karakterisasi mineralogi dan sifat fisika-kimia

advertisement
Puslitbang tekMIRA
Jl. Jend. Sudirman No. 623
Bandung 40211
Telp : 022-6030483
Fax : 022-6003373
E-mail : [email protected]
LAPORAN
Kelompok Teknologi Pengolahan
dan Pemanfaatan Mineral
KARAKTERISASI MINERALOGI DAN
SIFAT FISIKA-KIMIA LIMBAH
PENGOLAHAN EMAS
Oleh:
Tatang Wahyudi, Lili Tahli, Arief Sutanto,
Azhari, Rezky Iriansyah, Leni Sulistiani
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA “tekMIRA”
Tahun 2014
KATA PENGANTAR
Laporan ini merupakan hasil pelaksanaan kegiatan KARAKTERISASI MINERALOGI DAN SIFAT
FISIKA-KIMIA LIMBAH PENGOLAHAN EMAS. Dalam laporan termuat tahapan-tahapan kegiatan,
mulai dari pemercontohan (sampling) di lapangan, preparasi, studi bahan baku sampai pengujian
percontoh dengan beberapa instrumen seperti, SEM, TEM, XRD, XRF dan mikroskop optik. Selain
itu dilakukan juga pengujian secara kimia. Kegiatan ini didanai DIPA Puslitbang Teknologi Mineral
dan Batubara Tahun Anggaran 2014.
Rendahnya hasil pengolahan emas yang diproses dengan cara amalgamasi dan sianidasi sering
tidak dipahami oleh pelaku pengolahan emas.
Keadaan ini sebenarnya tidak harus terjadi
seandainya para pelaku memahami kondisi mineralogi bahan olah sehingga kecilnya perolehan dapat
diantisipasi. Rendahnya perolehan emas biasanya disebabkan ole kerefraktorian dan kekompleksan
bijih emas yang akan diolah.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan bekerja sama dalam
menyelesaikan kegiatan ini.
Mudah-mudahan hasilnya dapat menjadi langkah awal dalam
mengantisipasi permasalahan yang terkait dengan pengolahan emas sehingga rendahnya perolehan
bisa dihindari atau diperkecil.
Bandung,
November 2014
Ir. Dede Ida Suhendra, M.Sc.
NIP. 19571226 198703 1 001
i
SARI
Pengujian sifat fisika, kimia dan mineralogi terhadap limbah emas yang diperoleh dari Pongkor
menunjukkan kondisi yang relatif kompleks. Partikel emas umunya terdapat sebagai inklusi baik oleh
mineral sulfida (pirit, kalkopirit, sfalerit, galena, arsenopirit) maupun silikat, terutama kuarsa. Struktur
inklusi dalam percontoh dapat bersifat tunggal, ganda atau multi. Inklusi tunggal berarti partikel emas
hanya diselaputi oleh satu fasa mineral sedangkan inklusi ganda dan multi meangacu kepada kondisi
emas yang ditutupi oleh dua atau lebih fasa. Selain inklusi, partikel emas juga dijumpai terdistribusi
pada rekahan fasa yang sama atau berbeda. Dari pengujian kimia, XRF dan SEM-EDS diketahui
bahwa percontoh limbah Pongkor mengandung unsur-unsur yang bersifat merugikan ketika partikel
emas dilindi sianida. Pe’rampok’an larutan (preg-robbing solution) kemungkinan terjadi bila kehadiran
elemen tersebut tidak diantisipasi
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
i
SARI
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
I
PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Ruang Lingkup Kegiatan
2
1.3. Maksud dan Tujuan
2
1.4. Sasaran Kegiatan
2
1.5 Lokasi Penelitian
2
II
TINJAUAN PUSTAKA
4
III
PROGRAM KEGIATAN
5
3.1. Pemercontohan Batuan
5
3.2. Pengujian Percontoh
IV
V
VI
.
5
METODOLOGI PENELITIAN
6
4.1. Bahan Baku Uji Coba
6
4.2. Prosedur Penelitian
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
5.1.
Pengujian Kimia, Ayak dan Kadar Logam (Fire Assay)
9
5.2.
Pengujian Mikroskop Optik
10
5.3.
Pengujian Scanning Electron Microscope (SEM)
13
5.4.
Pengujian X-ray Fluoresence (XRF) dan X-ray Diffraction (XRD)
16
5.5.
Pengujian Transmission Electron Microscope (TEM)
18
KESIMPULAN DAN SARAN
21
6.1. Kesimpulan
21
6.2. Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
23
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
4.1.
4.2.
5.1.
5.2.
5.3.
5.4.
5.5.
5.6.
5.7.
Halaman
Tailing dam PT ANTAM - Pongkor tempat pengambilan
percontoh untuk kegiatan penelitian
6
Rangkaian kegiatan pembuatan sayatan poles yang dimulai
dengan pencetakan material dengan resin (kiri), pemolesan
(tengah) dan pengecekan kelayakan polesan (kanan)
8
Histogram uji ayak 3 buah percontoh limbah pengolahan
emas Pongkor
10
Sayatan poles percontoh uji ampas pengolahan emas
Pongkor untuk pengujian mikroskop optik dan SEM; AG
(kiri), AS (tengah) dan ATD (kanan)
11
Hasil uji mikroskop optik; emas terinklusi kuarsa pada
percontoh AG (a), emas bebas pada percontoh AS (b, c, d)
dan terinklusi (e), emas terinklusi pirit pada percontoh ATD
(f, g), emas bersama sfalerit terinklusi pirit (h)
12
Hasil uji SEM-EDS terhadap percontoh AG menunjukkan
adanya mineral silikat dan logam
13
Hasil uji SEM-EDS terhadap percontoh AS menunjukkan
adanya mineral silikat, logam dan logam sulfida. Mineral
logam dan logam sulfida terinklusi oleh mineral silikat
14
Hasil uji SEM-EDS terhadap percontoh ATD menunjukkan
adanya mineral silikat, logam dan logam sulfida. Mineral
logam dan logam sulfida terinklusi oleh mineral silikat
15
Hasil uji TEM untuk percontoh AG (a), AS (b) dan ATD
(c) yang hanya menunjukkan mineral gelas (silikat)
19
.
iv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1.
Kadar Au dan Ag percontoh emas Cigaru-Sukabumi
4
5.1.
Komposisi kimia tiga jenis percontoh limbah pengolahan emas
yang berasal dari Pongkor
9
5.2.
Hasil uji kadar logam 6 buah percontoh limbah pengolahan
emas Pongkor
11
5.3.
Hasil pengujian XRF terhadap tiga percontoh uji dari Pongkor
17
5.4.
