BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Otonomi sekolah Otonomi merupakan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Otonomi sekolah
Otonomi merupakan salah satu aspek yang sangat urgen dalam konteks
pengembangan suatu institusi. Otonomi menunjukkan sebagai sesuatu yang dapat berdiri
sendiri tanpa adanya tekanan atau intervensi dari yang lain. Dalam konteks kehidupan suatu
institusi otonomi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu serta mampu
menghadapi dan memecahkan masalah yang ada.
Otonomi secara etimologi berasal dari kata “autos“ yang berarti sendiri, dan “nomos”
yang berarti aturan, Jadi otonomi dapat diartikan mengatur sendiri, otonomi juga bisa
diartikan kebebasan atau kemerdekaan. Sekolah artinya tempat untuk melaksanakan kegiatan
belajar dan mengajar. Jadi Otonomi Sekolah adalah merupakan kewenangan sekolah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sekolah dan stakeholder lainnya menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Prinsip yang harus dipegang dalam pelaksanaan otonomi sekolah adalah mengatur
dan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran sendiri, baik dari segi keuangan, sarana
prasarana maupun Kepentingan/kebutuhan pendidikan yang lain. Wujud pemberian
kesempatan bagi sekolah harus dipertanggungjawabkan kepada yang memberi wewenang,
masyarakat terutama kepada Tuhan YME.
Undang-undang no. 22 tahun 1999 yang dirubah dengan Undang-undang no. 32 tahun
2004 tentang otonomi Daerah adalah sebagai landasan diberlakukannya Otonomi Daerah di
seluruh Indonesia. Dengan demikian imbasnyapun sampai terasa di sekolah-sekolah.
Adapun kemasan otonomi sekolah itu terlintas sebagai berikut : a) Terhadap RAPBS
terbuka mulai tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, untuk diprogram
dilaksanakan, dikaji dan dikritisi dengan bukti autentik bahkan pembukuannyapun harus
transparan, b)
Program Sekolah harus dibuat, dilaksanakan, dan dikritisi oleh Kepala
Sekolah sendiri, guru, orang tua siswa, Komite, Pengurus Sekolah bahkan oleh Stakeholder
yang lain, c) program Komite Sekolah harus dibuat, dilaksanakan, juga dikritisi dan harus
selalu dipampang untuk ditunjukkan dan dievaluasi oleh masyarakat sekolah.
Dampak Otonomi Sekolah adalah a) tercipta Suasana kondusif, enovatif dan
berkesinambungan, b) selalu terjadi konsepsional kinerja ke depan, c) tidak menunggu
perintah atau ultimatum jajaran lintas kependidikan, d) bebas dalam koridor prinsip
kependidikan, e) masyarakat ikut merasa memiliki sekolah, f) ada semangat yang tinggi
dalam kompetisi tingkat kelas, maupuan sekolah, g) hubungan antar orang tua siswa makin
akrab dan harmonis, h) termotivasi untuk memprogram kelas unggulan, i) wali murid dan
Komite Sekolah berhak ikut urun rembug dalam menentukan tenaga-tenaga yang profesional
di sekolah, j) tercipta upaya kebersamaan, tanggung jawab antar pilar pendidikan (PAKEM,
transparansi managemen, otonomi sekolah dan PSM) sebagai bagian akuntabilitas sekolah.
Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa otonomi menunjukkan suatu
keadaan yang mandiri dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan potensi yang dimiliki dan
mampu melaksanakan kegiatan secara bertanggung jawab.
B. Pembiayaan Pendidikan di Sekolah
Menurut Natajaya (2011:3) bahwa biaya didefinisikan sebagai nilai besar dana yang
diperkirakan perlu disediakan pada proyek kegiatan tertentu (Gaffar.1987). Sehubungan
dengan pengertian biaya tersebut, maka pembahasan biaya pendidikan akan mengacu kepada
dimensi penerimaan dan dimensi alokasi dana. Dimensi penerimaan terkait dengan beberapa
sumber biaya pendidikan dari pemerintah, masyarakat, dan orang tua murid. Dimensi alokasi
menyangkut dimensi pendistribusian anggaran untuk menunjang berbagai program dan
kegiatan pendidikan.
