asuhan keperawatan pada tn. r dengan halusinasi pendengaran

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN HALUSINASI
PENDENGARAN AKIBAT SKIZOFRENIA HEBEFRENIK
DI RUANG TANJUNG RUMAH SAKIT UMUM
KOTA BANJAR
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh :
LICA GUNTARA
NIM. 13DP277035
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
STIKes Muhammadiyah Ciamis
Program Studi D.III Keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN GANGGUAN SENSORI
PERSEPSI : HALUSINASI DENGAR AKIBAT SKIZOFRENIA DI RUANG
TANJUNG BLUD RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANJAR
LICA GUNTARA
NIM: 13DP277035
INTISARI
Karya tulis ini dilatarbelakangi oleh adanya penderita gangguan jiwa di Ruang
Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar dari bulan Januari 2014 sampai dengan Juni
2016 didapatkan data yang paling sering muncul diagnosa gangguan jiwa adalah kasus
skizofrenia yaitu sebanyak 210 kasus. Dari kasus gangguan jiwa yang diakibatkan
skizofrenia muncul gangguan persepsi halusinasi dengar yang dapat mengakibatkan
terganggunya pemenuhan kebutuhan dasar, sehingga perlu segera mendapatkan
perawatan secara komprehensif.
Tujuan dalam penulisan ini adalah: untuk memperoleh pengalaman secara nyata
dalam melaksanakan asuhan keperawatan langsung dan komprehensif meliputi aspek
bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan
gangguan pesepsi halusinasi dengar..
Metode yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah metode
deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
Pengkajian pada klien, dari hasil pengkajian klien cukup kooperatif dalam
mengemukakan semua perasaan dan masalahnya. Data yang muncul pada saat
pengkajian adalah isolasi sosial: menarik diri. Masalah keperawatan yang ditemukan pada
klien diantaranya: isolasi sosial: menarik diri. Penulis melakukan tindakan bina hubungan
saling percaya, identifikasi masalah, identifikasi aspek positif yang dimiliki klien, nilai
kemampuan yang dapat dilakukan saat ini, pilih kemampuan yang akan dilatih, nilai
kemampuan pertama yang telah dipilih-pilih kemampuan kedua yang dapat dilaksanakan,
pilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan dan masukan dalam jadwal kegiatan
pasien.
Kesimpulan dalam penulis melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien
dilakukan dengan cara wawancara dengan petugas kesehatan Ruang Tanjung, karena
klien bersikap kurang kooperatif dalam tahap pelaksanaan tidak ditemukan perbedaan
antara teori dengan kenyataan di lapangan, dan penulis mendapat hambatan dalam
melakukan SP, karena klien kurang kooperatif, tetapi tidak ada hambatan pada SP
keluarga karena pihak keluarga kooperatif.
81 Halaman, IV Bab, 7 Tabel, 2 Gambar
Kata Kunci: Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Dengar
Daftar Pustaka 17 buah (2006 – 2013)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa
merupakan tantangan yang unik karena masalah keperawatan jiwa
mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah kesehatan
fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan disebabkan oleh
berbagai hal (Erlinafsiah, 2010).
Penelitian
World
Health
Organization
(WHO)
atau
Badan
Kesehatan Dunia 2014 itu menunjukkan hampir 3/4 beban global penyakit
neuropsikiatrik didapati berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah.
WHO memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita mengalami
gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa
saat ini, 25% diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa tpada usia
tertentu. Gangguan jiwa yang mencapai 13%, kemungkinan akan
berkembang 25% pada tahun 2030, menurut survey saat ini gangguan
jiwa ditemukan sebanyak 450 juta orang di dunia terdiri dari 150 juta
depresi, 90 juta gangguan penggunaan zat dan alkohol, 38 juta epilepsi,
25 juta skizofrenia, serta hampir 1 juta melakukan bunuh diri setiap tahun.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2014 menyebutkan terdapat 1
juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa
1
2
ringan di Indonesia. Prevalensi ganguan mental emosional seperti
gangguan kecemasaan dan depresi tercatat sebesar 11,6 % dari 150 juta
populasi orang dewasa di Indonesia, berdasarkan data Departemen
Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental
emosional. Sedangkan 4% dari jumlah tersebut terlambat berobat dan
tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menunjukan jumlah
penderita gangguan jiwa di Jawa Barat melonjak tajam. Pada tahun 2014
tercatat 296.943 orang yang mengalaminya sedangkan berdasarkan hasil
pendataan tim Dinkes Jabar pada 2015, jumlah penderita gangguan jiwa
mencapai 465.975 orang.
Terus meningkatnya kasus jiwa dikarnakan semakin kompleknya
masalah kehidupan yang bermacam-macam diantaranya masalah
ekonomi, makanan seperti Allah SWT berfirman dalam surat al-Baqoroh
ayat 155
َّ ‫س َو‬
ْ
ْ
ُ
…ۗ‫ت‬
ِ ‫الث َم َرا‬
ٍ ‫وع َو َن ْق‬
ِ ‫ص م َِن ْاْلَم َْو‬
ِ ُ‫ال َو ْاْلَ ْنف‬
ِ ‫َو َل َنبْل َو َّن ُك ْم ِب َشيْ ٍء م َِن ال َخ ْوفِ َوال ُج‬
‫ين‬
َ ‫َّاب ِر‬
ِ ‫َو َب ِّش ِر الص‬
Artinya:”Dan sungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
3
Dari ayat diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Alloh akan memberikan
ujian dan cobaan kepada setiap hamba-Nya dengan berbagai macam
bentuk diantaranya dengan rasa takut, gelisah hatinya, kelaparan, serta
ke kurangan makanan dan kematian. Dalam menghadapi ujian dan
cobaan tersebut manusia dianjurkan untuk bersabar.
