anak berdasarkan pendapat dari Piaget
(dalam Santrock,2007:245-259) menyatakan
bahwa anak usia dini berada pada tahap
perkembangan
kognitif
pra-oprasional
konkret dimana anak belajar dari hal konkret
menuju hal yang bersifat abstrak, memiliki
egosentris yang tinggi dan berpikir secara
simbolik. Berdasarkan pendapat tersebut
peneliti menyusun kegiatan pembelajaran
yang tidak lepas dari karakteristik tahapan
perkembangan anak usia 5-6 tahun.
Pemilihan media dan kegiatan yang
diberikan disesuaikan dengan prinsip
penerapan model pembelajaran kontekstual.
Untuk meningkatkan kemampuan kognitif
dalam mengenal konsep bilangan melalui
model pembelajaran kontekstual diberikan
beberapa kegiatan yang disambut antusis
oleh anak. Pemilihan kegiatan tersebut
disesuaikan berdasarkan pendapat yang
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
disampaikan
oleh
Muchtar
(dalam
Purnamasari,
2013),
terkait
cara
mengenalkan konsep bilangan yaitu melalui
menghitung benda, permainan, tanya jawab,
dan penugasan sederhana melalui LKA.
Berdasarkan paparan pembahasan di atas
dapat diinterpretasikan bahwa pembelajaran
menggunakan
model
pembelajaran
kontekstual
memiliki
pengaruh
yang
signifikan terhadap kemampuan kognitif
dalam mengenal konsep bilangan pada anak
kelompok B semester II tahun pelajaran
2015/2016 di TK Kartika VII-3 Singaraja.
SIMPULAN DAN SARAN
Adapun
simpulan
yang
dapat
disampaikan
setelah
melaksanakan
penelitian yaitu perbedaan skor hasil
kemampuan kognitif dalam mengenal
konsep bilangan dilihat dari rata-rata skor
hasil analisis data. Diperolehkan hasil
dimana rata-rata skor hasil kemampuan
kognitif dalam mengenal konsep bilangan
pada kelompok eksperimen anak yang
mengikuti model pembelajaran kontekstual
dengan M% = 88%. Jika skor pada
kelompok eksperimen digambarkan dalam
grafik polygon tampak bahwa kurve sebaran
data merupakan juling negatif yang artinya
sebagian besar skor anak cenderung tinggi.
Rata-rata pemerolehan skor kemampuan
kognitif dalam mengenal konsep bilangan
pada kelompok kontrol anak yang belajar
tanpa menggunakan model pembelajaran
kontekstual (pembelajaran konvensional)
dengan M% = 66%. jika digambarkan dalam
grafik polygon tampak bahwa kurve sebaran
data merupakan juling positif yang artinya
sebagian besar skor anak kelompok kontrol
cenderung rendah.
Dilihat dari perhitungan hipótesis
ditemukan hasil análisis data dengan
menggunakan uji-t, diketahui thitung = 15.37
dan ttabel dengan taraf signifikasi 5% =
0.2021.
hasil
perhitungan
tersebut
menunjukkan bahwa thitung
lebih besar
daripada ttabel (thitung > ttabel), sehingga hasil
penelitian adalah signifikan. Hal ini
membuktikan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan hasil perkembangan kognitif
dalam mengenal konsep bilangan antara
kelompok anak yang belajar mengikuti
model pembelajaran kontekstual dengan
kelompok anak yang belajar tanpa model
pembelajaran kontekstual (pembelajaran
konvensional) pada anak kelompok B
Semester II di TK Kartika VII-3 Singaraja.