Sofa (2008:1) bahwa
pengertian biaya dalam ekonomi adalah pengorbanan-
pengorbanan yang dinyatakan dalam bentuk uang, diberikan secara rasional, melekat pada
proses produksi, dan tidak dapat dihindarkan. Bila tidak demikian, maka pengeluaran tersebut
dikategorikan sebagai pemborosan.
Ramli (2009:1) menjelaskan bahwa pembiayaan sering disebut juga dengan keuangan
atau budgeting. Di dalam pengertian umum keuangan, kegiatan pembiayaan meliputi tiga hal
yaitu: 1) Budgeting (penyusunan anggaran)
2) Acounting
(pembukuan) 3) Auditing (pemeriksaan)
Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1 Ayat 10, menjelaskan bahwa standar pembiayaan adalah standar yang mengatur
komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
Ayat 12 menyatakan biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan
yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat
berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur
dan berkelanjutan.
Mengacu pada pasal-pasal dan ayat-ayat dalam PP SNP yang berkaitan dengan
pembiayaan pendidikan seperti disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun biaya
pendidikan itu terdiri dari biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal, namun standar
pembiayaan pendidikan difokuskan pada biaya operasi pendidikan yang adalah bagian dari
dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar
dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara
teratur dan berkelanjutan
Pengertian Standar Pembiayaan Pendidikan dapat ditelusuri dari Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP). Bab IX Standar
Pembiayaan dalam PP SNP menyebutkan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya
investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja
tetap. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta
segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan
sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta
didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Anggi (2012:5) mengemukakan bahwa biaya merupakan elemen yang sangat penting
walaupun bukan satu-satunya komponen yang paling penting. Bagaimanapun bagusnya
rancangan kurikulum, matangnya perencanaanpendidikan, akan tetapi ketika sampai pada
tahap operasional dan terbentur adanya keterbatasanbiaya maka perencanaan yang bagus
tersebut kurang memiliki makna yang berarti, bahkan mungkin program pendidikan yang
direncanakan sulit terealisasikan. Secara umum pembiayaan pendidikan adalah sebuah
kompleksitas, yang didalamnya akan terdapat saling keterkaitan pada setiap komponennya,
yang memiliki rentang yang bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro
(nasional), yang meliputi sumber-sumber pembiayaanpendidikan, sistem dan mekanisme
pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaanya, akuntabilitas hasilnya yang
diukur dari perubahan-perubahan yang terjadi pada semua tataran, khususnya sekolah, dan
permasalahan-permasalahan yang masih terkait dengan pembiayaan pendidikan, sehingga
diperlukan studi khusus untuk lebih spesifik mengenal pembiayaan pendidikan ini.
Anggi (2012:4) mengemukakan bahwa terminologi administrasi keuangan, khususnya
adminsitrasi keuangan bidang pendidikan, dibedakan antara biaya (cost) dan pembelanjaan
(expenditure). Biaya (cost) adalah nilai besar dana yang diprakirakan perlu disediakan untuk
membiayai kegiatan tertentu, misalnya kegiatan akademik, kegiatan kesiswaan, dan
sebagainya. Sedangkan pembelanjaan (expenditure) adalah besar dana riil yang dikeluarkan
untuk membiayai unit kegiatan tertentu, misalnya kegiatan praktikum siswa. Oleh karena itu,
seringkali muncul adanya perbedaan antara biaya yang dianggarkan dengan pembelanjaan
riil.
Secara bahasa biaya (cost) dapat diartikan pengeluaran, dalam istilah ekonomi,
biaya/pengeluaran dapat berupa uang atau bentuk moneter lainnya. Dan biaya pendidikan.
Biaya pendidikan merupakan hal yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dapat
dikatakan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya. Biaya
pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang
sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah).
Setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan-tujuan yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan.
Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat
dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan (di sekolah) tidak akan berjalan. Biaya
dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan
tenaga (yang dapat dihargakan uang).
Sofa (2008:3) mengemukakan bahwa sekolah sebagai produsen jasa pendidikan,
seperti halnya pada bidang usaha lainnya menghadapi masalah yang sama, yaitu biaya
produksi, tetapi ada beberapa kesulitan khusus mengenai penerapan perhitungan biaya ini.