Berdasarkan catatan yang penulis dapatkan dari Dinas Kesehatan
Kota Banjar penderita gangguan jiwa pada tahun 2014 tercatat ada 156
kasus. Rincian dari kasus tersebut diantaranya Mental Organik sebanyak
19 kasusdan 179 kasus skizoprenia. Dan pada tahun 2016 dari bulan
Januari – Mei tercatat dari tiap-tiap puskesmas yang berada di Kota
Banjar, 19 kasus yang sudah tercatatdan 191 kasus melakukan
pengobatan secara berkala.
Berdasarkan catatan dan pelaporan di Ruang Tanjung Rumah Sakit
Umum Kota Banjar yang dirawat inap dalam periode tahun 2014 sampai
dengan Mei 2016 dapat dilhat pada tabel 1.1 di bawahini.
Tabel 1.1
DaftarPenderitaGangguanJiwa di RSU Kota Banjar
PeriodeJanuari 2014-Juni 2016
TAHUN
2014
2015
Juni 2016
1 Skizofrenia
48
63
31
2 Depresi
18
32
16
3 Retardasi Mental
0
0
2
Jumlah
66
95
49
Sumber :CatatanRekamMedik RSU Kota Banjar
No
Diagnosa
Jumlah
111
66
2
179
4
Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa klien penderita gangguan jiwa di
RSU Kota Banjar dari tahun 2014 sampai bulan Januari-Juni 2016
mengalami peningkatan sebesar 2-3% per
tahun, menurut Maramis
(2005) gejala skizofrenia terdiri dari gejala primer muncul kelainan atau
gangguan afek, emosi, kemauan dan gangguan psikomotor yang
kelainannya tersebut terakumulasi dalam gangguan isolasi sosial: menarik
diri.
Halusinasi pendengaran merupakan upaya klien untuk menghindar
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
maupun komunikasi dengan orang lain (Yosep, 2011: 229). Dampak dari
Halusinasi pendengaran : menarik diri dapat terganggu dalam pemenuhan
kebutuhan dasar, diantaranya kebutuhan makan-minum, dan istirahat.
Jika masalah tersebut tidak segera diatasi akan menimbulkan datangnya
masalah lainnya. Oleh karena untuk mengatasi resiko tersebut diperlukan
asuhan keperawatan yang bermutu berdasarkan hasil kajian ilmiah
dengan menggunakan metode komunikasi terapeutik.
Selain pendekatan asuhan keperawatan jiwa, untuk mengatasi
masalah kejiwaan tersebut Allah telah berfirman dalam Q.S. Al - Imran
ayat 164 :
5
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang
yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari
golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka alkitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu,
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q.S. Al-Imran:
164).
Berdasarkan uraian di atas dibuatlah Karya Tulis Ilmiah dengan
judul
“Asuhan
Keperawatan
pada
Tn.R
dengan
Halusinasi
Pendengaran : Menarik Diri Akibat Skizofrenia di Ruang Tanjung
BLUD Rumah Sakit Umum Kota Banjar” dengan harapan dapat
membuat asuhan keperawatan yang lebih baik dan komprehensif.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi
aspek
bio-psiko-sosio-spiritual
dengan
pendekatan
proses
keperawatan pada klien dengan Halusinasi: Menarik Diri berdasarkan
6
ilmu dan kiat keperawatan dengan menggunakan pola pikir ilmiah,
sehingga klien dapat hidup mandiri.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian fisik, psikologis, social dan spiritual
sehingga dihasilkan masalah keperawatan.
b. Dapat menentukan diagnose keperawatan sesuai dengan prioritas
masalah klien dengan Halusinasi Pendengaran: Menarik Diri.
c. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan kepada klien
dengan Halusinasi Pendengaran: Menarik Diri.
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
rencana tindakan keperawatan.
e. Dapat melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan
Halusinasi Pendengaran: Menarik Diri.
C. MetodeTelaahan
Metode telaahan yang digunakan dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan proses
keperawatan. Adapun teknik pengumpulan yang penulis gunakan adalah
sebagai berikut :
1. Observasi
Data yang dikumpulkan diperoleh dengan mengamati secara
langsung perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data objektif
7
tentang masalah kesehatan keperawatan penyakit klien, perjalanan
penyakit, respon emosional klien pada saat diwawancara.
2. Wawancara
Pengumpulan data dengan melakukan Tanya jawab langsung
kepada klien atau keluarga mengenai riwayat penyakit klien, perjalanan
penyakit, respon emosional klien pada saat wawancara.
3. Studi Literatur
Melalui bahan-bahan kajian atau buku untuk mendapatkan teoriteori yang dihubungkan dengan masalah sesuai dengan yang dihadapi
pada klien dengan Halusinasi Pendengaran.
4. Studi Dokumentasi
Pengumpulan data dengan mempelajari data khusus klien dengan
catatan-catatan yang berhubungan dengan klien yaitu Halusinasi
Pendengaran.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan sistematika
penulisan sebagai berikut :
BAB I:
PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang masalah, tujuan
penulisan, metode telaah dan sistematika penulisan.