Komposisi mineral yang terdapat dalam tiga percontoh uji
berasal dari Pongkor
17
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Emas merupakan bahan galian yang masih sangat diminati sampai saat ini. Kebutuhan akan logam ini
meningkat setiap waktu walaupun harganya kadang-kadang berfluktuasi. Sehubungan dengan hal ini;
banyak lembaga riset, baik nasional maupun swasta, yang melakukan pengembangan metode ekstraksi
logam ini yang dapat menghasilkan ekstraksi optimum dan ramah lingkungan.
Sejauh ini, proses
ekstraksi emas masih didominasi oleh amalgamasi dan sianidasi. Dari kedua proses tersebut, kegiatan
ekstraksi emas rakyat umumnya menggunakan air raksa. Cara ini dimulai dengan proses peremukan
bijih wantah yang dilanjutkan dengan memasukkan remukan bijih tersebut bersama dengan air raksa dan
air ke dalam gelundung. Proses agitasi gelundung menghasilkan amalgam yang dapat dipisahkan dari
ampas atau limbahnya. Dari hasil penggelundungan tersebut; emas tidak seluruhnya terubah menjadi
amalgam tetapi sebagian lolos ke dalam limbah pengolahan bersama dengan air raksa, terutama yang
berukuran halus. Mengacu kepada hal tersebut, limbah hasil pengolahan emas menarik untuk diteliti baik
karakter mineralogi maupun sifat fisika-kimia lainnya sehingga dapat dievaluasi faktor apa yang
menyebabkan hasil pengolahan emas tersebut tidak optimal. Diharapkan dari hasil evaluasi tersebut
dapat memperbaiki kinerja pengolahan emas sehingga diperoleh hasil seperti yang diharapkan; selain itu
faktor bahan baku (bijih emas) yang akan diolah juga perlu diteliti sebagai data pembanding terhadap
data yang dieperoleh dati pengujian limbah pengolahan emas.
Pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang menggunakan air raksa di daerah Cineam, Pongkor dan
Cigaru menghasilkan limbah pengolahan. Bijih emas yang diolah di Cineam berasal dari bijih sulfidis
sedangkan di Pongkor dan Cigaru berupa endapan sulfidis dan (kebanyakan) oksidis, namun karena
keterbatasan pengetahuan dan teknologi sering kali menyebabkan perolehan mereka rendah. Terkait
dengan rendahnya perolehan emas tersebut perlu dicari faktor penyebabnya. Hal ini dapat dilakukan
dengan melakukan karakterisasi mineralogi, sifat fisika dan kimia pada limbah pengolahan emas
Berbeda dengan tambang emas rakyat, PT ANTAM – Pongkor mengolah emas dengan cara sianidasi
yang dilanjutkan dengan proses carbon in leach (CIL). Limbah pengolahan emas dengan cara ini juga
menarik untuk dikaji untuk mengetahui sejauh mana karakter mineralogi, fisika dan kimia berpengaruh
terhadap proses.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, percontoh uji untuk penelitian ini akan
diambil dari daerah Cineam, Cigaru dan Pongkor.
1.2. Ruang Lingkup Kegiatan
1
Ruang lingkup kegiatan meliputi karakterisasi limbah pengolahan dan bahan baku, penyusunan karakter
mineral yang bersangkutan untuk bahan pertimbangan usulan metode pengolahan
yang tepat dan
efisien mengacu kepada informasi karakter mineral hasil studi.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud kegiatan ini adalah menunjang dan memaksimumkan kinerja kegiatan kelitbangan pada
Kelompok Pelaksana Litbang Pengolahan dan Pemanfaatan Mineral. Tujuannya adalah mengetahui
karakter limbah pengolahan emas, baik dari sifat mineralogi, fisika maupun kimianya.
1.4. Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan adalah memperoleh informasi mengenai karakter mineralogi serta sifat fisika-kimia
yang dimiliki oleh limbah pengolahan emas dan bahan baku daerah termaksud. Informasi tersebut dapat
digunakan sebagai acuan dalam memilih metode pengolahan yang tepat dan efisien apakah itu
amalgamasi atau sianidasi agar perolehan rendah dapat dihindari
1.5 Lokasi Penelitian
Lokasi pemercontohan bahan baku pengujian berupa limbah pengolahan emas (tailing sands) dilakukan
di Pongkor - di area plant pengolahan emas PT ANTAM dan Cikaret, area pengolahan emas tambang
rakyat secara amalgamasi dan sianidasi. Pengujian karakter limbah dilakukan di Laboratorium Pengujian
tekMIRA, Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu -UGM serta Laboratorium Fire Assay - Pusat
Sumber Daya Geologi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Sebagai cabang Mineralogi, Mineralogi Proses merupakan disiplin ilmu yang berkaitan dengan
karakterisasi suatu material yang berasal dari suatu plant pengolahan dalam rangka meningkatkan
efisiensi proses dan biaya pengolahan.
Dalam pengolahan suatu mineral, disiplin ilmu ini
mengidentifikasi dan mendiagnosis karakteristik proses sebagai dasar untuk memahami efisiensi dan
keterbatasan proses yang timbul karena karakter dan variasi mineralogi material yang diolah. Dalam hal
ini, mineralogi kuantitatif meliputi pengukuran variasi ukuran butir mineral, liberasi dan distribusinya serta
mengkarakterisasi populasi partikel olah. Informasi yang diperoleh merupakan dasar mineralogi untuk
mendiagnosis kinerja proses, kemurnian produk dan pengaruh pelarutan pada suatu proses. Mineralogi
Proses merupakan mata rantai antara karakteristik produk dan kinerja proses,
berperan dalam
menentukan desain dan optimisasi proses serta mengevaluasi penyebab kehilangan mineral berharga
dalam suatu plant pengolahan (http://www.actlabs.com).
Pengamatan karakter partikel suatu mineral dalam operasi pengolahannya telah dilakukan sejak lama
terhadap proses kominusi dan konsentrasi mineral tersebut.
Proses ini merupakan langkah
pememahaman karakteristik mineralogi partikel dalam hubungannya dengan proses kominusi,
konsentrasi dan peleburan suatu mineral (Brough dkk., 2013).
Terkait dengan pengolahan emas,
mineralogi proses mengevaluasi karakter mineral (emas) selama proses pemanfaatannya, perolehan dan
reaksi logam-logam berharga (precious metals) yang terjadi selama proses, reaksi-reaksi fasa mineral
selama proses metalurgi berlangsung serta fasa-fasa yang timbul selama proses yang dapat
menimbulkan permasalahan lingkungan. Sebagai bidang yang bersifat antar disiplin (interdisiplinary),
Mineralogi Proses tidak hanya mengevalusi masalah yang timbul dalam pengolahan mineral tetapi juga
memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah tambang dan eksplorasi mineral (Evans
dkk., 2011).
