PELATIHAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KADER KESEHATAN

advertisement
PELATIHAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KADER
KESEHATAN DALAM PENANGANAN TUBERKULOSIS (TBC)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GEMOLONG II SRAGEN
Azizah Gama Trisnawati dan Faizah Betty Rahayuningsih
Fakultas Ilmu Kessehatanan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRACT
In May 2006, there was a new TBC case in the work area of
Gemolong II Society Helth Center ( CDR as much as 12.4% ). Traditional
treatment can be used to minimalizer the spreading of TBC. The goal of
this activity was to improve the knowledge and ability of health cadres in
handling TBC through traditional treatment. The target of this activity
was the health cadres who belong to work area of Gemolong II Society
Health Center, Sragen, as many as 20 peoples. The goal was achieved by
giving information, answer session, and simulation method was used to
improve the skills on making traditional treatment with pegagan and
ciplukan to TBC patients. The pretest result of the skill showed that 10%
of the people had good skill while 10% of the people had poor skill. The
post test result of the skill showed that 90% of the people had good skill
and 10% of the people had average skill. It can be conclude that there was
an increase in knowledge which is classified as good. The skill increase
which can be classified as good, before and after the training is as much
as 90%. The conclusion given is as follow: 1). The cadres who have joined
the training are hoped to be able to spread the knowledge and skills of
traditional treatment especially to the TBC patients, their families, and
people around them generally, 2). The information about the growth of
TBC patient can be used as a policy for health planners in regional and
national level.
Kata kunci: pelatihan, kemampuan kader, perawatan TBC.
PENDAHULUAN
Penemuan penderita Tuberkulosis (TBC) di Jawa Tengah tahun 2003
sebanyak 10.390 penderita dengan angka penemuan penderita ( CDR ) 28,5
150 WARTA, Vol .11, No. 2, September 2008: 150 - 158
% dari perkiraan jumlah penderita baru BTA positif 39.061 kasus. Angka
tersebut meningkat dibandingkan dengan penemuan penderita tahun 2002
sebesar 8.648 penderita dengan angka CDR 22 %. Angka kesembuhan
tahun 2002 sebesar 74 % dan tahun 2003 menurun menjadi 73,4 % (Dinkes,
2003).
Kejadian TBC di wilayah kerja Puskesmas Gemolong II tahun 2005
sebanyak 10 kasus pada orang dewasa dengan BTA (+) dan bulan Mei 2006
ditemukan 1 kasus baru dengan angka CDR sebesar 12,4%. Kasus TBC
setiap tahun ditemukan sekitar 2-3 kasus baru. Hasil survey awal menunjukkan
bahwa penderita TBC di daerah tersebut tidak melakukan perawatan melalui
pengobatan tradisonal dengan menggunakan tanaman obat yang dapat
mendukung perawatannya. Wilayah Puskesmas Gemolong II mempunyai
potensi untuk menghasilkan tanaman obat tradisional yang mempunyai efek
farmakologis terhadap TBC seperti pegagan dan ciplukan. Hal ini berpotensial
untuk dikembangkan sebagai alternatif perawatan penderita TBC sehingga
dapat meminimalisir penularan ke dusun sekitar terjadinya kasus, mengingat
mobilitas penderita serta karakteristik sosialisasi masyarakat antar dusun yang
sangat erat dengan kebudayaan tradisional.
TBC merupakan penyakit menular paling ganas yang menyerang
golongan penduduk sosial ekonomi rendah dan wanita usia reproduksi (1544 tahun). Walaupun penderita sudah dinyatakan sembuh, namun bisa
menderita TBC berulang. Dahak satu penderita TBC yang terbuka (belum
diobati) bisa menularkan 10-15 orang dalam setahun. Hal ini juga didukung
oleh keadaan lingkungan dengan rumah berdesak-desakan dan kurangnya
ventilasi. Apabila seseorang yang menderita TBC mengalami batuk atau bersin
maka kuman TBC akan tersebar di udara sehingga dapat menularkan pada
orang yang berada di sekitarnya.