BAB II:
TINJAUAN TEORITIS, terdiri dar iSkizofrenia mencakup definisi,
etiologi, gejala, jenis factor predisposisi dan factor presipitasi skizofrenia,
8
serta mencakup tentang definisi Halusinasi Pendengaran, tanda dan
gejala, karakteristik perilaku, rentang respon sosial, etiologi, dampak
gangguan Halusinasi Pendengaran akibat skizofrenia terhadap kebutuhan
dasar manusia dan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnose
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB III :
TINJAUAN
KASUS
DAN
PEMBAHASAN,
berisi
laporan
pelaksanaan asuhan keperawatan dengan system dokumentasi proses
keperawatan
yang
meliputi
pengkajian
yang
di
dalamnya
berisi
pengumpulan data, analisa data dan diagnose keperawatan dilanjutkan
dengan
proses
keperawatan
dengan
perencanaan
dan
catatan
perkembangan, sedangkan pembahasan mencakup pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB IV: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, berisi tentang kesimpulan
yang ditarik dari pembahasan kondisi nyata di lapangan sedangkan
rekomendasi berisi tentang solusi dan saran tentang penyelesaian
masalah yang muncul.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Skizofrenia
a. Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi
persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosial.
Di dalam otak yang terserang skizofrenia, terdapat kesalahan atau
kerusakan pada sistem komunikasi tersebut (Yosep, 2009).
b. Etiologi
Etiologi dari skizofrenia dapat dibagi beberapa bagian
Maramis (2005) diantaranya :
1) Keturunan
Hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga
penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu
telur, tetapi ini juga tergantung dari lingkungan individu.
2) Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubungan dengan sering
timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan
dan purperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak
dapat dibuktikan.
9
10
3) Metabolisme
Penderita dengan skezofrenia tampak pucat dan tidak
sehat ujung ekstremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang
dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor
katatinik konsumsi zat asam menurun.
4) Susunan Saraf Pusat
Ada yang mencari penyebab skizofrenia ke arah kelainan
susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau korteks otak.
Tetapi
kelainan
patologis
yang
ditemukan
itu
mungkin
disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan
artefakt pada waktu membuat sediaan.
5) Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah
sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan
patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi
Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior
atau
penyakit
badaniah
dapat
mempengaruhi
timbulnya
skizofrenia. Menurut Meyer skizofrenia merupakan suatu reaksi
yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi
kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan
diri dari kenyataan (otisme).
11
6) Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul
karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego
dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan yang
berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3)
kehilangan
kapasitas
untuk
pemindahan
(transference)
sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
7) Eugen Bleuler
Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama
penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan
atau
disharmoni
antara
proses
berpikir,
perasaan
dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi 2
kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran,
gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala
sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau
gangguan psikomotorik yang lain).
8) Teori lain
Skizofrenia
disebabkan
oleh
sebagai
suatu
sindroma
bermacam-macam
sebab
yang
antara
dapat
lain
keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa,
penyakit badaniah seperti luwes otak, arterosklerosis otak dan
penyakit lain yang belum diketahui.
12
9) Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab
skizofrenia.
Dapat
dikatakan
mempunyai
pengaruh.
Faktor
bahwa
yang
faktor
keturunan
mempercepat,
yang
menjadikan manifest atau faktor pencetus (precipitating factors)
seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak
menyebabkan skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap
suatu penyakit skizofrenia yang sudah ada tidak dapat
disangkal. (Maramis, 2005).
c. Tanda dan Gejala
Menurut Maramis (2005), membagi gejala-gejala skizofrenia
menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Gejala-gejala primer
a) Gangguan proses pikir
Pada skizofrenia gangguan memang terdapat pada
proses pikir,yang terganggu adalah asosiasi. Kadang-kadang
satu ide belum diutarakan, sudah muncul ide yang lain atau
terdapat pemindahan maksud.
b) Gangguan efek dan emosi
Gangguannya berupa : kedangkalan afek dan emosi,
paratihimi (apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang
dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih), paramimi
(penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi dia akan
13
menangis, kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya
tidak mempunyai kesatuan, emosi yang berlebihan).
c) Gangguan kemauan
Banyak
kelemahan
penderita dengan
kemauan.
Mereka
skizofrenia
tidak
dapat
mempunyai
mengambil
keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan.
d) Gejala psikomotor (gangguan perbuatan)
2) Gejala-gejala sekunder
a) Waham
Pada penderita skizofrenia waham sering tidak logis
sama sekali. Tetapi penderita tidak meninsafi hal ini dan
untuk dia wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat
diubah oleh siapapun. Sebaliknya dia tidak mengubah
sikapnya yang bertentangan.
b) Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan
kesadaran dan hal ini merupakan yang hampir tidak dijumpai
pada keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia adalah
halusinasi pendengaran, kadang-kadang terdapat halusinasi
penciuman, halusinasi cita rasa atau halusinasi singgungan.
