suatu pembelajaran bukan hanya pencapaian tujuan instruksional

advertisement
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata
Diklat Matematika untuk Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD (Student Team
Achievement Division) Siswa di SMKN I
Makassar
Arnidah, Amir Daud
Abstract: This classroom action research involved the planning
activity, action, observation, and reflection. The learning materials
were instructional design prepared by teachers, and planned based
on the cooperative learning model consisted of scenario, students’
book, and students’ paperwork. The development of scenario
arrangement was done in 4 sintaks namely 1) introduction:
presenting objective and motivating students, 2) the main activity:
presenting information, 3) organizing students, 4) guiding the
group of work, 5) evaluation/quiz , and 6) giving the reward.
Kata kunci: model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student
Team Achievement Division), perangkat pembelajaran, skenario
pembelajaran, bahan ajar (buku siswa), Lembar Kegiatan Siswa
(LKS).
Tujuan suatu pembelajaran bukan hanya pencapaian tujuan instruksional
berupa kecerdasan akademik. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah
kecerdasan akademik yang dibarengi oleh kecerdasan emosional berupa
kemampuan bekerja sama dan menjalin hubungan sosial antar siswa.
Arnidah adalah dosen FIP Universitas Negeri Makassar
Amir Daud adalah widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan pada semua
siswa baik bagi siswa kelompok bawah (kecepatan belajar rendah)
maupun siswa kelompok atas (kecepatan belajar tinggi), sebab kedua
kelompok ini bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Siswa kelompok atas menjadi tutor sebaya bagi siswa kelompok bawah
yang memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya yang memiliki
orientasi dan bahasa yang sama, dengan demikian terjadi komunikasi
resiprokal yang lebih efektif. Dalam proses tutorial ini kemampuan
akademik siswa kelompok atas juga akan terus meningkat karena
memberi pelayanan sebagai tutor yang membutuhkan pemikiran lebih
mendalam tentang ide-ide yang terdapat di dalam materi. Untuk
mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan dukungan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari strategi instruksional (skenario pembelajaran), buku
siswa (BS), dan lembar kegiatan siswa (LKS) yang dikembangkan sesuai
karakteristik model pembelajaran kooperatif.
Pengembangan perangkat pembelajaran akan dikaji lebih lanjut
dalam penelitian ini. Sekolah yang akan menjadi fokus penelitian adalah
sekolah menengah kejuruan yang selama ini menggunakan perangkat
pembelajaran yang berbasis moduler, dan dalam proses pembelajaran
masih berorientasi pada pembelajaran individual.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement
Division) dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah
dikembangkan dalam mata diklat matematika di SMK Negeri 1 Makassar
Jurusan Akuntansi kelas 2?
Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori
belajar-konstruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotsky, yaitu
penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Vigotsky yakin
bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam
percakapan atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang
lebih tinggi itu terserap ke dalam individu. Pembelajaran kooperatif
merupakan suatu model pengajaran dimana siswa yang memiliki tingkat
kemampuan berbeda belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil.
Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja
sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Menurut Slavin (1994) dalam Suradi dan Djadir (3;2004), tujuan
pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya,
untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum
sebagai berikut : (a) hasil belajar akademik. Bertujuan untuk
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Para ahli
mengemukakan bahwa model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep yang sulit. Struktur penghargaan pada
pembelajaran kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasii
belajar. Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat memberikan
keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas
yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik; (b) penerimaan
terhadap perbedaan individu. Tujuan lain dari model pambelajaran
kooperatif adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya,
kelas sosial, maupun kemampuan. Allport (Ibrahim, 2000)
mengemukakan bahwa kontak fisik di antara orang-orang yang berbeda
ras atau kelompok etnis tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan
perbedaan ide; (c) pengembangan keterampilan sosial. Banyak kerja
orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling
bergantung satu sama lain dan di dalam masyarakat yang secara budaya
beragam. Atas dasar itu, Ibrahim (2000) mengemukakan bahwa tujuan
penting yang lain dari pembalajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan
kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi; (d) lingkungan
belajar dan sistem pengelolaan. Lingkungan belajar untuk pembelajaran
kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalarn
menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya.
Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan
kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberi
kebebasan dalam mengendalikan dari waku ke waktu di dalam
kelompoknya.
Beberapa Variasi dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah,
namun terdapat beberapa variasi dari model seperti berikut ini :
a. Student Teams-Achievement Division (STAD)
STAD atau Tim Siswa-Kelompok Prestasi, merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam STAD siswa
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang,
dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan
kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhimya,
seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu, dan pada saat kuis ini
mereka tidak boleh saling membantu.
