BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial, yang berarti saling membutuhkan
antara yang satu dengan yang lain. Di dalam kehidupan manusia sebagai
makhluk sosial tersebut tentunya terdapat nilai-nilai, aturan-aturan, dan/atau
norma-norma yang mengatur pola hidup bersama. Hal tersebut dibuat agar
kehidupan sosial manusia dapat terlaksana dengan tertib dan teratur sehingga
tercipta kedamaian. Nilai, aturan, dan/atau norma masyarakat tersebut salah
satunya mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia, yaitu pemenuhan akan penyaluran hasrat seksual.
Secara umum kebutuhan seksual manusia dapat terpenuhi setelah
dilakukannya suatu perkawinan, sedangkan apabila pemenuhannya dilakukan
diluar perkawinan maka dianggap menyimpang dari nilai, aturan, dan norma
yang berlaku di masyarakat. Penyimpangan dari norma-norma perkawinan
yang wajar seperti prostitusi/pelacuran/kerja seks komersial dan perzinaahan
tetap ada, ditambah lagi pelanggaran-pelanggaran seksual atau penyimpanganpenyimpangan dari pada hubungan seks yang tidak wajar seperti homo sexual,
lesbian, sex maniax (sadisme) tetap merupakan penyakit-penyakit masyarakat
yang “mewarnai” kehidupan masyarakat. Prostitusi/kerja seks komersial
(commercial sex work) adalah pemberian layanan seks untuk melunasi utang
atau keuntungan materiil (Martha Widjaja, 2003:71). Terdapat berbagai istilah
yang digunakan untuk menunjuk prostitusi tersebut. Banyak perdebatan
mengenai pemilihan terminologi ketika seseorang memilih istilah “prostitusi”
dibanding “kerja seks komersial”, terminologi tersebut sering mencerminkan
posisi ideologi sang pembicara, yaitu pengembangan istilah “kerja seks
komersial” merupakan inisiatif aktivis industri seks untuk mendorong
pengakuan terhadap prostitusi sebagai pilihan ekonomi, ketimbang sebagai
sebuah identitas, selain itu, “kerja seks komersial” mengandung elemen pilihan
1
2
yang sering kali diduga tidak terdapat dalam prostitusi (Martha Widjaja,
2003:71). Prostitusi/pelacuran merupakan masalah sosial karena pelacuran
merugikan keselamatan, ketenteraman, dan kemakmuran baik jasmani, rohani,
maupun sosial dan kehidupan bersama (A. S. Alam, 1984: 2) Selain itu,
pelacuran merupakan fenomena dalam masyarakat yang sangat kompleks, baik
dari segi sebab-sebabnya, prosesnya, maupun implikasi sosial yang
ditimbulkannya. Pelacuran dengan berbagai versinya merupakan bisnis yang
abadi sepanjang zaman. Karena disamping sebagai profesi yang tertua, jasa
pelacuran pada hakekatnya tetap dicari oleh anggota masyarakat yang tidak
terpenuhi kebutuhan seksualnya. Pelacuran secara singkat didefinisikan
sebagai "seks sebagai hadiah" dan hal tersebut sebagai profesi tertua umat
manusia, yang telah dipraktekkan di seluruh catatatan sejarah (Kola O. Odeku,
Mediterranean Journal of Social Sciences, 2013: 863). Sektor seks, meski
berdiri dalam struktur yang begitu formal dan berbau komersial, dapat
ditelusuri jejaknya hingga masa sebelum pendudukan Belanda. Beberapa
contoh dalam hal pelayanan seks diperlakukan sebagai komoditas semata,
namun tidak terbatas kepada praktik pergundikan yang umum dijalankan oleh
sejumlah kerajaan di Jawa dan Bali yaitu seorang raja mempunyai hak untuk
menikmati layanan seks dari janda berkasta rendah. Pada masa penjajahan
Belanda, industri seks berkembang dan sekaligus menjadi lebih berorganisasi.