14
3) Gejala lain yang muncul dari skizofrenia adalah :
a) Masalah Koginitif
Masalah kognitif yang akan mempengaruhi perilaku
dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Masalah Kognitif pada Skizofrenia
Masalah-masalah Kognitif
Memori
Perilaku
Pelupa
Tidak berminat
Kurang patuh
Perhatian
Kesulitan menyelesaikan tugas
Kesulitan berkonsentrasi pada
tugas
Bentuk dan Isi pikiran
Kesulitan mengkomunikasikan
pikiran dan perasaan
Pengambilan keputusan
Kesulitan
melakukan
dan
menjalankan aktivitas pikiran
konkrit :
Isi pikir
Sumber ( Stuart, 2007)
-
Ketidakmampuan
menjalankan
multiple
-
Masalh dalam pengelolaan
waktu
-
Kesulitan
keuangan
-
Penafsiran kata-kata
symbol secara harfiah
Waham
untuk
perintah
mengelola
dan
15
b) Respon Emosional
Menurut Stuart (2007), respon emosional diantaranya
adalah sebagai berikut :
(1) Alekstimia, yaitu kesulitan dalam pemberian nama dan
penguraian emosi.
(2) Apatis, yaitu kurang memiliki perasaan, emosi, minat,
atau kepedulian.
(3) Anthedonia, yaitu ketidakmampuan atau menurunnya
kemauan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,
keakraban dan kedekatan.
c) Gerakan
(1) Katatonia, flexibilitas cerea, sikap tubuh
(2) Efek
samping
ekstra
pyramidal
dari
pengobatan
psikotropika
(3) Gerakan mata abnormal
(4) Menyeringai
(5) Apraksia (kesulitan melaksanakan tugas yang kompleks)
(6) Ekpraksia (sengaja meniru gerakan orang lain)
(7) Langkah yang tidak normal
(8) Menerisme
d) Perilaku Stuart (2007)
(1) Deteriaorasi penampilan
(2) Agresi/agitasi
16
(3) Perilaku stereotipik atau berulang
(4) Avolisi (kurang energy dan dorongan)
(5) Kurang tekun dalam bekerja atau sekolah.
d. Jenis-jenis Skizofrenia
Menurut Maramis (2005) Pembagian skizofrenia dalam
beberapa jenis berdasarkan gejala utama diantaranya sebagai
berikut :
1) Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala
utama pada jenis simplek adalah kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan.
2) Skizofrenia Hebefrenik
Sering timbul pada masa remaja atau antara lain umur
15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses
pikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.
3) Skizofrenia Katatonik
Sering timbul antara umur 15-30 tahun dan biasanya
akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin
sering terjadi strupsor katatonik
4) Skizofrenia Paranoid
Jenis ini sering
mulai sesudah
umur 30 tahun.
Permulaannya mulai akut, mereka mudah tersinggung,
menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang
17
lain. Gejala mencolok adalah waham primer yang disertai
dengan waham sekunder dan halusinasi. Baru dengan
pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses
berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan.
5) Skizofrenia Akut
Gejala ini timbul secara mendadak dan klien seperti
dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut.
Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar
maupun dirinya sendiri berubah.
6) Skizofrenia Residual
Keadaan ini muncul atau timbul sesudah beberapa kali
serangan skizofrenia.
e. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Menurut
Stuart
(2007),
mengemukakan
bahwa
faktor
predisposisi dan presipitasi skizofrenia sebagai berikut :
1) Faktor Predisposisi
a) Biologis,
penelitian
pencitraan
otak
sudah
mulai
menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia Lesi pada area frontal dan
temporal
yang
saling
berhubungan
dengan
perilaku
psikotik.
b) Psikologis, teori psikodinamika untuk terjadinya respon
neurobiologik
yang
maladaptif
belum
didukung
oleh
18
penelitian. Teori psikologik terdahulu menyalahkan keluarga
sebagai penyebab gangguan ini. Sehingga menimbulkan
kurangnya rasa percaya keluarga terhadap tenaga jiwa
profesional.
c) Sosio budaya, stress yang menumpuk dapat menunjang
terhadap penyakit skizofrenia dan gangguan psikotik lain
tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan jiwa.
2) Faktor Presipitasi
a) Biologis
Stress
biologis
yang
berhubungan
dengan
respon
neurobiologik yang maladaptif termasuk :
(1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi
(2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi ransangan (Stuart, 2007).
b) Pemicu Gejala
Pemicu merupakan precursor dan stimuli yang sering
menimbulkan episode baru suatu penyakit.
c) Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap
stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk
menentukan gangguan perilaku.
19
2. Halusinasi
a. Pengertian
Erlinafsiah
(2010)
mengatakan,
halusinasi
merupakan
persepsi yang salah tentang suatu objek, gambaran dan pikiran
yang sering terjadi tanpa adanya pengaruh rangsang dari luar
yang terjadi pada semua sistem pengindraan dan hanya dirasakan
klien tetapi tidak dapat dibuktikan dengan nyata dengan kata lain
objek tersebut tidak ada secara nyata.
Selaras dengan Yosep (2009) bahwa halusinasi dapat
didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang,
dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering
adalah halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or
sounds),
penglihatan
(Visual-seeing
persons
or
things),
penciuman (Olfactory-smelling ordors), pengecapan (Gustatoryexperiencing tastes.