Skor poin siswa diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa
menyamai atau melampaui prestasinya yang lalu. Poin tiap anggota tim
ini dijumlah untuk mendapatkar skor tim, dan tim yang mencapai kriteria
tertentu dapat diberi sertifikat atau penghargaan yang lain.
b. Teams-Games-Tournaments (TGT)
TGT atau Pertandingan-Permainan-Tim merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang berkaitan dengan STAD. Dalarn TGT,
siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperoleh tambahan poin pada skor tim mereka. Permainan disusun
dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang
dirancang untuk mengetes pengetahuan yang diperoleh siswa dari
penyampaian pembelajaran di kelas dan kegiatan-kegiatan kelompok.
Permainan itu dimainkan pada meja-meja turnamen. Setiap Meja
turnamen dapat diisi oleh wakil-wakil kelompok yang berbeda, yang
memiliki kemampuan setara.
Permainan itu berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada
kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah
kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan angka tersebut. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa
dari semua tingkat untuk menyumbangkan dengan maksimal bagi
skor-skor kelompoknya bila mereka berusaha dengan maksimal.
Turnamen ini dapat berperan sebagai reviu materi pelajaran.
c. Jigsaw
Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan
anggota kelompok 5 atau 6 orang heterogen. Materi pelajaran diberikan
kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa
sub-bab. Sebagai misal, bab zat dan wujudnya dapat dibagi menjadi
sub-bab, massa jenis zat-zat padat, zat cair, zat gas, serta panas dan gerak
partikel. Setiap anggota kelompok membaca sub-bab yang ditugaskan
dan bertanggung jawab untuk mempelajari bagian yang diberikan itu.
Anggota, dari kelompok lain yang telah mempelajari sub-bab yang
sama bertemu dalam kelompok-kelompok lain untuk mendiskusikan
sub-bab mereka. Setelah itu para siswa kembali ke kelompok asal mereka
dan bergantian mengajar teman satu kelornpok mereka tentang sub-bab
mereka. Satu-satunya cara siswa dapat belajar sub-bab lain selain dari
sub-bab yang mereka pelajari adalah dengan mendengarkan secara
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
sungguh-sungguh terhadap teman satu kelompok mereka. Setelah selesai
pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai kuis secara
individu tentang materi belajar. Skor kelompok menggunakan prosedur
skoring yang sama dengan STAD.
d. Think-Pair-Share (TPS)
TPS atau Berpikir-Berpasangan-Berbagi merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan ini dimaksudkan sebagai
alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Struktur ini menghendaki
siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan
lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan
individual.
e. Numbered-Head-Together (NHT)
NHT atau Penomoran-Berpikir Bersama merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang sejenis dengan TPS, dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa dan sebagai altetnatif terhadap struktur kelas tradisional.
Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Strategi Instruksional
Para ahli sepakat bahwa strategi instruksional berkenaan dengan
pendekatan pengajaran dalam mengelola kegiatan instruksional untuk
menyampaikan materi atau isi pelajaran secara sistematis, sehingga
kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan
efisien. Strategi instruksional merupakan perpaduan dari urutan kegiatan,
cara pengorganisasian materi pelajaran, peralatan dan bahan, serta waktu
yang digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai tujuan
instruksional yang telah ditentukan. Dengan perkataan lain, strategi
instruksional dapat pula disebut sebagai cara yang sistematis dalam
mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan
instruksional tertentu.
Bahan ajar dapat digunakan untuk membantu guru dan siswa dalam
pembelajaran, sehingga guru tidak perlu terlalu banyak menyajikan
materi dalam kelas. Hal ini akan berdampak positif, yaitu guru
mempunyai lebih banyak waktu untuk memberi bimbingan kepada siswa.
Bahan ajar juga dapat membantu siswa tidak tergantung kepada guru
sebagai satu-satunya sumber informasi.
Pengembangan bahan ajar selalu berlandaskan pada kebutuhan
siswa yang meliputi kebutuhan pengetahuan, keterampilan, bimbingan,
latihan, dan kebutuhan umpan balik. Kebutuhan siswa berdasarkan : (a)
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
analisis instruksional yang telah dibuat oleh guru materi diklat, dan (b)
berdasarkan GBPP.
Penyusunan bahan ajar dapat dilakukan guru melalui beragam cara,
namun secara umum ada tiga cara yang dapat ditempuh, yaitu :
(1). Menulis sendiri (starting from scratch)
Guru dapat menulis sendiri bahan ajar yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran, atau bergabung dengan beberapa guru atau pakar
lain di bidang ilmu yang sama untuk menulis bahan ajar secara kelompok
(menulis bersama) atau secara kolektif (seorang penulis menulis beberapa
bagian saja). Penulisan bersama dengan beberapa pakar di bidang ilmu
yang sama merupakan cara yang baik karena dapat menambah
kredibilitas bahan ajar tersebut bagi pemakai (siswa dan guru-guru)
Untuk dapat menulis sendiri bahan ajar, diperlukan kemampuan
menulis bahan ajar sesuai dengan prinsip-prinsip instruksional. Belum
semua guru memiliki keterampilan tersebut, namun bukan tidak mungkin
bagi guru secara individu atau kelompok untuk mempelajari cara
penulisan bahan ajar, baik melalui seminar atau pelatihan, dan lain-lain.