Endapan emas di Jawa Barat khususnya di bagian barat (Sukabumi dan Bogor) bersifat sulfidis dan
oksidis. Kondisi ini secara mineralogi dan kimia menarik untuk diteliti (Marcoux dkk., 1996). Hal ini terkait
dengan kondisi emas tersebut terhadap reagen pelindi baik air raksa (amalgamasi) maupun sianida
(sianidasi). Penelitian Marcoux dkk., (1996) mendapati endapan emas Pongkor tediri atas empat lapisan
(lodes): Pasir Jawa, Ciguha, Kubang Cicau dan Ciurug yang mengandung (total) 98 g/t Au dan 1026 g/t
Ag. Kadar rata-rata dari keempat lapisan tersebut adalah 6,4 g/t Au dan 171,2g/t Ag. Angka-angka
tersebut hanya berlaku untuk lapisan bagian atas saja (pada kedalaman 200 – 250 m); kenyataannya
lapisan tersebut menerus sampai kedalaman dibawah 500 m.
Sebagai daerah yang berada di bawah pengaruh iklim tropis, endapan emas sulfidis Pongkor mengalami
laterisasi yang berlangsung secara intensif namun proses oksidasi pada batuan dasarnya relatif kurang
berkembang dibandingkan dengan yang terjadi pada lodes yang menunjukkan alterasi lateritis
3
berlangsung secara ekstensif lebih dari 250 m ke arah vertikal. Mineralogi yang terdeteksi adalah kalsit
(CaCO 3 ) yang kemudian berkembang menjadi rodokrosit (MnCO 3 ), kutnahorit (CaMn[CO 3 ] 2 ) dan ankerit
(CaFe[CO 3 ] 2 ). Mineral lain adalah adularia, (KALSI 3 O 8 ), elektrum (Au,Ag), sfalerit (ZnS) yang
berasosiasi dengan galena (PbS), kalkopirit (CuFeS 2 ) dan perak garam sulfo.
Galena biasanya
menginklusi hesit (AgTe 2 ).
Studi yang dilakukan Bayu Ningsih (2001) terhadap bijih emas yang berasal dari Cigaru, Sukabumi
menunjukkan bahwa mineralogi yang menyusun bijih emas adalah kalkopirit, pirit, sfalerit, arsenopirit
galena, limonit, emas, perak dan mineral ikutan – umunya kuarsa. Dari pengamatan lapangan diketahui
bahwa bijih emas dari daerah tersebut jenisnya sama dengan bijih emas Pongkor yaitu berjenis sulfidis
dan oksidis.
Studi mikroskop optik menunjukkan partikel emas terbanyak pada fraksi -40+65 mesh
sebesar 0,007%.
Hasil uji kadar logam terhadap empat jenis percontoh yang dilakukan oleh Bayu
Ningsih (2001) menujukkan kadar Au dan Ag seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar Au dan Ag percontoh emas Cigaru-Sukabumi
Kadar
Percontoh
Au
Ag
g/t
Oksidis
Sufidis
Ampas
Konsentrat
10,56
8,13
9,36
41,64
22,96
25,47
05,66
46,40
Baik di Pongkor-Bogor maupun Cigaru–Sukabumi, seperti halnya di tambang rakyat CineamTasikmalaya yang bijihnya berjenis sulfidis, ditemui tambang-tambang rakyat yang mengolah emas
dengan metode amalgamasi.
perolehan mereka rendah.
Keterbatasan pengetahuan dan teknologi sering kali menyebabkan
Sebagian partikel emas lolos ke dalam limbah (tailing).
Terkait dengan
rendahnya perolehan emas pada tambang rakyat perlu dicari faktor penyebab terjadinya hal tersebut.
Dengan melakukan karakterisasi mineralogi, sifat fisika dan kimia pada limbah pengolahan emas dapat
membantu mencari penyebab gagalnya proses sehingga perolehan menjadi rendah. Berbeda dengan
tambang emas rakyat, PT ANTAM – Pongkor mengolah emas dengan cara sianidasi.
Limbah
pengolahan emas dengan cara ini juga menarik untuk dikaji untuk mengetahui sejauh mana karakter
mineralogi, fisika dan kimia berpengaruh terhadap proses.
BAB III
PROGRAM KEGIATAN
Kegiatan Karakterisasi Mineralogi dan Sifat Fisika-Kimia Limbah Pengolahan Emas pada TA 2014
difokuskan kepada pengujian karakter limbah pengolahan emas, baik dari sifat mineralogi maupun sifat
4
fisika dan kimianya.
Bahan baku untuk studi diperoleh dari limbah pengolahan emas sianidasi PT
ANTAM - Pongkor serta limbah pengolahan amalgamasi dan sianidasi tambang emas rakyat Pongkor.
3.1. Pemercontohan Batuan
Tambang emas Pongkor memiliki tiga urat emas utama yakni Ciguha, Kubang Cicau dan Ciurug. Metode
penambangan menggunakan conventional cut and fill stopping pada urat emas Ciguha dan Kubang
Cicau. Pengolahan bijih emas tersebut yang dilakukan dengan cara dikonsentrasi menggunakan Falcon
concentrator
kemudian
disianidasi.
Terhadap
limbah
yang
dihasilkan
kemudian
dilakukan
pemercontohan. Limbah juga dihasilkan oleh tambang rakyat yang mengolah bijih emas secara sianidasi
dan amalgamasi. Pemercontohan limbah yang dilakukan di Pongkor (baik dari PT ANTAM maupun
tambang rakyat didapat 300 kg limbah berupa pasir yang dikemas dalam tiga karung, masing-masing
berukuran 100 kg.
3.2. Pengujian Percontoh
Karakter percontoh diuji karakternya di Laboratorium Kimia dan Fisika Mineral. Di Laboratorium Kimia,
percontoh diuji dengan AAS untuk mengetahui kandungan unsur yang terkandung di dalamnya selain itu
di laboratorium ini akan diuji pula kandungan emas dan peraknya, namun karena alat fire assay
laboratorium ini sedang rusak, uji kadar logam (fire assay) dilakukan di Pusat Sumber Daya Geologi.
Pengujian percontoh di Laboratorium Fisika Mineral meliputi uji Mikroskop Optik, Scanning Electron
Microscope (SEM) dan ayak.
Pengujian Transmission Electron Microscope (TEM) dilakukan di
Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu -Universitas Gajah Mada.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Bahan Baku Uji Coba
5
Agar diperoleh percontoh yang cukup mewakili, dilakukan preparasi terlebih dahulu. Percontoh yang
diperoleh dari lapangan agak basah sehingga dilakukan pengeringan menggunakan sinar matahari
selama 3 hari. Percontoh yang sudah kering dipreparasi melalui riffle divider kemudian dilakukan cone
and quartering terhadap percontoh hasil riffle. Hasilnya dikirim ke masing-masing laboratorium uji.untuk
diuji karakteristiknya yang meliputi pengujian kimia untuk mengetahui komposisi kimia bahan baku dan
kadar Au/Ag serta fisika untuk mengetahui mineralogi dan sifat fisika material tersebut. Gambar 4.1
adalah tailing dam PT ANTAM - Pongkor tempat pemercontohan dilakukan.