Halusinasi ialah penerapan tanpa adanya rangsang apapun
pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan
sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional,
psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).
b. Klasifikasi Halusinasi
Stuart (2007) menyebutkan “hallucinations may occur in any
of the five major sensory modalities including : auditory (sound),
visual (sight), tactile (touch), gustatory (taste) and olfactory
20
(smeel)”. Arti dari kalimat di atas, Stuart dan Sundeen’s
menyebutkan bahwa jenis-jenis halusinasi dapat terjadi di salah
satu dari lima modalitas sensorik utama termasuk pendengaran
(suara), visual (melihat), taktil (sentuhan), gustatory (rasa) dan
penciuman (bau).
Menurut Erlinafsiah (2010), ada beberapa jenis halusinasi
dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
1) Halusinasi pendengaran
Karakteristik
ditandai
dengan
mendengar
suara,
terutama suara-suara orang, biasanya klien mendengar suara
orang
yang
sedang
membicarakan
apa
yang
sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan
Karakteristik
ditandai
dengan
adanya
stimulus
penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran
geometrik, gambar kartun dan atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidung
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis
dan bau menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadangkadang terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
21
4) Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau
tidak enak tanpa ada stimulus yang terlihat. Contoh :
merasakan sensasi listrik dari dalam tanah, benda mati atau
orang lain.
5) Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikan.
6) Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan
dicerna atau pembentukan urine.
c. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala klien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi menurut TIM Diklat RSJ Provinsi Jawa Barat (2014)
adalah :
1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri;
2) Menarik diri dan menghindar dari orang lain;
3) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak
nyata;
4) Tidak dapat memusatkan perhatian;
5) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), dan takut;
22
6) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.
Sedangkan menurut Kusumawati (2010) tanda dan gejala
halusinasi sebagai berikut :
a) Menarik diri
b) Tersenyum sendiri
c) Duduk terpaku
d) Bicara sendiri
e) Memandang satu arah
f)
Menyerang
g) Tiba-tiba marah
h) Gelisah
d. Faktor Penyebab Halusinasi
Menurut Yosep (2009) penyebab halusinasi ada faktor
predisposisi dan faktor presipitasi :
1) Faktor Predisposisi
a) Faktor Perkembangan
Rendahnya
kontrol
dan
kehangatan
keluarga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stress.
23
b) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya
sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak
percaya pada lingkungannya.
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang
maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofena dan
Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan terjadinya neurotransmitter otak. Misalnya
terjadi ketidak seimbangan acetylcholin dan dopamin.
d) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam khayal.
e) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang
diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami
skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
24
menunjukkan hubungan sangat berpengaruh pada penyakit
ini.
2) Faktor Presipitasi
a) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh bebrapa kondisi
fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obatobatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu lama.
b) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem
yang tidak dapat diatasi merupakan penyebbab halusinasi
itu terjadi
c) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa
klien dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase
awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup
25
bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Klien
asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata.
e) Dimensi spiritual
Secara
optimal
klien
halusinasi
mulai
dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya
aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri.
e. Rentang Respon
Respon prilaku dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon
sehingga perawat dapat menilai apakah respon klien adaptif atau
maladaptif seperti pada gambar 2.1 di bawah ini :
Respon Adatif
Respon Maladaptif
Pikiran logis
persepsi akurat
Proses pikir
kadang- kadang
terganggu ilusi
Kelainan pikiran/
delusi halusinasi
Emosi konsisten
dengan pengalaman
Reaksi emosional
berlebihan/ kurang
Ketidakmampuan
untuk mengalami
emosi
Perilaku sesuai
Perilaku ganjil
Ketidakteraturan
hubungan sosial
menarik diri
isolasi sosial
Gambar 2.1 : Rentang Respon Halusinasi (Stuart & Sundeen, 2007)
26
f.Dampak Halusinasi Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
1) Kebutuhan Fisiologis
a) Nutrisi
Klien dengan halusinasi pada tahap ansietas sedang
dan
berat
akan
mempengaruhi
sistem
pencernaan.
Kecemasan merangsang saraf simpatis yang menyebabkan
terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor di
dinding lambung. Impuls berjalan melalui aferen vagus
menuju medula dan kembali ke lambung melalui eferen
vagus, kemudian impuls merangsang hormon gastrin yang
akan mempengaruhi kelenjar lambung untuk memproduksi
HCL (asam chlorida), sehingga terjadi peningkatan HCL
lambung. Terjadilah rangsangan sensorik ke korteks cerebri
dan mempersepsikan rasa kenyang, hal ini akan menekan
pusat lapar sehingga keinginan untuk makan menurun.
b) Istirahat dan tidur
Halusinasi frekuensinya akan meningkat dalam situasi
peningkatan kecemasan, seperti dalam kondisi menyendiri
dan melamun terutama menjelang tidur. Bila halusinasinya
sudah menguasai dan mengontrol maka klien akan
mengalami
ketegangan
dan
kecemasan
yang
akan
merangsang Rectiular Activating System (RAS), akibatnya
27
klien akan terjaga sehingga akan mengalami gangguan
pemenuhan istirahat.
c) Perawatan diri dan aktivitas sehari-hari
Klien
yang
mengalami
halusinasi
menganggap
halusinasinya merupakan hal yang nyata. Klien akan
terfokus pada halusinasinya karena merasa asik dengan isi
halusinasi yang menyenangkan atau menjadi terganggu
karena halusinasi sudah mengontrol dan mengausai,
sehingga perhatian klien untuk melakukan perawatan diri
berkurang. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Stuart,
(2007), yang menyatakan bahwa pada penderita gangguan
respon neorobiologis maladaptif akan mengalami gangguan
dalam pergerakan berupa penurunan energi dan dorongan
(avolisi).