Meski perundang-undangan terdahulu telah berusaha membatasi bahkan
mengakhiri kerja seks komersial, namun pada tahun 1852 perundang-undangan
pemerintah kolonial mempunyai fokus untuk mengatur industri tersebut
daripada mengusahakan penutupan secara resmi dengan serangkaian peraturan
(Martha Widjaja, 2003:71-72). Pebudakan seksual pada masa penjajahan
Belanda tersebut disebabkan juga karena banyaknya warga Eropa seperti
serdadu, pedagang, maupun para utusan yang ada umumnya adalah bujangan.
Fenomena lain sebagai bentuk eksploitasi orang terhadap orang lain,
khususnya perempuan secara seksual adalah “Nyai”, sebutan bagi perempuan
dengan status sosial tinggi, namun pada dasarnya hanyalah disimpanan dari
pejabat pemerintahan kolonial (Shinta Agustina, Jurnal Hukum Projustitia,
3
2006: 48). Eskploitasi seksual komersial merupakan salah satu kejahatan
kemanusiaan, dimana kejahatan tersebut merampas hak-hak mendasar atau
hak-hak asasi manusia yang korbannya bukan saja perempuan, namun juga
anak-anak baik laki-laki maupun perempuan dan orang dewasa. Hal tersebut
sungguh bertentangan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengandung pernyataan yang
menjunjung tinggi harkat, martabat, dan nilai-nilai kemanusiaan yang sangat
luhur dan sangat asasi. Ditegaskan juga bahwa hak setiap bangsa (termasuk
individual) akan kemerdekaan, kehidupan yang bebas, tertib, dan damai.
Dengan demikian eksploitasi seksual komersial tersebut harus dihapuskan atau
diminimalisir. Data Kepolisian Negara Republik Indonesia tahun 2011-2013
menunjukkan, ada total 509 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Berdasarkan jumlah tersebut, 205 diantaranya adalah eksploitasi seksual baik
wanita maupun anak-anak. Pelaku eksploitasi seksual menyimpang seperti
pedofil biasanya melibatkan anak-anak tersebut pada berbagai tingkatan, dari
membicarakan hal-hakl seksual untuk menarik mereka ke dalam kontak fisik
hingga membeli wanita dan anak-anak untuk tujuan eksploitasi seksual. Hal ini
mengacu pada perekrutan wanita baik secara nasional maupun internasional
untuk tujuan seksual, mulai dari pembelian, penjualan, transfer, penerimaan
atau penyembunyian perempuan dan anak-anak melalui penipuan untuk kerja
paksa dan diperdagangkan secara bergantian. Perlu adanya pengembangan
fasilitas dan pelayanan sosial bagi para korban kejahatan eksploitasi seksual
komersial dengan cara penerimaan dan perlindungan untuk mencegah
terulangnya eksplotasi seksual komersial.
Surakarta merupakan salah satu kota yang dulunya melokalisir
pelacuran. Tujuan dari melokalisir tersebut sebenarnya adalah sebagai langkah
rehabilitasi, namun pada kenyataannya disalahgunakan menjadi komplek
pelacuran. Pada tahun 1998, tempat lokalisasi di Surakarta tersebut akhirnya
resmi ditutup dengan dikeluarkannya Peratuan Daerah Kota Surakarta Nomor
1 Tahun tentang Nomor 1 Tahun 1975 tentang Pemberantasan Tuna Susila,
4
namun penutupan tersebut ternyata membuat para pekerja seks kini beroperasi
dijalanan.
Pemerintah Daerah kota Surakarta membentuk Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual
Komersial sebagai upaya dalam menanggulangi eksploitasi seksual komersial.
Peraturan Daerah tentang Penanggulangan eksploitasi seksual komersial ini
dikeluarkan untuk melindungi hak-hak anak dan perempuan serta
menyelenggarakan pelayanan dan perlakuan khusus terhadap korban
eksploitasi seksual komersial dan menjatuhkan saksi yang jelas dan tegas
kepada pelaku. Dalam hal ini tentunya terdapat rumusan-rumusan yang
mengatur secara tegas mengenai tindak pidana eksploitasi seksual komersial
maupun sanksi pidana bagi para pelaku tindak pidana eksploitasi seksual
komersial. Sanksi tersebut tidak hanya menjerat para pelaku perdagangan
namun juga menjerat para pengguna/pembeli jasa seksual yang tertangkap
tangan melakukan tindak pidana yang diatur dalam Peraturan Daerah tersebut.