Cara lain yang dapat ditempuh adalah bekerja sama dengan perancang
instruksional
(instructional designer) agar diberi bimbingan dan
petunjuk menulis bahan ajar yang benar.
(2). Pengemasan kembali informasi (information repackaging atau text
transformation).
Dalam pengemasan kembali informasi, guru tidak menulis bahan
ajar sendiri dari awal (from nothing atau from scratch ), tetapi
memanfaatkan buku-buku teks dan sumber belajar lain yang sudah ada
untuk dikemas kembali sehingga berbentuk bahan ajar yang memenuhi
karakteristik bahan ajar yang baik, dan dapat dipergunakan oleh guru dan
siswa dalam proses pembelajaran. Informasi yang didapat dari berbagai
sumber belajar yang sudah tersedia dikumpulkan berdasarkan kebutuhan
(sesuai dengan tujuan instruksional, dan GBPP), kemudian disusun
kembali atau ditulis ulang dengan gaya bahasa dan strategi yang sesuai
untuk menjadi suatu bahan ajar (atau digubah), juga diberi tambahan
keterampilan atau kompetensi yang akan dicapai, bimbingan belajar bagi
siswa, latihan dan tes formatif dan umpan balik bagi siswa agar mereka
dapat mengukur sendiri kemampuan yang telah dicapai.
Pengemasan kembali informasi memerlukan keterampilan guru
untuk menulis ulang atau menggubah dan melengkapi informasiinformasi tersebut untuk menjadi suatu bahan ajar yang baik. Dalam
proses ini guru perlu menentukan seberapa banyak perubahan yang perlu
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
dilakukan terhadap bahan ajar yang sudah ada, kemudian apakah
perubahan tersebut mungkin dilakukan dalam batas waktu yang
ditentukan, dengan sumber daya yang tersedia, dan seijin dan
sepengetahuan pengarang asli. Bantuan perancang instruksional dalam
tahap ini diperlukan guru untuk mendapatkan bimbingan tentang
perubahan-perubahan yang perlu dilakukan dan sesuai dengan prinsipprinsip instruksional, serta kelayakan perubahan-perubahan tersebut.
Kegiatan penyusunan bahan ajar dengan cara pengemasan kembali
informasi ini selain menghasilkan seperangkat bahan ajar yang digubah
dari buku teks atau informasi dari sumber belajar lain, juga memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada guru untuk menggubah materi
diklat dari beberapa sumber belajar yang ada menjadi satu bahan ajar
yang berkualitas dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
(3). Penataan Informasi (compilation atau wrap around text)
Selain menulis sendiri, pengembangan bahah ajar juga dapat
dilakukan melalui cara lain, yaitu dengan mengkompilasi seluruh bahan
atau materi diklat yang diambil dari buku teks, media elektronik, dan
lain-lain. Proses ini dikenal sebagai proses pengembangan bahan ajar
melalui penataan informasi (kompilasi). Dalam proses penataan informasi
tidak ada perubahan yang dilakukan terhadap materi yang diambil dari
sumber : buku teks, materi audiovisual, dan informasi lain yang ada. Jadi
materi tersebut dikumpulkan, di fotocopy, dan digunakan secara
langsung. Materi dari sumber utama digunakan sebagai materi inti dari
bahan ajar, kemudian dipilih, dipilah, dan disusun berdasrkan tujuan
instruksional yang akan dicapai, dan GBPP. Di samping itu, materi
tersebut juga dilengkapi dengan pedoman belajar untuk siswa yang berisi
petunjuk penggunaan materi, latihan-latihan, dan tugas yang perlu
dilakukan siswa, dan juga pedoman pengajar yang berisi petunjuk
kegiatan yang harus dilakukan pengajar. Penataan materi inti dan
penulisan materi tambahan hendaknya dilakukan bersamaan, sehingga isi
keduanya tidak simpang siur, Pannen Paulina & Purwanto (2001:11).
METODE
Penelitian ini berbasis kelas (Classroom Action Research), yang
dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri I Makassar Jurusan
Akuntansi Kelas II. Pelaksanaan meliputi aktivitas perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi yang bersiklus. Dalam penelitian ini ada
dua siklus, setiap siklus berlangsung selama kurang lebih satu bulan.
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Gambar. 1. Bagan kegiatan sirkular pada setiap siklus
Penelitian ini dikategorikan dengan penelitian deskriptif, yang
diarahkan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan pengembangan
dan penerapan perangkat pembelajaran, serta persepsi siswa terhadap
penggunaan bahan ajar kooperatif.