d) Eliminasi
Klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi
mengalami peningkatan kecemasan. Tubuh melakukan
kompensasi
terhadap
stresor
yang
menyebabkan
kecemasan melalui respon pertahanan diri secara umum
atau GAS (General Adaptation Syndrome). Pada tahap ini
stimulasi system saraf simpatis lebih dominan, sehingga
pada klien gangguan sensori persepsi : halusinasi akibat
28
skizofrenia dapat menyebabkan gangguan eliminasi :
konstipasi (Suliswati, 2005).
e) Seksual
Klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi
akibat skizofrenia sering tidak memperhatikan keadaan
lingkungan sekitar, menarik diri, sehingga klien mengalami
kesulitan untuk membina hubungan dengan lawan jenis
secara wajar. Pada klien gangguan persepsi sensori :
halusinasi dengan kecemasan yang meningkat berdampak
pada penurunan sekresi hormon gonadotropin, sehingga
akan mengalami penurunan libido atau dorongan seksual
(Suliswati, 2005).
2) Kebutuhan Rasa Aman dan Keselamatan
Klien sering mengalami kecemasan akibat rasa jengkel
atau ancaman akibat isi halusinasi yang mengejek atau
mengancam dan memerintahkan untuk melakukan perilaku
kekerasan sehingga menyebabkan resiko tinggi melakukan
kekerasan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart,
2007).
3) Kebutuhan Rasa
Klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi
akibat skizofrenia akan menunjukkan perilaku yang aneh,
pikiran yang kacau, autisme, dan kecenderungan untuk
29
menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial sehingga
mengalami kesulitan menjalin hubungan cinta dan rasa
memiliki baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan
sekitarnya.
4) Kebutuhan Harga Diri
Klien
dengan
halusinasi
cenderung
tidak
mampu
melaksanakan fungsi perannya dengan baik. Didasari oleh
kegagalan dalam waktu yang lama dan rasa tidak percaya,
suka mengkritik diri sendiri serta tidak mengakui kemampuan
yang dimiliki, serta stigma masyarakat yang negatif dan
cenderung untuk
mengucilkan dan kurang menghargai
sehingga klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi
cenderung memiliki harga diri rendah. Hal ini dikuatkan oleh
pendapat Stuart, (2007), yang menyatakan bahwa pada klien
dengan gangguan respon neurobiologis maladaptif mengalami
gangguan konsep dan harga diri rendah.
5) Kebutuhan Aktualisasi Diri
Klien yang mengalami gangguan sensori persepsi :
halusinasi akibat skizofrenia, mengalami penurunan fungsi
kognitif, afektif dan psikomotor sehingga kebutuhan untuk
aktulisasi sering terabaikan.
30
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Perubahan
Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar
Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang
dilakukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan
asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan
diagnosis,
merencanakan
tindakan
yang
akan
dilakukan,
melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah
diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada
setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan.
(Hidayat, 2008).
Proses keperawatan meliputi :
1. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia pengkajian merupakan tahapan
awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah
klien.
Data
pengkajian
kesehatan
jiwa
dapat
dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi,
penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan
koping yang dimiliki klien (Keliat, 2009).
Isi pengkajian meliputi :
a. Identifikasi klien
b. Keluhan utama atau alasan masuk
c. Faktor predisposisi
31
d. Aspek fisik atau biologis
e. Aspek psikososial
f. Status mental
g. Kebutuhan persiapan pulang
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek medik
l. Analisa data
Pengelompokkan data-data klien atau keadaan tertentu
dimana
klien
mengalami
permasalahan
kesehatan
atau
keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya.
Kemudian data yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua
macam sebagai berikut :
1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh
klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara
perawat kepada klien dan keluarga. Data yang langsung
didapat oleh perawat disebut sebagai data primer dan data
yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai
data sekunder.
32
Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan perawat
langsung merumuskan masalah keperawatan dan masalah
kolaboratif. Menurut FASID pada tahun 1983 dan INJF di tahun
1996, umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan
serta dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Keliat, 2005)
Berikut adalah pohon masalah dengan masalah utama
perubahan persepsi sensori : halusinasi. Dapat dilihat pada
gambar 2.2 di bawah ini :
Resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
Perubahan persepsi sensori :
halusinasi
Isolasi Sosial : Menarik diri
Gangguan konsep diri :
Harga diri rendah
Gambar 2.2 Pohon Masalah Halusinasi (Keliat, 2005)
33
m. Diagnosa keperawatan
Menurut Stuart dan Laraia yang dikutip oleh (Keliat, 2005)
diagnosa
keperawatan
adalah
identifikasi
atau
penilaian
terhadap pola respons klien baik aktual maupun potensial.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul klien dengan
masalah utama perubahan persepsi sensori : halusinasi menurut
Yosep, (2009) adalah sebagai berikut :
1) Resiko tinggi perilaku kekerasan
2) Perubahan persepsi sensori halusinasi
3) Isolasi sosial
4) Harga diri rendah kronis
2. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai
intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk masalah-masalah
klien (Hidayat, 2006).