Berdasarkan
hasil simpulan dari
penelitian maka dapat diberikan saran yaitu
kepada Kepala TK agar memotivasi guruguru untuk mengambil kebijakan dalam
penerapan model pembelajaran yang
inovatif dalam proses pembelajaran di TK
seperti model pembelajaran kontekstual
dalam meningkatkan kemampuan kognitif
anak dalam mengenal konsep bilangan. Bagi
guru agar dapat mengoptimalkan kegiatan
pembelajaran di kelas dengan menerapkan
model pembelajaran kontekstual sehingga
pembelajaran
yang
dilakukan
lebih
berkualitas baik dari segi proses sehingga
berpengaruh positif terhadap setiap aspek
perkembangan anak usia dini. Pada peniliti
lain yang berminat untuk melakukan
penelitian lanjut tentang model pembelajaran
kontekstual
untuk
perkembangan
kemampuan kognitif dalam mengenal
konsep
bilangan
maupun
aspek
prkembangan lain agar menggunakan hasil
penelitian ini sebagai bahan perbandingan
atau pertimbangan untuk perbaikan dan
penyempurnaan penelitian yang akan
dilaksanakan di TK atau institut lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, A.A. Gede. 2014. Buku Ajar
Metodologi Penelitian Pendidikan.
Malang: Aditya Media Publishing.
Candiasa, I.M. 2011. Pengujian Instrument
Penelitian Disertai Aplikasi ITMAN
dan BIGSTEPS. Singaraja: Unit
Penerbit
Universitas
Pendidikan
Ganesha.
Bintang, IGA Putu Sri. 2014. Penerapan
Pembelajaran
Kontekstual
Bernuansa
Bermain
Berbantuan
Media Geometri Untuk Meningkatkan
Kemampuan Kognitif Anak. (Online).
Terdapat
pada
:http://www.google.
com
/search?q=jurnal+
penelitian
+model+pembelajaran+kontekstal+u
ntuk+paud.+pdf&ie=utf-8&oe=utf
8&aq
=t&rls
=org.mozilla:en-US
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
:official&clien firefox-a.
(Diakses tanggal 25 April 2016).
Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian.
Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007.
Kurikulum
2014
Standar
Kompetensi. Jakarta: Direktorat
Jederal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Eliyawati, Cucu. 2005. Pemilihan Dan
Pengembangan
Sumber
Belajar
Untuk Anak Usia Dini. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
Siswanto. Fudyartanta. 2012. Psikologi
Perkembangan. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
Rasana, I Dw Putu Raka. 2009. Laporan
Sabbatical
Leave
Model-model
Pembelajaran. Singaraja: Undiksha.
Kurniati,
dkk.
2015.
Meningkatkan
Kemampuan Mengenal Konsep
Bilangan Melalui Kartu Angka
Bergambar di TK Idhata 1 Ketapang.
(Online). Terdapat pada: https://
www
.google.
co.
id/url?sa=t&rct=j&q=&
esrc=s
&source= web&cd=19&cad=rja &
uact=8&
ved=0ahUKEwi
ogZSQ0sPJAhWBBY4KHdVpCeE4
ChAWCEgwCA&url=http%3A%2F%
2Fjurnal.untan.ac.id%2Findex.php%
2Fjpdpb%2Farticle%2Fdownload%2
F862%2Fpdf&usg=AFQjCNErAPCg
knhLR-za3ryY2-G6Y ekHIQ &sig2
=Ng
8WCFCOBbOU7jZtz54TQ&bvm=bv.108538919,d.c2E
. (diakses tanggal 3 April 2016).
Article/View/11677. (diakses tanggal
1 April 2016).
Martani, Wisnu. 2012. Metode Stimulasi dan
Perkembangan Emosi Anak Usia
Dini. Online. Terletak pada: http:
//jurnal.psikologi.ugm
.ac.id/index.php/fpsi/article/view/183.
(diakses tanggal 6 November 2015).
Malikhah.
2013.
Korelasi
Pengaruh
Tayangan
Televisi
Terhapad
Perkembangan Perilaku Negatif Anak
Usia Dini. Online. Terletak pada:
http://lib.unnes.ac.id/17237/1.hasprev
iewThumbnailVersion/1601908022.p
df. (diakses tanggal 3 November
2015).
Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain
Anak Usia Dini. Jakarta: Predana
Media Group.
Musfiqon. 2012. Pengembangan Media Dan
Sumber
Pembelajaran,
Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Nalole,
Martianty. 2011. Meningkatkan
Kemampuan Mengenal Lambang
Bilangan dengan Menggunakan
Kartu Pasangan
pada Anak
Kelompok
B TK Damhil Kota Gorontalo. Online
. Terdapat pada: i d.portalgaruda.
org/?ref=browse&mod=viewarticle&
article=40719. (Diakses Tanggal 1
April 2016).
Koyan, 2012. Statistik Pendidikan (Teknik
Analisis Data Kuantitatif). Singaraja:
Undiksha Press.
Purnamasari, Nisa. 2013. Peningkatan
Kemampuan
Membilang
Menggunakan
Balok
Cuisenaire
Pada Anak Kelompok A Tk Sunan
Kalijogo Kecamatan Cangkringan
Kabupaten Sleman. Online. Terletak
pada:
http://eprints.uny.ac.id/15154/1.haspr
eviewThumbnailVersion/SKRIPSI.
pdf. (diakses tanggal 1 April 2016).
Mahardini, Nuzulla Fiqqi. 2015. Pengaruh
Pembelajaran Kontekstual Terhadap
Kemampuan Sains Anak Kelompok
B. (Online). Terletak pada : Ejournal
.Unesa.Ac.Id/Index.Php/PaudTeratai/
Purwanti,
Vitri.
2013.
Peningkatkan
Kemampuan
Berhitung
Melalui
Permainan Balok Angka Pada Anak
Kelompok B Di Tk Universal Ananda
Kecamatan Patebon Kendal. Online.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
Terletak
pada:
Lib.Unnes.Ac.Id/17240/1/160140805
1. Pdf. (diakses tanggal 20 Februari
2016).
Rakhmawati, Niken
Pratiwi. 2013.
Pengembangan Kemampuan Kognitif
Melalui Media Kartu Bilangan Pada
Anak Kelompok B Tk Pertiwi Jelobo Ii
Wonosari Klaten Tahun Pelajaran
2013/2014. Online. Terletak pada:
http://eprints.ums.ac.id/26557/11.has
previewThumbnailVersion/02_File_Ju
rnal_Publikasi_Ilmiah.pdf.
(diakses
tanggal 5 April 2016).
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran
Berorientasi
Standar
Proses
Pendidikan.
Jakarta:
Kencana
Prenada Media Group.
Santrock, John W. 2007. Perkembangan
Anak. Jakarta: Erlangga.
Seefeldt, Carol dan Barbara A. Wasik. 2008.
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
PT. Indeks
Semiawan. 2009. Perkembangan Anak Usia
Dini. Jakarta: Erlangga.
Sugiyanto.
2009.
Model-Model
Pembelajaran Inovatif. Surakarta:
Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
FKIP UNS.
Sugiyono.
2012.
Metode
Penelitian
Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Bandung:
Alfabeta.
Sujiono, Yuliani. N. dan Bambang Sujiono.
2010.
Bermain Kreatif Berbasis
Kecerdasan
Jamak.
Jakarta:
PTIndeks.
Sujiono, Yuliani Nurani. 2005. Metode
Pengembangan Kognitif. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Sumiyati. 2011. PAUD Inklusi PAUD
masadepan. Jogjakarta: Cakrawala
Institute.
Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan
Anak Usia Dini (Pengantar dalam
Berbagai
Aspeknya).
Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Suyadi. 2010. Psikologi Belajar
Yogyakarta: Pedagogiya.
PAUD.
Tentama, Fatwa. 2012. Perilaku Anak
Agresif, Asesmen Dan Intervensinya.
Online. Terletak
pada:
http:
//jogjapress.com/index.php
/KesMas/article/viewFile/ 121 /634.
(diakses tanggal 28 November
2016)
Download