Crowdfunding: Pendorong Efisiensi yang Belum Pernah Ada di

advertisement
Crowdfunding: Pendorong Efisiensi yang Belum Pernah Ada
di Pasar Keuangan Sebelumnya
Oleh Vishal Tulsian
Anggota Asosiasi Fintech Indonesia dan CEO di Tunaiku (www.Tunaiku.com)
Crowdfunding saat ini menjadi perhatian dan opsi yang semakin populer bagi wirausaha dan investor. Hal
ini sebenarnya bukan konsep baru. Dasar patung Liberty, misalnya, dibangun dari dana ‘patungan’ atau
crowdfunding. Saat itu, gerakan tersebut difasilitasi oleh sebuah kantor berita. Sekarang, dengan adaya
internet, pelaku usaha dengan sebuah ide besar pun semakin dimudahkan untuk terhubung dengan pihak
yang ingin serius berinvestasi pada ide tersebut.
Crowdfunding merupakan salah satu alternatif pendanaan dimana sekelompok orang berkontribusi untuk
mendanai suatu proyek, hutang, atau donasi. Sebaliknya, investor berhak atas kepemilikan saham atau
equity crowdfunding; produk secara gratis atau rewards crowdfunding, misal akses ke permainan; bunga
atau debt crowdfunding (dipopulerkan oleh P2P lending); atau tidak mendapatkan timbal balik apapun
yang disebut charity crowdfunding.
Dunia web menjadi wilayah untuk kolaborasi dan pertumbuhan eksponensial. Crowdfunding adalah salah
satu produk menonjol yang muncul dalam evolusi ekonomi kolaboratif. Tren tersebut mulai tampak pada
tahun 2003 saat ArtistShare berhasil meluncurkan model reward crowdfunding. Sejak saat itu, industri
mengalami pertumbuhan berlipat ganda. Tahun 2015, nilai crowdfunding secara global diperkirakan
mencapai USD 34,4 milliar, lebih besar daripada pasar Venture Capital, yang ditaksir bernilai sekitar USD
30 milliar. Pasar crowdfunding bahkan diperkirakan akan tumbuh hingga USD 1 trilliun pada tahun 2025
(Sumber: MyPrivateBanking).
Ide crowdfunding sendiri serupa dengan prinsip “gotong royong” dalam budaya Indonesia. Layanan ini
mulai muncul tahun 2011, menyediakan wadah penggalangan dana bagi proyek kreatif. Film “Atambua
39° Celcius” dan gerakan sosial “#SaveMaster” (untuk mencegah penggusuran sebuah sekolah di Depok)
merupakan beberapa proyek besar yang didanai melalui crowdfunding, masing-masing mencapai nilai Rp
312 juta dan Rp 137 juta. Situs lain yang dedikasikan untuk membantu pasien anak mengaku berhasil
mengumpulkan sedikitnya Rp 1.3 milliar dari 3,223 donor.
Crowdfunding tidak terbatas untuk satu sektor spesifik saja. Data menunjukkan secara global terdapat
sekitar 21,000 proyek aktif dari berbagai sektor.
Disiapkan oleh
Berdasarkan riset Crowdfunding Center, terdapat sekitar 442 kampanye crowdfunding diluncurkan setiap
harinya dengan pendanaan sebesar USD 60.000 per jam. Ada sekitar 162 negara aktif dengan Amerika
Serikat mengambil porsi terbesar. Dari 20.669 proyek aktif, AS berkontribusi sekitar 11.505, sementara
Inggris 2.205 dan Kanada 1.137. Indonesia masih punya banyak ruang untuk tumbuh dengan jumlah
proyek aktif yang baru mencapai sekitar 30.
Meningkatkan Efisiensi, Tidak Hanya Menekan Biaya
Kepraktisan bisa jadi alasan utama popularitas model pendanaan ini. Crowdfunding dapat mengeliminasi
peran perantara yang mematok biaya besar, seperti bank atau lembaga keuangan lainnya. Namun, saya
kurang sepaham dengan pandangan ini.
Jika crowdfunding berhasil hanya karena menurunkan biaya transaksi, maka pemain lama dapat
memotong tarif mereka juga, memanfaatkan teknologi baru dalam set up yang ada. Di sisi lain, bank juga
telah dipercaya untuk menyimpan pendapatan seseorang.
Saya percaya crowdfunding sukses karena berhasil menawarkan suatu tingkat efisiensi dan kecanggihan
yang belum pernah ada sebelumnya.
Contoh lain, pendanaan debt crowdfunding. Banyak yang menyatakan rentang bunga deposito dan
pinjaman bank yang berkisar antara 4% hingga 8% merupakan nilai yang sangat tinggi sehingga
mendorong munculnya crowdfunding. Ini bisa menjadi salah satu alasan, namun apakah ini akan menjadi
faktor penjamin keberhasilan di masa depan? Menurut saya tidak, karena bank akan mengejar
ketinggalan.
Saya juga percaya bahwa crowdfunding membawa efisiensi pemberian skor kredit yang belum pernah
dilihat sebelumnya.
Bank vs P2P Lenders
Saat ini, bank memberi pinjaman ke individu (dalam bentuk kartu kredit atau pinjaman tanpa jaminan
yang merupakan target kompetisi P2P lenders). Bagi bank, kelompok ini hanya satu dari berbagai aset
pinjaman yang biasanya jumlahnya kecil (antara 5% hingga 10%) karena sebagian besar aset mereka
didedikasikan untuk pinjaman dengan jaminan.
Bank jelas tidak berinvestasi banyak dalam metode pemberian skor kredit untuk segmen ini. Sebaliknya,
perusahaan P2P lending sepenuhnya bergantung pada model skor kredit yang jika tidak istimewa akan
membuat perusahaan gulung tikar. Hal ini memaksa mereka untuk berinvestasi besar pada analitik data
dan terus mempertajam model skor kredit, yang saat ini tidak terjadi di pemberi pinjaman konvensional.
Bagaimana dengan Masa Depan?
Fenomena crowdfunding merupakan sebuah progresi alami menuju efisiensi pasar, sehingga menjadi
kekuatan yang harus diakui. Banyak tipe pemain baru yang akan masuk dalam sektor keuangan dan
pemain lama akan dipaksa untuk mengubah model bisnis mereka untuk berkompetisi. Berbagai sub
sektor spesifik akan bermunculan, seperti real estate crowdfunding.
Disiapkan oleh
Regulasi akan memainkan peran penting dalam mempercepat adopsi di berbagai negara. Negara seperti
Inggris memimpin dalam hal ini dan diperkirakan akan menentukan panduan regulasi untuk industri ini.
Indonesia juga memiliki potensi besar, sambil menanti regulasi OJK yang diharapkan akan segera terbit
dalam waktu dekat.
.
Disiapkan oleh
Download