Adapun isi dalam perencanaan, yaitu : Kriteria evaluasi adalah
peninjauan terhadap tindakan yang dilakukan, intervensi adalah
rencana tindakan yang akan dilakukan. Prinsip intervensi terdiri dari
unsur psikoterapi, terapi somatik, terapi sosial, pendidikan kesehatan
dan kebutuhan sehari-hari. Rasional adalah pernyataan yang sesuai
dengan akal pikiran. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel
2.1
34
Tabel 2.1
Rencana Tindakan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Dengar
No
1
Diagnosa
Keperawatan
2
Gangguan
sensori
persepsi
:
halusinasi
Dengar
Tujuan
3
Klien mampu :
1. Membina
hubungan saling
percaya
2. Mengenal
halusinasi
dialami
Kriteria Hasil
4
Setelah
...
x
pertemuan
klien
dapat menyebutkan :
a. Isi,
waktu,
frekuensi, situasi,
pencetus,
perasaan.
yang
3. Mengontrol
halusinasi
b. Mampu
memperagakan
cara
dalam
mengontrol
halusinasi
Perencanaan
Intervensi
5
Rasional
6
Sp 1
1. Terbina hubungan saling percaya
dengan cara komunikasi teurapeutik
baik verbal maupun non verbal dan
menggali masalah
1. Dengan membina hubungan
saling percaya diharapkan
klien dapat mengungkapkan
masalahnya
2. Bantu klien mengenal halusinasi :
a. Isi
b. Waktu terjadinya
c. Frekwensi
d. Situasi pencetus
e. Perasaan saat terjadi halusinasi
2. Dengan
klien
mengenali
halusinasi diharapkan klien
menyadari yang didengar
atau
dilihat
adalah
bohong/tidak
ada
dan
mengarahkan klien ke hal
yang lebih nyata.
4. Mengikuti
pengobatan
secara optimal
3. Latihan cara mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, tahapan
tindakannya meliputi :
a. Menjelaskan
cara
menghardik
halusinasi
b. Memperagakan cara menghardik
c. Memantau
penerapan
cara
menghardik
4. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan
klien
3. Dengan
melatih
klien
mengontrol
halusinasi
dengan menghardik dapat
memutus halusinasinya.
34
4. Dengan
memasukkan
kegiatan klien diharapkan
dapat mengurangi datangnya
halusinasi dan melatih klien.
35
1
2
3
4
Setelah
...
x
pertemuan
klien
mampu : :
a. Menyebutkan
kegiatan
yang
dilakukan
b. Memperagakan
cara
bercakapcakap
dengan
orang lain.
5
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan lalu (SP !), yaitu
cara menghardik.
2. Latih cara berbicara
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan ( SP 1 dan SP2),
yaitu cara menghardik dan bercakapcakap dengan orang lain.
1. Dengan
mengevaluasi
kegiatan di SP1 dapat
mengetahui apakah klien
sudah mampu mengontrol
halusinasinya dengan cara
menghardik
2. Dengan
melatih
klien
mengontrol
halusinasi
dengan cara menghardik
atau berbicara bercakapcakap dengan orang lain
pada saat muncul halusinasi,
perhatian
klien
dapat
teralihkan dan halusinasi
akan hilang
3. Dengan memasukkan dalam
jadwal kegiatan klien, klien
dapat
mengingat
dan
mengatur kegiatan secara
continue
1. Dengan
mengevaluasi
kegiatan
yang
sudah
dilakukan dapat mengetahui
apakah klien sudah paham
dan suka melaksanakannya
supaya bisa lanjut ke cara
berikutnya
35
Setelah
...
x
pertemuan
klien
mampu :
a. Menyebutkan
kegiatan
yang
sudah
dilakukan
dan
b. Membuat
jadwal
sehari-hari
dan
mampu
memperagakannya
6
36
1
2
3
4
5
2. Latih kegiatan agar halusinasinya
tidak muncul, tahapannya :
a. Jelaskan pentingnya aktivitas
yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
b. Diskusikan dengan klien aktivitas
yang akan dilakukan
c. Susun jadwal aktivitas sehari-hari
sesuai aktivitas yang telah dilatih
(dari bangun tidur sampai tidur
malam)
6
2. Dengan melatih kegiatan
diharapkan dapat membantu
klien
mengendalikan
halusinasi
3. Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan
berikan penguatan terhadap perilaku
klien yang posifit
3. Dengan memantau dapat
mengetahui apakah kegaitan
yang
telah
terjadwal
dilaksanakan
Setelah
...
x
pertemuan
klien
mampu :
a. Menyebutkan
keigatan
yang
sudah dilakukan
Sp 4
1. Evalusi (SP 1, 2 dan 3)
b. Mampu
memperagakan
cara
dalam
mengontrol
halusinasi
2. Tanyak program pengobatan :
a. Jelaskan pentingnya pengobatan
obat bagi gangguan jiwa
b. Jelaskan akibat berhenti minum
obat
c. Jelaskan cara mendapatkan obat
1. Dengan
mengevaluasi
kegiatan yang lalu akan
mengetahui
keberhasilan
klien dan mengingatkannya
kembali
2. Dengan
menanyakan
program pengobatan klien
bisa
melatih
untuk
menggunakan obat teratur
36
37
1
2
3
Keluarga mampu :
1. Merawat klien di
rumah
4
Setelah
...