Kebijakan pemerintah yang dilakukan adalah memberikan dana untuk
program DOTS (Directly Observed Treatment Success Rate). Strategi
DOTS terdiri dari lima komponen yaitu: 1) adanya jaminan komitmen
pemerintah untuk menanggulangi TBC di suatu negara; 2) penemuan kasus
dengan pemeriksaan mikroskopik; 3) pemberian obat yang diawasi secara
langsung oleh PMO (Pengawas Minum Obat); 4) jaminan tersedianya obat
secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu; dan 5) sistem pencatatan dan
pelaporan yang baik. Pemerintah melakukan peningkatan kualitas dengan
memberikan pelatihan dan pemberdayaan kader kesehatan dalam penjaringan
Pelatihan Peningkatan ... (Azizah Gama T., dkk.) 151
suspek TBC serta perawatannya terutama di rumah dan melakukan kerjasama
dengan lintas sektor di tingkat kabupaten/kota untuk mendukung program
tersebut.
Kader kesehatan merupakan sasaran yang tepat dalam pelaksanaan
program tersebut karena dianggap sebagai tempat rujukan pertama pelayanan
kesehatan. Kader ini adalah kepanjangan tangan dari puskesmas atau Dinas
Kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Kader dianggap sebagai
rujukan dalam penanganan berbagai masalah kesehatan termasuk TBC. Jumlah
kader kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Gemolong II Sragen sebanyak
30 orang. Dalam hal penanganan penyakit TBC, kader tersebut bertindak
sebagai rujukan penderita ke puskesmas setempat. Mereka menganjurkan
para penderita untuk selalu meminum obat secara teratur setelah memeriksakan
ke puskesmas.
Berdasarkan permasalahan diatas, perlu dilakukan upaya peningkatan
pengetahuan tentang alternatif perawatan TBC melalui penggunaan tanaman
obat tradisional kepada para kader. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan yang diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para kader dalam perawatan
TBC. Pada akhirnya dapat mencegah penularan TBC serta meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat secara optimal khususnya bagi penderita TBC.
Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader dalam perawatan secara
alternatif dengan membuat obat tradisional dan pencegahan penularan penyakit
TBC, sehingga dapat menyebarluaskan kepada masyarakat luas khususnya
penderita TBC agar dapat melakukan tindakan preventif, promotif, kuratif
dan rehabilitatif agar tidak terjadi penularan.
TINJUAN PUSTAKA
Kader adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau bekerja
sama secara suka rela dan ikhlas, mau dan sanggup menggerakkan masyarakat
dalam penanganan berbagai penyakit. Kader juga sebagai penggerak
masyarakat dalam hal membantu serta mendukung keberhasilan pemerintah
dibidang kesehatan dan tidak mengharapkan imbalan berupa gaji dari
pemerintah, melainkan bekerja secara sukarela. Kader merupakan ujung
tombak dalam kegiatan yang mendukung permasalahan kesehatan . Mereka
merupakan angggota masyarakat yang mau bekerja untuk menggerakkan
masyarakat untuk menanggulangi masalah kesehatan.
152 WARTA, Vol .11, No. 2, September 2008: 150 - 158
Salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan kesehatan dapat
dilakukan dengan cara edukatif, inovatif dan motivatif. Pendekatan tersebut
dapat dilakukan melalui kerjasama antara pemerintah dan swasta. Karakteristik
dan struktur sosial masyarakat harus dipahami terlebih dahulu selama
melakukan pendekatan. Salah satu ujung tombak untuk pendekatan ke
masyarakat adalah kader kesehatan, oleh karena mereka berasal dari
masyarakat itu sendiri, sehingga mampu bergerak secara luas dan luwes.
TBC adalah penyakit menular yang dapat menyerang siapa saja. Di
Indonesia merupakan penyebab kematian no.2. Setiap tahun ditemukan
582.000 kasus baru dan 259.970 diantaranya mempunyai BTA (+). Dari
setiap 100 penduduk, 2-3 orang menderita TBC. Angka kematian tahun 1998
secara nasional diperkirakan 68 per 100.000 penduduk, angka kematian ratarat (Case Fatality Rate / CFR) mencapai 24%. Sedangkan angka penemuan
kasus terus meningkat dan tahun 2004 mencapai 51,8% (Depkes RI, 2005).
Penyebab penyakit TBC adalah mikrobacterium tuberculosis. Infeksi
awal biasanya berlangsung tanpa gejala. Tes tuberkulin akan memberikan
hasil yang positif 2 – 10 minggu kemudian. Lesi awal pada paru umumnya
akan sembuh dengan sendirinya tanpa meninggalkan gejala sisa walaupun
sangat jarang terjadi. Hampir 90 – 95% mereka yang mengalami infeksi awal
akan memasuki fase laten dengan risiko terjadi reaktivasi seumur hidup mereka.