Penelitian ini terdiri dari satu variabel, yaitu pengembangan
perangkat pembelajaran mata diklat matematika dalam model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement
Division). Perangkat pembelajaran dalam penelitian ini yaitu, desain
instruksional pra operasional harus dipersiapkan guru, dan dirancang
sesuai dengan karakteristik materi, siswa, media, dan model pembelajaran
kooperatif. Perangkat pembelajaran tersebut terdiri dari skenario
pembelajaran model kooperatif, bahan ajar berupa buku siswa (BS), dan
lembar kegiatan siswa (LKS).
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: Pertama, observasi. Dilakukan observasi awal untuk
mengidentifikasi: (a) sejauh mana pengenalan dan pengimplementasian
model pembelajaran kooperatif di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1
Makassar, (b) mata diklat apa yang telah mengembangkan bahan ajar.
Selain itu dilakukan observasi proses untuk mengetahui interaksi siswa
selama pembelajaran berlangsung; Kedua, Tes. (a) tes awal diberikan
sebelum siswa belajar dengan menggunakan bahan ajar kooperatif, (b) tes
yang diberikan setiap siklus, berupa kuis individu setelah menyelesaikan
materi. Ketiga, revisi perangkat pembelajaran. Revisi perangkat
pembelajaran pada bagian yang dianggap belum optimal pada siklus 1
(satu). Kemudian hasil revisi tersebut selanjutnya diterapkan pada siklus
2 (dua). Keempat, Angket. Setelah siklus 2 (dua) berakhir peneliti
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
membagikan angket pada siswa untuk mengetahui persepsi siswa tentang
bahan ajar kooperatif yang telah digunakan.
HASIL
Sebelum proses pembelajaran dilakukan desain instruksional.
Dalam penelitian ini tim peneliti melalui langkah berikut: (1) skenario
pembelajaran. Skenario pembelajaran model kooperatif memiliki sintaks
sebagai berikut: (a) pendahuluan, meliputi Fase 1: menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa (± 10 menit); (b) kegiatan inti, meliputi fase 2:
penyajian informasi/materi (10 menit), fase 3: mengorganisasikan siswa
(5 menit), fase 4: membimbing kelompok bekerja dan belajar (40 menit);
(c) penutup, meliputi fase 5: evaluasi/kuis (20 menit), fase 6: memberikan
penghargaan (5 menit).
Dalam pengimplementasian model pembelajaran kooperatif Tipe
STAD (Student Team Achievement Division) diperlukan penyesuaian
bahan ajar, sebab karakteristik bahan ajar modul yang digunakan selama
ini di sekolah menengah kejuruan berorientasi pada pembelajaran
individual. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dilakukan pengembangan
dari bahan ajar modul menjadi bahan ajar kooperatif tipe STAD dengan
teknik pengemasan kembali informasi (information repackaging atau text
transformation).
Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan berdasarkan
teori belajar kognitif-konstruktivis. Dengan demikian pada lembar
kegiatan siswa dimunculkan apa yang akan dikonstruksi siswa.
Pertanyaan-pertanyaannya kontekstual, dan biasanya siswa menemukan
sendiri rumus-rumus semestinya.
Lembar kegiatan siswa dikerjakan secara kelompok agar diperoleh
kesamaan kompetensi dalam ketuntasan materi setiap anggota kelompok,
yang memiliki perbedaan kecepatan belajar individu.
Penilain dalam pembelajaran kooperatif, didasarkan atas skor
individu dan skor kelompok. Untuk mengukur kompetensi setiap siswa,
tetap dilakukan evaluasi individu berupa kuis di setiap akhir kerja
kelompok, tepatnya setelah siswa belajar dalam tim dan menuntaskan
materi pelajaran melalui lembar kegiatan siswa (LKS). Sesegera mungkin
setelah kuis, nilai setiap siswa dikeluarkan untuk penghitungan skor
peningkatan individual yang merupakan acuan skor kelompok.
Adapun pedoman yang digunakan untuk menghitung skor
peningkatan individual mengacu pada tabel berikut:
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Tabel 1. Menghitung Skor Peningkatan Individual
Skor Kuis Akhir
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
10 sampai 1 poin di bawah skor dasar
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar
Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar)
Nilai Peningkatan
5 poin
10 poin
20 poin
30 poin
30 poin
Skor kelompok didasarkan pada peningkatan skor anggota
kelompok dibandingkan skor yang telah diperoleh sebelumnya.
Pengakuan kepada prestasi kelompok, segera setelah menghitug skor
untuk setiap siswa dan menghitug skor kelompok. Untuk menghitung
skor dan penghargaan kelompok digunakan kriteria seperti pada tabel
berikut:
Tabel 2. Kriteria Penghargaan Kelompok
Nilai Rata-rata Kelompok
5 < X < 15
15 < X < 25
25 < X < 30
Penghargaan
Baik
Hebat
Super
Sebelum memasuki siklus 1, peneliti mengadakan tes awal. Tes
kemampuan awal dalam penelitian ini merupakan ujian blok 1 (pertama)
dengan pokok bahasan Barisan dan Deret. Proses pembelajarannya belum
bermodel kooperatif, dan bahan ajar yang digunakan adalah modul.