Gambar 4.1 Tailing dam PT ANTAM - Pongkor tempat pengambilan percontoh untuk kegiatan penelitian
4.2. Prosedur Penelitian
Proses pengujian percontoh limbah meliputi uji kimia dan kadar logam, ayak, mikroskop optik, SEM,
TEM, XRD dan XRF.
Pada uji kimia dan kadar logam, sifat yang diamati adalah komposisi kimia
percontoh serta kandungan emas dan perak yang terdapat di dalamnya. Pengujian komposisi kimia
menggunakan instrumen Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), Spectroscope dan metode gravimetri,
sedangkan uji kadar logam menggunakan prinsip peleburan - melebur campuran percontoh dan sejumlah
reagen dalam cawan sampai dihasilkan butiran kecil (bead) berisi Au, Ag, Pt dan Pd yang dilarutkan
untuk
dianalisis
kandungan
logam
di
dalamnya
melalui
AAS
(http://actlabs.com/page.aspx?menu=72&app=240&cat1=619&tp=2&lk=no).
Pengujian mikroskop optik diawali dengan preparasi percontoh uji yang berupa pasir untuk dijadikan
sayatan poles. Bahan lain yang digunakan dalam membuat sayatan poles adalah:
-
polishing alumina1 µ Buehler;
-
polishing alumina 0.05 µ Buehler;
-
entelan new for microscopics 7961;
-
resin + katalis Buehler 8681;
-
xylene EP dan bromoform;
6
-
sederetan abrasive mulai dari grit 120 (paling kasar) sampai 1000 (terhalus).
Material yang akan dijadikan sayatan poles, difraksinasi menggunakan ayakan pada mesh tertentu dan
yang terpilih (biasanya -100 mesh) dicampur media resin dan dicetak dalam mesin pencentak (mounting
machine).
Hasil cetakan dipoles sampai diperoleh sayatan poles layak uji dalam mikroskop yang
memenfaatkan gelombang cahaya sebagai media uji. Proses pemolesan dapat berlangsung beberapa
kali sampai diperoleh tingkat kelicinan yang layak untuk dianalisis dengan mikroskop optik . Percontoh uji
yang sudah jadi sayatan poles juga digunakan untuk pengujian SEM-EDS yang memanfaatkan elektron
sebagai sumber energi. Gambar 4.2 memperlihatkan kegiatan pencetakan, pemolesan dan pengecekan
kelayakan sayatan poles untuk keperluan pengujian.
Pengujian difraksi sinar-X atau lebih dikenal dengan istilah XRD dilakukan untuk karakterisasi material
kristal pada mineral dan batuan serta identifikasi jenis mineralnya sedangkan pengujian XRF dilakukan
untuk mengetahui komposisi unsur yang ada dalam suatu percontoh uji. Perbedaannya dengan
pengujian kimia adalah pengerjaannya yang dilaksanakan dalam kondisi kering sehingga uji XRF disebut
metode kering sedangkan pengujian kimia dinamakan metode basah. Sebelum dilakukan pengujian,
percontoh dipreparasi dahulu dan setelah preparasi selesai kemudian dimasukkan ke instrumen XRD
dan XRF untuk diuji.
7
a
b
c
Gambar 4.2. Rangkaian kegiatan pembuatan sayatan poles yang dimulai dengan pencetakan material
dengan resin (a), pemolesan (b) dan pengecekan kelayakan polesan (c)
BAB V
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengujian Kimia, Ayak dan Kadar Logam (Fire Assay)
Pengujian komposisi kimia percontoh limbah pengolahan emas yang berasal dari plant milik PT ANTAM
maupun Cikaret - tempat para penambang emas liar mengolah bijih emas secara amalgamasi dan
sianidasi, dilakukan di Laboratorium Kimia - tekMIRA dengan metode AAS, gravimetri dan
spektrofotometri. Tabel 5.1 menunjukan hasil pengujian terhadap ketiga jenis percontoh.
Dari tabel
terlihat bahwa kuarsa merupakan unsur dominan dari semua unsur
Tabel 5.1. Komposisi kimia tiga jenis percontoh limbah pengolahan emas yang berasal dari
Pongkor
Elemen uji
SiO 2
Al 2 O 3
CaO
K2O
Na 2 O
Fe
Mn
Pb
Cu
Zn
TiO 2
P2O5
LOI
H2O
Satuan
%
ppm
%
Ampas
Griel
Ampas
Sindra
82,0
4.63
1.29
1.03
0.14
2.76
2.15
0.009
23
0.052
0.093
0.053
3.54
0.53
81.0
3.64
1.81
0.60
0.21
2.84
2.53
0.042
40
0.080
0.20
0.014
3079
0.55
Ampas
Tailing Dam
ANTAM
73.9
8.19
4.42
3.31
0.45
2.61
0.19
0.016
33
0.058
0.38
0.052
4.79
0.36
terdeteksi. Ada kemungkinan dalam partikel-partikel kuarsa terinklusi butiran emas. Hadirnya unsur
besi (Fe), timbal (Pb), tembaga (Cu) dan seng (Zn) diduga berasal dari mineral-mineral sulfida: pirit FeS 2 , galena - PbS, kalkopirit -CuFeS 2 dan sfalerit - ZnS. sedangkan mangan (Mn) kemungkinan berasal
dari mineral rodokrosit - (MnCO 3 ) atau kutnahorit (CaMn[CO 3 ] 2 ).
Hadirnya oksida TiO 2 , ada
kemungkinan dalam percontoh juga terdapat ilmenit sedangkan fosfor diduga sebagai unsur ikutan.
Uji ayak dilakukan untuk mengetahui pada fraksi mana kuantitas paling banyak terdapat. Satu kilo gram
tiap percontoh difraksinasi menjadi +60, -60+100, -100+140, -140+200 dan +200.
Hasilnya seperti
terlihat pada Gambar 5.1. Dari gambar terlihat bahwa kuantitas terbanyak ada pada fraksi +60# (58,3%)
dan fraksi -200# ( 30,34%) untuk percontoh AG yang berasal dari limbah amalgamasi tambang rakyat.
Ada kemungkinan pada fraksi kasar tersebut, sebagian emas belum terliberasi. Hal yang sama berlaku
pada fraksi halus yang ditunjukkan oleh banyaknya inklusi-inklusi emas halus dalam pirit dan kuarsa.
