Uji Efektivitas Kitosan Mikrokristalin Sebagai

advertisement
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitin dan Kitosan
Kitosan adalah produk alami turunan dari kitin, polisakarida yang
ditemukan dalam eksoskleton krustacea misalnya udang, rajungan, dan kepiting.
Secara kimiawi, kitosan adalah sellulosa seperti serat tanaman yang mempunyai
sifat-sifat sebagai serat tetapi memiliki kemampuan untuk mengikat lemak seperti
busa penyerap lemak dalam saluran pencernaan. Sebagai serat tanaman kitosan
tidak dapat dicerna, oleh karena itu tidak bernilai kalori tetapi kitosan dapat
difungsikan sebagai penyerap dan pengikat lemak sehingga menimbulkan
turunnya berat badan, mencegah dan menghambat LDL dan meningkatkan HDL.
Kitosan bersifat antacid (menyerap zat racun), mencegah plak dan
kerusakan gigi, membantu mengontrol tekanan darah, membantu menjaga
pengkayaan kalsium (Ca) atau memperkuat tulang, dan bersifat anti tumor
(Shahidi 1999). Dalam tiga dekade terakhir kitosan digunakan dalam proses
detoksifikasi air. Apabila kitosan disebarkan diatas permukaan air, mampu
menyerap lemak, minyak, logam berat, dan zat yang berpotensi sebagai toksik
lainnya (Kumar 1998). Berikut struktur molekul kitin dan kitosan disajikan dalam
Gambar 1.
(b)
(a)
Gambar 1. Struktur molekul kitin (a), kitosan (b). Suptijah (1992)
Kitosan
merupakan
polimer
linear
yang
tersusun
oleh
2000-3000 monomer N-asetil-D-glukosamin dalam ikatan β-(1-4), tidak toksik
dengan LD50 setara dengan 16 g/kg BB dan mempunyai berat molekul 800 Kda.
Berat molekul ini tergantung dari derajat deasetilasi yang dihasilkan pada saat
ekstraksi. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari biopolimer kitosan, maka
5
semakin
kuat
interaksi
antar
ion
dan
ikatan
hidrogen
dari
kitosan
(Tang et al. 2007).
Proses deasetilasi merupakan suatu tahapan yang bertujuan untuk
menghilangan gugus asetil dari kitin menjadi kitosan yang dapat dilakukan
dengan proses kimiawi dan enzimatis. Secara kimiawi dilakukan dengan
penambahan NaOH sedangkan deasetilasi secara enzimatis menggunakan enzim
kitin deasetilase (Chang et al. 1997). Deasetilasi kitin akan menghilangkan
gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif sehingga
kitosan bersifat polikationik. Adanya gugus reaktif amino pada C-2 dan gugus
hidroksil pada C-3 dan C-6 pada kitosan menyebabkan kitosan memiliki
kemampuan sebagai pengawet dan penstabil warna, sebagai floculant dan
membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air, sebagai aditif untuk
produk agrokimia dan pengawet benih (Shahidi et al. 1999).
2.1.2 Sifat-sifat kitosan
Kitosan adalah polimer glukosamin yang larut dalam asam tetapi tidak
larut asam sulfat pada suhu kamar, juga tidak larut dalam pelarut organik tetapi
larut baik dalam pelarut dengan suasana asam. Pelarut kitosan yang baik adalah
asam format dengan konsentrasi 0,2% sampai pekat, namun demikian kitosan
sering
dipakai
dengan
dilarutkan
terlebih
dahulu
pada
asam
asetat
(Filer and Wirik 1978). Menurut Knorr (1984) berat molekul kitosan tergantung
dari degradasi yang terjadi pada proses pembuatan kitosan.
Kitosan mempunyai sifat mudah mengalami degradasi secara biologis,
tidak beracun, mempunyai berat molekul yang tinggi, tidak larut pada pH 6,5
berat molekul rata-rata 120.000 Dalton (Protan Laboratories 1987).
Menurut Knorr (1982), kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai
polikationik, pengkelat dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat.
Ornum (1992), menambahkan bahwa gugus amino bebas inilah yang banyak
memberikan kegunaan pada kitosan. Bila dilarutkan dalam asam, kitosan akan
menjadi polimer kationik dengan struktur linier sehingga dapat digunakan dalam
proses flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi dalam beberapa agen biologi
termasuk enzim. Bought (1975) menambahkan bahwa karakter kitosan sebagai
6
polielektrolit dapat digunakan untuk bahan pengkoagulan limbah secara fisika dan
kimia. Hirano (1989) mengemukakan kelebihan kitin dan kitosan yaitu:
(1) Merupakan komponen utama biomasa dari kulit udang.