Penguasaan materi barisan dan deret merupakan prasyarat materi
selanjutnya yang akan dilalui dengan model pembelajaran kooperatif,
yaitu Matematika Keuangan, dengan pokok bahasan Bunga Tunggal yang
akan diberikan pada siklus I (pertama), dan pokok bahasan Bunga
Majemuk yang disajikan pada siklus 2 (kedua). Adapun distribusi skor
yang diperoleh siswa pada tes kemampuan awal tersebut, dapat dilihat
pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Kategorisasi Hasil Tes Kemampuan Awal
Kategori
Tinggi
Skor
90
80
70
60
50
40
Sedang
Rendah
Jumlah
Jumlah Siswa
4
6
9
11
14
2
46
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Berdasarkan hasil tes awal, peneliti membentuk kelompok siswa.
Agar terjadi distribusi siswa yang heterogen, setiap kelompok terdiri atas
siswa berkategori tinggi, sedang, dan rendah, sedangkan siswa laki-laki
yang hanya berjumlah 6 orang dari 46 siswa berada pada kelompok yang
berbeda.
Hasil tes awal merupakan pedoman penghitungan skor peningkatan
individual yang selanjutnya merupakan acuan skor kelompok, dan kriteria
penghargaan kelompok pada siklus 1 (satu).
Siklus I (Pertama)
Kegiatan yang dilakukan pada siklus 1 (pertama) meliputi
persiapan, tindakan, observasi, dan refleksi. Masing-masing kegiatan
diuraikan sebagai berikut: (1) sebelum memulai pembelajaran tim peneliti
mempersiapkan antara lain: (a) Skenario Pembelajaran (SP) disusun
berdasarkan silabus mata pelajaran, (b) Buku Siswa (BS) dirancang oleh
tim peneliti dengan teknik pengemasan kembali materi pada bahan ajar
modul yang digunakan selama ini, (c) Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
mengacu pada kompetensi yang diharapkan, dan menggunakan strataegi
penyampaian pesan yang kontruktivis, (d) Lembar Observasi Aktivitas
Siswa (LOAS) untuk menilai aktivitas siswa selama proses pembelajaran
kelompok berlangsung, dan (e) membentuk kelompok heterogen; tim
membentuk kelompok heterogen yang terdiri dari 9 (sembilan), 8
(delapan) kelompok yang beranggotakan 5 (lima) orang, dan 1 kelompok
yang beranggotakan 6 (enam) orang.
a. Tindakan
Pada pelaksanaan pembelajaran, guru mengikuti skenario
pembelajaran yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tindakan siklus 1
(satu) dengan sub pokok bahasan Bunga Tunggal, alokasi waktu 1 (satu)
kali pertemuan, yaitu 2 x 45 menit. Kegiatan guru di kelas, adalah
mengikuti langkah-langkah berikut : (1) pendahuluan, meliputi fase 1:
menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa (± 10 menit); (2) kegiatan
inti, meliputi fase 2: penyajian informasi/materi (10 menit), fase 3:
mengorganisasikan siswa (5 menit), dan fase 4: membimbing kelompok
bekerja dan belajar (40 menit); (3) penutup, meliputi fase 5: evaluasi/kuis
(20 menit) dan fase 6 : memberikan penghargaan (5 menit)
b. Observasi
Dari sembilan kelompok yang terbentuk, peneliti memilih 2 (dua)
kelompok yaitu kelompok 1(satu) yang konselornya seorang perempuan,
dan kelompok 8 (delapan) dengan konselor laki-laki untuk diamati
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
aktivitasnya selama bekerja kelompok. Dan pendeskripsian hasil
pengamatan tersebut: a) aktivitas dominan konselor sebaya pada akhir
pengamatan yaitu konselor sebaya dari kedua kelompok tersebut dominan
memunculkan ide-ide matematika untuk menyelesaikan masalah, b)
konselor sebaya kelompok 1 (satu) lebih proaktif menanyakan materi
yang belum dipahami oleh semua anggota kelompok dibandingkan
konselor kelompok 8 (delapan), c) tidak terdapat anggota kelompok dari
keduanya yang melakukan aktivitas lain, yang tidak berhubungan dengan
materi.
Di samping melakukan pengamatan pada aktivitas siswa, dilakukan
oula pengamatan dari aktivitas guru. Antara lain hasil pengamatan
tersebut adalah guru mengalami kesulitan dalam membimbing siswa yang
meminta bantuan selama proses belajar berlangsung, karena rasio murid
dan guru tidak sebanding.
c. Refleksi
Pembelajaran dalam siklus 1 membahas materi bunga tunggal.