Hallack (dalam Sofa (2008:3) mengemukakan tiga macam kesulitan, yaitu berkenaan dengan
(1) definisi produksi pendidikan, (2) identifikasi transaksi ekonomi yang berhubungan
dengan pendidikan, dan (3) suatu kenyataan bahwa pendidikan mempunyai sifat sebagai
pelayanan umum. Biaya pendidikan dapat dikategorikan dalam beberapa cara, antara lain
biaya ini dikategorikan atas (1) biaya langsung dan biaya tidak langsung, (2) biaya sosial dan
biaya privat, dan (3) biaya moneter dan biaya non-moneter. Dilihat dari luasnya, analisis
pengeluaran pendidikan dapat dilakukan secara keseluruhan dan secara mikro. Studi biaya
pendidikan secara keseluruhan atau nasional menyangkut (1) biaya pendidikan dan produk
domestik bruto, dan (2) unsur-unsur biaya pendidikan. Analisis biaya secara mikro, adalah
analisis biaya pada tingkat lembaga, yaitu pada tingkat distrik/yayasan dan pada tingkat
satuan pendidikan
Asrori (2011:4) mengemukakan bahwa hal paling krusial yang dihadapi pendidikan
kita adalah masalah pembiayaan/keuangan, karena seluruh komponen pendidikan di sekolah
erat kaitannya dengan komponen pembiayaan sekolah. Meskipun masalah pembiayaan
tersebut tidak sepenuhnya berpengaruh langsung terhadap kualitas pendidikan, namun
pembiayaan berkaitan dengan sarana-prasarana dan sumber belajar. Berapa banyak sekolahsekolah yang tidak dapat melakukan kegiatan belajar mengajar secara optimal, hanya masalah
keuangan, baik untuk menggaji guru maupun untuk mengadakan sarana dan prasarana
pembelajaran. Dalam kaitan ini, meskipun tuntutan reformasi adalah pendidikan yang murah
dan berkualitas, namun pendidikan yang berkualitas senantiasa memerlukan dana yang cukup
banyak.
Pembiayaan pendidikan terkait dengan efisiensi dan efiktifitas, sekolah harus mampu
memenej keuangan yang ada sehingga dapat menghindari penggunaan biaya yang tidak perlu.
Efektifitas pembiayaan sebagai salah satu alat ukur efisiensi, program kegiatan tidak hanya
dihitung berdasarkan biaya tetapi juga waktu, dan amat penting menseleksi penggunaan dana
operasional, pemeliharaan, dan biaya lain yang mengarah pada pemborosan.
Menurut Bobbit (Asrori (2011:4), bahwa sekolah secara mandiri dan berkewenangan
penuh menata anggaran biaya secara efisien, karena jumlah enrollment akan menguras
sumber-sumber daya dan dana yang cukup besar.
Konsep manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya menampilkan konsep
pengelolaan anggaran pendidikan dengan tujuan untuk menjawab persoalan bagaimana
mendayagunakan sumber-sumber pembiayaan yang relatif kecil dan terbatas itu secara efektif
dan
efisien,
bagaimana
mengembangkan
sumber-sumber
baru
pembiayaan
bagi
pembangunan pendidikan, agar tujuan pendidikan tercapai secara optimal.
Kondisi dana yang sangat terbatas dan sekolah dihadapkan kepada kebutuhan yang
beragam, maka sekolah harus mampu membuat keputusan dengan berpedoman kepada
peningkatan mutu. Manakala sekolah memiliki rencana untuk mengadakan perbaikan suasana
dan fasilitas lain seperti memperbaiki pagar sekolah atau memperbaiki sarana olah raga.
Tetapi pengaruhnya terhadap peningkatan mutu proses belajar mengajar lebih kecil dibanding
dengan pengadaan alat peraga atau laboratorium, maka keputusan yang paling efisien adalah
mengadakan alat peraga atau melengkapi laboratorium.
Dalam biaya pendidikan, efisiensi hanya akan ditentukan oleh ketepatan di dalam
mendayagunakan anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input
pendidikan
yang
dapat
memacu
prestasi
belajar
siswa.9
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) merupakan suatu rancangan
pembiayaan pendidikan di sekolah dalam rangka mengatur dan mengalokasikan dana
pendidikan yang ada sumbernya dan sudah terkalkulasi jumlah dan besarannya baik yang
merupakan dana rutin bantuan dari pemerintah berupa Dana Bantuan Operasional atau dana
lain yang berasal dari sumbangan masyarakat atau orang tua siswa.