Pada percontoh AS (limbah sianidasi tambang rakyat), kuantitas tertinggi ada pada fraksi halus (52,44%)
9
namun pengamatan mikroskop optik pada percontoh ini menunjukkan banyak partikel emas bebas
walaupun yang terinklusi dan terdistribusi di antara rekahan juga ada. Banyaknya partikel emas bebas
yang lolos ke dalam limbah untuk percontoh ini belum sepenuhnya dimengerti namun bukan tidak
mungkin faktor kesalahan manusia juga turut berperan dalam hal ini. Keterbatasan pengetahuan pelaku
tambang mengenai teknologi pengolahan dengan cara sianidasi juga dapat menjadi penyebab
banyaknya emas bebas lolos ke dalam limbah.
Pelaku tambang di sini adalah rakyat biasa yang
mengelola pertambangan emas tanpa izin.
Gambar 5.1. Histogram uji ayak 3 buah percontoh limbah pengolahan emas Pongkor
Pengujian kadar logam menggunakan fraksi -140+200# dan -200# untuk setiap percontoh. Penggunaan
percontoh halus dengan asumsi partikel emas biasanya banyak terliberasi pada fraksi-fraksi tersebut.
Total ada 6 percontoh yang diuji kadar logamnya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.2. Dari tabel
terlihat bahwa kadar emas rata-rata adalah 2,67 g/t namun hasil ini belum mencerminkan kadar yang
sebenarnya karena berdasarkan rata-rata dari keenam percontoh uji. Hasil yang sebenarnya seharusnya
berasal dari percontoh utuh yang tidak difraksinasi. Hasil yang diperoleh nantinya dapat dibandingkan
dengan kadar rata-rata Au dan Ag percontoh yang difraksinasi. Kadar rata-rata Au dan Ag dari percontoh
hasil fraksinasi masing masing adalah 2,67 g/t dan 141,17 g/t.
Tabel 5.2. Hasil uji kadar logam 6 buah percontoh limbah pengolahan emas Pongkor
Kode Percontoh
AS -140+200
Kadar (g/t)
Au
2,536
Ag
190
10
AS -200
AG -140+200
AG -200
ATD -140+200
ATD -200
Rata-rata
2,654
2,538
2,556
2,888
2,837
2,668
200
23
23
140
150
121
5.2. Pengujian Mikroskop Optik
Pengujian mikroskop optik terhadap sayatan poles dengan tanda AG, AS dan ATD (Gambar 5.2)
menunjukkan adanya mineral emas kuarsa, kalkopirit, sfalerit dan pirit.
Dari hasil pengujian, emas
terdistribusi sebagai partikel bebas, terinklusi atau berada di antara dua fasa mineral (Gambar 5.3). Pada
percontoh AG (ampas amalgamasi tambang rakyat); dari dua sayatan
Gambar 5.2. Sayatan poles percontoh uji ampas pengolahan emas Pongkor untuk pengujian mikroskop
optik dan SEM; AG (kiri), AS (tengah) dan ATD (kanan)
poles, pengujian dengan mikroskop optik hanya menemukan satu butir partikel emas yang kondisinya
terinklusi dalam kuarsa.
Ukurannya relatif kecil 10 mikron.
Diasumsikan bahwa material yang
digelundung memang mengandung emas, hanya kuantitasnya kecil. Partikel emas bebas paling banyak
ditemui dalam percontoh AS (ampas sianidasi tambang rakyat) dan umumnya berukuran 80 - 200 mikron.
Dalam percontoh ATD, emas lebih banyak terinklusi dalam mineral sulfida, baik pirit, kalkopirit maupun
sfalerit, bahkan tampilan inklusi ini sering pula menunjukkan inklusi multi yaitu partikel emas terinklusi
oleh suatu mineral sulfida yang kemudian diinklusi lagi oleh mineral sulfida atau kuarsa. Adanya emas
terinklusi yang lolos ke limbah pengolahan pada percontoh AG dan ATD bisa dipahami. Pada saat diolah,
karena kondisinya
dalam bentuk inklusi, larutan pelindi tidak bisa mencapai partikel emas yang terlingkupi oleh
11
K
K
E
E
(a)
(b)
E
E
(c)
(d)
Sf
As
Kpr
E
E
K
(e)
(f)
P
E
Sf
E
P
(g)
(h)
Gambar 5.3. Hasil uji mikroskop optik; emas terinklusi kuarsa pada percontoh AG (a), emas bebas pada
percontoh AS (b, c, d) dan terinklusi (e), emas terinklusi pirit pada percontoh ATD (f, g), emas bersama
sfalerit terinklusi pirit (h)
12
mineral induknya. Kasus berbeda terdapat pada percontoh AS; partikel emas banyak ditemukan sebagai
partikel bebas.
Agak sulit memperkirakan apa yang terjadi pada proses sianidasi tambang rakyat
sehingga banyak partikel emas bebas yang lolos ke dalam limbah. Secara logika, larutan pelindi akan
leluasa untuk mencapai dan bereaksi dengan partikel emas bebas, namun ada kemungkinan karena
keterbatasan pengetahuan para penambang ketika melakukan sianidasi ada prosedur yang terlewat atau
tidak perlu dilakukan sehingga menyebabkan partikel emas bebas lolos ke dalam limbah.
5.3. Pengujian Scanning Electron Microscope (SEM)
Gambar 5.4 adalah uji SEM-EDS percontoh AG. Fotomikrograf percontoh tersebut menunjukkan
Gambar 5.4. Hasil uji SEM-EDS terhadap percontoh AG menunjukkan adanya mineral silikat dan logam
tona abu-abu gelap dan terang . Dari pengujian EDS ( metode X-ray mapping), bagian kiri foto didominasi
oleh silikon dan sebagian kecil aluminium. Diduga material silikat tersebut adalah kuarsa dan sejenis
13
lempung (kaolinit?). Terdeteksinya Mn dan Fe menyiratkan bahwa mineral tersebut adalah rodokrosit dan
pirit. Dari pengujian SEM-EDS, tidak terdeteksi adanya emas baik dari spektrum maupun tabel
kuantitasnya. Gambar 5.5 adalah uji SEM-EDS pada percontoh AS menunjukkan mineral logam (perak Ag) dan logam sulfida (molibdenit - MoS dan sinabar -HgS).
