faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ispa pada balita di

advertisement
© FKM - UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS DTP JAMANIS KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2010.
Oleh :
1
Hariyani Sulistyoningsih, Redi Rustandi
1
Staff Pengajar StiKes Respati Tasikmalaya
ABSTRAK
ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu
bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli,
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA masih
merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu, pendidikan
ibu, status ekonomi, status gizi balita, jenis kelamin balita, dan status imunisasi balita dengan
kejadian ISPA di Desa Bojong Gaok wilayah kerja Puskesmas DTP Jamanis Tahun 2010. Jenis
penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional.
Sampel yang diambil adalah balita usia 12 – 60 bulan adalah sebanyak 76 orang. Instrumen
penelitian yang di gunakan adalah lembar kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis secara univariat
dan bivariat, sedangkan uji statistik yang digunakan adalah uji chi square. Analisis statistik terhadap
data yang diperoleh menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian
ISPA (p value = 0,000), terdapat hubungan pendidikan ibu dengan kejadian ISPA (p value = 0,000),
terdapat hubungan sosial ekonomi dengan kejadian ISPA (p value = 0,000), terdapat hubungan
status gizi dengan kejadian ISPA (p value = 0,001), terdapaat hubungan jenis kelamin dengan
kejadian ISPA pada balita (p value = 0,000), terdapat hubungan status imunisasi dengan kejadian
ISPA (p value = 0,000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu, pendidikan ibu, status
ekonomi, status gizi balita, jenis kelamin balita, dan status imunisasi balita berhubungan dengan
penyakit ISPA pada balita usia 12-60 bulan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, sangat diperlukan
upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang ISPA melalui kegiatan penyuluhan dengan
melibatkan kader sebagai penyampai informasi. Mempertahankan status gizi balita yang baik serta
melaksananakan imunisasi yang lengkap juga perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya ISPA.
Kata Kunci : ISPA, Balita, Status Gizi, pengetahuan, ibu, pendidikan, status ekonomi, jenis kelamin,
status imunisasi
ABSTRACT
ARI or Acute Respiratory Tract Infection is an acute infectious disease that attacks one or more parts
of the respiratory tract from the respiratory tract from nose to alveoli, including network adnegsa like
sinus, middle ear cavity and pleura. ARI is still a major health problem commonly found in Indonesia.
This research was conducted with the aim of this study was to correlate maternal knowledge,
maternal education, economic status, nutritional status, sex, children, and immunization status of
children with ARI occurrence in the village of Bojong crow Puskesmas DTP Jamanis Year 2010. Type
of research is quantitative research using cross sectional design. The samples taken were toddlers
aged 12-60 months are as many as 76 people. The research instrument used is a questionnaire
sheet. Data were analyzed by univariate and bivariate, whereas the statistical test used was chi
square. Statistical analysis of data shows that there are relationships between maternal knowledge
with the incidence of ARI (p value = 0.000), there was significant correlation with the incidence of ARI
maternal education (p value = 0.000), there are socio-economic relations with the incidence of ARI (p
value = 0.000) , there is a relationship between nutrition status with the incidence of ARI (p value =
0.001), there is relationship between sex with the incidence of acute respiratory infection in infants (p
value = 0.000), there was significant correlation with the incidence of ARI immunization status (p
value = 0.000). The results showed that maternal knowledge, maternal education, economic status,
nutritional status of infants, toddlers sex, and immunization status of children under five associated
with respiratory disease in infants aged 12-60 months. Based on these findings, it is necessary to
increase the knowledge of mothers regarding ARI through extension activities with the involvement of
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
154
© FKM - UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
cadres as a conveyor of information. Maintaining good nutritional status and immunization complete
also needs to be done to prevent the onset of ARI.
Keywords: ARI, Under Five Child, Nutritional status, knowledge, capital, education, economic
status, gender, immunization status
PENDAHULUAN
Angka kematian bayi, balita dan anak merupakan salah satu indikator kesehatan yang sangat
mendasar. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, bahwa angka
kematian balita akibat penyakit sistim pernapasan adalah 4,9/1.000 balita, yang berarti terdapat sekitar
5 dari 1.000 balita yang meninggal setiap bulan akibat pneumonia, atau berarti daap tahun terdapat
140.000 balita yang meninggal akibat pneumonia. Data ini juga berarti bahwa rata-rata 1 anak balita
Indonesia meninggal akibat pneumonia dalam setiap 5 menit. Selain itu menurut Survey Kesehatan
Nasional (SUSKERNAS) tahun 2001, proporsi kematian bayi akibat ISPA masih 28%, artinya dari 100
balita yang meninggal, 28 diantaranya disebabkan oleh penyakit ISPA. ISPA atau Infeksi Saluran
Pernafasan Akut adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari
saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli, termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 2002).