Asrori (2011:4) berpendapat bahwa merancang dan menyususn Anggaran Pendapatan
dan Belanja Sekolah ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya masalah
efektivitas pembiayaan sebagai salah satu alat ukur efisiensi. Efektivitas pembiayaan
merupakan faktor penting yang senantiasa diperhitungkan bersamaan dengan efisiensi,
artinya suatu program kegiatan tidak hanya menghitung waktu yang singkat tetapi tidak
memperhatikan anggaran yang harus dikeluarkan seperti biaya operasional dan dana
pemeliharaan sarana yang mengarah pada pemborosan. Jadi dalam hal ini Kepala Sekolah
bersama-sama guru dan Komite Sekolah dalam menentukan anggaran pembelajaran harus
berdasarkan kebutuhan yang riil dan benar-benar sangat dibutuhkan untuk keperluan dalam
rangka menunjang penyelenggaraan proses pembelajaran yang bermutu
C. Otonomi sekolah dalam Pembiayaan Pendidikan
Otonomi sekolah dalam pembiayaan pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat
prinsipil untuk dilaksanakan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi sekolah menuju
sekolah yang mandiri. Pengembangan otonomi sekolah sangat memerlukan dukungan dari
berbagai pihak terutama kepala sekolah sebagai leader di sekolah.
Lampiran I Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009 Tanggal
5 Oktober 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 menjelaskan
bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan
sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya
personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus
dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi: a)
gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, b)
bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan c) biaya operasi pendidikan tak langsung
berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya
Anggi
(2012:2)
mengemukakan
bahwa
dalam konsep
dasar
pembiayaan
pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan
secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan ditingkat
sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan tingkat sekolah baik yang bersumber dari
pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikerluarkan untuk menyelenggarakan
pendidikan dalam satu tahun pelajaran. Biaya satuan per murid merupakan ukuran yang
menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan sekolah secara efektif untuk
kepentingan murid dalam menempuh pendidikan. Oleh karena biaya satuan ini diperoleh
dengan memperhitungkan jumlah murid pada masing-masing sekolah, maka ukuran biaya
satuan dianggap standard an dapat dibandingkan antara sekolah yang satu dengan yang
lainnya.
Analisis mengenai biaya satuan dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya dapat dilakukan dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis.
Dengan menganalisis biaya satuan, memungkinkan kita untuk mengetahui efisiensi dalam
penggunaan sumber-sumber di sekolah, keuntungan dari investasi pendidikan, dan
pemerataan pengeluaran masyarakat, pemerintah untuk pendidikan. Disamping itu, juga dapat
menjadi penilaian bagaimana alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan
sistem pendidikan.
Dalam menentukan biaya satuan terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan makro
dan mikro. Pendekatan makro mendasarkan perhitungan pada keseluruhan jumlah
pengeluaran pendidikan yang diterima dari berbagai sumber dana kemudia dibagi jumlah
murid. Pendekatan mikro perhitungan biayanya didasarkan alokasi pengeluaran perkomponen
pendidikan yang digunakan oleh murid.
Menurut Anggi (2012:5) bahwa pembiayaan pendidikan yang dapat menjadi acuan
pelaksanaan otonomi sekolah dalam pembiayaan sekolah atau madrasah terdiri atas:
1). Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung
Dalam teori dan praktek pembiayaan pendidikan, baik pada tataran makro maupun
mikro, dikenal bebarapa kategori biaya pendidikan. Pertama, biaya langsung (direct cost) dan
biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung adalah segala pengeluaran yang secara
langsung menunjang penyelenggaraanpendidikan. Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian
alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru baik yang dikeluarkan oleh
pemerintah, orang tua maupun siswa sendiri.
Biaya tidak langsung adalah pengeluaran yang tidak secara langsung menunjang
prosespendidikan tetapi memungkinkan proses pendidikan tersebut terjadi di sekolah,
misalnya biaya hidup siswa, biaya transportasi ke sekolah, biaya jajan, dan harga kesempatan
(opportunity cost).