Gambar 5.5. Hasil uji SEM-EDS terhadap percontoh AS menunjukkan adanya mineral silikat, logam dan
logam sulfida. Mineral logam dan logam sulfida terinklusi oleh mineral silikat
Besi dan silikon berasal dari mineral lempung sedangkan Mn diduga dari rodokrosit. Terdeteksinya perak
biasanya merupakan penanda hadirnya emas, namun unsur ini tidak terpetakan. Asumsi bahwa Ag yang
14
terpetakan terdeteksi pada kulit elektron ke-L yang sama dengan unsur emas menjadi penyebab Au tidak
bisa dipetakan. Au hanya diketahui dari spektrum dan tabel kuantitas dengan jumlah yang hampir sama
dengan Ag. Dari fotomikrograf terlihat bahwa mineral logam dan logam sulfida terinklusi dalam mineral
silikat. Fotomikrograf pengujian SEM untuk percontoh ATD (Gambar 5.6) menunjukkan adanya mineral
sulfida
Gambar 5.6. Hasil uji SEM-EDS terhadap percontoh ATD menunjukkan adanya mineral silikat, logam
dan logam sulfida. Mineral logam dan logam sulfida terinklusi oleh mineral silikat
terdistribusi di antara mineral kuarsa. Pengujian SEM-EDS metode X-ray mapping mendeteksi adanya
enam unsur pada spesimen tersebut, yaitu silikon, besi, molibdenum, aluminium, natrium dan kalium. Di
15
antara keenam unsur, silikon, besi dan molibdenum terpetakan cukup baik. Silikon merupakan salah
satu komponen mineral silikat baik kuarsa (SiO 2 ) maupun mineral lempung lainnya.
Indikasi adanya mineral lempung ditunjukkan oleh terpetakannya unsur natrium, kalium adan aluminium.
Pengamatan partikel-partikel pada spesimen di luar area deteksi menunjukkan adanya mineral silikat
yang memperlihatkan struktur berlapis; diasumsikan mineral silikat ini adalah kaolinit. Indikasi mineral
kuarsa juga mengacu kepada tampilannya yang memperlihatkan struktur trigonal. Dibandingkan unsur
besi, molibdenum terpetakan cukup baik.
Di alam, molibdenit
(MoS), hampir selalu ditemukan
berasosiasi dengan pirit. Seperti pada percontoh AG dan AS, inklusi dan distribusi di antara rekahan dua
mineral (sejenis atau berbeda) merupakan struktur yang lazim ditemukan pada percontoh ATD, selain itu
dari pengujian mikroskop optik, partikel emas juga banyak yang sudah terliberasi. Secara metalurgi,
emas terliberasi dan terikat dapat terperoleh (recoverable) melalui flotasi dan/atau sianidasi langsung,
sementara emas yang terkunci oleh mineral sulfida memerlukan penggerusan yang lebih halus dan juga
pemangangan bila diperlukan,
Studi Zhao dkk, (2004) yang berkaitan dengan emas makroskopik
menunjukkan bahwa 90% mineral sulfida pembawa emas berkisar antara 20 sampai 100 mm, Kondisi ini
menyiratkan bahwa penggerusan ulang sampai ukuran 20 mm sudah cukup untuk membebaskan partikel
emas yang terinklusi dari mineral induknya (arsenopirit). Emas mikroskopik dapat dideteksi dengan baik
menggunakan secondary ion mass spectrometer (SIMS) atau mineral liberation analyzer (MLA).
Pengujian dengan instrumen-instrumen tersebut dapat menghitung emas sub-mikroskopik dalam mineral
induknya serta karakter-karakter lain yang dapat digunakan sebagai informasi sebelum diolah .
5.4. Pengujian X-ray Fluoresence (XRF) dan X-ray Diffraction (XRD)
Pengujian XRF terhadap percontoh AG, AS dan ATD menghasilkan 21 elemen yang terdeteksi (Tabel
5.3).
Dari ke-21 elemen terdeteksi, 13 elemen sama dengan yang terdeteksi oleh pengujian kimia
walaupun konsentrasi yang ditunjukkan berbeda.
Beberapa unsur yang terdeteksi seperti arsen,
mangan, tembaga dan besi akan berpengaruh terhadap perolehan emas bila dilindi dengan sianida (Li
dkk., 2010). Pengujian ketiga percontoh limbah emas Pongkor dengan instrumen XRD mendeteksi empat
jenis mineral (Tabel 5.4).
Dari ketiga jenis percontoh uji, hanya percontoh Ampas Tailing Dam PT
ANTAM yang menunjukkan adanya mineral sulfida (pirit) sedangkan dua lainnya tidak mendeteksi
mineral tersebut. Tidak terdeteksinya mineral sulfida pada percontoh AG dan AS serta hanya ada satu
mineral sulfida pada percontoh ATD, ada kemungkinan ketiga percontoh uji yang dibuat spesimen tidak
dikonsentrasikan dahulu untuk memisahkan mineral berat dan ringan sehingga dari ketiga spesimen
diperoleh hasil uji yang hanya menunjukkan dua jenis mineral silikat, satu
Tabel 5.3. Hasil pengujian XRF terhadap tiga percontoh uji dari Pongkor
Elemen uji
Satuan
AG
Kode Percontoh
AS
ATD
16
SiO 2
Al 2 O 3
Fe 2 O 3
MnO
MgO
CaO
Na 2 O
K2O
TiO 2
P2O5
As2 O 3
Cr 2 O 3
CuO
NiO
Rb 2 O
SO 3
SrO
ZnO
ZrO 2
PbO
LOI
%
82,15
4,68
3,53
2,33
0,49
1,46
0,012
1,22
0,040
0,041
0,037
0,011
0,017
0,001
0,005
tt
0,011
0,013
0,002
0,003
3,96
82,30
3,61
3,58
2,78
0,34
2,08
0,081
0,72
0,13
0,059
0,014
0,015
0,017
tt
0,003
0,039
0,011
0,038
0,004
0,043
4,14
70,09
8,20
3,35
0,21
1,15
5,42
0,57
4,09
0,28
0,080
0,006
0,030
0,005
0,008
0,017
1,43
0,014
0,014
0,011
0,009
5,03
Tabel 5.4. Komposisi mineral yang terdapat dalam tiga percontoh uji berasal dari Pongkor
Kode percontoh
AG
AS
ATD
Komposisi mineral
Kuarsa, kalsit, ortoklas
Kuarsa, kalsit
Kuarsa, ortoklas, kalsit, pirit
karbonat dan satu mineral sulfida. Terdeteksinya kalsit mempertegas pernyataan yang dibuat Marcoux
dkk., (1996) bahwa bijih emas Pongkor memang bersifat karbonan (carbonaceous). Bijih yang bersifat
karbonan adalah bijih refraktori yang biasanya terdiri atas elemen karbon, asam organik dan hidrokarbon.
Aurosianida kompleks yang terlarutkan ter’rampok’ oleh adsorpsi material karbon - mirip dengan karbon
teraktivasi dal pelindian sianida emas (Yang dkkk., 2013). Mengatasi bijih jenis ini, harus dilakukan
perlakuan awal terlebih dahulu yang dapat berupa pemanggangan pada suhu tinggi, bio-oksidasi,
oksidasi kimia, adsorpsi kompetitif dan pemanggangan dengan gelombang mikro dan rintangan
pencegah (barrier inhibition).
Pada saat ini, perkembangan bio-oksidasi berlangsung cepat karena
kelebihanya seperti kondisi pengerjaan yang relatif ringan dan sederhana, pemakaian energi yang
rendah serta ramah lingkungan.