Infeksi saluran nafas masih merupakan urutan pertama penyakit terbanyak pada balita di
Propinsi Jawa Barat yakni sebesar 33,44%. Menurut Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2006, jumlah
anak balita penderita pneumonia di Jawa Barat mencapai 199.287 anak, dengan jumlah kematian
akibat pneumonia pada bayi mencapai 63 orang dan pada anak balita mencapai 19 orang.
Data Dinas Kabupaten Tasikmalaya menunjukkan bahwa jumlah penderita ISPA
di
Kabupaten Tasikmalaya pada Tahun 2009 adalah 6994 kasus. Berdasarkan data Puskesmas DTP
Jamanis, jumlah penderita ISPA pada tahun 2009 sebanyak 1847 orang. Data terakhir berdasarkan
laporan bulanan P2 ISPA di Puskesmas DTP Jamanis, awal Januari sampai akhir Maret Tahun 2010
terdapat kasus ISPA sebanyak 505 orang yang tersebar di 8 desa, yaitu Sindangraja 63 orang,
Karangmulya 68 orang, Bojong Gaok 130 orang, Karang Sembung 58 orang, Karang Resik 98 orang,
Condong 13 orang, Geresik 68 orang, dan Tanjung Mekar 7 orang.
Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Menurut Sutrisna (1993) faktor risiko yang menyebabkan ISPA pada balita adalah
sosial ekonomi, status gizi, tingkat pengetahuan ibu dan faktor lingkungan, sedangkan menurut
Depkes RI (2002), faktor penyebab ISPA adalah balita dengan berat badan lahir rendah (BBLR),
status gizi buruk, imunisasi tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal dan lingkungan fisik.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Kerja Puskesmas
DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Desa Bojong Gaok wilayah kerja Puskesmas DTP Jamanis Kabupaten
Tasikmalaya. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 76 balita yang berusia 13-60 bulan dan memiliki
KMS, pada periode Januari sampai Maret 2010. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan metode sample random sampling. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional.
Variabel bebas yang diteliti meliputi pengetahuan ibu, pendidikan ibu, status ekonomi, status
gizi balita, jenis kelamin balita, dan status imunisasi balita, sedangkan variable terikat yang diteliti
adalah penyakit ISPA. Pengetahuan ibu adalah kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan
mengenai gejala, penyebab, cara penularan, pencegahan serta pengobatan ISPA dirumah. Pendidikan
adalah pendidikan formal terakhir ibu balita sampai mendapatkan ijazah. Tingkat sosial ekonomi
adalah penghasilan keluarga selama 30 hari (satu bulan) yang dihitung/diukur berdasarkan rata-rata
pengeluaran keluarga dalam satu bulan yang kemudian dibandingkan dengan UMR. Status gizi balita
adalah berat badan balita berdasarkan hasil penimbangan terakhir yang dilihat dari KMS. Jenis
kelamin adalah jenis kelamin balita yang menjadi sampel di Puskesmas DTP Jamanis. Status imunisai
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
155
© FKM - UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
adalah kelengkapan imunisasi dasar yang diberikan kepada balita.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang
diwawancarakan. Petugas interview terdiri dari Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
STIKes Respati Tasikmalaya yang sebelumnya telah mendapatkan penjelasan tentang metode dan
teknik pengumpulan yang dilakukan. Pengolahan data dilakukan melalui proses editing, pengkodean,
skoring, entry, dan cleaning data. Analisis yang dilakukan diawali dengan analisis univariat, kemudian
dilanjutkan dengan analisis bivariat menggunakan uji chi square. Analisis univariat dimaksudkan untuk
mengetahui distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti, sedangkan analisa bivariat
digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel yang diduga mempunyai hubungan atau
korelasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh 76 responden di Desa Bojong
Gaok wilayah kerja Puskesmas DTP Jamanis tahun 2010, maka terdapat 43 balita (56,6%) yang
terkena penyakit ISPA, dan Non ISPA sebanyak 33 balita (43,4%). Hasil selengkapnya adalah
sebagai berikut.
1. Hubungan ISPA Pada Balita Dengan Pengetahuan Ibu
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada kelompok balita dengan ISPA,
proporsi ibu yang memiliki pengetahuan kurang lebih tinggi (89,3%) dibandingkan dengan
proporsi ibu dengan pengetahuan baik (37,5%). Jawaban responden terhadap kuesioner
menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengetahui gejala, penyebab, cara
penularan, pencegahan serta pengobatan ISPA di rumah.