Hasil refleksi dari proses pelaksanaanya sebagai berikut: (1) dalam
kegiatan inti, guru tidak menjelaskan materi secara rinci; (2) dalam buku
siswa terdapat soal latihan yang cukup padat untuk diselesaikan; (3) guru
membimbing siswa selama proses kerja kelompok berjalan.
Berdasarkan beberapa analisis data yang diuraikan di atas, ada
beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan siklus berikutnya,
yaitu: (1) karakteristik siswa dan materi matematika menuntut guru untuk
meningkatkan waktu menyajian materi sebelum memulai kerja
kelompok; (2) frekuensi dan banyaknya siswa yang bertanya tinggi,
sedangkan dalam bekerja kelompok dan menyelesaikan kuis waktu yang
digunakan sebaiknya ditambah; (3) pertanyaan konstruktivis tidak
diadakan di buku siswa, dan kuantitas latihan pada buku siswa perlu
dikurangi, karena banyak menggunakan waktu dalam penyelesaiannya,
sehingga saat mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS), siswa telah
merasa jenuh.
Siklus 2 (Kedua)
a. Persiapan
Sebelum memulai pembelajaran guru mempersiapkan: a) skenario
Pembelajaran (SP): disusun berdasarkan silabus mata pelajaran, dan
melakukan perubahan waktu pada kegiatan inti guru dalam menyajikan
materi, b) Lembar Kegiatan Siswa (LKS) mengacu pada kompetensi yang
diharapkan, dan menggunakan strategi penyampaian pesan yang
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
kontruktivis, c) Lembar Observasi Aktivitas Siswa (LOAS); lembar
observasi dimaksudkan untuk menilai aktivitas siswa selama proses
pembelajaran kelompok berlangsung, dan d) Buku Siswa (BS) materi
bunga majemuk diberikan kepada siswa pada saat materi bunga tunggal
selesai dibahas. Dalam buku siswa kuantitas latihan dikurangi dan tidak
dimunculkan lagi pertanyaan konstruktivis.
b. Tindakan
Pada tahap tindakan, hal yang dilakukan adalah: (1) pendahuluan,
fase 1: menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa (± 10 menit); (2)
kegiatan inti, fase 2: penyajian informasi/materi (20 menit), fase 3:
mengorganisasikan siswa (5 menit), fase 4: membimbing kelompok
bekerja dan belajar (30 menit); (3) penutup, fase 5: evaluasi/kuis (20
menit), fase 6 : memberikan penghargaan (5 menit)
c. Observasi
Berdasarkan hasil observasi terhadap 2 (dua) kelompok yaitu
kelompok 1(satu), dan kelompok 8 (delapan) untuk diamati aktivitas
dominannya selama bekerja kelompok. Pendeskripsian hasil pengamatan
tersebut adalah: a) pertanyaan tentang materi yang belum dipahami oleh
semua anggota kelompok sudah berkurang, b) tidak terdapat anggota
kelompok dari keduanya yang melakukan aktivitas lain, yang tidak
berhubungan dengan materi.
d. Refleksi
Pada tahap ini tergambar kesulitan yang dihadapi guru dalam
menangani jumlah siswa masih belum bisa diatasi serta kemasan
perangkat pembelajaran, khususnya buku siswa masih belum maksimal.
PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif Persepsi Siswa terhadap Bahan Ajar
Setelah dilakukan pengumpulan data melalui angket untuk
mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap bahan ajar yang
digunakan pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
penelitian ini, maka diperoleh data yang didistribusikan pada beberapa
tabel berikut:
1. Persepsi siswa tentang sistematika materi bahan ajar
Dari 46 siswa, terdapat 2 orang (4,35%) yang menyatakan tidak
sistematis, dan 44 orang (95,65%) yang menyatakan bahwa materi pada
bahan ajar sistematis, yaitu materi secara runtut dimulai dengan uraian
dan pengertian secara umum yang disertai contoh dalam kehidupan
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
sehari-hari, pembahasan materi masing-masing memiliki contoh soal dan
penyelesaiannya, yang diakhiri dengan beberapa latihan.
2. Persepsi siswa tentang hubungan antar pokok bahasan.
Agar mampu memahami dan menyelesaikan materi berikutnya,
siswa harus kompeten pada materi sebelumnya, sebab setiap pokok
bahasan merupakan lanjutan dari pokok bahasan sebelumnya, dengan
demikian pokok bahasan sebelumnya adalah prasyarat. Hubungan seperti
ini disebut hubungan hirarki. Ada 44 siswa (95,65%) yang menyatakan
hubungan antar pokok bahasan adalah hirarki, sedangkan 2 orang
(4,35%) mengatakan tidak hirarki.