Pemberian kemoterapi preventif yang sempurna dapat mengurangi risiko
terjadinya TBC klinis seumur hidup sebesar 95% dan kemoterapi preventif
ini sangat efektif pada penderita HIV/AIDS. Akibat serius TBC awal sering
terjadi pada bayi, dewasa muda, dan pada orang dengan kelainan imunitas.
Data yang berkaitan dengan penyakit TBC adalah : 1) data penemuan
kasus TBC baik kasus lama dan baru didasarkan pada pendekatan
epidemiologi, dipisahkan menurut orang (golongan umur, jenis kelamin),
waktu (mingguan, bulanan, tahunan) dan tempat (kelurahan); 2). data
penemuan kasus dengan BTA (+); 3) data kematian karena kasus TBC
(menurut umur dan jenis kelamin); dan 4) resiko penularan tiap tahun (Annual
Risk of Tuberculosis Infection/ ARTI). Sampai dengan tahun 2005 diharapkan
angkan kesembuhan minimal 85% dari kasus baru yang ditemukan (70%).
Prevalensi TBC di Indonesia diperkirakan berkisar antara 0,2 – 0,65% sebagai
hasil temuan survei pada 14 propinsi termasuk Jawa Tengah (Humaini, 2006).
TBC merupakan penyakit menular, sehingga berpotensi terhadap
kejadian wabah. Faktor-faktor penyebab penularannya adalah: 1) pertumbuhan
Pelatihan Peningkatan ... (Azizah Gama T., dkk.) 153
penduduk yang tidak memiliki pola tertentu; 2) urbanisasi yang tidak terkontrol
dan terencana; 3) kehidupan penduduk yang berdesakan, 4) pola hidup
masyarakat tidak sehat; 5) status gizi masyarakat buruk; dan 6). imunisasi
tidak merata
TBC merupakan penyakit yang mudah menular apabila penderita tidak
dapat melakukan perawatan terhadap diri sendiri dan lingkungan secara
optimal. Salah satu tindakan pencegahannya dengan memberikan penyuluhan
tentang pemanfaatan tanaman obat tradisional yang mempunyai efek
farmakologis terhadap basil TB sebagai alternatif perawatan TBC.
Obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal
dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan-bahan
tersebut yang digunakan sebagai obat tradisional berdasarkan pengalaman.
Salah satu kelebihan obat tradisional adalah; 1) mempunyai efek farmakologis
lebih kecil bila digunakan secara benar dan tepat; 2) adanya efek komplementer
atau sinergisme melalui komponen bioaktif tanaman obat; 3) pada satu tanaman
memiliki lebih dari satu efek farmakologis; 4) obat tradisional lebih efektif
untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Kelemahannya adalah
mempunyai efek farmakologis yang lemah, bahan baku belum terstandar, belum
dilakukan uji klinis dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme.
Kelemahan tersebut dapat diminimalisir dengan upaya memperhatikan cara
menyiapkan, dosis , waktu, dan cara penggunaannya.
Tumbuhan Ciplukan (Physalis minina) merupakan tumbuhan liar, berupa
semak/perdu yang rendah (biasanya tingginya sampai 1 meter). Tumbuhan ini
tumbuh dengan subur di dataran rendah sampai ketinggian 1550 meter diatas
permukaan laut, tersebar di tanah tegalan dan sawah-sawah kering. Bunganya
berwarna kuning, buahnya berbentuk bulat dan berwarna hijau kekuningan
bila masih muda, tetapi bila sudah tua berwarna coklat dengan rasa asamasam manis. Buah Ciplukan yang muda dilindungi cangkap (kerudung penutup
buah). Buah ini dapat digunakan sebagai alternative pengobatan TBC dengan
cara merebus tumbuhan ciplukan lengkap (akar, batang, daun, bunga dan
buahnya) dengan 3-5 gelas air sampai mendidih dan disaring. Cara
menggunakannya diminum 3 kali sehari 1 gelas. Cara lainnya adalah 60 gr
daun pegagan/antanan + 10 gr sambiloto + 30 gr kencur + 10 gr kulit jeruk
mandarin kering + 25 gr kunyit + 1 buah jamur putih kering, rendam dahulu
selama 2 jam + gula batu secukupnya lalu semuanya direbus dengan 800 cc
air hingga tersisa 300 cc, saring lalu airnya diminum untuk 2 kali sehari dan
jamurnya dimakan.