Pengetahuan merupakan kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil pengguna panca
inderanya. Pengetahuan merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku dan tindakan
seseorang. Perubahan perilaku dapat terjadi melalui proses belajar. Belajar diartikan sebagai
suatu proses perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu.
Perilaku di mulai dari domain kognitif (pengetahuan), dalam arti subjek tahu terlebih
dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau subjek sehingga menimbulkan pengetahuan
baru dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap objek yang
diketahuiny. Akhirnya rangsangan yakni objek yang sudah diketahui dan didasari sepenuhnya
tersebut akan menimulkan respon yang lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan terhadap stimulus,
namun kenyataan stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan,
artinya seorang dapat berperilaku baru tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari stimulus
yang diterimanya, dengan kata lain tindakan seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan
dan sikap (Notoatmodjo, 2003).
Hasil uji perhitungan statistik dengan menggunakan chi square didapatkan p value =
0,000, dengan demikian Ho ditolak artinya terdapat hubungan antara pengetahuan ibu balita
dengan kejadian ISPA pada balita. Pengetahuan tentang gejala, cara penularan, pencegahan
serta pengobatan ISPA di rumah untuk selanjutnya dapat menimbulkan respon batin dalam
bentuk sikap terhadap ISPA. Peningkatan pengetahuan sendiri tidak selalu menyebabkan
terjadinya suatu perubahan perilaku akan tetapi ada hubungan yang positif yang berkaitan
dengan perubahan perilaku. Perilaku mungkin tidak tidak dapat berubah secara langsung sebagai
respon terhadap kesadaran ataupun pengetahuan, tetapi efek kumulatif dari peningkatan
kesadaran, pengetahuan berkaitan dengan nilai, keyakinan, kepercayaan, minat dalam
berperilaku, termasuk perilaku yang berkaitan dengan timbulnya penyakit ISPA serta cara
penanggulangannya.
2. Hubungan ISPA Pada Balita Dengan Pendidikan Ibu
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang mampu mencerminkan kemampuan
daya intelektual sumber daya manusia dalam berkarya sehingga perlu diperhatikan dalam
menelaah potensi dari sekelompok penduduk. Rendahnya tingkat pendidikan perempuan akan
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
156
© FKM - UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
berpengaruh kepada pemahaman mereka mengenai kesehatan, termasuk kesehatan bayi dan
keluarga.
Menurut Azwar (2004) makin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka makin tinggi kesadaran
akan pentingnya kesehatan. Bahkan, seorang ibu yang menyelesaikan pendidikan dasar enam
tahun akan menurunkan angka kematian bayi secara signifikan di bandingkan dengan para ibu
yang tidak tamat sekolah dasar. Angka kematian bayi ini bahkan semakin rendah bila para ibu
menyelesaikan pendidikan menengah tingkat pertama.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pada kelompok balita dengan ISPA,
proporsi ibu yang memiliki pendidikan rendah, sebanyak 77,8%, lebih tinggi dibandingkan
dengan proporsi ibu dengan pendidikan tinggi (14,3%) dan cukup (50,0%). Hasil uji Statistik
menunjukan bahwa adanya hubungan antara pendidikan ibu dengan ISPA Pada Balita (P value =
0,000).
3. Hubungan ISPA Pada Balita Dengan Sosial Ekonomi
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa pada kelompok balita dengan ISPA, proporsi
ibu yang memiliki sosial ekonomi kurang (82,9%) lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi ibu
dengan sosial ekonomi cukup (34,1%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square
menunjukan bahwa terdapat hubungan tingkat sosial ekonomi dengan demikian penyakit ISPA
(P value = 0,000).
Salah satu penyebab utama masalah kesehatan anak di Indonesia menurut FKUI adalah
keadaan sosial/ekonomi/budaya masyarakat yang kurang memadai. Kondisi ekonomi keluarga
sangat berpengaruh pada kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi, mendatangi
fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai juga menciptakan kondisi lingkungan rumah yang
sehat.
4. Hubungan ISPA Pada Balita Dengan Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain dengan mengukur antropometri, seperti
berat badan, panjang badan, tinggi badan, lingkar tangan atas. Keadaan gizi yang buruk muncul
sebagai faktor risiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan
tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi
buruk sering mendapat ISPA. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit
infeksi akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan
gizi. Pada keadaan gizi kurang , balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya
lebih lama (Depkes RI, Pedoman Pemberantasan penyakit ISPA, 2001).
Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa pada kelompok balita dengan ISPA,
proporsi ibu yang memiliki bayi dengan status gizi anak yang kurang (89,5%) lebih banyak
dibandingkan dengan proporsi ibu dengan status gizi anak yang baik (45,6%). Berdasarkan hasil
uji chi square dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara sosial ekonomi dengan kejadian
ISPA dengan P value = 0,001.
Melalui uji statistik tersebut maka penulis berasumsi bahwa keadaan gizi yang kurang
muncul sebagai faktor risiko untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan
tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi
buruk sering mendapat ISPA. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang.
5.
Hubungan ISPA Pada Balita Dengan Jenis Kelamin
Data yang dikumpulkan menunjukkan dari jumlah total penderita ISPA sebanyak 43 balita,
32 balita diantaranya berjenis kelamin laki-laki (86,5%). Hasil uji statistik dengan menggunakan
uji chi square menunjukkan terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA (p
value = 0,000). Hal ini sejalan dengan Depkes RI, tahun 2005 yang menyatakan bahwa salah
satu faktor risiko yang meningkatkan insiden ISPA adalah jenis kelamin laki-laki.
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
157
© FKM - UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
6.
Hubungan ISPA Pada Balita Dengan Status Imunisasi
Berbagai hasil penelitian yang berhubungan dengan status imunisasi menunjukan bahwa
ada kaitan antara penderita ISPA yang mendapatkan imunisasi tidak lengkap dan lengkap, dan
bermakna secara statistis. Menurut penelitian yang dilakukan Tupasi (1985) menyebutkn bahwa
ketidak patuhan imunisasi berhubungan dengan kejadian ISPA. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Sievert pada tahun 1993 menyebutkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan
peranan yang cukup berarti mencegah kejadian ISPA (Dinkes, RI 2001:10).
Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa pada kelompok balita dengan ISPA,
proporsi ibu yang memiliki status imunisasi tidak lengkap (85,7%) lebih tinggi dibandingkan
dengan proporsi ibu dengan status imunisasi lengkap (31,7%). Uji statistik dengan menggunakan
uji chi square menunjukkan terdapat hubungan antara Status imunisasi dengan kejadian ISPA (p
value = 0,000).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eny Setyaningsih (2001).
Status imunisasi merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di
Kabupaten Banjarnegara. Imunisasi sangat berguna dalam menentukan ketahanan tubuh bayi
terhadap gangguan penyakit (Depkes RI, 204). Para ahli kesehatan menyebutkan bahwa di
banyak negara, dua penyebab utama tingginya angka kematian anak adalah 65 gangguan gizi
dan infeksi. Hal ini dapat dicegah dengan imunisasi yang merupakan hal mutlak dalam
memelihara kesehatan dan gizi anak (Sjahmien Moehji, 2003:33).
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Bojong Gaok wilayah
kerja Puskesmas DTP Jamanis Tahun 2010 adalah terdapat hubungan antara faktor pengetahuan
ibu, pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi, status gizi balita, dan imunisasi dengan kejadian ISPA
pada balita.
Saran
1. Bagi Puskesmas DTP Jamanis
a. Perlu meningkatkan upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang ISPA, khususnya bagi masyarakat Desa Bojong Gaok.
b. Perlu meningkatkan upaya promosi kesehatan tentang pentingnya gizi dan imunisasi bagi
balita.
2. Bagi Ibu yang mempunyai bayi dan balita
a. Ibu berupaya meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan dengan cara aktif mengikuti
berbagai kegiatan penyuluhan yang ada di lingkungannya
b. Ibu hendaknya memberikan imunisasi dasar lengkap kepada bayinya serta berupaya
memenuhi kebutuhan gizi dengan menyediakan hidangan yang bergizi bagi anak dan anggota
keluarga lain.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1991, Pedoman Kerja Puskesmas, Jilid 1, Edisi 1991/1992, Jakarta
Departemen Kesehatan RI, 2005, Penanggulangan Pneumonia balita Tahun 2005-2009
Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, 2009, Departemen Jendral Pengendalian dan Penyehatan
Lingkungan
Laporan Tahunan. 2009 Laporan Tahunan Puskesmas DTP Jamanis.
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
158
© FKM - UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
http://id. Wikipedia.org/wiki/Infeksi saluran pernafasan atas” diakses tanggal 25 April 2010
http://suskernas. Litbang.depkes.go.id, diakses tanggal 5 Juni 2010
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta :PT. RinekaCipta
http://id. Wikipedia.org/wiki/factor risiko terjadinya ISPA” diakses tanggal 25 April 2010
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta :PT. RinekaCipta
http//www.faktor-faktor yang berhubungan dengangan kejadian ISPA pada balita, diakses tanggal 30
Mei 2010.
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
159
Download