Para pelaku tindak pidana prostitusi, termasuk para penjual jasa seksual atau
yang biasa kita kenal dengan pelacur juga dapat diancam dengan sanksi pidana.
Rumusan dalam Peraturan Daerah tersebut harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan lain yang berkaitan sehingga tidak saling bertentangan.
Pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan merupakan
peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Muatan
materi mengenai rumusan tindak pidana berserta unsur-unsur yang menunjuk
suatu tindak pidana dan sanksi pidana dalam Peraturan Daerah tersebut
tentunya harus sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang yang telah ada.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, penulis tertarik untuk
mengangkat
judul
“ANALISIS
TERHADAP
TINDAK
PIDANA
EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL DALAM PERATURAN
5
DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG
PENANGGULANGAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan penulis di atas,
penulis merumuskan beberapa rumusan masalah untuk mengetahui dan
menegaskan masalah-masalah apa yang akan dibahas dalam kegiatan
penelitian.Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah rumusan tindak pidana eksploitasi seksual komersial
dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial?
2. Apakah rumusan sanksi pidana dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual
Komersial telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, terdapat tujuan
yang hendak dicapai. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis tujuan dalam
pelaksanaan suatu penelitian, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan
objektif merupakan tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu sendiri,
sedangkan tujuan subjektif berasal dari penulis. Adapun tujuan objektif dan
subjektif yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Objektif
a.
Mengetahui secara jelas rumusan tindak pidana eksploitasi seksual
komersial dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun
2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial
b.
Mengetahui secara jelas apakah rumusan sanksi pidana dalam
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial telah sesuai
6
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2. Tujuan Subjektif
a.
Memenuhi persyaratan akademis dalam memperoleh gelar Sarjana
Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b.
Menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis di
bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada
khususnya.
c.
Menambah wawasan penulis tentang Tindak Pidana Eksploitasi
Seksual dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun
2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis
sendiri maupun masyarakat umum, terutama bagi bidang yang diteliti.
Adapun manfaat yang penulis harapkan dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada
umumnya dan hukum pidana pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi data
maupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya terkhusus
dalam Tindak Pidana Eksploitasi Seksual dalam Peraturan Daerah
Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan
Eksploitasi Seksual Komersial.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap
penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
7
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban dari
permasalahan
yang
diteliti
oleh
peneliti
serta
dapat
mengembangkan penalaran sekaligus untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan penulis dapat menerapkan ilmu yang telah
diperoleh.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran dan saran dibidang hukum bagi setiap pihak terkait.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum (legal research) adalah menemukan kebenaran
koherensi, yaitu adakah aturan hukum yang sesuai norma hukum dan adakah
norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum,
serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan
hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki,
2014: 47). Dalam sebuah penelitian hukum diperlukan suatu metode penelitian
yang kemudian akan digunakan penulis untuk menunjang hasil penelitian
tersebut guna mencapai tujuan penelitian hukum. Adapun penulis akan
menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian hukum (legal
research). Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam
ilmu hukum, bukan hanya sekedar know-about. Penelitian hukum ini
dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud
Marzuki, 2014: 60). Peter Mahmud mengemukakan bahwa tidak perlu
menggunakan istilah penelitian hukum normatif karena istilah legal reserch
atau dalam bahasa Belanda rechtsonderzoek selalu normatif, jadi cukup
menggunakan istilah penelitian hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 55).
Dalam penelitian yang dilakukan penulis, termasuk dalam jenis penelitian
hukum karena penulis melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana
isu hukum mengenai tindak pidana eksploitasi seksual komersial dalam
8
peraturan daerah kota
surakarta
nomor 3
tahun 2006 tentang
penanggulangan eksploitasi seksual komersial.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah penelitian yang bersifat perskriptif dan
terapan. Istilah perskriptif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah bersifat memberi petunjuk atau ketentuan; bergantung pada atau
menurut ketentuan resmi yang berlaku. Ilmu hukum termasuk ilmu yang
bersifat preskriptif dimana tidak memerlukan hipotesis yang harus
dibuktikan kebenarannya namun memberikan preskripsi mengenai apa yang
seyogyanya dilakukan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 59 dan 69).