(2) Merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui.
(3) Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari
lingkungan.
(4) Tidak bersifat toksik (LD50 16 gram per kg berat badan tikus).
(5) Konformasi molekulnya dapat dirubah.
(6) Mempunyai fungsi biologis.
(7) Dapat membentuk gel, koloid dan film.
(8) Mengandung gugus amino dan gugus hidroksil yang dapat dimodifikasi.
Kitosan merupakan kerangka heksosa yang memiliki gugus amin
bermuatan, sehingga menunjukan sifat yang unik yaitu bermuatan positif,
berlainan dengan polisakarida alam lainnya yang bermuatan negatif atau netral.
Boddu et al. (1999) menyatakan bahwa muatan positif pada polimer kitosan
mengakibatkan afinitas atau daya tarik menarik yang sangat baik dengan suspensi
dalam cairan selulosa dan polimer glikoprotein.
Mengingat banyak bahan memiliki gugus negatif seperti protein, anion
polisakarida, asam nukleat, dan lain-lain. Maka gugus kitosan berpengaruh kuat
dengan gugus negatif sehingga membentuk ion netral (Sanford 1989). Kekuatan
ion berpengaruh terhadap struktur kitosan dengan kata lain peningkatan kekuatan
ion meningkatkan sifat kekakuan matriks kitosan, daya gembung dan ukuran poripori matriks. Sementara porositas granula dari kitosan berpengaruh terhadap
peningkatan keaktifan grup grup amino terhadap kitosan (Suhartono 2000).
2.2.2 Kitosan Mikrokristalin
Kitosan mikrokristalin merupakan biopolimer hasil modifikasi kitosan
dengan karakteristik tingkat kristal yang tinggi dan dapat dibentuk menurut skala
besar molekulnya melalui berbagai metode. Menurut Struszczyk dan Kivekäs
dalam Säkkinen (2003) kitosan mikrokristalin telah banyak dipelajari dan
diaplikasikan kedalam beberapa bentuk aplikasi yang diantaraya berfungsi sebagai
devirat obat-obatan serta dalam formulasi menurunkan kolesterol.
7
Kitosan mikrokristalin secara khusus memiliki manfaat sebagai media obat
atau zat aktif. Sebagai tingkatan kristal yang tinggi dalam kitosan, salah satu
karakteristik
yang
dimiliki
kitosan
mikrokristalin
berupa
kemampuan
kapasitasnya yang tinggi dalam mempertahankan air. Karakteristik ini
menguntungkan dalam hal pengembangan formulasi lepas lambat karena dapat
memfasilitasi pembentukan gel yang akan mengontrol pelepasan obat.
Kemampuan Mikrokristalin kitosan untuk membentuk ikatan hidrogen secara
teoritis dapat menghasilkan mukoadhesion efisien dengan kitosan mikrokristalin.
Sifat-sifat yang dimiliki mikrokristalin kitosan disebutkan membuatnya sangat
menarik untuk studi sebagai hidrofilik tingkat media zat aktif dalam
mengendalikan pelepasan obat dari formulasi yang juga dimaksudkan untuk
mukoadhesif dalam perut. (Säkkinen et al. 2003).
2.2.3 Kitosan dan kegunaannya.
Kitosan mempunyai bentuk spesifik mengandung gugus amin dalam rantai
karbonnya yang bermuatan positif, sehingga dalam keadaan cair sensitif terhadap
kekuatan ion tinggi, daya repulsif antara fungsi amin menurun sesuai dengan
fleksibilitas rantai kitosan dan pendekatannya dalam ruang distabilkan oleh ikatan
hidrogen di dalam dan di luar rantai (Sanford 1989), artinya kitosan dalam bentuk
polimer memanjang mempunyai daya repulsif yang menurun dibanding kitosan
yang bentuk polimernya menggulung.
Kitosan dapat digunakan dalam berbagai bidang diantaranya :
(1) Klarifikasi pada limbah pengolahan industri buah, pengolahan wine dan
minuman beralkohol, penjernihan air minum, penjernihan kolam renang,
penjernihan zat warna dan penjernihan tanin.