3. Distribusi persepsi siswa tentang bahasa materi bahan ajar
Bahasa dalam suatu bahan ajar harus disesuaikan dengan
karakteristik peserta didiknya, yaitu tingkat kemampuan rata-rata siswa
memahami perbendaharaan bahasa yang digunakan agar terjadi
persamaan asumsi antara sumber pesan dan siswa sebagai penerima
pesan.
Dari 46 siswa terdapat 18 (39,13%) orang yang menyatakan bahasa
dalam bahan ajar yang digunakan komunikatif dan dapat dimaknai tanpa
membutuhkan bantuan dari guru, 11 (23,91%) orang yang menyatakan
tidak, sehingga untuk memaknainya membutuhkan bantuan dari guru,
dan 17 orang (36,96%) menyatakan bahwa pertanyaan konstruktivis
dalam lembar kerja siswa (LKS) adalah hal baru bila dibandingkan
dengan lembar kerja siswa (LKS) pada bahan ajar sebelumnya, sehingga
butuh usaha yang lebih untuk memecahkannya.
4. Distribusi persepsi siswa tentang tampilan fisik materi bahan ajar
Tampilan fisik suatu bahan ajar adalah salah satu faktor yang
mampu menarik minat siswa untuk membaca dan mempelajarinya.
Dalam penelitian ini bahan ajar disusun oleh tim peneliti dengan tampilan
dan kemasan yang masih sederhana, sehingga 34 (73,92%) orang siswa
menganggapnya tidak lebih menarik dari bahan ajar sebelumnya, 11
orang (23,91%) menyatakan menarik sebab beberapa pesan utama
ditampilkan agak menonjol, sedangkan 1 siswa (2,17%) menyatakan
tampilan fisik bahan ajar tidak berpengaruh banyak terhadap minat siswa
untuk mempelajarinya.
5. Distribusi sikap siswa dengan soal cerita pada bahan ajar
Untuk menciptakan pembelajaran kontekstual, masalah pada materi
dibuat sesuai dengan pengalaman hidup siswa. Salah satunya yaitu soal
yang muncul adalah soal cerita, baik dalam buku siswa maupun pada
lembar kegiatan siswa. Dan persepsi siswa tentang strategi tersebut
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
seperti pada tabel distribusi di atas memperlihatkan bahwa, siswa yang
menyukai soal cerita ada 26 orang (56,52%), sedangkan yang tidak
menyukai soal cerita karena menganggap terlalu panjang dan butuh
ketelitian menelaah maksudnya berjumlah 18 (39,13%) orang, selebihnya
2 (4,35%) siswa menganggap bahwa model soal tidak memberi pengaruh
berarti pada kemampuan penyelesaian soal.
6. Distribusi sikap siswa pada penggunaan lembar kegiatan siswa (LKS)
dengan buku siswa (BS).
Salah satu ciri khas bahan ajar modul yang digunakan dalam proses
pembelajaran sebelumnya adalah buku siswa (BS) dan lembar kegiatan
siswa (LKS) dibuat menyatu, sehingga siswa dapat menyelesaikan lembar
kegiatan siswa secara mandiri/kelompok, baik di rumah maupun di
sekolah. Dalam pembelajaran kooperatif, lembar kegiatan siswa terpisah
dengan buku siswa, dan dibagikan setelah mempelajari dan membahas
buku siswa. Dengan proses tutorial, siswa kelompok atas akan menjadi
tutor sebaya bagi siswa kelompok bawah, dan data yang dikumpulkan
sehubungan dengan itu adalah terdapat 30 (65,22%) yang menganggap
efektif bila buku siswa berpisah dengan lembar kegiatan siswa, dan 16
(34,78%) yang menyatakan bahwa buku siswa dan lembar kegiatan siswa
sebaiknya menyatu agar lembar kegiatan siswa (LKS) dapat dikerjakan di
luar jam belajar.
7. Distribusi persepsi siswa pada model penyelesaian lembar kegiatan
siswa (LKS).
Lembar kegiatan siswa (LKS) dikerjakan dan dibahas secara
kelompok. Siswa kelompok atas menjadi tutor sebaya bagi siswa
kelompok bawah, sehingga siswa kelompok bawah dapat memperoleh
bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa
yang sama. Hasil pengumpulan data menunjukkan 40 (86,96%) siswa
setuju bila buku lembar kegiatan siswa dikerjakan secara kelompok, dan
6 siswa (13,04%) yang lebih suka mengerjakan lembar kegiatan siswa
secara mandiri, hal ini membuktikan bahwa ada sebagian kecil siswa
yang sulit beradaptasi dengan belajar kelompok, hal tersebut merupakan
salah satu dampak model pembelajaran yang selama ini diterapkan.
8. Distribusi sikap siswa dengan pertanyaan konstruktivis pada lembar
kegiatan siswa (LKS).
