BAB I Pendahuluan

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia selama empat dekade terakhir ini mencatat berbagai kemajuan
dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) dengan adanya indikasi
membaiknya
berbagai
indikator
SDM
yang
ditunjukkan
oleh
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), seperti lamanya hidup, pendidikan, dan tingkat
kehidupan yang layak. Akan tetapi, pencapaian IPM Indonesia masih tertinggal
dari Negara-negara tetangga anggota ASEAN lainnya. Nilai IPM Indonesia
berada di bawah Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam pada tahun 2001
(WKNPG VIII). Berdasarkan data Menkokesra (2010), nilai IPM Indonesia dari
tahun sebelumnya berada pada ranking 108 dari 169 negara dan masih dibawah
Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Rendahnya
kualitas sumber daya manusia di Indonesia tersebut akibat pembangunan
Indonesia beberapa tahun lalu lebih terpusat pada upaya mengejar pertumbuhan
ekonomi, sehingga pendidikan terabaikan (Siswono 2003). Namun, saat ini
pendidikan di Indonesia sudah menjadi salah satu fokus utama pemerintah
dalam upaya nmeningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut dapat
dilihat melalui dana alokasi untuk pendidikan yang mencapai 20% dari anggaran
belanja Negara.
Keberhasilan
pembangunan
nasional
suatu
bangsa
ditentukan
oleh
ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang
memiliki sifat tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan penguasaan
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Atmarita & Fallah 2004). Pangan
sebagai salah satu kebutuhan manusia yang mendasar menjadi hal yang sangat
penting sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dalam jangka panjang (Martianto & Ariani 2004). Menurut As-Sayyid (2006),
Makanan seimbang dipandang sebagai faktor penting bagi kemajuan suatu
bangsa, dan kemampuannya untuk menghasilkan produktivitas dan aktivitas
yang bermanfaat.
Pendidikan di Indonesia sudah menjadi kebutuhan dasar minimal seseorang
yang harus dimiliki. Pendidikan dinilai sangat penting, karena pendidikan
merupakan proses utama untuk mencetak generasi penerus bangsa. Hal
tersebut tercantum dalam UU Nomor 20 Bab II Pasal 3 Tahun 2003 mengenai
sistem pendidikan nasional, yang berbunyi :“Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
2
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.”
Sekolah dasar adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di
Indonesia. Sekolah dasar dapat dikatakan sebagai institusi pendidikan yang
menyelenggarakan proses pendidikan dasar dan mendasari proses pendidikan
selanjutnya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1989 Tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 13 ayat 1 yang berbunyi:
“Pendidikan
dasar
diselenggarakan
untuk
mengembangkan
sikap
dan
kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang
diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik
yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah”.
Anak adalah salah satu sumber daya manusia yang harus diperhatikan
perkembangannya, karena anak merupakan generasi emas penerus bangsa
yang berperan penting dalam pembangunan nasional di masa yang akan datang.
Pada tahap usia 6-12 tahun, anak akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat, baik dari segi kesehatan atau pun kecerdasan, yang
akan mempengaruhi kualitas SDM dimasa mendatang, sehingga memerlukan zat
gizi yang optimal dan pendidikan yang berkualitas.
Sekolah dasar sebagai pendidikan dasar untuk anak usia 6-12 tahun pada
umumnya akan ditempuh dalam waktu 6 tahun. Akan tetapi, beberapa tahun
belakangan ini mulai diadakan suatu program pembelajaran dimana murid dapat
menempuh waktu belajar di sekolah dasar lebih cepat. Program percepatan
pembelajaran tersebut dinamakan akselerasi. Program akselerasi tersebut
dikhususkan bagi murid yang memiliki kecerdasan spesial untuk dapat
memaksimalkan kecerdasan yang dimilikinya, seperti yang tertulis dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang sistem
Pendidikan Nasional pasal 8 ayat 2 yang berbunyi: “ Warga negara yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus”,
dan pada pasal 24 yang berbunyi: “Setiap peserta didik pada suatu satuan
pendidikan mempunyai hak-hak mendapat perlakuan sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya (ayat 1)
dan menyelesaikan program pendidikan
lebih awal dari waktu yang ditentukan (ayat 6)”.
3
Salah satu realisasi pendidikan, sebagai amanat konstitusi adalah layanan
khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Program percepatan
belajar (PPB) atau akselerasi sebagai salah satu pilihan program layanan khusus
pendidikan nasional. Program akselerasi memberikan kesempatan bagi para
siswa dalam percepatan waktu belajar dari enam tahun menjadi lima tahun pada
jenjang SD dan tiga tahun menjadi dua tahun pada jenjang SMP dan SMA.