Penelitian mengenai tindak pidana eksploitasi seksual komersial dalam
peraturan daerah kota
surakarta nomor 3
tahun 2006 tentang
penanggulangan eksploitasi seksual komersial ini tidak memerlukan
hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya, namun penelitian ini bersifat
untuk memberi petunjuk mengenai benar atau salah apa yang seyogyanya
menurut hukum mengenai tindak pidana eksploitasi seksual komersial
dalam peraturan daerah kota surakarta nomor 3 tahun 2006 tentang
penanggulangan eksploitasi seksual.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan
informasi dan beberapa aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari
jawabannya. Penulisan hukum ini, pendekatan penelitian yang digunakan
adalah pendekatan undang-undang (statue approach), yakni terhadap
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tindak pidana
eksploitasi seksual komersial khususnya dalam Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi
Seksual Komersial. Pendekatan undang-undang (statue approach)
dilakukan dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki
2013: 133).
4. Jenis dan Sumber Data
9
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini
adalah data sekunder atau bahan pustaka. Berdasarkan jenis data yang
digunakan tersebut, kemudian dibedakan ke dalam bahan hukum,antara
lain:
a. Bahan Hukum Primer
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
4) Undang-Undang
Nomor
21
Tahun
2007
tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
6) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
7) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006
tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder meliputi hasil karya ilmiah dan
penelitian-penelitian yang relevan atau terkait dengan penelitian
ini, termasuk diantaranya: skripsi, thesis, disertasi, maupun jurnaljurnal hukum, serta kamus-kamus hukum dan buku yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2014:
195-196). Dalam penelitiani ini bahan hukum sekunder yang
digunakan adalah bahan hukum yang dalam penelitian ini dapat
membantu penulis dalam menyusun penulisan hukum yang
berhubungan dengan tindak pidana eksploitasi seksual komersial.
10
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang
menunjang atau memberikan penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, diantaranya berupa Kamus
Besar Bahasa Indonesia dan ensiklopedia terkait dengan tindak
pidana eksploitasi seksual komersial.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipakai dalam penelitian hukum ini adalah studi
kepustakaan atau studi dokumen (library research). Teknik pengumpulan
bahan hukum ini dengan cara membaca, mengkaji, dan membuat catatan
dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, serta tulisantulisan yang berhubungan dengan masalah yang menjadi objek penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam suatu penelitian mermiliki peran penting
untuk dapat menemukan jawaban yang tepat atas penelitian yang dilakukan.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
metode (pola berpikir) deduktif. Penggunaan metode deduktif ini adalah
berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis
minor, setelah itu dapat ditarik kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki, 2014:
89).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum yang disusun penulis adalah sebagai
berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini, penulis menguraikan mengenai latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistem penulisan hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA
11
Dalam bab ini penulis memaparkan dua sub kerangka yang berisi
kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori
memuat berbagai pengertian dan tinjauan umum yang dapat
memudahkan pembacanya, berisi tentang: Tindak Pidana dan
Tindak Pidana Kesusilaan, Eksploitasi Seksual Komersial sebagai
Kejahatan Kemanusiaan, dan Ancaman Sanksi Pidana dalam
Peraturan Daerah. Kerangka pemikiran akan memberikan
gambaran dari bagan untuk mempermudah memahami pola
pemikiran serta alur arah dari penulisan hukum ini.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi mengenai uraian dan sajian pembahasan dari
hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah
yaitu rumusan rumusan tindak pidana eksploitasi seksual komersial
dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006
tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial dan
apakah rumusan sanksi pidana dalam Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan
Eksploitasi Seksual Komersial telah sesuai dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini adalah bagian akhir dari penulisan hukum yang berisi
mengenai simpulan dari pembahasan sebelumnya disertai dengan
saran terhadap hal-hal yang harus dilakukan dan diperbaiki
terhadap permasalahan dalam penelitian hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA
12
Download