x
pertemuan keluarga
mampu menjelaskan
tentang halusinasi
5
3. Jelaskan pengobatan 5B, dan latih
klien minum obat
6
3. Agar klien mengetahi cara
mengguankan obat dengan
benar
4. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
4. Dengan memasukkan dalam
jadwal kegiatan klien dapat
minum obat secara teratur
dan tepat waktu
Sp 1
1. Identifikasi masalah keluarga dalam
merawat klien
2. Menjadi sistem
pendukung yang
efektif untuk klien
1. Dengan
mengidentifikasi
masalah keluarga dapat
mengetahui
kelemahan
keluarga dalam merawat
klien
2. Jelaskan tentang halusinasi :
a. Pengertian halusinasi
b. Jenis halusinasi yang dialami
klien
c. Tanda dan gejala halusinasi
d. Cara merawat halusinasi (cara
merawat, pemberian obat, dan
pemberian aktivitas pada klien)
2. Dengan
menjelaskan
tentang halusinasi, keluarga
dapat memahami halusinasi
sehingga dapat merawat
klien.
3. Sumber-sumber
pelayanan
kesehatan yang bisa dijangkau
3. Dengan mengetahui sumber
pelayanan kesehatan yang
bisa dijangkau keluarga tahu
tempat untuk kontrol klien.
37
38
1
2
3
4
5
4. Bermain peran cara merawat
5. RTL keluarga, jadwal keluarga untuk
merawat klien
6
4. Keluarga
dapat
lebih
memahami
bagaimana
merawat klien.
5. Keluarga bisa lebih mudah
dalam merawat klien.
Setelah
...
x
pertemuan keluarga
mampu :
a. Menyelesaikan
kegiatan
yang
sudah dilakukan
Sp 2
1. Evaluasi kemampuan Sp 1
b. Memperagakan
cara merawat klien
2. Latih keluarga merawat klien
2. Keluarga
paham
merawat klien
3. RTL Keluarga, jadwal keluarga untuk
merawat klien
3. Diharapkan
keluarga
mempunyai jadwal teratur
dalam merawat klien
Setelah
...
x
pertemuan keluarga
mampu :
a. Menyebutkan
kegiatan
yang
sudah dilakukan
Sp 3
1. Evaluasi keluarga Sp 1, 2
b. Memperagakan
cara merawat klien
serta
mampu
membuat RTL
2. Latih keluarga merawat klien
1. Dengan
mengevaluasi
kemampuan keluarga dapat
membantu
keluarga
mengingat Sp 1
1. Dapat
kemampuan
merawat klien
dalam
mengetahui
keluarga
2. Keluarga
lebih
merawat klien
paham
38
39
1
2
3
4
Setelah
...
x
pertemuan keluarga
mampu :
a. Menyebutkan
kegiatan
yang
sudah dilakukan
b. Melaksanakan
follow up rujukan
5
3. RTL keluarga, jadwal keluarga untuk
merawat klien
Sp 4
1. Evaluasi SP 1, 2 dan 3
6
3. Keluarga dapat mengetahui
perawatan klien selanjutnya
2. Evaluasi kemampuan klien
2. Dapat
kemampuan
klien
3. RTL keluarga :
a. Follow up
b. Rujukan
3. Diharapkan
keluarga
mempunyai jadwal dalam
merawat klien
1. Dapat mengingatkan dan
mengetahui
kemampuan
keluarga
mengetahui
kemandirian
Sumber : TIM DIKLAT RSJ Provinsi Jawa Barat, 2014
39
40
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan (Hidayat, 2008).
Tindakan keperawatan pada klien dengan perubahan sensori
persepsi : halusinasi pendengaran secara umum adalah sebagai
berikut
SP 1
:
Membantu
pasien
mengenal
halusinasi,
menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan
pasien
mengontrol
halusinasi
dengan cara pertama, menghardik halusinasi.
SP2
:
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
cara kedua, bercakap-cakap dengan orang lain.
SP3
: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
cara ketiga melaksanakan aktivitas jadwal.
SP4
: Melatih pasien menggunakan obat teratur.
SP 1 Keluarga
:
Pendidikan
kesehatan
tentang
pengertian
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien
tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara
merawat pasien halusinasi.
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga praktek merawat pasien secara
langsung.
41
SP 3 Keluarga
:
Membuat
perencanaan
pulang
bersama
keluarga.
4. Evaluasi
Menurut (Rohmah dan Walid, 2009) evaluasi adalah penilaian
dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil
yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan, dengan menggunakan komponen SOAP. Yang
dimaksud SOAP adalah :
S
: Data subyektif, perawat menuliskan keluhan pasien yang
masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O
: Data objektif, yaitu data berdasarkan hasil pengukuran
atau observasi perawat secara langsung kepada klien dan
yang
dirasakan
klien
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan.
A
: Analisis, interpretasi dari data subyektif dan data obyektif.
Merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan
yang
amsih
terjadi,
atau
juga
dapat
dituliskan
masalah/diagnosa baru yang terjadi akibat perubahan
status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya
dalam data subyektif dan obyektif.
P
: Planing, perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan
dihentikan, dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana
tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.
42
Kriteria Evaluasi :
-klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat.
-klien dapat mendemostrasikan penggunaan obat dengan benar.
-klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa
berkonsultasi.
-klien tau kapan waktu klien minum obat
-klien tau obat apa yang klien minum
-klien tau dosis obat yang klien minum
-klien tau obat untuk dirinya
Download