Pertanyaan konstruktivis dimunculkan pada lembar kegiatan siswa.
Hal ini menjadi tantangan tertentu bagi sebagian siswa, dan tantangan
tersebut telah menjadi penguatan bagi 43 (93,48%) siswa untuk belajar
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
lebih keras lagi, walaupun ada 3 siswa (6,52%) yang merasakannya
bukan suatu penguatan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa pengembangan perangkat pembelajaran mata diklat matematika
dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team
Achievement Division) pada jurusan Akuntansi kelas 2 SMK Negeri 1
Makassar, melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) penyusunan
skenario pembelajaran model kooperatif; (2) pengembangan buku siswa;
3) penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS); 4) evaluasi; 5)
penghargaan kelompok; 6) revisi perangkat pembelajaran.
Gambaran pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team
Achievement Division) dengan menggunakan perangkat pembelajaran
yang telah dikembangkan: 1) diterapkan pada 2 siklus dengan materi
pembahasan bunga tunggal dan bunga majemuk; 2) dilaksanakan dalam 4
sintaks; 3) Perbaikan yang dilakukan dalam siklus 2 setelah melalui
siklus 1.
Persepsi dari 46 siswa tentang penggunaan bahan ajar: 44 siswa
(95,65%) menyatakan susunan materi sistematis, 44 siswa (95,65%)
menyatakan hubungan antar sub pokok bahasan hirarki, 18 siswa
(39,13%) siswa berpendapat bahwa bahasa yang digunakan komunikatif,
34 siswa (73,92%) menganggap tampilan isi/materi perlu ditingkatkan,
26 siswa (56,52%) menyenangi bentuk soal cerita, 30 (65,22%) setuju
lembar kegiatan siswa (LKS) terpisah dengan buku siswa (BS), 40 siswa
(86,96%) siswa setuju lembar kegiatan siswa dikerjakan secara
kelompok, 43 siswa (93,48%) merasakan pertanyaan konstruktivis pada
lembar kegiatan siswa (LKS) menjadi tantangan yang menarik.
Saran
Sebaiknya dalam mengembangkan perangkat pembelajaran, guru
bergabung dengan beberapa guru atau pakar lain di bidang ilmu yang
sama untuk menulis bahan ajar secara kelompok (menulis bersama) atau
secara kolektif (seorang penulis menulis beberapa bagian saja). Penulisan
bersama dengan beberapa pakar di bidang ilmu yang sama merupakan
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
cara yang baik karena dapat menambah kredibilitas bahan ajar tersebut
bagi pemakai (siswa dan guru-guru).
Guru tidak dibebani biaya pengembangan setiap perangkat
pembelajaran, bahkan untuk meningkatkan motivasi guru berkarya segi
insentif harus diperhatikan, serta pihak sekolah memperhatikan alokasi
waktu pembelajaran dan rasio guru dan siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Arends, Richard I. 2000. Learning to Teach. Fifth Edition. New York:
McGraw Hill Companies,Inc
Azra Azyumardi. 2004. Paradigma Pembelajaran di Era Global. Jakarta:
Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran.
Carr, W. and Kemmis, S. 1986. Becoming Critical Education, Knowledge
and Action Research. Victoria. Australia: Deaking University
Press.
Degeng, N.S, Miarso, Y. 1993. Terapan Teori Kognititf dalam Desain
Pembelajaran. Jakarta: Dirjendikti.
Dikmenjur, 2004. Pengembangan Modul SMK, Kurikulum SMK Edisi
2004, Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional.
………….., 2004. Pedoman Penulisan Modul. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Dimyati, Mudjiono, 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Djamarah, B. Syaiful dan Zain Aswan. 1997. Strategi Belajar-Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Elliot, John. 1992. Action Research for Educational Change.
Philadelphia: Open University Press.
Goldin, Gerald A, 1992. Epistemology, Constructivism, and Discovery
Learning Mathematics. Journal for Research in Mathematics
Education. Monograph, Number 4, 1992, p.31-47. USA: NTCM,
Inc.
Hudojo Herman. 2003. Paradigma Mengajar ke Paradigma Belajar.
Yogyakarta: Kumpulan Makalah Seminar Nasional di Universitas
Sanata Darma.
Mc. Taggart, R. 1989. Principel Participatory Action Research. A Paper
Presented for the Third World Encounter Participatory Action
Research. In B. Smith (Ed). Research Methodology 1: Issues and
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
methods in research: Reader Part 3: Underdal, South Australia,
Univesity of South Australia.
Pannen Paulina, Purwanto, 2001. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Dirjen
dikti.
Sianipar, Entang, 2001. Teknik-Teknik Analisis Manajemen. Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.
Suradi, Djadir, 2004. Model Pembelajaran Kooperatif. Makassar:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Makassar.
Suparman Atwi, M. 2001. Desain Instruksional. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article
&id=142:pengembangan-stad&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Download