Tujuan umum program ini adalah memberikan layanan kebutuhan peserta didik
yang memiliki karakteristik khusus pada segi potensi intelektual dan bakat
istimewa agar terlayani sesuai bakat, minat, dan kemampuannya. Program
akselerasi ini ditetapkan pemerintah pada tahun 2000 ketika Mendiknas dipimpin
oleh Yahya Muhaimin meluncurkan Program Percepatan Belajar (PPB) atau lebih
dikenal dengan sebutan program akselerasi pada SD, SMP, dan SMA (Nulhakim
2007).
Program akselerasi dikhususkan untuk anak yang memiliki intelegensi
superior (IQ) diatas 130 (Akbar 2004). Proses rekruitmen untuk melihat potensi
siswa dilakukan secara multidimensional dengan mengembangkan konsep
keterbakatan dari Renzulli, Reis dan Smith (1978). Dalam konsep itu
menyebutkan bahwa anak berbakat mempunyai IQ minimal 125 menurut skala
Wechsler, selain itu harus mempunyai task commitment dan creativity quotion di
atas rata-rata. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa tidak semua
anak memiliki kesempatan untuk masuk dalam kelas akselerasi karena untuk
menjadi murid akselerasi secara keseluruhan harus mempunyai kecerdasan di
atas rata-rata.
Persyaratan tersebut telah membuat suatu perbedaan antara kelas
akselerasi dan kelas regular (umum) pada umumnya, walaupun tidak dapat
dipungkiri adanya kemungkinan bahwa sebenarnya anak-anak di kelas regular
(umum) memiliki tingkat kecerdasan (IQ) yang tidak kalah tinggi dengan anakanak dikelas akselerasi.
Kecerdasan kognitif seseorang erat kaitannya dengan status gizi seseorang
(Hardinsyah 2007). Anak yang memiliki status gizi baik dan memiliki pola
kebiasaan yang baik, akan memiliki kecerdasan yang baik pula. Status gizi akan
mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang dan kemampuan seseorang dalam
menangkap pelajaran di sekolah, sehingga seseorang yang memiliki status gizi
baik akan memiliki daya tangkap yang lebih baik dan dapat memperoleh prestasi
yang baik pula di sekolahnya. Sebaliknya jika seseorang memiliki status gizi yang
4
kurang akan berdampak pada kecerdasan sehingga kurang optimal dalam
menangkap pelajaran di sekolah sehingga prestasi belajar kurang baik. Berg
(1986) menyatakan bahwa gizi kurang dapat mengganggu motivasi anak,
kemampuannya untuk berkonsentrasi, dan kesanggupannya untuk belajar. Hal
tersebut tentu akan mempengaruhi prestasi belajar anak. Pengklasifikasian murid
berdasarkan kelas akselerasi dan kelas regular mengisyaratkan adanya
perbedaan kecerdasan murid, walaupun sebenarnya hal tersebut belum dapat
dipastikan.
Pencapaian prestasi belajar yang baik dari seorang peserta didik
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Cahyaningrum (2005), faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar seorang anak panti asuhan adalah sarana
belajar, lingkungan, pergaulan, dan pola belajar, sedangkan menurut Triyanti
(2005), prestasi belajar seorang anak sekolah dasar negeri dipengaruhi oleh
kebiasaan makan pagi.
Kecerdasan seorang peserta didik selain dipengaruhi oleh status gizinya,
juga dipengaruhi oleh status ekonomi keluarga, keadaan keluarga, pola
konsumsi
belajar
sehari-hari, dll. Beragamnya faktor yang mempengaruhi prestasi
seorang
anak,
menimbulkan
pertanyaan
apa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi prestasi belajar anak sekolah dasar, baik siswa reguler dengan
sistem pembelajaran umum atau siswa akselerasi dengan sistem percepatan
pembelajaran. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya pengkajian mengenai faktorfaktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap seorang anak untuk
mencapai prestasi belajar yang baik.
Tujuan
Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi,
status gizi, pola aktivitas, serta hubungannya dengan prestasi belajar murid
akselerasi di SD Islam PB Sudirman Jakarta.
Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik siswa akselerasi
dan regular SD Islam PB Sudirman Jakarta.
2. Menganalisis pola konsumsi dan status gizi siswa akselerasi dan regular
SD Islam PB Sudirman Jakarta
5
3. Menganalisis pola aktivitas siswa akselerasi dan regular SD Islam PB
Sudirman Jakarta
4. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar
siswa
Hipotesis
Prestasi belajar dipengaruhi oleh konsumsi makan, status gizi, pola aktivitas,
dan karakteristik keluarga.
Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran
tentang pola konsumsi dan kebiasaan makan, status gizi, pola aktivitas, dan
karakteristik keluarga serta hubungannya dengan prestasi belajar siswa.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan pada para orang tua
dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan status gizi anak yang erat kaitannya
dengan prestasi belajar di sekolah.
Download