2). Biaya Pribadi dan Biaya Sosial
Biaya pribadi (private cost) dan biaya sosial (social cost). Biaya pribadi adalah
pengeluaran keluarga untuk pendidikan atau pengeluaran rumah tangga. Biaya social adalah
biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pendidikan, baik melalui sekolah maupun
melalui
pajak
yang
dihimpun
oleh
pemerintah
kemudian
digunakan
untuk
membiayai pendidikan.
Dalam konteks ini, biaya pendidikan mencakup semua jenis pengeluaran yang
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan
tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang). Misalnya, iuran siswa adalah biaya, demikian
juga sarana fisik, buku-buku pelajaran juga merupakan biaya.
Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu
sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap tahun oleh
sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur. Anggaran pengeluaran adalah
jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di
sekolah. Adapun pengeluaran sekolah dapat dikategorikan dalam beberapa item, yaitu:
pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran, pengeluaran untuk tata usaha sekolah,
pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, kesejahteraan pegawai, administrasi, pembinaan
teknis edukatif dan pendataan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 pasal 62 menyebutkan bahwa:
a) pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal, b)
biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap, c) biaya personal meliputi
biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bias mengukuti proses
pembelajaran
secara
teratur
dan
berkelanjutan,
dan
d)
biaya
operasional
satuan pendidikan meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan
yang melekat pada gaji; bahan atau peralatan habis pakai; dan biaya operasipendidikan tak
langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya.
3). Biaya Rutin dan Biaya Modal
Secara umum, pembiayaan pendidikan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu;
(1)
biaya rutin (recurring cost) dan biaya modal (capital cost). Recurring cost pada intinya
mencakup keseluruhan biaya operasional penyelenggaraaan pendidikan, seperti biaya
administrasi, pemeliharaan fasilitas, pengawasan, gaji, biaya untuk kesejahteraan, dan lainlain. Sementara, capital cost atau sering pula disebut biaya pembangunan mencakup biaya
untuk pembangunan fisik, pembelian tanah, dan pengadaan barang-barang lainnya yang
didanai melalui anggaran pembangunan.
Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun, seperti gaji
pegawai (guru dan non guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas
dan alat-alat pengajaran (barang-barang habis pakai). Sementara biaya pembangunan,
misalnya, biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau
rehab gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau pengeluaran lain unutk barang-barang
yang tidak habis pakai.
Dalam implementasi MBS, manajemen komponen keuangan
harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai dari tahap penyusunan anggaran,
penggunaan, sampai pengawasan dan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang
berlaku agar semua dana sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada
kebocoran-kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme.
Akumulasi biaya dibagi jumlah siswa akan diketahui besarnya biaya satuan (unit
cost). Unit cost yang dimaksud di sini adalah unit cost per siswa. Unit cost per siswa
memiliki empat makna. Pertama, unit cost per siswa dilihat dari aspek recurring cost. Kedua,
unit cost per siswa dilihat dari aspek capital cost. Ketiga, unit cost per siswa dilihat dari
akumulasi atau perjumlahan dari recurring cost dengan capital cost. Keempat, unit cost per
siswa dilihat dari recurring cost, capital cost, dan seluruh biaya yang dikeluarkan langsung
oleh
siswa
untuk
keperluan pendidikannya.
Dengan demikian, secara sederhana biaya satuan per siswa yang belajar penuh (unit
cost per full time student) tidak sulit dihitung. Perhitungannya dilakukan dengan
menambahkan seluruh belanja atau dana yang dikeluarkan oleh isntitusi (total institution
expenditures) dalam pelaksanaan tugas-tugas kependidikan dibagi dengan jumlah siswa
reguler (full time student) dalam tahun tertentu, termasuk biaya yang mereka keluarkan untuk
keperluannya sendiri dalam menjalani pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan
bahwa
otonomi sekolah dalam
pembiayaan pendidikan mengacu pada kemampuan sekolah dalam membuat perencanaan
keuangan yang baik mengacu pada berbagai kebutuhan yang diperlukan
operasionalisasi pendidikan di sekolah.
bagi
Download