Dari sudut pandang metalurgi, emas terinklusi tergolong ke dalam emas refraktori dan tergolong sulit
untuk diperlakukan (treat) agar dapat diolah menghasilkan perolehan yang layak.
Perolehan emas
refraktori selama ini kurang dari 90% bahkan dalam beberapa kasus <50%. Pada periode terdahulu,
emas refraktori diperlakukan dengan cara dipanggang (roasted) namun karena lepasnya SO 2 ke
lingkungan berdampak negatif, dewasa in digunakan teknologi baru yang lebih ramah lingkungan yaitu
bio-oksidasi oleh bakteri atau oksidasi bertekanan (Vaughan, 2004).
17
Dua istilah yang sering dikaitkan dengan bijih emas yang sulit diperlakukan adalah bijih emas perampok
larutan dan bijih emas kompleks; yang pertama berkaitan dengan bijih yang dilindi dengan sianida dan
hilang teradsorpsi ke dalam material halus karbonan yang ada dalam bijih. Material karbonan ini akan
teraktifkan dengan cara yang sama dengan material karbon yang digunakan dalam karbon dalam lindian
(carbon in leach - CIL) atau karbon dalam luluhan (carbon in pulp - CIP).
5.5. Pengujian Transmission Electron Microscope (TEM)
Pengujian TEM dilaksanakan
sebagai pengganti pengujian Electron Probe Micro Analysis (EPMA).
Kelebihan utama pengujian dengan EPMA adalah kemampuannya untuk menganalisis
benda uji sebesar 1 - 2 mikron dengan cepat , akurat dan tidak merusak sehingga diperoleh hasil uji
kuantitatif unsur dengan ketepatan yang memadai
Metode yang digunakan dalam EPMA adalah
wavelength-dispersive spectroscopy atau lebih dikenal dengan istilah WDS. Di Indonesia hanya ada
beberapa instansi yang mempunyai EPMA seperti Puspiptek Serpong dan BATAN, namun kondisi alat di
kedua instansi tersebut sedang rusak sehingga pengujian percontoh limbah emas Pongkor yang tadinya
akan dianalisis EPMA diganti dengan pengujian TEM di Laboratorium Penelitia dan Pengujian Terpadu
(LPPT) - Universitas Gajah Mada. ayangnya, instrumen TEM yang dimiliki LPPT-UGM tidak dilengkapi
dengan energy dispersive spectrometer (EDS) sehingga hasil uji yang diperoleh berupa gambar saja
(Gambar 5.7). Terkait dengan hal ini tidak banyak yang dapat diinformasikan dari hasil pengujian TEM
ini. Menurut LPPT-UGM, pola difraksi ketiga percontoh tidak berimpit secara jelas dengan pola difraksi
emas sehingga LPPT - UGM menyimpulkan bahwa partikel emas tidak ditemukan dalam ketiga
percontoh uji (AG, AS dan ATD). Sebenarnya, asumsi LPPT-UGM yang menyatakan bahwa dalam
ketiga percontoh tidak ditemukan emas kurang tepat. Dari diskusi secara pribadi dengan teknisi TEM
diketahui bahwa pada waktu pembuatan spesimen uji TEM, tidak dilakukan pengkonsentrasian terlebih
dahulu seperti yang biasa dilakukan oleh teknisi Mikroskop Optik dan SEM - Laboratorium Pengujian
tekMIRA untuk pengujian mikroskop optik dan SEM.
Spesimen TEM dibuat dengan mengambil
percontoh (AG, AS dan ATD) secara acak tanpa ada perlakuan khusus untuk mengkonsentrasikan
mineral berat dan ringan yang ada dalam percontoh uji.
18
a
b
c
Gambar 5.7. Hasil uji TEM untuk percontoh AG (a), AS (b) dan ATD (c) yang hanya menunjukkan
mineral gelas (silikat)
Inklusi merupakan struktur umum yang terdapat pada tiga percontoh dari Pongkor. Emas terinklusi baik
oleh mineral silikat (kuarsa) maupun sulfida (pirit, kalkopirit, sfalerit, arsenopirit). Sering juga ditemui
inklusi multi; artinya partikel emas terinklusi oleh suatu mineral dan mineral mengandung emas tersebut
diinklusi lagi oleh mineral lain. Selain struktur inklusi, emas ditemukan juga dapat terdistribusi di antara
rekahan dua fasa, baik pada fasa yang sama (mineral silikat- mineral silikat atau mineral sulfida-mineral
sulfida atau berbeda (mineral silikat- mineral sulfida). Dari sudut pandang metalurgi, emas terinklusi
tergolong ke dalam emas refraktori dan tergolong sulit untuk diperlakukan (treat) agar dapat diolah
menghasilkan perolehan yang layak. Perolehan emas refraktori selama ini kurang dari 90% bahkan
dalam beberapa kasus <50%. Pada periode sebelumnya, emas refraktori diperlakukan dengan cara
dipanggang (roasted) namun karena lepasnya SO 2 ke lingkungan berdampak negatif, dewasa in
digunakan teknologi baru yang lebih ramah lingkungan yaitu bio-oksidasi oleh bakteri atau oksidasi
bertekanan
(Vaughan, 2004).
Dua istilah yang sering dikaitkan dengan bijih emas yang sulit
diperlakukan adalah bijih emas perampok larutan dan bijih emas kompleks; yang pertama berkaitan
dengan bijih yang dilindi dengan sianida dan hilang teradsorpsi ke dalam material halus karbonan yang
ada dalam bijih. Material karbonan ini akan teraktifkan dengan cara yang sama dengan material karbon
yang digunakan dalam karbon dalam lindian (carbon in leach - CIL) atau karbon dalam luluhan (carbon in
pulp - CIP). Dari pengujian XRF, diketahui bahwa bijih emas Pongkor mengandung kalsit (CaCO 3 )
senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Marcoux dkk. (1996). Selain itu, terdeteksi pula sejumlah
mineral silikat yang juga dapat berperan sebagai perampok larutan. Ada kemungkinan kondisi ini sedikitbanyak akan mengganggu proses pelindian dengan sianida.