154 WARTA, Vol .11, No. 2, September 2008: 150 - 158
Apabila pengetahuan masyarakat khususnya penderita TBC dapat
diluruskan, maka diharapkan perilaku penderita akan berubah menjadi perilaku
sehat. Diharapkan peningkatan prevalensi dan mortalitas penyakit dapat
ditekan dengan tindakan perawatan dan pencegahan penularan penyakit TBC.
Proses peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku penderita TBC
dapat dilakukan melalui pendekatan antara kader kesehatan dengan anggota
keluarga penderita TBC atau masyarakat. Kader kesehatan dapat dianggap
sebagai perantara utama dalam perawatan TBC agar tidak menyebar ke
masyarakat luas. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan yang bersifat edukatif
pada kader kesehatan.
MATERI DAN METODE KEGIATAN
Sasaran kegiatan ini adalah kader kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
Gemolong II Sragen sebanyak 20 orang. Kader tersebut adalah warga
masyarakat yang dipandang memiliki kemampuan dan kemauan dalam
peningkatan derajat kesehatan masyarakat dilingkungannya. Metode yang
digunakan adalah melakukan pelatihan yang diikuti oleh kader tersebut.
Kegiatan ini dilakukan di Puskesmas Gemolong II Sragen. Metode pelatihan
tersebut meliputi: 1) ceramah dan tanya jawab tentang konsep TBC,
pencegahan dan penularan, perawatan, syarat lingkungan sehat untuk TBC,
keamanan obat tradisional, dan pengobatan TBC yang bersifat alternatif dengan
menggunakan obat tradisional; 2) simulasi untuk perawatan alternatif tentang
teknik pembuatan ramuan tradisonal (pegagan dan ciplukan).
Rancangan evaluasi terhadap metode kegiatan ini adalah: 1) evaluasi
pre-test, dengan memberikan item pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui
kemampuan kognitif peserta; 2) evaluasi post-test, bertujuan untuk mengetahui
peningkatan kemampuan kognitif dan psikomotor / ketrampilan peserta.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah peserta pelatihan kader di wilayah kerja Puskesmas Gemolong
II Sragen sebanyak 20 orang. Distribusi menurut tingkat pendidikan kader
adalah paling banyak berpendidikan SMA yaitu 9 orang (45%) dan paling sedikit
berpendidikan Akademi/PT sebanyak 1 orang (5%). Berdasarkan status
pekerjaan, paling banyak sebagai ibu rumah tangga, yaitu 16 orang (80%).
Hasil pretest pada segi kognitif menunjukkan bahwa dari 20 pertanyaan
diperoleh nilai rata-rata 14.64 dengan skor minimal 10 dan skor maksimal
Pelatihan Peningkatan ... (Azizah Gama T., dkk.) 155
20. Menurut Khomsan (1995) menyebutkan bahwa pengetahuan peserta
dikatakan baik bila mempunyai skor >/= 20, skor 15 – 19 dikatakan cukup,
dan skor < 15 dikatakan kurang. Skor peserta sebelum pelatihan menunjukkan
bahwa peserta yang dapat dikatakan baik sebanyak 2 orang (10%), kategori
cukup 16 orang (80%), dan kategori kurang baik 2 orang (10%). Berdasarkan
kategori tersebut maka sebelum pelatihan sebagian besar peserta dikategorikan
berkemampuan cukup. Hal ini dikarenakan kader sering memperoleh
penyuluhan oleh petugas puskesmas pada waktu pertemuan setiap bulannya.
Hasil posttest pada segi pengetahuan menunjukkan bahwa dari 20
pertanyaan diperoleh nilai rata-rata 19.84 dengan skor minimal 16 dan skor
maksimal yang diperoleh 20. Skor peserta setelah diberikan pengetahuan
tentang konsep TBC menunjukkan bahwa semua peserta dapat dikatakan
mempunyai pengetahuan yang baik sebanyak 18 orang (90%). Sebanyak 2
orang dikategorikan cukup (10%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat
peningkatan pengetahuan setelah diberikan pengetahuan sebesar 80%.
Penilaian segi ketrampilan menggunakan pedoman menurut Khomsan
(1995), yaitu jika dapat melakukan tindakan sesuai prosedur dan tanpa bantuan
dapat dikatakan baik, jika dapat melakukan tindakan dengan sedikit bantuan
dapat dikatakan cukup, dan jika tidak dapat melakukan tindakan dan dengan
bantuan yang maksimal dapat dikatakan kurang. Hasil pretest pada simulasi
pembuatan obat tradisional menunjukkan bahwa 8 orang berkemampuan
cukup (40%) dan sebanyak 12 orang dikategorikan berkemampuan kurang
(60%).