(2) Pertanian untuk pelapis biji-bijian dan enkapsulasi.
(3) Biomedik untuk menurunkan kadar kolesterol, mempercepat penyembuhan
luka dan dapat digunakan sebagai lensa kontak.
(4) Pengembalian protein dalam mengendapkan bahan-bahan protein dari limbah
industri.
(5) Detoksifikasi limbah industri untuk menghilangkan logam-logam berbahaya
dan bahan kimia berbahaya lainnya.
8
(6) Kitosan mempunyai bentuk spesifik mengandung gugus amin dalam rantai
karbonnya, dalam fotografi berfungsi sebagai pengikat film dan melindungi
film dari kerusakan.
(7) Bioteknologi untuk proses pembuatan enzim teramobilisasi, pembentuk
senyawa kompleks dengan protein (Shahidi et al. 1999).
Penggunan kitosan begitu meluas karena karakteristik kationiknya yakni
mempunyai muatan listrik positif unik. Disamping itu, sifat-sifat kimia yang lain
juga sangat menunjang penggunaannya. Karena kitosan merupakan hasil sintesis
senyawa alami dan bukan dari bahan kimia sintetik, maka keamanan penggunaan
kitosan dapat dijamin.
Kitosan memiliki gugus fungsional amina (–NH2) yang bermuatan positif
yang sangat reaktif, sehingga mampu berikatan dengan dinding sel bakteri yang
bermuatan negatif. Selain itu kitosan memiliki struktur yang menyerupai dengan
peptidoglikan yang merupakan struktur penyusun 90% dinding sel bakteri Gram
positif (Ermawati et al. 2009). Bakteri gram positif merupakan jenis bakteri yang
mengawali terjadinya kolonisasi pada plak gigi. Bakteri ini, seperti Actinomyces
viscosus dan Streptococcus sanguis melekat melalui adhesin, yakni molekul
spesifik yang terdapat pada permukaan sel bakteri (Litsgarten 2000).
Bakteri Gram positif akan memanfaatkan oksigen dan mengurangi jumlah
oksigen secara signifikan pada wilayah tersebut sehingga terjadi transisi
kolonisasi
menjadi
bakteri
Gram
negatif
yang bersifat
anaerob
atau
mikroaerofilik. Karena strukturnya yang serupa, kitosan dapat menjadi kompetitor
potensial bagi bakteri Gram positif untuk dapat melekat di permukaan gigi. Oleh
sebab itu beberapa penelitian dilakukan dengan memanfaatkan sifat fungsional
kitosan menjadi bentuk sediaan aplikatif untuk menghambat bakteri gigi dan
mulut berupa zat antibakteri dalam obat kumur. Kitosan juga berguna dalam
industri (Suptijah et al. 1992):
(1) Kertas dan tekstil sebagai zat aditif.
(2) Pembungkus makanan berupa film khusus.
(3) Metalurgi sebagai absorben untuk ion-ion metal.
(4) Kulit sebagai perekat.
(5) Photografi.
9
(6) Cat, sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulan.
(7) Makanan sebagai aditif dan penghasil protein sel tunggal.
2.1.3 Karakteristik kitosan sebagai antimikroba
Kitosan dan turunannya telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang
misalnya dalam bidang pangan, mikrobiologi, pertanian farmasi, dan sebagainya.
Kitosan memiliki banyak keunggulan, diantaranya memiliki struktur yang mirip
dengan serat selulosa yang terdapat pada buah dan sayuran. Keunggulan lain yang
sangat penting adalah kemampuannya dalam menghambat dan membunuh
mikroba atau sebagai zat antibakteri, diantaranya kitosan dapat menghambat
pertumbuhan berbagai mikroba penyebab penyakit tifus yang resisten terhadap
antibiotik yang ada (Yadaf dan Bhise 2004 diacu dalam Hardjito 2006).
Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai
mekanisme kerja kitosan sebagai antibakteri adalah sifat afinitas yang dimiliki
oleh kitosan yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berikatan
dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein (Hadwiger
dan Loschke 1978 diacu dalam Hardjito 2006). Sifat afinitas antimikroba dari
kitosan dalam melawan bakteri atau mikroorganisme tergantung dari berat
molekul dan derajat deasetilasi. Berat molekul dan derajat deasetilasi yang lebih
besar menunjukkan aktifitas antimikroba yang lebih besar (No et al. 2002). Selain
itu potensi kitosan sebagai zat antibakteri didasarkan pada interaksi awal antara
kitosan dan bakteri yang bersifat elektrostatik. Kitosan memiliki gugus fungsional
amina (–NH2) yang bermuatan positif yang sangat reaktif, sehingga mampu
berikatan dengan dinding sel bakteri yang bermuatan negatif. Ikatan ini terjadi
pada situs elektronegatif di permukaan dinding sel bakteri. Selain itu, karena -NH2
juga memiliki pasangan elektron bebas, maka gugus ini dapat menarik mineral
Ca2+ yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan membentuk ikatan kovalen
koordinasi (Jeon dan Kim 2000). Helander et al. (2001) menyatakan bahwa
reduksi sejumlah sel bakteri disebabkan oleh perubahan permukaan sel dan
kehilangan fungsi pelindung dalam sel bakteri tersebut. Bakteri gram negatif
dengan lipopolisakarida dalam lapisan luarnya memiliki kutub negatif yang sangat
sensitif
terhadap
kitosan.
Menurut
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Tsai et al. (2002), menemukan bahwa kitosan dapat menghambat pertumbuhan
10
Escherichia coli. Adanya penghambatan ini disebabkan oleh adanya sifat
keelektronegatifan dari permukaan sel E. coli. Perubahan dalam potensial
permukaan
E. coli
selama
pertumbuhan,
yaitu
terjadinya
peningkatan
keelektronegatifan seiring dengan peningkatan umur sel, yaitu sampai
pertumbuhan lambat, namun sifat keelektronegatifan akan menurun setelah
bakteri mencapai fase stasioner.
2.2 Mouthwash
Mouthwash (obat kumur) adalah sediaan berupa larutan, umumnya dalam
bentuk pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan, dimaksudkan
untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorok (Anonim,
1979). Semua mouthwash merupakan cairan yang berupa larutan dalam air yang
digunakan pada mulut. Tetapi tidak semua obat kumur tersedia dalam bentuk
tersebut. Beberapa produk dalam bentuk padatan atau cairan pekat yang harus
diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan (Rosenthal 1957). Kini, banyak
tersedia produk dengan zat aktif untuk terapi yang juga dimaksudkan untuk
membersihkan, sekaligus menyegarkan. Mouthwash golongan ini tergolong obat
dan kosmetik (Rosenthal 1957). Hal yang perlu diingat adalah bahwa mouthwash
merupakan pelengkap, bukan pengganti gosok gigi (Tal and Rosenberg 1990).
Secara umum, mouthwash dapat berupa kosmetik, astringen, konsentrat, buffer,
dan deodoran. Selain itu juga terdapat mouthwash yang didesain untuk membunuh
mikroba normal yang ditemukan dalam jumlah banyak di mulut dan tenggorok,
serta yang didesain untuk terapi. Produk mouthwash dapat berupa kombinasi dari
klasifikasi tersebut (Rosenthal 1957). Komposisi mouthwash secara umum adalah
zat aktif, air (pelarut), dan pemanis (perasa). Sebagai pemanis sering digunakan
sorbitol, sucralose, sakarin Na, atau xylitol (yang juga memberikan aktivitas
penghambatan pertumbuhan mikroba) (Giertsen et al. 1999).
2.3 Jenis-Jenis Bakteri Mulut dan Gigi
Berbagai ruang dan permukaan di dalam mulut mengandung banyak flora
mikroba (Suryo 1993). Mikroorganisme yang hidup pada permukaan mulut antara
lain Streptococcus salivarius, S. mitis, S. sanguis, S. mutans, Veillonella, dan
Bakteroides gingivalis (Suryo 1993). Sterptococcus mutans adalah bakteri gram
11
positif (Ryan and Ray 2004), bersifat asidogenik dan asidodurik (Nugraha 2008),
yang merupakan kontributor signifikan kerusakan pada gigi (Loesche 1996). Hasil
penelitian menunjukkan adanya korelasi antara frekuensi S. mutans di dalam plak
dengan terjadinya karies gigi (Englander and Jordan 1972). Bakteri ini bersifat
patogen, dapat menjalar ke organ lain dan menyebabkan penyakit yang berakibat
fatal (Zaenab et al. 2004), seperti bacteraemia dan endokarditis infektif
(Nomura, et al. 2007).
Download