Terkait dengan bijih emas kompleks, Vaughn (2004) mendefinisikan bahwa bijih jenis ini siap untuk dilindi
dengan sianida dengan syarat semua partikel emas realatif sudah terliberasi namun kehadiran mineral
mineral pengganggu (gangue minerals) perlu diwaspadai karena akan mempengaruhi proses dalam dua
cara - menyerap larutan sianida (material sianisida atau penyerap oksigen) atau meyerap ulang emas
19
dari larutan Au-sianida. Bijih jenis ini umumnya adalah bijih tembaga-emas yang dapat terbentuk dalam
berbagai kondisi geologi dan kandungan unsurnya selain Cu dan Au juga terdapat kobal, uranium, bismut
dan logam tanah jarang. Unsur Cu ditemukan dalam percontoh dari Pongkor, namun kondisinya tidak
signifikan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
20
6.1. Kesimpulan
Pengujian mikroskop optik yang didukung oleh analisi SEM, kimia, XRF dan XRD terlihat bahwa sifat
refraktori dan kompleks dalam bijih emas Pongkor ditunjukkan dengan terdeteksinya partikel emas yang
terinklusi oleh baik mineral sulfida maupun silikat. Struktur inklusi ini dapat bersifat tunggal - emas
diselaputi oleh mineral sulfida atau silikat, dan multi - emas diinklusi satu fasa dan bersama fasa tersebut
diselaputi oleh fasa lain. Dari pengujian kimia, XRF, XRD dan SEM terlihat bahwa bijih emas Pongkor
bersifat preg-robber ditandai dengan hadirnya unsur karbon, arsen, tembaga, mineral lempung dan lainlain.
Dalam menguji ketiga percontoh dari Pongkor, tidak selamanya setiap metode uji menghasilkan hasil uji
yang sama; uji mikroskop optik misalnya, dapat menampilkan kondisi partikel emas dalam bentuk foto
untuk setiap percontoh sedangkan uji SEM, partikel emas hanya dapat ditampilkan dari spektrum dan
tabel kuantitas. Unsur yang terdeteksi oleh pengujian kimia relatif lebih sedikit dibandingkan dengan
yang dihasilkan oleh pengujian kimia.
Hal ini bisa disebabkan karena masing-masing instrumen
mempunyai kelebihan dan keterbatasan. Di samping itu, preparasi yang berbeda pada setiap metode uji,
juga dapat menyebabkan perbedaan hasil seperti yang dihasilkan dari pengujian XRD yang hanya
mendeteksi tiga mineral silikat dan satu mineral sufida dibandingkan dengan pengujian mikroskop optik
yang dapat mendetekis mineral silikat (kuarsa dan lempung) serta empat mineral sulfida (pirit, kalkopirit,
sfalerit, arsenopirit). Walaupun berbeda, semua metode uji bersifat saling melengkapi.
Penyusunan data base
karakter mineral emas tidak terlaksana.
Hal ini terjadi karena sulitnya
memperoleh percontoh limbah emas dari pertambangan rakyat (artisanal mining) akibat pengawasan
yang ketat dari PT ANTAM-Pongkor sehingga data yang dibutuhkan untuk membuat database tidak
memadai. Karakter yang diperoleh dari percontoh pertambangan emas rakyat tersebut tadinya akan
digunakan sebagai data pembanding dengan karakter percontoh limbah emas dari PT ANTAM Pongkor.
Akibat tidak terlaksananya pembuatan data base tersebut berimbas juga kepada tidak dapatnya
memberikan masukan/usulan metode pengolahan yang tepat dan efisien karena harus mengacu kepada
database tersebut.
6.2. Saran
Diperlukan pemercontohan (sampling) yang selektif dan teratur untuk memperoleh data
yang cukup mewakili, selain itu pengujian dengan TEM yang dilengkapi EDS, EPMA, fourier transform
infrared spectroscopy (FTIR), Raman spectroscope, dan Auger electron spectroscopy (AES) juga
dibutuhkan agar data yang diperoleh lebih lengkap. Kendala yang dihadapi adalah ketersediaan alat
21
tersebut di instansi yang ada di Indonesia.
Pengujian dengan alat tersebut saat ini hanya dapat
dilakukan pada instansi yang berada di luar Indonesia.
Kegiatan ini hanya menguji percontoh dari limbah yang sudah tercampur aduk di bendungan ampas
(tailing dam). Kondisi ini berakibat kepada sulitnya untuk mengetahui berasal dari bahan baku yang
mana limbah tersebut; apakah bahan baku A, B atau C karena karakter mineralogi, fisika dan kimianya
sudah tidak mencerminkan kondsi asal. Ada baiknya - jika penelitian ini dilanjutkan - diperoleh bahan
baku asli yang belum diolah. Pada saat pemercontohan yang akan digunakan untuk pengujian karakter
di atas - karena keterbatasan waktu, bahan baku asli tidak dapat diperoleh. Di samping itu jumlah
percontoh sebanyak 3 karung yang berasal dari tambang rakyat dan PT ANTAM dirasa kurang memadai
untuk memperoleh data yang lebih akurat; sedikitnya diperlukan 20 buah percontoh limbah
penambangan berasal dari berbagai tambang rakyat dan PT ANTAM. Kendala yang dihadapi adalah
ketatnya peraturan yang diterapkan PT ANTAM terutama dalam memperoleh percontoh dari tambang
rakyat.
22
DAFTAR PUSTAKA
Bayu Ningsih, Yunita Rr. (2001) Studi perbandingan pemakaian sianida dan thiourea sebagai
pelindi bijih emas Cigaru, Sukabumi. Skripsi sarjana strata 1. Universitas Sriwijaya.
Brough, C. P., R. Warrender, R. J. Bowell, A.Barnes, dan A. Parbhakar-Fox, 2013, The Process
Mineralogy of Mine Wastes, Mineral Enginering Vol. 52 hal. 125-135
Cashion, J. D. dan L.J., Brown.1998. Gold mineralogy and extraction. Hyperfine Interactions Vol.
111, Isu 1-4, hal. 271-280.
Celep, O., İ., Alp, H., Deveci, dan M., Vicil. 2009. Characterization of refractory behaviour of
complex gold/silver ore by diagnostic leaching. Trans, Nonferous Met, Soc, China 19 707 - 713
http://www,actlabs,com diunduh pada 23 Juli 2014 jam 13.30
Evans, C. L., Wightman, E. M., Manlapig, E. V. and Coulter, B. L. 2011. Application of process
mineralogy as a tool for sustainable processing. Minerals Engineering, 24 12: 1242-1248.
Li, Yu-liang, Jian Liu, Wei-sheng Guan. 2010. Cyanidation of gold clay ore containing arsenic and
manganese. Issue 2 v. 17. hal. 132-136.
Marcoux, E., J.P. Milesi, Sitorus, T. and Simanjuntak M. (1996) The epithermal Au-Ag (Mn)
deposit of Pongkor (West Java, Indonesia). Indonesian Mining Journal, v.2, n.3, p. 1-17.
Directorate General of Mines, Department of Mines and Energy
Vaughn, J.P. 2004. The process mineralogy of Gold: the classification of ore types. Journal of
the Metals, Minerals and Mineral Society. v. 56, isue 7 pp. 46-48
Yang, Hong-ying, Qian Liu, Xiang-ling Song dan Jin-kui Dong. 2013. Research status of
carbonaceous matter in carbonaceous gold ores and bio-oxidation pretreatment. Trans.
Nonferrous Met. Soc. China 23(2013) 3405− 3411. Elsevier
23
Download