Hasil posttest pada segi ketrampilan menunjukkan bahwa pada simulasi
pembuatan obat tradisional dihasilkan bahwa sebanyak 18 orang dikategorikan
berkemampuan baik (90%) dan 2 orang berkemampuan cukup (10%). Hal
ini dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan ketampilan yang dikategorikan baik antara sebelum dan setelah diberikan pelatihan sebesar 90%.
Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa penyuluhan merupakan bagian
dari pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari
seluruh upaya kesehatan, yang menitikberatkan pada upaya peningkatan
perilaku sehat. Masyarakat akan memahami perilaku mereka dan bagaimana
perilaku ini berpengaruh terhadap kesehatan. Pendidikan kesehatan mendorong
perilaku yang menunjang kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit, dan
membantu pemulihan (ITB, Universitas Udayana, 2000).
156 WARTA, Vol .11, No. 2, September 2008: 150 - 158
Pelaksanaan pendidikan kesehatan terdapat proses belajar. Proses
belajar adalah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui. Hasil belajar
adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi, abilitas, dan ketrampilan. Belajar dapat dilakukan dengan cara
memberikan pengajara dan pelatihan kepada sasaran (Hamalik, 2003).
SIMPULAN DAN SARAN
a. Simpulan
1. Skor pengetahuan perawatan TBC sebelum pelatihan rata-rata 16.64
dengan skor minimal 13 dan skor maksimal yang diperoleh 20. Skor
pengetahuan perawatan TBC setelah pelatihan rata-rata 19.84 dengan
skor minimal 18 dan skor maksimal 20.
2. Terjadi peningkatan pengetahuan yang dikategorikan baik antara sebelum
dan sesudah pelatihan sebesar 80%.
3. Skor ketrampilan tentang simulasi pembuatan obat tradisional sebelum
pelatihan sebanyak 40% dikategorikan berkemampuan cukup dan
sebanyak 60% dikategorikan berkemampuan kurang. Skor ketrampilan
setelah pelatihan bahwa sebanyak 80% dikategorikan berkemampuan baik
dan sebanyak 20% dikategorikan berkemampuan cukup.
4. Terjadi peningkatan ketrampilan yang dikategorikan baik antara sebelum
dan sesudah pelatihan sebesar 90%.
B. Saran
1. Diperlukan penyebaran informasi dan ketrampilan lebih lanjut tentang
perawatan TBC yang bersifat alternatif kepada kader-kader kesehatan.
2. Para kader yang telah mengikuti pelatihan diharapkan menyebarkan
pengetahuan dan ketrampilan yang telah didapat kepada pasien dan
keluarga penderita TBC pada umumnya dan kepada masyarakat pada
umumnya.
3. Informasi tentang perkembangan penderita TBC diharapkan dapat
dijadikan sebagai program kebijakan bagi para perencana kesehatan di
tingkat daerah maupun pusat.
Pelatihan Peningkatan ... (Azizah Gama T., dkk.) 157
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1997. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. Jakarta: Dirjen P2M dan PLP.
Depkes RI. 2000. Tuberkulosis. Jakarta: Dirjen P2M dan PLP.
Depkes RI. 2005. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 2005. “Tuberkulosis” http://www.ppmplp.depkes.go.id/catalogcdc/
kamus_detail_klik.asp?abjad=T&id=2005111810220104830757&count=14&page=1
(diakses Mei 2006).
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2004. “Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
tahun 2003”. http://www.jawatengah.go.id/dinkes/new/Profile2003/
bab4.htm. (akses Mei 2006).
Hamalik O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta
Humaini. 2006. “Penderita TBC perlu Ditumbuhkan PD-nya”. http://
www.suaramerdeka/harian/0204/08/ragam3.htm (akses Mei
2006).
ITB dan Udayana. 2000. Pendidikan Kesehatan; Pedoman Pelayanan
Kesehatan Dasar. Bandung: Penerbit ITB.
Khomsan. A. 1995. Pengukuran Pengetahuan. Bandung: IPB Press.
PPTI. 2005. “Sekilas tentang Penyakit TBC”. http://www.ppti.info/id/
tentang_TBC.php. (akses Mei 2006).
158 WARTA, Vol .11, No. 2, September 2008: 150 - 158
Download